Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Politik dan Pemerintahan Asia Timur
Disusun Oleh :
2022
BAB I
PENDAHULUAN
BAGIAN SLIDE KE 3
Korea Utara, secara resmi dinamakan Republik Demokratik Rakyat Korea (Hangul:
조선민주주의인민공화국, Chosŏn Minjujuŭi Inmin Konghwaguk) adalah sebuah negara di
Asia Timur, yang meliputi sebagian utara Semenanjung Korea. Ibu kota dan kota terbesarnya
adalah Pyongyang. Zona Demiliterisasi Korea dijadikan batasan selang Korea Utara dan
Korea Selatan.
BAGIAN SLIDE KE 4
Sungai Amnok dan Sungai Tumen membentuk perbatasan selang Korea Utara dan
Republik Rakyat Cina. Sebagian dari Sungai Tumen di timur laut merupakan perbatasan
dengan Rusia. Penduduk setempat menyebut negara ini Pukchosŏn (북조선, "Chosŏn
Utara").
BAGIAN SLIDE KE 5
Semenanjung Korea diperintah oleh Kekaisaran Korea hingga dianeksasi oleh Jepang
sesudah Perang Rusia-Jepang tahun 1905. Sesudah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II,
Korea dibagi dijadikan wilayah pendudukan Soviet dan Amerika Serikat.
BAGIAN SLIDE KE 6
Korea Utara menolak ikut serta dalam pemilihan umum yang dijaga PBB yang
diadakan di selatan pada 1948, yang mengarah untuk pembentukan dua pemerintahan Korea
yang terpisah oleh zone demiliterisasi. Baik Korea Utara maupun Korea Selatan kedua-
duanya mengklaim kedaulatan di atas semua semenanjung, yang berujung untuk Perang
Korea tahun 1950. Sebuah gencatan senjata pada 1953 mengakhiri pertempuran; namun
kedua negara secara resmi masih berada dalam status perang, karena akad perdamaian tidak
pernah ditandatangani. Kedua negara diterima dijadikan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada 1991. Pada 26 Mei 2009, Korea Utara secara sepihak menarik diri dari gencatan senjata.
BAGIAN SLIDE KE 7
Korea Utara termasuk dalam negara satu-partai di bawah front penyatuan yang
dipimpin oleh Partai Buruh Korea. Pemerintahan negara mengikuti ideologi Juche, yang
digagas oleh Kim Il-sung, mantan pemimpin negara ini. Juche dijadikan ideologi resmi
negara ketika negara ini mengadopsi konstitusi baru pada 1972, kendati Kim Il-sung telah
memakainya untuk membentuk kebijakan sejak sekurang-kurangnya awal tahun 1955.
Sementara resminya sebagai republik sosialis, Korea Utara dipandang oleh sebagian luhur
negara sebagai negara kediktatoran totaliter stalinis. Sesudah kematian Kim Jong-il pada
tanggal 19 Desember 2011, diperkirakan pemimpin Korea Utara berikutnya adalah Kim
Jong-un, anak termuda Kim Jong-il.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara prinsip, partai itu dijalankan secara demokrat sesuai dengan keinginan umum
anggotanya. Oleh karena itu, sidang dimana keinginan umum terkumpul (sidang partai)
adalah arena untuk memutuskan segala hal yang menyangkut masalah partai.
Karena fungsi sidang memberikan mandat kepada badan permanen yang disebut
‘Komite Sentral’ dalam partai , maka komite itulah yang sebenarnya memimpin partai.
Komite Sentral terdiri atas Politbiro, yang merupakan badan eksekutif tertinggi dan
Sekretariat di Korea Utara. Di bawah Sekretariat, ada bagian tingkat kerja termasuk komite
departemen pemimpin organisasi, bagian propaganda, urusan eksternal, urusan internasional.
