Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

REMAJA

I. Latar Belakang
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 terjadi kenaikan kasus
anemia remaja putri di tahun 2013 sekitar 37.1 % naik menjadi 48.9 % pada tahun
2018. Proporsi anemia ini terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun 32%. Hal ini
kontras dengan standar nasional kejadian anemia yaitu sebesar 20%. Dengan demikian
anemia masih menjadi permasalahan di Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian
khusus dari pemerintah (Riskesdas 2018, n.d.)
Remaja memiliki berbagai macam aktivitas, baik aktivitas di dalam sekolah
maupun di luar sekolah. Hal tersebut membuat remaja sulit menentukan jadwal makan
maupun komposisi dan kandungan gizi dari makanan yang akan dikonsumsi. Akibatnya
para remaja sering merasa lelah, lemas, lesu dan tidak bertenaga. Remaja putri
memiliki risiko lebih besar menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti remaja putri mengalami menstruasi setiap
bulan, banyak remaja putri sering kali menjaga penampilan, ingin kurus sehingga
berdiet dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh
akan menyebabkan tubuh kekurangan zat penting dalam tubuh seperti zat besi. Zat besi
terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu sintesis
hemoglobin (Hb). Hemoglobin (Hb) yaitu suatu oksigen yang menghantarkan eritrosit
berfungsi penting bagi tubuh. Secara umum, konsumsi makanan berkaitan erat dengan
status gizi. Bila makanan yang dikonsumsi mempunyai nilai yang baik, maka status gizi
juga baik, sebaliknya bila makanan yang dikonsumsi kurang nilai gizinya, maka akan
menyebabkan kekurangan gizi dan dapat menimbulkan anemia (Pasalina et al., 2019)
Remaja yang memiliki status gizi kurang atau sering disebut gizi buruk, jika
sudah terlalu lama maka akan terjadi Kurang Energi Kronik (KEK). Kekurangan Energi
Kronik (KEK) merupakan keadaan dimana seseorang menderita kurang asupan gizi
energi dan protein yang berlangsung lama atau menahun. KEK pada remaja jika tidak
cepat diatasi akan berdampak besar dan berkelanjutan ketika remaja putri ini hamil
nantinya (Ruaida & Marsaoly, 2017)
Pengukuran lingkar lengan atas adalah salah satu cara untuk mengetahui risiko
KEK wanita usia subur. Pada wanita dengan KEK ini mengakibatkan terjadinya defisit
kekurangan zat besi, sehingga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya anemia. Jika
kondisi ukuran lengan cenderung mempunyai nutrisi kurang maka kejadian anemia
akan semakin berat. Jumlah minimum besi yang berasal dari makanan yang
menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat, sehingga dapat terhindar
kemungkinan anemia kekurangan zat besi (Ina et al., 2018)
Selain dapat dilihat dari lila (lingkar lengan) anemia juga dapat dipengaruhi oleh
IMT. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat ukur yang sederhana untuk memantau
status gizi. Status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin,
artinya semakin buruk status gizi seseorang maka semakin rendah kadar haemoglobin
orang tersebut (Mutmainnah et al., 2021)
II. Tujuan Penyuluhan
1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1x10 menit diharapkan sasaran
mampu mengetahui dan memahami tentang anemia
2. Tujuan Intruksional Khusus
a. Menjelaskan pengertian dari anemia dengan baik dan benar
b. Menjelaskan tanda dan gejala anemia dengan baik dan benar
c. Menjelaskan faktor risiko penyebab masalah anemia dengan baik dan
benar
d. Menjelaskan cara pencegahan Kurang Energi Kronis (KEK)
e. Menjelaskan wanita lebih rentan terkena anemia dengan baik dan benar
f. Menjelaskan hubungan IMT dan LILA dengan anemia secara baik dan
Benar
III. Materi : Terlampir
IV. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Diskusi
V. Bahan, Alat dan Media
1. Bahan: Materi SAP Anemia
2. Alat: Microphone
3. Media: Leaflet
VI. Sumber
Ina, A. S., Yulifah, R., & Susmini. (2018). Hubungan Ukuran Lingkar Lengan
Atas dengan Kejadian Anemia Pada Mahasiswa di Asrama Putri
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Nursing News, 3(3).
