Anda di halaman 1dari 125

RIKARDUS DJEGADUT

SURAT CINTA
UNTUK
ADRIANE

Diterbitkan secara mandiri

Melalui NulisBuku.com

2
SURAT CINTA UNTUK ADRIANE

Oleh: Rikardus Djegadut

Copyright © 2015 by Rikardus Djegadut

Penerbit

Rengkawaek

Putracongkasae.wordpress.com

djegadut.richard@gmail.com

Desain Sampul:

Rikardus Djegadut

Diterbitkan melalui:

NulisBuku.com

3
Ucapan Terimakasih:
“Surat Cinta Untuk Adriane” ini 100%
tercipta oleh berkat Allah yang sungguh Melimpah.
Gloriam Dei ad Majorem.

Dan untuk semua pribadi yang luar biasa,


yang pernah melintas dalam sejarah perjalanan
hidupku baik di waktu lalu, sekarang maupun nanti,
terima kasih telah menjadi sumber inspirasi bagi
hatiku untuk bergulat denga duka dan mendorong
pikiranku mewartakanya dalam coretan-coretan
tanpa makna ini sehingga terkumpul menjadi sebuah
buku.

Surabaya, Januari 2015


Salam Kasih

Rikardus Djegadut

4
KATA PENGANTAR

Salah satu tantangan terhebat manusia yang


tak terkalahkan oleh hati dan akal sehatnya adalah
ketakmampuannya melawan kecenderungan
manusiawinya—yakni kecenderungan meragukan
dan mempertanyakan kebenaran akan suatu hal yang
terlampau jauh dari jangkaun panca inderawinya—itu
tak salah, karena memang demikianlah cara kerja
hukum keraguan yang menghantar manusia pada
keadaan meragukan dan mempertanyakan segala
sesuatunya yang berakar bertahta dalam akal
sehatnya.

Namun demikian, manusia juga dituntut


untuk takluk pada kebenaran kenyataan yang jauh
dari jangkauan panca inderawinya—Ia harus take a
leap of faith untuk kebenaran-kebenaran itu

Kebenaran eksistensi Tuhan merupakan


sebuah kebenaran yang tak semudah membalikan
telapak tangan menerimanya—yang dalam buku ini,

5
Tuhan dilukiskan sebagai sang kekasih tapi juga pada
point-point tertentu digambarkan sebagai sang
terkasih yang keberadaanya, kebenaran eksistensinya
disangsikan setiap saat.

Tuhan sebagai sang Kekasih, berusaha sekuat


tenaga, jiwa raga meyakinkan sang terkasihnya
bahwa Tuhan sungguhnya mencintainya, selalu setia
berada disampingnya siang dan malam, dalam suka
maupun duka, dalam sehat atau sakit. Namun
demikian sang terkasih belum tentu sepenuhnya
yakin dan menyadari hal keagungan cintaNya—oleh
ketaksadarannya dan ketakyakinannya itulah
manusiapun terhanyut ke dalam samudera keraguan
dan kegalauan mahadalam. Namun sesungguhnya
semua berawal dari kelemahan manusia,
ketakmampuan panca inderawinya melihat misteri
cinta Tuhan itu.

Terpisah dari pun ketakmampuan melihat


sang kekasih atau terkasih in person bukanlah hal
yang mudah diterima. Kala hati sedang di landa

6
gundah gulana, dukacita, kita ingin sandaran; namun
tempat sandarannya terlampau jauh tak terjangkau,
tak terjamah tangan dan mata—saat itulah kepedihan,
sakit hati, putus asa datang mencekik hati kecil kita—
dan yang pasti sakit, lalu kitapun menanyakan
kebenaran sandaran hati yang dituju sang sanubari:
terkadang hati kecil kita bertanya “apakah benar
kekasih di seberang sana yang tak tertangkap panca
inderawiku sungguh ada? Apa masih ada cinta
untukku? Rindukah engkau padaku layaknya aku
yang tengah merindumu mati-matian?” Atau
barangkali kau hanyalah mahakarya ilusiku, ciptaan
inovatif akal sehatku—in other words, kau adalah
fiktif semata: fantasi belakaku…buku ini hadir
menghadirkan semua polemic dan kesusahan hati itu.

Salam dari bilik kasih


Disuatu senja yang seram
November 2014

7
DAFTAR ISI

LOVE LETTERS TO ADRIANE

Tentang Penderitaan 5
Tentang Penantian 15
Simponi Rindu 21
The Essence of My Love 25
My Love is Unfathomable 31
The Lover’s Confession of Love 37
On Longing 44
Cinta Yang Menyelamatkan 48
I Love Thee Divinely 51
Setialah Pada Imanmu 53
Malam Terakhir: Malam Penentuan 61
Pulanglah: Rumah Hatiku Kini Sepi 69
Rindu Sang “Aku” Yang Terkurung 70

8
Baitan Petuah dalam Lembaran Kasih 85
My Heart Waits For You 79

PUISI-PUISI

Merindukan Pelukan Abadimu 85


Perpisahan 90
Doa Seorang Penderita 92
Sang Aku dan Sang Khalik 94
Hati Penuh Syukur 96
Rindu Tak Berujung 98
Aku dan Sepiku 102
Bumi Bulat Bundar:
Meretas Resah 104

9
LOVE LETTERS TO ADRIANE

10
Tentang Penderitaan:
Penderitaan adalah bentuk penyempurnaan-diri

Adriane Terkasihku,
Ini pertama kalinya kurangkaikan rinduku
yang menggunung dalam helain-helain kertas putih
sederhana ini, mencoba melukis rasa rindu dan
cintaku yang mengamuk di relung terdalam hati ini
dengan kata-kata ciptaan akal budi manusia.
Dalam cermin mata hati ini, lewat jendela
permenunganku, sesunggunya aku melihat deritamu
yang tak bertepi, sengsaramu yang tak kunjung
menepi, ingin selalu bersamamu—tak ingin jauh dari
hidupmu. Seakan-akan kau dan deritamu adalah satu
dan sama: setiap kali aku dengar namamu terucap
sendu, bayangan penderitaan datang mendekatiku
dan mulai menghantuiku. Ah Adriane, kekasih
pemberaniku, percayalah padaku, derita itu
membawamu pada kesempurnaan, menyucikan dan

11
memurnikan jiwamu. Derita itu adalah hakiki bagi
kehidupan.
Adriane, laskar pemberani terkasihku, betapa
tinginnya inginku membebaskan derita-derita itu dari
hidupmu. Aku bersedia membuka tabir penderitaan
yang menutupi setiap langkah hidupmu, andaikata
perbuatan membuka tabir itu memberimu kelegaan
dan mendewasakanmu. Tapi, jujur aku tak punya apa
apa. Manusia sederhana yang tak memiliki apa apa.
Aku hanyalah seorang yang terkaruniai kekuatan
berempathy—menempatkan diriku pada posisimu:
mencoba merasakan apa yamg kau rasakan dan
mengerti penyebab setiap bongkah persoalanmu
tanpa menanyakanmu. Aku hanyalah hamba setiawan
yang selalu mencoba mengikuti dan melaksanakan
apa yang diperintahkan kepadaku, memikul beban
yang dibebankan dipundakku dengan setia.
Ah Adrianeku, diluar bilik tempat aku
berteduh dari kedinginan hawa malam yang
mencekam menusuk sukma bulan tak bersinar lagi
layaknya malam-malam sebelumnya, awan tebal

12
megerudunginya. Mungkin langit sedang ikut
berkabung bersama diriku yang sedang menangisi
dirimu yang tak pernah lelah berteman dengan resah,
duka dan derita. Ah Adriane, meski kini awan-awan
itu sudah membuang air besarnya, tapi bulan tak
diijinkanya bersinar. Mantel putihnya masih saja
mendekap sang rembulan dalam pelukan kelamnya.
Adriane kekasih pemberaniku, hatiku tengah
dilanda bencana rasa iba yang menyamudra…ah
duhai kekasihku, jantungku berdetak pelan, nadi-
nadiku serasa membeku, lidahku kelu untuk berseru
menutup rapat mulutku, seluruh tubuhku kehilangan
semangat, ragaku mencoba memanggil kekuatan-
kekuatan yang tersisa sang jiwa, tapi gagal karena
putus asa. Betapa malang aku menderita, terpojok
disudut kebencian dan paling tak disukai, terpenjara
dibalik tembok-tembok keterpurukan.
Adriane terkasih terhebatku, aku bercerita
tentang pengalamanku, tentang hari-hariku yang
selalu diisi dengan tuba, karena hanya itu yang bisa
kubagi denganmu. Aku tak ingin menasihatimu:

13
yakin bahwa nasihat itu mudah untuk diucapkan tapi
sulit untuk dilakukan. Aku memilih membagimu
kepahitan yang kukecap dari waktu ke waktu, karena
aku ingin meyakinkanmu bahwa kamu tak sendirian
melangkah diatas beling-beling kepahitan serta duka
ataupun sengsara hidup yang rujam ditantang.
Adrianeku, semua orang berduka. Semua
orang meneguk rasa pahit kehidupan ini. Semua
orang, baik kaya ataupun miskin, cendekiawan atau
petani sederhana di ladang memanggul salibnya
masing-masing, berat dan keras yang mengupas
tenaga dan semangat. Semua orang memikul beban
hidup: hanya ketegangan yang membedakan. Ada
sebagain bebannya lebih ringan dan yang lainnya lagi
lebih berat: itu yang membedakan.
Tapi intinya bahwa setiap orang memikul
bebannya masing-masing walau berbeda muatan.
Ada orang yang memikul salib muatan kesusahan
dengan jenis ditolak, dimusuhi, dijauhi, tak berbakat,
dan memikul salib tubuh yang sedikit dianggap
ganjil.dsb. Ada orang yang memikul salib ke-tak-

14
sempurna-annya masing masing. Ada yang tak
mampu menerima dirinya. Menganggap dirinya
sebagai orang yang paling tak diinginkan.
Adrianeku terkasih, kau selalu mengeluh
tentang deritamu. Ketahuilah bahwa mengeluh itu
bukanlah kehendak ilahi melainkan kehendak setan
yang menggodamu, yang kini dan selalu duduk
disampingmu 24 jam dalam sehari, selalu siap siaga
memanfaatkan kesempatan kala kau cemas, takut,
ragu, putus asa, bimbang, berkecil hati, singkatnya
ketika engkau menjadi pessismistis akan waktu
setelah sekarang: dan Engkau mulai bersandar pada
akal sehatmu dan membuat kesimpulan dari
penderitaanmu bahwa Tuhan tak bijak, Tuhan tak
sungguhlah Esa, karena membiarkan kau menderita
seperti ini; akal sehatmu meragukan kekuatan Iman
yang berbicara dalam kebeningan suara hatimu yang
cerah.
Tahukah Engkau Adriane pemberaniku,
bahwa sang Iblis menyatu bersama akal sehatmu!
Iblis suka berdebat, tapi tak sadar dan tak tahu apa

15
yang dia perdebatkan karena dia menyatu bersama
keluhanmu. Rohnya yang menggerakan kau untuk
mengeluh hingga mengutuk Tuhan bahwa Tuhan itu
jahat, membiarkan anaknya menderita, lalu kau mulai
mengadu kepada Tuhan dengan bertanya: apa
dosaku, apa salahku Tuhan hingga menderita
sebegini? Lihatlah! Iblis bekerja dalam keluh
kesahmu dan dia memperalat dirimu agar kau
menghindari Tuhan dengan cara berputus asa,
padahal seharusnya kita harus selalu memuji Tuhan
baik saat suka maupun duka, saat ada tawa menghias
wajah atau saat tangis mencekik hati.
Adriane tersayangku, Tiada cara lain yang
bisa melegakan dirimu dari perasaan putus asa
melainkan dengan menerima penderitaan itu
seadanya, lapangkan dada, sambut dengan penuh
ikhlas; sebab penderitaan itu sesungguhanya
merupakan sebuah undangan untuk menjadi
sempurna. Dimana mana, ambil contoh dari
kehidupan dunia fana ini, orang harus bekerja keras
untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

16
Dalam usahanya, orang menderita: tangis dan airmata
menemani usahanya; dan keringat darah bercucuran
menemani setiap derap langkah kakinya.
Begitulah Adrianeku, menjadi sempurna itu
butuh pengorbanan; dan penderitaanmu, apapun
penderitaanmu, masuk dalam kategori apapun atau
apapun jenisnya, intinya bahwa, semua hal yang tak
berkenan untuk menerimanya dan kamu anggap
sebagai penderitaan, itu semua adalah undangan
menuju kesempurnaan.
Jalan yang terbaik untuk menyambut
penderitaan hidup dan agar kita menjadi terbiasa
adalah menerimanya dengan menerima penderitaan
itu apa adanya, lalu persembahkan kepada Dia sang
Pengatur dan Pencipta atas Hidup, dalam nama Yesus
yang pernah menderita mati-matian (memang Dia
menderita sampai mati dikayu salib dengan rela: rela
menerima dan memberi) demi keselamatan semua
umat manusia.
Adrianeku terkasih, pasang mata dan
kupingmu baik-baik terhadap desauan-desauan sang