Gambar 2.2
Sistem Partai Korea Utara
Sumber: World KBS (2011)
Untuk memahami struktur kekuatan Korea Utara, maka urutannya adalah dari
Politbiro, Sekretariat, kemudian Komite Sentral partai. Anggota Politbiro dan Sekretariat
biasanya ada banyak yang memiliki jabatan ganda di dua instansi berbeda. Oleh karena itu,
pejabat pemerintah yang paling memiliki kekuatan adalah mereka yang menjadi anggota
Politboro sekaligus Sekretariat. Hirarki berikutnya adalah anggota Politbiro, calon Politbiro,
anggota Sekretariat dan anggota Komite Sentral. Anggota atau calon politbiro yang memiliki
kekuatan tetapi belum menjadi anggota sekretariat, biasanya adalah pejabat-pejabat senior
yang sudah tua atau pejabat tinggi di Kabinet atau instansi utama lainnya. Di tingkat lokal,
ada komite partai yang dikelola oleh setiap pemerintah daerah.
Menurut aturan partai, partai dijalankan di bawah prinsip ‘sistem demokrasi terpusat’.
Sidang partai adalah lembaga pengambilan keputusan tertinggi dalam urusan nasional .
Mengenai keputusan yang disahkan dalam sidang itu, semua anggota partai harus menaati
organisasi yang posisinya lebih tinggi, dan semua organisasi partai harus menaati secara
mutlak Komite Sentral dalam partainya. Yaitu, kewenangan memberi mandat dari tingkat
rendah ke Komite Sentral, kemudian Komite Sentral memberi mandat ke Sekretariat dan
kemudian ke Politbiro. Oleh karena itu, semua kekuatan terfokus di kepala bagian politbiro
dan sekretariat Kepala, yang memiliki jabatan rangkap yaitu sebagai Sekretaris Umum Partai
dan anggota senior Politbiro, sehingga dapat mengontrol ke dua lembaga itu. Dengan
demikian orang yang menjadi sekrataris umum partai anggota senior politbiro memiliki
kekuasan mutlak.
2. Kultur Politik
Kata kunci sistem politik Korea Utara adalah ‘diperintah oleh satu partai, penguasa
tunggal, dan kekuasaan yang diwariskan’. Sejarah perpolitikan Korea Utara dilatarbelakangi
oleh pengaruh komunis Uni Soviet yang kemudian membentuk Partai Komunis Korea
kemudian terspesifikasi setelah kemerdekaan Korea Utara (1946) menjadi Partai Komunis
Korea Utara. Namun, keadaan politik dan ekonomi di Korea Utara saat itu mengalami
ketidakstabilan (Moon, 2009).
Dalam kepercayaan politiknya menganut nilai self reliance yang juga disebut juche
(isolasi) yang diperkenalkan oleh Kim II Sung, seorang politikus Korea. Budaya untuk
membenci Amerika Serikat (AS) juga di tanamkan sejak dini sehingga tumbuh sikap anti AS
dan timbulnya militansi yang tinggi guna memeranginya. Dengan cara-cara inilah, tumbuh
budaya strategis di tengah-tengah masyarakat Korea Utara yang memunculkan sikap, tingkah
laku dan kepercayaan yang besar terhadap Kim Il Sung dan Kim Jong-il tentang kemampuan
kepemimpinannya di Korea Utara yang tidak mungkin dipertanyakan oleh semua masyarakat
Korea Utara. Kebijakan politik yang diambil oleh Kim Jong-il saat itu memberikan kontribusi
dan pengaruh yang besar terhadap pembentukan budaya strategis sehingga masyarakat Korea
Utara memiliki sifat kecenderungan lebih militan dibanding dengan negara lain yang
memiliki sifat lebih terbuka. Dengan sifat tersebut masyarakat Korea Utara lebih dapat untuk
mempertahankan rezim kekuasaan para pemimpinnya.
