Disusun oleh :
Kelompok 2
Irma Sulistiawati A1D521058
Dosen Pengampu :
Dr. Sofyan, M.Pd.
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan karunia–Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Aplikasi
ICT dalam Administrasi Pendidikaan dalam bentuk makalah mengenai Penerapan ICT Bidang
Pendidikan. Disini, kami berusaha untuk menyusun tugas mata kuliah ini sedemikian rupa
dengan harapan dapat membantu pembaca dalam memahami materi tentang Penerapan ICT
Bidang Pendidikan. Selain itu, kami juga berharap makalah ini dapat dijadikan bekal
pengetahuan untuk melangkah kejenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Kami juga menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Sehingga, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian
khususnya kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah ini, agar kami dapat meningkatkan mutu
dalam penyajian berikutnya.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Begitu besar peran ICT dalam pendidikan sehingga secara khusus pemerintah dalam
Pustekkom Diknas membagi peran ICT menjadi 7 peran sekaligus sebagi pilar
pembelajaran, peran ICT tersebut yaitu :
3
a) ICT sebagai gudang ilmu pengetahuan.
Artinya dengan ICT sumber ilmu pengetahuan menjadi begitu kaya bahkan
melimpah, baik ilmu pengetahuan inti (core content) dalam pelajaran sekolah maupun
sebagai materi pengaya pembelajaran (content suplement). Pada fungsi ini internet
memilik peran besar sebagai sumber ilmu pengetahuan yang dapat diakses secara luas
yang didalamnya telah terkoneksi dengan ribuan perpustakaan digital, jutaan
artikel/jurnal, jutaan e-book, dan lan-lain.
b) ICT sebagai alat bantu pembelajaran.
Artinya bahwa pembelajaran saat ini lebih mudah dengan bantuan ICT, untuk
menghadirkan dunia di kelas dan dapat disajikan kepada seluruh siswa melalu
peralatan ICT seperti multimedia dan media pembelajaran hasil olahan computer
seperti poster, grafik, foto, gambar, display, dan media grafis lainnya. Pemanfaatan
ICT Interaktif, Video Pembelajaran, Multimedia presentasi, e-learning termasuk pada
bagian ini.
c) ICT sebagai standar kompetensi
Artinya ICT sebagai mata pelajaran yang kita kenal Mata Pelajaran TIK. Mata
pelajaran ini berisi standar kompetensi.
d) ICT sebagai fasilitas pendidikan.
Dalam hal ini ICT sebagai sarana yang melengkapi fungsi sekolah sebagai
lembaga pendidikan, terutama fasilitas-fasilitas yang bernuansa elektronik seperti
labolatorium komputer, peralatan di laboratorium bahasa, raung multimedia, studio
rekaman suara, studio musik, studio produksi video dan editing.
e) ICT sebagai infrastruktur pendidikan
Infrastruktur terkait dengan sarana dan prasarana lebih luas yang dibutuhkan
sekolah termasuk gedung sekolah, ruang kelas virtual, kelas multimedia, dan
pembangunan koneksi internet seperti pemasangan tower internet.
f) ICT sebagai pendukung manajemen pendidikan
Manajemen terkait dengan perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan evaluasi
penyelengaraan pendidikan di tingkat sekolah. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibantu
dengan pemanfaatan ICT, misalnya melalui program aplikasi pengolah kata dapat
membuat dokumen-dokumen perencanaan sekolah, SIM atau Sistem Informasi
Manajemen sekolah dapat dibuat sekolah sebagai sumber informasi untuk
mempermudah akses informasi. Melalui Jardiknas, akan terbangun komunitas antar
4
sekolah yang memudahkan komunikasi antar sekolah. Melalui CCTV saat ini dapat
dimanfaatkan sekolah sebagai salah satu bentuk pengawasan pembelajaran.
