Anda di halaman 1dari 16

KONSEP SEJARAH ILMU PERBANDINGAN BAHASA

Makalah

Oleh;
Fitriani BR Hasibun
Rani Ritongga

Mata Kuliah ; Ilmu Perbandingan Bahasa


Dosen pengampuh ; Ayu Andini, M.Pd

PRODI : PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM LABUHANBATU

TAHUN 2023
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isi yang
sangat sederhana yang berjudul “konsep sejarah ilmu perbandingan bahasa”

Semoga makalah ini dapat membantu menambah wawasan dan pengetahuan bagi para
pembaca, dipergunakan sebagai salah satu acuan, dan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam administrasi pendidikan serta profesi keguruan. Makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan, oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca agar memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Rantauprapat, 14 Febuari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………….................................................................................. ii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Konsep Ilmu Perbandingan Bahasa…………………………..………....... 3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tulisan ini menyajikan asal-usul dan persebaran bahasa Indonesia dalam kajian
linguistik historis komparatif dalam situasi linguistik abad XIX. Bahasa Indonesia diyakini
berasal dari bahasa Melayu karena secara geografis penutur bahasa Indonesia termasuk dalam
golongan bangsa Melayu yang dipercaya berasal dari golongan Austronesia yang berada di
Yunan yang kemudian berpindah ke Asia Tenggara pada zaman batu (2500 SM). Penyebaran
orang asli di Semenanjung Malaysia, Dayak di Sarawak dan Batak di Sumatera. Pada masa-
masa ini dikenal sebagai kumpulan pertama dengan nama Melayu Porto. Berikutnya
kumpulan kedua yang dikenal dengan nama Melayu Deutru diawali dengan kepindahan
mereka ke Asia Tenggara pada zaman logam kira-kira tahun 1500 SM. Keturunan Melayu
Deutro diyakini lebih bijak dan mahir bila.
dibandingkan dengan Melayu Porto. Bijak dalam hal astronomi, pelayaran, dan
bercocok tanam. Pada masa itu termasuk dalam kajian atau situasi pengkajian bahasa Abad
XIX. Satu era ketika ilmu pengetahuan secara umum didominasi paradigma ilmu alam yang
berpengaruh terhadap studi sejarah, hubungan, dan perbandingan antara bahasa-bahasa. Pada
satu abad ketika kajian historis dan komparatif terhadap dan antara bahasa-bahasa bertum-
buh dinamis. Oleh karena dinamis dan dominannya studi historis komparatif terhadap dan
antara bahasa-bahasa maka abad XIX disebut era linguistik historis komparatif atau filologi
atau linguistik diakronik (Sampson, 1990:13 dan Robins, 1990:180). Persebaran bahasa pada
abad tersebut didasarkan pada kajian linguistik historis komparatif hingga pertumbuhan dan
perkembangannya menjelang dan sepanjang Abad XIX serta krisis pada akhir abad tersebut.

B. Rumusaan Masalah
1. Bagaimana konsep dan sejarah ilmu perbandingan bahasa?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui konsep dan sejarah perbndingan bahasa.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Linguistik Historis Komparatif

