Anda di halaman 1dari 6

PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN

HIDUP DAN KESELAMATAN PEREMPUAN


SALDIN
PAI ( Pendidikan Agama Islam)
PASCASARJANA INSTITUT PESANTREN KYAI ABDUL CHALIM
(saldingmatto77@gmail.com)

Abstrak:
Artikel ini membahas mengenai kelola sampah dan keselamatan perempuan dalam
kehidupan di masyarakat,hal ini bertujuan untuk mengurai permasalahan umumnya
terjadi di masyarakat Bumi seringkali dikenal dengan istilah Ibu Pertiwi, sebab di
nusantara, bumi dihargai sebagai tempat bernaung yang memberikan kesuburan sehingga
manusia bisa bercocok tanam. Hal ini sesuai dengan cerminan sifat perempuan yang
sejatinya menciptakan kehidupan yang nyaman dan tentram dalam keluarga. Perempuan
ternyata memiliki keterkaitan yang erat dengan lingkungan, namun ironisnya menjadi
kelompok yang rentan terkena dampak kerusakan lingkungan. Faktanya, sekitar 50%
sampah berasal dari rumah tangga. Dalam perannya sebagai pengelola rumah tangga,
perempuan umumnya lebih dekat dengan urusan pekerjaan rumah seperti mencuci,
memasak, membersihkan rumah, menyediakan makanan, mengelola keuangan, dan
sebagainya. Ketika peran di rumah tersebut diangkat pada skala yang lebih besar -tingkat
RT atau RW- dan dilakukan bersama-sama perempuan lainnya, maka kegiatan yang bisa
dilakukan antara lain seperti memilah sampah berdasarkan jenisnya, membuat kerajinan
dari sampah, pengolahan sampah seperti membuat kompos dan biopori, hingga
mengadakan bank sampah. Kegiatan pengelolaan sampah juga memungkinkan meredam
kekerasan terhadap perempuan dari segi ekonomi keluarga. Hal tersebut dapat disalurkan
dengan menghasilkan prakarya dan aktivitas di program bank sampah. Di sisi lain,
perempuan yang mengelola sampahnya menjadi mengerti tentang kesehatan lingkungan
dan hidup ramah lingkungan. Mengenai soal pengelolaan sampah bukan hanya tugas
perempuan melainkan kerjasama antara laki-laki dan perempuan guna keberlangsungan
hidup yang baik.

Kata kunci: pengelolaan sampah, keselamatan perempuan


PENDAHULUAN
Secara umum, umat Islam sudah mengajarkan kepada umatnya agar dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari perlunya menjaga kebersihan lingkungan dan melindungi
perempuan supaya kehidupan berjalan searah tanpa ada dominasi atau cenderung
perempuan dinomorduakan ketika menjalankan aktivitas. peran perempuan dalam
pengelolaan sampah di Bank Sampah Paprika adalah, Peran Aktif dijalankan oleh ketua
Bank Sampah berupa sebagai agen perubah pola pikir masyarakat tentang persampahan.
Peran Partisipatif dijalankan oleh anggota pengurus berupa menjadi fasilitator didalam
kegiatan bank sampah. Sedangkan Peran Pasif merupakan suatu peran yang tidak
dijalankan baik oleh pengurus maupun nasabah. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi
peran perempuan adalah Faktor Pengetahuan, Kebiasaan, dan Lingkungan Sosial. Hal ini
senada dengan di kegiatan pra musyawarah keagamaan bertema “Pengelolaan Sampah
Bagi Keberlanjutan Lingkungan Hidup dan Keselamatan Perempuan” digelar dalam
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II pada Sabtu pagi (26/11). KUPI
menganggap bahwa pengelolaan sampah tanggung jawab semua pihak, bukan hanya
perempuan. Perdebatan mengenai peranan perempuan dalam mengelola sampah belum
dapat dituntaskan secara sempurna. Jika melihat dari tulisan ini penting untuk melihat
bagaiamana sebenarnya mengelolah sampah dengan baik demi keberlangsungan
kehidupan bebas dari lingkungan kotor. Peranan perempuan bukan hanya sebagai
pelengkap bagi laki-laki melainkan saling melengkapi satu sama lain.1

