Anda di halaman 1dari 8

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Teori Konsep Diabetes Mellitus Tipe II

2.1.1 Defenisi Diabetes Mellitus

Diabetes tipe 2 adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan gula

darah karena berkurangnya sekresi insulin dan/atau gangguan fungsi insulin (resistensi

insulin) dari sel beta pancreas (Soegondo, Soewondo, dan Subekti, 2018).

2.1.2 Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah :

1) Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat

kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah

menjadi 200mg%.

2) Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya

penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi

pembuluh darah perifer.

3) Riwayat Keluarga

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga

bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot

dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.

4) Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250

mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35

mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.

5) Umur

Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.

6) Faktor Genetik

DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental. Penyakit ini sudah

lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal

terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau

saudara kandung mengalami penyakit ini.

7) Alkohol dan Rokok

Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga

akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan

meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang

setara dengan 100 ml proof wiski, 24

2.1.3 Pathogenesis

Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut.

Defisiensi insulin dapat terjadi karena pengaruh eksternal (virus, bahan kimia, dll),

desensitisasi atau pengurangan reseptor glukosa di pankreas, ketidakpekaan atau gangguan

reseptor insulin di jaringan perifer..

2.1.4 Pathofisiologi
Diabetes tipe 2 disebabkan oleh kegagalan sel target insulin untuk merespon insulin

dengan baik, suatu kondisi yang biasa disebut sebagai resistensi insulin. Kurangnya

aktivitas fisik dan penuaan. Pada diabetes mellitus tipe II, glukosa heptik juga dapat

diproduksi secara berlebihan tanpa menyebabkan kerusakan auto imun.

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi

insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian

insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus

terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,

keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-

sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis DM tipe II Penyandang DM tipe II mengalami awitan, manifetasi yang

lambat dan sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan untuk

beberapa masalah lain. Polifagia jarang dijumpain dan penurunan berat badan tidak terjadi.

Manifestasi lain juga akibat hiperglikemi, penglihatan buram, keletihan, paratesia, dan infeksi

kulit.
2.2 STRESS

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu,

suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari,

setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap

fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam kesimbangan

fisiologis (Meivy dkk, 2017).

Stres dua kali lebih mudah menyerang penyandang diabetes dibandingkan orang yang

tidak mengidap diabetes (Utami et al., 2016). Stres yang dialami oleh penyandang DM dapat

berdampak pada gangguan pengontrolan glukosa. Stres yang tinggi dapat memicu

peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh sehingga semakin tinggi stres yang dialami

oleh penyandang DM maka DM yang diderita juga semakin bertambah buruk (Derek, Rottie,

& Kallo, 2017).

2.2.1 Klasifikasi stress menurut Jenita DT Donsu (2017) :

a) Stres akut
Stres yang dikenal juga dengan flight or flight response. Stres akut adalah respon tubuh

terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respons stres akut yang segera

dan intensif di beberapa keadaan dapat menimbulkan gemetaran.

b) Stress kronis

Stres kronis adalah stres yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi, dan efeknya lebih

panjang dan lebih.

2.2.2 Menurut Priyoto (2014) menurut gejalanya stres dibagi menjadi tiga yaitu:

a) Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti banyak

tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi stres ringan berlangsung

beberapa menit atau jam saja. Ciri-ciri stres ringan yaitu semangat meningkat,

penglihatan tajam, energy meningkat namun cadangan energinya menurun,

kemampuan menyelesaikan pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab,

kadangkadang terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otak, perasaan tidak

santai. Stres ringan berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikir dan

berusaha lbih tangguh menghadapi tantangan hidup.

a) Stres Sedang

Stres sedang berlangsung lebih lama daripada stress ringan. Penyebab stres sedang

yaitu situasi yang tidak terselesaikan dengan rekan, anak yang sakit, atau

ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga. Ciri-ciri stres sedang yaitu sakit

perut, mules, otot-otot terasa tengang, perasaan tegang, gangguan tidur, badan terasa

ringan.

b) Stres Berat

Stres berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang dapat berlangsung

beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan perkawinan secara terus

menerus, kesulitan financial yang berlangsung lama karena tidak ada perbaikan,

berpisah dengan keluarga, berpindah tempat tinggal mempunyai penyakit kronis dan

termasuk perubahan fisik, psikologis sosial pada usia lanjut.

Ciri-ciri stres berat yaitu sulit beraktivitas, gangguan hubungan sosial, sulit tidur,

negatifistic, penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan meningkat, tidak

mampu melakukan pekerjaan sederhana, gangguan sistem meningkatm perasaan takut

meningkat.
2.2.1 Faktor resiko stress pada pasien diabetes mellitus type II

1) Stres fisiologik

Yang dialami penyandang DM dapat berupa gangguan pengontrolan glukosa, luka yang

lama sembuh, mudah haus, mudah lapar, mengeluh lelah, dan mengantuk (Pratiwi et al.,

2014).