Linguistik historis komparatif adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang
membandingkan bahasa-bahasa yang serumpun serta mempelajari perkembangan bahasa
dari satu masa ke masa yang lain dan mengamati bagaimana bahasa-bahasa mengalami
perubahan serta mencari tahu sebab akibat perubahan bahasa tersebut. Perkembangan
bahasa mengakibatkan adanya perubahan, perubahan itu ada dua yaitu perubahan external
history dan internal history.
Internal history yaitu perkembangan atau perubahan bahasa yang terjadi dalam sejarah
bahasa tersebut, perubahan itu mencakup kosa kata, struktur kalimat dan lain-lain.
Sedangkan, Eksternal history yaitu perkembangan atau perubahan bahasa yang terjadi di
luar sejarah bahasa tersebut, perubahan itu mencakup sosial, budaya, politik, geografis
dan lain-lain.
Pengertian LHK menurut beberapa ahli
Alwasilah (dalam Suhardi, 2013:17) menjelaskan pengertian linguistik komparatif
sebagai kajian atau studi bahasa yang meliputi perbandingan bahasa-bahasa serumpun
atau perkembangan sejarah suatu bahasa.
Menurut Robins (1975) Linguistik Komparatif termasuk dalam bidang kajian
linguistik memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan sumbangan berharga
bagi pemahaman tentang hakekat kerja bahasa dan perkembangan (perubahan ) bahasa-
bahasa di dunia.
Menurut keraf (1948:22) mengatakan Linguistik bandingan historis (Linguistik
Historis Komparatif) adalah suatu cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa
dalam bidang waktu serta perubahan – perubahan unsur bahasa yang erjadi dalam bidang
wakru tersebut.
Menurut Verhaar (dalam Suhardi, 2013:25), kajian linguistik historis-komparatif
dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kajian linguistik sinkronis 2. Kajian linguistik diakronis
2. Sejarah Linguistik Historis Komparatif dan Tokoh-Tokohnya

Sejarah perkembangan linguistik historis komparatif berlangsung selama empat periode


yaitu:

Periode pertama dimulai pada tahun 1830-1860, bermula dari seorang tokoh yang
meletakan dasar-dasar ilmu perbandingan bahasa berkebangsaan Jerman Franz Boop
yakni meneliti asal mula akhiran kata kerja yang menurut pendapatnya semua akhiran
bentuk kata kerja berasal dari bagian-bagian yang tadinya terlepas dari pokok kata
sedangkan bagian yang selalu ada ialah perkataan sein. Boop membandingkan akhiran-
akhiran dari kata kerja dalam bahasa Sanskerta, Yunani, Latin, Persia, dan German (terbit
tahun 1816).

Dalam usaha menemukan bentuk asal, Boop menggunakan trias-teori yang


menyatakan bahwa tiap kalimat sebenarnya terdiri dari tiga bagian, yakni: subjek,
predikat, dan kopula. Tentang hal bunyi Boop terpengaruh oleh Grimm dengan
menyatakan bahawa bahasa primitif hanya mempunyai tiga jenis bunyi, yakni /a, i, u/.
Perubahan bunyi disebabkan oleh sesuatu yang mekanis dan ia sendiri mengira bahwa
perubahan itu bergantung pada “beratnya” akhiran.

Sehubungan dengan klasifikasi bahasa Boop membagi bahasa atas tiga jenis:

 Bahasa-bahasa tanpa akar dan tanpa tenaga pembentuk, jadi tidak memiliki
organisme tata bahasa, misalnya bahasa Tionghoa.
 Bahasa-bahasa dengan akar kata yang terdiri dari satu suku kata, mempunyai
organisme tata bahasa.
 Bahasa-bahasa dengan akar kata terdiri dari dua suku kata dan konsonan mutlak.

Tahun 1818 Ramus Kristian Rusk, terbit bukunya yang berjudul Undersogelse
om det gamle nordiske eller is landske Sprongs Oprindelse (= penyelidikan tentang
asal mula bahasa Nur kuno atau Islandia). Melakukan penelitian kata-kata dalam
bahasa German mengandung unsur-unsur bunyi yang teratur hubungannya dengan
kata-kata bahasa Indo Eropa lainnya. Perbandingan bahasa German Utara dengan
bahasa Baltik, Slavia dengan Keltik, serta dimasukkan bahasa Baskia dan Finno-
Ugris. Pendapat Rask yang sangat penting adalah pergeseran bunyi-bunyi di dalam
bahasa-bahasa Jerman yang kemudian dikonkretkan oleh J. Grimm sehingga dapat
dikatakan bahwa Grimm adalah penerusnya. Rask berpendapat bahwa kalau ada
persamaan antar dua bahasa, maka hal itu disebabkan oleh kekeluargaan bahasa
tersebut.

