Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL----------------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR----------------------------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------- ii
DAFTAR TABEL--------------------------------------------------------------------------iii
DAFTAR GAMBAR-----------------------------------------------------------------------iv
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang--------------------------------------------------------------- 1
1.2 Rumusan Masalah----------------------------------------------------------- 2
1.3 Tujuan ------------------------------------------------------------------------ 2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Teori VSEPR-------------------------------------------------------------------
2.2 Penerapan Teori VESPR Dalam Meramalkan Bentuk Molekul---------
2.3 Perbedaan Sudut Dan Panjang Ikatan Pada Molekul-Molekul----------
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan-----------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 9.0 bentuk mlekul berdasarkan teori VSEPR
Table 9.1 Bentuk Molekul Dan Besarnya Sudut Ikatan Disekitar Atom Pusat
Tabel 9.4 Sudut dan panjang ikatan ion sulfit, sulfat, selenit dan selenat
Tabel 9.5 Panjang ikatan pada ion XOn)- (X=Cl, Br, I; n=1,2,3,4)
Tabel 9.6 Sudut dan panjang ikatan pada NO2+, NO2 dan NO2-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 9.7 bentuk molekul trigonal piramidal dan trigonal planar dari NH3+
Gambar 9.9 Perbedaan panjang ikatan N-O pada NO2+, NO2 dan NO2-
Gambar 10.1 Perbedaan panjang ikatan P=O pada POF3 dan POCl3
Gambar 10,2 Perbedaan panjang ikatan P=S pada PSF3 dan PSCl3
Gambar 10.3 Perbedaan panjang ikatan O-Cl pada OCl2 dan ClO2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bentuk molekul adalah susunan tiga dimensi dari atom-atom dalam suatu
molekul. Bentuk molekul mempengaruhi sifat-sifat fisis dan kimianya, seperti
titik leleh, titik didih, kerapatan, dan jenis reaksi yang dialaminya. Secara
umum panjang ikatan dan sudut ikatan harus ditentukan lewat percobaan.
Tetapi terdapat cara sederhana yang memungkinkan kita untuk meramalkan
bentuk molekul atau ion dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi jika
kita mengetahui jumlah elektron di sekitar atom pusat dalam struktur lewis-
nya. Dasar pendekatan ini adalah asumsi bahwa pasangan di kulit valensi
suatu atom saling bertolakan satu sama lain. Kulit valensi (valence shell)
adalah kulit terluar yang ditempati elektron dalam suatu atom yang biasanya
terlibat dalam suatu ikatan. Dalam ikatan kovalen, yang sering disebut
pasangan ikatan berperan dalam mengikat dua atom. Tetapi dalam molekul
poliatomik , dimana terdapat dua atau lebih ikatan antara atom pusat dan atom
disekitarnya, tolak-menolak antara elektron-elektron dalam pasangan ikatan
yang berbeda menyebabkan pasangan itu berada sejauh mungkin satu sama
lain. Bentuk yang dipilih suatu molekul meminimalkan tolakan (seperti
terlihat dari posisi seluruh atom). Pendekatan untuk kajian bentuk molekul ini
disebut model tolakan pasangan – elektron kulit – valensi (TPEKV) (Valence
– shell electron – pair repulsion, VSEPR), karena pendekatan ini menjelaskan
susunan geometrik dari pasangan elektron disekitar atom pusat sebagai akibat
tolak-menolak antara pasangan elektron.
Dengan model ini, kita dapat meramalkan bentuk molekul (dan ion) secara
sistematis. Untuk tujuan ini, molekul-molekul dibagi ke dalam dua golongan,
berdasarkan pada apakah atom pusatnya mengandung pasangan elektron bebas
atau tidak.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Teori VSEPR dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul?
1.2.2 Bagaimana Langkah-langkah menentukan bentuk-bentuk molekul?
1.2.3 Apa perbedaan sudut ikatan dan panjang ikatan pada molekul-
molekul?
