Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur alhamdullilah, dengan kerendahan hati dan kita panjatkan
kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat karunia dan
hidayahNya, sehingga makalah ikatan kimia ini dapat terselesaikan
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik dalam penulisan maupun materi, mengingat akan keterbatasan
kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi menyempurnakan makalah ini.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan dari semua
pihak baik moril ataupun materil sehingga makalah ini dapat terselesai dengan
baik. Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua
terlebih – lebih bagi penulis yang mengerjakan makalah ini.AMIN..
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Mataram, Desember 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL----------------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR----------------------------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------- ii
DAFTAR TABEL--------------------------------------------------------------------------iii
DAFTAR GAMBAR-----------------------------------------------------------------------iv
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang--------------------------------------------------------------- 1
1.2 Rumusan Masalah----------------------------------------------------------- 2
1.3 Tujuan ------------------------------------------------------------------------ 2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Teori VSEPR-------------------------------------------------------------------
2.2 Penerapan Teori VESPR Dalam Meramalkan Bentuk Molekul---------
2.3 Perbedaan Sudut Dan Panjang Ikatan Pada Molekul-Molekul----------
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan-----------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL
Tabel 9.0 bentuk mlekul berdasarkan teori VSEPR

Table 9.1 Bentuk Molekul Dan Besarnya Sudut Ikatan Disekitar Atom Pusat

Tabel 9.2 Sudut-sudut ikatan molekul Trigonal Piramidal

Tabel 9.3 Sudut-sudut ikatan molekul dengan atom pusat

Tabel 9.4 Sudut dan panjang ikatan ion sulfit, sulfat, selenit dan selenat

Tabel 9.5 Panjang ikatan pada ion XOn)- (X=Cl, Br, I; n=1,2,3,4)

Tabel 9.6 Sudut dan panjang ikatan pada NO2+, NO2 dan NO2-
DAFTAR GAMBAR

Gambar 9.0 berilium klorida, BeCl2

Gambar 9.2 Boron Trifluorida BF3

Gambar 9.3 Metana, CH4


Gambar 9.4 Fosfor(V) Fluorida PF5
Gambar 9.5 Belerang Heksafluorida, SF6
Gambar 9.6 Iod heptafluorida, IF7

Gambar 9.7 bentuk molekul trigonal piramidal dan trigonal planar dari NH3+

Gambar. 9.8 SO2 dan SO3.

Gambar 9.9 Perbedaan panjang ikatan N-O pada NO2+, NO2 dan NO2-

Gambar 10 perbedaan panjang ikatan B-F pada BF3 dan BF4-

Gambar 10.1 Perbedaan panjang ikatan P=O pada POF3 dan POCl3

Gambar 10,2 Perbedaan panjang ikatan P=S pada PSF3 dan PSCl3

Gambar 10.3 Perbedaan panjang ikatan O-Cl pada OCl2 dan ClO2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bentuk molekul adalah susunan tiga dimensi dari atom-atom dalam suatu
molekul. Bentuk molekul mempengaruhi sifat-sifat fisis dan kimianya, seperti
titik leleh, titik didih, kerapatan, dan jenis reaksi yang dialaminya. Secara
umum panjang ikatan dan sudut ikatan harus ditentukan lewat percobaan.
Tetapi terdapat cara sederhana yang memungkinkan kita untuk meramalkan
bentuk molekul atau ion dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi jika
kita mengetahui jumlah elektron di sekitar atom pusat dalam struktur lewis-
nya. Dasar pendekatan ini adalah asumsi bahwa pasangan di kulit valensi
suatu atom saling bertolakan satu sama lain. Kulit valensi (valence shell)
adalah kulit terluar yang ditempati elektron dalam suatu atom yang biasanya
terlibat dalam suatu ikatan. Dalam ikatan kovalen, yang sering disebut
pasangan ikatan berperan dalam mengikat dua atom. Tetapi dalam molekul
poliatomik , dimana terdapat dua atau lebih ikatan antara atom pusat dan atom
disekitarnya, tolak-menolak antara elektron-elektron dalam pasangan ikatan
yang berbeda menyebabkan pasangan itu berada sejauh mungkin satu sama
lain. Bentuk yang dipilih suatu molekul meminimalkan tolakan (seperti
terlihat dari posisi seluruh atom). Pendekatan untuk kajian bentuk molekul ini
disebut model tolakan pasangan – elektron kulit – valensi (TPEKV) (Valence
– shell electron – pair repulsion, VSEPR), karena pendekatan ini menjelaskan
susunan geometrik dari pasangan elektron disekitar atom pusat sebagai akibat
tolak-menolak antara pasangan elektron.
Dengan model ini, kita dapat meramalkan bentuk molekul (dan ion) secara
sistematis. Untuk tujuan ini, molekul-molekul dibagi ke dalam dua golongan,
berdasarkan pada apakah atom pusatnya mengandung pasangan elektron bebas
atau tidak.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Teori VSEPR dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul?
1.2.2 Bagaimana Langkah-langkah menentukan bentuk-bentuk molekul?
1.2.3 Apa perbedaan sudut ikatan dan panjang ikatan pada molekul-
molekul?
1.3 Tujuan
1.3.1 Agar mengetahui teori VSEPR dalam meramalkan bentuk-bentuk
molekul
1.3.2 Agar mengetahui bentuk-bentuk molekul
1.3.3 Agar mengetahui langkah-langkah dalam meramalkan bentuk-bentuk
molekul
1.3.4 Agar mengetahui perbedaan sudut ikatan dan panjang ikatan pada
molekul-molekul
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEORI VESPR