1
Siregar, Amelia Julianti. 2007. “Pemberdayaan Wanita dalam Mengelola Lingkungan”. dalam Jurnal
USU
https://www.nu.or.id/nasional/rekomendasi-kongres-ulama-perempuan-indonesia-kupi-ii-brsiz
PEMBAHASAN

Kajian Tentang Pengelolaan Sampah

Untuk menyelesaikan permasalahan pengelolaan sampah tersebut, Majelis Ulama


Indonesia (MUI) mengelurakan Fatwa MUI No. 47/2014 tentang Pengelolaan Sampah
untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan, pemanfaatan serta
penanganan sampah.Lingkungan adalah suatu sistem yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Tabdzir adalah menyia-nyiakan barang/harta yang masih bisa dimanfaatkan menurut
ketentuan syar’i ataupun kebiasan umum di masyarakat. Israf adalah tindakan yang
berlebih-lebihan, yaitu penggunaan barang/harta melebihi kebutuhannya.2
Bagian kedua adalah tentang ketentuan hukum. Isinya menjelaskan bahwa setiap
muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan
untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan
tabdzir dan israf. Setelah itu, ada keterangan tentang membuang sampah sembarangan
dan/atau membuang barang yang masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan diri
maupun orang lain hukumnya haram. Pemerintah dan Pengusaha wajib mengelola
sampah guna menghindari kemudharatan bagi makhluk hidup. Mendaur ulang sampah
menjadi barang yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan umat hukumnya wajib
kifayah.Bagian ketiga adalah rekomendasi untuk pemerintah pusat, yaitu meningkatkan
peran pelayanan dan perlindungan masyarakat dalam pengelolaan sampah sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya. Kemudian, mengedukasi masyarakat tentang
tanggung jawab pengelolaan sampah.Menyediakan fasilitas daur ulang sampah bagi
masyarakat untuk mencegah terjadinya dampak buruk dan memberikan manfaat bagi
masyarakat. Terakhir, meningkatkan penegakan hukum terhadap setiap pelaku
pencemaran lingkungan.

Astuti, Pudji Tri Marhaeni. 2012. “Ekofeminisme dan Peran Perempuan dalam Lingkungan”. dalam
Indonesian Journal of Conservation No. 1 Vol. 1 Hlm. 49-60.
Isshiki, Yoshiko. 2000. “Eco-Feminism in the 21 “Century”, dalam In God’s Image. Vol. 19. No. 3. hal.
27.
Muhammad Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al Fiqh, Cet. XII, Dar al-Qalam, Beirut, 1978
Keselamatan Perempuan
Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam juga merupakan rahmat bagi wanita. Oleh karena
itu tidak ada ketentuan agama yang dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan
perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Islam yang norma-normanya berasal dari
wahyu Ilahi, telah menempatkan perempuan pada posisi yang sangat terhormat dan mulia
sesuai dengan kodratdan tabiatnya, setara dengan kaum laki-laki dalam masalah
kemanusiaan dan hak-haknya. Hukum Islam sebagai rule and way of life untuk
mengimplementasikan nilai-nilai keislaman senantiasa bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan yang thayibah dan hasanah, penuh kemaslahatan yang indikasiNYA antara
lain berupa keselamatan, kesehatan, ketentraman, kesejahteraan, kebahagiaan dan tentu
saja kemajuan. Dalam konteks nilai-nilai kesusilaan Islam berpandangan bahwa
penyaluran hasrat biologis seksualitas hanya dihalalkan melalui jalur pernikahan yang
sah. Sebaliknnya, segala bentuk kejahatan dan pelanggaran terhadap susila diantisipasi
dan diberi sanksi hukum yang sangat tegas.
Menurut pengertian hak asasi, wanita dan pria memiliki derajat dan status yang sama
dengan pria. Wanita dan pria memiliki persamaan hak, kewajiban, dan kesamaan
kedudukan. Tapi masalah ini sering dikacaubalaukan dengan pernyataan bahwa Islam
menentang persamaan hak. Dalam Islam memang, lelaki dan wanita tidak sama, lelaki
punya hak lebih banyak dan boleh jadi hal ini sama dengan pengertian antropologis.
Terminologi ayat “arrijalu qawwammuna” asasi manusia. Tetapi yang terpenting ‘ala an-
nisa’, sebenarnya antropologis. Diputar balik, pria memang qawwam. Lebih tegar, lebih
bertanggung jawab atas keselamatan wanita daripada sebaliknya. Pengertian antropologis
bisa juga berlaku dalam terminologi psikologis, yaitu pria melindungi wanita sebagai
makhluk yang dianggap lemah. Tetapi ada kekuatan pada wanita, yakni ia bisa memilih
pria. Misalnya, seorang mahasiswi yang ingin diantar pulang karena kemalaman, maka
wanita bisa memilih siapa yang mengantar si A atau si B. Artinya, dalam kelemahannya
itu, wanita memiliki kedudukan yang lebih kuat. Di muka undang-undang, wanita dan
pria memiliki persamaan hak dan derajat. Tetapi yang harus dicatat, bahwa hal itu
merupakan perlakuan konstitusional, bukan persamaan yang sifatnya teologis. Misalnya,
jangan menyerahkan urusan-urusan penting kepada wanita, maka pandangan seperti itu
mungkin terjadi secara teologis (‘aqidy, I’tiqody). Tetapi secara konstitusional, konstitusi
negara mana pun memberikan hak yang sama kepada laki-laki dan wanita. Di sini kita
melihat perbedaan antara cara melihat persamaan hak, derajat, dan status di muka hukum
lebih penting daripada yang lain. Di negara kita juga demikian halnya, undang-undang
tidak membedakan lelaki dan wanita.3

3
Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia & Transformasi Budaya. Jakarta: The Wahid Institute)
Darmawati, Intan. 2002. “Dengarlah Tangisan Ibu Bumi! Sebuah Kritik Ekofeminisme atas Revolusi
Hijau”, dalam Jurnal Perempuan. No. 21. hal. 7-24
besarnya kesenjangan antara ajaran Islam dengan kenyataan, memang ada tembok yang
sangat besar dan tembok ini mendapat legitimasi dari agama itu sendiri. Karena
pandangan syariah sudah menjadi patokan tunggal semenjak berabad-abad lamanya.
Tidak seperti zaman abad I-III-IV Islam, di mana syariah itu diletakkan dalam imbangan
yang pas dengan tauhid. Sekarang tauhid tidak berfungsi. Kalau tauhid saja tanpa syariah,
akan susah. Tariqah saja, jika syariah bilang tidak bisa, ya tidak bisa. Akibatnya, tidak
diakui orang. Jadi terlalu berat kepada syariah, dan akibatnya normatif sekali cara
penanganan hubungan antarmanusia dalam Islam, termasuk masalah kedudukan wanita.
Pendekatannya harus dibuat pendekatan yang tidak terlalu berat kepada satu sisi. Tugas
para penulis, pemerhati, dan para ulama, bagaimana memekarkan wawasan dan
cakrawala mengenai wanita. Dari situ, baru akan ada pengakuan terhadap posisi wanita
dalam Islam secara wajar. Tentu menjadi tanggung bersama untuk menjaga hak dan
martabat seorang perempuan.
Relasi Antara Pengelolaan Sampah dan Keselamatan Perempuan
Gerakan kultural Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) membahas berbagai
masalah aktual mulai dari bahaya pemotongan dan perlukaan genetalia perempuan
(P2GP) hingga krisis lingkungan dengan pendekatan yang menjunjung nilai-nilai
kesetaraan (makruf), kesalingan (mubadalah), dan keadilan hakiki. Kekhasan itu
membuat KUPI tidak hanya relevan bagi umat Islam, tetapi bagi seluruh umat manusia.
Pengelolaan sampah dipilih sebagai salah satu pintu gerbang mencapai visi Islam
rahmatan lil’alamin (kasih sayang terhadap semesta alam). Tema spesifik ini muncul
setelah fatwa pengharaman perusakan alam pada KUPI pertama dinilai tidak berjalan
optimal. Padahal dua fatwa lain yang termaktub dalam Ikrar Kebon Jambu hasil
musyawarah keagamaan KUPI pertama di Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Cirebon
pada 25-27 April 2017 lalu menunjukkan dampak cukup progresif. Salah satunya yakni
keterlibatan aktif jaringan KUPI pada garda terdepan untuk mendorong pengesahan RUU
TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) menjadi Undang-
Undang. Perempuan sebagai ibu yang mengatur segala urusan rumah tangga seperti
membersihkan rumah dan pekarangan, dapat membiasakan diri melakukan hal-hal yang
bermanfaat untuk lingkungan rumah dan akan diikuti oleh anggota keluarga lainnya. Hal
ini dapat dilakukan dengan membiasakan pembagian sampah berdasarkan kategorinya
seperti sampah basah dan sampah kering dengan cara menyediakan tempat khusus untuk
pembuangan sampah dengan jenis yang berbeda tersebut. Misalnya, sampah basah dapat
dikubur dalam tanah dan dijadikan kompos. Sedangkan sampah-sampah kering seperti
kertas bekas dan botolbotol dapat didaur ulang dan digunakan lagi.4