2.2 Analisis Teori Multimedia yang Mendasari ICT dalam Pendidikan (Teori Kognitif
Meyer)
Penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman konsep siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa dan menciptkan proses
pembelajaran yang lebih bermakna. Pembelajaran yang bermakna didefinisikan sebagai
pemahaman yang mendalam mengenai suatu materi, proses pengaturan mental yang
dikaitkan secara masuk akal dengan struktur kognitif dan menghubungkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Pembelajaran bermakna menggambarkan
kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan yang sudah diketahui pada situasi
dan kondisi yang nyata, baru dan berbeda (Mayer dan Moreno, 2003).
Pembelajaran bermakna memerlukan peran serta siswa dalam proses kognitif selama
pembelajaran berlangsung, tetapi kapasitas siswa dalam menggunakan proses kognitifnya
memiliki keterbatasan. Untuk mengatasi hal tersebut, guru harus menciptakan rekognisi
melalui penggunaan multimedia, penggunaan multimedia pembelajaran memiliki
sensitifitas terhadap beban proses kognitif siswa selama pembelajaran (Clark ; Sweller ;
vanMerrinboer dalam Mayer dan Moreno, 2003).
Kondisi tersebut menunjukkan adanya interaksi antara multimedia dan proses kognitif
selama proses pembelajaran berlangsung, interaksi tersebut dikenal dengan model teori
kognitif multimedia pembelajaran yang dikembangkan oleh Mayer, model tersebut
ditampilkan pada gambar berikut yang menjelaskan interaksi antara multimedia dengan
proses kognitif yang menunjukkan kerja pikiran dalam pemrosesan informasi selama
pembelajaran berlangsung melalui multimedia.
5
Secara umum gambar diatas menunjukkan bahwa dalam multimedia pembelajaran
terdapat proses aktif yang memerlukan lima proses kognitif yaitu pemilihan kata,
pemilihan gambar, pengorganisasian kata, pengorganisasian gambar, dan proses
menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah ada. Proses kognitif tersebut sejalan
dengan asumsi proses aktif yang memerlukan tempat proses dalam kapasitas kognitif
untuk sistem permosesan informasi.
Dalam bukunya yang berjudul Multimedia Learning (2nd Edition), Meyer berpendapat
bahwa terdapat 12 prinsip multimedia yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di ruang
kelas yaitu:
1. Prinsip Koheren
Siswa belajar terbaik ketika kata-kata asing, gambar, dan media dieliminasi. Ketika
membuat pembelajaran online atau presentasi, pastikan untuk membatasi layar Anda
hanya dengan informasi penting saja.
2. Prinsip Sinyal
Menjaga siswa pada tugas dengan menyoroti informasi penting. Tambahkan isyarat
visual seperti huruf tebal kata-kata penting atau gambar bergerak.
3. Prinsip Redundansi
Prinsip ini mengacu pada sisi subtitel dan narasi suara teks. Praktik terbaik Mayer
mencatat bahwa harus ada teks atau suara narasi untuk mencegah overload kognitif siswa.
Namun, ketika bekerja dengan siswa yang memiliki kebutuhan khusus (seperti disleksia
atau gangguan pengolahan sensorik), mungkin berguna untuk memasok teks dan narasi
suara.
6
4. Prinsip Tata Ruang Persentuhan
Mayer mencatat bahwa siswa belajar terbaik ketika kata-kata dan gambar yang sesuai
ditampilkan berdekatan satu sama lain di layar. Hal ini memungkinkan siswa untuk
mengarahkan perhatian mereka ke satu titik pusat fokus.
5. Prinsip Persentuhan Temporal
Prinsip ini secara langsung berhubungan dengan prinsip kedekatan spasial, tetapi
mencatat bahwa saat menampilkan teks yang sesuai dan gambar, mereka harus disajikan
pada saat yang sama dari pada berturut-turut atau muncul berurut.
6. Prinsip Segmentasi
Siswa belajar terbaik dengan langkah mereka sendiri. Prinsip ini berfokus pada
gagasan bahwa pelajaran multimedia harus disajikan di bagian-pengguna dari pada satu
pelajaran scara utuh. Khan Academy dan BrainPop melakukan pekerjaan yang sangat baik
di prinsip ini, membuat konten multimedia yang memungkinkan siswa (dan guru) untuk
bergerak melalui pelajaran dengan langkah mereka sendiri.
7. Prinsip Pra-Pelatihan
Pra-pelatihan adalah penting, baik di kelas dan pelajaran online, memberikan latihan
kepada siswa dengan baik merupakan konten penyegaran cepat sebelum belajar dimulai
atau melengkapi mereka dengan istilah inti pelajaran yang akan datang. Buat soal-soal
pengantar atau kuis kecil.
8. Prinsip Modalitas
Seperti disebutkan sebelumnya, dalam rangka untuk membatasi kelebihan kognitif,
siswa belajar lebih baik ketika disajikan dengan grafis dan narasi vs animasi dan teks pada
layar. Animasi dengan teks pada layar lebih merangsang siswa dan menghambat retensi
mereka. Sekali lagi, kurikulum BrainPop ini melakukan pekerjaan yang besar dalam
mengorganisir multimedia mereka dengan cara yang membatasi stimulasi visual bagi
siswa.
9. Prinsip Multimedia
Ini merupakan prinsip yang menyeluruh dan fokus untuk multimedia pembelajaran
pada umumnya, menekankan bahwa siswa belajar lebih baik ketika disajikan dengan kata
dan gambar secara bersamaan. Menyajikan kepada siswa dengan representasi visual dan
berbasis teks dari konten memungkinkan Anda untuk mencapai semua gaya belajar.
7
10. Prinsip Personalisasi
Seperti semua pelajaran, informasi harus disampaikan kepada siswa dalam
percakapan, sesuai dengan nada usia dan bahasanya.
11. Prinsip Suara
Prinsip suara Mayer juga berhubungan dengan nada narasi Anda dan menekankan
pentingnya narator Anda yng asli sebagai suara manusia daripada robot otomatis.
Merekam suara Anda sendiri bila memungkinkan, atau melihat ke dalam alam yang
terdengar alami.
12. Prinsip Gambar
Sementara siswa Anda akan belajar lebih nyaman dengan suara manusia, ini tidak
berarti bahwa Anda harus menyertakan wajah Anda sendiri atau orang lain di layar saat
menceritakan. Ini tidak berlaku untuk kursus online yang memiliki instruksi sinkron
dengan profesor.
2.3 Analisis Teori Belajar ya ng Mendasari ICT dalam Pendidikan (Teori Behavioristik
& Konstruktivistik)
Pada era sekarang ini, teknologi tidak dapat diabaikan dan tidak dapat dijadikan
pilihan. Nyatanya, teknologi telah merambah di segala sektor kehidupan. Dalam aspek
pendidikan, peranan teknologi yang saat ini begitu terasa adalah beralihnya sistem
pembelajaran konvensional menjadi sistem pembelajaran digital. Meskipun
perkembangan teknologi merupakan hal yang pesat dalam kehidupan, kedudukannya
dalam dunia pendidikan serta peranannya masih terpengaruh dengan teori-teori dalam
pendidikan, seperti teori-teori pembelajaran.
Belajar, menurut Merriam, Caffarella, dan Baumgartner (2007, p. 277) adalah “suatu
proses yang menyatukan pengaruh dan pengalaman kognitif, emosional dan lingkungan
untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan pada pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan pandangan seseorang”. Darling Hammond, Autin, Orcutt, dan
Rosso (2001) mengkategorikan lingkup pembelajaran sebagai berikut:
8
b) Lingkungan belajar: Lingkungan belajar menjadi sarana pembentuk stimulus atau
rangsangan. Oleh karena itu lingkungan yang relevan dengan konteks pembelajaran
akan membuat individu semakin berkembang.
d) Pembelajaran terkadi dalam konteks sosial dan budaya: budaya menjadi unsur luar
namun melekat dalam diri peserta didik, dimana budaya ini mempengaruhi tata cara
belajar, bersikap, bahkan berkomunikasi peserta didik di dalam kelas.
e) Teori belajar adalah penjelasan tentang apa yang terjadi ketika pembelajaran
berlangsung dan apa yang mempengaruhi perkembangannya (Strong & Hutchins,
2009). Ini menghubungkan perubahan kinerja yang dapat diamati dengan apa yang
dianggap telah membawa perubahan (Driscoll, 2000).
f) Strong dan Hutchins (2009) mengutip Hills (2002) menegaskan bahwa nilai teori
pembelajaran ada dua: mereka menyediakan (a) kerangka konseptual untuk
menafsirkan apa yang kita amati dan (b) posisi untuk menemukan solusi. Dalam
pendidikan, teori pembelajaran penting untuk menginformasikan pengajaran yang
efektif (Driscoll, 2000) dan terkait erat dengan teori instruksional yang berfokus
pada cara efektif penataan pengajaran untuk memfasilitasi pembelajaran
(Dunaway, 2011).
9
h) Otak memiliki struktur tiga serangkai: (1) otak bagian bawah, (2) limbik tengah dan
(3) neokorteks atau otak berpikir. Teori otak kiri dan otak kanan menyebutkan
bahwa otak kiri dikategorikan sebagai logis, analitis, objektif, berorientasi
matematis dan mampu memproses bahasa. Sedangkan otak kanan dikategorikan
sebagai artistik, kreatif, subjektif dan mampu mengolah bentuk dan pola. Oleh
karena itu, agar siswa memaksimalkan pembelajaran mereka sesuai dengan
preferensi otak kiri/otak kanan mereka, guru disarankan untuk memastikan bahwa
pembelajaran yang diberikan dapat menyeimbangkan penggunaan dari otak kiri dan
otak kanan.
i) Tiga bagian otak tidak beroperasi secara independen satu sama lain. Mereka telah
membentuk interkoneksi yangmempengaruhi. Selama belajar, sementara otak
bagian bawah sibuk menjalankan fungsi otomatis tubuh untuk bertahan hidup, otak
limbik membuat hubungan emosional dengan pengalaman sebelumnya dan
menciptakan memori dan respons emosional lainnya. Semakin dirangsang dan
terhubung ketiga wilayah otak, semakin besar kapasitas untuk belajar.
j) Implikasi dari teori pembelajaran berbasis otak dalam pembelajaran yang didukung
teknologi adalah bahwa untuk dapat menerima pembelajaran, lingkungan belajar
harus tidak mengancam. Jika tidak, akan terjadi pergeseran dari otak berpikir ke
otak limbik dan jika situasi dianggap mengancam, misalnya diintimidasi, dihina
atau tidak berprestasi, siswa dapat kembali ke otak primitif, naluriah, yang
diwujudkan dalam perilaku negatif seperti tidak fokus dalam belajar, tidak
memperhatikan, menunjukkan minat yang kurang, dan bahkan tidak termotivasi.
Demikian pula, jika tugas secara teknis atau kognitif terlalu sulit, dapat
menyebabkan frustrasi dan kurangnya motivasi.
k) Pendidik berperan untuk mengurangi beban kognitif siswa, hal ini dapat digunakan
dengan menggunakan jenis teknologi digital. Untuk memaksimalkan kapasitas
ketiga otak untuk belajar, guru harus (a) menciptakan lingkungan belajar yang aman
bagi siswanya; (b) merangsang otak limbik untuk menciptakan kesadaran
emosional seperti menciptakan asosiasi yang akrab dengan pengalaman melalui
cerita dan diskusi; dan (c) merangsang baik hemisfer kiri dan kanan neokorteks
dengan aktivitas yang memerlukan analisis (penguraian) dan sintesis (peningkatan).
10
1. Behaviorisme
Teori behaviorisme berfokus pada studi tentang perilaku terbuka yang dapat
diamati dan diukur. Teori ini berfokus pada pengaruh pengkondisian seperti
pengkondisian operan, di mana penguatan perilaku stimulus-respons mengkondisikan
individu untuk merespons. Penguatan adalah segala sesuatu yang memperkuat respons
yang diinginkan, misalnya pujian, penghargaan atau nilai yang baik. Teori ini berfokus
pada pola perilaku baru yang diulang-ulang hingga menjadi otomatis.
2. Konstruktivisme dan Sosial-Konstriktivisme
a. Teori Kontruktivisme Piaget
11
simbolis (berbasis bahasa). Setiap tahap perkembangan kognitif dicirikan oleh cara
yang berbeda dalam menginternalisasi representasi lingkungan eksternal. Bruner
memandang setiap model sebagai dominan pada waktu yang berbeda selama
perkembangan anak, belajar pada dasarnya diwakili oleh kombinasi mode ini, yaitu,
anak tidak meninggalkan tahap saat ini dan pindah ke tahap baru yang ditandai dengan
cara baru untuk belajar. Usia tidak boleh menjadi penghalang untuk belajar selama
pengajaran diatur dengan tepat sesuai dengan tahapan ini. Bruner sering dikategorikan
dengan mengkonseptualisasikan gagasan tentang pembelajaran penemuan.
Teknologi digital dengan kemampuan multimodalnya berguna untuk memperkuat
tahapan ikonik dan simbolis dari kerangka pembelajaran Bruner. Implikasinya adalah
bahwa anak-anak yang sangat kecil yang mengembangkan pembelajaran dalam mode
enactive mungkin tidak perlu banyak menggunakan teknologi tetapi untuk
memfokuskan pembelajaran pada tindakan melalui manipulasi objek-objek konkret
c. Teori Sosial-Konstruktivisme Vygotsky
12
suatu topik dan mengembangkan keterampilan yang lebih maju di bawah
bimbingan guru atau bekerja sama dengan rekan-rekan.
Oleh karena itu, Zona Perkembangan Proksimal mencakup struktur
kognitif yang masih dalam proses “dewasa” dan berkembang sepenuhnya
melalui interaksi sosial dengan individu lain. Inti dari pandangan
konstruktivisme dan sosial-konstruktivisme adalah keyakinan bahwa pelajar
aktif dalam menyusun bagaimana pengetahuan baru diambil dan dibentuk.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Peranan ICT dalam dunia pendidikan mempunyai pengaruh yang besar. Sistem
pengajaran berbasis multimedia ini mampu membuat penyajian suatu topik pembahasan
menjadi lebih menarik, tidak monoton dan mudah untuk dipahami. Selain itu dengan
munculnya internet juga dapat mempermudah dalam mencari, membuat, dan membantu
menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan tugas dengan sangat mudah dan cepat.
Menurut UNESCO (2013), terdapat lima manfaat yang didapatkan melalui penerapan ICT
dalam sistem pendidikan yaitu,
(5) meningkatkan efektifitas serta efisiensi manajemen, tata kelola, dan administrasi
pendidikan.
Terdapat 12 prinsip multimedia yang dikemukakan oleh Meyer dalam bukunya yang
dapat dilaksanakan di ruang kelas untuk pembelajaran antara lain, prinsip koheren, prinsip
sinyal, prinsip redundansi, prinsip tata ruang persentuhan, prinsip persentuhan temporal,
prinsip segmentasi, prinsip pra-pelatihan, prinsip modalitas, prinsip multimedia, prinsip
personalisasi, prinsip suara, dan prinsip gambar. Selain Teori Kognitif Meyer, terdapat
teori-teori lain yang merujuk pada multimedia, seperti Teori Behavioristik &
Konstruktivistik.
Teori behaviorisme berfokus pada studi tentang perilaku terbuka yang dapat diamati
dan diukur. Teori ini berfokus pada pengaruh pengkondisian seperti pengkondisian operan,
14
di mana penguatan perilaku stimulus-respons mengkondisikan individu untuk merespons.
Teori Kontruktivisme terbagi lagi menjadi beberapa teori yaitu Teori Kontruktivisme
Piaget, Teori Konstruktivisme Bruner dan Teori Sosial-Konstruktivisme Vygotsky.
15
DAFTAR PUSTAKA
Mayer, R. E., & Moreno, R. (2003). Nine ways to reduce cognitive load in
multimedia learning. Educational psychologist, 38(1), 43-52.
16