Adalah N.V. Sidgwick dan H.M Powell pada tahun 1940 yang
memperkenalkan teori ini (Takeuchi, 2006) dan pada tahun 1957
disempurnakan oleh R.J Gillespie dan R.S. Nyhlom. Penataan ikatan di sekitar
atom pusat dalam molekul sederhana menghasilkan molekul yang secara
geometri simetris. Penataan yang lebih disukai adalah penempatan pasangan
elektron dalam tiap orbital ikatan hendaknya sejauh mungkin dari pasangan
dalam orbital yang lain. Dengan demikian tolakan netto antara pasangan-
pasangan elektron tersebut dapat diminimalkan.
Azas meminimalkan tolakan antara pasangan elektron kulit valensi juga
berlaku untuk tolakan antara pasangan-pasangan elektron dalam orbital ikatan
dan dalam orbital nonbonding. Pendekatan untuk menerangkan geometri
molekul ini disebut tolakan pasangan elektron kulit valensi (VSEPR atau
Valence Shell Electron Pair Repulsion). Postulat dasar dari teori VSEPR
adalah bahwa untuk mencapai kestabilan molekul yang maksimum, pasangan-
pasangan elektron pada kulit terluar atom pusat harus tersusun dalam ruang
sedemikian rupa sehingga terpisah satu sama lain sejauh mungkin untuk
meminimumkan tolakan.(Syarifuddin, 1994)
Teori ini menjelaskan bahwa jumlah pasangan elektron menentukan
penyusunan pasangan-pasangan elektron di sekitar atom pusat molekul.
Terdapat gaya tolak elektrostatik antara dua pasangan elektron yang cenderung
menolak orbital atom satu sama lain sejauh mungkin. Karena pasangan
elektron menempati orbital atom, pasangan elektron bebas juga mempunyai
dampak yang sama dengan pasangan elektron ikatan. Singkatnya, pasangan
elektron bebas dan pasangan elektron ikatan juga tolak menolak sejauh
mungkin (Takeuchi, 2006).
2.2 Penerapan Teori VESPR Dalam Meramalkan Bentuk Molekul
Bentuk molekul adalah gambaran kedudukan atom-atom di dalam suatu
molekul berdasarkan susunan ruang pasangan elektron atom dalam pusat
dalam molekul, pasangan elektron ini baik yang berikatan maupun yang
bebas, yaitu dalam ruang tiga dimensi dan juga menggambarkan besarnya
sudut-sudut yang dibentuk dalam suatu molekul,
Bentuk molekul dapat dijelaskan dengan menggunakan berbagai
pendekatan, yaitu teori hibridisasi orbital, teori medan kristal, dan teori
tolakan pasangan electron (Valence Shell Electron Pair Repulsion atau
VSEPR).
2.2.1 Beberapa Bentuk Molekul Berdasarkan Teori VSEPR
Pada penentuan struktur ruang molekul-molekul berdasarkan teori
VSEPR umumnya atom pusat atom pusat dilambangkan dengan A, jumlah
atom yang diikat atau jumlah pasangan elektron ikatan (PEI)
dilambangkan dengan X dan pasangan elektron bebas atom pusat
dilambangkan dengan E. Berbagai struktur ruang molekul dapat dilihat
pada Tabel.