Pada tahun 1819 Jacob Grimms dalam karangannya Deutsche Grammatika


merupakan permulaan studi linguistik German dari Jerman. Dari dialah berasal
klasifikasi dalam bentuk kata kerja lemah dan kata kerja kuat bahasa Jerman,
pengertian Ablaut dan Umlaut. Dalam bukunya yang kedua dikenal dengan hukum
Grimm. Hukum ini membahas mengenai Lautverschiebung. Hukum ini sangat
penting dalam bidang bahasa.

Tahun 1822 Deutsche Grammatik terbit untuk kedua kalinya. Grimm membuat teori
berdasarkan pikiran Rasmus Rask, mengenai Lautverschiebung., yaitu:

 Jika bahasa Gothik mempunyai f, maka bahasa Indo-Eropa lainnya


mempunyai bunyi p; sebuah bunyi p akan menjadi b dalam bahas lainnya;
sebuah bunyi th akan menjadi t dan bunyi t akan menjadi d dan sebagainya.
 Grimm menggambarkan Lautverschiebung dari bunyi beraspirata bahasa
Indo-Eropa menjadi tak beraspirata dan menjadi bunyi bersuara menjadi tak
bersuara, bh, dh, gh menjadi b, d, g, dan b,d, g menjadi p, t, k.

Tahun 1808 Friedrich von Schlegel menerbitkan buku berjudul Uber die
Sprache und Weisheit der Inder. Dalam karangannya ia menekankan studi
perbandingan “struktur dalam” bahasa (bidang morfologi) untuk menjelaskan
hubungan genetik bahasa. Beliaulah yang memperkenalkan tata bahasa
perbandingan/ Vergleichende Grammatik. Yang diperbandingkan adalah bentuk
infleksi dan derivasi dari bahasa Sanskrit, Yunani, Latin, Indo-Eropa lainnya.
Dari hasil perbandingan ternyata persamaan itu bukan berasal dari peminjaman,
melainkan karena persamaan asal, yang menurut pendapatnya bahawa bahasa
Sansekerta lebih tua jika dibandingkan bahasa lain.

Menurut Friedrich von Schlegel ada dua kelompok bahasa yakni:

1. Bahasa yang bermacam-macam makna yang ditentukan oleh perubahan bunyi dalam
root (= bahasa fleksi)
2. Bahasa yang bermacam-macam makna disebabkan oleh afiks (bhs. Afiks)
Berdasarkan pengelompokan ini F. von Schalegel membuat klasifikasi bahasa atas:
bahasa fleksi, bahasa afiks, bahasa Tionghoa (bahasa yang partikelnya membentuk
makna baru).

Dalam pertumbuhannya, bahasa mulai dari bahasa Tionghoa, lalu menjadi bahasa afiks,
dan terakhir menjadi bahasa fleksi. Pendapat ini diambil alih oleh saudaranya, A. W.
Schlegel (1767-1845) dan membuat klasifikasi bahasa menjadi:

1. Bahasa tanpa struktur tata bahasa


2. Bahasa yang menggunakan afiks
3. Bahasa yang berfleksi
4. Bahasa fleksi dibaginya lagi menjadi
5. Bahasa sintetis
6. Bahasa analitis

Bahasa sintetis tak dapat diteliti lagi asal mulanya sedangkan bahasa analitis tercipta
pada zaman sejarah. F.Pott (1802-1887) Menyelidiki etimologi kata-kata dengan metode
yang lebih baik dan objek penyelidikannya dari bahasa-bahasa Indo German. Wilhelm von
Humboldt (1767-1835). Humboldt adalah penegak pertama linguistik umum. Beliau adalah
ahli tata Negara, filologi klasik, filsafat dan belletri (sastra indah). Dari tahun 1802-1819
Humboldt menjadi diplomat Prusia anatara lain menjadi duta di Roma, menteri agama di
Berlin, bahkan menjadi utusan ke Kongres Wina. Pandangannya tentang bahasa dapat di baca
pada bukunya yang berujudl Ueber die Kawisprache auf der Insel Java.

