Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan
penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kegiatan dalam kehidupan kita yang
harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika seperti menghitung,
mengukur, dan lain-lain. Bahkan, saat ini banyak sekali penyampaian informasi
menggunakan bahasa matematika, seperti tabel, grafik, diagram, dan sebagainya.
Matematika juga merupakan ilmu dasar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
lainnya selain matematika (Gafoor & Kurukkan, 2015). Inilah alasan mengapa
matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan.
Namun pada kenyataannya, khususnya dalam dunia pendidikan matematika
masih mempunyai beberapa persoalan. Hal tersebut didukung dengan pengalaman
peneliti pada pelaksanaan KPL tahun 2017 di SMP Negeri 10 Malang. Peneliti
menjumpai bahwa pelajaran matematika masih menjadi pelajaran yang paling
tidak disukai oleh peserta didik, terutama bagi peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam belajar matematika. Berdasarkan hasil wawancara terhadap
peserta didik menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang menganggap bahwa
matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami karena memuat
konsep-konsep yang abstrak dan terdapat banyak sekali rumus yang tidak mudah
dihafalkan bagi mereka. Oleh karena itu, peserta didik mengalami kesulitan ketika
mempelajari mata pelajaran matematika.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (dalam Haryati, 2016)
tentang Standar Isi (SI) Mata Pelajaran, salah satu tujuan pembelajaran
matematika adalah memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh. Pemecahan masalah dalam matematika
sekolah biasanya diwujudkan melalui soal cerita. Menurut Hartini (2008), soal
cerita merupakan salah satu bentuk soal yang menyajikan permasalahan terkait
dengan kehidupan sehari-hari dalam bentuk cerita. Namun, tidak semua soal cerita
otomatis akan menjadi masalah, sebagaimana tertulis dalam NCTM (dalam

1
2

Haryati, 2016), “some story problems are not problematic enough for students
and hence should only be considered as exercise for students to perform.”
Tujuan pembelajaran tersebut terkadang tidak sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki oleh setiap peserta didik yang tentunya berbeda-beda dapat dilihat
dari kesalahan-kesalahan yang timbul ketika peserta didik mengerjakan soal cerita
matematika terkait materi barisan aritmatika. Hal ini ditunjukkan dari hasil
pengerjaan peserta didik kelas VIII E tahun ajaran 2017/2018 ketika diberikan
satu soal cerita, “Rina naik taksi dari kota A ke kota B yang berjarak 9 kilometer.
Besarnya argo taksi adalah Rp. 8.000,00 untuk 1 kilometer pertama, kemudian
bertambah Rp. 700,00 tiap 100 meter selanjutnya. Tentukan besarnya ongkos taksi
yang harus dibayar Rina”. Berdasarkan hasil pengerjaan peserta didik terhadap
soal cerita tersebut, tidak ada satu pun peserta didik yang dapat mengerjakan
dengan tepat, dengan kata lain peserta didik melakukan kesalahan dalam
pengerjaannya.
Kesalahan yang dilakukan peserta didik adalah tidak dapat memahami soal
cerita dengan baik, sehingga peserta didik tidak dapat menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan. Dalam soal cerita ini, peserta didik diharapkan
dapat mengetahui suku awal, beda, dan juga suku yang ditanyakan. Dalam hal ini,
semua peserta didik tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan. Sembilan dari 35 peserta didik tidak menjawab soal cerita tersebut.
Kesalahan selanjutnya adalah peserta didik tidak dapat menentukan metode
penyelesaian yang sesuai untuk menyelesaikan soal cerita tersebut. Dua puluh dari
35 peserta didik hanya menjawab dengan menggunakan metode yang tidak sesuai
dengan soal cerita tersebut karena tidak mengerti metode apa yang harus
digunakan untuk menyelesaikannya. Seperti contoh pada Gambar 1.1, peserta
didik menuliskan metode penyelesaian yang tidak sesuai dengan soal cerita, yakni
hanya menuliskan “= 8000 × 9 𝑘𝑚 = 72000” sehingga peserta didik belum
menemukan jawaban akhir soal cerita dengan benar.
3

Gambar 1.1 Contoh Kesalahan dalam Menentukan Metode Penyelesaian

Dalam soal cerita ini, peserta didik diharapkan dapat menggunakan rumus
barisan aritmatika, yaitu 𝑈𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏, dimana 𝑈𝑛 sebagai suku yang
ditanyakan, 𝑎 sebagai suku awal yang diketahui pada soal, 𝑏 sebagai beda yang
juga telah diketahui pada soal.
Namun, 5 dari 35 peserta didik mengerjakan soal cerita tersebut dapat
menentukan metode penyelesaian soal cerita yang sesuai sehingga peserta didik
memperoleh jawaban akhir yang benar, seperti pada Gambar 1.2 berikut.