Nama Sudut Jumlah Jumlah Rumus Bentuk Molekul Contoh


ikatan PEI (X) PEB (E) (AXnEm) senyawa
Linear 180 2 0 AX2 CO2

Trigonal 120 3 0 AX3 BF3


planar

Planar huruf V 2 1 AX2E SO2

Tetrahedral 4 0 AX4 CH4


Piramida 3 1 AX3E NH3
trigonal

Planar bentuk 2 2 AX2E2 H2O


V

Bipiramida 5 0 AX5 PCl5


trigonal

Bipiramida 4 1 AX4E SF4


trigonal

Planar bentuk 3 2 AX3E2 ClF3


T

Linear 2 3 AX2E3 XeF2

Oktahedral 90 6 0 AX6 SF6

Piramida 5 1 AX5E BrF5


segiempat

Segiempat 4 2 AX4E2 XeF4


datar

Keterangan:
PEI = pasangan elektron ikatan, A= atom pusat,
PEB = pasangan elektron bebas Xn = jumlah atom yang diikat atom pusat
Em = jumlah pasangan elektron bebas
Pada Tabel di atas, nama bentuk molekul yang diberi huruf tebal
merupakan bentuk molekul dasar karena semua elektron valensi atom
pusat digunakan untuk membentuk ikatan.
Jika terdapat elektron yang tidak digunakan untuk membentuk ikatan atau
elektron bebas ditunjukan dengan garis putus-putus kemudian dua titik
yang menyatakan pasangan elektron bebas.

2.2.2 Langkah-Langkah Meramal Bentuk Molekul

Langkah-langkah yang digunakan untuk meramal struktur molekul


tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah yang digunakan untuk
menggambar struktur Lewis suatu molekul atau ion poliatomik. Langkah-
langkah yang digunakan untuk meramal bentuk molekul sebagai berikut.

1. Menentukan atom pusat.

2. Tuliskan jumlah elektron valensi dari atom pusat.

3. Menentukan jumlah elektron valensi dari masing-masing substituen jika


berupa atom.

4. Satu elektron dari substituen dipasangkan dengan satu elektron dari


atom pusat sehingga membentuk pasangan elektron (pasangan elektron
ikatan, PEI). Perlu diperhatikan bahwa, bahwa jumlah elektron atom
pusat tidak selalu memenuhi kaidah oktet. Jika masih terdapat substituen
dan masih terdapat elektron pada atom pusat, maka semuanya harus
dipasangkan.

5. Jika semua susbtituen telah dipasangkan dengan elektron atom pusat dan
masih terdapat elektron yang tidak berpasangan, maka elektron tersebut
tetap ditulis pada atom pusat sebagai elektron bebas atau pasangan
elektron bebas (PEB).
6. Jika berupa ion poliatomik, maka setelah semua substituen dipasangkan
kurangi elektron jika ion bermuatan positif dan tambahkan elektron jika
ion bermuatan positif.

7. Menentukan bentuk molekul serta memperkirakan besarnya sudut-sudut


ikatan disekitar atom pusat dengan memperhatikan tolakan-tolakan yang
terjadi agar diperoleh bentuk dengan tolakan yang minimum.

Contoh berilium klorida, BeCl2

Be sebagai atom pusat memiliki 2 elektron valensi dan Cl sebagai substituen


memiliki 7 elektron valensi. Setelah satu elektron valensi dipasangkan
dengan satu elektron dari satu atom Be, masih terdapat satu elektron bebas
pada atom Be. Oleh sebab itu, 1 elektron tersebut dipasangkan dengan satu
elektron dari atom Cl. Setelah semua dipasangkan tidak ada lagi elektron
bebas pada atom Be. Agar tolakan minimum maka kedua atom Cl letaknya
berlawanan membentuk sudut 180°, seperti pada Gambar.

Gambar 9.0

Contoh Boron Trifluorida BF3

Boron sebagai atom pusat memiliki 3 elektron valensi sehingga setelah


berikatan dengan 3 atom F maka tidak ada lagi elektron bebas disekitarnya.
Agar tolakan pasangan elektron ikatan minimal maka setiap ikatan menata
diri mengarah pada pojok-pojok segitiga sama sisi. Bentuk molekul seperti
ini disebut trigonal planar dengan sudut ikatan sebesar 120°.

Gambar 9.2

Contoh Metana, CH4


Gambar 9.3

Agar keempat PEI tolakan minimal maka letaknya mengarah pada pojok-
pojok tetrahedral. CH4 berbentuk tetrahedral normal dengan sudut ikatan H-
C-H sebesar 109,5°.

Contoh Fosfor(V) Fluorida PF5

Gambar 9.4

Lima PEI posisinya `mengarah pada pojok-pojok trigonal bipiramidal.


Bentuk PF5 adalah trigonal bipiramidal. Ikatan P-F yang tegak disebut
ikatan aksial, sedangkan ikatan P-F yang posisinya mendatar disebut
ikatan ekuatorial.