Pandangannya bersifat historis dan filosofis. Beliau beranggapan bahwa bahasa


tidaklah terjadi karena sangat dibutuhkan. Berbahasa merupakan keinginan batin manusia
karena manusia adalah makhluk bernyanyi yang menghubungkan pikiran dengan bunyi.
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa: “Tiap perbuatan menimbulkan kesan”. Tiap kesan
menjadi objek pemikiran. Tiap objek pemikiran menjadi objek pernyataan. Untuk tiap objek
pernyataan harus dicarikan cara menyatakan yakni dengan bahasa. Tiap bentuk pernyataan (=
bahasa) kembali kea lam pikiran. Jadi, bahasa bukanlah pekerjaan (= ergon) melainkan
kegiatan (= energia). Bahasa merupakan pekerjaan jiwa yang selalu diulang untuk
menggunakan bunyi-bunyi yang berartikulasi guna menyatakan pikiran.
Bahasa itu sendiri berwujud dua, yakni bentuk, form atau aussere lautform atau artikulierte
laut, dan makna, meaning atau innere form= bentuk batin. tentang innere form (bentuk batin),
Humboldt membedakan dua substansi, yakni das Bestandige dan das Gleichformig.
Keduanya terletak dalam jiwa manusia. Das Bestandige adalah dorongan jiwa yang
didalamnya ada bagian-bagian yang saling berhubungan dan berimbang. Untuk itu ia
berpendapat bahwa setiap bahasa mempunyai sistem dan karena itu tak ada bahasa yang
primitif dan tak ada bahasa yang istimewa.

Humboldt membuat juga klasifikasi bahasa yang didasarkannya pada lautfrom. Untuk itu dia
membagi bahasa atas empat jenis:

1. Bahasa monosilabel, bahasa yang hanya terdiri dari root dan tak mengalami
perubahan bentuk.
2. Bahasa aglutinasi (inggris, agglutinate= meletakan, merekatkan, menjadi satu, gluten=
perekat), bahas temple-menempel. Perubahan bentuk diperoleh dari melekatkan afiks.
3. Bahasa fleksi, bahasa yang mengenal konyugasi, kasus.
4. Bahasa inkorporsai (Inggris, In corporate= memasukan ke dalam). Sifat bahasa ini
yakni patient dimasukkan kedalam bentuk kata kerja.

Periode kedua terjadi dalam kurun waktu 1861 hingga 1880, August Schleicher
bermula dari Beliau adalah ahli linguistik. Meskipun bahasa yang betul-betul dikenalnya
adalah bahasa Slavia dan Lithaunia (= salah satu bahasa Baltis), mempelajari bahasa Ceko
dan dapat berbicara dalam bahasa Rusia. Schleicher berpendapat bahwa pertumbuhan bahasa
bersifat historis, tetapi pertumbuhan itu didapati dalam alam dengan bentuk yang semurni-
murninya. Pentingnya Schleicher bagi kemajuan linguistik terletak dalam dua hal yakni:

a. Memulai dengan rekonstruksi bentukan asli bahasa Indo-Jerman dengan jalan


membanding-bandingkan dengan bahasa lain yang dikenalnya,
b. Menentukan asal mula timbulnya bahasa-bahasa Indo-Jerman. Dianngapnya bahawa
bahasa Indo-Jerman asal itu tinggal di Asia Tengah yang kemudian berubah karena
perceraian bangsa. Indo-Jerman, Utara, Selatan Slavia, Asia Jerman Bahis, Iran
Sanskerta.

Schleicher menyebut dirinya seorang Glottiker dan dengan menerapkan konsepsi


Botani dalam linguistic, ia mengemukakan Stammbaumtheorie (= teori pohon). Jadi, ada
bahasa induk yang dinamainya Grundsprahe dan dari bahasa induk dapat ditelusuri bahasa
purba atau yang disebutnya Ursprache. Berdasarkan klasifikasinya bahasa dibagi atas tiga
jenis, yakni :

a. Bahasa isolasi (misalnya tionghoa)


b. Bahasa aglutinasi inklusif bahasa inkorporasi
c. Bahasa fleksi

G. Curtius (1820-1885) Menerapkan metode perbandingan untuk Filologi Klasik ,


khususnya mempelajari bahasa Yunani . Max Muller dan D.Whitney (1827-1894) Muller
menghubungkan kelas-kelas bahasa dengan tipe-tipe sosial; bahasa isolatif (bahasa keluarga);
bahasa aglutinatif (bahasa pengembara); bahasa fleksi (bahasa masyarakat yang sudah
mengenal negara). Sedangkan, Whitney menambahkan istilah polisintesis untuk
menyebutkan bahasa inkorporatif.

Periode ketiga berlangsung dari tahun 1889 sampai akhir abad ke-19 yaitu muncul
airan yang bernama junggrammatiker yang mengandung hukum Grimm. Aliran ini bergerak
di Leipzig, salah satu muridnya adalah Leonard Bloomfil yang menjadi linguis strukturalis
Amerika. Menjadikan linguistik historis komparatif sebagai sebuah ilmu yang eksak dalam
metode-metodenya. Tokoh yang terpenting Karl Brugmann, H. Osthoff, dan A. Leskien.
Selain itu J. Schmidt mencetuskan sebuah teori batu yang disebut wallentheori. Ia kemudian
melahirkan hukum verner dan pada tahun 1880 Hermann Paul mengeluarkan buku prinzipen
der sprachgescichte (1880). Ahli lainnya H. Steinthal mencoba membagi bahasa dengan
landasan psikologi dan Fr. Muller menerbikan bukunya grundriss der sprachwissenchaft
(1876-1888).

Periode keempat lahir pada abad ke-20 ketika fonetik berkembang menjadi studi
ilmiah dan lahirnya cabang linguistik yaitu psikolinguistik dan sosiolinguistik. Muncul pula
aliran praha sebagai reaksi terhadap studi bahasa individual atau idiolek.

A. Pembahasan Linguistik Historis Komparatif


Linguistik historis komparatif merupakan bidang kajian linguistik yang memiliki
peranan sangat besar dalam memberikan kontribusi yang berharga dalam bagi pemahaman,
cara kerja dan perkembangan bahasa-bahasa di dunia. Tugas utama dari linguistik historis
komparatif ini adalah menganalisis dan memberikan penjelasan mengenai hakikat perubahan
suatu bahasa. Pada umumnya hakikat suatu bahasa memiliki struktur bahasa(dimensi
sinkronis) dan selalu mengalami perubahan bahasa (dimensi diakronis).
Linguistik sinkronis adalah mempelajari bahasa berdasarkan gejala-gejala bahasa
yang bersifat sezaman yang diujarkan oleh pembicara juga mempelajari bahasa-bahasa pada
masa tertentu mempunyai struktur-struktur atau unsur-unsur bahasa yang disebut unsur
fonologi, morfologi, sintaksis dan lain-lain. Linguistik diakronis disebut juga sebagai
pendekatan historis (komparatif) karena kecenderungan kajiannya yang berpusat pada
analisis perbandingan (komparatif) bahasa-bahasa sepanjang waktu (historis). Tujuan
mempelajari bahasa secara diakronis adalah untuk mengetahui sejarah struktural bahasa itu
beserta dengan segala bentuk perubahan dan perkembangannya. Hasil kajian diakronis sering
kali diperlukan untuk menerangjelaskan deskripsi studi sinkronik (Chaer, 2007).

