Disusun Oleh:
Judul
PENAKSIRAN KERENTANAN BENCANA
Tujuan
Warna Keterangan
Input
Proses
Output
Hasil&Pembahasan
Kerentanan adalah ketidakmampuan suatu individu atau kelompok masyarakat dalam upaya
meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh suatu bahaya (Rijanta dkk, 2014). Informasi tentang
tingkat kerentanan sangat penting dalam upaya mengurangi risiko dan dampak yang ditimbulkan oleh
suatu bencana. Penyajian informasi tentang kebencanaan secara spasial sangat dibutuhkan karena
dengan menggunakan data tersebut penduduk dapat langsung mengenali kondisi lingkungannya
(Setyaningrum dan Giyarsih, 2012). Kerentanan merupakan tingkat paparan elemen-elemen risiko
(manusia dan benda) berisiko kepada ancaman. Selain itu kerentanan juga merupakan suatu kondisi
masyarakat atau suatu komunitas yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya, sehingga apabila terjadi bencana akan mengalami kerusakan dan gangguan. (Bakornas PB,
2007; Sutikno, 2002; UNDP, 2004 dalam Rizal, 2015).
Kerentanan berbeda dengan kerawanan. Kerentanan lebih bersifat multisektor dan multidimensi.
Salah satu implikasinya yaitu daerah yang memiliki kerawanan yang tinggi belum tentu memiliki
kerentanan yang tinggi juga. Hal ini dapat dilihat pada status kerentanan dan kerawanan di Kecamatan
Pengadegan. Kecamatan Pengadegan terklasifikasi kelas kerentanan rendang sedangkan pada
kerawannan, kecamatan tersebut memiliki tingkat kerawanan yang tinggi . Kerentanan bencana dibagi
menjadi empat kelompok, yaitu kerentanan sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, 2012). Pemetaan kerentanan didasarkan pada keempat variabel tersebut. data
yang terkumpul dominan merupakahan hasil dari BPS tahun 2020. Pemetaan kerentanan secara
komprehensif dilakukan dengan menjumlahkan skor kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan
dengan bobot terbesar pada kerentanan sosial.
Parameter kerentanan sosial merujuk pada kondisi masyarakat di suatu daerah. Beberapa faktor
yang dianalisis yakni kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio penduduk cacat
dan rasio kelompok umur. Kerentanan sosial di Kabupaten Purbalingga teridentifikasi tidak memiliki
kelas klasifikasi tinggi. Diketahui terdapat 8 kecamatan terklasifikasi rendah dan 10 kecamatan
terklasifikasi sedang. Tingginya kerentanan sosial disebabkan oleh kepadatan penduduk akan
menggambarkan tingginya peluang jatuhnya korban jiwa maupun harta benda, sehingga mengancam
kelangsungan hidup masyarakat (Buchori, 2015). Tidak adanya kelas klasifikasi tinggi pada kerentanan
sosial Kabupaten Purbalingga menandakan semakin kecilnya peluang jatuhnya korban jiwa dan harta
benda serta kelas kepadatan penduduk yang masi memadai sehingga kemampuan menghadapi bencana
Kabupaten Purbalingga makin besar.
Kerentanan fisik merupakan kerentanan kondisi fisik yang rawan terhadap faktor bahaya tertentu.
Parameter fisik merupakan parameter yang menganalisis kapasitas dan daya tahan bangunan di
Kabupaten Majalengka. Metode dari parameter ini yakni menghitung biaya pembangunan suatu hunian
dan fasilitas kritis di kabupaten tersebut. diketahui terdapat 8 kecamatan dengan kelas kerentanan
sedang, 1 kecamatan dengan kelas kerentanan tinggi, dan 10 kecamatan dengan kelas kerentanan rendah.
Jenis bangunan merupakan variabel dengan pengaruh terbesar, semakin banyak jumlah bangunan bertipe
non-permanen maka akan semakin tinggi pula tingkat kerawanan terhadap longsor (Silfiana, 2020).
Kerentanan lingkungan digunakkan untuk mengetahui luas lingkungan yang rusak akibat
ketidakmampuan manusia dalam menanggulangi bencana. Parameter yang digunakan pada kerentanan
lingkungan yaitu luas hutan lindung, hutan alam, hutan bakau, dan semak belukar. Hasil analisis
kerentanan lingkungan dapat diketahui bahwa terdapat 1 kecamatan dengan kelas kerentanan lingkungan
sedang, 7 kecamatan dengan tingkat kerawanan tinggi, dan 10 kecamatan dengan tingkat kerawanan
rendah.
Kerentanan ekonomi merupakan besarnya kerugian yang terjadi apabila wilayah terkena ancaman
bencana. Kerentanan ekonomi ini dinilai dari harga lahan produktif dan PDRB.. data hasil olahan
menunjukkan bahwa kabupaten purbalingga didominasi oleh kerentanan ekonomi yang rendah. Hal ini
karen ahanya terdapat 1 kecamatan dengan kelas kerentanan ekonomi tinggi dan 2 kecamatan dengan
kelas kerentanan ekonomi sedang. Hal ini bisa mengindikasikan bahwa bahaya longsor yang merupakan
bencana prioritas di Kabupaten Purbalingga secara dominan akan menyebabkan kerenatanan ekonomi
yang tergolong rendah.
Pemetaan kerentanan dimaksudkan untuk mempermudah beberapa lembaga yang menangani
bencana untuk melakukan mitigasi maupun evakuasi di Kabupaten Purbalingga. Hasil pemetaan
kerentanan setiap aspek ini kemudian diolah Kembali menggunakan system skoring. Hasil pemetaan
longsor secara total menghasilkan peta kerawanan bencana longsor, di mana terdapat 8 kecamatan
teridentifikasi sebagai kelas rendah, 2 kecamatan teridentifikasi memiliki kerentanan tinggi, dan 8
kecamatan teridentifikasi memiliki kerentanan sedang
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Acara II adalah :
1. Pemetaan kerentanan didasarkan pada kerentanan sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan.
Pemetaan kerentanan secara komprehensif dilakukan dengan menjumlahkan skor
kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan dengan bobot terbesar pada kerentanan
sosial.
2. Hasil pemetaan longsor secara total menghasilkan peta kerawanan bencana longsor, di
mana terdapat 8 kecamatan teridentifikasi sebagai kelas rendah, 2 kecamatan
teridentifikasi memiliki kerentanan tinggi, dan 8 kecamatan teridentifikasi memiliki
kerentanan sedang
Daftar Pustaka
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2012). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta: BNPB.
Buchori, A. W. (2015). Kajian Kerentanan Sosial Dan Ekonomi Terhadap Bencana Banjir (Studi Kasus: Wilayah
Pesisir Kota Pekalongan). Jurnal Teknik PWK, 542-553.
Silfiana, A. R. (2020). Resiko Kerentanan Masyarakat Perkotaan Terhadap Bahaya Banjir di Kelurahan Margagiri,
Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang. Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah, 62-76.
Rijanta, R., Hizbaron, D.R., dan Baiquni, M. (2014). Modal Sosial dalam Manajemen Bencana.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rizal, M. A. (2015). Analisis Kerentanan Fisik Bahaya Lahar di Desa Sekitar Kali Putih Kabupaten
Magelang. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Setyaningrum, P dan Giyarsih, S.R. (2012). Identifikasi Tingkat Kerentanan Sosial Ekonomi Penduduk
Bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta Terhadap Bencana Lahar Merapi. Yogyakarta:
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
LAMPIRAN
Kerentanan Sosial