PEI P-F aksial bertolakan dengan 3 PEI P-F ekuatorial dengan sudut
ikatan 90° dan PEI P-F aksial yang lain dengan sudut 180°. PEI P-F
ekuatorial bertolakan dengan 2 PEI P-F ekuatorial yang lain dengan sudut
ikatan 120° dan dengan 2 PEI P-F aksial dengan sudut ikatan 90°.

PEI P-F aksial mempunyai 3 tolakan dengan sudut 90°, sedangkan PEI
P-F ekuatorial hanya memiliki 2 tolakan dengan sudut 90°. Karena hal
inilah, maka dapat dianggap tolakan yang dialami oleh PEI P-F ekuatorial
lebih lemah daripada tolakan yang dialami oleh PEI P-F aksial. Atau dapat
dikatakan ikatan ekuatorial lebih longgar daripada posisi aksial.

Tolakan yang dialami oleh PEI P-F aksial akan berkurang apabila PEI
aksial menjadi lebih kurus atau lebih ramping. Hal ini dapat dicapai bila
ikatan P-F aksial lebih panjang daripada ikatan P-F ekuatorial. Hal ini telah
dibuktikan dengan eksperimen bahwa ikatan P-F aksial dalam molekul PF 5
lebih panjang dibanding ikatan P-F ekuatorial.

Dalam sebuah molekul yang atom pusanya mengikat susbstituen sama


dengan bentuk molekul trigonal bipiramidal, ikatan aksial selalu lebih
panjang daripada ikatan ekuatorial.

Belerang Heksafluorida, SF6

Gambar 9.5

Agar enam PEI tolakan minimal maka posisi 6 ikatan mengarah pada pojok-
pojok oktahedral normal.

Iod heptafluorida, IF7


Gambar 9.6

7 PEI posisinya mengarah pada pojok-pojok dari pentagonal bipiramidal


agar tolakan antar PEI menjadi minimal.

2.2.3 Keterbatasan Teori VSEPR

Seperti teori-teori yang lain, teori VSEPR juga memiliki kelemahan-


kelemahan. Beberapa diantaranya sebagai berikut.

Banyak senyawa logam transisi strukturnya tidak dapat dijelaskan


menggunakan teori VSEPR. Teori VSPER gagal meramalkan struktur
NH3+. Berdasarkan teori VSEPR bentuk molekul NH 3+ adalah trigonal
bipiramidal dengan sudut ikatan lebih kecil dari 120° (sedut normal untuk
atom dengan bilangan koordinasi 3) tetapi lebih besar dari 109,47° (sudut
normal untuk atom bilangan koordiansi 4) karena terdapat satu elektron
tidak berpasangan pada atom N.

Namun berdasarkan hasil eksperimen ternyata bentuk dari NH 3+


adalah segitiga planar dengan sudut ikatan sebesar 120°. Hal ini
disebabkan elektron bebas terdistribusi secara merata pada bagian depan
belakang atom N. Bentuk trigonal piramidal dan trigonal planar seperti
yang ditunjukan pada gambar.

Gambar 9.7 bentuk molekul trigonal piramidal dan trigonal planar


dari NH3+
Struktur senyawa halida triatomik dengan logam golongan 2 tidaklah
linear pada fase gas seperti yang diprediksi oleh teori VSEPR, melainkan
berbentuk tekuk (sudut X-M-X : CaF2, 145°; SrF2, 120°; BaF2, 108°;
SrCl2, 130°; BaCl2, 115°; BaBr2, 115°; BaI2, 105°). Gillespie mengajukan
bahwa ini disebabkan oleh interaksi ligan dengan elektron pada inti atom
logam yang menyebabkan polarisasi atom, sehingga kelopak dalam atom
tidaklah simetris berbentuk bola dan memengaruhi geometri molekul.

Teori VSEPR dapat digunakan untuk meramal bentuk molekul dari


hidrida-hidrida unsur-unsur pada periode 3 dan 4 seperti H2S, H2Se, PH3,
AsH3 dan SbH3, namun gagal meramal besar sudut ikatan yang ada.

Berdasarkan teori VSEPR H2S dan H2Se berbentuk huruf V dengan


besar sudut ikatan H-E-H (E=S atau Se) sekitar 104,5°C seperti sudut
ikatan H2O. Namun berdasarkan eksperimen diperoleh besar sudut H-E-H
mendekati 90° walaupun berbentuk V.

