Anda di halaman 1dari 4

A.

Pendahuluan

Al-Qur'an Hadits merupakan bagian dari mata pelajaran pendidikan agama Islam (Ar
Rasikh, 2019). Madrasah dan masyarakat membantu meminimalisir krisis moral yang timbul
dari pembelajaran Al-Qur'an dan Hadist. Al-Qur'an dan hadits adalah pegangan umat Islam
dan wajib baginya untuk memegang. Pada Madrasah Tsanawiyah yang mengajarkan Al-
Qur'an Hadits yang merupakan salah satu mata pelajaran pendidikan agama Islam yang
digunakan untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur'an, menerjemahkan, menyimpulkan
isi, menyalin dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan yang paling penting adalah kemampuan
siswa untuk melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan benar. (Ats-Tsauri & Fatonah, 2020).1

Kemampuan membaca al-Qur’an adalah suatu model yang terpenting dan pertama
yang harus dimiliki oleh setiap orang muslim sejak dini, karena memiliki kemampuan
membaca yang baik dan benar berarti mereka telah mempunyai alat dan bekal untuk
mempelajari al-Qur’an dan menghafal al-Qur’an dengan sempurna. Sebagaimana
diungkapkan oleh Ibnu Khaldun bahwa pengajaran al-Qur’an itu merupakan sendi pengajaran
bagi seluruh kurikulum, sebab al-Qur’an merupakan salah satu “Syair Addin” yang
menguatkan aqidah dan memperkokoh keimanan. Membaca al-Qur’an dengan tartil
sebaiknya diterapkan pada anak sejak usia dini agar mereka terbiasa menggunakan waktu
untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi kehidupan dan masa depannya. Karena pada
kenyataannya, sekarang ini masih ada beberapa anak usia Madrasah Tsanawiyah yang masih
belum bisa membaca Al-Qur’an dengan tartil.

Membiasakan anak untuk dapat meningkatkan membaca al-Qur’an tersebut bukanlah


hal yang mudah, diperlukan adanya suatu metode yang digunakan untuk mengajarkan al-
Qur’an bagi anak usia Madrasah Tsanawiyah. Penggunaan metode yang tepat dapat
berpengaruh pada keberhasilan pencapaian hasil dari proses pembelajaran dalam hal ini yaitu
keberhasilan anak dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an. Kemampuan anak
dalam membaca al-Qur’an, dapat dipengaruhi oleh motivasi dari pihak keluarga yang
mendukungnya dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca.2 Al-Qur’an harus
diajarkan kepada peserta didik untuk mengetahui ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya.
Upaya yang dilakukan oleh para pengajar untuk mengajarkan al-Qur’an dengan pengajaran
1
Maulida Aprilia Ma’ruf dkk., “STUDI PENERAPAN PEMBELAJARAN AL QUR’AN HADITS DI MIN 3
BANJARNEGARA” 2, no. 1 (2022): 18.
2
Nikmatus Sholihah dan Nia Indah Purnamasari, “Metode Musyafahah sebagai Solusi Mempermudah Anak
Usia Dini Menghafal Surat Pendek,” EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam 10, no. 2 (29 Desember
2020): 280–300, https://doi.org/10.54180/elbanat.2020.10.2.280-300.
membaca al-Qur’an kepada peserta didik agar terbentuknya suatu kemampuan baru dalam
bidang membaca al-Qur’an, agar peserta didik dapat dengan baik dan benar dalam membaca
al-Qur’an sesuai dengan ketentuan ilmu tajwid, dan melatih kecepatan anak-anak dalam
membaca al-Qur’an, agar terbiasa mengucapkan kalimat-kalimat arab sehingga peserta didik
memiliki kemudahan dalam proses menghafal al-Qur’an seperti adanya program tambahan
musyafahah ini.

Metode ini menawarkan banyak keutamaan terutaman dalam memperbaiki kesalahan-


kesalahan membaca Al-Qur’an. Pendidik dapat melihat secara langsung sejauh mana fashih
atau tidaknya peserta didik dalam membaca Al-Qur’an. Dengan dilakukakannya metode
talaqqi dan musyafahah ini, peserta didik berhadapan secara langsung face to face dan
mengikuti apa yang diucapkan pendidik guna memperbaiki kesalahan-kesalahan dari bacaan
AlQur’annya. Perbaikan kesalahan tersebut meliputi makharij al-Huruf (tempat keluarnya
huruf), shifat al-Huruf (sifat huruf) dan ahkam al-Huruf (hukum-hukum huruf) Metode
talaqqi dan musyafahah juga memungkinkan guru untuk memeberikan hubungan psikologis
yang membuat siswa merasa nyaman ketika sedang mempelajari Al-Qur’an. Siswa yang
memiliki hambatan baik dari sisi pemahaman dan psikologis akan dapat langsung ditangani
oleh guru.3