Gambar 1.2 Contoh Pengerjaan Menggunakan Metode Penyelesaian dengan Tepat

Pada Gambar 1.2, peserta didik menentukan langkah pertamanya sebagai


9𝑘𝑚 − 1𝑘𝑚 = 8𝑘𝑚. Pada langkah ini, terlihat bahwa peserta didik dapat
memahami soal cerita yang diberikan. Langkah kedua, peserta didik memperoleh
1𝑘𝑚 = 𝑅𝑝 7000,00 yang diperoleh dari informasi yang diketahui dari soal.
Langkah ketiga, peserta didik dapat menentukan 𝑅𝑝 7000,00 × 8𝑘𝑚 =
𝑅𝑝 56000,00 yang diperolehnya dari hasil pemahaman pada langkah sebelumnya.
Selanjutnya peserta didik dapat menentukan jawaban akhir dari soal cerita
tersebut dengan benar yakni dengan cara menjumlahkan 56000 + 8000 =
64000.
4

Dari hasil pengerjaan soal cerita tersebut, peneliti memberikan penjelasan


mengenai cara menyelesaikannya dan meminta peserta didik untuk membenahi
pengerjaannya. Namun meskipun peserta didik telah diberikan penjelasan di
depan kelas, berikut merupakan beberapa contoh hasil pembenahan peserta didik
terkait soal cerita tersebut.

Gambar 1.3 Contoh Kesalahan Tidak Lengkap dalam


Menuliskan Metode Penyelesaian

Gambar 1.4 Contoh Kesalahan dalam Menuliskan Tahapan Menghitung

Gambar 1.5 Contoh Kesalahan dalam Menuliskan Tahapan


Menghitung dan Kesalahan Penulisan Jawaban Akhir

Dari beberapa contoh hasil pembenahan peserta didik di atas, terlihat


dengan jelas bahwa peserta didik masih belum paham mengenai materi barisan
aritmatika. Peserta didik belum dapat menangkap apa yang diketahui dalam soal,
apa yang ditanyakan, bagaimana cara menyelesaikannya, dll. Pada Gambar 1.3,
peserta didik sudah menuliskan sebagian metode penyelesaiannya, namun tidak
5

menuliskan hasil akhir dari proses tersebut. Peserta didik hanya menulis 𝑆80 =
𝑈81 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏 = 8000 + (81 − 1) × 700, tanpa melanjutkan proses nya.
Seharusnya peserta didik menuliskan “= 8000 + 56000 = 64000” sebagai
kelanjutan dari proses tersebut.
Sedangkan pada Gambar 1.4 peserta didik melakukan kesalahan dalam
menuliskan metode penyelesaiannya. Peserta didik menuliskan 𝑆80 = 𝑈81 = 𝑎 +
(𝑛 − 1)𝑏 = 8000 + (81 − 1) = 7000, menunjukkan bahwa peserta didik tidak
dapat menuliskan proses matematis yang benar, akibatnya peserta didik tidak
dapat memperoleh jawaban yang benar.
Pada Gambar 1.5 peserta didik menuliskan dua jawabannya. Yang pertama
dia menuliskan 𝑈81 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏 = 8000 + (81 − 1) × 700 = 560000 ×
700 = 392000000 sebagai jawabannya. Terjadi kesalahan proses matematis dan
kesalahan penulisan jawaban akhir. Sedangkan jawaban yang kedua dia
menuliskan 𝑈9 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏 = 8 + (9 − 1) × 7 = 8 + 56 = 64, lalu
dibawahnya dituliskan pula “𝑅𝑝 64000”. Peserta didik telah menuliskan jawaban
akhir dengan benar, yaitu 𝑅𝑝 64000, akan tetapi pada proses matematisnya, dia
tidak menuliskan nominal uang “8000 𝑑𝑎𝑛 700” melainkan hanya menulisnya
sebagai “8 𝑑𝑎𝑛 7”.
Berdasarkan hasil pekerjaan peserta didik tersebut, menunjukkan bahwa
peserta didik belum sepenuhnya menguasai materi barisan aritmatika. Oleh karena
itu, dalam proses pembelajaran guru harus mengetahui apa saja kesalahan yang
dilakukan oleh peserta didik. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui kesalahan peserta didik adalah dengan melakukan kajian analisis
kesalahan (Satoto, 2012:4). Melalui analisis kesalahan akan diketahui apa saja
kesalahan yang dilakukan peserta didik, sehingga guru dapat memberikan jenis
bantuan yang tepat kepada peserta didik (Sahriah, 2011:2). Hal ini didukung oleh
pendapat White (2005) yakni kesalahan bisa menjadi mengakar, sehingga analisis
kesalahan adalah langkah pertama yang relevan untuk melakukan sesuatu yang
akan menghilangkan penyebab kesalahan, dan juga Mukunthan (2013)
berpendapat bahwa dalam penelitiannya, guru harus mengidentifikasi bentuk
kesalahan yang terjadi dan mengambil langkah-langkah perbaikan.
6