Sedangkan bentuk molekul PH3, AsH3 dan SbH3 berdasarkan teori


VSEPR berbentuk trigonal piramidal dengan sudut ikatan H-E-H (E = P,
As atau Sb) sekitar 107,3° seperti sudut ikatan NH 3. Namun berdasarkan
eksperimen diperoleh bahwa besar sudut ikatan H-E-H m,endekati 90°
walaupun berbentuk trigonal piramidal.

2.3 Perbedaan Sudut Dan Panjang Ikatan Pada Molekul-Molekul


2.3.1 Perbedaan Sudut Ikatan Pada Molekul-Molekul.
Molekul dan ion poliatomik yang atom pusatnya memiliki bilangan
koordinasi yang sama, mengikat substituent-substituen yang sejenis dan
tidak memiliki pasangan electron bebas, akan memiliki bentuk dan sudut
ikatan yang sama.

Tabel 9.1

Bentuk Molekul Dan Besarnya Sudut Ikatan Disekitar Atom Pusat


No Rumus Bentuk Contoh Sudut ikatan

1 AX2 Linear BeH2, BeCl2, Be(CH3), HgCl2, HgBr2, 1800


HgI2, [Ag(CN)2]-, [Au(CN)2]-

2 AX3 Segitiga BF3, BCl3, BBr3, BI3, B(CH3)3, 1200


planar B(OCH3)3, GaI3, In(CH3)3

3 AX4 Tetrahedral CH4, SiH4, GeH4, SnH4, CF4, CCI4,


SiCl4, GeCI4, SnCI4, C(CH3)4, Si(CH3)4,
NH4+, BF4-

4 AX5 Trigonal PF5, PCl5, PBr5, PI5, AsF5, AsCl5, SbF5, 900 (ak-eku)
piramida SbCl5, BiF5, TaCl5,NbCl5
1200 (eku-eku)

1800 (ak-ak)

5 AX6 oktahedral SF6, SCI6, SBr6, SeF6, TeF6, MoF6, WF6 900 (cis) dan

1800 (trans)

Keterangan: ak = aksial; eku= ekuatorial

Adanya sebuah pasangan electron bebas pada kulit valensi atom pusat
akan berpengaruh terhadap besarnya sudut-sudut ikatan yang ada disekitar
atom pusat. Untuk molekul dengan bilangan koordinasi 4, adanya sebuah
pasangan electron bebas pada kulit valensiatom pusat akan menghasilkan
bentuk trigonal pyramidal dengan besarnya sudut ikatan lebih kecil dari
109028

Tabel 9.2

Sudut-sudut ikatan molekul Trigonal Piramidal

Molekul Sudut ikatan (0) Molekul Sudut Ikatan


(0)
PF3 97,7 (1) Asf3 95,8 (1)
PCl3 1003,3 (1) AsCl3 98,9 (2)
PBr3 101,0 (4) AsBr3 99,8 (2)
PI3 102 AsI3 100,2 (4)
SbF3 87,3
SBCl3 97,1 (2) BiCl3 84,4 dan 94
SbBr3 98,2 (8) BiBr3 100
SbI3 99 (1)

Berdasarkan data pada Tabel 9.2 dapat disimpulkan bahwa:

1. Untuk atom pusat yang sama sudut ikatan bertambah kecil dengan
bertambahnya keelektronegatifan substituent-substituen yang diikat
oleh atom pusat

2. Untuk substituent-substituen yang sama sudut ikatan cendrung


bertambah kecil dengan bertambahnya ukuran atom pusat, kecuali
untuk BiBr3.

Berkurangnya sudut ikatan dengan bertambahnya ukuran atom pusat juga


teramati pada SF4 dan SeF4 yang berbentuk sessaw. Pada SF4besar sudut
ikatan F (ek)-S-F(ek) dan F(ak)-S-F(ak) adalah 101,6(5) dan 173,1(5) 0,
sedangakan pada SeF4 besar sudut akatan F(ek)-Se-F(ek) dan F(ak) adalah
100,6(7) dan 169,2(7)0. Untuk molekul dengan bilangan koordinasi 4 dan
5 adanya dua buah pasangan electron bebas pada kulit valensi atom pusat
akan berpengaruh terhadap besarnya sudut-sudut ikatann yang ada
disekitar atom pusat seperti contoh-contoh pada Tabel 9.3

Tabel 9.3

Sudut-sudut ikatan molekul dengan atom pusat


Memiliki BK 4 dan 5 serta 2 PEB

Sudut Ikatan Sudut Ikatan


Molekul Bentuk H-E-H Molekul Bentuk F(ak)-E-F(ek)
(E = O,S,Se) (E=Cl,Br)
H2O Huruf V 104,50 ClF3 Huruf T 87,290
H2S Huruf V 92,00 BrF3 Bengkok 860 13’
H2Se Huruf V 91,00 Huruf T
Bengkok