17
Iblis yang senantiasa mencoba membawamu kedalam
jeratannya. Karena sekali kau terjerat oleh tipu
muslihatnya, engkau akan terus berlayar dalam
samudera tak berujung membingungkan. Meskipun
kau berharap bahwa seluas apapun samudera itu,
diujung daya pandang matamu pasti ada pulau,
namun kenyataanya tidaklah demikian: sebab
samudera itu tak bertepi dan sebesar apapun
harapanmu akan keberadaan pulau itu, pulau itu tak
ada, tak eksis.
Adrianeku, Engkau harus terus berjalan
melintasi sahara deritamu, terimalah dengan hati
yang tulus ikhlas dan persembahkan semuanya demi
kesempurnaanmu. Kau harus melakukan kedua-
duanya yaitu menerima dengan lapang dada dan
mempersembahkannya dengan tulus ikhlas kepada
Dia sang Empun atas Nafas dan Darah yang mengalir
diseluruh nadi-nadi tubuhmu. Sesungguhnya,
kesempurnaan untuk menjadi anak Allah yang sejati
ada pada genggamanmu, janganlah melepasnya dan

18
Rumah Abadimu tak jauh dari matamu. Be thou
perfect just as thy heavenly father is perfect.

Salam dariku dalam cinta dan rindu


Sambulawa Atagrande
Gubuk Derita,
Cebu Filipina 2014

19
Tentang Penantian

Adriane Terkasihku,
Disini aku sedang menyiapkan diri untuk
mengunjungimu, menemuimu—yeah bertandang ke
rumah hatimu, untuk bersanding dengan jiwamu.
Aku terharu. Aku penasaran. Ingin dan hasratku
mengunung. Aku ingin sekali segera melihatmu. Aku
sungguh tak bisa bersabar lagi untuk melihat senyum
diwajahmu. Senyum indah, senyum munggilmu.
Yeah…sungguh tak sabar rasanya diriku untuk
bertemu dengan kekasih hatiku yang telah kubeli
mahal dengan darah muliaku. Kekasih yang telah
kutinggal pergi dalam ruang penantian penuh derita.
Menungguku dalam lembah derita tak bertepi.
Adrianeku, hati ini sungguh merindumu
setinggi langit. Walau kucoba memendamnya
sedalam mungkin dalam dasar lubuk sanubariku, tapi
tetap saja, kekuatanku tak cukup kuat menahan
perihnya. Sakitnya menggerogotiku, mengepung jiwa

20
dan ragaku unutk berfantasi terlalu jauh mencarimu
dalam lembaran-lembaran kenangan.
Ah Adriane matahtiku…, sungguh Aku tak
mampu lagi bertahan melawan amukan rasa hati ini.
Diriku terpenjara dalam ruang rindu tak bertepi
namun dikelilingi tembok tebal yang kokoh kuat
memenjara rasa. Aku jadi terkulai lemah dalam
pemenjaraan ini. Masihkah engkau seperti dulu,
mencintaiku dengan segenap hati, dengan seluruh
kekuatan jiwa ragamu, pikiranmu, hatimu dalam
sehat dan sakit atau dalam untung maupun malang.
Mungkinkah semuanya seperti dulu dinda bahwa
engkau terpaut padaku?
Aku tak sabar melihatmu Adriane, membelai
manja rambutmu yang hitam lurus, mengelus lembut
kulit putih mulusmu dan menghapus menyeka setiap
tetesan airmata yang jatuh dipipimu kala kau
menangis tersedu (kau sering menangis bukan,
karena aku suka buat kau menangis. Kau tak kalah
cantiknya bila sedang menangis. Dan aku sebetulnya
suka sekali menghapus airmatamu dipipimu dengan

21
sapu tanganku. Tahu kan, aku suka pamer sapu
tanganku buatan mama tua dipingir jalan itu).
Adrianeku tersayang, matajiwaku, aku tak
sabar melihat senyumu yang manis di wajahmu.
Senyum yang membuat semua hati yang melihat jadi
terpukau, terpikat, menciut lalu terbang entah kemana
melewati langit biru dan kemudian in blue. “Wow
dear…you have the sweetest smile ever. Don’t you
know that?” Senyumu itu pula yang membuat
banyak jiwa pada jatuh hati padamu. Merangkak –
rangkak minta dikasihihani dan tangan menadah-
nadah meminta-minta untuk diberi sesuap kasih.
Ah Adriane…senyummu sungguh mampu
mengubah dunia—yeah duniaku dan duniamu dan
dunia di sekelilingmu. Dan tahukah engkau bahwa
ada satu hal yang sungguh membuat aku bangga
padamu—pada senyummu itu, ialah karena
senyummu itu adalah outer expression akan cinta
yang tumbuh dalam hatimu, mencerminkan jiwamu
yang selalu bersinar gilang gemilang-menerangi

22
setiap insan yang kau jumpai dalam panggung
kehidupanmu.
Adrianeku terkasih yang aku cinta, aku rindu
dengan cinta para dewa dewi surgawi dan rindu para
malaikat dan para kudus…setinggi-tingginya
hasratku untuk bertemu, setinggi itu pula resah hati
yang kualami, menggerogotiku, mengekangku dan
mengikatku dengan rantai-rantai keraguannya—
akankah kau membuka lebar pintu rumah hatimu,
menyambut menerimaku dengan kesenangan dan
kegembiraan serta sukacita surgawi kedalam relung
sanubari hatimu?
Ah Adriane…tanya-tanya hati terus
menghantuiku, merasuk siang malamku,
membuyarkan lamunanku tentang dirimu yang
senantiasa bermain nakal dalam pikiranku—membuat
kau begitu dekat denganku, menjadi ilham untuk
setiap pikiran dan idea tercemerlangku.
Aku bimbang Adriane, aku dilemma: ragu,
resah, gelisah….yah semua rasa bercampur menjadi
satu—aku takut. Takut bila engkau menolakku,

23
membawa pulang harapan hampa. Intinya, aku takut
kalah—karena itu artinya, pengorbananku dengan
merendahkan diriku dimahkotai duri, memanggul
dosa dan salahmu lalu mati dikayu salib sia sia
belaka. Yaa…andai kau menolakku, sia sia semua
perjuangan dan pengorbananku itu. Perjuangan dan
pengorbanan dihina, diludahi, dicaci-maki dan mati
tergantung bersilang dikayu salib bak manusia tak
bermartbat, bahkan binatang tak berakal, tak
bernaluri, tak berjiwa sekalipun, mungkin tak pantas
menerima cercaan, hinaan seperti yang aku alami itu;
betapa perihnya sakit yang aku rasakan—tapi semua
demi cintaku yang tulus padamu, aku rela
menanggung semuanya.
Adriane kekasihku, sambutlah kedatanganku
bukan dengan hiasan pohon berkedip atau dengan
gaun-gaun yang indah nan mahal, ataupun pesta yang
meriah, melainkan, kupinta dirimu, cukup dengan
menerima aku apa adanya. Kosongkanlah segala
debu-debu keistimewaan yang melekat dalam
hatimu, runtuhkanlah tembok ke-ego-an yang berdiri

24
kokoh dalam dirimu dan bukalah pintu hatimu
untukku. Sambutlah aku dengan gembira, dengan
nyanyian merdu para pemungut sampah. Karena aku
ingin tinggal dalam hatimu, kapanpun kau mau. Aku
bersedia tinggal selamanya dalam hatimu…bahkan
hingga saat-saat dimana debu-debu liar itu tak lagi
mengusik hatimu. Aku datang Adriane tersayang,
matahatiku…Aku datang!

Kekasihmu Tercinta
Salam Advent masa penantian

Sambulawa Atagrande
Bilik Rindu
Nasipit Height, Cebu Philippines, 12/ 15/13

25
Simponi Rinduku

“Rayakanlah hidup itu, sebab hidup itu


pantas dirayakan dengan tepukan tangan penuh
sorak sorai. Namun, hidup itu menuntut begitu dari
pelakonnya untuk dipersembahkan demi sesuatu yang
lebih baik, demi sesama dan diri sendiri dan demi

kemulian hidup itu sendiri.”

Adrianeku terkasih,
Menangislah! Menangislah sayang! Demi
langit diatas sana dan bumi tempat kakiku berpijak…
jangan berhenti! Menangislah hingga airmatamu tak
lagi berupa air melainkan darah merah mengental.
Demi cinta yang telah mencair kedalam jiwa
yang tak pantas dicintai dan demi kasih yang
mengalir bagai air sungai kedalam lautan asmara
kepastian. Kau pantas menangis dan aku patut
bersedih, menangisi tangisanmu.

26
Sejujurnya, dukaku tak terukur, sedihku tak
berujung. Keputusanku untuk meninggalkanmu
adalah duka dan derita terhebatku. Tapi aku harus
memikulnya dipundakku yang tak bertopang, koyah
dan goyah. Duka dan deritaku tak mampu
kuungkapkan dalam bentuk tangisan airmata ataupun
senandung sedih diujung malam—sebab demikianlah
betapa tak cukupnya airmataku melukiskan dengan
indah dan sempurna duka dan deritaku karena telah
meninggalkamu beserta cintamu yang pasti dalam
ruang ketakpastian.
Ijinkan aku memanggil angin malam untuk
merintih bersamaku, berkeluh bersama jiwaku dan
mengerang bersama ragaku: membantu menangis
untukku sebab kemampuanku terbatas.
Adriane rembulan malamku, di penghujung
hari atau diakhir malam, harapanmu dan harapanku
selalu tersimpan rapat, terjaga dalam pelukan Dewi
Surgawi. Pada merah jambu mentari senja, asa-asa
itu: asamu dan asaku terlukis indah pada keagungan
karya Ilahi sebagai hadiah pengorbanan termulia

27
darimu dan dariku demi yang terbaik bagi kita serta
bukti kebesaran Kasih kita pada sang Ilahi, sebab
meninggalkanmu adalah persembahan terbesar dan
terindah dari jiwaku yang sederhana bersahaja.
Entahlah denganmu dinda, bila cinta dan kasihmu
sebesar cinta dan kasihku, berarti melepaskanku
adalah persembahanmu yang terbesar: bukankah
demikian cahaya hatiku?
Demi pagi dan senja yang senantiasa
membakar asaku dan asamu, mari bermimpi sekali
lagi, mari saling berdoa demi cinta yang terpupuk dan
terpupus. Demi siang dan malam yang terkadang
membawa ketegaran keberanian dan ketakutan tak
tertantang, mari berpegang tangan untuk menggapai
puncak gunung kerinduan dan melebur dalam rasa
memiliki menghampa. Dan bila malam ini,
senandung lamaku kembali membisik ditelingamu
lewat celah-celah dinding bilikmu, sambutlah
rinduku yang sedang mengamuk merintih dan hatiku
yang sedang mencari jalan pulang serta jiwaku yang
sedang berlayar mencari dermaga hati untuk berpaut.

28
Adriane matahatiku, bila kau dengar simponi
dari kejauhan, pasang kupingmu dengan penuh
perhatian, itu tangisan dukaku, duka karena rindu
yang kian mengikis akar-akar cintaku padamu dan
padaNya. Aku butuh dukungan doamu saat ini.
Semoga kau mendengar jeritanku, wahai kau
rembulan malamku lalu menjemputku kearah
simponi sedih itu kemudian menghantarnya ke
hatimu agar luka rindu ini terobati.
Selamat malam Adriane rembulan malamku,
kutitip dirimu pada sang Dewi Malam, semoga
berkatNya menemani tidurmu malam ini agar kau
istrahat dengan tenang bersama rinduku.

Salam Bersimponi Rindu yang berkelabu

Sambulawa Atagrande
Bilik Rindu
Cebu Philippines 12/12/14

29
The essence of my Love
“By dying on the cross—for giving you a new
life and a purified creature, is it not enough to convey
to you the totality of my love and to reveal to you the
kind of being I am? For perfect it may be, but not the
whole totality of my love”.

My dearest Adriane,
Ah my dear little one, my sweetest morning
melody, my love and my heart’s delight…, ask me
not of my love for you. Force me not to tell you how
deep is my love for you. For you shall know that my
love knows no measure. It knows no edges, ends, and
boundaries. You shall know O you my dear little one
that, measures and edges and ends and boundaries are
what separate two hearts of being united and one—
and my love for you—is measureless, edgeless,
endless, ageless and fathomless. Measureless-ness,

30
endlessness, edgeless-ness, agelessness or boundless-
ness are the very essence of my love for you.
Ah Adriane...., my dearest one, liken not my
love to the height of the mountains, nor to the
measureless immensity of space and of the oceans. O
you my little sweetness of my heart, the measureless-
ness of height and the vast immensity of space are the
very nature and essence of my love for you. My love
is measure itself.
Ah Adriane, every word I describe my love
for you comes from a profound thought of my heart
and my mind: and my love is the very thought itself
that hidden inside the very thought itself. As far as
the east to the west or from the north to the south, my
love for you goes beyond that point of distance. My
love knows neither point of departure nor arrival.
Adriane, speak or ask not of my love, o you
my little sweet melody, how eternal is my love for
you. Ask me not when my love for you will last. My
love never learned of age, time, or space. Never have
been time and age exist in the vocabulary of my love.