Dalam melakukan kajian analisis kesalahan terdapat beberapa prosedur yang


dapat digunakan diantaranya dengan melakukan analisis terhadap kesalahan
konseptual dan juga terhadap kesalahan procedural, analisis kesalahan
berdasarkan langkah-langkah penyelesaian Polya serta analisis kesalahan
berdasarkan prosedur Newman. Jika dibandingkan dengan yang lain, analisis
kesalahan berdasarkan prosedur Newman memiliki kredibilitas yang paling tinggi
(White, 2005:6). Hal ini didukung oleh pendapat Singer & Voica (2012) yang
menyatakan, “while Polya's PS framework is decribed in behavioral terms,
Newman's model merges cognitive and behavioral levels. For example, read,
comprehend, apply the process skills demanded by the selected strategy refer to
specific behaviors, while carry out a mental transformation addresses cognition.”
White (2005) menyatakan, “While there are many other theoretical
approaches available to teachers, Newman’s offers one of the easiest to use and
adapt and has proven popular among teachers.” Berarti bahwa meskipun banyak
pendekatan teoritik lainnya, namun tahapan analisis Newman terbukti popular di
antara guru-guru karena mudah untuk digunakan. Pendapat ini didukung oleh
Ellerton & Clements (1996) yang menyatakan, “Over the past two decades the
“Newman method” has been widely used throughout the Asia-Pacific region - in
Australia (eg, Casey, 1978; Clarkson, 1980; Clements, 1980); in Brunei
(Mohidin, 1991); in India (Kaushil, Sajjin Singh & Clements, 1985); in Indonesia
(Ora, 1992); in Malaysia (Ellerton & Clements, 1992; Teoh Sooi Kim, 1991;
Kownan, 1992; Marinas & Clements, 1990; Sulaiman & Remorin, 1993); etc.”
Selain itu, kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik sesuai seperti
tahapan-tahapan pada analisis kesalahan Newman, diantaranya, terdapat kesalahan
dalam memahami, kesalahan dalam menentukan metode penyelesaian soal cerita,
kesalahan dalam keterampilan proses, serta kesalahan dalam menentukan jawaban
akhir. Oleh karena itu, analisis kesalahan yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis kesalahan berdasarkan tahapan Newman.
Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Kesalahan Peserta Didik Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal
Cerita Barisan Aritmatika Berdasarkan Tahapan Analisis Newman”.
7

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan
permasalahannya, yaitu apa saja kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam
menyelesaikan soal cerita barisan aritmatika berdasarkan tahapan analisis
Newman.

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mendeskripsikan kesalahan peserta didik dalam menyelesaikan soal
cerita barisan aritmatika berdasarkan tahapan analisis Newman.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dalam melakukan analisis kesalahan ini dibedakan berdasarkan
objek tujuannya, yaitu bagi peserta didik, bagi guru dan bagi peneliti lain yang
akan melakukan analisis kesalahan terhadap suatu permasalahan yang terjadi pada
peserta didik.
1. Bagi guru
Adapun manfaat penelitian bagi guru adalah, sebagai berikut:
a. Memberikan gambaran tentang kesalahan yang dilakukan peserta didik
dalam menyelesaikan soal cerita barisan aritmatika.
b. Sebagai informasi agar guru dapat mengatasi kesulitan peserta didik dalam
belajar materi barisan aritmatika dan menentukan metode mengajar yang
tepat bagi peserta didik.

2. Bagi peneliti lain


Manfaat penelitian ini bagi peneliti lain adalah untuk memberikan gambaran
mengenai berbagai macam kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam
menyelesaikan soal cerita matematika sehingga peneliti dapat mengantisipasi diri
untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi kesalahan peserta didik
dalam menyelesaikan soal cerita matematika terutama soal cerita mengenai
barisan aritmatika.
8

1.5 Batasan Masalah


Peneliti mempunyai keterbatasan untuk meneliti saat melakukan penelitian.
Adapun keterbatasan peneliti adalah, sebagai berikut:
1. Materi yang menjadi fokus adalah materi barisan aritmatika pada kelas VIII
SMP.
2. Subjek yang diteliti adalah peserta didik kelas VIII E tahun ajaran 2017/2018
SMPN 10 Malang.

1.6 Definisi Operasional


Untuk menghindari kesalahpahaman pada istilah-istilah dalam penelitian
deskriptif kualitatif ini, maka peneliti perlu mendeskripsikan beberapa istilah
sebagai berikut:
1. Analisis kesalahan peserta didik adalah pendeskripsian bentuk-bentuk
pengerjaan yang tidak sesuai dengan metode penyelesaian yang semestinya
dilakukan oleh peserta didik.
2. Tahapan Newman adalah metode analisis yang terdiri dari lima tahap untuk
menemukan jenis kesalahan yang terjadi pada pekerjaan peserta didik dalam
menyelesaikan suatu soal cerita matematika.
3. Soal cerita matematika adalah pertanyaan matematika yang lebih banyak
disajikan dalam bentuk kata-kata daripada simbol matematika yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai