Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN KEBENCANAAN (GEL0109)


ACARA IIIB
PPEMETAAN BAHAYA

Disusun Oleh:

Nama : Clarissa Eleora Arta Gunawan


Giri NIM : 19/438804/GE/08939
Hari : Kamis
Waktu : 12.35
Asisten : 1. Agasi Purnama Jatti
2. Dimas Maula Hayat

LABORATORIUM GEOMORFOLOGI LINGKUNGAN DAN MITIGASI BENCANA


DEPARTEMEN GEOGRAFI LINGKUNGAN
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
Nama : Clarissa Eleora Arta Gunawan Giri Nilai
NIM : 19/438804/GE/08939
Asisten : Agasi Purnama Jatti Dimas Maula
Hayat
Hari Praktikum : Kamis, 12.35

Judul
PEMETAAN
BAHAYA

Tujuan

Tujuan dari acara IIIB “Pemetaan Bahaya” adalah

1. Membuat pemodelan bahaya bencana prioritas


2. Menganalisis hasil pemetaan dan dampak bahaya bencana prioritas
Cara Kerja

Warna Keterangan
Input
Proses
Output
Hasil&Pembahasan

Hasil Praktikum Acara II, adalah :


1. Peta Bhaya Tanah Longsor di Kabupaten Purbalingga (terlampir).
2. Printscreen bobot dan proses pembuatan peta bahaya (terlampir).
3. Peta bahaya x Penggunaan Lahan dan tabel cross luasan penggunaan lahan
terdampak bahaya longsor (terlampir).
4. Print screen peta bahaya Inarish Bencana tanah longsor (terlampir).

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No.
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Tanah longsor merupakan salah satu
bencana hasil pergerakan massa yang dapat merusak barang atau keadaan sekitar akibat
Gerakan dibawahnya atau karena penimbunan material hasil longsoran (Tengah, 2021). Tanah
lonsor merupakan bencana prioritas yang dimilikki ole Kabupaten Purbalingga. Tanah longsor
banyak dipengaruhi oleh faktor alam maupun anthropogenic dan seing kali memakan korban
jiwa dan kerugian harta. Pada dasarnya, peristiwa alam ini merupakan kondisi alam yang
mencari keseimbangan akibat faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhinya dan
menyebabkan tanah bergeser (Alhasanah, 2006).
Banyaknya kerugian yang timbul akibat tanah longsor dibutuhkan adanya mitigasi
bencana yang tepat. Identifikasi kerentanan gerakan tanah adalah cara yang paling efektif dan
ekonomis dalam penyediaan data dasar untuk perencanaan tata ruang dan pemanfaatan lahan
serta adaptasi dan mitigasi bencana (Zhou, 2016). Setelah pembahasan kerawanan, aspek yang
diidentifikasi pada Kabupaten Purbalingga adalah bahaya tanah longsor. Bahaya (Hazard)
merupakan sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai/menyakiti manusia atau
merugikan atau kombinasi dari semuanya, dengan kata lain, apabila terjadi suatu fenomena
alam yang tidak merugikan manusia, maka hal tersebut belum dapat disebut bahaya.
Contohnya adalah terjadinya longsor es di pegunungan kutub utara yang tidak berpenghuni.
Bahaya juga dapat terjadi akibat adanya interaksi antara alam manusia sistem teknologi serta
karakteristik wilayah asal yang mengalami bahaya (Pine, 2009).

Dalam identifikasi gerakan tanah, terdapat beberapa metode yang dapat digunakkan,
yaitu weight of evidence (WOE) dan logistic regression (LR) (Heckmann, 2014). Identifikasi
yang dilakukan untuk bahaya tanah longsor di Kabupaten Purbalingga menggunakan metode
weight of evidence (WOE). Metode ini berbeda dengan metode yang digunakan saat pemetaan
kerawanan tanah longsor. Faktor pembeda keduanya adalah adanya data historis yang
Hasil&Pembahasan