31
Adriane my love…do not you doubt of what
I testify on behalf of my love for you! Try not to
prove how true and how bottomless is my love for
you, for my words, my testimony and my testament
has no power to prove the whole essence and
immensity of my love—not even my life itself. My
life has age, my existence limited by death, and
mortal body.
Adriane my sweetest morning melody, if
you wish to know the totality of my love for you,
question you shall my soul who knows no end of its
life and its existence. It is eternal. Let us speak of
hugeness, immensity and essence—my love is the
very hugeness itself, the very immensity itself. The
essence of my love can be described neither in words
nor in actions. No my dear! words and action capable
not to convey the totality of the reality of my heart
and deepest thought of my mind.
My dearest Adriane, my heart’s delight, for
heaven’s sake, I wish, really wish that you know the
deepest thought of my love, the deepest act of my

32
love, and allow me to tell you: prevent not yourself
from going into the dirtiest of muddies and I shall go
with you and kiss you with full contentment. For I
honor you and I respect you whatever and whoever
you are (but wait you shall for a while, for it is the
power of love that capables m to kiss you with
contentment though you loose your yourness, but one
with mud—the dirtiest of all dirtiest).
Ah Adriane, my dearest…prevent not
yourself from going into the darkish mantles of
mother night with her shadowing light and dirtiest
look and with her deceitful whirring murmuring of
the wind, I shall follow you courageously and kiss
you passionately.
I care and fear not of the hazards of hazards
that hide beyond the middle of the darkish and
frighten night. For my love for you my dearest of the
dearest and sweetest of the sweetest, I shall not be
afraid nor fear of my giving up my very life, which is
very love itself.

33
My Adriane, my love, be content of my love,
though I dare and intent not to take possession on
you. For truly, you are not a robot nor a thing to be
possessed; but a pure human being, you own the
dignity as children of humanity, possessed the spirit
and the spirit of freedom,—oh shall I say freedom
itself, you have with you a heart and mind that made
you a being beyond wonder.
More to that O my little Adriane, my dearest
of the dearest, I shall proclaim on every mountaintop
that my love sets you free: My love is life itself to
make you fly beyond the seventh sky—if there such a
thing as seventh sky. You shall be content my love to
the end, until your soul shall leave you and the full
possession of my love will be complete.
Ah Adriane…if you do not mind my love, I
ask only one thing of you—faithful you shall be to
cling in my love to the end and fear not of taking and
confronting any risk that may lies dormant in long
and lonely journey of yours. Stay not away your eyes
from the brightness of the sky on noon time nor from

34
the calming shine of the mother moon, the light that
give joy and comfort to the loneliest of loneliest
hearts, you shall find me there hidden behind the
parade clouds and marching stars.

Love you now and forever


With the heart of the gods and goddesses,

Sambulawa Atagrande
Dari Gubuk Derita
Nasipit height Cebu, Philippines, 01/28/14.

35
My Love is Fathomless

My Dearest Adriane,
Ah Adriane, to what on earth, in the world
shall I liken my love? Come and look by the eyes of
your sincere heart and see by the eyes of your soul
hence you shall comprehend profoundly and deeply
that all on earth, in the world are finite indeed. Life
itself is finite without a doubt.
Ah Adriane, I understand your yearnings,
longings and your intense desire and unsatisfied thirst
for the truth so that you send me your vicars to quest
for truth—the truth of my love for you. Look! Here a
young man and a lassitude lassie whom you sent to
bring forward your order—kneeling in my presence,
with tears watering their lovely and innocent faces
imploring on your behalf to speak of love—my love
for you, its depth, its effect for life here and hereafter.
Thus, spoke I to those children of humanity.
“Ah you my little folks of love, bring to me

36
thousands hearts of most loving and aggressive man
from every corner of the world and collect the
intensity of their love to make a sum-total amount of
love. I shall acclaim to the heights of my voice and to
the height of all the heights or to the depth of tune
with a convincing exclamation, that mine hold no
defeat—that mine love hold no equality to those
hearts that give birth to great amount of love.
Ah Adriane…doubt not you shall be about my
love for you, o you my sweetest rose! Solemnly I tell
you, along the crying road and a hungry lion with it
soars, my love has two sides: it is beauty and
ugliness, dark and light, day and night, dawn and
dusk—however, to promise you of the good things
that love bring henceforth, good is always
dominant—good reigns over evil.
In fact, my Adriane, if you stay steadfast to
my love to the end, you will see in the end, good will
be your constant companion and bad and evil will
exist no longer. For there is in the very life and the
very death itself or the very action itself love--which

37
is happiness itself. It tears down all tears and stops all
crying of desperation. Thus, when you speak of
death, action, worry and doubt, you speak of my love.
Think not that, when you have my love you
shall have all the certainties. Indeed true my Adriane,
my love is certain but it will make you question
everything. You shall be in anguish, anxious, doubt,
restless, fretful and fearful—for those people around
you, who look at you with hatred and suspicious
thought of mind and heart, will terrorize you by
jealousy. They will torture you in great contempt and
content with their malicious speech and proclaim on
the housetop to announce to their malicious and
suspicious neighbor who share the same interest on
you about your love that requires you to suffer: yeah
my Adrian, you suffer for the sake of my love.
O My dearest Adriane, they shall scourge you
to death, jokingly, seriously and mercilessly. For
mercilessly is the essence of their mischievousness
and malice. You shall pity yourself sadly and
desolately and forlornly. Tears will be your constant

38
companion. You shall go into the pit of the enemy
and chatted with the cursing murmuring wind of the
blackish night that jokes at you, make fun of you, and
you shall come to your senses thus say: “is it a curse
to love? Alas! I have been in love and this is what
love offers me…”. Nevertheless, my Adriane, my
love, my rose, my morning dew, know that that is the
very effect of love. Consequence of loving, you must
suffer. You shall feel cursed, isolated, insulated and
bothersome—but I speak now to you that you may
stay awake to those temptations which now and then
trying to take you away from my love.
Ah Adriane, my sweetie, good thing will
come out of it. Those insults, those isolations, those
curses, those malicious thought of your neighbor who
night and day speak ill of you will bore heavenly
bliss. You shall be pure, purer than crystal or a
diamond or pearl. You shall be bright, brighter than
the sun on noontime when the clouds left the sky to
be on vocation. You shall be like a fire that gives life
to other people and become their perpetual

39
companion on cold season. They shall look for you
not to insulting you but to adoring you, honoring you,
venerating you, and acknowledging you: for your
steadfastness in embracing the misfortune of life.
Embracing my love is embracing suffering.
Ah my Adriane, my dear sweet one, shall I
say that my love is suffering itself. It is neither to
threaten you nor to frighten you but above all, to tell
you the whole truth of my love. A great liar shall I
be, by hiding something so crucial to your mind to
understand the whole truth of my love. A great liar or
even just a liar I like not. I am true to love, as I am
true to myself. Know as well that, I and my love
nothing more nothing less but are one and the same.
O you my dearest one, thus love is suffering.
Adriane…have you ever think that waiting
itself is suffering! Tell me not that there are people
outside there, the children of humanity find joy and
happiness and contentment and delight in waiting. It
is true indeed that the children of man, the children of
humanity, the children of this world curse the so-

40
called “waiting”. Adriane, indeed my love is a
delinquent. In addition, none of the children of man
has regarded waiting as a grace of life or grace of
love but a misfortune of love and of life. It is a
daytime bad luck, a noonday curse, a midnight haunt,
a dawn absent. I speak to you verily my dear that,
you have to stay and wait for my coming and your
coming as well—yours to my realm and mine to your
realm. It is a long wait—Adriane…I wait you
together with the cry of infants, is indeed a suffering.
But be aware that no other choice given. You must
wait.

Love you Yesterday, Today and Forever


Your Real Lover

Sambulawa Atagrande
Nasipit Height, Cebu Philippines, 01/30/14

NB: Strong You shall be in this tempting hour,


Evil is in every corner trying to take your love from me. I
shall speak of myself as well that I am in the midst of
tempting hour. Vigilant you shall be!

41
Lover’s confession

“It kills me to love thee. Yet it is in that way


that my love reveals its perfection and intensity. One
has to lay down one’s life to show one’s love for the
beloved: dare to take what the beloved feels,
experiences and does , so I came—leaving all my
glory, honor, majesty and humbling myself down to
earth, take any risk laid dormant and even death —
death on the cross. Ahh all for thee my beloved: for I
love thee with my whole being, with all my might,
with all my strength, with all my power and with all
that kills, ruins and construct.”

My dearest Adriane,
Solemnly I tell thee my dearest, of my love
profoundness, deepness, depth, bottomlessness and
fathomlessness. I love thee profoundly and
intensely—ahh…I love thee strongly like death to life
and life to death. Perhaps you find it hard to believe

42
on my words, yeah on my solemn and sacred words.
However, undeniably I tell thee, it is the confession
of mine heart—sincerely. It is an exposure of mine
soul: mine love’s revelation.
My sweetest one…it has been testified,
announced, validated and confirmed by the wisest of
the wisests creature ever walked on this earth, have
come to know the intensity and the totality of my
passonate love; much more to compare to the degree
and size, length or width of this universe. Mine
dearest Adriane I tell thee verily, nothing compares to
my love’s immensity, greatness, vastness,
prominence, magnitude, extend and amount—these
things are not worthy to compare to mine love. They
lack privilege, honor and title to liken to my love: for
I AM always greater and they abide in Me.
My Dearest Adriane, my heart’s content and
delight, how edgeless, boundless and spaceless
immensity of this universe, My love holds it under
her clench. Thus, beaware that My love for you is
strong and powerful as life and death, hatred and

43
forgiveness, affection and yearning. I love thee in a
unique, surreptitious and intimating way that no one
ever walks on this earth ever knows it.
Ah Adriane…, my morning dew, my love for
you then is a mystery that no one ever discovers and
understands it totally and entirely. I love thee
mysteriously, romantically, tenderly, amorously,
passionately, ardently, mystifyingly that even the
Mistics, the Blesseds, the Angels, Arcangels,
Chrerubins, Seraphins, dominions, powers,
municipalities or the communion of the wisest and all
heaven inhabitants uncapables to discern and swim
deep within my heart and soul to discover and
acertein how much do I love thee.
My dearest of the dearest, time testifies very
often and always that distance can ruin our relation,
no matter how strong and solid we build it upon a
rocky love and affection. Yet human weakness
always demands. It tends to demand for the presence
of the beloved. If they do not find, then they go upset
and their hopes for the person fade away and

44
eventually disappear along with the scarcity and the
absent of him personally.
Nevertheless, I tell thee verily my dearest
Adriane, My sweetheart, take courage and rise above
human and worldly tendency; for there is a brighter
light in the end of that darkish hour when I, your
beloved, am absent and your senses can’t sense Me.
Ah mine heart delight, my heart content, not
seeing each other is our greatest challenge in this
very critical time. Isn’t it?! It is like walking through
a darkish exquisite forest full of horror, pass through
a stony road down to a valley of tears and then going
up to a rocky and sleepery mountain. Painful dear,
painful … and it causes you to cry all night long
unheard. You weep but none hears you: not even
yourself.
Ah dear…, distance. It ruins our bond. It ruins
our love. It ruins your love for Me. Yet I ask thee, I
bend down on my knees and plead with thee, curse
not the distance but rather take blessing from it.
Yeah…when we are tested it makes us strong, it

45
helps us to evaluate ourselves how much do I love
my lover, how far thus I walk in my jouney of love.
Distance measures up our faithfulness, our yearnings
and longings for the beloved.
Ah dear…This is a word of consolation for
thee that when thou think that I Am so far away that’s
the time I am so close to thee. For as long as thou
think of Me, I am always playing freely on thy mind
and when thy need someone to lean on, I Am always
by thy side hold and hug you calmly and peacefully
and pasify the roaring storm of thine life.
Dear Adriane, my morning star…I am always
by thy side every second of the day and every day of
the year of thy own time measurement: and
remember, no word “time” on the vocabulary of mine
life-dictionary. So be happy and find comfort on
mine solemn and sacred words. I am eternal; and
eternity is my essence. Adriane my lovely One, to me
thou always “now,” always on the present duration.
Ah Adriane whom I love divinely, I love thee
solemly, mystifyingly, miesteriopusly, sacredly,

46
madly and divinely. For that reason I came, humbling
myself so that I can be with you—exeperiencing
what you experience, feeling what you feel.
Ah my precious Adriane…I Am madly in
love with thee. Please I plead with thee, with knees
bend down to earth, open wide the door of thy heart
and welcome me—let Me in. I will stay there—deep
inside and within your heart forever. I wish to be the
king of your heart to protect thy heart form every evil
doers and I wish to make my dwelling in you. Just let
Me in and everything else will follow.
Ahh dear—my precious please I ask of thee
sincerely with the voice of the heaven’s inhabitans,
please open wide the door of thy heart.
I demand nothing of thee, but just let me in. I
need not a grandeous preparation of you to
welcoming me into thy remotest pavilion of thy heart.
Ah dear, pay heed to the desperate crying of my soul.
Fo it is a great consolation in times of joy and
sadness of yours. Know that I am by thy side to
rejoice and to weep with thee.