3. Perilaku Politik
Berdasarkan sumber Lim (2005), di bawah kepemimpinan Kim Jong-il, sejak tahun
1994, Korea Utara menjadi negara yang berusaha hidup tanpa bantuan negara lain dengan
kata lain bahwa Kim Jong-il menekankan bahwa Korea Utara harus bergerak dengan prinsip
berdikari. Politik yang dibangun tersebut membuat kehidupan masyarakat Korea Utara pada
umumnya harus menerima kenyataan hidup dengan pertumbuhan ekonomi negara yang
rendah. Keadaan ekonomi negara tersebut membuat rakyat Korea Utara hidup dalam
kemiskinan dan penderitaan, kondisi tersebut diperparah dengan kondisi sempitnya lahan
pertanian serta lapangan pekerjaan yang terbatas. Namun, ironisnya para pemimpin Korea
Utara tersebut hidup dalam kemewahan dan kecukupan bahkan dapat dengan bebas
menikmati barang-barang impor dan mewah. Tapi keadaan tersebut sepertinya tertutupi
dengan gaya kepemimpinan Kim Jong-il, melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
berupa propaganda-propaganda oleh pemerintah, bahkan masyarakatnya yakin bahwa
pemimpin mereka adalah pemimpin terbaik yang mampu menyatukan Korea Utara sehingga
masyarakat Korea Utara menghormati dan menyembah pemimpin negaranya.
Gaya kepemimpinan Kim Jong-il dalam memimpin Korea Utara sama dengan gaya
kepemimpinan mediang ayahnya, Kim Il Sung, dengan menempatkan diri menjadi seorang
pemimpin yang terhormat, memimpin Korea Utara dengan gaya otoriter dan diktaktornya
serta mengedepankan kekuatan militer negara di atas segala-galanya, membangun
persenjataan secara besar-besaran seperti halnya senjata nuklir, maupun dengan tidak segan-
segan melakukan tindakan-tindakan represif bagi lawan-lawan politiknya dan rakyatnya yang
menentang kebijakan politik pemerintah.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah Korea Utara tersebut harus dibayar mahal dengan
kondisi kesejahteraan rakyatnya yang harus hidup di bawah garis kemiskinan akibat embargo
dunia internasional sebagai konsekuensi dari program senjata nuklir yang dikembangkan oleh
Korea Utara. Kemiskinan di negara ini berdampak pada kurangnya gizi masyarakat sehingga
banyak ditemukan kasus penyakit katarak yang dapat menyebabkan kebutaan. Angka
kebutaan di Korea Utara sangat tinggi hingga mencapai angka ribuan, hal tersebut didorong
rendah dan kurangnya fasilitas medis yang mendasar sehingga tidak dapat mengatasi kasus
kebutaan secara maksimal.
4. Kebijakan Politik
Dalam kasus kepemimpinan strategis di Korea Utara, Pemimpin Korea Utara, dalam
kepemimpinan Kim Il Sung telah memikirkan sebuah visi yang harus di wujudkan untuk
jangkauan jauh ke depan. Sebagai negara yang pernah diduduki oleh penjajahan Jepang,
berpikir bahwa untuk membangun Korea Utara memerlukan suatu persatuan yang kuat di
kalangan rakyatnya, dengan terus memberikan propagandanya kepada masyarakat untuk tetap
bersatu karena adanya ancaman yang sewaktu-waktu datang dari Korea Selatan maupun
Jepang. Guna memperoleh persatuan tersebut Kim Il Sung membentuk sebuah ideologi yang
bernama Juche pada tahun 1972 ketika Korea Utara mengadopsi konstitusi yang baru (Chull,
2006).
Melalui Juche ini Kim Il Sung membangun Korea Utara dengan memperkuat
pengaruhnya salah satunya dengan menindas semua lawan politiknya yang menentang
kebijakan-kebijakan melalui kamp-kamp konsentrasi atau pengasingan maupun dengan
memberikan hukuman mati. Sepeninggal Kim Il Sung, kepemimpinan Korea Utara
dilanjutkan oleh Kim Jong-il. Visi yang dibangun adalah menjadikan Korea Utara menjadi
negara yang berdikari dan mandiri. Dengan kebijakan tersebut, negara ini membatasi
berhubungan dan berinteraksi dengan negara lain. Kebijakan isolasi ini juga berlaku bagi
masyarakat dengan melarang penggunaan seperti halnya internet maupun telepon, hal ini
merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemimpin Korea Utara dalam mengemban visi
dan misi yang kuat untuk dapat mengubah keadaan. Kim Jong-il dalam kepemimpinannya
telah menerapkan visi dan misinya dengan meyakinkan kepada masyarakat Korea Utara
bahwa dia akan menyelamatkan negaranya dari ancaman musuh-musuhnya.
Oleh Kim Jong-il ideologi juche diaplikasikan untuk mempengaruhi pencapaian
visinya, dan mampu mempengaruhi budaya organisasi dikalangan institusi dan militernya.
Loyalitas dan kepatuhan serta kecintaan kepada Kim Jong-il oleh masyarakat menjadi sebuah
pertanda bahwa mereka telah berhasil memberikan pengaruh yang besar sehingga dapat
mengarahkan melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahannya.
Pengaruh yang diberikan adalah kepercayaan akan persatuan dan kesatuan rakyat untuk
kelangsungan hidup Korea Utara melalui kepemimpinannya.
BAGIAN SLIDE 10
B. Sistem Pemerintahan
Korea Utara memiliki sistem pemerintahan terpusat. Dalam hal ini Korea Utara
mengangkat Kim Il Sung sebagai presiden abadi, sedangkan Kim Jong Il sebagai pemimpin
tertinggi.
BAGIAN SLIDE KE 11
Pembagian kekuasaan di Korea Utara dibagi menjadi tiga kekuatan, yaitu
1) Eksekutif sebagai pelaksana Undang-Undang yang sekarang dipegang oleh Kim Yong
Il selaku perdana menteri
2) Legislatif sebagai pembuat undang-undang yang sekarang dipegang oleh Kim Yong
Nam selaku Ketua Majelis Rakyat Tertinggi
3) Yudikatif sebagai pengawas undang-undang yang dipegang oleh para hakim agung
yang dipilih oleh Majelis Rakyat Tertinggi.
(Association of Secretaries General of Parliaments Republic of Korea, 2010)
Namun ada sedikit pengaruh dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini, yaitu
ideologi Juche. Ideologi juche sangat berpengaruh sehingga ketiga kekuataan kekuasaan
tersebut.
Korea Utara adalah negara yang menyatakan secara sepihak sebagai negara Juche
(percaya dan bergantung kepada kekuatan sendiri). Sistem pemerintahan dan politik Korea
Utara diatur berdasarkan konstitusi 1972. Kondisi Korea Utara selama rezim diktator
dibawah kepemimpinan Kim Il Sung dan Kim Jong-il tidak dapat memainkan apa yang
menjadi nilai-nilai kemanusiaan dimana negara tidak mampu memberikan perlindungan dan
rasa aman, kemerosotan bidang ekonomi dan sosial dan juga buruknya tingkat kesejahteraan
rakyat Korea Utara. Hal tersebut didorong oleh kondisi seperti halnya sistem pemerintahan
diktator yang diterapkan di Korea Utara (meskipun nama resmi negara tersebut adalah
Republik Demokratik Rakyat Korea) membuat kehidupan rakyat Korea Utara menjadi
terbatas dan tidak memiliki akses ke dunia luar sehingga seperti jauh dari peradaban
dibandingkan dengan negara-negara maju lain di dunia ini.
BAGIAB SLIDE KE 12
1. Sistem Hukum
Menurut Prof A.G. Choloros (dalam Cruz, 2010: 63), sistem hukum dikelompokkan
menjadi common law, civil law, dan socialist law.
a. Civil law (Eropa continental) merujuk pada suatu sistem hukum yang saat ini
diterapkan pada sebahagian besar negara Eropa Barat, Amerika latin, sebahagian
Afrika, Indonesia, dan Jepang . dalam sistem hukum ini istilah undang-undang adalah
sekumpulan klausul dan prinsip hukum umum yang otoritatif, komprehensif, dan
sistematis yang dianut dalam kitab atau bagian yang disusun secara logis sesuai
hukum yang terkait. Civil law dianggap sebagai sumber hukum utama.
b. Common law (anglo saxon) memiliki tiga karakter yaitu yurisprudensi dianut sebagai
sumber hukum yang utama. Dalam sistem ini tidak ada sumber hukum, sumber
hukum hanya kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan/putusan
pengadilan.
c. Socialist law merujuk pada sistem hukum yang berasal dari keputusan tertinggi para
penguasa berupa produk kebijaksanaan pemerintah atau negara. Negara-negara yang
menganut sistem hukum ini didominasi oleh negara dengan partai politik tunggal.