kemudian dimasukkan menjadi salah satu aspek dalam pembobotan. Metode WOE didasarkan
pada informasi yang diperoleh dari hubungan antara parameter penyebab gerakan tanah dan
data kejadian gerakan tanah sehingga hasil prediksi juga mempertimbangkan kejadian longsor
sebelum dan sesudah (Pamela, 2018).
Hasil pemetaan bahaya tanah longsor terbagi menjadi kelas rendah, sedang, dan tinggi.
Tingginya tingkat bahaya yang dimilikki oleh Kabupaten Purbalingga banyak dipengaruhi
oleh jenis formasi batuan, kemiringan lereng, dan juga penggunaan lahan yang dimilikki.
Seperti yang diketahui bahwa banyak wilayah di Kabupaten Purbalingga yang memiliki
kelrengan terjal dan tidak stabil, hal ini bisa menjadi dasar dari bahaya tanah longsor
(Iswahyudi, 2021). Kemudian, formasi batuan di Kabupaten Purbalingga terdiri dari formasi
halang, batuan lempung, formasi rambatan, dan lainnya. Sebagian bersar formasi ini di
dominasi oleh batuan gamping dan pasir di mana batuan pasir merupakan jenis batuan yang
menghasilkan tanah yang cukup rentan dan tidak terlalu kuat. Kemudian berdasarkan
penggunaan lahan juga Kabupaten Purbalingga di dominasi oleh penggunaan lahan pertanian
lahan kering campur seluas 27.649 hektar. Pada urutan kedua didominasi oleh penggunaan
lahan sawah seluas 24.473 hektar. Kedua penggunaan lahan ini tidak memiliki jenis vegetasi
yang memiliki system perakaran yang kuat dan cukup untuk menahan pergerahan tanah
seperti vegetasi yang dimilikki hutan. Luasan hutan tanaman yang memiliki system perakaran
yang kuat dan dapat menahan tanah hanya ada sekitar 6.897 hektar saja.
Hasil pemetaan tingkat bahaya menunjukkan bahwa di Kabupaten Purbalingga
terdapat 14.856 hektar luas wilayah yang memiliki tingkat bahaya rendah, 24.915 hektar
wilayah dengan tingkat bahaya longsor sedang, dan 39.404 hektar luas wilayah yang
teridentifikasi memiliki tingkat bahaya longsor yang tinggi. Identifikasi bahaya longsor juga
dapat dilihat dengan mudah menggunakan situs portal InaRISK. Pada situs portal InaRISK,
memiliki banyak bahaya longsor yang teridentifikasi memiliki tingkat bahaya sedang ke tinggi
di bagian utara Kabupaten Purbalingga. Jika dibandingkan dengan hasil pemetaan ada
beberapa daerah dengan tingkat pemetaan yang sama dan jugaada yang berbeda seperti hasil
olah data menunjukkan pada bagian selatan kabupaten tergolong memiliki tingkat bahaya
sedang. Tetapi jika melihat lokasi yang sama pada InaRISK dapat dilihat bahwa pada bagian
tersebut berpotensi bahaya longsor yang rendah. Hal ini dapat terjadi karena hasil delineasi
praktikan yang kurang tepat dalam mendelineasi luasan area longsor. Berdasarkan data yang
diperoleh dari InaRISK, terdapat 14 kecamatan yang terkena dampak bencana longsor dengan
luas bahaya longosor sebesar 24.500 hektar. Fasilitas umum yang dominan terancam adalah
sekolah, dimana terdapat 6 sekolah yang memiliki tingkat bahaya longsor sedang dan terdapat
76 sekolah yang memilikki tingkat bahaya longsor yang tinggi.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Acara II adalah :
1. Identifikasi yang dilakukan untuk bahaya tanah longsor di Kabupaten Purbalingga
menggunakan metode weight of evidence (WOE). Metode WOE didasarkan pada
informasi yang diperoleh dari hubungan antara parameter penyebab gerakan tanah
dan data kejadian gerakan tanah sehingga hasil prediksi juga mempertimbangkan
kejadian longsor sebelum dan sesudah
2. Hasil pemetaan tingkat bahaya menunjukkan bahwa di Kabupaten Purbalingga
terdapat 14.856 hektar luas wilayah yang memiliki tingkat bahaya rendah, 24.915
hektar wilayah dengan tingkat bahaya longsor sedang, dan 39.404 hektar luas wilayah
yang teridentifikasi memiliki tingkat bahaya longsor yang tinggi. . Berdasarkan data
yang diperoleh dari InaRISK, terdapat 14 kecamatan yang terkena dampak bencana
longsor dengan luas bahaya longosor sebesar 24.500 hektar. Fasilitas umum yang
dominan terancam adalah sekolah, dimana terdapat 6 sekolah yang memiliki tingkat
bahaya longsor sedang dan terdapat 76 sekolah yang memilikki tingkat bahaya
longsor yang tinggi.

Daftar Pustaka
Alhasanah. (2006). Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta Upaya Mitigasinya
Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan
Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat). Repository IPB.
Pine, John. (2009). Natural Hazard Analysis : Reducing The Impact of Disaster. CRC : Boca Raton.
Heckmann, T., Gegg, K., Gegg, A., dan Becht, M. (2014). Sample size matters: investigating the
effect of sample size on a logistic regression susceptibility model for debris flows. Natural
Hazards and Earth System Sciences, 14: 259-278.

Pamela, P., Sadisun, I. A., Kartiko, R. D., & Arifianti, Y. (2018). Metode Kombinasi Weight of
Evidence (WoE) dan Logistic Regression (LR) untuk Pemetaan Kerentanan Gerakan Tanah
di Takengon, Aceh. Jurnal Lingkungan Dan Bencana Geologi, 9(2), 77.
https://doi.org/10.34126/jlbg.v9i2.219

Iswahyudi, S., Widagdo, A., & Laksono, A. (2021). SOSIALISASI ANALISIS PENYEBAB
BENCANA LONGSOR DESA SIRAU, KARANGMONCOL, PURBALINGGA. Jurnal
Dharma Bakti-LPPM IST AKPRIND, 4(1), 7–17.
LAMPIRAN

HP I Hasil Printscreen bobot dan proses pembuatan peta bahaya


HP II Peta Bahaya Longsor Kabupaten Purbalingga
HP III Peta Bahaya x Penggunaan Lahan
HP IV Printscreen Peta Bahaya Longsor dari InaRISK

Anda mungkin juga menyukai