4
Mardiah Ainul, Pelibatan Perempuan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Meningkatkan
Kualitas Lingkungan Hidup.
Muhadjir Darwin, Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Wacana,
2005.
Perempuan sangatlah dekat pengelolaan sampah apalagi ketika menjadi seorang ibu
rumah tangga, maka sangat dibutuhkan edukasi agar pengelolaan sampah menjadi tepat
dan aman dari pencemaran lingkungan. Maka dari segi itulah tanggung jawab menjadi
seorang manusia tanpa memandang kedudukan, sudah menjadi kewajiban menjamin
keselamatan perempuan
Kesimpulan
bentuk komitmen kaum perempuan adalah aktivitas kepedulian dalam menyelamatkan
dan melestarikan fungsi lingkungan hidup, dengan mencegah pencemaran dan perusakan
yang diakibatkan oleh kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Di mana
kegiatan tersebut secara langsung berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan
hidup. Peran pemimpin yang adil dan komunikatif dalam mengajak warganya, khususnya
perempuan dalam berpartisipasi dalam pengelolaan sampah sangat dibutuhkan, karena
warga akan lebih tergerak dalam mengikuti suatu kegiatan apabila pemimpin dapat
memotivasi warganya. Partisipasi perempuan dibutuhkan dalam pengelolaan sampah
karena kegiatan rumah tangga sebagian besar dikelola oleh perempuan, akan tetapi dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari pengelolaan sampah bukanlah tanggung jawab
sepenuhya perempuan akan tetapi sudah menjadi tanggung bersama. Fakta yang terjadi
dilapangan keterlibatan perempuan di ruang publik masih terhitung kurang, maka
pendidikan harus hadir meminimalisir hal tersebut supaya kehidupan berjalan dengan
seimbang.
Daftar Pustaka
1
Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia & Transformasi Budaya. Jakarta: The
Wahid Institute)
1
Mardiah Ainul, Pelibatan Perempuan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk
Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup.
1
Siregar, Amelia Julianti. 2007. “Pemberdayaan Wanita dalam Mengelola
Lingkungan”. dalam Jurnal USU
Astuti, Pudji Tri Marhaeni. 2012. “Ekofeminisme dan Peran Perempuan dalam
Lingkungan”. dalam Indonesian Journal of Conservation No. 1 Vol. 1 Hlm. 49-60.
Darmawati, Intan. 2002. “Dengarlah Tangisan Ibu Bumi! Sebuah Kritik Ekofeminisme
atas Revolusi Hijau”, dalam Jurnal Perempuan. No. 21. hal. 7-24
https://www.nu.or.id/nasional/rekomendasi-kongres-ulama-perempuan-indonesia-kupi-
ii-brsiz
Isshiki, Yoshiko. 2000. “Eco-Feminism in the 21 “Century”, dalam In God’s Image.
Vol. 19. No. 3. hal. 27.
Muhadjir Darwin, Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Media Wacana, 2005.
Muhammad Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al Fiqh, Cet. XII, Dar al-Qalam, Beirut,
1978

Anda mungkin juga menyukai