Dalam mempelajari bahasa diakronis, kita dapat menggunakan metode kuantitatif


untuk menganalisis bahasa juga dari segi dimensi sinkronis, namun juga dapat digunakan
dalam kajian linguistik tipology dan linguistik kontrasif . linguistik tipology dengan metode
komparatif digunakan untuk mengkaji bahasa secara struktural berdasarkan dimensi
sinkronis. Tujuannya untuk mengamati persamaan dan perbedaan tipe bahasa-bahasa di dunia
berdasarkan kajian struktural berbagai tataran kebahasaan secara sinkronis. Sedangkan
linguistik kontrasif dengan metode komparatif bertujuan untuk membandingkan bahasa-
bahasa berdasarkan kajian struktur berbagai tataran kebahasaan secara sinkronis untuk tujuan
didaktis tertentu dalam rangka mencapai keberhasilan pengajaran bahasa.

Di dalam Linguistik komparatif untuk menentukan hubungan kekerabatan bahasa


yaitu dengan menggunakan 3 metode yaitu metode kuantitatif dengan teknik leksikostatistik
dan teknik grotokronologi, metode kualitatif dengan teknik rekonstruksi dan metode
sosiolinguistik. Metode kualitatif dengan teknik grotokronologi digunakan untuk menentukan
waktu pisah antara bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa awal.

Perkembangan Bahasa Indonesia


Dalam perjalanannya bahasa Indonesia mengalami banyak perubahan dan
perkembangan. Di antaranya berkembangnya sebagai Bahasa Nasional yang juga berfungsi
sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang jati diri atau identitas bangsa, dan sebagai
alat pemersatu bangsa, serta sebagai Bahasa Negara yang berfungsi sebagai bahasa resmi
dalam penyelenggaraan negara/ pemerintahan, bahasa resmi dalam penyelenggaraan
pendidikan, bahasa resmi dalam administrasi pembangunan dan bisnis, dan bahasa resmi
dalam pengembangan kebudayaan dan ipteks. Berdasarkan fungsi bahasa negara itu
kedudukan atau status bahasa Indonesia sebagai media pengembang IPTEKS (keilmuan) dan
budaya dikukuhkan, dibina, dan dikembangkan. Pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia sebagai bahasa IPTEKS diorientasikan pada dua hal, yakni (1) terbentuknya bahasa
Indonesia (BI) yang memiliki daya ungkap terhadap berbagai konsep IPTEKS, dan (2)
terbentuknya rasa bangga berbahasa Indonesia sebagai representasi tumbuhnya kepribadian
nasional. Dengan kata lain kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa IPTEKS adalah
sebagai pengembang misi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Misi di sini adalah misi
prestasi agar Bahasa Indonesia Keilmuan (BIK) mampu merespon dan mewadahi berbagai
konsep keilmuan baik lokal, regional, maupun global. Apabila misi ini berhasil diharapkan
akan menumbuhkan prestise berupa kebanggaan pengguna bahasa Indonesia terhadap Bahasa
Indonesia Keilmuan sebagai bahasa modern.
Selain berkembang berdasarkan fungsinya, bahasa Indonesia juga mengalami
perkembangan dalam ejaan. Ejaan merupakan pengaturan sistem penulisan bunyi bahasa
setiap bunyi atau kata perlu diatur penulisannya agar sama atau seragam. Sistem pengaturan
tersebut meliputi ketentuan atau kaidah yang mengatur penulisan huruf menjadi satuansatuan
kata, kelompok kata, atau kalimat, beserta penggunaan tanda baca. Ejaan yang pernah berlaku
di Indonesia adalah

1. Ejaan Van Ophuysen (1901),


2. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (1947),
3. Ejaan Pembaharuan (1957),
4. Ejaan Melaju Indonesia / Melindo (1959),
5. Ejaan Lembaga Bahasa Kesusasteraan/LBK (1966),
6. Ejaan Yang Disempurnakan/EYD (1972). ( ejaan yang tidak sempat disahkan oleh
pemerintah )

