Disusun Oleh:
Judul
PEMETAAN
BAHAYA
Tujuan
Warna Keterangan
Input
Proses
Output
Hasil&Pembahasan
Dalam identifikasi gerakan tanah, terdapat beberapa metode yang dapat digunakkan,
yaitu weight of evidence (WOE) dan logistic regression (LR) (Heckmann, 2014). Identifikasi
yang dilakukan untuk bahaya tanah longsor di Kabupaten Purbalingga menggunakan metode
weight of evidence (WOE). Metode ini berbeda dengan metode yang digunakan saat pemetaan
kerawanan tanah longsor. Faktor pembeda keduanya adalah adanya data historis yang
Hasil&Pembahasan
kemudian dimasukkan menjadi salah satu aspek dalam pembobotan. Metode WOE didasarkan
pada informasi yang diperoleh dari hubungan antara parameter penyebab gerakan tanah dan
data kejadian gerakan tanah sehingga hasil prediksi juga mempertimbangkan kejadian longsor
sebelum dan sesudah (Pamela, 2018).
Hasil pemetaan bahaya tanah longsor terbagi menjadi kelas rendah, sedang, dan tinggi.
Tingginya tingkat bahaya yang dimilikki oleh Kabupaten Purbalingga banyak dipengaruhi
oleh jenis formasi batuan, kemiringan lereng, dan juga penggunaan lahan yang dimilikki.
Seperti yang diketahui bahwa banyak wilayah di Kabupaten Purbalingga yang memiliki
kelrengan terjal dan tidak stabil, hal ini bisa menjadi dasar dari bahaya tanah longsor
(Iswahyudi, 2021). Kemudian, formasi batuan di Kabupaten Purbalingga terdiri dari formasi
halang, batuan lempung, formasi rambatan, dan lainnya. Sebagian bersar formasi ini di
dominasi oleh batuan gamping dan pasir di mana batuan pasir merupakan jenis batuan yang
menghasilkan tanah yang cukup rentan dan tidak terlalu kuat. Kemudian berdasarkan
penggunaan lahan juga Kabupaten Purbalingga di dominasi oleh penggunaan lahan pertanian
lahan kering campur seluas 27.649 hektar. Pada urutan kedua didominasi oleh penggunaan
lahan sawah seluas 24.473 hektar. Kedua penggunaan lahan ini tidak memiliki jenis vegetasi
yang memiliki system perakaran yang kuat dan cukup untuk menahan pergerahan tanah
seperti vegetasi yang dimilikki hutan. Luasan hutan tanaman yang memiliki system perakaran
yang kuat dan dapat menahan tanah hanya ada sekitar 6.897 hektar saja.
Hasil pemetaan tingkat bahaya menunjukkan bahwa di Kabupaten Purbalingga
terdapat 14.856 hektar luas wilayah yang memiliki tingkat bahaya rendah, 24.915 hektar
wilayah dengan tingkat bahaya longsor sedang, dan 39.404 hektar luas wilayah yang
teridentifikasi memiliki tingkat bahaya longsor yang tinggi. Identifikasi bahaya longsor juga
dapat dilihat dengan mudah menggunakan situs portal InaRISK. Pada situs portal InaRISK,
memiliki banyak bahaya longsor yang teridentifikasi memiliki tingkat bahaya sedang ke tinggi
di bagian utara Kabupaten Purbalingga. Jika dibandingkan dengan hasil pemetaan ada
beberapa daerah dengan tingkat pemetaan yang sama dan jugaada yang berbeda seperti hasil
olah data menunjukkan pada bagian selatan kabupaten tergolong memiliki tingkat bahaya
sedang. Tetapi jika melihat lokasi yang sama pada InaRISK dapat dilihat bahwa pada bagian
tersebut berpotensi bahaya longsor yang rendah. Hal ini dapat terjadi karena hasil delineasi
praktikan yang kurang tepat dalam mendelineasi luasan area longsor. Berdasarkan data yang
diperoleh dari InaRISK, terdapat 14 kecamatan yang terkena dampak bencana longsor dengan
luas bahaya longosor sebesar 24.500 hektar. Fasilitas umum yang dominan terancam adalah
sekolah, dimana terdapat 6 sekolah yang memiliki tingkat bahaya longsor sedang dan terdapat
76 sekolah yang memilikki tingkat bahaya longsor yang tinggi.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Acara II adalah :
1. Identifikasi yang dilakukan untuk bahaya tanah longsor di Kabupaten Purbalingga
menggunakan metode weight of evidence (WOE). Metode WOE didasarkan pada
informasi yang diperoleh dari hubungan antara parameter penyebab gerakan tanah
dan data kejadian gerakan tanah sehingga hasil prediksi juga mempertimbangkan
kejadian longsor sebelum dan sesudah
2. Hasil pemetaan tingkat bahaya menunjukkan bahwa di Kabupaten Purbalingga
terdapat 14.856 hektar luas wilayah yang memiliki tingkat bahaya rendah, 24.915
hektar wilayah dengan tingkat bahaya longsor sedang, dan 39.404 hektar luas wilayah
yang teridentifikasi memiliki tingkat bahaya longsor yang tinggi. . Berdasarkan data
yang diperoleh dari InaRISK, terdapat 14 kecamatan yang terkena dampak bencana
longsor dengan luas bahaya longosor sebesar 24.500 hektar. Fasilitas umum yang
dominan terancam adalah sekolah, dimana terdapat 6 sekolah yang memiliki tingkat
bahaya longsor sedang dan terdapat 76 sekolah yang memilikki tingkat bahaya
longsor yang tinggi.
Daftar Pustaka
Alhasanah. (2006). Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta Upaya Mitigasinya
Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan
Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat). Repository IPB.
Pine, John. (2009). Natural Hazard Analysis : Reducing The Impact of Disaster. CRC : Boca Raton.
Heckmann, T., Gegg, K., Gegg, A., dan Becht, M. (2014). Sample size matters: investigating the
effect of sample size on a logistic regression susceptibility model for debris flows. Natural
Hazards and Earth System Sciences, 14: 259-278.
Pamela, P., Sadisun, I. A., Kartiko, R. D., & Arifianti, Y. (2018). Metode Kombinasi Weight of
Evidence (WoE) dan Logistic Regression (LR) untuk Pemetaan Kerentanan Gerakan Tanah
di Takengon, Aceh. Jurnal Lingkungan Dan Bencana Geologi, 9(2), 77.
https://doi.org/10.34126/jlbg.v9i2.219
Iswahyudi, S., Widagdo, A., & Laksono, A. (2021). SOSIALISASI ANALISIS PENYEBAB
BENCANA LONGSOR DESA SIRAU, KARANGMONCOL, PURBALINGGA. Jurnal
Dharma Bakti-LPPM IST AKPRIND, 4(1), 7–17.
LAMPIRAN