Izwardy, D. (2019). Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur.
Masrizal. (2007). Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
II(1), 141–145
Mutmainnah, Patimah, S., & Septiyani. (2021). Hubungan Kurang Energi
Kronik (Kek) Dan Wasting Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri
Di Kabupaten Majene. Window of Public Health Journal, 1(5), 561–569.
Pasalina, P. E., Dianne, Y., & Ariadi. (2019). Hubungan Indeks Massa Tubuh
Dengan Kejadian Anemia Pada Wanita Usia Subur Pranikah. Ilmu
Keperawatan Dan Kebidanan, 10(1), 12–20.
Riskesdas 2018. (n.d.).
Ruaida, N., & Marsaoly, M. (2017). Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein
Dengan Kejadian Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Siswa Putri Di Sma
Negeri 1 Kairatu. Global Health Science, 2(4), 361–361.
Silalahio, V., Aritonang, E., & Ashar, T. (2015). Potensi Pendidikan Gizi Dalam
Meningkatkan Asupan Gizi Pada Remaja Putri Yang Anemia Di Kota
Medan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11(1), 96.
https://doi.org/10.15294/kemas.v11i1.3521
Sulistyawati, N., & Nurjanah, A. S. (n.d.). Pengetahuan Remaja Putri Tentang
Anemia Studi Kasus Pada Siswa Putri Sman 1 Piyungan Bantul.
Yudina, M. K., & Fayasari, A. (2020). Evaluasi Program Pemberian Tablet
Tambah Darah pada Remaja Putri di Jakarta Timur. Jurnal Ilmiah
Kesehatan (JIKA), 2(3), 147–158. https://doi.org/10.36590/jika.v2i3.56
VII. Sasaran
Remaja putri di Desa Banua, Kintamani, Bangli
VIII. Waktu Dan Tempat Penyuluhan
Hari/Tanggal: Minggu, 29 Januari 2022
Waktu: 09.00-Selesai
Tempat: Bale Banjar Desa Banua
IX. Rencana Evaluasi
1. Struktur
a. Persiapan Media
Media yang digunakan dalam penyuluhan semuanya lengkap dan siap
digunakan. Media yang digunakan yaitu Leaflet yang sudah dipersiapkan
b. Persiapan Materi
Materi yang diberikan dalam penyuluhan sudah disiapkan dalam bentuk
leaflet yang berisi gambar dan tulisan.
2. Proses
No. Langkah Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan sasaran
1 Pembukaan 2 1. Memberi salam 1. Menjawab
menit 2. Memperkenalkan diri salam
3. Menjelaskan maksud 2. Menjawab
dan tujuan pertanyaan
penyuluhan 3. Mendengarkan dan
4. Menggali memperhatikan
pengetahuan dengan seksama
mengenai Anemia 4. Merespon
penyuluh
2 Penyajian 10 1. Menjelaskan pengertian 1. Mendengarkan
menit dari Anemia dengan seksama
2. Menjelaskan tanda dan 2. Mencatat
gejala Anemia 3. Mengikuti
3. Menjelaskan faktor instruksi
dan risiko penyebab
Anemia
4. Menjelaskan cara
pencegahan KEK dan
Anemia
5. Menjelaskan mengapa
Wanita lebih rentan
terkena Anemia
6. Menjelaskan
hubungan IMT dan
LILA dengan Anemia
3 Evaluasi 3 1. Tanya jawab 1. Menanyakan
menit 2. Mengevaluasi/ mengulas mengenai
kembali pemahaman penyajian materi
peserta mengenai materi yang kurang jelas
penyuluhan yang 2. Peserta aktif
diberikan mengikuti evaluasi
3. Menyampaikan yang Diberikan
kesimpulan 3. Mendengarkan
5 Penutup 2 1. Meminta/memberi kesan 1. Memberikan kesan
menit dan pesan dan pesan
2. Memberi salam 2. Menjawab salam

3. Hasil
a. Sasaran mampu menjelaskan pengertian dari anemia dengan baik dan benar
b. Sasaran mampu menjelaskan tanda dan gejala anemia dengan baik dan benar
c. Sasaran mampu menjelaskan faktor risiko penyebab masalah anemia dengan
baik dan benar
d. Sasaran mampu menjelaskan cara pencegahan Kurang Energi Kronis (KEK)
e. Sasaran mampu menjelaskan mengapa wanita lebih rentan terkena anemia
dengan baik dan benar
f. Sasaran mampu menjelaskan hubungan IMT dan LILA dengan anemia secara
baik dan benar
LAMPIRAN I
MATERI ANEMIA

1. Pengertian Anemia
Anemia merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
kurang dari normal (Masrizal, 2007). Hemoglobin adalah salah satu komponen
dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan
menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Kekurangan oksigen dalam
jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain kurangnya
konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas. Hemoglobin dibentuk
dari gabungan protein dan zat besi dan membentuk sel darah merah (Sulistyawati
& Nurjanah, n.d.).