47
Merry and Blessed Christmas, December 25,
2014 and Happy and joyous New Year January 01,
2015. I hereby send thee my word of Christmas
Greeting and blessing!

Greeting of Love
Your Real Lover

Sambulawa Atagrande
Anguishing Chamber of Love
Surabaya Indonesia, 12/25/14

PS: Exclusively written for someone with Innitial


name E.M

48
On Longing

Dearest Adriane,
It’s raining here dear…and I’m sitting under
the shade of this tree while letting my mind wander
thus far in reaching your world. It’s too much pain in
bearing this longing for you…every second, my mind
never stops of thinking of you. I look deeply into
your eyes through the crystalline drops of the rain. I
feel satisfied for sometimes: but often times, it’s only
emptiness I feel—and it envelopes my whole being;
blocking my every artery.
I wonder, your days must be both an endless
joy and sadness. But how can that be? How could I
think of that? Ah dear, the peak of my soul, I am just
wondering. Every morning when the sun raises in the
east my heart filled with gladness and deep sorrow.
It’s nothing more and nothing less but a collection of
emptiness. For sometimes when the sun shines so
bright I see nothing more but a great abyss of

49
darkness and when the sun shines so vague, I see
nothing more but a bright and sunny morning.
Everything that happens to my life after you are gone
is black and white. Everything has change and takes
its course in contrasting direction; and I have no
control over my life anymore. But deep…deep within
my heart, I wish nothing else and nothing more for
you but wonderful and sunny days. It is the prayer of
my divine being in me who born, lives with and will
live forever in me and actualizing my existence and
my being.
But I’ve never been afraid of everything that
has passed and is passing and will be passing by. For
my concern for you has cast out and send away all
my worries, anxieties and fears from the button of my
heart and farthest part of my mind. I love you beyond
the magnitude of the mountains heights or the deep
and depth of the oceans wide open. I love you beyond
the magnitude of the strongest volcanic mountains. I
love you so divine… I love you even when the sound
is no longer called sound or when the sun is no longer

50
called sun. I love you even when, you no longer give
a room for me in your life. When I clap my hands
with one hand only and produce no sound at all. Now
and then, I’m trying to make sound with one clap of
my hands. I find sound like in great silence, so
hished, so still, so quite, so profound. I find great
serenity in the emptiness.
Ah my lovely, so dear to my heart, early in
the morning before everything else come out of my
mouth, before my lips buble for anything else and
before my mouth and lips rest from bubling, I always
ask you “how are you doing out there?” That lovely
and simple phrase chanted every time I set myself to
my slumber or when I am awake from my great and
deep slumber… and even in my dream, I declare the
phrase like a bubbling baby. There is a certain joy,
very distinct when I chant that phrase again and
again, repeatedly with great yearning and holy wish
of enfolding you close to my heart.
Ah Adriane my lovely one, in my morning
prayer, in my laudes, I mention your name sweetly

51
and softly. My desire is only to let you know that I
don’t desire you to know whether or not I Love you
with great intensity of my love—love that goes
beyond the love of a mother. I pray anytime that I
may keep on loving you throughtout my lifetime.
Giving no second thought of being absent from
thinking of you. Even though you never know that I
love you: for you should realize and know o you my
dear of the dearest that something that makes my
morning shines so bright is that when I chant your
name and tear my lips with your name. Love you
always now and forever until the end time.

Salam Rindu yang Mendewa


Your Real Lover

Sambulawe Atagrande
Menghantar malam berkabung
Nasipit Height, Cebu Philippines, 12/23/13

52
Cinta Yang Menyelamatkan

“Aku datang Hosea, Aku datang. Meskipun kau


bersembuyi di sarang lalat berlumurkan kumuh
berdarah yang busuk…dalam lembah dosa tanpak
tak termaafkan, aku tetap datang. Sebab Aku
mencintaimu seutuhnya dirimu dengan cintaKu yang
utuh. So I plead with thee, come back to Me ”

Adrianeku terkasih,
Time draws to a closer My love. Come back
My love, come back to Me—to My bosom that
flourishes. Ah darling, to this very moment I have
never known the so-called chain of time between day
and night. Tears are tearing down on my chicks—
tearing like dry leaves in exquisite forest.
Ah sweetheart, how painful the pain is. How
heavy the weight is. How tough and rough the
situation is. Nevertheless, to thee shall my soul flee.
Thus, I ask thee, open widely the door of your heart
please! Let me in! Just end your dead, heavy and

53
exhausting wandering. For none will ever satisfy you
eternally. I knew, you are trying to look for what is
eternal. However, Thou must know that there is only
One that capable of satisfying thy desirous heart.
That is “I” my darling. I alone and nobody else. I
AM the eternity itself who loves you eternally.
Ah Adrianeku tercinta, thou art perfect unto
my eyes…though not as I AM. Thou art special unto
me. Thou own my heart to make thy dwelling place
and I make my dwelling in thy heart.
Ah Adrianeku terindah, bagai mentari yang
bersinar gilang-gemilang di langit pagi dan laksana
mutiara terasah bersinar kemilauan diantara
tumpukan batu dan tanah basah yang hitam pekat dan
puing-puing berantakan. Ah tanpa cela tanpa noda,
begitu murni, begitu suci. Ah Adrianeku terindah,
demikianlah seharusnya dikau menjadi. Seputih
kapas meebihi salju. “Sino neho wae mata” demikan
orang manggarai mewarta.
Ah Adriane yang ternoda, waktu yang
berjalan ternyata merengut kesucianmu,

54
menghantarmu ke Gehana dan bersekutu bersama
para pemburu busuk dan melawan singgasanaku. Ah
yang ternoda, aku ingin merampasmu dari gengaman
jehanam kaum pemburu busuk dan memberimu
hidup kekal bersama yang Esa: Aku, I AM—yang
bertahta diatas singasana dimana semua lutut
bertekuk, semua lidah mengakui, semua bibir
memuji, semua mata memandang dan semua hati
mengimani bahwa Aku adalah yang Kekal
Adriane…I AM the eternal itself. Everything
cometh and flow forth from ME. Thy own my life I
gave and nourish. However, thou lost thy purity I
gave so I ransom it by my very own life.
Adriane, ah Adrianeku…come! Come to me!
Open wide thy heart! Let me in!

Happy Advent Season everyone


Salam dan Doaku

Sambulawa Atagrande
Dari Bilik gembira
Lembah Augustinian Surabaya 11/ 24/14

55
I Love Thee Divinely

My Dearest Adriane,

Be mine… dear be mine! From the beginning


of time, you have been chosen to reside in the bottom
part of my heart. It remains isolated and closed that
nobody, other than you could get there. It is prepared
for thee…for thee alone and none else.

Ah my dearest of the dearest, most charming


unto mine eyes, you shall know that truly, you are my
song of songs. I want you to sing in my heart, inspire
to do good and virtuous act in every second of mine
life…when I get so tired or exhausted to love, I shall
go back and look deeply into my heart, and shall find
you there singing beautifully magnificent melody of
melodies.

Ah to Thine melodious tune, I shall find new


strength to rise above mountains top and singing with

56
exultation that I‘ve just found my strength. Ah the
eye of mine heart, thou art my inspiration.

Ah dear…my love to thee is strong as to die. I


love thee so intense that it conquers any distance of
human measure, it brings me closer to thee, hug and
embrace thee romantically, lovingly, and dearly. The
intensity of my love vanish all kinds of measurement
that put us apart. Dear…My love knows no distance
for it binds us together in mind, soul and heart.
Ahh…my dearest, be content and awake that I AM
always by your side in every moment thine.

Thou Own My Love all the time

Sambulawa Atagrande
Bilik Rindu
Surabaya 12/18/14

57
Setialah Pada Imanmu

“Malam ini begitu seram, aku bagai terjerumus


dalam sekam berduri. Airmata dan ketakutan tingkat
dewa menjadi teman setiaku melwati waktu-waktu
menakutkan ini. Ada apa gerangan dengan malam
ini? Kenapa begitu menakutkan. Malam begitu
dingin tapi aku merasa bagai terbakar di bawah
panas terik matahari. Keringatku berdarah. Apakah
ini yang dinamakan dengan malam penentuan?”

Adrianeku Terkasih,

Waktunya telah tiba Adrianeku bahwa aku


harus kembali ke pengasalku. Engkau akan kutinggal
pergi; ditinggalkan tanpa pemandu dalam dunia
berserigala ini. Tapi Janganlah bersedih hatimu
karena perpisahan ini atau karena Engkau tidak akan
melihat aku lagi; atau ketika Engkau merindukan
kehadiranku dan aku tak segera datang pada
waktunya. Janganlah juga besedih karena Engkau

58
akan dibiarkan terpencar tak berteman; ditinggalkan
oleh orang-orang yang sangat Engkau sayangi,
Engkau kasihi, Engkau cintai, mereka yang pernah
menyemat julukan sahabat dalam pergaulan sehari-
harimu dalam per-kelana-anmu di dunia liar yang
berangsur angsur mulai kehilangan martabat ini dan
yang memakan roti dari piringmu dan meminum dari
cawanmu, ah Adriane, mereka itu akan
meninggalkanmu, bahkan akan membencimu,
mencelamu, mencercamu mengutukimu dan
mengadilimu. Ah Adriane, namanya saja
‘’pengadilan’’ dalam kenyataanya, mereka tak akan
menghakimimu seadil-adilnya melainkan sebaliknya:
Mereka bahkan main hakim sendiri atas dirimu yang
tak bersalah, terbebas dari noda dosa. Mereka akan
memutarbalikan faktanya dan menyeretmu di balik
jeruji-jeruji besi dan tembok-tembok tebal kokoh lalu
menyembelihmu di sana laksana menyembelih
binatang tak bermartabat.
Adriane kesayanganku, Engkau akan
kehilangan semangat hidup, jatuh ke dalam jurang

59
putus asa, dan terhayut dalam samudra kesepian,
kesendirian. Lalu Engkaupun dengan akal sehatmu
mulai melontarkan argument rasional, bermain
dengan logika bahwa, tak pantas lagi Engkau hidup ,
berjuang melawan serigala-serigala dunia ini demi
Aku yang tak kelihatan oleh inderawimu; Engkaupun
ingin segera mati namun mati tak kunjung datang: Ah
Adriane…memang ajal dan waktumu belum
datang—belum saatnya Engkau mati. Lantas, hati
kecilmu pun berteriak dalam kesendirianmu dari
tengah kegelapan “ah Aku bunuh diri saja”.
Adriane kesayanganku, sang penjahat,
penghujat Tuhan sungguh berkuasa, bertahta
bersembunyi di balik pikiranmu dan mencari waktu
yang tepat untuk membisikan dan menghunuskan
pedang pedang beracunnya serta jurus-jurus mautnya
kedalam nurani dan budimu untuk mempengaruhi
akal sehat dan hati nuranimu: terlebih hati nuranimu
Adriane. Sebab…dalam hati nuranimu tersimpan
kebenaran tertinggi dan terendah, terbesar dan
terkecil; hati nuranimu adalah benteng terkuat dan

60
terlemah—itulah sebabnya dia menghunuskan
pedang maut beracunnya tepat mengenai relung
sanubari hatimu: berwaspadalah Adrianeku terhadap
bisikan-bisikan setan penghujat Tuhan pembenci
hidup! Jelilah melihat kehadirannya dan enyahkanlah
Ia dari hidupmu!
Janganlah bersedih Adriane kesayanganku,
bergembiralah dan beryukurlah karena aku telah
membagikan semua apa yang aku dengar dan tahu
kepadamu dan kamu menerimanya, menjaganya
dalam lumbung sanubari terdalammu dan percaya
padaku. Semua hal yang telah aku bagikan kepadamu
tak lain adalah kekuatan bagimu untuk melintasi
barisan rapat para serigala pembunuh dan pemakan
daging—yang hanya bisa membunuh dan memakan
tubuh tapi bukan Roh atau Jiwamu.
Adriane algojo pemberaniku yang aku
sayang, bersemangatlah dan terhiburlah selalu oleh
apa yang telah aku ajarkan kepadamu sebagai
kekuatan bagimu menapaki jalan licin terjal berbatu
hidup ini: Aku telah mengajarkanmu kehendak Yang

61
Esa sebagai pedoman hidupmu dan penjamin
kehidupan kekalmu. Janganlah Engkau takut bila
Engkau dipencarkan tak berkawan ditengah hutan
belantara kehidupan ini oleh serigala-serigala dunia
ini hingga menghantarkanmu pada kematian
ragawimu! Ingatlah selalu akan cintaku kepadamu
yang kuat seperti maut, hebat seperti hidup, mulia
seperti kelahiran, yang telah mengalahkan kematian,
telah menakutkan sang maut bahkan ketakutan itu
sendiri: cinta dan kasihku kepadamu yang kuat
melebihi segalanya, telah menghalau semua
ketakutan yang ditakuti oleh umat manusia.
Adriane laskar terhebatku, kekasih hatiku
yang aku sayang, Engkau telah saksikan sendiri
dengan mata kepalamu sendiri bahwa, dengan
cintaku yang mahadasyat, aku telah mengalahkan
kematian dan ketakutan dan kematian itu sendiri
bertekuk lutut memohon ampun di hadapanku,
dengan tangan menadah-nadah minta dikasihani:
sekiranya ketakutan itupun memiliki kekuatan
melebihi cinta.