Maka salah satu penganut sistem hukum ini adalah Korea Utara.
BAGIAN SLIDE KE 13
C. Sistem Politik dan Mekanisme Demokrasi
Tabel 2.2
Perolehan Hasil Pemilu 2014
Partai Suara (%) Kursi
Front Demokratik untuk 100,0 % 687
Reunifikasi Tanah Air
Total 100,0% 687
Sumber: Hun (2014)
Tabel 2.2
Perolehan Hasil Pemilu 2009
Partai Kursi
Front Demokratik untuk Reunifikasi 687
Tanah Air
Partai Buruh 606
Partai Demokrat Sosial Korea 50
Partai Chongu Cheondois 22
Asosiasi Umum Penduduk Korea di 6
Jepang
Independen 3
Total 687
Sumber: Hun (2014)
a. Presiden
Pemujaan kepribadian terhadap Kim Il-sung dan Kim Jong-il dilakukan secara
terorganisir. Setelah mangkatnya Kim Il-sung pada 1994, ia tidak digantikan melainkan
memperoleh gelar "Presiden Abadi", dan dikuburkan di Istana Memorial Kumsusan di
Pyongyang pusat.
Meskipun kedudukan presiden dipegang oleh Kim Il-sung yang telah meninggal,
kepala negara de facto adalah Kim Jong-un, yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi
Pertahanan Nasional Korea Utara. Badan legislatif Korea Utara adalah Majelis Tertinggi
Rakyat, kini diketuai oleh Kim Yong-nam. Tokoh pemerintahan senior lainnya adalah Kepala
Pemerintahan Kim Yong-il
b. Legislatif
Pemilihan parlemen di Korea Utara adalah pemilihan untuk membentuk Majelis
Tertinggi Rakyat yang ke-13 yang diadakan pada 13 Maret 2014. Diantara kandidat dalam
pemilu ini adalah Kim Jong Un untuk dapil Paektusan.
Pemilu Korea Utara tidak lebih dari sebuah ajang benih-benih perlawanan rakyat.
Biasanya warga diarahkan ke TPS oleh para komite wilayah. Di sepanjang jalan banyak
dipasang poster yang menganjurkan warga agar memilih. Di TPS, sebelum memilih, warga
harus membungkuk untuk memberi hormat kepada keluarga Kim.
Pemilihan umum juga berfungsi sebgaia sensus penduduk. Pemerintah memeriksa
daftar calon pemilih dan jika nama seorang itu tidak terpilih, maka akan diselidiki.
BAGIAN SLIDE KE 14
1. Pemerinùtah Daerah
Korea Utara menganut sistem desentralisasi. Di kalangan para ahli pengertian
desentralisasi dipahami sebagai pembagian atau penyerahan kekuasaan pemerintahan dari
tingkat pusat atau tingkat atasnya kepada pemerintahan daerah (Manan, 2001: 10).
Kota yang dikelola langsung oleh pusat (Chikhalsi), Pyongyang. Daerah administratif
khusus (T'ŭkpyŏl Haengjŏnggu), yaitu
1) Daerah Industri Kaesong
2) Daerah Pariwisata Kumgangsan
3) Daerah Administratif Khusus Sinuiju
Sementara itu, provinsi terdiri dari
1) Pyongyan Selatan
2) Pyongyan Utara
3) Chagang
4) Hwanghae Utara
5) Hwanghae Selatan
6) Kangwon
7) Hamgyong Selatan
8) Hamgyong Utara
9) Ryanggang
Korea
BAGIAN SLIDE KE 15
2. Faktor-Faktor Stabilitas Nasional
a. Militer
Semboyan baru Kim Jong-il, ‘politik yang mengutamakan militer’, adalah strategi
nasional Kim Jong-il yang bertujuan untuk memelihara rejim dan sekaligus membangun
ekonomi nasional dengan memobilisasi militer. Untuk menjaga keamanan rejim maupun
pertumbuhan ekonomi, Korea Utara secara efektif berubah menjadi ‘negara yang
mengutamakan militer’(Chull, 2006).