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi
dalam darah
Pemberian TTD dengan dosis yang tepat dapat mencegah anemia dan
meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh. Pemberian TTD dilakukan pada
remaja putri mulai dari usia 12-18 tahun di institusi Pendidikan (SMP dan SMA
atau yang sederajat). Pemerintah menetapkan dosis pemberian TTD pada remaja
putri adalah 1 kali seminggu (Yudina & Fayasari, 2020).
2. Tanda dan Gejala
Gejala yang sering ditemui pada penderita anemia adalah 5 L (Lesu, Letih,
Lemah, Lelah, Lalai), disertai sakit kepala dan pusing, mata berkunang-kunang,
mudah mengantuk, cepat capai serta sulit konsentrasi. Secara klinis penderita
anemia ditandai dengan “pucat” pada muka, kelopak mata, bibir, kulit, kuku dan
telapak tangan (Izwardy, 2019)
A. Anemia Ringan
Berdasarkan WHO, anemia ringan adalah kondisi dimana kadar Hb
dalam darah diantara Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl. Sedangkan berdasarkan Depkes
RI, anemia ringan yaitu ketika kadar Hb diantara Hb 8 g/dl - < 11 g/dl. Gejala
anemia yang mungkin muncul yaitu :
1. Kelelahan
2. Penurunan energi
3. Kelemahan
4. Sesak nafas ringan
5. Tampak pucat (Damayanti, 2017)
B. Anemia Berat
Menurut WHO anemia berat merupakan kondisi dimana kadar Hb
dalam darah dibawah < 6 g/dl. Sedangkan berdasarkan Depkes RI, anemia
berat yaitu ketika kadar Hb dibawah < 5 g/dl. Beberapa tanda yang terdapat
pada penderita anemia berat yaitu:
1. Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan tinja lengket dan berbau
busuk, berwarna merah marun, atau tampak berdarah jika anemia karena
kehilangan darah melalui saluran pencernaan.
2. Denyut jantung cepat
3. Tekanan darah rendah
4. Frekuensi pernapasan cepat
5. Pucat atau kulit dingin
6. Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel darah
merah
7. Murmur jantung (Damayanti, 2017)
3. Faktor dan Resiko Penyebab Masalah
a. Asupan Zat Besi, Protein, dan Vitamin C
Sumber zat besi yang berasal dari daging sapi, hati, unggas, dan ikan dapat
diabsorpsi lebih baik dibandingkan dengan zat besi non-heme. Oleh sebab itu
jika asupan zat besi kurang dan frekuensi konsumsi zat penghambat (inhibitor)
lebih sering dibandingkan konsumsi sumber zat besi maka dapat menimbulkan
kadar zat besi didalam tubuh rendah, dan memicu terjadinya anemia defisiensi
besi. Protein memiliki peran penting dalam penyerapan zat besi didalam tubuh.
Apabila asupan protein kurang maka penyerapan zat besi terhambat dan
menimbulkan kekurangan zat besi. Kejadian anemia dapat dicegah dengan
mengonsumsi vitamin C yang dapat membantu meningkatkan absorpsi zat besi.