62
Adriane, janganlah takut kepada serigala-
serigala sang pembunuh berdarah dingin yang hanya
bisa membunuh ragamu namun tak mampu
menyentuh jiwamu; tidak pula kepada mereka yang
menyeret-nyeret tubuhmu ke balik tembok-tembok
berjeruji memenjarakanmu: namun kekurangan kuasa
untuk menyeret jiwamu ke dalam ruang para korban
kematian, dalam liang-liang dan gua gua para mayat:
melainkan, takutlah kepada Dia yang bisa membunuh
jiwa dan ragamu.
Adriane, meskipun mereka mampu
memenjarakan ragamu, mereka sama sekali tak
punya kuasa untuk memenjarakan pikiranmu untuk
selalu memikirkanku. Ah Adriane, kita akan selalu
bersua dalam mimpi dan khayal serta rindu: pikiran
lebih kuat daripada segalanya. Sungguh Adriane, tak
ada jarak, ruang ataupun waktu dalam kosa-kata
pikiran: pikiran berkuasa menerobos tembok
terkokoh sekalipun dan menembus awan dan langit
tak tertembusi untuk menggapai dan meraih apa yang
dikehendakinya.

63
Adrianeku, ingatlah selalu bahwa, Engkau
memiliki firman dan perbutan-perbuatanku: itu
adalah kekuatanmu terhadap segala marah bahaya
yang akan menghadang setiap langkah kakimu,
kegembiraan dan penghiburan dikala kesedihan dan
kekelaman menggerogoti jiwa ragamu. Firman dan
perbuatan-perbuatanku adalah teman setiamu dikala
tak seorangpun ingin menemani penziarahan
panjangmu melewati padang gersang kering dan
tandus, serta samudera penuh dengan amukan ombak
tinggi menjulang yang senantiasa menyusun ancang-
ancang untuk menerkammu kala kau tak siap dan
lengah. Ingatlah selalu firman dan cara hidupku: itu
merupakan kekuatanmu. Pelita yang terang-
benderang bersinar dalam kegelapan dan kekelaman
hidupmu: aku akan selalu mendoakanmu Adriane
kekasihku dari sisi lain dunia ini.
Tetaplah terpatri satu sama lain. Jagalah
cinta yang telah terbina dan pupuklah rindu yang
telah tertumbuh subur di kedalaman hati kita, mari
saling mendoakan, sebab dalam doa kita tetap bersatu

64
walau jarak terbentang terlampau jauh. Mata
terhalang gunung gemunung yang tiggi menjulang
untuk menengok dirimu dari istanaku, demikianpun
dirimu, selaksa jarak menghadang matamu untuk
dapat melihatku yang terlampau jauh dari negrimu—
dan yakinlah, dalam doa kita selalu bersama.

Salam berlinangan Airmata


Kekasihmu yang berpamit pergi

Sambulawa Atagrande
Lorong Sedih
Nasipit Height, Cebu Philippines, 12/15/14

65
Malam Terakhir: Malam
Penentuan

Adriane Kesayanganku,

Masih ingatkah Engkau moment terharu kita,


sesaat sebelum kulepaskan kakiku dari negerimu, dari
hadapanmu, dari jangkaun tatapan matamu dan
jamahan tanganmu menuju negeriku, negeri
pengasingkanku.

Kala itu, saat-saat terakhir aku melihatmu,


memegang erat telapak tanganmu, mengelus lembut
jari-jemarimu yang jelentik, membelai manja rambut
hitammu yang lurus mewangi. Ada beban duka mulai
kupikul, dadaku mulai melawan, tak ingin aku pergi
jauh darimu. Tetesan airmata di wajahmu yang
terurai pelan dari matamu yang sedari tadi
membening, dan kuusap lembut menambah berat
beban derita duka ini. Aku mulai bertanya pada dewa

66
langit dengan nada marahku “mengapa harus ada
perpisahan? Mengapa tidak hanya pertemuan saja?”

Ah Adriane, aku mulai berontak pada takdir


ini, aku bebas mencintaimu, dengan segenap
kewarasan akal sehatku, dengan segenap kepolosan,
dan ketulusan hati nuraniku, dengan segenap
kekuatan jiwa ragaku, dengan kebulatan tekat
kehendak, keinginan dan kemauanku. Tapi mengapa
semuanya itu harus bertekuk lutut di hadapan sang
takdir?

“Adriane sayangku, sesungguhnya aku tak


menerima kenyataan ini layaknya dirimu yang
menolak habis-habisan perpisahan ini: bukan hanya
dirimu dinda, aku juga melawanya dengan hidupku,
dengan nyawaku”. Kataku lirih dengan tenaga yang
tersisa hampir tak terdengar, walau berbicara dalam
keheningan malam yang membisu: ah…,kesedihan
mulai menyelimuti seluruh diriku, membungkusku
dalam pelukan ketakutannya: Adriane, Aku semakin
terpojok di sudut penyesalan menyaksikan air

67
matamu menetes satu persatu di pipimu yang mulus
memucat membeku.

Adriane yang kucinta, ketahuilah bahwa aku


laki-laki, berhakekat malu menangis, sungkan
mencucurkan airmata—aku hanya bisa menangis
dalam hati Adriane, kesedihanku tak terlampiaskan,
bahkah sakitnya semakin menjadi-jadi: sungguh perih
lantaran aku harus menahan amukan rasa yang
berkobar memberontak meminta diri dilepas
bebaskan. Namun baiklah Engkau tahu bahwa,
betapa aku mencintaimu sepenuh hatiku, dengan
segala ke-esa-anku, dengan merasakan segala apa
yang Engkau rasakan, mengalami segala yang
Engkau alami: sadarlah bahwa, bahkan di saat-saat
terakhirku bersamamu, aku masih berani
membuktikan betapa aku sungguh mencintaimu.

Ah Adriane, malam itu angin tak bersemilir


lembut, tampak memahami situasi yang menyandera
kedua insan yang berduka akan keberpisahan
itu…hanya isak tangis sedu-sedan dan rintik-rintik

68
bunyi tetesan airmata bermain malu-malu ditengah
keheningan malam membuta itu dan memecah
kebisuan: Adriane, hening dan diammu yang
membisu hanya menambah berat beban dukaku.

“Selamat tinggal Adrianeku…. Dalam


hitungan menit kita akan berpisah. Wajah munggil
yang sedang kutatap akan kutatap dalam khayal. Ah
Adriane aku akan sangat merindukanmu” bisikku
lirih ke telinggamu yang sedang tertidur lelap setelah
berjam-jam lelah bergulat dengan sedih yang
mendera.

Itu kata terakhir yang mampu kuucapkan


kepadamu saat itu Adriane, setelah kubuai dirimu
yang berkabung dalam pelukan terakhirku: engkau
terlelap, mungkin terbuai oleh mimpi-mimpi manis
buah kesetiaanmu mencintaiku walau harus merentas
padang resah untuk menggapai diriku.

Dengan hati terbeban resah yang berat dan


kaki yang demikian enggan untuk melangkah, aku

69
tetap berusaha semampunya, beranjak darimu yang
tengah tertidur dalam rangkulan keheningan malam
yang tengah meratap dan terbuai kebisuan yang pilu.
Ah Adriane yang tak ingin ku tinggal pergi, demikian
lirih kakiku melangkah meninggalkanmu dalam
pelukan malam yang hitam pekat: namun aku
mengasingkan diriku ditengah hutan—di sanalah aku
akan menangis sejadi-jadinya—menumpahkan semua
duka dan kekalutan hatiku yang menyesakan dadaku
sedari tadi—di sana, di tengah hutan yang terus
menatapku lekat, melotot dengan tatapan kebencian
tingkat nerakawinya aku berdoa, mengeluh sepanjang
malam dan melambungkan harapanku ke langit di
atas sana serta menanti fajar menyapa, (semoga surge
merestui), berkenan membawa asaku jauh ke
awangan: ke istana sang Pemberi dan Pengatur
Takdir bertahta dalam keagungannya.

Di malam suntuk itu Adriane, aku bertekuk


lutut, menatap langit malam yang gelap kelam,
mataku tak melihat apapun di atas langit sana kecuali

70
sang rembulan yang tampak tersipu malu
menunjukan keceriaannya dan terkadang
bersembunyi dibalik rombongan awan yang berjalan;
sementara bintang-bintang penghias langitpun
demikian tersungut-sungut dibalik awan berarak yang
kemudian suram lalu padam.

Adriane, Engkau tidak tahu apa yang terjadi


selanjutnya malam itu, karena engkau terlelap dalam
kesedihanmu dan tertidur oleh dukamu, ah Adriane,
bagiku malam itu begitu lain dari malam-malam
sebelumnya. Kesedihanku menggunung—semua rasa
yang berhakekat perih menggerogoti diriku: rasa
takut, cemas dan haru sesak menutupi setiap
pembuluh nadiku. Aku merasa bahwa jiwaku,
sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan benteng
terakhirku, juga meninggalkanku. Wajahku begitu
pucat terbaur bersama malam yang mabuk gelap.
Kepingan-kepingan mutiara bening jatuh satu persatu
dari mataku yang telah lama memerah menelusuri
pipiku—aku tak menyekanya namun membiarkannya

71
jatuh membasahi bumi: dalam hati kecil aku berkata:
"wahai engkau airmata, jadilah saksi atas keseluruhan
dukaku di malam sunyi senyap tak terjaga ini…!"

Ah Adriane, betapa tidak sedihnya diriku,


Aku telah tahu segalanya—Aku tahu apa yang telah
terjadi, yang sedang terjadi dan yang akan terjadi:
tentang perpisahan yang sebentar lagi terjadipun
semua tak terlepas dari pengetahuanku. Bahkan untuk
sesaat, Aku mengutuki pengetahuan yang kumiliki ini
"pengetahuan ini adalah kutukan bagiku" begitu
kataku dalam hati yang terdengar mengiang pada
telinga makhluk malam, sambil tak henti-hentinya
aku menegadah ke langit malam yang hampa
membentang....

Adriane, resah terus membututiku, di tengah


malam yang dingin semcam itupun, aku merasa bagai
cancing kepanasan di siang bolong: tak betah berlutut
khusuk di tempatku semula; aku maju selangkah
kedepan—lalu dengan suara nyaring berteriak
memohon pada sang Pencipta dan Penguasa atas

72
Takdir: “wahai Engkau Sang Pemberi dan Penguasa
atas Takdir, jangan biarkan perpisahan ini terjadi:
batalkan dan patahkan rodanya. Siapakah yang akan
menjaga kekasihku Adriane, dia sendrian: bagai tak
bertuan, tak berkawan kehilangan tanpa sahabat—
biarkan aku bersamanya selamanya hingga waktu
berakhir.” Demikian teriakku memohon memelas
kasih yang mungkin masih tersisa tersimpan untukku.

Salam Selamat Tinggal


Kekasihmu

Sambulawa Atagrande
Bilik duka
Nasipit Height Cebu Philippines 2014

73
Pulanglah: Rumah hatiku kini sepi!
Adriane Terkasihku,
Here I am again, sitting upon a rocky stone on
a rocky mountain peek, looking into the boundless
space, into the dry and unseasoned valley emptily;
searching for you beyond the wonder of my mind and
launching deep into the depth of a longing heart and
thought that, I could think of an idea, where my
wandering mind cannot reach.
“Its time to come back my love, come back to
me—to my bossom. I am right waiting for you here
day and night. Just end your wandering, empty
wondering. For none will ever satisfy you eternally. I
knew, you are trying to look for what is eternal. But
there is only One that can satisfy you eternally and
that is “I”. I am the eternity itself who loves you
eternally

Yang Merindumu
Sambulawa Atagrande
Nasipit Height, Cebu Philippines 12/15/14

74
Rindu sang “Aku” yang terkurung

Adrianeku Tercinta

“Selamat pagi Adrianeku tersayang!