Konsep inti semboyan ini didukung oleh konsep ‘ pembanguan nasional yang kuat’.
Yakni, sistem yang mengutamakan militer’ berarti penjagaan keamanan rejim dan
pembangunan nasional kuat melalui ‘politik yang memprioritaskan militer’. Konsep yang
mementingkan militer dalam politik menunjukkan bahwa kubu militer di Korea Utara
merupakan satu-satunya aset yang paling kuat dan yang dapat dimobilisasi dengan efektif.
Menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Korea Utara memiliki angkatan
darat terbesar kelima di dunia, diperkirakan sebesar 1,21 juta personel, dengan kira-kira 20%
pria berusia 17–54 tahun di dalam angkatan darat. Korea Utara memiliki persentase personel
militer per kapita tertinggi di dunia, dengan sekitar 1 serdadu terdaftar untuk setiap 25 warga
negara. Strategi militer Korea Utara dirancang untuk menyusupkan agen dan menyabotase di
belakang barisan musuh pada saat perang
Korea Utara juga menjual misil balistik dan peralatan militernya ke berbagai negara.
Pada April 2009, PBB menyebut Perusahaan Perdagangan Pembangunan dan Pertambangan
Korea (alias KOMID) sebagai agen penjual utama Korea Utara dan pengekspor terbesar misil
balistik dan senjata konvensional. PBB juga menyebut Korea Ryonbong sebagai penyokong
penjualan segala hal yang berhubungan dengan militer Korea Utara.
Kemudian disamping itu data-data CIA (dalam Daniel, 2013), bahwa Korut meraup
keuntungan pendapatan dari industri militer, mesin, listrik, kimia, pertambangan, metalurgi,
tekstil, makanan, pariwisata. Namun komoditas ekspor utama Korut adalah pertambangan,
manufaktur, tekstil, pertanian, dan perikanan. Sementara komoditas impor utamanya adalah
minyak, dan batubara.
Sementara itu realitasnya, Korea Utara dengan kebijakan politik isolasinya membatasi
perdagangan internasional sampai-sampai mengakibatkan warganya kelaparan pada satu
periode pemerintahan tertentu. Karena terlalu totaliter, warga negara Korea Utara juga
banyak yang melarikan diri ke Korea Selatan.
Konsep politik luar negeri ini agaknya menjadi pengecualian bagi Korea Utara
mengingat ideology juche nya yang seolah tidak membutuhkan bantuan negara lain dalam
memenuhi national interest nya.
2) Kepemimpinan
Menurut U.S Army War College Strategic Leadership Primer (dalam Shambaugh,
2010)
Kepemimpinan strategis adalah proses yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk
mempengaruhi visi yang diinginkan dan jelas dipahami dengan mempengaruhi
budaya organisasi, mengalokasikan sumber daya, mengarahkan melalui kebijakan dan
direktif, dan membangun konsesus dalam lingkungan global yang mudah menghilang,
tidak pasti, kompleks, dan ambigu yang ditandai dengan peluang dan kendala.
Dalam kasus kepemimpinan strategis di Korea Utara, Pemimpin Korea Utara, dalam
kepemimpinan Kim Il Sung telah memikirkan sebuah visi yang harus di wujudkan untuk
jangkauan jauh ke depan. Sebagai negara yang pernah diduduki oleh penjajahan Jepang,
berpikir bahwa untuk membangun Korea Utara memerlukan suatu persatuan yang kuat di
kalangan rakyatnya, dengan terus memberikan propagandanya kepada masyarakat untuk tetap
bersatu karena adanya ancaman yang sewaktu-waktu datang dari Korea Selatan maupun
Jepang. Guna memperoleh persatuan tersebut Kim Il Sung membentuk sebuah ideologi yang
bernama Juche pada tahun 1972 ketika Korea Utara mengadopsi konstitusi yang baru (Chull,
2006). Juche diartikan sebagai manusia menguasai segala sesuatu dan memutuskan segala
sesuatu.