Apabila konsumsi zat besi sedikit atau kurang maka vitamin C yang berfungsi
sebagai zat yang memperlancar absorpsi zat besi tidak mampu meningkatkan
kadar hemoglobin dalam darah (Sholicha dan Muniroh, 2019).
b. Kebiasaan Minum Teh/Kopi
Zat yang dapat menghambat penyerapan besi atau inhibitor antara lain
adalah kafein, tanin, oksalat, fitat, yang terdapat dalam produk-produk kacang
kedelai, teh, dan kopi. Kopi dan teh yang mengandung tanin dan oksalat
merupakan bahan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Semakin
banyak frekuensi konsumsi teh yang diminum serta jarak waktu yang dekat
antara konsumsi teh setelah makan yang rutin dilakukan maka resiko kejadian
anemia semakin tinggi (Budiarti dkk., 2021).
c. Pengetahuan dan Pendidikan
Asupan gizi yang kurang pada remaja putri dikarenakan pola makan pada
usia remaja yang tidak baik. Pola makan yang tidak baik ini terjadi karena
kurangnya pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi. Tingkat pengetahuan
gizi pada remaja akan mempengaruhi perilaku atau pilihan remaja putri saat
menentukan jenis makanan yang dikonsumsi. Pemilihan makanan yang baik
dipengaruhi tingkat pengetahuan gizi remaja (Sholicha dan Muniroh, 2019).
d. Pola menstruasi.
Siklus menstruasi perempuan usia reproduksi adalah satu kali sebulan.
Namun, menstruasi yang abnormal dapat mengakibatkan meningkatnya
kehilangan sel darah merah karena adanya perdarahan. Remaja putri dengan
frekuensi haid yang tidak normal memiliki resiko 2,6 kali menderita anemia
dibandingkan dengan remaja putri yang frekuensi haidnya normal (Budiarti dkk.,
2021).
e. Jenis Kelamin
Remaja laki-laki kurang beresiko menderita anemia dibandingkan dengan
remaja perempuan, karena perempuan mengalami periode menstruasi di mana
kehilangan zat besi sekitar 0,8 mg/hari (Kubillawati dan Warastuti, 2019).
4. Cara Pencegahan Kurang Energi Kronis (KEK)
Adapun beberapa cara pencegahan anemia yaitu :
1) Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi dan bergizi
Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi dengan pola makan bergizi
seimbang, yang terdiri dari aneka ragam makanan, terutama sumber pangan
hewani yang kaya zat besi (besi heme) dalam jumlah yang cukup sesuai dengan
AKG. Selain itu juga perlu meningkatkan sumber pangan nabati yang kaya zat
besi (besi non-heme), walaupun penyerapannya lebih rendah dibanding dengan
hewani. Makanan yang kaya sumber zat besi dan gizi dari hewani contohnya
hati, ikan, daging dan unggas, telur sedangkan dari nabati yaitu sayuran
berwarna hijau tua dan kacang-kacangan.
Prinsip gizi seimbang memiliki empat pilar utama, yang pertama :
1. Mengonsumsi makanan dengan beraneka ragam
2. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
3. Pentingnya pola hidup aktif dan berolahraga.
4. Menjaga berat badan ideal.
2) Suplementasi zat besi
Pemberian suplementasi zat besi secara rutin selama jangka waktu tertentu
bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat, dan perlu
dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan zat besi di dalam tubuh.
Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) merupakan salah satu upaya
pemerintah Indonesia untuk memenuhi asupan zat besi. Pemberian TTD dengan
dosis yang tepat dapat mencegah anemia dan meningkatkan cadangan zat besi
di dalam tubuh.
• Untuk meningkatkan penyerapan zat besi sebaiknya TTD dikonsumsi
bersama dengan:
a. Buah-buahan sumber vitamin C (jeruk, pepaya, mangga, jambu biji dan
lain-lain).
b. Sumber protein hewani, seperti hati, ikan, unggas dan daging.