2) Stres mental

Pada penyandang DM dapat berupa berkurangnya peran dalam rumah tangga, hilangnya

pekerjaan, dan pendapatan yang menurun. Selain itu, secara sosial seorang penyandang

DM dengan luka diabetik juga akan dikucilkan oleh orang lain karena luka yang tampak

kotor dan bau yang ditimbulkan.

3) Stres emosional

Pada penyandang DM seperti sikap menyangkal, obsesi, marah, takut, dan frustasi

(Utami et al., 2016; Yan et al., 2017).

2.3 KADAR GULA DARAH

Menurut Baron,(2017). glukosa darah merupakan karbohidrat dalam bentuk monosakarida

yang terdapat dalam darah, Glukosa adalah bahan bakar utama dalam jaringan tubuh serta

berfungsi untuk menghasilkan energi.

Menurut Maulana,( 2015). gula darah meningkat setelah makan atau minum minuman

yang mengandung kadar glukosa di dalamnya. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada

batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat

setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan.

Untuk mempertahakan kadar gula darah salah satunya dengan mengatur pola makan.

Pengaturan makanan bagi pasien DM bertujuan menjaga dan memelihara tingkat kesehatan
yang optimal sehingga dapat melakukan aktivitas seperti biasanya dan Diet merupakan awal

untuk mengendalikan kadar gula darah pada penderita DM (Hadribroto,2015).

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Diabetes Militus :

1) Olahraga

Dengan berolah raga dapat menurunkan resintensi insulin sehingga insulin dapat

berfungsi secara normal untuk sel di dalam tubuh serta membakar lemak untuk

mencegah terjadinya obesitas.

2) Pola makan

Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat dan tinggi serat dapat mempengaruhi

sel beta pankreas dalam menghasilkan insulin.

3) Cemas

Kecemasan merupakan respon terhadap penyakit yang dirasakan penderita sebagai

suatu tekanan, rasa tidak nyaman, gelisah, dan kecewa. Gangguan psikologis tersebut

membuat penderita menjadi acuh terhadap peraturan pengobatan yang harus dijalankan

seperti diet, terapi medis, dan olahraga sehingga mengakibatkan kadar gula darah tidak

dapat terkontrol.

Perubahan glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 Pada penderiata DM telah terjadi

penurunan kemampuan dalam memproduksi dan merespon insulin atau dapat dikatakan sebagai

resistensi insulin. Selama keadaan resistensi insulin, insulin menjadi tidak efektif. Pada awalnya

adanya peningkatan produksi insulin untuk mengurangi kadar glukosa darah yang meningkat

kemudian keadaan produksi insulin menjadi tidak memadai dan terus berkembang (IDF, 2017).

Menurut Suyono, didapatkan pada penderita DM adanya keadaan jumlah insulin yang kurang atau

keadaan dimana resistensi insulin. Pada keadaan kualitas insulin tidak baik, meskipun insulin ada dan
resptornya juga ada, tetapi dikarenakan adanya kelainan didalam sel itu sendiri atau kerusakan

insulin sebagai kunci, maka pintu sel tidak dapat terbuka sehingga glukosa tidak dapat masuk ke

dalam sel dan tidak dapat dimetabolisme. Pada akhirnya glukosa akan tetap berada di luar sel, yaitu

di aliran darah sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh atau disebut

hiperglikemia (Suyono,2013). Dikatakan hiperglikemia apabila kadar glukosa dalam darah mencapai

≥ 200 pada keadaan glukosa darah acak dan glukosa darah postpradial dan ≥ 126 mg/dL pada

keadaan glukosa darah puasa (IDF, 2017).

c. Glukosa darah pada pasien diabetes meliutus tipe 2

Sepanjang hari kadar glukosa dalam darah akan berfluktuasi dan meningkat setelah mengkonsumsi

makanan. Kadar glukosa berada pada level terendah pada pagi hari sebelum makan atau sebelum

makan pertama pada hari itu. Pada saat itu, pancreas akan terus menskresi insulin dalam jumlah

sedikit, sementara glucagon dilepaskan ketika kadar glukosa darah menurun dan menstimulasi untuk

melepaskan cadangan glukosanya sehingga insulin dan glucagon berpesan untuk mempertahankan

kadar gula darah bersama-sama (Tarwoto et al, 2012). Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat

digunakan sebagai patokan dalam menegakkan diagnosis DM. Berikut kriteria kadar glukosa darah

yang dapat dijadikan patokan dasar :

Anda mungkin juga menyukai