Melalui Juche ini Kim Il Sung membangun Korea Utara dengan memperkuat
pengaruhnya salah satunya dengan menindas semua lawan politiknya yang menentang
kebijakan-kebijakan melalui kamp-kamp konsentrasi atau pengasingan maupun dengan
memberikan hukuman mati. Sepeninggal Kim Il Sung, kepemimpinan Korea Utara
dilanjutkan oleh Kim Jong-il. Visi yang dibangun adalah menjadikan Korea Utara menjadi
negara yang berdikari dan mandiri. Dengan kebijakan tersebut, negara ini membatasi
berhubungan dan berinteraksi dengan negara lain. Kebijakan isolasi ini juga berlaku bagi
masyarakat dengan melarang penggunaan seperti halnya internet maupun telepon, hal ini
merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemimpin Korea Utara dalam mengemban visi
dan misi yang kuat untuk dapat mengubah keadaan.
3) Budaya Organisasi
Gibson (1986: 372) mendefinisikan bahwa budaya organisasi sebagai “Sistem yang
menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi
dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan
norma-norma yang dianut”
Kemudian Eliott Jacquest (dalam Gibson, 1986) menyebutkan bahwa perilaku
organisasi adalah
The customary or traditional ways of thinking and doing things, which are shared to
a greater or lesser extent by all members of the organization and which new numbers
must learn and least partially accept in order to be accept into the sevice of the firm.
Budaya organisasi adalah cara berfikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang
dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau
paling sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi.
Merujuk pengertian di atas, dapat diambil beberapa intisari bahwa di dalam budaya
organisasi terdapat norma-norma perilaku maupun aturan yang harus diikuti oleh anggotanya.
Bila kita analisis budaya organisasi yang ada di Korea Utara, bisa diambil beberapa poin
penting di mana terlihat adanya budaya organisasi yang kaku. Hal tersebut dapat dilihat pada
organisasi militer Korea Utara, anggota militernya berada dalam hirarki organisasi yang
kaku, dan kekakuannya ini menyebabkan lemahnya inisiatif dan kreatifitasan anggotanya
dalam memutuskan sesuatu
BAB III
KESIMPULAN
1. Korea Utara, secara resmi disebut Republik Demokratik Rakyat Korea adalah sebuah
negara di Asia Timur, yang meliputi sebagian utara Semenanjung Korea. Ibu kota dan
kota terbesarnya adalah Pyongyang. Zona Demiliterisasi Korea menjadi batas antara
Korea Utara dan Korea Selatan.
2. Korea Utara adalah negara yang menganut sistem satu partai. Partai yang memerintah
adalah Front Demokratik untuk Reunifikasi Tanah Air, sebuah koalisi Partai Buruh Korea
dan dua partai kecil lainnya, Partai Demokratik Sosial Korea dan Partai Chongu
Chondois. Partai-partai ini mengajukan semua calon untuk menempati posisi
pemerintahan dan memegang semua kursi di Majelis Tertinggi Rakyat
3. Pemerintahan negara mengikuti ideologi Juche, yang digagas oleh Kim Il-sung, mantan
pemimpin negara ini. Juche menjadi ideologi resmi negara ketika negara ini mengadopsi
konstitusi baru pada 1972, kendati Kim Il-sung telah menggunakannya untuk membentuk
kebijakan sejak sekurang-kurangnya awal tahun 1955. Sementara resminya sebagai
republik sosialis, Korea Utara dipandang oleh sebagian besar negara sebagai negara
kediktatoran totaliterstalinis.
4. Korea Utara memiliki sistem pemerintahan terpusat. Dalam hal ini Korea Utara
mengangkat Kim Il Sung sebagai presiden abadi, sedangkan Kim Jong Il sebagai
pemimpin tertinggi.
5. Korea Utara termasuk yuridiksi sosialis yang lebih tua. Di dalam sistem sosialis hukum
disubordinasikan untuk menciptakan tatanan ekonomi baru dimana hukum privat
diabsorbsi oleh hukum publik. Dengan demikian sistem peradilan yang didasarkan pada
model peradilan Soviet dan China.
DAFTAR PUSTAKA