Bagaimana beritamu?” Kabar tentangmu telah
terwarta manja ke dalam hatiku lewat rintihan manja
angin pagi yang bersemilir lirih di celah-celah bilik
juangku, tersambut kaku dan malu oleh burung-
burung pipit yang mencicit bersahutan berusaha
memerangi kekakuan pagiku; sementara sang mentari
sendiri datang dengan garangnya walau disambut
dengan kecupan basah lidah sang Biru yang meratap
sepanjang malam.

Ah Adriane, disini, sang mentari tengah


diiring pergi dengan lambain lemah dedaunan yang
terbakar panas teriknya…Ini pertanda pagi sudah
berpamitan dan mulai beranjak pergi, dan siangpun
telah tiba membawa suka dan duka bagi penghuni

75
jagat; Adriane, di sini langit tampak jelas tak
berawan. Mudah-mudahan demikian denganmu,
sebab itu pertanda asa kita terbubung ke awangan
tanpa cacat hambat.

Ah Adriane, walau duniaku dan langit


junjunganku, tampak cerah tak berawan tidak
demikianlah dengan hatiku: kabut rindu meliputi
hatiku, mengurungku dalam mantel kemuramannya:
Aku rindu padamu matahatiku. Dibatas angan-
anganku, aku tak tega membiarkan rindu dan cinta ini
layu dibawah bentangan tangan sang jarak dan
waktu: Ah Adrianeku, Aku mereka-reka tentang hari-
harimu tanpa diriku, tentang rinduku dan rindumu
yang terkurung dalam pijakan jarak dan waktu yang
terlampau jauh dan menjauh.

Dalam batas khayalku, aku ingin sang surya


membakar cinta dan rindu ini agar terus dan tetap
bergelora melawan bentangan jarak dan waktu yang
doyan mendinginkan dan memadamkan api cinta
yang sudah lama dan tengah bergelora dalam istana

76
lubuk hati dua insan: aku dan kau. Terpujilah Sang
Rindu yang memberiku keyakinan sekuat baja
bahwa, jauh di dasar lubuk hatiku aku percaya, suatu
hari nanti waktu dan kebijaksanaan surgawi akan
mempertemukan aku dengan cintaku yang kian hari
kian aku rindu dan aku cintai.

Adriane matahatiku, setiap saat aku


memikirkanmu yang terlampau jauh dari jangkauan
panca inderawiku, hati ini memberontak dengan
kuatnya ingin bebas melampiaskan rasa rindu yang
terpendam dalam relung terdalam hati ini. Dinding
dinding hatiku terhantam hebat oleh rasa Rindu yang
terkurung dalam jeruji-jeruji rasa dan control akal
sehat.

Dindaku, rasionalitas adalah benteng bui tak


tergoncangkan; berdiri kokoh mengawal sang
tahanan rindu yang mengamuk memberontak ingin
diri dilepas bebaskan, terbang melewati angkasa
menembus langit ketujuh unutk bertemu dengan yang
dituju sang hati.

77
Ah…dearain-derain keluh kesah ke-putus-
asa-an turun dari dunianya dilangit sana dalam rupa
hujan keresahan, membuntuti perjalanan kisah rindu
diantara dua hati yang mengalau. Sebaris duka,
secarik suka, sebait rindu menggelebu mengebu-
ngebu dalam relung jiwa ini—dan aku lantukan
dalam melodi duka, mengenang dengan irama pelan
melebut; sembari terus menatap wajahmu lekat-lekat
pada bayangan yang terus menghantui pikiranku.

Dalam kerinduan dan kesesakan doaku,


kukumandangkan tangisan rindu yang menggempur
ruang-ruang surgawi hatiku; yang membuat aku
tambah rindu padamu; mengikis setiap dasar pori-
pori jiwaku yang dipenuhi oleh duka dan lara
membara.

Ah duhai dindaku Adriane, dara manisku:


dalam khayalku, kupegang erat jari-jemari tanganmu
sambil tersenyum pilu; dan kulihat satu dua tetes
airmatamu jatuh tersipu-sipu malu membasahi
pipimu yang mulus merona. Ah duhai kasih, dalam

78
rantai rindu yang menyiksa ini, biarlah cahaya
cintaku tetap setia menemanimu dalam gelap dan
dalam terang, siang ataupun malam; memelukmu
dikala dingin dan hangat, di kala pagi dan senja hari:
atau kala hidupmu bermentari atau bersenja:
percayalah dinda, Aku setia menemanimu dengan
cahaya cintaku yang kian hari kian bersinar gilang
gemilang. Ah dinda Matahatiku, tetaplah terpatri
kepada satu sama lain.

Doaku menyertaimu!

Sambulawa Atagrande
Diatas gerbong kereta api Bekasi-Surabaya
08/08/14

79
Baitan petuah dalam lembaran Kasih

Adriane cintaku,

Why lament for all that is absurd? Why


lament for all that is not certain in future? Life is not
for lamenting; but to be celebrated. Take courage and
arise. Arise like the sons of God or like the great
warrior of the ancient. Arise above the mountaintops
and declare the wonders of God. Let your feet stand
strongly upon rocky mountain without trembling. Just
let go of your anxieties. Just let go of your worries;
for thinking and lamenting on them do not adding a
span of your lifetime. Nor will give you good health
as well as good life. More of troubles and
discouragement will you receive and befall upon you.

Adriane, give time to great silence and


recollect yourself in communion with the Great
Immensity whom my faith used to name Him God,
to find your strength if you find yourself in no good
at all. Less you fall and die. Why weep my dear

80
Adriane, for something, which is vain. Let yourself
be carried away by the wind of the sea along with the
ship that passes by smoothly to the realm of heaven
where your Great King of Kings dwells serenely just
like ships in Great Ocean flow plainly like a great
hand yet powerful, control them. Why don’t you do
the same thing, to let your life flow naturally through
the season under rain and heat of the sun? Let the
great and powerful Being carry you in His hand with
no doubt and hesitation.

Adriane, my precious, my soulmate my


favorite melodious song, life is a rolling wheels.
Sadness and happiness always takes turn. Why are
you afraid of sadness? Why do you laugh only when
fortunes of life comes closer approaching in daylight;
while weeping when misfortunes take your fortunes
away? Why are you happy only on the good things?
Why do not you shout with joyful lamentation upon
the mountain peak about the joys and sorrows of life?
For everything is purely a grace: freely given; purely

81
divine and free for man’s happiness; naturally and
basically prerogative. Why do you smile only when
good things come? When sorrow comes, bad things
happen, you show to the Father Sun and Mother
Moon your anger, rage, resentment and wrath”.

No my dear, my dear Adriane, in whom


divinity finds Its rest and lovely dwelling place
through the roaring season and stormy seas or stony
roads. Just let go of your troubles and move on with
your life by welcoming with radiance face and great
content and contempt the Shining Sun in the morning
and escort it to its resting place when sunset comes to
a close. Know that when the dusk and twilight comes,
it is neither a downfall nor the end of the world: but it
is another joy, another event in the eventide to be
celebrated by all hearts, by all souls and by all man
with great joy and contentment. Yeah, it is rightly so,
for the coming of the Moon, the light of the darkish
night has come. So, go out from your room of
sadness and open wide your door of enslavement and

82
welcome the Queen of peace in your heart. Rise from
your great and deep slumber and declare with joyful
songs the Great name of the Divine Healer, the
Breath who breathes simultaneously and
continuously without ceasing, our breath of life…

Oh you my dear Adriane, never let your


nights be an infinite resignation of divine presence in
your life. Welcome the Queen of Peace and fetch her
into the room of your soul and keep her there forever.
Keep Her hidden in the most remotest part of your
soul. Radiance your life will be, both in times of
sorrow and gladness; and in times of health and sick;
in times of advertisement and prosperity, in times for
better or for worse.

Tetaplah Semangat Kekasihku


Salam Semangat,

Sambulaw Atagrande
Diatas gerbong kereta api Bekasi Surabaya
08/08/14

83
My Heart is waiting for you

Adriane My dearest One…,

Up above the sky where eyes stare, with


wonder and amazed like flirt look, within my heart a
song of wonder bubbled: “how are you doing this
hour of loneliness?”

Every word of longing I declare to the mother


night; but its only emptiness and phony smile I
found. Sonnet again plays her music, a sad song of a
lonely and a solitary man. Ah not of loving did I miss
you but of great need of your presence in my midst.

Come dear Adriane! come! My soul is


yearning for you. Come to my remotest heart! Come
with great joy and gladness to a pavilion untouched
and unvisited by any living beings. I welcome you
with coldest yet coolest smile. I summon you with
lonesome laughter and sweetest gawk.

84
Adriane, here I am thinking for years back
then, to a time where we shared our time together.
Smiled. Enjoyed each other’s company and clenched
each other’s hands strongly in times of joy and
sadness to feel the feeling.

I still remember how you leaned over the wall


in desperation of spirit. And your body along with all
your veins weaken. I came closer to you—you hold
my hand deep in closeness, deeply trust

Ah dear…now we are parted, I miss you so


divine, so excellent, so remotest. In the silence of my
heart that longs for you like to die as to live, I write
this solemn letters of longing on the blackish curtain
of mother night

Dear Adriane…we are so far away from each


other, but let not distance kill our memories, our
intense, powerful, passionate, forceful love, yeah our
profound pining that only Divine Being alone can
fulfill

85
Adriane…let not suspicious thought conquer
your heart. For your heart is much greater and
powerful than those suspicious thought. Follow not
those needless thoughts from neighbors and
unfriendly friends of yours. Not even your own pride
that most of the time running without direction and
certain itinerary

No dear, no…! Follow your own heart. Your


heart knows where to go. It has an excellent map. It
has directory. Your heart is the captain of your ship.
The compass is in your heart. Follow you heart
dear…Doubt not of yourself—because there, deep
inside your heart, the Divine Immensity takes Its
residence. He helps in directing your ship.

Ah dear…you might ask me why do I speak


of these things. Dear know that I wish that nothing
bothers your shinny days and darkish nights: I wish
divinely no nightmares in your slumber. Here, I’m
thinking of things too great that I wish I have a

86
powerful and protecting hand to keep you from any
harms and dangers of life.

Adriane my dear of great wonder, time keep


passing by. Time has no mercy to wait: for no
waiting in the realm of time. Well, we understood
that; time is fleeting reality—that’s the nature of
time—to fleet. It does not want to wait, nor walk too
quickly. Time will not let you and I be one and stay
together

Though time has no mercy to wait, nor too


excited to walk quickly, you and I learn something:
that we need to move on. We must not worry about
the uncertainty of to-morrow nor too much regret
about the dime memories of yester-day.

Ah Adriane, my sweetest delight, why do we


have to worry about yesterday or to-morrow? If in
fact — oh, let not use the term “if”, but surety or
certainty that we are in good Hands of powerful
Being. He is our father—very understanding father.

87
He cares you and I in times both we do need him and
we do not. Therefore, my dearest, I keep you in His
hands, His care, and His protection. Every time I
wake up from my great and silent slumber or before
begin my daily mission, I mention your name in my
prayer. I communicate with Him about your name in
prayer…I do trust Him that you are well cared in His
protective hands.

Doa dan Momangku


Momang sejatimu

Sambulawa Atagrande
Bilik doa lembah juang
Bekasi Indonesia, Juni 2014

88
PUISI PUISI

89
Merindukan Pelukan AbadiMu

Ah Adriane dindaku…,
Kurasakan kedinginan mahadewa menggerogoti
Menyelubungku dalam gengaman mautnya
Aku takut tak terperihkan

Hari-hariku Adriane,
Adalah barisan kisah pilu membunuh sukma
Terlebih dikala senja mulai menebar resah
Dan malam yang datang membawa kabar garang
mewarta angkara murkanya,
Ah dukacita adalah teman paling setiaku

Ah dinda, sepi, sepi begitu sepi


Dan perih pedih enggan menepi pun menepis
Aku kabarkan padaMu,
Sungguh sepi, sungguh dingin
Ah Adriane Cintaku, Hari-hariku, adalah kutukan dan
berkat mengabadi

90
Sukmaku menjadi kaku melebur senyum
Kepada setiap pecintaMu yang mewarta kasihMu

Ahh…sekiranya demikian Adrianeku


Tapi aku sadar, kendati seabadinya sepi dan dingin
ini, tak mungkin melebihi keabadian kehangatan
Dan kegembiraan bersamamu kelak.