• Hindari mengonsumsi TTD bersamaan dengan :
a. Teh dan kopi karena mengandung senyawa fitat dan tanin yang dapat
mengikat zat besi menjadi senyawa yang kompleks sehingga tidak dapat
diserap.
b. Tablet Kalsium (kalk) dosis yang tinggi, dapat menghambat penyerapan
zat besi. Susu hewani umumnya mengandung kalsium dalam jumlah
yang tinggi sehingga dapat menurunkan penyerapan zat besi di mukosa
usus.
c. Obat sakit maag yang berfungsi melapisi permukaan lambung sehingga
penyerapan zat besi terhambat. Penyerapan zat besi akan semakin
terhambat jika menggunakan obat maag yang mengandung kalsium
(Izwardy, 2019)
5. Mengapa Wanita Lebih Rentan Terkena Anemia
Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih berisiko mengalami anemia
karena menstruasi yang dialami setiap bulannya memungkinkan perempuan
untuk kehilangan darah dalam jumlah yang banyak. Akibat menstruasi pada
remaja putri akan mengalami kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah yang
dikeluarkan remaja putra. Karena itu kebutuhan zat besi remaja putri adalah tiga
kali lebih besar dari remaja putra untuk mengembalikan kondisi tubuhnya ke
keadaan semula untuk mengganti darah yang keluar pada saat menstruasi.
Remaja putri lebih berisiko mengalami anemia disebabkan oleh beberapa
faktor seperti remaja putri seringkali melakukan diet yang keliru yang bertujuan
untuk menurunkan berat badan, dengan mengurangi asupan protein hewani yang
dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin darah. Selain itu remaja putri juga
terkadang mengalami gangguan menstruasi seperti menstruasi yang lebih
panjang dari biasanya atau darah menstruasi yang keluar lebih banyak dari
biasanya (Latief et al., 2016).
6. Hubungan IMT dan LILA terhadap Anemia
Anemia dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi makanan sehari-hari
yang kurang mengandung zat besi. Secara umum, konsumsi makanan berkaitan
erat dengan status gizi. Bila makanan yang dikonsumsi mempunyai nilai yang
baik, maka status gizi juga baik, sebaliknya bila makanan yang dikonsumsi
kurang nilai gizinya, maka akan menyebabkan kekurangan gizi dan dapat
menimbulkan anemia.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan kekurangan dan kelebihan gizi
merupakan salah satu faktor resiko anemia. Underweight merupakan indikasi
rendahnya asupan mikronutrien yang berhubungan dengan metabolisme besi.
Overweight dan obesitas juga meningkatkan resiko anemia karena terjadinya
penimbunan lemak. Penimbunan lemak pada orang overweight/obesitas
menimbulkan reaksi inflamasi dan peningkatan sitokin (IL-6) sehingga
menstimulasi peningkatan hepsidin dan menurunkan penyerapan zat besi di usus.
Selain itu, timbunan lemak pada hati dapat memicu pembentukan peroksida lipid
yang merusak membran sel darah merah dan mengganggu sintesis hemoglobin.
LAMPIRAN II
EVALUASI TUJUAN KHUSUS

1. Apa sajakah penyebab Anemia ?


Jawaban :
a. Asupan Zat Besi, Protein, dan Vitamin C
Sumber zat besi yang berasal dari daging sapi, hati, unggas, dan ikan
dapat diabsorpsi lebih baik dibandingkan dengan zat besi non-heme. Oleh
sebab itu jika asupan zat besi kurang dan frekuensi konsumsi zat
penghambat (inhibitor) lebih sering dibandingkan konsumsi sumber zat besi
maka dapat menimbulkan kadar zat besi didalam tubuh rendah, dan memicu
terjadinya anemia defisiensi besi. Protein memiliki peran penting dalam
penyerapan zat besi didalam tubuh. Apabila asupan protein kurang maka
penyerapan zat besi terhambat dan menimbulkan kekurangan zat besi.
Kejadian anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi vitamin C yang dapat
membantu meningkatkan absorpsi zat besi. Apabila konsumsi zat besi
sedikit atau kurang maka vitamin C yang berfungsi sebagai zat yang
memperlancar absorpsi zat besi tidak mampu meningkatkan kadar
hemoglobin dalam darah (Sholicha dan Muniroh, 2019).
b. Kebiasaan Minum Teh/Kopi
Zat yang dapat menghambat penyerapan besi atau inhibitor antara lain
adalah kafein, tanin, oksalat, fitat, yang terdapat dalam produk-produk
kacang kedelai, teh, dan kopi. Kopi dan teh yang mengandung tanin dan
oksalat merupakan bahan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat.
