Daftar Isi
Halaman
Topik 1
Ruang lingkup Fisika Radiodiagnostik ………………………………………... 3
Latihan ………………………………………………………............................................ 14
Ringkasan ……………………………..…………………………………………………….. 15
Tes 1 ………………………………..………………………………………………………….. 16
Topik 2
Dasar Fisika Radiodiagnostik ………………………….…………………………… 19
Latihan ………………………………………………..………………………………………. 39
Ringkasan …………………………………………………………………………………… 40
Tes 2 …......………………………………..................................................................... 41
BAB 2: SINAR-X 51
Topik 1
Produksi Sinar-X ................................................................................................ 53
Latihan ....……………………………………............................................................... 86
Ringkasan …………………………………………………………………………………… 87
Tes 1 ……………………………………………………………………………………………. 89
Topik 2
Interaksi Sinar-X dengan Materi ……………………………..………………….. 94
Latihan ....……………………………………………..................................................... 107
Ringkasan ..…………………………………………..................................................... 108
Tes 2 ……………………….………..……..................................................................... 109
iv
Topik 3
Efek Sinar-X ……………………………………………………………..………………….. 112
Latihan ....……………………………………………..................................................... 134
Ringkasan ..…………………………………………..................................................... 135
Tes 3 ……………………….………..……..................................................................... 136
Topik 1
Citra Radiografi ………………………………………………….................................. 149
Latihan ....……………………………………………...................................................... 195
Ringkasan ..…………………………………………...................................................... 196
Tes 1 ……………………….……..……........................................................................ 198
Topik 2
Grid Radiografi ………………………………………………….................................. 203
Latihan ....……………………………………………...................................................... 220
Ringkasan ..…………………………………………...................................................... 221
Tes 2 ……………………….……..……........................................................................ 222
Topik 1
Peralatan Fluoroskopi …………………………………………………………..…….. 233
Latihan ………………………………………………………………………….…………….. 240
Ringkasan ………………..……………………………………………………….....……… 241
Tes 1 ……………………………………………………….………………………………..…. 242
v
Topik 2
Pembentukan Citra Fluoroskopi ….………………………………………..…….. 245
Latihan ………………………………………………………………………….…………….. 257
Ringkasan ………………..……………………………………………………….....……… 258
Tes 2 ……………………………………………………….………………………………..…. 259
P
embuatan citra radiografi dan fluoroscopy bertujuan untuk
menghasilkan citra yang informatif, yang dapat diinterpretasi oleh
dokter spesialis radiologi untuk mendiagnosis kelainan patologis dalam
tubuh pasien. Kemampuan pembuatan citra tersebut harus didukung dengan
pengetahuan tentang aspek terkait sinar-X sebagai radiasi pengion yang dapat
bermanfaat di bidang radiodiagnostik juga sekaligus dapat memberikan
potensi negatif bagi pasien, pekerja radiasi, dan masyarakat. Mempelajari
produksi sinar-X, interaksi sinar-X dengan materi, dan efek-efek sinar-X serta
peralatan fluoroscopy akan memberikan pertimbangan khusus dalam
pembuatan citra radiografi dan fluoroscopy yang optimal dengan pemberian
dosis radiasi sinar-X yang minimal.
Dalam Bahan Ajar Fisika Radiodiagnostik ini akan dibahas tentang
pengenalan fisika radiodiagnostik yang melingkupi bagian-bagian Mata Kuliah
Fisika Dasar, Fisika Radiasi, dan Teknik Pesawat Radiologi. Pembahasan
selanjutnya tentang sinar-X, diharapkan agar mahasiswa memiliki kemampuan
untuk mempertimbangkan beberapa aspek terkait sinar-X dalam pembuatan
citra radiografi. Materi tentang citra radiografi membahas tentang teori dan
aplikasi dalam pembuatan citra radiografi menggunakan reseptor citra
kombinasi IS-film, imaging plate sistem computer radiography, dan flat panel
detector sistem digital radiography. Pembahasan terakhir tentang fluoroscopy
yang terkait dengan penggunaan pesawat sinar-X fluoroscopy pada
pemeriksaan menggunakan media kontras. Setelah mempelajari bahan ajar ini
diharapkan mahasiswa mampu menerapkan teori yang telah dipelajari ke
dalam praktik di rumah sakit saat melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL)
sebagai mitra radiografer dan dokter spesialis radiologi di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
Bahan Ajar Fiska Radiodiagnostik membahas tentang pengenalan fisika
radiodiagnostik, sinar-X, citra radiografi, dan fluoroscopy. Pemahaman tersebut
akan dicapai apabila mahasiswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi di
bawah ini:
1. Mampu menjelaskan dasar-dasar mata kuliah yang terkait dengan fisika
radiodiagnostik.
2. Mampu menjelaskan berbagai hal tentang sinar-X.
viii
Bab 2 : Sinar-X
Topik 1 : Produksi sinar-X
Topik 2 : Interaksi sinar-X dengan materi
Topik 3 : Efek sinar-X
Bab 4 : Fluoroscopy
Topik 1 : Peralatan fluoroskopi
Topik 2 : Pembentukan citra fluoroskopi
Secara skematis, kompetensi yang ingin dicapai dari belajar materi Fisika
Radiodiagnostik dapat dilihat pada kompetensi berikut ini.
BAB 1
1
PENGENALAN FISIKA
RADIODIAGNOSTIK
PENDAHULUAN
S
alah satu pelayanan dalam bidang kesehatan adalah Radiodiagnostik,
yaitu pelayanan kesehatan yang memanfaatkan sinar-X untuk
kepentingan diagnosis medis. Fisika radiodiagnostik yang akan kita
pelajari dalam buku ini membahas aspek fisika yang diaplikasikan dalam
bidang radiodiagnostik. Aspek fisika tersebut berhubungan dengan materi dan
energi, dengan hukum-hukum yang mengatur gerakan partikel dan
gelombang, dengan interaksi antar partikel, dan dengan sifat-sifat molekul,
atom dan inti atom, dan dengan sistem berskala lebih besar seperti gas, zat
cair, dan zat padat. Beberapa orang menganggap fisika sebagai sains atau ilmu
pengetahuan paling fundamental karena merupakan dasar dari semua bidang
sains yang lain.
Setelah Anda mempelajari dan menguasai materi yang disajikan pada
Bab 1 ini, maka secara umum Anda akan mampu mengaplikasikannya dalam
bidang fisika radiodiagnostik. Secara khusus Anda akan mampu:
1. Menjelaskan ruang lingkup fisika radiodiagnostik, yang berhubungan
dengan sistem satuan, gaya fundamental, energi, dan materi.
2. Menyebutkan partikel penyusun atom dan menjelaskan simbol atom.
3. Menjelaskan konfigurasi elektron menurut Aturan Aufbau, Aturan Hund,
dan Prinsip Larangan Pauli.
4. Menjelaskan energi ikat elektron.
5. Menjelaskan definisi dan klasifikasi gelombang elektromagnetik.
2 Fisika Radiodiagnostik
Selamat belajar!
Fisika Radiodiagnostik 3
TOPIK 1
B
elajar fisika radiodiagnostik tidak terlepas dari konsep fisika sistem
satuan, gaya fundamental, materi, dan energi. Bahasan tersebut akan
kita pelajari secara konsep sederhana.
A. SISTEM SATUAN
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Konversi Besaran dan Satuan
B. GAYA FUNDAMENTAL
fisika mikro skala molekul dan atom. Begitu lemahnya sehingga diperlukan
sejumlah massa yang besar untuk ‘merasakannya’ atau melihat efeknya. Tubuh
kita terasa ‘berbobot’ hanya karena massa seluruh bumi menariknya.
Gaya nuklir lemah terjadi pada peluruhan zat radioaktif yang merupakan
interaksi dasar dari peluruhan beta dan fisi nuklir. seperti yang ditemukan oleh
Henry Becqurel. Gaya nuklir lemah berperan dalam pembentukan sinar Gamma
karena pada saat suatu zat menjadi radioaktif selalu dipancarkan sinar Gamma.
Gaya elektromagnetik adalah gaya yang mendasari semua interaksi
listrik dan magnet, yang menjaga elektron dan proton tetap dalam satu atom,
dan menjaga atom-atom tetap kompak bersama dalam suatu molekul. Pada
tingkat atomik, efek gaya elektromagnetik ‘terlihat’ melalui pertukaran partikel
dan foton yang menciptakan gaya tarik menarik antar partikel dan mengubah
karakter partikel yang saling bertukar tersebut, mendasari interaksi elektron
dalam orbitnya pada satu atom. Listrik dan magnet pada awalnya dianggap
sebagai dua gaya yang berbeda, tetapi sejak James Clerk Maxwell
mempublikasikan ‘Treatise on Electricity and Magnetism’ pada tahun 1873,
anggapan tersebut berubah, yang menyimpulkan bahwa interaksi antara
partikel bermuatan dilandasi oleh satu gaya tunggal, yaitu gaya
elektromagnetik.
Terakhir adalah gaya nuklir kuat, gaya ikat yang terjadi pada inti atom,
yaitu proton dan netron, gaya ini merupakan yang terkuat dari lainnya. Sebagai
gambaran kekuatannya, diperkirakan 137 kali lebih kuat dari gaya
elektromagnetik, satu juta kali lebih kuat dari gaya nuklir lemah dan 10 38 kali
dari gaya gravitasi. Gaya nuklir kuat diciptakan untuk mengorganisir semua
materi di alam semesta ini.
C. ENERGI
Kata energi berasal dari bahasa Yunani kuno, yang pertama kali muncul
dalam karya Aristoteles pada abad ke 4 SM. Energi adalah properti fisika yang
didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyebabkan perubahan dalam
gerak atau keadaan suatu obyek, yaitu kemampuan untuk melakukan kerja
atau usaha, atau membuat sebuah benda dapat bergerak atau berpindah.
Konsep kerja sangat erat hubungannya dengan konsep energi. Energi
berpindah melalui interaksi dengan obyek, dapat diubah bentuknya tetapi
tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan (besaran kekal). Dalam sistem
tertutup, jumlah total energi selalu konstan, energi baru tidak dapat muncul
Fisika Radiodiagnostik 9
‘dari ketiadaan’, begitu pula energi tidak dapat dihancurkan atau menghilang
di dalam sistem. Bila energi sistem berkurang, maka selalu ada pertambahan
energi yang terkait dengan lingkungannya atau sistem lain. Energi total suatu
sistem dapat mencakup jenis lain seperti energi panas atau energi kimia
internal, selain energi mekanik. Energi suatu sistem dapat diubah lewat
berbagai cara seperti emisi atau absorpsi radiasi, kerja atau usaha yang
dikerjakan pada sistem, atau panas yang dipindahkan. Kenaikan atau
penurunan energi sistem dapat selalu dijelaskan lewat munculnya atau
hilangnya suatu jenis energi di suatu tempat. Misalnya bola lampu, merupakan
sistem tertutup yang mengubah energi listrik menjadi energi cahaya dan
energi panas. Contoh lainnya adalah tranduser yang digunakan dalam
pemeriksaan ultrasonografi medik, kristal piezoelektrik yang ada dalam
tranduser mampu mengubah energi listrik menjadi energi mekanik berupa
energi gelombang bunyi atau gelombang suara ultra (ultrasound) yang
diarahkan ke tubuh pasien (frekwensinya di atas frekwensi gelombang suara,
sehingga kita tidak dapat mendengar gelombang ultrasound), dan sebaliknya
mengubah energi gelombang suara ultra dari tubuh pasien menjadi energi
listrik. Alam semesta merupakan sistem tertutup, oleh karenanya jumlah total
energi yang terkandung didalamnya tidak akan bisa berubah. Satuan SI untuk
energi adalah Joule (dikenalkan oleh James Prescott Joule pada tahun 1845).
Sebagai gambaran, energi 1 Joule kira-kira dapat membuat benda bermassa 1
pon (0,45 kilogram) bergerak sejauh 10 mil per jam (16,1 km/jam). 1 J setara
dengan gaya (F) 1 N yang bekerja pada benda yang bergerak menempuh jarak
1 meter. 1 J setara dengan energi panas yang hilang saat arus listrik 1 Ampere
melewati hambatan 1 Ohm selama 1 detik. 1 J setara dengan usaha untuk
menghasilkan daya 1 Watt selama 1 detik.
Bentuk energi sangat banyak, sinar-X dan semua jenis radiasi lainnya
1
adalah bentuk energi. Energi kinetik (EK = mv2) adalah energi yang
2
menyebabkan benda bergerak, dihubungkan dengan massa (m) dan
kecepatannya (v = velocity). Energi potensial (EP) adalah energi yang tersimpan
dalam benda yang dihubungkan dengan konfigurasi sistem, seperti misalnya
jarak pisah antara benda dengan bumi, EP gravitasi sebuah benda bermassa m
pada ketinggian h suatu titik acuan ditulis dengan persamaan EP = mgh,
berbeda EP untuk energi listrik (termasuk energi elektromagnetik) yang
berhubungan dengan muatan elektron (q) dan tegangan listrik (volt)
10 Fisika Radiodiagnostik
dirumuskan EP=qv. Energi mekanik terbentuk dari energi kinetik (EK) dan
energi potensial (EP). Energi kinetik adalah energi gerak dan energi potensial
adalah energi posisi benda terhadap titik acuan, seperti contoh ilustrasi pada
Gambar 1.1.
Gambar 1.1
Sebuah buku pada jarak 3 ft (0,91 meter) dari meja sebagai titik acuan
mempunyai energi kinetik 0 J dan energi potensial 1 J, kemudian buku tersebut
dijatuhkan, pada saat berjarak 2 ft (0,61 meter) dari meja energi kinetik 0.33 J
dan energi potensial 0,67 J. Saat buku tersebut tepat mengenai meja (0 ft)
energi kinetik 1 J dan energi potensialnya 0 J. Energi kinetik tersebut sesaat
langsung dikonversi menjadi dua bentuk energi, energi panas (meskipun
sedikit) dengan naiknya temperatur permukaan meja dan energi gelombang
suara (gelombang bunyi) yang frekuensinya dapat kita dengar. Energi kinetik
sebenarnya masih ada tetapi dalam bentuk energi kinetik molekuler dari
molekul-molekul meja yang saling berinteraksi karena momen tumbukan
dengan buku sehingga muncul energi panas. Selanjutnya suara yang kita
dengar berasal dari medium udara di sekitar buku yang mengalami getaran
karena energi kinetik dari pergerakan molekul udara yang saling berinteraksi
membuat udara mengalami resonansi (peristiwa bergetarnya benda atau
materi karena ada benda lain yang bergetar dengan frekwensi sama), getaran
Fisika Radiodiagnostik 11
D. MATERI
tegangan geser ketika zat cair mengalir. Darah harus dalam keadaan viskositas
rendah agar mudah untuk mengalir mendistribusikan oksigen dan nutrisi ke
seluruh tubuh, sehingga kerja jantung tidak berat, apabila viskositasnya tinggi
maka darah sulit mengalir karena koefisien gesek terhadap dinding pembuluh
darah menjadi besar, akibatnya kerja jantung menjadi berat untuk memompa
darah.
Zat cair mengalir dengan dua pola alir, yaitu laminer dan turbulen. Aliran
laminer yaitu zat cair mengalir dengan gerakan partikelnya sangat teratur dan
partikel yang dekat dengan permukaan wadahnya bergerak dalam garis lurus
sejajar dengan permukaan wadah tersebut, dalam aliran ini tidak ada tekanan
eksternal, kecepatan alirannya tergantung dari viskositas zat cair dan dimensi
wadahnya. Pola alir turbulen yaitu zat cair mengalir secara kasar, tidak teratur,
ia mengalir tetapi terdapat pusaran atau partikel kecil dalam alirannya dan
terdapat tekanan eksternal pada alirannya. Contoh aplikasinya, pada
pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter, manset yang
dipasangkan pada lengan pasien bertujuan untuk membuat aliran darah yang
awalnya laminer menjadi turbulen, sehingga terdengar detakan di stetoskop.
Ketiga wujud zat di atas mempunyai kemampuan menghantarkan energi
panas tergantung sifat thermal benda, dan menghantarkan energi listrik
tergantung pada kerapatan atom dan keadaan pita valensi, pita larangan dan
pita konduksinya.
LATIHAN
RINGKASAN
Besaran dalam fisika, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan
dengan angka, dan definisi satuan, yaitu ukuran dari suatu besaran. Satuan
dalam sistem MKS (meter, kilogram, second) dipublikasikan pada tahun
1960, disebut juga sebagai sistem metrik yang merupakan sistem satuan
baku yang berlaku sebagai Sistem Internasional (SI) dan digunakan sampai
sekarang, sistem MKS menggantikan sistem CGS (centimeter, gram, second).
TES 1
1) Anda berlari dengan kecepatan sebesar 3,6 km/jam, setelah itu Anda
berjalan dengan kecepatan 1,8 km/jam.
Berapakah kecepatan total dinyatakan dalam SI ….
A. 5,4 ms-1
B. 3,6 ms-1
C. 1,8 ms-1
D. 1,5 ms-1
E. 1 ms-1
2) Sebuah buku dengan massa 1,5 x 10-2 gram, pada ketinggian 3 x 102
centimeter dari meja sebagai titik acuan. Gravitasi bumi 10 m/s2.
Berapa energi potensial buku tersebut dalam satuan Joule ….
A. 4,5
B. 45
C. 54
D. 45 x 105
E. 54 x 105
3) Gaya ini berperan dalam pembentukan sinar Gamma karena pada saat
suatu zat menjadi radioaktif selalu dipancarkan sinar Gamma.
Apakah gaya yang dimaksud ….
A. Gaya nuklir lemah
B. Gaya nuklir kuat
Fisika Radiodiagnostik 17
C. Gaya elektromagnetik
D. Gaya gravitasi
E. Gaya listrik
5) Sifat ini merupakan gaya gesek internal pada fluida. Pada zat cair,
ditimbulkan oleh gaya kohesif antar molekul di dalam cairan. Pada zat
gas, ditimbulkan oleh tumbukan antar molekul-molekul gas.
Apakah definisi untuk sifat tersebut ….
A. Tegangan permukaan
B. Gaya Bouyant
C. Kapilaritas
D. Kontinuitas
E. Viskositas
18 Fisika Radiodiagnostik
TOPIK 2
F
isika radiodiagnostik yang kita pelajari dilandasi teori dan pengetahuan
beberapa mata kuliah yang ditempuh sebelumnya, diantaranya fisika
dasar yang sudah dibahas di Topik 1, fisika radiasi, dan teknik pesawat
radiologi konvensional. Pada pembahasan di Topik ini hanya diambil beberapa
bagian dari mata kuliah tersebut.
A. FISIKA RADIASI
Fisika radiasi yang akan kita pelajari disini membahas tentang atom,
gelombang elektromagnetik, dan dosimetri radiasi.
1. Atom
Istilah atom berasal dari Bahasa Yunani, atomos, yang berarti sesuatu
yang tidak dapat dibagi lagi atau tidak dapat dipotong. Pada abad ke-5 SM
telah dikaji tentang materi alam yang berkembang diperadaban kuno, yaitu
atomisme. Penganut teori atomisme mengemukakan bahwa alam terdiri dari
dua benda yang mendasar, saling berlawanan, dan tidak dapat dibagi, yaitu
atom dan kehampaan. Atom tidak dapat diisi oleh sesuatu, atom bergerak di
kehampaan menuju klaster yang berbeda-beda, atom adalah kenyataan materi
terkecil, satuan bangunan yang tidak dapat dimusnahkan. Para peneliti
sebelum abad ke-19 sangat percaya bahwa atom tidak dapat dibagi lagi dan
merupakan materi terkecil, tapi pada abad ke-19 para peneliti menyimpulkan
bahwa ternyata atom terdiri dari materi yang lebih kecil lagi yaitu elektron,
proton, dan neutron. Lebih lanjut, penelitian modern menunjukkan bahwa
proton dan neutron terdiri dari ‘kuark’ yang secara empiris belum terbukti
memiliki substruktur materi.
Teori atom yang masih bertahan sampai saat ini menyatakan bahwa
atom terbentuk dari subatomik elektron, proton, dan neutron seperti
ditampilkan pada Gambar 1.2 Elektron mengelingi inti atom (nucleus) tersebar
20 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 1.2
subkulit terdiri dari minimal satu orbital, setiap orbital dalam subkulit memiliki
energi yang sama, seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3
K S 1
L S 1
P 3
M S 1
P 3
D 5
N S 1
P 3
D 5
F 7
Keterangan: Jumlah maksimal elektron yang menempati orbital ‘s’ adalah 2, orbital ‘p’ 6
elektron, orbital ‘d’ 10 elektron, dan orbital ‘f’ 14 elektron
Gambar 1.3
Gambar 1.4
jumlah elektron maksimal pada orbital kulit atom. Jadi untuk pengisian
elektron, pada orbital kulit K maksimal terisi 2, kulit L maksimal 8, kulit M
maksimal 18, kulit N maksimal 32 tetapi hanya terisi 18 (berkaitan dengan
Aturan Hund pada pembahasan setelah ini), demikian juga dengan O maksimal
50 tetapi terisi 8, dan kulit P maksimal 72 tetapi terisi 2 elektron. Elektron pada
orbital kulit K 1s2 adalah yang paling dekat dengan inti, jika 1 atau 2 elektron
tersebut meninggalkan orbitnya karena interaksi dengan energi dari luar atom,
maka seketika langsung diisi oleh elektron dari kulit diatasnya. Elektron pada
orbital kulit P 6s2 merupakan elektron valensi, yaitu elektron terluar pada atom
Wolframat. Skema konfigurasi elektron pada atom Wolframat seperti
ditampilkan pada Gambar 1.5 Kulit K dengan konfigurasi 1s2 merupakan kulit
paling dekat dengan inti terisi 2 elektron, dan kulit P dengan konfigurasi 6s 2
terisi 2 elektron yang merupakan elektron valensi.
Gambar 1.5
Gambar 1.6
Gambar 1.7
2. Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang tidak
membutuhkan medium untuk merambatkan energi dengan pola perambatan
secara transversal, yang terdiri dari medan magnet dan medan listrik yang
merambat secara saling tegak lurus. Dapat dikatakan gelombang
elektromagnetik adalah radiasi, karena memindahkan energi tanpa melalui
medium, sehingga biasa disebut sebagai radiasi elektromagnetik. Gelombang
elektromagnetik merupakan gelombang transversal yang arah getarnya tegak
lurus dengan arah rambatannya, seperti ditampilkan pada Gambar 1.8.
Fisika Radiodiagnostik 29
Gambar 1.8
(a) (b)
Gambar 1.10
(a) gelombang transversal satu siklus putaran sinusoidal terdiri dari pulsa positif sebagai
puncak (1800) dan pulsa negatif (1800) sebagai lembah gelombang,
(b) siklus positif dan siklus negatif digabung maka menjadi lingkaran dengan total siklus
3600
Gambar 1.10
Gambar 1.11
Radiant heat atau radiasi panas masuk kategori low frequency, yaitu
frekuensi dibawah 104 Hz, dan panjang gelombang lebih panjang dari
gelombang radio. Gelombang ini dihasilkan dari getaran atom dan molekul
bahan pada jarak makroskopik.
Gelombang radio merupakan spektrum gelombang elektromagnetik
yang memiliki panjang gelombang 101 hingga 104 m dan frekuensi 109 hingga
104 Hz. Gelombang ini dihasilkan oleh elektron pada kawat penghantar, yang
menghasilkan arus bolak-balik pada kawat (antenna). Pada saat kita telepon
menggunakan handphone, gelombang radio dipancarkan melalui antenna
pemancar, transmitter, dan diterima oleh receiver, kemudian gelombang radio
dikonversi menjadi gelombang suara sehingga kita dapat mendengarkan suara
lawan bicara kita. Gelombang suara yang kita dengar bukan gelombang
elektromagnetik. Pada pemeriksaan di radiologi, gelombang radio
dimanfaatkan dalam pemeriksaan MRI.
Gelombang mikro (microwaves) merupakan gelombang elektromagnetik
yang memiliki panjang gelombang 10-3 hingga 10-1 m dan frekuensi 1011
hingga 109 Hz. Gelombang mikro dihasilkan oleh rangkaian osilator berbagai
alat elektronik melalui getaran atom dan molekul.
Inframerah (infrared), tepat dibawah cahaya merah, memiliki panjang
gelombang 10-7 hingga 10-3 meter dan frekuensi 1014 hingga 109 Hz,
diproduksi dari getaran atom atau transisi elektron. Setiap benda
memancarkan inframerah oleh karenanya dapat ditangkap kamera inframerah
meskipun tidak sejelas kamera yang memanfaatkan pantulan cahaya tampak
pada umumnya. Inframerah juga dimanfaatkan untuk transfer data.
Cahaya tampak (visible light) memiliki panjang gelombang 4x10-7 hingga
7x10-7 meter dan frekuensi 7.5x1014 hingga 4.3x1014 Hz, diproduksi dari getaran
atom atau transisi elektron. Eksistensi cahaya tampak kurang lebih 1/40 total
spektrum gelombang elektromagnetik. Kita dapat melihat cahaya tampak dari
warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu karena panjang
gelombangnya sesuai dengan kemampuan respon mata kita. Cahaya atau
warna merah memiliki energi paling rendah, dan ungu memiliki energi paling
tinggi. Oleh karenanya lampu dengan filter warna merah dimanfaatkan untuk
safelight di kamar gelap ketika kita sedang melakukan pengolahan film
radiografi, dengan bantuan safelight kita dapat melihat peralatan yang ada di
kamar gelap, tetapi tidak boleh kita berlama-lama mengolah film dibawah
safelight karena sifat film yang peka terhadap cahaya tampak, yang akan
berakibat timbul fog pada film, kurang lebih toleransinya 2 hingga 3 menit film
dapat terpapar safelight warna merah.
34 Fisika Radiodiagnostik
3. Dosimetri Radiasi
Dosimetri radiasi adalah ilmu yang mempelajari berbagai besaran dan
satuan dosis radiasi. Dosis radiasi adalah kuantitas dari proses yang ditinjau
sebagai akibat negatif radiasi pengion yang mengenai materi atau obyek.
Faktor yang mempengaruhi besarnya dosis radiasi adalah jenis radiasi dan
bahan yang dikenai radiasi. Satuan radiasi yang sering disertakan dengan
besaran hasil pengukuran dan penghitungan (kalkulasi) dosis radiasi adalah
Roentgen, Gray, dan Sievert.
Definisi satuan Roentgen (R) adalah kemampuan radiasi sinar-X ataupun
sinar gamma (foton) yang menimbulkan ionisasi di udara pada keadaan normal
temperature pressure (NTP), biasa disebut sebagai dosis paparan di udara,
dengan persamaan matematika x = q/m, dengan x adalah paparan di udara
(R), q adalah jumlah muatan pasangan ion, dan m adalah massa satu kilogram
udara. Sebagai ilustrasi, ketika sinar-X keluar dari tabung sebelum mengenai
obyek, ia mengionisasi partikel udara yang dilewatinya, hasil pengukuran dosis
radiasi tersebut adalah besaran dosis paparan sinar-X dengan satuan
Roentgen. 1 Roentgen sama dengan 2,58x10-4 C/kg (Coulomb per kilogram
udara). 1 R sama dengan 1000 mR (milliRoentgen). Satuan Roentgen hanya
berlaku untuk jenis radiasi foton dan jenis medium udara. Roentgen
merupakan satuan tradisional dengan satuan internasional C/Kg.
Gray (Gy) adalah energi radiasi yang diserap obyek per satuan massa
obyek tersebut, dengan persamaan matematika D = E/m, D adalah dosis serap
dengan satuan Gy, E adalah energi radiasi yang diserap obyek, dan m adalah
massa obyek yang menyerap energi radiasi. Sehingga menjadi satuan Gy =
J/kg, artinya jika ada energi 1 Joule diserap oleh obyek dengan massa 1
kilogram maka dosis serapnya adalah 1 Gray. Gray dalam Joule per kilogram
adalah satuan internasional dengan satuan tradisional Rad (radiation absorbed
dose), 1 Gy sama dengan 100 Rad. 1 Gy sama dengan 1000 mGy (milliGray).
Satuan Gray dapat dikonversi ke satuan Roentgen, dengan faktor konversi 1
Roentgen sama dengan 0,00877 J/kg. Satuan ini berlaku untuk semua jenis
radiasi dan semua jenis obyek yang dikenai radiasi. Sebagai ilustrasi, sinar-X
36 Fisika Radiodiagnostik
yang mengenai tubuh pasien atau mengenai meja pemeriksaan, jika energi
sinar-X 1 Joule dan obyek yang menyerap bermassa 1 kilogram maka dosis
serapnya dihitung 1 Gray pada tubuh pasien ataupun pada meja pemeriksaan.
Demikian juga, jika sinar-X mengenai tubuh pasien pada bagian organ
reproduksi, organ abdomen, tulang, kulit, atau bagian tubuh lainnya, dosis
serapnya dihitung dalam satuan Gray.
Muncul pertanyaan, bagaimana penghitungan efek radiasi pengion
terhadap jaringan tubuh? penghitungan tersebut dihitung dengan satuan
Sievert (Sv). Satuan Sievert menyertai besaran dosis ekuivalen (H), yaitu
besaran dosis serap yang dapat menimbulkan efek negatif yang berbeda jika
jenis radiasinya berbeda, dengan persamaan H = D x WR. Jenis radiasi
ditentukan dengan faktor bobot radiasi (WR weighting radiation) seperti
ditampilkan pada Tabel 1.4 Sebagai ilustrasi, jika ada dua energi radiasi, sinar-
X dan partikel alpha (radiasi partikel) mengenai tubuh pasien pada bagian
organ reproduksi, dosis serapnya dihitung dalam satuan Gray, bobot jenis
radiasi untuk sinar-X jenis foton dibobot dengan nilai 1, dan bobot radiasi
untuk partikel alpha dengan nilai 20, maka peluang terjadinya kerusakan organ
reproduksi akan lebih besar jika terkena partikel alpha, yang kita sudah tahu
alasannya bahwa partikel alpha memiliki daya ionisasi atau daya rusak paling
tinggi terhadap obyek.
Satuan Sievert juga digunakan untuk dosis efektif, dengan persamaan
matematika H = D x WR x WT, D adalah dosis serap, WR adalah faktor bobot
radiasi, dan WT adalah faktor bobot jaringan tubuh. Sebagai ilustrasi, jika sinar-
X dengan energi 70 keV mengenai tubuh pasien pada bagian organ reproduksi
dan kulit, dosis serapnya dihitung dalam satuan Gray, bobot jenis radiasi untuk
sinar-X, jenis foton dibobot dengan nilai 1, kemudian kita lihat Tabel 1.5
jaringan tubuh pada organ reproduksi (gonads) dibobot dengan nilai 0,20, dan
kulit (skin) dibobot dengan nilai 0,01, maka yang berpotensi mengalami
kerusakan lebih besar adalah organ reproduksi karena organ reproduksi lebih
sensitif terhadap radiasi daripada kulit. Semakin besar nilai pembobotan
jaringan tubuh maka semakin besar peluang potensi terjadinya kerusakan. Efek
yang ditimbulkan oleh energi radiasi tertentu terhadap jaringan tertentu
disebut efek stokastik, tanpa memperhitungkan ambang batas energi, artinya
dosis radiasi sekecil apapun dapat berpotensi menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh, oleh karenannya ketika kita melakukan pemeriksaan radiografi
tidak boleh ada pengulangan pemeriksaan, tidak boleh mengatur luas kolimasi
penyinaran melebihi ukuran obyek yang diperiksa, dan harus memperhatikan
faktor eksposi sesuai obyek yang diperiksa. Sievert adalah satuan proteksi
Fisika Radiodiagnostik 37
radiasi, karena sudah menyertakan jenis radiasi dan sensitifitas jaringan tubuh
terhadap radiasi. Sievert adalah satuan internasional dengan satuan tradisional
Rem (radiation equivalen men). 1 Sv sama dengan 100 Rem.
Tabel 1.4
Tabel 1.5
LATIHAN
RINGKASAN
Teori atom yang masih bertahan sampai saat ini menyatakan bahwa
atom terbentuk dari subatomik elektron, proton, dan neutron. Elektron
mengelingi inti atom (nucleus) tersebar di masing-masing kulit dengan
energi ikat tertentu, terdapat elektron valensi yang merupakan elektron
terluar dari atom, dan kulit kosong yang tidak terisi elektron untuk
memungkinkan elektron valensi tereksitasi ke kulit tersebut. Persamaan
Schrodinger menerangkan kedudukan elektron di dalam atom, terdiri dari
bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum azimut (l), dan bilangan
kuantum magnetic (m), ketiganya saling berhubungan. Selanjutnya untuk
menentukan elektron dalam suatu orbital berdasarkan arah putannya yang
saling berlawanan, yaitu bilangan kuantum spin (s). Konfigurasi elektron
adalah gambaran penyebaran elektron yang paling mungkin kedalam
orbital-orbital kulit elektron. Aturan atau prinsip terkait hal tersebut adalah
Aturan Aufbau, Aturan Hund, dan Prinsip Larangan Pauli. Energi ikat elektron
adalah energi yang diperlukan untuk memisahkan elektron dari ikatan inti
menjadi elektron bebas. Energi ikat elektron terjadi karena interaksi gaya
elektromagnetik, sedangkan energi ikat proton dan neutron terjadi karena
interaksi gaya nuklir kuat.
Fisika Radiodiagnostik 41
TES 2
1) Konfigurasi elektron atom Wolfram 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p6 4d10
5s2 5p6 4f14 5d4 6s2.
Berapakah jumlah elektron yang menempati orbital kulit M ….
A. 2
B. 4
42 Fisika Radiodiagnostik
C. 8
D. 18
E. 32
3)
4)
Glosarium
Daftar Pustaka
Team Fisika UI, 2005. Diktat Fisika Dasar Rumpun Kesehatan UI,
Jakarta, Universitas Indonesia.
50 Fisika Radiodiagnostik
BAB 2
2
SINAR-X
PENDAHULUAN
S
inar-X merupakan radiasi pengion yang mempunyai energi sangat tinggi
dan panjang gelombang sangat pendek, serta memiliki sifat-sifat khusus
yang membedakannya dengan spektrum gelombang elektromagnetik
lainnya.
Setelah Anda mempelajari dan menguasai materi yang disajikan pada
Bab 2 ini, maka secara umum Anda akan memahami tentang sinar-X dan
mengaplikasikan pemahaman Anda untuk menunjang keberhasilan dalam
pemeriksaan radiografi. Secara khusus Anda akan mampu:
1. Menjelaskan awal mula ditemukannya sinar-X.
2. Menjelaskan fungsi bagian-bagian tabung sinar-X, fungsi sistem filter,
dan fungsi kolimator untuk pemeriksaan radiografi.
3. Menjelaskan fungsi faktor eksposi kVp, mA, s pada proses produksi sinar-
X dan aplikasinya dalam pemeriksaan radiografi.
4. Menjelaskan tube rating chart untuk pertimbangan menentukan faktor
eksposi pada pemeriksaan radiografi.
5. Menjelaskan proses produksi sinar-X karakteristik dan Bremstrahlung
serta menentukan energinya.
6. Menjelaskan kualitas, kuantitas dan sifat-sifat sinar-X.
7. Menjelaskan peristiwa hamburan koheren, efek fotolistrik, hamburan
Compton, dan produksi pasangan.
8. Menjelaskan atenuasi energi sinar-X, koefisien atenuasi linier, dan
koefisien atenuasi massa.
52 Fisika Radiodiagnostik
9. Menjelaskan efek fisika, efek kimia, dan efek biologi yang ditimbulkan
oleh sinar-X.
10. Menjelaskan mekanisme luminisensi yang terbagi menjadi fosforesensi
dan fluoresensi.
11. Menjelaskan efek fotografik oleh sinar-X terhadap kaset radiografi,
intensifying screen, film radiografi, imaging plate computed radiography,
dan detektor digital radiography.
Selamat belajar!
Fisika Radiodiagnostik 53
TOPIK 1
Produksi Sinar-X
P
roduksi sinar-X sangat penting kaitanya dengan pemeriksaan
radiografi untuk menunjang diagnostik medis. Selain untuk
menghasilkan citra radiografi dengan kualitas tinggi, juga sangat
penting memperhatikan dosis radiasi yang akan diterima pasien. Penggunaan
faktor eksposi kVp, mA, s yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas sinar-X
sangat perlu dipertimbangkan supaya tidak terjadi pengulangan pemeriksaan.
Mengetahui bagian dan fungsi tabung sinar-X, sistem filter, kolimator, rating
chart tube, proses produksi sinar-X hingga sifat-sifat sinar-X akan membuat
kita mempunyai pertimbangan khusus ketika akan melakukan pemeriksaan
radiografi.
Sebelum mempelajari hal-hal tersebut, ada baiknya kita tinjau dulu
sejarah penemuan sinar-X, karena bermula dari sini sehingga kita belajar
banyak hal tentang sinar-X dan belajar fisika radiodiagnostik.
A. PENEMUAN SINAR-X
kertas tersebut dilapisi barium platinosianida dan tidak berada dijalur aliran
sinar katoda. Roentgen segera menyadari pasti ada radiasi lain selain aliran
elektron dari tabung Crookes tersebut, dan memberi nama radiasi tersebut
sebagai sinar-X menunjukkan sinar tersebut sebagai sinar yang tidak diketahui.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang sinar-X yang baru ditemukan, pada
tahap berikutnya Roentgen bereksperimen dengan menempatkan material
yang berbeda kepadatan diantara tabung Crookes dan layar fluoresen pada
jarak tertentu, termasuk menempatkan timbal (Pb82), tangannya sendiri dan
tangan istrinya. Hasilnya, benda dengan kepadatan kecil tampak pada layar
sebagai bayangan parsial, timbal dengan kepadatan tinggi mampu
menghentikan sinar misterius tersebut sehingga tampak terang pada layar, dan
Roentgen semakin heran ketika dia dapat melihat tulang-tulang tangannya di
layar sedangkan jaringan lunak tangannya dapat ditembus oleh sinar-X
sehingga tidak tampak di layar, demikian juga dengan ‘foto Roentgen’ tangan
istrinya (Anna Bertha Ludwig), yang merupakan radiograf pertama sebagai
penanda lahirnya ilmu radiografi, seperti ditampilkan pada Gambar 2.1.
Roentgen menyimpulkan bahwa sinar-X melakukan perjalanan pada garis lurus
dan mampu menembus bahan yang kurang padat pada ketebalan tertentu.
(a) (b)
Gambar 2.1
(a) Wilhelm Conrad Roentgen (27 Maret 1845 – 10 Februari 1923), Penemu Sinar-X,
Menandai Dimulainya Era Fisika Modern yang Merevolusi Ilmu Kedokteran Diagnostik,
dan
(b) Radiograf Pertama dibuat pada 22 Desember 1895 dengan Paparan Radiasi Sinar-X
(eksposi) selama 4 menit
Fisika Radiodiagnostik 55
Gambar 2.2
Pesawat Sinar-X Pertama, Bagian Konus (Kolimator) Sudah Dilengkapi Pb untuk Mengurangi
Radiasi Hambur Sinar-X, tetapi Bagian Rumah Tabung (Tube Housing) Belum Dilengkapi Pb
B. TABUNG SINAR-X
Ada 2 jenis tabung sinar-X, yaitu jenis anoda putar (rotating anode) dan
jenis anoda diam (stationary anode). Tabung sinar-X terdiri dari beberapa
bagian yang mempunyai fungsi masing-masing.
56 Fisika Radiodiagnostik
1. Katoda
Katoda merupakan filamen yang terbentuk dari lilitan kawat yang
memiliki tahanan tinggi agar mampu menahan panas yang dihasilkan dari
pemanasan arus filamen yaitu 5 Ampere (bagian kiri tabung pada Gambar
2.1 dan 2.2). Diameter lilitan filamen katoda 0.2 cm– 0.5 cm dan memiliki
panjang lilitan 1 cm. Bentuk ukuran filamen katoda akan menentukan ukuran
fokus. Untuk menahan panas tinggi, lilitan katoda terbuat dari logam
Wolframat (Tungsten) dengan nomor atom 74 (W74) yang memiliki titik lebur
tertinggi dari logam murni lainnya, yaitu titik saat logam berubah menjadi cair,
sekitar 34220C, dan kekuatan tarik tertinggi, yaitu kekuatan bahan saat
diregangkan atau ditarik sebelum bahan tersebut patah.
Filamen berfungsi sebagai sumber elektron thermionic, yaitu elektron
bebas yang dihasilkan dari pemanasan filamen katoda, atau elektron proyektil,
yaitu elektron yang diproyeksikan dan dipercepat menuju target anoda.
Filamen katoda berupa single focus untuk tabung sinar-X jenis anoda diam
(stationary anoda), dan double focus untuk tabung sinar-X jenis anoda putar
(rotating anoda). Filamen katoda double focus terdiri dari lilitan small focus dan
large focus, berhubungan dengan faktor eksposi mA dan ketajaman citra
radiografi. Pada pengaturan faktor eksposi mA besar maka filamen yang
mengalami pemanasan adalah lilitan large focus, jumlah elektron yang
diproduksi semakin banyak, dan area anoda yang ditumbuk elektron semakin
luas, akibatnya ketajaman citra radiografi mengalami penurunan (unsharpness),
demikian juga sebaliknya jika menggunakan mA kecil maka ketajaman citra
radiografi mengalami peningkatan. Di katoda terdapat focusing cup yang
berfungsi memfokuskan elektron dari katoda menuju ke anoda. Pada Gambar
2.3 ditampilkan skematik dan bentuk fisik katoda.
1) Single focus
anoda
single focus
2) Double focus
small focus
large focus
Fisika Radiodiagnostik 57
small focus
large focus
3)
Gambar 2.3
Filamen katoda
a) Single Focus
2. Anoda
Anoda atau target terbuat dari material yang memiliki nomor atom tinggi,
karena intensitas sinar-X sebanding dengan nomor atom target (Z). Contohnya
pada energi 100 keV, Lead (Z=82) mengkonversikan 1% energi kinetik elektron
proyektil menjadi sinar-X, tetapi Aluminium (Z=13) mengkonversikan hanya
0.1%. Anoda terbuat dari Wolframat yang memiliki nomor atom 74 dan titik
lebur 34220C, bahan anoda juga dapat dikombinasikan dengan bahan lain,
semisal tembaga berbentuk batang yang tersambung keluar tabung untuk
melepaskan ekses panas. Anoda yang terbuat dari Wolframat memiliki titik
lebur tinggi, bahkan tertinggi dari logam lainnya, sehingga mampu menahan
panas yang tinggi akibat tumbukan dengan elektron proyektil dan dapat
58 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Tabung sinar-X jenis stationary anoda pada Gambar 2.6 adalah anoda
yang sebelum terjadi eksposi, yaitu pada saat switch tahap ready atau
pemanasan filamen, anoda tidak berputar sehingga area tumbukan (fokus
aktual) tetap pada satu tempat, yang menyebabkan anoda cepat rusak karena
panas tidak menyebar ke seluruh permukaan anoda. Tabung jenis ini umumnya
digunakan pada pesawat sinar-X mobile unit atau system charger dengan
kapasitas mA rendah. Fokus aktual didefinisikan sebagai bidang target yang
nyata-nyata menjadi tempat tumbukan dengan elektron proyektil pada saat
eksposi, besanya bidang fokus aktual ditentukan oleh pengaturan faktor
eksposi mA.
Anoda dibuat miring 15°-40° disebut Gotzge line focus, fungsinya
mendapatkan effective focal spot size atau ukuran fokus yang sekecil-kecilnya.
Fokus efektif didefinisikan sebagai refleksi dari daerah target, tempat
tumbukan dengan elektron proyektil. Besarnya fokus efektif dipengaruhi oleh
besarnya ukuran sudut antara target dengan sumbu bidang elektron proyektil,
direfleksikan pada bidang central ray seperti ditampilkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7
(a) jika anoda memiliki sudut 450 terhadap bidang sepanjang sumbu tabung
Sinar-X, maka dimensi titik efektif untuk produksi Sinar-X akan sama
dengan daerah yang ditumbuk elektron proyektil.
(b) apabila sudut kurang dari 450, maka dimensi titik efektif untuk produksi
Sinar-X akan lebih kecil dari daerah yang ditumbuk elektron proyektil
Fisika Radiodiagnostik 61
(a) (b)
Gambar 2.8
Tabung sinar-X
5. Rotor Anoda
Rotor anoda hanya terdapat pada tabung sinar-X jenis anoda putar, yang
berfungsi memutar anoda pada saat eksposi dan mengalirkan arus listrik dari
HTT (High Tension Transformator) menuju anoda untuk memutar anoda,
terbuat dari kombinasi logam tembaga dan Rhenium, juga berbagai logam
lainnya yang bersifat konduktor.
6. Stator Windings
Stator windings terbuat dari kombinasi logam tembaga dan Rhenium,
merupakan piranti tabung sinar-X yang berfungsi untuk memfiksasi anoda
agar tetap pada kedudukannya, karena apabila anoda bergeser dari
kedudukan semula maka akan menyebabkan distorsi citra radiografi yang tidak
diharapkan dalam pemeriksaan radiografi.
C. SISTEM FILTER
D. KOLIMATOR
(a) (b)
Gambar 2.9
E. FAKTOR EKSPOSI
Gambar 2.10
Grafik Gelombang Sinusoidal untuk Arus AC Menunjukkan bahwa Kilovoltage (kV) Berubah
Konstan, oleh karena itu, kV harus diukur sebagai rata-rata kV atau Diukur Puncak kV, yaitu
kVp
kontras radiografi yang tinggi. Contoh penggunaan teknik kVp standar pada
pemeriksaan Thorax proyeksi postero anterior (PA), dengan 70 kVp dan 8 mAs
sampai dengan 12 mAs, akan menghasilkan kontras radiografi yang tinggi
karena detil jaringan paru dan tulang proporsional, dan dosis pasien lebih
besar.
Teknik kVp rendah digunakan untuk memperlihatkan struktur jaringan
lunak (soft tissue), batasan penggunaannya dibawah 50 kVp, dihasilkan kontras
radiografi yang rendah. Contoh penggunaan teknik ini pada pemeriksaan os
nasal atau mammografi, citra radiografi cenderung radioopaque karena
densitas rendah. Pada kombinasi penggunaan mAs yang kecil maka dosis
radiasi yang diterima pasien menjadi rendah.
misal Pesawat Sinar-X merk ‘Y’ kapasitas 100 mA, Pesawat Sinar-X merk ‘Z’
kapasitas 300 mA, Pesawat Sinar-X yang diterbitkan Ijin Penggunaan oleh
Bapeten minimal berkapasitas 100 mA.
Pada pemeriksaan radiografi, pertimbangan pemilihan mA diantaranya
yaitu pemilihan ukuran fokus (focal spot), pergerakan obyek yang diperiksa,
dan waktu eksposi (second) yang akan digunakan. Pemilihan mA besar akan
mengakibatkan area target anoda yang ditumbuk oleh elektron menjadi
semakin luas sehingga menjadi pemeriksaan radiografi dengan kombinasi
fokus besar, mengakibatkan citra radiografi yang dihasilkan menjadi tidak detil
dan tidak tajam yang dikenal dengan istilah geometric unsharpness. Pemilihan
mA besar terutama pada pemeriksaan radiografi yang mengutamakan kontras
radiografi, seperti pemeriksaan menggunakan media kontras, yaitu IVP, OMD,
colon in loop, Barium follow trough, dan pemeriksaan yang menggunakan
kolimasi besar seperti thorax, abdomen, pelvis, dll. Pada pemeriksaan obyek
bergerak, misal thorax paru, atau pada pasien yang tidak kooperatif karena
terus bergerak, misalnya pasien pasca kecelakaan lalu lintas di ICU atau balita
yang menangis, maka digunakan mA besar dengan kombinasi waktu eksposi
(s) yang singkat. Demikian sebaliknya, pada pemilihan mA kecil akan
menghasilkan citra radiografi yang lebih detil dan lebih tajam. Pada
pemeriksaan tulang ekstremitas, facial bone, sella tursica, mandibula,
digunakan mA kecil karena yang dibutuhkan adalah detil dan ketajaman citra,
dengan fokus kecil.
Penggunaan mA disarankan setinggi-tingginya 80% dari nilai mA
maksimum suatu pesawat sinar-X, dan kompensasi dengan kVp maksimum
yang dapat digunakan pada nilai mA yang dipilih (tube rating). Untuk faktor
keamanan tabung sinar-X, jika menggunakan kVp tinggi maka pilih mA rendah.
Apabila menggunakan kVp dan mA tinggi maka akan terjadi over exposure
yang menyebabkan terjadi produksi panas berlebih pada tabung sinar-X,
filamen katoda dapat putus karenanya.
mA (milliAmpere) menentukan kuantitas sinar-X yang dihasilkan. Semakin
besar arus yang diberikan, semakin banyak pula jumlah foton sinar-X. Hal ini
berpengaruh terhadap densitas radiograf dan dosis radiasi yang diterima
pasien. Nilai mA untuk radiodiagnostik konvensional berada pada rentang 30
mA sampai 500 mA. Umumnya digunakan 100 mA sampai 300 mA.
Fisika Radiodiagnostik 69
F. RATING CHART
Gambar 2.11
Kerusakan Anoda Karena Mekanik Rotor yang Tidak Bekerja dengan Semestinya dan
Perubahan Panas Tinggi yang Tiba-tiba
Gambar 2.12
Gambar 2.12 adalah rating chart radiografi untuk pesawat sinar-X tiga
phase, dengan kVp ditunjukkan pada sumbu vertikal, waktu eksposi ‘s’ pada
sumbu horisontal, dan mA ditunjukkan dengan garis grafik. Untuk menentukan
eksposi tertentu akan aman atau tidak, dengan cara mencari titik pertemuan
kVp dengan waktu eksposi yang akan digunakan pada pemeriksaan radiografi.
Jika titik pertemuan ada dibawah garis grafik mA maka faktor eksposi tersebut
aman digunakan, jika titik ini jatuh diatas atau sebelah kanan dari garis grafik
mA maka tidak aman karena akan dihasilkan panas berlebih pada anoda. Titik
pertemuan yang semakin jauh ke atas atau ke kanan dari garis grafik mA maka
semakin besar kapasitas panas tabung sinar-X. Contohnya, jika pada suatu
72 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 2.13
Sekarang kita hitung jika waktu tunggu 30 detik, akan dihasilkan tepat
350.000 HU, ini masih berpotensi tidak aman, sebaiknya waktu tunggu lebih
dari 30 detik. Dari contoh penghitungan tersebut kita dapat
mempertimbangkan bahwa tidak boleh dilakukan eksposi pertama dan kedua
dengan jeda waktu yang sangat singkat, untuk memberikan kesempatan waktu
anoda dan tabung mengeluarkan panas ke lingkungan.
74 Fisika Radiodiagnostik
G. SINAR-X KARAKTERISTIK
karakteristik Kβ. Jika Orbit L yang kosong diisi oleh elektron orbit M maka
terjadi sinar-X karakteristik Lα. Elektron orbit N mengisi ke orbit K maka terjadi
sinar-X karakteristik Kγ. Pada peristiwa produksi sinar-X karakteristik, elektron
orbit K tidak bisa mengisi orbit L, elektron orbit L tidak bisa berpindah ke orbit
M, karena elektron berpindah dari orbit K ke orbit sebelah luar adalah kejadian
penyerapan energi, sedangkan peristiwa terjadinya sinar-X karakteristik adalah
peristiwa pemancaran energi. Elektron berpindah dari orbit dalam ke orbit luar
apabila dia menyerap energi, dan berpindah dari orbit luar ke orbit dalam akan
memancarkan energi. Energi sinar-X karakterisitik disebut juga sebagai
discontinues energy karena tidak selalu terjadi saat kita melakukan eksposi,
energinya dihitung dari selisih energi ikat elektron yang berpindah ke orbit
yang dituju, ilustrasi grafik energi sinar-X karakterisitik ada pada Gambar 2.15.
Energi sinar-X karakteristik dihitung dari selisih energi ikat antara elektron
orbit yang berpindah dengan orbit yang dituju. Energi sinar-X karakteristik Kα
dihitung dari energi ikat elektron orbit K dikurangi energi ikat elektron orbit L.
Selain dihitung dari selisih energi ikat, energi sinar-X karakteristik juga
tergantung dari nomor atom, misal energi sinar-X karakteristik Kα yang
dihasilkan dari atom Wolfram atau Tungsten (W74) akan berbeda dengan atom
Molybdenum (Mo42), karena setiap atom punya ciri khas energi ikat tiap
elektronnya, seperti ditampilkan dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Gambar 2.14
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Gambar 2.15
H. SINAR-X BREMSTRAHLUNG
kinetiknya akan habis. Ada istilah stopping power (daya henti) untuk elektron,
yaitu materi yang dapat menghentikan laju elektron bebas dengan menyerap
habis energi kinetik elektron tersebut, dikonversi menjadi bentuk energi lain,
misal menjadi energi sinar-X dan energi panas.
Penyerapan energi kinetik elektron proyektil oleh medan elektrostatis inti
dapat terjadi secara total, yaitu terjadi pada elektron proyektil yang mampu
melaju sampai paling dekat dengan inti, misal kita atur 90 kVp, maka elektron
proyektil bergerak dengan energi kinetik 90 keV, jika elektron ini sangat dekat
dengan inti maka energi kinetiknya diserap total oleh medan elektrostatis inti,
dan seketika dipancarkan menjadi sinar-X Bremstrahlung dengan energi 90
keV, ini merupakan energi maksimal sinar-X yang diproduksi secara
keseluruhan. Pada contoh tersebut, seperti ditampilkan pada Gambar 2.17
energi sinar-X yang diproduksi mempunyai spektrum heterogen dari 0 sampai
90 keV, energi 90 keV jumlahnya paling sedikit tetapi justru itu yang diperlukan
untuk penetrasi ke obyek pemeriksaan, sedangkan energi yang lebih rendah
diserap oleh sistem filter dan sisanya akan diakumulasi oleh obyek sebagai
dosis serap.
Energi 90 keV jumlahnya paling sedikit, untuk energi yang jumlahnya
paling banyak ada pada kisaran 1/3 sampai ½ dari energi maksimal sinar-X,
jika energi maksimal sinar-X 90 keV, maka jumlah paling banyak adalah sinar-
X dengan energi 30 keV sampai 45 keV, sinar-X ini menyumbang sebagian
besar jumlah energi sinar-X keseluruhan yang diproduksi keluar dari tabung
menuju obyek pemeriksaan.
Fisika Radiodiagnostik 79
Gambar 2.16
Gambar 2.17
I. KUALITAS SINAR-X
J. KUANTITAS SINAR-X
Gambar 2.18
Gambar 2.19
Spektrum Energi Foton Sinar-X, Saat Waktu Eksposi ‘s’ Dinaikkan Dua Kali Lipat, dengan mA
dan kVp Tetap
tidak ikut berubah seiring dengan berubahnya nilai mA. Pada Gambar 2.20
menunjukkan perubahan spektrum sinar-X dengan variasi arus tabung 10 mA
dan 20 mA, pada nilai tegangan tabung (kVp) dan waktu eksposi (s) tetap. Pada
10 mA lebih sedikit diproduksi foton daripada 20 mA sehingga grafik 10 mA
lebih rendah, tetapi energi sinar-X (kualitas) tidak berubah.
Kenaikan mAs akan diikuti dengan banyaknya jumlah elektron proyektil
menumbuk target anoda, mempengaruhi banyaknya foton sinar-X dan
kuantitas sinar-X yang keluar tabung. Kuantitas sinar-X akan mempengaruhi
densitas radiografi karena semakin tinggi mAs yang digunakan akan semakin
banyak emulsi AgBr terurai sehingga pada akhirnya menyebabkan densitas
radiografi menjadi semakin tinggi (radiolucent). Kenaikan mAs akan mengikuti
kenaikan kVp yang digunakan untuk menghasilkan sebuah citra radiografi.
Pada obyek yang tebal supaya sinar-X dapat menembus obyek maka akan
digunakan kVp yang lebih tinggi, dan untuk mengimbanginya digunakan juga
mAs yang lebih tinggi secara proporsional. Penghitungannya menggunakan
persamaan I1 x mAs2 = I2 x mAs1 dengan I1 adalah intensitas awal pada
penggunaan mAs1 dan I2 adalah intensitas kedua pada penggunaan mAs2.
Gambar 2.20
Gambar 2.21
K. SIFAT-SIFAT SINAR-X
LATIHAN
RINGKASAN
TES 1
2)
90 Fisika Radiodiagnostik
A. Menggunakan mA tinggi
B. Menggunakan mA rendah
C. Menerapkan teknik kVp tinggi (high kVp technique)
D. Menerapkan teknik kVp rendah (soft tissue technique)
E. Kombinasi s yang sangat singkat dan mA tinggi
TOPIK 2
S
inar-X berinteraksi pada berbagai tingkat struktural materi melalui
mekanisme hamburan koheren, efek fotolistrik, hamburan Compton,
dan produksi pasangan. Materi yang dimaksud disini adalah pada
tingkat atomik dan sub atomik dengan pengaruh gaya elektromagnetik. Dua
interaksi yang kejadiannya sangat dominan dalam radiodiagnostik adalah
hamburan Compton dan efek fotolistrik, kontribusi keduanya saling
berkebalikan dalam menghasilkan kontras radiografi. Dibahas juga konsep
atenuasi, koefisien atenuasi linier, dan koefisien atenuasi massa untuk lebih
mudah memahami Bab 3 yang membahas pembuatan citra radiografi dan
kontras radiografi.
A. HAMBURAN KOHEREN
membentuk sudut tertentu, oleh karenanya muncul istilah koheren. Pada akhir
interaksi ini, elektron orbital tetap pada tempatnya dan atom tidak terionisasi,
seperti ditampilkan pada Gambar 2.21.
Gambar 2.21
Thomson Scaterring
96 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 2.22
Rayleigh Scattering
Fisika Radiodiagnostik 97
B. EFEK FOTOLISTRIK
reseptor citra, ini akan menentukan kontras subyek (dibahas pada Bab 3).
Analogi ini terjadi pada bahan yang digunakan untuk upaya proteksi radiasi,
dengan ketebalan bahan tertentu, dan energi sinar-X tertentu yang
mengenainya akan diserap habis oleh bahan tersebut.
Sejumlah energi dari incident photon yang sama dengan energi ikat
elektron orbit harus dihabiskan untuk mengeluarkan elektron dari orbitnya.
Jumlah kecil energi yang tersisa langsung dikonversi menjadi energi kinetik
untuk menggerakan fotoelektron. Secara matematis dapat dituliskan menjadi
persamaan Ep = EB + Eke, Ep adalah energi incident photon, EB adalah energi
ikat (binding energy) elektron orbital yang merupakan nilai absolut, dan Eke
adalah energi kinetik elektron yang dikeluarkan dari orbit atau fotoelektron.
Menurut hukum kekekalan energi, energi kinetik fotoelektron harus mencakup
sisa energi yang tidak digunakan untuk mengeluarkan elektron dari orbitnya.
Sebagai contoh, energi incident photon sinar-X 40 keV masuk ke dalam atom
Barium dengan komposisi Barium enema pada pemeriksaan media kontras,
dan berinteraksi dengan elektron orbit K yang mempunyai energi ikat –37 keV
(tanda negatif (-) adalah tanda ia terikat oleh inti atom), elektron orbit K akan
terpental keluar dengan energi kinetik sebesar 40 keV - 37 keV = 3 keV. Energi
kinetik 3 keV tersebut digunakan untuk menggerakan fotoelektron, bukan
sebagai energi sinar-X hambur. Pada efek fotolistrik, energi incident photon
yang tersisa setelah digunakan untuk mengeluarkan elektron orbit, selalu
dikonversi menjadi energi kinetik fotoelektron, jadi tidak ada hamburan.
Probabilitas kejadian efek fotolistrik berhubungan dengan nomor atom
bahan atau medium atenuasi (Z), energi incident photon (E), dan kerapatan
bahan atau medium atenuasi (ρ), dalam persamaan matematika PE = Z3 ρ/E3,
dengan PE adalah photoelectric absorbtion. Kerapatan bahan ρ berbanding 1:1
dengan kejadian efek fotolistrik. Oleh karena itu, jika Z dinaikan 2 kali, maka
efek fotolistrik akan meningkat 8 kali dari semula, karena Z3 = 23 = 8, dan
energi incident photon akan berkurang 8 kali dari semula. Artinya, jika nomor
atom dan kerapatan bahan semakin tinggi maka kejadian efek fotolistrik
semakin tinggi, karena efek fotolistrik berbanding lurus dengan nilai Z3 dan ρ.
Sedangkan peluang terjadinya efek fotolistrik akan semakin menurun jika
energi incident photon semakin besar, karena keduanya saling berbanding
terbalik, dan bergeser menjadi hamburan Compton.
Fisika Radiodiagnostik 99
C. HAMBURAN COMPTON
Gambar 2.23
hanya sebagian kecil energi incident photon yang dikonversi menjadi energi
kinetik recoil electron, maka sebagian besar energi incident photon akan
dikonversi menjadi energi foton hambur. Ini penting untuk kita ketahui karena
sangat mungkin ia menembus keluar dari obyek (tubuh pasien) dan
menjangkau sampai ke reseptor citra. menyebabkan kontras radiografi
menjadi turun. Sebaliknya, recoil electron pada akhirnya akan ditangkap oleh
atom terionisasi lainnya di dalam obyek, ia tidak pernah berhasil keluar dari
obyek, sehingga tidak memiliki dampak terhadap pembentukan citra
radiografi. Dari satu incident photon, serangkaian interaksi Compton dapat
terjadi, dengan masing-masing foton hambur memiliki energi beberapa keV
lebih sedikit dari sebelumnya, sampai akhirnya energi foton hambur tersebut
habis oleh medium yang menyerapnya dengan skema penyerapan fotolistrik
seperti ditampilkan pada Gambar 2.24.
Gambar 2.24
Ilustrasi Sisa Energi Hamburan Compton yang Diserap Habis oleh Elektron secara
penyerapan Fotolistrik
Gambar 2.25
Foton hambur dengan sudut hambur paling kecil hampir memiliki 100%
energi seperti incident photon, sudut hambur 450 memiliki energi sekitar 92%,
sudut hambur 900 memiliki energi 84%, dan pada sudut hambur 135% memiliki
energi 76% dari incident photon. Foton hambur bahkan dapat terpancar ke arah
asal incident photon dengan sudut 1800, ini disebut hamburan balik (back
scatter) yang dapat memberikan potensi bahaya radiasi pengion pada
pemeriksaan radiografi dengan posisi pasien berdiri, jika kita berdiri
dibelakang tabung sinar-X, foton hambur ini memiliki energi sekitar 68% dari
incident photon. Besarnya energi kinetik recoil electron yang juga
merepresentasikan kecepatannya ketika bergerak meninggalkan atom, yaitu
semakin besar energi kinetik maka semakin besar kecepatannya, terpengaruh
oleh sudut hambur. Sebagai contoh, incident photon 50 keV mengalami
interaksi Compton dengan sudut hambur 450, menghasilkan foton hambur
92% dari incident photon, yaitu 46 keV, maka energi kinetik recoil electron 50
keV – 46 keV = 4 keV, energi 4 keV ini yang digunakan elektron meninggalkan
atom sehingga atom terionisasi. Semakin kecil sudut hambur maka energi
kinetik recoil electron semakin kecil karena lebih banyak energi incident photon
dikonversi menjadi energi foton hambur, tetapi jika incident photon betul-betul
searah 100% dengan arah asalnya berarti ia tidak mengalami defleksi dan tidak
Fisika Radiodiagnostik 103
D. PRODUKSI PASANGAN
Gambar 2.26
E. ATENUASI
Gambar 2.27
Radiasi partikel, seperti alfa dan beta, memiliki kisaran penetrasi tertentu
ke dalam obyek atau bahan sebelum keduanya dihentikan. Misalnya, partikel
beta hanya dapat menembus 1 cm ke dalam obyek dan partikel alfa hanya 4
cm di udara. Sinar-X sebaliknya, dilemahkan secara eksponensial, yang berarti
bahwa ia berkurang jumlahnya dengan prosentase tertentu sesuai
penambahan ketebalan obyek yang dilintasinya. Intensitas sinar-X yang
melintasi abdomen diperkirakan hanya 1,6% dari sebelumnya 100%. Tubuh
manusia menghadirkan faktor atenuasi yang spesifik selain hanya perubahan
ketebalan karena setiap jaringan menghadirkan kepadatan yang berbeda dan
rata-rata nomor atom molekul yang berbeda. Meskipun mungkin ada dua
organ dengan ketebalan sama, keduanya dapat menunjukkan prosentase
atenuasi yang berbeda. Perbedaan atenuasi ini memiliki efek kolektif pada
‘radiasi sisa’ yang disebut kontras subyek.
LATIHAN
RINGKASAN
TES 2
1) Interaksi energi sinar-X terjadi pada seluruh elektron orbital suatu atom,
besarnya energi dan panjang gelombang incident photon tidak
mengalami perubahan tetapi hanya mengalami defleksi dari arah asal
membentuk sudut tertentu.
Apakah kejadian interaksi sinar-X tersebut ….
A. Hamburan Thomson
B. Hamburan Rayleigh
C. Efek fotolistrik
D. Hamburan Compton
E. Produksi pasangan
2) Interaksi energi sinar-X ini terjadi dengan elektron orbit suatu atom
menyerap semua energi yang dibawa oleh foton sinar-X, sehingga tiada
lagi yang tersisa, tidak ada lagi radiasi sekunder atau energi hamburan.
Apakah kejadian interaksi sinar-X tersebut ….
110 Fisika Radiodiagnostik
A. Hamburan Thomson
B. Hamburan Rayleigh
C. Efek fotolistrik
D. Hamburan Compton
E. Produksi pasangan
TOPIK 3
Efek Sinar-X
S
ejak ditemukan sinar-X hingga sekarang sudah banyak dilakukan
penelitian terkait efek sinar-X yang kemudian dimanfaatkan untuk
kepentingan kehidupan manusia. Efek sinar-X terhadap bahan atau
obyek yang akan dibahas disini yang ada hubungannya dengan mata kuliah
fisika radiodiagnostik, diantaranya efek fisika, efek kimia, dan efek biologi.
ketiganya saling berkaitan satu sama lain ketika sinar-X mengenai satu obyek.
Efek yang ditimbulkan berhubungan langsung dengan sifat sinar-X sebagai
radiasi pengion yang akan diuraikan di bawah ini.
Efek fisika oleh sinar-X terjadi karena sinar-X merupakan gelombang yang
membawa energi sangat tinggi sehingga ia memiliki kemampuan untuk
mengionisai bahan yang dikenainya. Proses tersebut terjadi ketika sinar-X
mengenai bahan dengan interaksi tingkat atom dan sub atomik. Atom netral
yang tidak bermuatan listrik karena jumlah elektron dan proton sama, dapat
terionisasi karena berinteraksi dengan Sinar-X. Ionisasi diawali saat sinar-X
menumbuk elektron orbit (disini sinar-X dihitung sebagai partikel)
memberikan energinya ke elektron orbit, dan apabila energi ikat elektron orbit
terlampaui maka elektron tersebut mampu melepaskan diri dari orbitnya dan
keluar dari atom, ini karena pengaruh gaya Coulomb. Atom menjadi terionisai.
Terbentuk sepasang ion, ion negatif adalah elektron yang lepas, dan ion positif
adalah atom yang ditinggalkan oleh elektron. Atom menjadi ion positif karena
muatan relatifnya menjadi +1, dan elektron menjadi ion negatif karena muatan
relatifnya -1. Selain ionisasi, atom juga dapat tereksitasi, ditandai dengan
lepasnya elektron dari orbit sebelah dalam berpindah ke orbit sebelah luar,
tetapi masih dalam atom yang sama, tidak terbentuk elektron bebas. Atom
tetap menjadi atom netral yang tidak bermuatan listrik. Pada Gambar 2.28 dan
Gambar 2.29 ditampilkan ilustrasi ionisasi dan eksitasi.
Fisika Radiodiagnostik 113
Gambar 2.28
B) Proses Ionisasi
114 Fisika Radiodiagnostik
(a) (b)
Gambar 2.29
Efek fisika juga dapat ‘dilihat’ pada kejadian interaksi efek fotolistrik dan
interaksi Compton pada peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan
radiografi atau dikenal dengan efek fotografik, seperti kaset, intensifying screen
(IS), film, imaging plate CR, dan detektor DR.
Efek kimia yang ditimbulkan oleh sinar-X diawali oleh efek fisika dengan
perpindahan energi sinar-X ke atom bahan tertentu yang kemudian terjadi efek
secara kimia. Efek terjadi karena bahan tersebut mengandung senyawa kimia.
Efek ini dapat dilihat pada interaksi sinar-X dengan IS dan film radiografi.
Efek biologi oleh sinar-X dipelajari khusus dalam mata kuliah
Radiobiologi, lebih singkat disini diuraikan efek yang berhubungan dengan
radioloisis air, dan sel yang terdiri dari DNA dan kromosom. Efek biologi dapat
dihasilkan oleh efek langsung ataupun efek tidak langsung, melalui
pembentukan radikal bebas. Bila sinar-X (ataupun radiasi gamma) yang
merupakan radiasi pengion tak langsung (indirect action), diserap energinya
oleh material biologi, terjadi reaksi berantai yang diawali oleh ionisasi dengan
konversi energi foton menjadi gerakan elektron cepat, diikuti oleh reaksi
kulminasi pemecahan ikatan kimia yang menghasilkan efek biologi. Sekitar
70% kerusakan biologi akibat reaksi tidak langsung yang dapat dimodifikasi
dengan kehadiran oksigen dan berbagai senyawa kimia. Sebaliknya untuk
radiasi pengion langsung (direct action), yaitu partikel elektron, proton, dan
sinar α, efek langsung sangat dominan dalam menghasilkan efek biologi.
Ilustrasi tersebut ditampilkan pada Gambar 2.30.
Fisika Radiodiagnostik 115
Gambar 2. 30
Efek Tidak Langsung oleh Foton Sinar-X dan Efek Langsung oleh Partikel Elektron
Gambar 2.31
Waktu hidup e-aq (jenis transien) sekitar 1 ms. Radikal OH· sangat reaktif
dan mempunyai waktu hidup sekitar 1s dalam air murni dan puncak absorpsi
sekitar 260 nm. Seperti radikal OH·, radikal H· juga reaktif, mempunyai waktu
hidup sekitar 1s dalam air murni dengan puncak absorpsi sekitar 200 nm.
Fisika Radiodiagnostik 117
Gambar 2.32
Jenis Kerusakan DNA Akibat Paparan Radiasi Pengion yang Berpotensi Terjadi Mutasi Sel
Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel sangat bergantung
pada proses perbaikan yang berlangsung. Bila proses perbaikan berlangsung
dengan baik atau sempurna, dan juga tingkat kerusakan sel tidak terlalu parah,
maka sel bisa kembali normal. Bila perbaikan sel tidak sempurna, sel tetap
hidup tetapi mengalami perubahan. Bila tingkat kerusakan sel sangat parah
atau perbaikan tidak berlangsung dengan baik, maka sel akan mati. Sel yang
Fisika Radiodiagnostik 119
paling sensitif terhadap pengaruh radiasi adalah sel yang paling aktif
melakukan pembelahan, (contohnya sel reproduksi, sumsum tulang, mata,
thyroid) dan tingkat differensiasi (perkembangan atau kematangan sel) rendah
contohnya janin. Sedangkan sel yang tidak mudah rusak akibat pengaruh
radiasi adalah sel dengan tingkat differensiasi yang tinggi, contohnya kulit,
tulang.
Secara sistematik dapat digambarkan sebagai berikut; Sinar-X
berinteraksi dengan air terbentuk radikal bebas, terjadi gangguan
metabolisme selanjutnya terjadi kerusakan sel, dapat terjadi pemulihan
kembali, atau kematian sel. Efek biologi dapat menimbulkan terjadinya mutasi
sel-sel genetik ‘pembawa keturunan’. Pada Gambar 2.33 dan Gambar 2.34
menampilkan diagram skema efek biologi oleh sinar-X.
Gambar 2.33
Gambar 2.34
B. MEKANISME LUMINISENSI
1. Fosforesensi
Bahan fosforesensi adalah phosphor yang akan menyimpan energi foton
yang diserapnya, kemudian setelah selang sampai beberapa waktu lamanya
akan dipancarkan foton cahaya dengan energi lebih rendah dari energi foton
yang diserap. Pada Gambar 2.35 Skema fosforesensi, elektron valensi
berpindah ke pita konduksi dan bertahan beberapa waktu, luminescent centre
menarik elektron, saat elektron berpindah ke pita valensi dipancarkan foton
cahaya tampak. Bahan ini tidak cocok untuk IS dan fluoroskopi, sebab kita
menghendaki bahwa setiap perubahan pola sinar-X harus terlihat dengan
segera. Penundaan dalam pancaran cahaya juga akan mengakibatkan pola
menjadi kabur (blur) karena pergerakan obyek. Penundaan perubahan dari
berkas sinar-X menjadi cahaya tampak disebut afterglow. Kurang lebih waktu
sampai terjadinya pencahayaan kembali berkisar diatas 10-8 detik.
Gambar 2.35
Skema Fosforesensi
2. Fluoresensi
Bahan fluoresensi adalah phosphor yang akan berpendar setelah
menerima energi radiasi, dan langsung memancarkan foton cahaya tampak.
Pada Gambar 2.36 skema fluoresensi, elektron valensi berpindah ke pita
konduksi, luminescent centre menarik elektron, saat elektron berpindah ke pita
valensi dipancarkan foton cahaya tampak. Bahan ini sangat cocok untuk IS dan
122 Fisika Radiodiagnostik
fluoroskopi, sebab setiap perubahan pola sinar-X dapat terlihat dengan segera.
Kurang lebih waktu sampai terjadinya pencahayaan kembali berkisar dibawah
10-8 detik. Bahan-bahan fluoresensi terbuat dari kristal yang mempunyai
tingkatan energi elektron dalam atom yang terpisah-pisah, yang mempunyai
pola tingkatan energi ikat yang terpisah (orbit K, L, M). Dalam fluoresensi,
perpindahan elektron dan emisi foton cahaya terjadi sangat cepat. Syarat-
syarat bahan fluorosensi untuk IS, yaitu harus mampu menyerap energi foton
sinar-X cukup besar dengan nomor atom (Z) tinggi, mampu mengeluarkan
(emisi) cahaya warna tertentu yang disesuaikan dengan sensitifitas film, dan
tidak memiliki afterglow.
Gambar 2.36
Skema Fluoresensi
C. EFEK FOTOGRAFIK
1. Kaset Radiografi
Kaset adalah tempat atau wadah yang kokoh untuk IS dan film.
Didalamnya terdapat bantalan kompresi untuk menekan IS agar bersentuhan
erat dengan film. Pada kaset computed radiography, fungsinya sama hanya di
Fisika Radiodiagnostik 123
dalam kaset tersebut tidak terdapat IS-film, tapi berisi lembaran imaging plate.
Kaset tidak boleh mengalami kebocoran cahaya yang akan mempengaruhi film
radiografi yang ada didalamnya. Window yang terdapat pada kaset berupa
penutup film agar tidak terkena sinar-X dan cahaya tampak dari IS, difungsikan
untuk penamaan obyek yang diperiksa saat film akan diproses di kamar gelap,
kaset tidak mengalami kebocoran cahaya karenanya. Pada Gambar 2.37 bagian
atas atau depan kaset terbuat dari plastik dilapisi Aluminum atau Carbon yang
merupakan bahan radiolucent dengan nomor atom rendah yang memiliki
karakteristik penyerapan rendah terhadap foton sinar-X. Dibuat dengan
ketebalan (x) 1,6 mmAl ekuivalen 60 kV, artinya bahan apapun, dibuat setara
dengan ketebalan Aluminium 1,6 mm yang mampu melewatkan energi foton
sinar-X 60 keV. Koefisien atenuasi linier (µ) dibuat seragam pada semua bagian,
supaya dapat melewatkan foton sinar-X sebanyak-banyaknya dan seragam,
untuk diteruskan ke IS dan film, sehingga foton sinar-X yang telah membawa
informasi obyek termanifestasi dalam latent image sesuai kondisi obyek.
Bagian bawah atau belakang kaset, terbuat dari Aluminium atau Carbon yang
dilapisi logam dengan nomor atom tinggi, biasanya timbal (Pb), minimal 0,12
mmPb ekuivalen 150 kV, artinya bahan apapun, dibuat setara dengan
ketebalan timbal 0,12 mm yang mampu menyerap energi foton sinar-X 150
keV. Hal tersebut difungsikan untuk menyerap foton sinar-X yang mampu
tembus melintasi IS dan film sampai ke bagian bawah kaset. Bagian bawah
kaset dimaksimalkan agar terjadi interaksi fotolistrik sebanyak mungkin,
sehingga tidak ada interaksi Compton yang menyebabkan hamburan balik
(back scatter) ke IS, yang dapat menyebabkan IS akan berpendar lagi dan
terjadi pemaparan berlebihan terhadap film, hal ini berakibat menurunkan
kontras radiografi dan ketajaman radiograf.
Efek fotografi pada bagian atas kaset adalah kemampuannya
meneruskan foton sinar-X sebanyak-banyaknya, dengan kejadian interaksi
fotolistrik dan interaksi Compton yang sangat sedikit, dan pada bagian bawah
kaset sebanyak-banyaknya terjadi interaksi efek fotolistrik dengan interaksi
Compton yang sangat sedikit, bahkan diharapkan tidak terjadi interaksi
Compton.
2. Intensifying Screen
Penggunaan IS sangat penting dalam radiografi konvensional, ia
berfungsi untuk mengkonversi foton sinar-X menjadi foton cahaya tampak dan
sekaligus menggandakan foton cahaya tampak tersebut. Tanpa IS,
penggunaan faktor eksposi akan sangat tinggi, karena emulsi AgBr film
124 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 2.37
Skema Kaset Radiografi yang Berisi IS dan Film, Ketiganya Mengalami Efek Fotografik Ketika
Berinteraksi dengan Foton Sinar-X
dengan tangan, lapisan ini bersentuhan langsung dengan film dalam wadah
kaset. Berfungsi untuk melindungi lapisan dibawahnya terhadap aberasi dan
kerusakan selama pemakaian, menghilangkan ganguan listrik statis dan
menyediakan permukaan untuk pembersihan rutin tanpa mengganggu
Phosphor aktif dibawahnya.
Gambar 2.38
Gambar 2.39
Ilustrasi Efek Kimia yang Menyebabkan Perpendaran Cahaya Biru dan Hijau pada IS
lapisan ini, maka hanya setengah dari cahaya tampak yang akan berinteraksi
dengan film. Pewarna khusus biasanya ditambahkan di lapisan ini, yang
berfungsi untuk menyerap foton cahaya yang datang dengan sudut pancar
yang besar, foton ini akan meningkatkan ketidaktajaman citra radiografi.
Pewarna khusus tersebut akan meningkatkan resolusi spasial (detail ukuran
obyek terkecil yang masih dapat dibedakan dalam citra), tetapi mengurangi
speed, yaitu kecepatan respon film terhadap paparan cahaya tampak dan sinar-
X.
Lapisan terakhir dari IS adalah Base dengan tebal ± 20 µm, merupakan
lapisan terjauh dari film yang terbuat dari karton atau poliester bermutu tinggi
yang fleksibel tidak kaku, dan memberikan dukungan mekanis untuk phosphor
aktif. Lapisan Base dibuat sedemikian rupa agar tahan kelembaban dan dibuat
dengan permukaan kasar untuk dapat rekat dengan lapisan di atasnya. Base
dibuat agar tidak mengalami kerusakan akibat radiasi dan tidak mengalami
perubahan warna seiring bertambahnya usia. Mempunyai kelembaman secara
kimiawi dan fleksibel, dibuat agar tidak dapat berinteraksi dengan lapisan
phosphor. Base harus bersih dari partikel debu atau noda lainnya agar tidak
tervisualisasi di film.
3. Film Radiografi
Efek fotografik pada film karena film mengandung emulsi berupa kristal
Argentum (perak) Bromida atau Silver Halide (AgBr), yang memiliki ketebalan
dan konsentrasi tertentu. Film radiografi merupakan salah satu media yang
merekam citra radiografi secara permanen. Citra yang direkam disebabkan
oleh paparan foton sinar-X dan cahaya tampak dari IS. Komposisi film
radiografi terdiri dari base, adhesive, emulsion, dan supercoat. Base film terbuat
dari plastik polyester yang bening, kuat, dan ketebalannya konsisten. Berwarna
biru pucat atau biru keabuan untuk mengurangi ketegangan konsentrasi mata
kita. Pada base film dilapisi satu atau dua sisi emulsi. Pada Gambar 2.40
tampilan emulsi film yang merupakan lapisan aktif dari film. Terbuat dari
campuran gelatin dan kristal perak halide (fluor, klorin, brom, dan iodium),
kebanyakan emulsi film terbuat dari perak bromide 98%, dan perak iodide 2
%. Kristal perak bromide berbentuk kubik dan kisi kristal mengandung ion Ag+
dan Br- yang saling terikat. Apabila foton sinar-X dan atau cahaya tampak
mengenai lapisan ini maka AgBr akan aktif, terurai menjadi ion Ag+ dan Br-
yang terpisah.
128 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 2.40
(a)
(b)
Gambar 2.41
Gambar 2.42
(a) (b)
Gambar 2.43
b) Amorphous Selenium
Gambar 2.44
signal to noise ratio SNR) dan resolusi spasial akan menjadi tinggi, dua indikator
ini menandakan citra radiografi yang tampil di layar monitor memiliki kualitas
yang tinggi. Salah satu batasan pengisian arus pada ukuran dexel adalah TFT
dan kapasitor, jika keduanya berukuran kecil, menyesuaikan prosentase luas
dexel, maka efisiensi pengisian arus listrik juga akan menjadi kecil, sehingga
memerlukan eksposi yang tinggi yang akan menyebabkan paparan radiasi ke
obyek menjadi lebih besar. Di sudut kanan bawah kita melihat kapasitor
mikroskopis, inilah inti dari dexel yang memiliki kemampuan menyimpan
muatan listrik secara langsung, dan dipojok kiri atas terdapat TFT yang
berfungsi sebagai ‘gerbang’ untuk melepaskan muatan listrik saat dexel
‘dibaca’ oleh perangkat analog to digital converter (ADC) komputer, kemudian
sinyal muatan listrik dikonversi menjadi sinyal digital, sinyal digital dikonversi
menjadi sinyal gambar dan kemudian ditampilkan di layar sebagai citra
radiografi.
Gambar 2.45
phosphor yang terbuat dari Cesium Iodida (CsI), juga ada yang menggunakan
Gadolinium Oxysulfide. Pada detektor ini juga dilengkapi TFT dan kapasitor
seperti dexel sistem konversi langsung.
Dexel sistem konversi tak langsung menghasilkan DQE yang lebih tinggi
sehingga diperlukan lebih sedikit eksposi dan dosis radiasi yang diterima
obyek menjadi lebih kecil, tetapi resolusi spasial lebih rendah daripada sistem
konversi langsung. Kedua sistem tersebut masih digunakan sampai sekarang.
LATIHAN
1) Jelaskan dan berikan contohnya tiga efek yang ditimbulkan oleh sinar-X
terhadap bahan!
2) Jelaskan mekanisme luminisensi, fosforesensi, dan fluoresensi!
3) Jelaskan bagaimana proses terjadinya efek fotografik pada kaset
radiografi?
4) Jelaskan bagaimana proses terjadinya efek fotografik pada intensifying
screen dan film radiografi?
5) Jelaskan bagaimana proses terjadinya efek fotografik pada imaging plate
CR dan flat panel detector DR?
RINGKASAN
Efek fotografik pada flat panel detector (FPD) terjadi pada bahan amorphous
Silicon (a-Si) yang merupakan detektor tak langsung (indirect detector atau
indirect conversion), dan amorphous Selenium (a-Se) yang merupakan
detektor langsung (direct detector atau direct conversion).
TES 3
3) Efek fotografik pada bagian atas kaset radiografi adalah supaya terjadi
sebanyak-banyaknya foton sinar-X yang diteruskan menuju IS dan film.
Pada bagian bawah kaset supaya terjadi interaksi fotolistrik tanpa diikuti
interaksi Compton.
Manakah pernyataan yang sesuai ….
A. Untuk menghindari interaksi Compton digunakan Carbon
B. Bagian bawah kaset terbuat dari Aluminium
Fisika Radiodiagnostik 137
5) Efek fotografik pada reseptor citra ini terjadi saat energi sinar-X mengenai
phosphor sehingga menyebabkan elektron bahan penyusunnya terlepas
kemudian ditangkap oleh aktifator.
Apakah reseptor citra tersebut ….
A. Amorphous selenium
B. Amorphous silicon
C. Flat panel detector
D. Film radiografi
E. Imaging plate
138 Fisika Radiodiagnostik
Glosarium
Daftar Pustaka
Carter, C.E., & Veale, B.I, 2010. Digital Radiography and PACS.
Mosby, Elsevier.
3
CITRA RADIOGRAFI
PENDAHULUAN
C
itra radiografi sangat penting untuk kita pelajari, karena ini adalah
tujuan akhir kita belajar fisika radiodiagnostik. Untuk menghasilkan
citra radiografi yang berkualitas kita harus menggabungkan
pemahaman yang sudah dipelajari dan dikuasai dari beberapa mata kuliah
keahlian, termasuk pemahaman fisika radiodiagnostik.
Setelah Anda mempelajari dan menguasai materi yang disajikan pada
Bab 3 ini, maka secara umum Anda akan memahami tentang citra radiografi
dan mengaplikasikan pemahaman Anda untuk menunjang keberhasilan
dalam pemeriksaan radiografi. Secara khusus Anda akan mampu:
1. Menjelaskan pembentukan citra radiografi yang diawali dengan
pembentukan bayangan laten (latent image) pada sistem kombinasi IS-
film, imaging plate sistem CR, dan flat panel detector sistem DR, serta
pengolahan citra pada film secara manual dan otomatik, pengolahan citra
sistem CR dan sistem DR.
2. Menjelaskan kualitas citra radiografi yang terbagi menjadi densitas
radiografi, kontras radiografi, ketajaman dan detail.
3. Menjelaskan magnifikasi dan distorsi citra dalam pemeriksaan radiografi.
4. Menjelaskan kurva karakteristik film pada sistem kombinasi IS-film.
5. Menjelaskan fungsi grid dalam mengurangi radiasi hambur.
6. Menjelaskan kontruksi dan jenis grid.
7. Menjelaskan efisiensi grid, grid conversion factor (GCF), dan grid cut off.
148 Fisika Radiodiagnostik
Selamat belajar!
Fisika Radiodiagnostik 149
TOPIK 1
Citra Radiografi
P
ada topik ini kita akan membahas tentang pembentukan citra radiografi
yang diawali dengan pembentukan bayangan laten (latent image) pada
sistem kombinasi IS-film, imaging plate sistem CR, dan flat panel
detector sistem DR, serta pengolahan citra pada film secara manual dan
otomatik, pengolahan citra sistem CR dan sistem DR. Dilanjutkan pembahasan
kualitas citra radiografi yang terbagi menjadi densitas radiografi, kontras
radiografi, ketajaman dan detail. Kualitas citra radiografi dapat terpengaruh
oleh magnifikasi dan distorsi citra yang menyebabkan radiograf dapat ditolak
atau mengulang pemeriksaan, oleh karenanya kita akan bahas pada topik ini.
Terakhir kita bahas kurva karakteristik film pada sistem kombinasi IS-film
supaya kita mampu memilih kombinasi IS-film dan pertimbangan faktor
eksposi pada kombinasi tersebut.
IS dan film hanya menerima energi sinar-X maka kontras radiografi akan sangat
rendah. Energi foton cahaya sangat besar pengaruhnya terhadap kristal AgBr
dalam emulsi film, energi yang diserap oleh AgBr menyebabkan struktur
molekul AgBr berubah menjadi Ion Ag+ dan Br-. Struktur molekul AgBr mudah
sekali terionisasi, tetapi keberadaan ion Ag+ dan Br- tetap dapat dipertahankan
dalam emulsi oleh komponen kristal sensitivity spekcs (titik kepekaan) yang
terbentuk ketika AgBr terurai, dapat diilustrasikan dengan persamaan AgBr +
Energi Foton Ag+ + Br-, dengan Ag+ adalah ion perak dalam bentuk ion positif
yang merupakan bayangan laten. Ion Ag+ disebut bayangan laten karena
keberadaannya belum dapat dilihat secara visual atau tidak dapat dilihat oleh
mata kita, ia dapat dilihat setelah melalui proses pengolahan citra
menggunakan cairan developer.
Gambar 3.1
Elektron dari Kristal Barium Fluoro Bromida dalam IP PSP Menyerap Energi Foton Sinar-X,
Elektron Terlepas dari Atom dan Ditangkap oleh F-center Eu2+menjadi Bayangan Laten
Representasi F-center Eu2+ yang bekerja pada susunan pita energi dalam
atom ditampilkan pada Gambar 3.2. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa
kulit atom bagian terdalam yang sudah mencapai kapasitas elektron,
berdasarkan aturan 2n2 sebagai pita terisi energi, dan kulit terluar atau pita
valensi yang menahan elektron sangat longgar sehingga elektron dapat
mengalami ikatan valensi atau ikatan ion dengan atom lain untuk membentuk
molekul. Di atas level tersebut terdapat pita konduksi, yang terdiri dari energi
elektron yang dibebaskan dari atom sebagai arus listrik. Struktural seluruh
molekul dapat mempengaruhi pita energi atom individu di dalamnya.
Beberapa molekul tertentu diatur sedemikian rupa untuk dapat disisipkan pita
energi tambahan antara pita valensi dan pita konduksi, sehingga seolah-olah
pita konduksi dianggap sebagai pita energi ‘diluar atom’, yang sesungguhnya
tidak, karena kehadiran energi meta-stabil di dalam atom, yaitu F-center atau
perangkap elektron. Dibuat dalam molekul Barium Fluoro Bromida dengan
Eu2+ ditambahkan sebagai ‘agen doping’ atau ‘pengotor’ atau ‘aktivator’. Jadi
152 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 3.2
a) Atom Normal dengan Tingkat Energi Elektron terdiri dari Pita Terisi Elektron, Pita Valensi,
dan Pita Konduksi yang Berada Diluar Pengaruh Energi Ikat Atom, b) Atom dalam Molekul
Barium Fluoro Halida (Bromida)
singkat sekali, yaitu sinyal listrik dikumpulkan oleh kapasitor, dibaca dan
dikeluarkan oleh TFT, dikonversi oleh ADC menjadi sinyal digital kemudian
langsung di proses dalam central processor unit (CPU) menjadi citra radiografi,
tanpa alat tambahan seperti image reader pada sistem CR.
Gambar 3.3
Ilustrasi Foton Sinar-X Dikonversi menjadi Foton Cahaya pada Dexel a-Si
Gambar 3.4
pada Gambar 3.5. Kamar gelap adalah ruangan yang didesain khusus untuk
penanganan film radiografi sebelum dan sesudah eksposi. Tidak boleh ada
kebocoran cahaya yang masuk ke dalam kamar gelap saat ruangan dalam
keadaan gelap untuk pengolahan film. Dalam kamar gelap terdapat safelight,
yaitu lampu dengan filter warna merah yang dipasang di atas tangki cairan
developer, berfungsi sebagai penerang untuk membantu kita melihat atau
mengamati citra radiografi pada film yang diproses secara manual. Pada
pengolahan film secara manual terdapat empat tahapan yang harus dilalui oleh
film, yaitu film dimasukkan ke dalam cairan developing (pembangkitan),
rinshing (pembilasan), fixing (penetapan), dan washing (pencucian).
Gambar 3.5
a. Developing
Setelah film radiografi merespon paparan foton sinar-X dan cahaya
tampak dari IS, kemudian terbentuk bayangan laten pada sensitivity specks
lapisan phosphor, yaitu Ag+ dan Br-. Proses developing adalah tahapan pertama
dalam pengolahan film, yaitu proses perubahan ion-ion perak Ag+ di dalam
emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau
perubahan dari bayangan laten menjadi citra tampak. Proses tersebut terjadi
dengan pemberian (donasi) elektron oleh larutan developer ke sensitivity
specks (titik sensitivitas) sehingga ion Ag+ menjadi Ag netral atau logam perak
(perak metalik). Sementara butiran perak halida AgBr yang tidak mendapat
penyinaran tidak akan terjadi perubahan. Perubahan menjadi perak metalik ini
berperan dalam penghitaman AgBr yang terkena sinar-X dan cahaya dari IS
sesuai dengan intensitasnya yang diterima oleh film. Semakin banyak intensitas
156 Fisika Radiodiagnostik
sinar-X dan cahaya dari IS yang mengenai AgBr maka akan semakin banyak
terbentuk Ag+ dan Br- dan mengakibatkan akan semakin banyak diproduksi
perak metalik. Sedangkan AgBr yang tidak mendapat penyinaran akan tetap
bening. Ag+ akan terpisah dengan Br- saat dilakukan proses developing. Pada
area film yang terkena eksposi, Ag+ akan mengendap pada emulsi film, dan
pada area yang tak terekposi, Ag akan terlepas dari emulsi. Endapan Ag
terbentuk dalam emulsi dan menampilkan area gelap yang disebut
penghitaman (density) atau sering disebut sebagai densitas radiografi yang
merupakan manifestasi dari kerapatan perak metalik dalam film. Jadi, semakin
banyak paparan terhadap film maka film akan semakin hitam (radiolucent) atau
dapat dikatakan film memiliki densitas radiografi yang tinggi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembangkitan, yakni suhu
cairan, agitasi dan derajat kelemahan aktifitas developer. Suhu developer
pengolahan manual diharapkan konstan pada kisaran 18oC hingga 20oC
dengan waktu lamanya film dalam cairan developer maksimal 4 menit, apabila
suhu diluar rentang tersebut maka kompensasinya waktu developing harus
diubah untuk mempertahankan densitas radiografi tetap optimal, yaitu tidak
tinggi dan tidak rendah. Untuk memperkirakan hubungan suhu dan waktu
dalam memperoleh densitas radiografi yang optimal dapat dilihat pada Tabel
3.1, semakin rendah suhu maka waktu developing semakin lama, demikian juga
sebaliknya, semakin tinggi suhu maka waktu developing akan semakin cepat.
Tabel 3.1
digunakan sebaiknya diganti dalam jangka waktu tiga hingga enam bulan.
Larutan developer yang sudah digunakan untuk mengolah 350 hingga 500
lembar film juga akan mengalami kelemahan aktifitasnya, selain karena
mengalami oksidasi juga disebabkan endapan yang semakin banyak dari
bahan developing agent.
Aktifitas larutan developer dapat bekerja optimal pada pH basa dengan
rentang 9,5 hingga 11,5 jika diluar rentang tersebut maka kinerjanya tidak
optimal. Kinerja atau aktivitas developer turut dipengaruhi oleh beberapa
bahan yang terkandung didalamnya, diantaranya bahan pelarut (solvent),
bahan pembangkit (developing agent), bahan pemercepat (accelerator), bahan
penahan (restrainer), bahan penangkal (preservative), dan bahan tambahan
buffer dan hardener.
Bahan pelarut yang digunakan untuk mencampur semua bahan
developer adalah air bersih (H20) yang tidak mengandung minenal atau tidak
mengandung air kapur. Bahan ini sebelumnya dipanaskan dengan suhu kurang
lebih 500C untuk mudah melarutkan semua bahan developer.
Bahan pembangkit (developing agent) adalah bahan yang dapat
mereduksi logam perak, mengubah perak bromida yang sudah tereksposi
menjadi perak metalik. Saat film dicelupkan ke dalam larutan developer
emulsinya akan mengembang sehingga mudah ditembus oleh bahan
developer. Developing agent akan menembus masuk ke dalam emulsi dan
menuju sensitivity specks. Sensitivity specks dalam kristal memiliki jarak (gap)
dengan ion negatif Bromine Br- sehingga memungkinkan developing agent
mereduksinya dengan cara memberikan elektron kepada ion perak Ag+ hingga
menetralisir Ag+ menjadi perak metalik (Ag) berwarna hitam pada film, tanpa
mempengaruhi AgBr yang tidak tereksposi. Keberadaan ion negatif Bromine
Br- yang membentuk kisi-kisi mengelilingi kristal AgBr yang belum tereksposi
cenderung memiliki kemampuan untuk menolak elektron dari developing
agent. Proses tersebut menjabarkan kemampuan developer untuk menyeleksi
butiran AgBr yang telah dan belum tereksposi. Hanya butiran AgBr yang telah
tereksposi menjadi Ag+ dan Br- yang memiliki sensitivity specks yang akan dicari
oleh elektron developing agent. Kerja developing agent harus dikontrol,
maksudnya kita harus dapat menentukan atau memperkirakan jika proses
pembangkitan bayangan laten sudah cukup menampilkan citra tampak (visible
image) maka segera kita hentikan proses developing agent dan memasukkan
film ke rinshing. Disini keuntungan dari pengolahan film secara manual jika
dibandingkan dengan pengolahan film secara otomatik. Apabila terjadi
eksposi berlebihan karena faktor eksposi yang terlalu tinggi (over exposure)
Fisika Radiodiagnostik 159
maka kita dapat mengontrol kinerja developing agent supaya tidak meneruskan
aktifitasnya untuk menjaga supaya densitas radiografi tetap optimal, demikian
sebaliknya jika terjadi under exposure karena faktor eksposi yang terlalu
rendah, kita dapat mengatur waktu lamanya film di dalam larutan developer
sampai muncul citra radiografi di film. Bahan yang digunakan adalah sodium
hydrosulphite, hydrogen peroxide, dan forenaldehida, terbagi menjadi dua,
yaitu phenidone yang berfungsi sebagai agen pereduksi memberikan efek
warna abu-abu, dan hydroquinone berfungsi sebagai bahan pereduksi yang
memberikan efek warna hitam pada film.
Bahan pemercepat (accelerator) adalah bahan yang memberikan media
alkali (basa) supaya emulsi film mudah mengembang dan mudah ditembus
oleh developing agent. Bahan ini menggunakan potassium carbonat (Na2CO3
atau K2CO3), dan potassium hydoksida (NaOH atau KOH) yang mempunyai
sifat basa dan mudah larut dalam air.
Bahan penahan (restrainer) adalah bahan yang berfungsi untuk
mengendalikan aksi reduksi dari developing agent terhadap kristal AgBr yang
tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut (fog) pada film radiografi. Bahan
yang digunakan adalah Kalium Bromida (KBr).
Bahan penangkal (preservatif) adalah bahan yang berfungsi untuk
mengontrol laju oksidasi developing agent. Developing agent mudah menyerap
oksigen dari udara sehingga mudah teroksidasi. Bahan penangkal ini
sepenuhnya tidak menghentikan proses oksidasi tetapi hanya mengurangi laju
oksidasi dan meminimalisir efek oksidasi. Apabila developing agent banyak
mengalami oksidasi maka aktifitasnya akan melemah sehingga akan
memerlukan waktu lama dalam mengolah bayangan laten menjadi citra
radiografi. Oleh karenanya tangki larutan developer harus selalu ditutup jika
tidak digunakan.
Bahan tambahan ada dua, yaitu bahan penyangga (buffer) yang
berfungsi untuk mempertahankan pH larutan sehingga aktifitas developing
agent tetap terjaga, dan bahan pengeras (hardening agent) yang berfungsi
untuk mengeraskan emulsi film agar tidak terkikis akibat reaksi dengan bahan-
bahan alkali.
b. Rinshing
Film setelah selesai dari tahap developing selanjutnya masuk tahap
rinshing atau pembilasan. Rinshing berfungsi untuk menghentikan aktifitas
larutan developer yang masih menempel pada film supaya tidak meneruskan
aktifitasnya atau memperlambat aktifitas developing agent, dan supaya tidak
160 Fisika Radiodiagnostik
terbawa pada tahap fixing, yang akan memperlemah aktifitas larutan fixer
karena pH fixer dapat semakin naik menuju basa. Apabila developing agent
tidak dihentikan secara maksimal maka dapat menimbulkan dichroic fog, yaitu
muncul noda berwarna pink pada film, dan juga dapat timbul noda berwarna
coklat akibat oksidasi sisa developing agent.
Tahap rinshing, film dimasukkan ke dalam tangki air bersih dan upayakan
air mengalir selama 20 hingga 30 detik, supaya larutan developer yang
menempel di film segera dialirkan ke pembuangan dan diganti dengan air baru
yang bersih. Cara lainnya untuk menghentikan aktifitas larutan developer
adalah dengan menambahkan air pembilasan dengan larutan asam asetat 3%,
tapi ini jarang dilakukan. Pada tahap rinshing tidak boleh menggosok film
dengan tangan atau benda apapun karena akan merusak emulsi film yang
masih belum permanen, emulsi film yang mengembang karena mengandung
cairan akan sangat mudah terkelupas atau tergores.
c. Fixing
Fixing adalah tahap penetapan citra radiografi menjadi permanen
dengan proses menghilangkan perak bromida AgBr yang tidak terkena foton
sinar-X dan cahaya dari IS, tanpa mengubah citra perak metalik. Tujuan dari
tahap fixing adalah untuk menghentikan aksi lanjutan dari developing agent
yang menempel di emulsi film, menetapkan (fix) citra radiografi sehingga
dihasilkan film radiografi berkualitas untuk diarsipkan yang tidak berubah
seiring bertambahnya waktu tetapi tetap sesuai keadaan aslinya. Bahan-bahan
yang digunakan dalam larutan fixer adalah bahan pelarut (solvent)
menggunakan air bersih (H2O), bahan penetap (fixing agent), bahan
pemercepat (accelerator), bahan penangkal (preservative), bahan pengeras
(hardener), dan bahan penyangga (buffer).
Bahan penetap (fixing agent atau clearing agent) adalah bahan yang
mampu mengubah perak bromida yang tidak tereksposi menjadi logam perak
yang dapat larut dalam air. Bahan ini tidak merusak gelatin (emulsi), dan tidak
memberikan efek pada perak metalik yang sudah terbentuk pada tahap
developing. Bahan yang digunakan adalah Ammonium Thioshulfate (NH4)2S2O3
dan Natrium Thiosulfate Na2S2O3.
Bahan pemercepat (accelerator atau acidifier) adalah bahan yang
berfungsi untuk menahan terjadinya dichroic fog dan noda kecoklatan pada
film, dan untuk menghentikan aktifitas developing agent yang masuk ke dalam
emulsi film. pH asam diperlukan dalam larutan fixer untuk menghentikan
aktifitas developing agent yang bersifat basa, oleh karenanya digunakan asam
Fisika Radiodiagnostik 161
asetat CH3COOH yang merupakan asam lemah, bahan ini berdifusi masuk
kedalam emulsi tapi tidak merusak emulsi, dan akan dikeluarkan Silver
Thiosulfate dari emulsi film. Pada proses tersebut masih terjadi pengendapan
Sulfur, untuk mengantisipasinya diperlukan bahan penangkal.
Bahan penangkal (preservative) difungsikan untuk mengendalikan
pengendapan Sulfur. Meskipun bahan yang digunakan sebagai accelerator
adalah asam lemah namun tetap terjadi penglepasan unsur Sulfur, untuk
mencegahnya, digunakan unsur sulfit sebagai preservative
(stabilisator). Bahan untuk preservative adalah pasangan asam asetat dan
selfit, sebagai alternatif sering digunakan bahan sebagai acidifier dan
preservative yaitu Sodium Meta Sulfit (NaHSO3) dan Potassium Meta Sulfit
(KHSO3).
Bahan pengeras (hardener) difungsikan untuk mengeraskan emulsi dan
mencegah emulsi terus mengembang karena menyerap bahan-bahan dalam
solvent. Emulsi yang mengembang akan sangat mudah untuk melepaskan
perak bromida dan menyebabkan pengeringan film menjadi tidak merata.
Bahan-bahan yang digunakan, yaitu Chrom Potassium Allum KCr(SO4)2·H2O,
sangat efektif pada larutan yang masih segar, aksi cepat dalam penyamakan
(penetapan citra dan pengerasan emulsi), bekerja efektif dibawah pH 4,7 yaitu
3,5 hingga 4,7. Bahan ini cocok digunakan untuk larutan fixer yang siap pakai.
Kemudian ada bahan Potassium Allum (K2SO4Al3(SO4)2H2O) yang tahan lama,
bekerja efektif pada pH 4,5 hhingga 4,9 dan masih aktif pada pH 5,5. Jika
digunakan nilai pH 5,5 dapat terjadi endapan Aluminium Hydroksida dengan
potassium alum yang kelihatan putih pada film. Bahan lainnya, Aluminium
Chloride (AlCl3) yang memiliki daya penyamakan sangat singkat, biasanya
dikombinasikan dengan Ammonium Thiosulfate.
Bahan penyangga (buffer) difungsikan untuk mempertahankan pH
larutan agar dapat tetap terjaga pada rentang 4 hingga 5. Bahan yang
digunakan adalah pasangan Asam Asetat dengan Natrium Asetat, atau
pasangan Natrium Sulfit dengan Natrium Bisulfit.
Faktor yang mempengaruhi lamanya kinerja fixing agent, diantaranya
jenis fixing agent yang digunakan (bahan Amonium Thiosulfat memiliki waktu
lebih cepat dibanding dengan Natriun Thiosulfat), konsentrasi fixing agent
yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan maka akan semakin tinggi aktifitasnya,
temperatur larutan fixer yang secara umum memiliki suhu 160C hingga 200C
jika diluar rentang ini maka aktifitasnya tidak optimal, jenis emulsi film yang
diolah jika semakin tebal emulsi film maka waktu fixing akan semakin lama, dan
umur larutan fixer semakin lama larutan fixer digunakan maka aktifitasnya
162 Fisika Radiodiagnostik
semakin tidak optimal. Apabila aktifitas larutan fixer sudah melemah maka
akan berakibat cleaning time akan lama dan proses fiksasi kurang sempurna.