1. Ejaan Van Ophuysen (1901)


Ejaan ini mulai berlaku pada tahun 1901 dan dapat dibaca dalam kitab Logat Melayu
yang berisi juga tata bahasa untuk bahasa Melayu. Sistem ejaan Latin untuk bahasa
Melayu ini digagas oleh Ch.A.van Ophuysen, dan merupakan ejaan Latin resmi pertama
di negeri ini. Buku Kitab Logat Melayoe (1901) dikerjakan bersamasama dengan Engku
Nawawi gl.St. Makmur dan M.Taib St. Ibrahim. Beberapa hal yang penting dalam ejaan
ini misalnya: U ditulis oe, Bila terdapat kata berakhiran a mendapat akhiran i, maka di
atas akhiran itu diberi tanda trema (“) , Koma hamzah atau apostrop (‘) ditulis sebagai
pengganti k pada akhir kata, misalnya: bapa’, ta’ , Kata berulang boleh memakai tanda
angka 2, jika kata yang mendahului tanda angka 2 itu berulang seluruhnya: misalnya laki-
laki atau laki2. Kata berulang yang tidak diulang seluruhnya harus memakai tanda (-)
misalnya tanam-tanaman. , Kata majemuk ditulis dengan tiga cara:
a. dihubungkan saja: hoeloebalang, apabila, dsb
b. dengan tanda penghubung: anaknegeri, batoe-bara, dsb
c. dipisahkan: anak negeri, jeroek manis, dsb

2. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (1947)


Ejaan ini adalah sistem ejaan latin untuk bahasa Indonesia setelah proklamasi
kemerdekaan yang dimuat dalam surat keputusan Menteri P dan K Mr. Soewardi No.
264/Bhg. A tanggal 19 Maret 1947. Pada umumnya ejaan ini sama dengan ejaan van
Ophuysen, hanya terdapat beberapa perubahan dengan tujuan untuk penyederhanaan.
Beberapa hal penting di antaranya adalah:
1. Huruf oe dalam Ejaan van Ophuysen berubah menjadi u
2. Tanda trema di atas huruf a dan i dihilangkan
3. Koma ain dan koma hamzah dihilangkan; koma hamzah ditulis dengan huruf k,
misalnya bapa’ menjadi bapak
4. Semua kata berulang boleh memakai angka-angka, tetapi bagian yang tidak diulang
diberi tanda hubung. Dengan demikian penulisan tanda hubung ada dua macam: a.
berkejar-kejaran b. ber-kejar2-an
5. Kata majemuk boleh ditulis dengan tiga cara, yaitu
1. kedua kata dipisahkan: tata laksana
2. kedua kata disambung: tatalaksana
3. kadua kata memakai tanda hubung: tata-laksana
6. Kata yang berasal dari bahasa asing yang dalam bahasa asing tersebut tidak
menggunakan e lemah (e pepet) maka dalam penulisan bahasa Indonesia tidak
menggunakan e lemah: praktek, putra, administrasi bukan peraktek, putera, atau
adminis-terasi.

3. Ejaan Yang Disempurnakan/ EYD (1972)


Ejaan ini merupakan penyempurnaan dari ejaan-ejaan sebe-lumnya yang termuat
dalam Surat Keputusan Presiden No. 57 tanggal 16 Agustus 1972 dan sampai sekarang
menjadi ejaan resmi di Indonesia. Ejaan ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972
dipakai oleh masya-rakat bahasa Indonesia. Isinya terutama bertujuan untuk menyeragamkan
penulisan bahasa Indonesia menuju arah pembakuan atau standardisasi ejaan.
Dalam sistem ejaan ini diatur pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan
unsur sera-pan, dan pemakaian tanda baca. Isinya antara lain:

1. Perubahan huruf j, dj, nj, ch, tj, sj, dalam ejaan republik menjadi y, j, ny, kh, c, dan sy
dalam EYD
2. Kata ulang ditulis dengan satu cara, yaitu mempergunakan tanda hu-bung, bukan
dengan angka dua (2): dilebihlebihkan, kupu-kupu, tukar-menukar; kecuali dalam
menulis cepat atau untuk kepentingan pribadi.
3. Kata majemuk ditulis dipisahkan tanpa tanda hubung: duta besar, tata usaha, kereta
api cepat.
4. Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata (senyawa) ditulis serangkai;
akhirulkalam, matahari, hulubalang, dan sebagainya.
5. Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya;
kujumpai, kaumiliki, bukumu, uangnya.
6. Kata depan di dan ke ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya; ke luar negeri,
di sini, ke sini, ke mari, dan sebagainya.
7. Partikel pun terpisah dari kata yang mendahuluinya, kecuali pun yang sudah menjadi
kelompok kata.
8. Sungguhpun orang itu terpandang, jika lalai akan dihukum juga.
9. Siapa pun akan dikenai sanksi jika melanggar hukum.
10. Kata si dan sang dipisahkan dari kata yang mengikutinya; si penerima, sang
pahlawan.
11. Partikel per yang berarti tiap-tiap dipisahkan dari kata yang mengikutinya; per lembar,
satu per satu.
12. sTerdapat beberapa istilah yang dibakukan, misalnya Huruf konso-nan (huruf mati),
vokal (huruf hidup

Hingga kini EYD merupakan ejaan resmi yang dibakukan penggunaannya. Masih banyak
perubahan dan perkembangan yang selanjutnya dapat dibaca di buku pedoman EYD.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Linguistik historis komparatif merupakan bidang kajian linguistik yang memiliki
peranan sangat besar dalam memberikan kontribusi yang berharga dalam bagi
pemahaman, cara kerja dan perkembangan bahasa-bahasa di dunia. Tugas utama dari
linguistik historis komparatif ini adalah menganalisis dan memberikan penjelasan
mengenai hakikat perubahan suatu bahasa. Pada umumnya hakikat suatu bahasa memiliki
struktur bahasa(dimensi sinkronis) dan selalu mengalami perubahan bahasa (dimensi
diakronis).Sejarah linguistik dimaksudkan sebagai uraian kronologis tentang
perkembangan linguistik dari masa ke masa, dari periode ke periode. Linguistik Historis
Komparatif Linguistik historis komparatif memperbandingkan bahasa-bahasa dari periode
ke periode yang lain. Linguistik historis komparatif bertujuan untuk mengelompokkan
bahasa-bahasa atas rumpun-rumpun dan berusaha menemukan sebuah bahasa purba atau
proto language yang menurunkan bahasa-bahasa tersebut. linguistik juga menentukan
arah penyebaran baahasa-bahasa. Studi historis komparatif dapat digunakan untuk
menelusuri jejak sejarah awal perjalanan bahasa Indonesia dan perkembangannya.
Perkembangan bahasa Indonesia yang bermula dari bahasa Melayu mengalami proses
perjalanan yang sangat panjang. Kajian historis komparatif merupakan alat analisis yang
tepat dipergunakan untuk memetakan perkembangan dan persebaran bahasa Indonesia.
Dengan kajian tersebut dapat dipahami mengapa bahasa Melayu banyak mempengaruhi
bahasa-bahasa di Nusantara sehingga bunyi antarbahasa tersebut menjadi mirip. Terdapat
tiga pembagian besar bahasa Melayu yakni Melayu Kuno, Melayu Klasik, dan Melayu
Modern. Bahasa Melayu Modernlah yang kemudian melahirkan bahasa Indoesia yang
tetap dipergunakan di seluruh kepulauan Indonesia sebagai bahasa pemersatu hingga kini.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan yang
karenakan kekuranagan pengetahuan dan pengalaman. Akan tetapi, kekompakan dan
kerjasama akhirnya dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta. PT. Gramedia.
Suhardi. 2013. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rinneka Cipta.
Alisjahbana, S.T. 1988. Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia. Jakarta:
Dian Rakyat Anwar. 2004. Konsistensi Penggunaan Bahasa Indonesia. Laman Pusat
Bahasa.Htm Anonim. 2007. Bahasa Melayu. http://ms.wikipedia.org/wiki/Bahasa_
Melayu Ano

Anda mungkin juga menyukai