Namun demikian, sesungguhnya aku katakan


kepadamu bahwa ada rindu yang terkurung
Rindu sebagai sayap-sayap cinta untuk terbang bebas
meraih sang kekasih
Kini tak berfungsi semestinya
Satu sudah patah dan yang lainnya berjuang melawan
kehancuran

Adriane, dindaku, bila sayap sayap cinta ini patah


Dengan apa aku terbang meraihmu, menggapaimu?
Ahh Adriane…hatiku ini—yang bagiku adalah
tempat bersemayamnya cinta dan rinduku
Tampak mulai melepuk dan hancur

91
Aeh matahatiku,
Hatiku sudah mulai layu mencintaimu
Lantaran disini ada bunga-bunga dan kembang-
kembang lain lebih menarik yang memikat hatiku…
Yahhh…sungguh aku katakan itu sejujur jujurnya
Mungkin karena kehadiran mereka lebih indah,
Lebih nyata tertangkap panca inderawi
Membuatya menarik dan berharga daripada
keberadaanmu yang jauh dari jangkaun inderawiku
Yah…ketakhadiranmu adalah kehancuran dan
kematian bagi cinta dan hubungan kita.

Ah…mungkin saja:
Sebab terkadang aku menyangsikan tentang
keberadaanmu, tentang kenyataanmu
Tentang kebenaran realitas eksistensimu
Adriane, terkadang, aku berpikir kau hanyalah
mahakarya ilusiku,
Ciptaan inovatif terhebat imaginasiku
Dengan kata lain: barangkali kau adalah fiktif
semata—fantasi belakaku….

92
Ah dinda Adrianeku, biar aku sederhanakan disposisi
hati dan risalah jiwaku
Bahwa “ketak-hadiran-mu’’ aku merasa sepi seluruh
hidupku. Aku merasa diriku bagai ciptaan tak
bermakna, semua makna dan arti hidupku direngut
Diperkosa, dilumpuhkan dan dicoreng dalam dan
oleh pelukan dewi kesendirian

Dan aku kini berteman dengan para dewa-dewi


kedinginan dan kesepian,
Sementara teman setia rinduku yang kupuja-puji
telah lama meninggalkanku.
Ah…aku bagai sebatang kara. Terlantar.

Ah Dinda yang aku sayangi, berkenanlah dengan


penghayatan tingkat nirvana dan kuasa surgawimu
dimana setiap mata terarah memandang menatap,
Peluklah aku dari kejauhan, dari tempat kau berada,
dari istana tempat kau bertahta
Dari rumah kau bersemayam, berdiam,

93
Dari benteng penantian terakhir tempat dikau
menantiku dengan setia
Menunggu saat kau bunyikan tambur dan gong tanda
pemanggilan pulang diriku untuk
Kembali dalam pelukan hangatmu untuk beradu
kasih dalam tawa canda dan sukacita dan
kegembiraan abadi para kudus dan malaikatmu.

Pondok Rindu
Surabaya Indonesia
November 2014

Perpisahan

Ahh…entah mengapa, kau sungguh menarik


dimataku, membuat hari-hariku jadi menarik setiap
kali aku memikirkanmu, membayangkan wajah
menawanmu yang selalu menawar tawa dan melebur
dalam senyum. Demikian indah, demikian menarik
Senyum di wajahmu: ratna jelita memikat

94
Ah Adriane seorang,
dari lubuk hatiku terdalam,
Kuucapkan terima kasih telah hadir dalam hidupku:
Karena setelah kurenungkan lagi perpisahan ini
Yang membentang tabir jarak antara kau dan aku—
Jarak ternyata bukanlah kutukan bagi kisah cinta kita
Melainkan sebuah berkat Ilahi, anugerah surgawi
Sebab semakin aku jauh darimu semakin aku
mencintaimu. Semakin aku rindu,
gelisah bila tak melihatmu.

Ah Adriane, Kau selalu dalam pikiranku.


Mengepak-ngepak bebas dalam benakku
Setia menyapaku, menyapa jiwaku dengan bayangmu
Ah…Kau begitu dekat denganku
Kau ada pada setiap huruf yang kurangkaikan
menjadi kata, dan kata menjadi barisan kalimat dan
frasa, lalu mengalir membentuk barisan barisan
puisi romantis.

95
Ah kau menjadi nafas untuk setiap ide-ideku.
Kau begitu intim dan dekat denganku….
Sumber ilham brilianku….

Suatu senja
lembah ratap
Surabaya Indoensia November 2014

Doa seorang penderita

Ah Tuhan…dalam sepi aku menjerit


Kupanggil namamu Bukan untuk melepas derita ini
Atau membakarnya agar aku terbebas
Tapi sekiranya Engkau merasa iba padaku
Dan beri aku kekuatan untuk maju memikul setiap
bongkahan derita ini

Ah Tuhan… Dalam Tawa aku menghibur diri


Sebab dalam derita aku merasa terberkati

96
Aku memikul sebagian dari deritaMu
Memanggul salib dosa dosaku hingga ke puncak
Golgota
Ya Tuhan…aku mendesah lega, sebab dengan derita
kau selamatkan umat manusia

Ah Tuhan… dalam sengsara aku tertawa


Walau Para tetangga yang merasa diri suci
Mengutukku deritaku adalah karma
Mereka tertawa, berpesta pora merayakan kebebasan
hidup lenggang tanpa beban

Ah Tuhan…Aku terkadang putus asa,


Ingin melepas salib hidup tapi aku ingat padaMu
Melepas manusia dengan terpaku pada kayu salib
Adalah sebuah paradok hidup…

Ah Tuhan…dengarlah desahan doaku minta tolong


Beri aku semangat untuk setiap tapak yang kuangkat,
Dan setiap bunyi langkah yang kubuat adalah pujian
bagi namaMu

97
Karena sungguh, tanpamu meski selangkahpun aku
tak mampu maju
Ini keluh dan kesah berasal dari sudut hatiku
terdalam…

Valey of Tears and Sorrows


Cebu Philippines December 2013

Sang Aku Dimata Sang Khalik

Bicaralah padaku wahai sang empunnya hidup


Hati ke hati, Jiwa ke jiwa
Tentang rindu yang membuat aku terus bermimpi
Tentang kasih yang menyatukan kau dan aku
Tentang harapan yang membuat aku terus berlari
mengejar
Tentang keyakinan yang membedakan aku dengan
yang lainnya

98
Dalam tawa dan canda
Dalam duka dan isyak tangis mendesis mendesih
Dalam sepi dan perih mengesah mendesah
Biarlah harapan mengungkap makna
Dan Iman menyingkap kirap cinta dan kitab ilham
Walau merangkak melewati lembah ketaatan
meremas
Menelusuri persimpangan ikrar yang kokoh
merangkul menjepit menguatkan

Ahh…Pada bunga dan rerumputan diladang


mahaluas
Membentang melampaui kekuatan indra penglihatan;
Pada burung diudara terbang tak kenal lelah
Yang serba tanpa kekurangan
Biarlah aku belajar menggarap makna terselubung
Mencari, meraih serta menarik arti terkait
Bahwasannya: padaMulah aku bergantung melepas
cemas
Engkau Bapa yang memelihara
Memberi tanpa pamrih, tanpa mengharap balas

99
Aku dan segala yang ada dibumi dan disurga
Yang kelihatan dan yang tak kelihatan
Pada kehidupan ini dan nanti
Hari kemarin, hari ini dan hari esok
Semua bergantunhg padaMu.

Dibalik Dinding Tua


Rumah Tuhan
Cebu Philippines 2014

Hati Penuh Syukur

Tuhan, pada setiap lorong-lorong kehidupan


Yang aku lewati dan setiap jalan-jalan liuk berliku
yang aku tapaki, biarlah kulupakan tentang
Kebencian, kedengkian, kecemburuan dan rasa irihati
atau kekecewaan yang melumpuhkan semangatku.

Ah Tuhan, untuk rahmat mencintai dan dicintai


Dan pengalaman merindu dan dirindui

100
kala mentari datang menari di ujung pagi
Pun kala sang fajar merapat ke bibir malam.
Biarkanlah jiwaku bersyukur mendengungkan
rahmatMu dalam hati dan mewartakannya diatas
ubun-ubun jiwaku.

Ah Tuhan, atas dia yang pernah dan masih


Mendiami lubuk sanubariku terdalam;
Namun ingin kulupakan,
mengusirnya jauh-jauh dari pikiran dan relung istana
hatiku tempat cinta dan rindu maut ini bersemayam
dan serangkaian kenangan “awe-inspiring” yang
terberi dalam pengalaman atas diriku:
Kupuji Dika: karena segala rasa dan pengalaman
berasal daripadaMu

Tuhan, Jagalah dia baik-baik di waktu tidur maupun


di waktu terjaga.
Tuntunlah dia dalam terang cahayamu
Dalam terang kebijaksanaan, sumber jalan, kebenaran
dan hidup kekal.

101
Ah Tuhan, Aku persembahkan tiap tetes harapan dan
imanku
Demi kebahagian”nya”

Anguishing Chamber of love


Memori Cinta
Cebu Philippines September 2014

Rindu Tak Berujung

Adrianeku terkasih,
Aku harus bersaksi padamu dengan segenap kekuatan
jiwa ragaku, tentang rindu yang terselubung dalam
ruang tersuci dan terluhur relung hati ini bahwa,
Setiap detik waktu hidupku Tak terlepas dari
bayangmu.
Indah raut wajahmu yang menawan menjerat rasaku
Menghantui langkah kakiku kemanapun pergi.

102
Ini khayal tentangmu masih sesegar
Kala pertaama kali aku berjumpa denganmu
Saat saat kasmaranku bergelora memuncak
Mengamuk lalu meletus…
Ini bayang tentangmu adalah memori memoriku
dipagi buta
Segar, sejuk laksana mentari pagi yang bersinar
dengan bebas, begitu segar—yah laksana embun
sejuk di pagi buta

Adriane tersayang bayang-bayangmu


Sudah menjadi rindu…
Menjelma dalam lautan bernostalgia
Hey, kau disana sedang buat apa?
Apa kau pernah berkhayal tentang diriku?

Semenjak perpisahan itu


Aku semakin dekat denganmu
Karena memori-memori kecil nun indah kita dulu
Melintas selalu dalam pikiranku

103
Mewarnai hari-hariku menjadi sesuatu yang
menyenangkan

Tapi aku juga disini meneguk rasa pahitnya


perpisahan sayang…
Bila kau peduli dengan rasaku
Kirimlah aku kabarmu…
Aku rindu dengar kabar darimu
Tak peduli kau sedang bahagia atau susah
Sedag tertawa bercanda atau meratap
Yang terpenting bagiku: kabarmu
Tentang mu, dan tentangmu seorang.
Ini rinduku tak berujung
Karena jalan hidupku ini
Masih jauh dari rampung
Setengahpun belum ku usai
Kirimkan aku kabarmu sayang
Bila kau tak punya waktu menulis surat
Pergilah ke laut, bisikan kabarmu pada gelombang
yang bergelora
Aku ada di tepian lain samudramu

104
Namun bila itu akan melukaimu
lantaran teringat kisah indah kita
Dikala bercumbu dibawah pohon kelapa dipantai itu,
Bisiklah kabarmu lewat angin yang berhembus dan
bersemilir lembut, shadu nan manja di kamarmu
Dan kumohon dinda, lantunkan kembali puisi yang
pernah kau buat untukku
Itu akan menghibur hatiku yang sedang lara merana

Adrianeku tersayang,
Perahuku mungkin tak akan merapat di dermaga
kotamu lantaran badainya terlalu ganas
Dan rindu ini selamanya akan menjadi rindu tak
berujung.
Tapi tetaplah bersabar.
Aku pasti akan pulang
Bersandar di dermaga hatimu

Salam Rindu Tertitip


Lorong Rindu
Nasipit Heighs, Cebu Philippines 2013

105
Aku dan Sepiku

Adriane, beban ini—beban rindu ini,


Rindu akan dirimu yang jauh di negerimu
Yang terhadang selaksa gunung dan daratan serta
hamparan samudra mahaluas
Kian menghantui diriku siang dan malam
Menyatu dengan jiwaku yang kian terpikat dengan
dirimu di kala waktu dan jarak memisahkan

Ah matahatiku…semakin kita jauh semakin


menggebu dan semakin beratlah rinduku
Sejatinya aku benci yang namanya ‘’jauh…’’
Karena kejauhan menuntutku memikul beban rindu
ini, yang makin hari makin berat…

Ah Adriane terkasih, terinduku…


Mungkin engkau mensyukuri kejauhan ini
Tapi aku sebaliknya mengutukinya
Sejatinya, aku lantas mengutuki
dan menyumpahi perpisahan ini…

106
Ah Adrianeku… Engkau yang disana berdiam tanpa
kata dalam bilik kecilmu, bilik rindumu
Berkutik tanpa kata pada rumah munggil
permenunganmu
Namun merengut lesu hiruk pikuk hati dan pikiranku
Mencuri pergi jiwaku jauh ke kedalaman samudera
rasa rindu. Ah Aku tergolek lemas dalam pangkuan
kesepian ini…

Ah Adriane dindaku,
Yang kala itu kukecup lembut keningmu
Kupoles lembut bibir tipismu—aku sepi tanpa Mu
Kirimkan aku mimpi malam ini
Mimpi tentang dirimu—dirimu dinda, dirimu
Adriane

Salam Sepi
Ruang Rindu
Lembah Sepi Surabaya November 2014

107
Bumi Bulat Bundar
Meretas Resah
1
Adriane Terkagumku,
Tahukah kau bahwa memori terindahku,
kudapat dari lekatnya Tatapanmu.
Ada suka,
Ada kagum,
Ada takjub,
Ada heran
Dan asa mujizat terpancar di matamu yang bulat
bagai Bola pimpong dan aku tertarik setiap kali
Menatapmu.