Penelitian tentang metode musyafahah ini bukanlah penelitian yang baru. Penelitian
tentang musyafahah sebelumnya pernah dilakukan seperti Metode Musyafahah Sebagai
Solusi Mempermudah Anak Usia Dini Menghafal Surat Pendek (Nikmatus,2020), Penerapan
Metode Musyafahah dalam Meningkatkan Kefasihan Membaca Al-Qur’an di MA NU 3
Ittihad Bahari Bonang Demak Tahun Pelajaran 2020/2021(Najib, Ainun 2020), Implementasi
Metode Talaqqi Dan Musyafahah Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an
Siswa Di Sd Swasta Salsa(Arsyad,2020), Efektivitas Metode Talaqqi & Musyâfahah Dalam
Pembelajaran Tahfizh Al-Qur’an (Mafluchah,2016)
Penelitian ini mencoba untuk menepis tuduhan bahwa metode pembelajaran tatap
muka dan penuh control guru menjadi metode klasik dan kuno, sekaligus untuk membuktikan
bahwa dalam pemilihan metode pembelajaran tidak selalu didasarkan pada modernitas dari
satu metode, akan tetapi disesuaikan dengan karekteristik materi dan tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peserta didik dalam
meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an sebelum. Selain itu juga untuk mengetahui

3
Siti Mafluchah, “PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1438 H/2016 M,” t.t., 42.
Respon peserta didik terhadap penerapan metode musyafahah. Selain itu juga untuk
mengetahui sejauh mana keefektivitasan penerapan metode musyafahah.

B. Kajian Teori

Metode Musyafahah dapat diartikan sebagai suatu proses belajar mengajar secara
berhadapan antara pendidik dan peserta didik, (Andhini, 2017). Dalam penerapan metode
musyafahah ini, peserta didik menyebut dan mengikuti tata cara sebutan pendidik melalui
pergerakan bibir atau mulut sesuai kaidah ilmu tajwid, sehingga peserta didik mampu
menyebut atau membunyikan huruf dengan tepat, mampu membedakan bacaan yang panjang
dan pendek serta menyesuaikan pelafasan hukum tajwid dengan baik dan benar. Pada
kebiasaannya dalam konteks tahsin Qur’an ini biasanya pendidik melakukannya secara
berulangulang sehingga peserta didik lebih terampil dalam pengucapan bacaan qur’an sesuai
ilmu tajwid.

Umat Islam diwajibkan untuk mempelajari ilmu tajwid, secara hukum termasuk
fardhu kifayah, yang berarti suatu kewajiban yang dianggap cukup apabila disuatu tempat,
wilayah atau negeri terdapat orang yang ahli dalam ilmu tajwid dan dapat bertanya
kepadanya, dengan demikian kewajiban tersebut terpenuhi. (Indriyani et al., 2015). Mengenai
tujuan mempelajari ilmu tahsin atau tajwid yang dinyatakan oleh Syekh Muhammad Al-
Mahmud yakni supaya dapat membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan fashih sesuai yang
diajarkan oleh Nabi Saw. dan juga supaya dapat memelihara lisan dari kesalahan-kesalahan
sewaktu membaca kitab-kitab Allah Swt. yakni Alquran. Singkatnya, memberikan tuntunan
atau cara-cara pengucapan ayat Al-Qur’an dengan tepat, sehingga lafal dan maknanya
terpelihara. Mengajarkan tajwid membutuhkan metode yang tidak hanya berbasis kepada
pembelajaran yang riang dan menyenangkan akan tetapi yang terpenting ialah keefektifanyna
dalam mencapai keberhasilan pembelajaran.

Metode musyafahah terbukti paling lengkap dalam mengajarkan bacaan AlQur’an


yang benar, dan paling mudah diterima oleh semua kalangan (Qawi, 2017). Metode ini pada
umumnya memiliki kelebihan yakni pendidik lebih leluasa mengawasi perkembangan setiap
peserta didiknya secara tatap muka/langsung, melihat sejauh mana kemampuan gerakan bibir
peserta didik dalam mengucapkan makhrajnya yang diajarkan oleh pendidik berhadapan
secara langsung. Meskipun demikian tentunya metode ini memiliki kekurangan, salah
satunya metode ini tidak dapat digunakan secara terus menerus atau secara klasikal karena
kurang efektif dan harus divariasikan dengan metode tertentu. Selain itu juga sebagian
peserta didik mungkin akan merasa bosan terlebih menunggu giliran pengujian latihan
pengucapan huruf dikarenakan kebiasaannya dilakukan secara individu. Dalam menerapkan
metode talaqqi dan musyafahah ini, peserta didik harus belajar secara Al-Qur’an secara
langsung dari pendidiknya karena semuanya para guru yang mengajarkan Al-Qur’an
memiliki sanad sampai kepada Rasulullah Saw.(Yusof et al., 2018).

Langkah penerapannya bermula dari petemuan pendidik dan peserta didik dalam
sebuah ruangan, kemudian peserta didik duduk dihadapan atau saling berhadapan dengan
pendidiknya untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an dengan syarat secara bertatap muka
tanpa perantara apapun. (Nurzulaikha, 2019), siswa diminta untuk membaca, dan dalam hal
ini pendidik langsung memberikan koreksi, dan dalam pertemuan ini juga memungkinkan
siswa untuk mendapatkan sentuhan psikologis. (Diah Utami & Maharani, 2018).

DAFPUS

Anda mungkin juga menyukai