Sudut ikatan ideal untuk H-E-H (E= O, S, Se) adalah 109 028’ dan F(ak)-E-
F(ek) (E=CI, Br) adalah 900

Data pada tabel 9.3 juga menujukkan bahwa:

1. Untuk atom pusat yang sama sudut ikatan bertambah kecil dengan
bertambahnya keelektronegatifan substituent-substituen yang diikat
oleh atom pusat,

2. Untuk substituent-substituen yang sama, sudut ikatan cenderung


bertambah kecil dengan bertambahnya ukuran atom pusat.

Dari contoh-contoh sebelumnya tampak adanya kecenderungan bahwa


pengaruh dari pasangan electron bebas terhadap pengecilan sudut-sudut
ikatan disekitar atom pusat cenderung bertambah dengan bertambahnya
ukuran atom pusat.
Pada molekul dan ion poliatomik yang atom pusatnya memliki
bilangan koordinasi 6, adanya 2 pasangan electron bebas yang berposisi
trans tidak berpengaruh terhadap sudut ikatan yang ada. Hal ini teramati
pada XeF4, BrF4-, dan ICI4- yang berbentuk bujursangkar. Pada molekul dan
ion poliatomik yang atom pusatnya memiliki bilangan koordinasi 5,
adanya 3 pasangan electron bebas yang berada pada posisi ekuatorial juga
tidak berpengaruh terhadap sudut ikatan yang ada. Hal in teramati pada
XeF2, Br3-, I3-, ICI2-, ICIBr-, dan I2Br- yang berbentuk linear.
3.2 Perbedaan Panjang Ikatan Pada Molekul-Molekul

Ikatan- ikatan yang sama yang terjadi antaa dua atom dapat berbeda
panjangnya. Hal ini dipengaruhi oleh dua factor, yaitu:

1. Jumlah pasangan electron bebas yang terdapat pada kulit valensi atom
pusat

2. Perbedaan substituent yang diikat oleh atom pusat.

Pengaruh adanya pasangan electron bebas terhadap panjang ikatan dapat


diamati pada ion-ion sulfit, sulfat, selenit, dan selenat yang datanya diberikan
pada Tabel 9.4

Tabel 9.4

Sudut dan panjang ikatan ion sulfit, sulfat, selenit dan selenat

Ion Jumlah PEB BK atom Panjang ikatan Sudut ikatan


Pada kulit valensi atom pusat E-O (pm) O-E-O (0)
pusat (E=S,Se)
SO32- 1 4 153,0(6) 106
SO42- 0 4 146,8(6) 109,47
SeO32- 1 4 169,7(8) 101
SeO42- 0 4 164,1(4) 109,47

Pada contoh-contoh tersebut tampak bahwa adanya PEB pada kulit valensi
atom pusat menyebabkan berkurangnya sudut ikatan O-E-O (E=S, Se)
sehingga tolakan antar pasangan-pasangan electron ikatan E-O bertambah
besar. Tolakan ini dapat dikurangin apabila pasangan electron ikatan E-O
semakin ramping. Hal ini terjadi jika ikatan E-O bertambah panjang.
Pengaruh banyaknya pasangan electron bebas terhadap panjang ikatan
juga ditunjukkan dengan jelas pada ion-ion (XOn)- (X=Cl, Br, I; n=1,2,3,4)
yang datanya diberikan pada Tabel 9.5. data ini diperoleh dari artikel yang
ditulis oleh straub pada tahun 1995.

Tabel 9.5

Panjang ikatan pada ion XOn)- (X=Cl, Br, I; n=1,2,3,4)

Ion Jumlah PEB pada kulit valensi BK atom pusat Panjang ikatan X-
atom pusat O (pm)
ClO- 3 4 167,3(8)
ClO2- 2 4 157,7(2)
ClO-3 1 4 148,6(2)
ClO-4 0 4 142,7(5)
BrO- 3 4 181,4(9)
BrO-2 2 4 171,6(2)
BrO-3 1 4 165,9(2)
BrO-4 0 4 160,5(3)
IO- 3 4 192,9(10)
IO-2 2 4 -
IO-3 1 4 180,9(2)
IO-4 0 4 177,5(7)

Pada contoh-contoh tersebut tampak bahwa bertambahnya jumlah PEB dapat


menyebabkan semakin mengecilnya sudut ikatan O-X-O (X=Cl, Br, I) yang
diimbangan dengan bertambah panjangnya ikatan X-O (X=Cl, Br,I).

Adanya pasangan-pasangan electron bebas pada kulit valensi atom pusat


munhkin tidak memengaruhi sudut-sudut ikatan yang ada, akan tetapi
bertambahnya jumlah pasangan elktron bebas yang terdapat pada kulit
valensi atom pusat ini tampaknya dapat memperpanjang ikatan-ikatan yan
ada. Hal itu teramati pada XeF2 yang berbentuk linear dan XeF4 yang
berbentuk bujursankar. Untuk XeF2 pada kulit valensi aom pusatnya terdapat 3
paangan electron bebas, sedangkan untuk XeF 4 pada kulit valensi atom
pusatnya terdapat 2 pasangan electron bebas. Panjang ikatan Xe-F pada XeF 2
adalah 197,7 (2) pm sedangkan pada XeF4 adalah 194(1) pm. Perbedaan ini
terjadi karena XeF2 memiliki 3 PEB, sedangkan XeF4 memiliki 2 PEB.

Kekuatan tolakan pasagan electron ikatan rangkap dapat di anggap tidak


berbeda dengan kekuatan olakan pasangan electron bebas. Hal
ini ditunjukkan dengan perbedaan sudut dan panjang
ikatan yang terdapat pada molekul SO2 dan SO3.

Gambar. 9.8

SO2 dan SO3.

SO2 berbentuk huruf V dengan sudut ikatan O-S-O sebesar 119,50


sedangkan SO3 berbentuk segitiga planar denga sudut ikatan O-S-O sebesar
1200. Ikatan S-O pada 2 molekul sama panjang yaitu 143 pm.

Adanya electron tak berpasangan disamping pasangan electron bebas juga


berpengaruh terhadap bebaasnya sudut dan panjang ikatan seperti yang
teramati untuk spesies NO2+, NO2 dan NO2- yang datanya diberikan pada tabel
9.6

Tabel 9.6

Sudut dan panjang ikatan pada NO2+, NO2 dan NO2-


Spesies Jumlah PEB atau ETB BK Panjang Sudut ikatan
pada kulit valensi atom ikatan N-O O-N-O (0)
N (pm)
NO2+ 0 2 110 180
NO2 ETB=1 2,5 119 134,3
NO2- ETB=1 3 124 115

Data pada tabel 9.6 menunjukan bahwa bertambahnya bilangan koordinasi


atom pusat akan memperkecil sudut ikatan O-N-O dan diimbangi dengan
bertambahnya panjang ikatan N-O untuk mengurangi tolakan antara pasangan-
pasangan electron ikatan yang ada. Penjelasan yang lain yakni kekuatan
tolakan yang ditimbulkan oleh ETB < PEB sehingga besar sudut ikatan O-N-
O pada NO2 > NO2-. Akibatnya, panjang ikatan NO pada NO2 < NO2-.

115 pm 119,7 pm 124 pm

134,3 pm
115 pm

119,7 pm 124 pm

Gambar 9.9

Perbedaan panjang ikatan N-O pada NO2+, NO2 dan NO2-

Bertambah panjangnya ikatan akibat kenaikan bilangan koordinasi atom pusat


juga teramati pada BF3 dan BF4- yang strukturnya diberikan pada gambar 9.3.

131,2 pm 141 pm
Gambar 10 perbedaan panjang ikatan B-F pada BF3 dan BF4-

Secara umum dapat disimpulkan bahwa pengurangan sudut ikatan cenderung


diimbangi dengan bertambah panjangnya ikatan sebaliknya.

Perbedaan panjang ikatan juga terjadi akibat perbedaan subtituen yang


iikat oleh atom pusat. Hal itu teramat untuk panjang ikatan P=O pada molekul
POF3 dan POCl3 yang strukturnya diberikan pada gambar 9.4.

143,5(6) pm 144,7 pm

152,4 (3)pm 199,3 pm

101,3(2)0

Gambar 10.1

Perbedaan panjang ikatan P=O pada POF3 dan POCl3

Sudut ikatan Cl-P-Cl adalah lebih besar dari sudut ikatan F-P-F karena atom
flour lebih elektronegatif dari pada atom klorin, sebaliknya sudut ikatan F-P-O
lebih besar dari sudut ikatan Cl-P-O. akibatnya ikatan P=O pada POF 3 lebih
pendek dari pada ikatan POCl3. Fakta yang sama juga teramati untuk panang
ikatan P=S seperti yang ditunjukkan pada gambar 9.5.

186,6 pm 188,5 pm

153,8 pm 201,1 pm
99,6 pm 101,8(0)0

Gambar 10,2

Perbedaan panjang ikatan P=S pada PSF3 dan PSCl3

Pengaruh perbedaan subtituen terhadap panjang ikatan juga teramati pada


molekul POCl3 dan PSCl3 yang keduanya berbentuk tetrahedral terdistorsi
seperti ditunjukkan pada gambar 9.4 dan 9.5. keelektronegatifan atom O > S
sehingga sudut ikatan S-P-Cl > O-P-Cl, sebaliknya sudut ikatan Cl-P-Cl pada
PSCl3 lebih kecil daripada sudut ikatan Cl-P-Cl pada POCl 3. Hal itu diimbangi
dengan ikatan P-Cl pada PSCl3 yang lebbih panjang daripada ikatan P-Cl pada
POCl3.

Pergantian atom pusat juga dapat mempengaruhi panjang ikatan. Hal itu
teramati pada molekul ClO2 dan OCl2 yang keduanya berbentuk huruf V
seperti ditunjukkan pada gambar 9.6

Gambar 10.3

Perbedaan panjang ikatan O-Cl pada OCl2 dan ClO2


Bilangan koordinasi atom Cl pada ClO 2 adalah 3,5 sehingga pada kulit
valensi atom Cl terdapat sebuah pasangan elktron bebas dan sebuah electron
tak berpasangan. Bilangan koordinasi atom O pada OCl2 adalah 4 sehingga
pada kulit valensi atom O terdapat dua buah pasangan electron bebas. Hal ini
memnyebabkan sudut ikatan Ci-O-Cl pada OCl 2 adalah lebih kecil daripada
sudut ikatan O-Cl-O dalam ClO2. Sebaliknya, ikatan O-Cl pada OCl 2 lebih
panjang daripada ikatan Cl-O pada ClO2. Disamping itu, perbedaan panjang
ikatan O-Cl karena ikatan O-Cl pada OCl 2 berorde satu, sedangkan pada ClO2
berorde dua.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
3.1.1 Teori ini menjelaskan bahwa jumlah pasangan elektron menentukan
penyusunan pasangan-pasangan elektron di sekitar atom pusat
molekul. Terdapat gaya tolak elektrostatik antara dua pasangan
elektron yang cenderung menolak orbital atom satu sama lain sejauh
mungkin. Karena pasangan elektron menempati orbital atom,
pasangan elektron bebas juga mempunyai dampak yang sama dengan
pasangan elektron ikatan. Singkatnya, pasangan elektron bebas dan
pasangan elektron ikatan juga tolak menolak sejauh mungkin
(Takeuchi, 2006).

3.1.2 Langkah-Langkah Meramal Bentuk Molekul

Langkah-langkah yang digunakan untuk meramal struktur molekul


tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah yang digunakan untuk
menggambar struktur Lewis suatu molekul atau ion poliatomik.
Langkah-langkah yang digunakan untuk meramal bentuk molekul
sebagai berikut :

1. Menentukan atom pusat.

2. Tuliskan jumlah elektron valensi dari atom pusat.

3. Menentukan jumlah elektron valensi dari masing-masing


substituen jika berupa atom.

4. Satu elektron dari substituen dipasangkan dengan satu elektron


dari atom pusat sehingga membentuk pasangan elektron (pasangan
elektron ikatan, PEI). Perlu diperhatikan bahwa, bahwa jumlah
elektron atom pusat tidak selalu memenuhi kaidah oktet. Jika
masih terdapat substituen dan masih terdapat elektron pada atom
pusat, maka semuanya harus dipasangkan.

5. Jika semua susbtituen telah dipasangkan dengan elektron atom


pusat dan masih terdapat elektron yang tidak berpasangan, maka
elektron tersebut tetap ditulis pada atom pusat sebagai elektron
bebas atau pasangan elektron bebas (PEB).

6. Jika berupa ion poliatomik, maka setelah semua substituen


dipasangkan kurangi elektron jika ion bermuatan positif dan
tambahkan elektron jika ion bermuatan positif.

7. Menentukan bentuk molekul serta memperkirakan besarnya sudut-


sudut ikatan disekitar atom pusat dengan memperhatikan tolakan-
tolakan yang terjadi agar diperoleh bentuk dengan tolakan yang
minimum.
DAFTAR PUSTAKA

Effendy.2013. Teori VSEPR Kepolaran Dan Gaya Antarmolekul. Malang:


Bayumedia Publishing.

Sukardjo, 1985, Ikatan Kimia, Jakarta : Bina aksara

wanibesak.wordpress.com/2011/06/18/teori-vsepr-dan-geometri-molekul

Anda mungkin juga menyukai