1.3 Tujuan
1.3.1 Agar mengetahui teori VSEPR dalam meramalkan bentuk-bentuk
molekul
1.3.2 Agar mengetahui bentuk-bentuk molekul
1.3.3 Agar mengetahui langkah-langkah dalam meramalkan bentuk-bentuk
molekul
1.3.4 Agar mengetahui perbedaan sudut ikatan dan panjang ikatan pada
molekul-molekul
BAB II
PEMBAHASAN
Keterangan:
PEI = pasangan elektron ikatan, A= atom pusat,
PEB = pasangan elektron bebas Xn = jumlah atom yang diikat atom pusat
Em = jumlah pasangan elektron bebas
Pada Tabel di atas, nama bentuk molekul yang diberi huruf tebal
merupakan bentuk molekul dasar karena semua elektron valensi atom
pusat digunakan untuk membentuk ikatan.
Jika terdapat elektron yang tidak digunakan untuk membentuk ikatan atau
elektron bebas ditunjukan dengan garis putus-putus kemudian dua titik
yang menyatakan pasangan elektron bebas.
5. Jika semua susbtituen telah dipasangkan dengan elektron atom pusat dan
masih terdapat elektron yang tidak berpasangan, maka elektron tersebut
tetap ditulis pada atom pusat sebagai elektron bebas atau pasangan
elektron bebas (PEB).
6. Jika berupa ion poliatomik, maka setelah semua substituen dipasangkan
kurangi elektron jika ion bermuatan positif dan tambahkan elektron jika
ion bermuatan positif.
Gambar 9.0
Gambar 9.2
Agar keempat PEI tolakan minimal maka letaknya mengarah pada pojok-
pojok tetrahedral. CH4 berbentuk tetrahedral normal dengan sudut ikatan H-
C-H sebesar 109,5°.
Gambar 9.4
PEI P-F aksial bertolakan dengan 3 PEI P-F ekuatorial dengan sudut
ikatan 90° dan PEI P-F aksial yang lain dengan sudut 180°. PEI P-F
ekuatorial bertolakan dengan 2 PEI P-F ekuatorial yang lain dengan sudut
ikatan 120° dan dengan 2 PEI P-F aksial dengan sudut ikatan 90°.
PEI P-F aksial mempunyai 3 tolakan dengan sudut 90°, sedangkan PEI
P-F ekuatorial hanya memiliki 2 tolakan dengan sudut 90°. Karena hal
inilah, maka dapat dianggap tolakan yang dialami oleh PEI P-F ekuatorial
lebih lemah daripada tolakan yang dialami oleh PEI P-F aksial. Atau dapat
dikatakan ikatan ekuatorial lebih longgar daripada posisi aksial.
Tolakan yang dialami oleh PEI P-F aksial akan berkurang apabila PEI
aksial menjadi lebih kurus atau lebih ramping. Hal ini dapat dicapai bila
ikatan P-F aksial lebih panjang daripada ikatan P-F ekuatorial. Hal ini telah
dibuktikan dengan eksperimen bahwa ikatan P-F aksial dalam molekul PF 5
lebih panjang dibanding ikatan P-F ekuatorial.
Gambar 9.5
Agar enam PEI tolakan minimal maka posisi 6 ikatan mengarah pada pojok-
pojok oktahedral normal.
Tabel 9.1
4 AX5 Trigonal PF5, PCl5, PBr5, PI5, AsF5, AsCl5, SbF5, 900 (ak-eku)
piramida SbCl5, BiF5, TaCl5,NbCl5
1200 (eku-eku)
1800 (ak-ak)
5 AX6 oktahedral SF6, SCI6, SBr6, SeF6, TeF6, MoF6, WF6 900 (cis) dan
1800 (trans)
Adanya sebuah pasangan electron bebas pada kulit valensi atom pusat
akan berpengaruh terhadap besarnya sudut-sudut ikatan yang ada disekitar
atom pusat. Untuk molekul dengan bilangan koordinasi 4, adanya sebuah
pasangan electron bebas pada kulit valensiatom pusat akan menghasilkan
bentuk trigonal pyramidal dengan besarnya sudut ikatan lebih kecil dari
109028
Tabel 9.2
1. Untuk atom pusat yang sama sudut ikatan bertambah kecil dengan
bertambahnya keelektronegatifan substituent-substituen yang diikat
oleh atom pusat
Tabel 9.3
Sudut ikatan ideal untuk H-E-H (E= O, S, Se) adalah 109 028’ dan F(ak)-E-
F(ek) (E=CI, Br) adalah 900
1. Untuk atom pusat yang sama sudut ikatan bertambah kecil dengan
bertambahnya keelektronegatifan substituent-substituen yang diikat
oleh atom pusat,
Ikatan- ikatan yang sama yang terjadi antaa dua atom dapat berbeda
panjangnya. Hal ini dipengaruhi oleh dua factor, yaitu:
1. Jumlah pasangan electron bebas yang terdapat pada kulit valensi atom
pusat
Tabel 9.4
Sudut dan panjang ikatan ion sulfit, sulfat, selenit dan selenat
Pada contoh-contoh tersebut tampak bahwa adanya PEB pada kulit valensi
atom pusat menyebabkan berkurangnya sudut ikatan O-E-O (E=S, Se)
sehingga tolakan antar pasangan-pasangan electron ikatan E-O bertambah
besar. Tolakan ini dapat dikurangin apabila pasangan electron ikatan E-O
semakin ramping. Hal ini terjadi jika ikatan E-O bertambah panjang.
Pengaruh banyaknya pasangan electron bebas terhadap panjang ikatan
juga ditunjukkan dengan jelas pada ion-ion (XOn)- (X=Cl, Br, I; n=1,2,3,4)
yang datanya diberikan pada Tabel 9.5. data ini diperoleh dari artikel yang
ditulis oleh straub pada tahun 1995.
Tabel 9.5
Ion Jumlah PEB pada kulit valensi BK atom pusat Panjang ikatan X-
atom pusat O (pm)
ClO- 3 4 167,3(8)
ClO2- 2 4 157,7(2)
ClO-3 1 4 148,6(2)
ClO-4 0 4 142,7(5)
BrO- 3 4 181,4(9)
BrO-2 2 4 171,6(2)
BrO-3 1 4 165,9(2)
BrO-4 0 4 160,5(3)
IO- 3 4 192,9(10)
IO-2 2 4 -
IO-3 1 4 180,9(2)
IO-4 0 4 177,5(7)
Gambar. 9.8
Tabel 9.6
134,3 pm
115 pm
119,7 pm 124 pm
Gambar 9.9
131,2 pm 141 pm
Gambar 10 perbedaan panjang ikatan B-F pada BF3 dan BF4-
143,5(6) pm 144,7 pm
101,3(2)0
Gambar 10.1
Sudut ikatan Cl-P-Cl adalah lebih besar dari sudut ikatan F-P-F karena atom
flour lebih elektronegatif dari pada atom klorin, sebaliknya sudut ikatan F-P-O
lebih besar dari sudut ikatan Cl-P-O. akibatnya ikatan P=O pada POF 3 lebih
pendek dari pada ikatan POCl3. Fakta yang sama juga teramati untuk panang
ikatan P=S seperti yang ditunjukkan pada gambar 9.5.
186,6 pm 188,5 pm
153,8 pm 201,1 pm
99,6 pm 101,8(0)0
Gambar 10,2
Pergantian atom pusat juga dapat mempengaruhi panjang ikatan. Hal itu
teramati pada molekul ClO2 dan OCl2 yang keduanya berbentuk huruf V
seperti ditunjukkan pada gambar 9.6
Gambar 10.3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.1.1 Teori ini menjelaskan bahwa jumlah pasangan elektron menentukan
penyusunan pasangan-pasangan elektron di sekitar atom pusat
molekul. Terdapat gaya tolak elektrostatik antara dua pasangan
elektron yang cenderung menolak orbital atom satu sama lain sejauh
mungkin. Karena pasangan elektron menempati orbital atom,
pasangan elektron bebas juga mempunyai dampak yang sama dengan
pasangan elektron ikatan. Singkatnya, pasangan elektron bebas dan
pasangan elektron ikatan juga tolak menolak sejauh mungkin
(Takeuchi, 2006).
wanibesak.wordpress.com/2011/06/18/teori-vsepr-dan-geometri-molekul