Semakin banyak frekuensi konsumsi teh yang diminum serta jarak waktu
yang dekat antara konsumsi teh setelah makan yang rutin dilakukan maka
resiko kejadian anemia semakin tinggi (Budiarti dkk., 2021).
c. Pengetahuan dan Pendidikan
Asupan gizi yang kurang pada remaja putri dikarenakan pola makan
pada usia remaja yang tidak baik. Pola makan yang tidak baik ini terjadi
karena kurangnya pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi. Tingkat
pengetahuan gizi pada remaja akan mempengaruhi perilaku atau pilihan
remaja putri saat menentukan jenis makanan yang dikonsumsi. Pemilihan
makanan yang baik dipengaruhi tingkat pengetahuan gizi remaja (Sholicha
dan Muniroh, 2019).
d. Pola menstruasi.
Siklus menstruasi perempuan usia reproduksi adalah satu kali sebulan.
Namun, menstruasi yang abnormal dapat mengakibatkan meningkatnya
kehilangan sel darah merah karena adanya perdarahan. Remaja putri dengan
frekuensi haid yang tidak normal memiliki resiko 2,6 kali menderita anemia
dibandingkan dengan remaja putri yang frekuensi haidnya normal (Budiarti
dkk., 2021).
e. Jenis Kelamin
Remaja laki-laki kurang beresiko menderita anemia dibandingkan
dengan remaja perempuan, karena perempuan mengalami periode
menstruasi di mana kehilangan zat besi sekitar 0,8 mg/hari (Kubillawati dan
Warastuti, 2019).
2. Bagaimanakah penatalaksanaan pencegahan Kurang Energi Kronis (KEK)
Jawaban :
a. Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi dan bergizi
Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi dengan pola makan
bergizi seimbang, yang terdiri dari aneka ragam makanan, terutama sumber
pangan hewani yang kaya zat besi (besi heme) dalam jumlah yang cukup
sesuai dengan AKG. Selain itu juga perlu meningkatkan sumber pangan
nabati yang kaya zat besi (besi non-heme), walaupun penyerapannya lebih
rendah dibanding dengan hewani. Makanan yang kaya sumber zat besi dan
gizi dari hewani contohnya hati, ikan, daging dan unggas, telur sedangkan
dari nabati yaitu sayuran berwarna hijau tua dan kacang-kacangan.
Prinsip gizi seimbang memiliki empat pilar utama, yang pertama :
1. Mengonsumsi makanan dengan beraneka ragam
2. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
3. Pentingnya pola hidup aktif dan berolahraga.
4. Menjaga berat badan ideal.
b. Suplementasi zat besi
Pemberian suplementasi zat besi secara rutin selama jangka waktu
tertentu bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat, dan
perlu dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan zat besi di dalam tubuh.
Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) merupakan salah satu upaya
pemerintah Indonesia untuk memenuhi asupan zat besi. Pemberian TTD
dengan dosis yang tepat dapat mencegah anemia dan meningkatkan
cadangan zat besi di dalam tubuh.
• Untuk meningkatkan penyerapan zat besi sebaiknya TTD dikonsumsi
bersama dengan:
a. Buah-buahan sumber vitamin C (jeruk, pepaya, mangga, jambu biji
dan lain-lain).
b. Sumber protein hewani, seperti hati, ikan, unggas dan daging.
• Hindari mengonsumsi TTD bersamaan dengan :
a. Teh dan kopi karena mengandung senyawa fitat dan tanin yang dapat
mengikat zat besi menjadi senyawa yang kompleks sehingga tidak
dapat diserap.
b. Tablet Kalsium (kalk) dosis yang tinggi, dapat menghambat
penyerapan zat besi. Susu hewani umumnya mengandung kalsium
dalam jumlah yang tinggi sehingga dapat menurunkan penyerapan
zat besi di mukosa usus.
c. Obat sakit maag yang berfungsi melapisi permukaan lambung
sehingga penyerapan zat besi terhambat. Penyerapan zat besi akan
semakin terhambat jika menggunakan obat maag yang mengandung
kalsium (Izwardy, 2019)

Anda mungkin juga menyukai