(Terkenang kenang
Gerbong Tua, Kreta Malam)

108
2
Ah dinda tercintaku,
Berpisah darimu adalah tragedy dukacita tersadisku.
Namun janganlah berkecil hati dinda
Karena masih ada rindu yang menghalau Dukacita
serta menggantinya dengan sukacita
Terkenang dan terindahku.
Merindumu menghanyutkan daku kedalam Samudra
kebahagian.
Dan ketika kau jauh dariku,
Kau sesungguhnya begitu dekat denganku, dekat
dihatiku, menyatu dengan diriku.

(teruntukmu dinda, kidung melankolis di atas


gerbong kereta Tua, bekasi Surabaya)

3
Ah malam, pekat dan kelam,
Sepekat dan sekelam jiwaku,
Segelap hatiku merindu,
Kutatap dan kupandang penuh kebencian. Dan rindu
dihati ini bagai duka tak menepi Tanpa tepi.

109
Sungguh tak terlipurkan.
Tapi tak mengapa, kerena cinta terpupuk dan
tertumbuh subur dalam rindu yang mendewa

(salam rindu,
Dari bilik rindu
kp sawah, Bekasi)

4
Ah terdambaanku,
Selangkah lagi aku mencapai dirimu,
Meraih hatimu, memeluk jiwamu

(malam tak berbintang,


kp. Sawah bekasi)

5
Ah Tuhan,…
Mengapa hati ini selalu mendung?
Cahaya asa hilang berkelana tak berarah. Mentari
bagai tak bersinar lagi dalam bumi Hati ini.

110
Ah dinda dambaanku,Berkenanlah menjadi mentari
yang selalu Bersinar memancarkan sinar harapan
Untuk Menghalau mendung ke-putusa-asa-an ini
Yang semakin menjadi-jadi mengalut jiwaku.

(menyambut pagi bermendung.


Pondok Harap
Kp. Sawah bekasi)

6
Ah sang Pemberi dan Empunya Rindu,
Izinkan aku merampungkan sisa malam ini Bertekuk
lutut bermazmur bersyukur kepadamu.
Ah betapa tidak!
Tiap tetes duka rinduku selama ini
Terhapuslah sudah.
Akhirnya, aku bersua juga dengan terkasihku
Dan unutkmu dinda,
Mari lantunkan kidung pujian ke Sang Rindu.

(Salam peluk Hangat unutk little angelsku,


Gubuk Doa
Kp. Swah Bekasi)

111
7
Sekiranya rindumu masih ada untukku,
Biarlah angin malam yang bersemilir lembut Di
jendela bilikku,
Membelai, menyapa, memanggil-manggil Jiwaku
berkelana ke singgasana hatimu
Merana—ah biarlah Ia berkelana Ke tempatmu,
Ke istana lubuk hatimu,
Untuk mengelus lembut, membelai dan Menjamah
hangat jiwamu.

(menyambut larut malam,


Gubuk Permenungan
Kp sawah bekasi)

8
Ah Adriene dinda tercintaku,
Kegembiraan dan sukacita terbesarku
Adalah ketika engkau tak tahu bahwa ternyata
Dengan diam-diam aku menyayangimu. Karena

112
bagiku, cinta yang Ikhlas, tulus dan Murni harus
dinyatakan tanpa ada pengakuan Dari yg terkasih.
(Malam bergalau
Gubuk Derita
(kp. Sawah. Bekasi)

9
Adriane Dindaku, dindaku terkasih,
Yangg paling kurindu,
Biarlah kupendam rindu yang mendewa ini, Sebab
malaikat-malaikat pembenci tak Menginginkan kita
bersua. Bahkah segenap kekuatan akal sehatnya
Tak merestui ketulusan rindu yang berkobar
Dalam relung sanubari kita…

(Rindu terkekang,
Merindu Rindu
Kp. Sawah bekasi

10

113
Adriane pujaanku,
Aku ingin sekali bersua denganmu Terkasih,
Tapi malaikat malaikat pembenci cinta Memasang
tembok pencakar langit Menghadang rindu kita yang
berkekuatan bak Magma gunung api terlampias
terbebaskan.

Merindu Rindu
(kp. Sawah, Bekasi)

11
Ah Tuhan…mengapa pula ada makhluk seksi
Berbibir sumbing merekah bagai delima Menawan
sukma. Aku sungguh tertawan keindahannya.
Ah malam…janganlah engkau wafat atau Berlalu
secepatnya,
Aku sungguh “in blue” dalam tawanan ini, Dalam
jeruji ter-kesima-an
Dan keterpukauan ini.

(Senandung Gerbong Tua,


Surabaya-Bekasi)

114
12
Ah malam…,
Peluklah aku dalam kehangatan rangkulanmu

(Kalut Gerbong Tua,


Surabaya bekasi)

13
Adriane terkasih terinduku,
Kini istana hatiku selalu sepi tanpamu. Kembalilah
Aku mohon…!
Ramaikan istana hatiku,

(Doa Malamku,
Puncak Claket, Biara Karmel)

14
Ah kejauhan,…

115
Betapa ingin sekali aku mengutukimu,
Menyumpahimu dan mengatai-ngataimu, Lantaran
dikau telah menghantarkan kisah Kasihku pada
jurang keruntuhan,
Jurang pencobaan,
Namun demi cinta yang tulus,
Baiklah aku mensykurinya.
Sebab kejauhan sesungguhnya membuat aku Rindu
padanya, Sang terkasihku..
Dia makin dekat denganku.
Selalu dalam pikiranku,
Ahh sungguh…Aku selalu memikirkannya
Siang malam tanpa henti setiap detik.
Dan ahh….Karnamu, aku sadar,
Bahwasanya, aku kosong tanpanya.
Ahh sungguh istanaku sepi dan sunyi.

(Scalling Clakect Heights with love, hope and


Longing,
Pondok sepi Biara Carmel OCD
last days of 2014)

116
15
Dan akhirnya pertemuanpun berakhir
Dengan linangan airmata
Dan saatnya melambaikan tangan Mengucapakn
selamat tinggal tanda perpisahan, sembari
meneteskan serpihan-serpihan rindu yang mulai
berjatuhan di lubuk sanubari sebagai ungkapan duka
untuk Mama Terkasih…
Ah tiap tetesan airmata adalah roh unutk Setiap cinta
yang bertasbih.
“ good bye dearest and most loving Mama Mary, I
will always keepth thee in the bottom of my heart, I’ll
be back”.

(Senandung akhir Ziarah,


Gua khusuk, Poh Sarang, Kediri)

16
Ah Adonaiku, Adrianeku

117
Seandainya Engkau dapat kujamah,
Kuraba dan kurasa dengan tanganku, Mungkin
keraguan ini tak sepedih
Dan seperih ini
Ahh…Aku mungkin telah membuangnya jauh Jauh
ketengah hutan belantara mahaluas dan
Membiarkanya terlahap habis-habisan oleh Para bala
tentara liar
Atau mungkin telah kukubur rapat-rapat
Di dasar lautan mahadalam.
Wahai Engkau iman…,
Yang kujelma jadi Rindu,
Tak lagi kubutuhkan:
Sebab kau bukan lagi mahakarya ilusiku Semata atau
produksi terbaik pabrik Imaginasiku belaka
Atau ciptaan mulia akal sehatku semata—Bukan
fiktif bukan palsu.
Tapi apa mau dikata, kau jauh disana dan aku di sini;
permadani jarak membentang terlampau luas di
antara kita.
Dari lubuk hati yang terdalam ini,

118
Ada rindu yang mendewa, yang selalu Memaksa
mataku mencurahkan cucuran airmata untukmu yang
jauh disana terlampau jauh dari jamahan Inderawiku.
Aku rindu padamu.
Ada ruang hampa di jiwa ini, menanti Kehadiranmu.
Ah memang kau pantas dirindu Adonaiku, Adrriane
terkasihku…

(Salam rindu dari bilik permenungan,


pondok sepi, Biara Carmel OCD)

17
Aku sudah datang Adriane.
Aku berdiri didepan pintu hatimu,
Senandung dan madah “in excelcis Deo” Bergema
terlantun meriah di sudut-sudut kota Dan di setiap
bangunan-bangunan tua
Sorakan pujian gembira mengetuk pintu relung
hatimu. Sudikah dan akankah engkau membukakan
Pintu hatimu untukku?

119
Aku ingin tinggal selamanya dalam relung Hatimu,
berdiam disana selamanya untuk menjadi penjaga
hatimu, bersama-sama dalam canda dan gelak tawa
Merasakan suka-duka, pahit manisnya anggur dalam
piala kehidupanmu

Ahh Adriane matahatiku…


Itu semua terwujud andai saja engkau rela
membiarkan aku masuk.
Kedalm hatimu, berdiam dalam istana jiwamu
duka hidupmu.
Bersama sama meneguk

Selamat natal dan Tuhan memberkati,


Pondok sepi,
Clakect Heights 21014)

120
18

Adriane belahan jiwaku,


Dari sekian Bintang yg bersinar gilang-gemilang di
langit malam,
Berkemilau menghalau kebiruan
Dan kegelapan cakrawela malam,
Sesungguhnya, hanya satu yang menusuk Menembus
mengahalau kegelapan jalan Hidupku: bintang kejora
sang bintang timur, Demikianlah sesunggunya
dirimu diantara dara-dara berparas menawan dan
cantik menghiasi dunia tak berseniku
Atau antara perawan perawan ratna yang membentuk
dunia tak berbentukku.
Ah dirimu dinda, belahan jiwaku
Sungguh hanya dirimu, yang menusuk Jantung
hatiku,
Memberikan cahaya asa untuk setiap harapanku yang
nampak memudar dan kelam.

Salam berpeluk mesra


(Gerbong Tua, 14/01/2015)

121
20

Ah Tuhan, apa salahku?


Mengapa hidupku ini,
Tak pernah sepi dari sedih?
Menepilah sedih biarkan tawa dan canda datang!

21

Ah manis pujaan hatiku,

Menatap ke dalam kebeningan matamu,

Serasa tengah menatap rembulan berpurnama


bersinar menghunus bagai pedang menembus
dinding-dinding hatiku, dan masuk jauh ke
kedalaman dasar lautan jiwa—sungguh ada rembulan
di mata di matamu. Relakanlah diriku memilikimu,
sebab tanpamu hari-hariku adalah kelam tanpa
cahaya tak berkesudahan.

122
22

Ah Adriane terkasihku,

Janganlah Dikau pernah bertanya:

“Wahai kekasihku, hingga dan sampai kapankah


cintamu padaku berakhir?”

Ah dinda terkasih abadiku,

Cintaku hanya mengenal awal

Tak mengenal atau mencari akhir

Aku mencintaimu di dua kehidupan: kini dan nanti.

Jangan pula bertanya: “dimana dan pada saat apa


kekasihku mencintaiku?”

Ah sadarlah? Cintaku tak mengenal ruang dan waktu


tak pernah berteman dengan sekat

Tak kenal suka atau duka

Pahit atau manis

Perih atau nikmat

Sehat atau sakit

123
Untung atau malang:

Aku mencintaimu dalam segala lini rasa dan suasana


hatimu dalam segala lini kehidupanmu.

23

Ah Dara Idamanku,

Janganlah Engkau terusik mengusirku dari


hadapanmu. Ijinkan aku menumpahkan semua
linangan air mata kepedihan ini.

Ah terlepas dan melepasmu, terpisah dan memisah


darimu adalah kenyataan tak terperihkan, tak
terpikirkan, tak termimpikan apalagi teringinkan.

Seluruh hidupku, jiwa dan ragaku, hati dan pikiranku,


kelemahan dan kekuatanku, kekurangan dan
kelebihanku sejak awal mula aku mengenalmu telah
aku persembahkan seutuhnya hanya untukmu
seorang. Percayalah: seluruh hidup dan matiku hanya
teruntukmu.

124
Namun Ah Dinda, mengapa kau akhiri sedini ini,
yeah secepat ini? Bukankah kau tahu semua isi
hatiku, menilik setiap celah hatiku, hingga relung
terdalampun—tempat semua rahasia-rahasia surgawi,
duniawi dan bahkan nerakawi tersimpan?

Salam berkasih
Pondok renung
Surabaya awal February 2015

125

Anda mungkin juga menyukai