Akibat lainnya yaitu fungsi pengeras emulsi tidak sempurna sehingga akan
timbul noda pada film. Jika emulsi film tidak cukup mengalami pengerasan
maka mudah tergores. Film juga dapat mengandung noda pembangkit atau
dichroic fog, yaitu film mengandung sisa developing agent yang tidak lepas dari
permukaan film.
d. Washing
Washing merupakan tahap pencucian film dalam tangki dengan air
mengalir sampai bau asam dari larutan fixer menghilang. Tujuannya untuk
menghilangkan bahan kimia selama proses fixing, antara lain Argento
Thiosulfat, sisa-sisa Sodium Thiosulfat dan bahan lain yang semuanya mudah
larut di air. Sebaiknya dengan air mengalir dengan suhu tidak melebihi 25ºC,
jika lebih maka akan merusak gelatin (emulsi). Waktu ideal 10 menit dalam air
mengalir, waktu yang terlau singkat menyebabkan masih banyak sisa larutan
kimia yang terbawa di film menyebabkan fim mudah rusak. Proses washing
yang tidak sempurna dapat menyebabkan discolorisasi, yaitu citra radiografi
akan memudar dan berubah warna menjadi coklat seiring waktu, dan
menyebabkan noda pada film yang dapat mengurangi keakuratan informasi
diagnostik, sehingga secara umum memiliki kualitas arsip yang buruk, oleh
karena itu tahap washing harus dilakukan secara optimal. Setelah tahap
washing, dilakukan tahap drying, yaitu tahap pengeringan film untuk
menghilangkan air dalam emulsi sehingga emulsi tidak mengembang dan
memudahkah untuk dilakukan interpretasi terhadap film.
bersih, karena tidak lagi diperlukan hanger untuk menjepit film, sebab mesin
pengolah memiliki roller yang salah satu fungsinya adalah menjepit film selama
berlangsung pengolahan film, dan tangan kita tidak berpotensi terkena larutan
kimia karena larutan kimia dimasukkan ke dalam mesin. Kamar gelap yang
digunakan relatif lebih kecil dibanding pengolahan manual, bahkan untuk
beberapa jenis mesin tertentu ada yang tidak memerlukan kamar gelap (day
light system). Total biaya untuk keseluruhan dapat lebih murah dibanding
dengan manual. Harga satu alat mesin pengolah film memang lebih mahal dari
manual, tetapi dengan penggunaan mesin tersebut dapat mempercepat
pengolahan film, dan tidak dibutuhkan lagi kamar gelap yang besar, ini artinya
ada penghematan tempat yang dapat digunakan untuk keperluan lain. Ada
keuntungan ada juga kerugiannya, yaitu ketika kita melakukan kesalahan
eksposi, under exposure ataupun over exposure maka relatif tidak dapat
ditoleransi karena kita tidak dapat melakukan inspeksi terhadap film. Sistem
pengolahan ini juga sangat diperlukan pengawasan yang ketat, pembersihan
dan perawatan secara teratur dan berkala biasanya dua minggu sekali, karena
roller yang kotor akibat endapan larutan dapat menghasilkan mark atau
artifact pada film, jika roller rusak maka penggantinya harus benar-benar persis
supaya dapat dipasangkan dengan roda gigi roller lainnya.
Tabel 3.2
Waktu Pengolahan
fixing, washing dan drying seperti ditampilkan pada Gambar 3.6. Semua
tahapan tersebut sama dengan manual, perbedaannya pada proses ini bahan-
bahan untuk membuat larutan developer dan fixer tidak boleh yang berjenis
bubuk (powder) karena material powder dapat merusak roller. Bahan developer
dan fixer untuk pengolahan otomatik hanya boleh dari jenis liquid, karena jenis
powder masih ada beberapa kristal yang tidak larut dalam cairan sehingga jika
digunakan pada mesin, kristal ini dapat menempel pada roller yang kemudian
akan berakibat tergoresnya film saat roller menjepit dan melewatkan film pada
tahap pengolahan. Untuk menjaga roller agar tidak rusak, solvent yang
digunakan juga selain bersih tidak boleh air yang mengandung pasir tapi harus
betul-betul air bersih dan jernih. Roller yang rusak dan berlubang dapat
menyebabkan artefak berbentuk garis irregular memanjang sepanjang film.
Gambar 3.6
Pada Gambar 3.6, film dalam keadaan kering kita masukkan lewat baki
(tray) kemudian akan ditarik oleh roller, film diteruskan untuk diolah menuju
developing, fixing, washing, dan terakhir dikeringkan oleh roller drying yang
dilengkapi pemanas (heater), film keluar dalam keadaan kering.
Fisika Radiodiagnostik 165
c. Sistem Roller
Roller berbentuk silinder yang berfungsi sebagai sistem transportasi film
di dalam mesin. Roller terbuat dari bahan yang tidak korosif atau tidak bereaksi
terhadap larutan developer dan fixer. Bahan yang biasa digunakan adalah
nylon, atau stainless steel yang dibungkus dengan rasin-epoxy. Sistem
transportasi oleh roller terdiri dari, penggerak utama, dan sejumlah roller
penggerak film pada tangki larutan. Ketika film ditempatkan di baki (tray), dua
roller (atas dan bawah yang saling berhimpit) akan menarik film ke dalam
mesin. Terdapat lampu indikator warna merah sebagai alat pengaman
untuk memperingatkan kita ketika lebih dari satu film ditempatkan dalam
mesin pada saat yang sama, artinya jika film pertama yang dimasukkan sudah
sepenuhnya melewati larutan developer menuju roller larutan fixer, maka
indikator akan menyala, film kedua sudah boleh dimasukkan lagi ke dalam
baki. Film bergerak melalui jalurnya, secara horisontal dan vertikal melewati
larutan developer, larutan fixer, washing, drying, melalui serangkaian roller yang
bergerak dengan cara yang sama dan konstan sesuai waktu yang kita atur.
Serangkaian roller digerakan oleh poros penggerak utama yang dijalankan
oleh motor penggerak, melalui serangkaian roda gigi, gir, bergerak secara
mekanik. Fungsi roller selain sebagai transportasi juga untuk memeras emulsi
166 Fisika Radiodiagnostik
film yang membawa larutan developer dan fixer. Memberi kontribusi terhadap
agitasi larutan yang biasa kita lakukan pada sistem pengolahan film manual,
pada sistem pengolahan film secara otomatik agitasi dilakukan oleh roller.
Pada mesin pengolah film otomatik, selain drying, kompartemen
developing juga dilengkapi pemanas (heater) untuk menjaga suhu larutan
developer tetap terjaga pada kisaran 270C hingga 340C. Suhu yang lebih tinggi
dari pengolahan manual bertujuan untuk mengkompensasi waktu yang relatif
singkat. Pada pengolahan film secara manual kurang lebih memerlukan waktu
10 hingga 15 menit, sedangkan pengolahan otomatik hanya memerlukan
waktu 90 hingga 120 detik.
Gambar 3.7
Mekanisme Perjalanan IP yang Dipindai oleh Laser dalam Image Reader, Hasilnya Cahaya
Tampak Dipancarkan dari IP
168 Fisika Radiodiagnostik
(a) (b)
Gambar 3.8
(a) Proses Eksitasi Elektron oleh Sinar-X saat terjadi Bayangan Laten
(b) Proses Stimulasi oleh Laser untuk Mengeluarkan Elektron dari F-center di
Pita Konduksi menuju Pita Valensi kemudian Dipancarkan Cahaya Tampak
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Rentang Faktor Eksposi Rendah Sampai Tinggi yang Masih dapat Direspon oleh IP
jalur data ‘address driver’ dan ‘gate line’ saling silang diantara dexel. ‘Gate line’
setiap dexel dikontrol oleh ‘address driver’ yang mengontrol urutan pembacaan
dexel ketika tegangan bias di sepanjang ‘gate line’ diubah dari -5 volt menjadi
+10 volt. Tegangan dari ‘gate lines’ ini dialirkan ke TFT sehingga ‘gerbang’ TFT
membuka secara berurutan dan mengalirkan muatan yang tersimpan dalam
kapasitor dexel berturut-turut. Terbentuk saluran konduktivitas sehingga sinyal
listrik dari TFT dapat dialirkan ke amplifier kemudian sinyal listrik diperkuat,
selanjutnya sinyal listrik yang merupakan sinyal analog dikonversi menjadi
sinyal digital oleh ADC, sinyal digital diteruskan ke komputer (image console)
dan ditampilkan di layar monitor dalam bentuk citra radiografi dalam format
pixel yang memiliki nilai pixel (pixel value PV).
Gambar 3.12
akan ditampilkan di layar monitor dengan pixel berwarna putih. Pada layar
monitor, PV direpresentasikan dengan nilai skala keabuan ‘gray scale’. Untuk
menghitung PV kita dapat menggunakan software imageJ atau software
lainnya yang biasanya sudah disediakan oleh pabrikan DR.
Selanjutnya proses pengolahan citra dexel a-Si, yang merupakan sistem
konversi tak langsung, seperti dilustrasikan pada Gambar 3.3 di atas, pada
prinsipnya sama dengan dexel a-Se, hanya pada dexel a-Si foton sinar-X
dikonversi terlebih dulu menjadi cahaya, kemudian cahaya dikonversi menjadi
sinyal listrik oleh lapisan photoiodida a-Si dan dikumpulkan dalam kapasitor,
proses selanjutnya seperti pada dexel a-Se hingga citra radiografi ditampilkan
pada layar monitor.
Seperti pada sistem CR, citra yang tampil di layar monitor dapat diatur
atau dimanipulasi sampai diperoleh kualitas radiograf yang optimal, tetapi citra
tidak menampilkan warna asli dari organ yang diperiksa. Pada sistem DR,
setelah foton sinar-X mengenai FPD, citra langsung ditampilkan beberapa
detik pada layar monitor, tanpa tambahan alat pengolahan citra seperti pada
pengolahan film manual, otomatik, maupun sistem CR, ilustrasi tersebut
ditampilkan pada Gambar 3.13.
Gambar 3.13
1. Densitas Radiografi
Densitas radiografi pada sistem kombinasi IS-film merupakan derajat
kehitaman film yang terbentuk karena kerapatan perak metalik. Densitas
radiografi tersebut dapat diukur menggunakan alat bantu densitometer
seperti ditampilkan pada Gambar 3.14, densitometer dilengkapi sensor optik
untuk meneruskan cahaya ke titik film yang diukur, sehingga nilai kerapatan
perak metalik dapat disebut juga sebagai densitas optik (opticaly density).
Densitas optik menyatakan intensitas cahaya yang diserap oleh film. Film
memiliki nilai ketebalan perak metalik (x) dan memiliki nilai koefisien atenuasi
linier (µ) yang dikonversi menjadi densitas optik, sehingga densitas optik dapat
dikatakan sebagai jumlah energi cahaya yang diserap oleh emulsi film. Densitas
optik merupakan ekspresi dari densitas radiografi atau penghitaman pada film,
dapat diukur dan dapat dilihat. Memiliki nilai yang dinyatakan dengan skala 0
hingga 4, meskipun pada kenyataannya dalam praktik tidak pernah ada nilai
densitas optik 0 (nol), karena sebelum film radiografi dieksposi sudah terjadi
penguraian AgBr minimal oleh efek panas selama penyimpanan dan
pengiriman, efek lainnya seperti uap kimia atau radiasi hambur juga sangat
mempengaruhi nilai densitas radiografi.
Fisika Radiodiagnostik 175
(a) (b)
Gambar 3.14
Gambar 3.15
2. Kontras Radiografi
Kontras radiografi merupakan salah satu indikator kualitas citra yang
optimal, berhubungan dengan kontras subyek dan kontras film. Kontras
subyek pada hakekatnya adalah foton sinar-X yang menuju reseptor citra, saat
mengenai film maka muncul sebagai kontras film, selanjutnya dimanifestasikan
sebagai kontras radiografi yang dapat kita lihat pada film dan dapat diukur.
Kontras secara harfiah adalah perbedaan. Demikian juga dengan kontras
subyek yang dihasilkan karena perbedaan penyerapan energi sinar-X antara
berbagai jaringan tubuh (obyek). Jaringan tulang akan memiliki kemampuan
penyerapan lebih besar daripada jaringan lunak (soft tissue). Perlemahan sinar-
X terjadi di dalam tubuh karena penyerapan fotolistrik dan hamburan
Compton. Kontras subyek adalah konsekwensi langsung dari persentase
atenuasi oleh interaksi fotolistrik dan interaksi Compton terhadap energi foton
Fisika Radiodiagnostik 177
yang mengenai jaringan tubuh, atau dengan kata lain, kontras subyek adalah
rasio penyerapan antara dua jaringan atau struktur anatomi yang berdekatan.
Ada tiga aspek penting dari jaringan yang menentukan atenuasi dan kontras
subyek, yaitu ketebalan setiap area jaringan (x), kepadatan setiap jaringan (ρ),
dan nomor atom rata-rata dari setiap jaringan (Z).
Sebagai ilustrasi pada Gambar 3.16, misalkan ada 100 foton sinar-X per
bagian tubuh yang terdapat tulang dan jaringan lunak. Kita perkirakan jaringan
lunak menyerap 50 foton dengan interaksi fotolistrik, dan menghamburkan 10
foton dengan interaksi Compton, sehingga sisa 40 foton yang mampu
melintasi jaringan lunak menembus sampai ke reseptor citra. Faktor atenuasi
pada jaringan lunak menjadi 60%, dari penghitungan (50 + 10)/100 = 60/100
= 60%. Selanjutnya kita tinjau kejadian pada tulang yang berada didekat
jaringan lunak. Tulang merupakan jaringan yang lebih padat diperkirakan akan
menyerap 70 foton dengan interaksi fotolistrik, dan menghamburkan 20 foton
melalui interaksi Compton, sehingga sisa 10 foton yang diteruskan menembus
reseptor citra. Faktor atenuasi pada jaringan tulang menjadi 90%, dari
penghitungan (70 + 20)/100 = 90/100 = 90%. Total nilai kontras subyek
menjadi 90/60 = 1,50. Jika ilustrasi diganti secara ekstrim misal antara tulang
yang mempunyai kepadatan dan nomor atom rata-rata yang lebih tinggi
daripada udara, maka nilai kontras subyek akan semakin tinggi, karena udara
akan banyak meneruskan sinar-X menembus ke reseptor citra daripada
menyerap dan menghamburkannya.
Gambar 3.16
(a) (b)
Gambar 3.17
(a) Ilustrasi Foton Sinar-X menuju Reseptor Citra Tanpa Ada Radiasi Hambur,
Gambar 3.18
Skema Transmisi Incident Photon Sinar-X Melintasi Material yang Berbeda Nilai µx
Gambar 3.19
Cahaya Tampak dari Densitometer Melintasi Perbedaan Densitas Optik yang Nilainya dapat
Dijabarkan menjadi Kontras Radiografi
(a) (b)
Gambar 3.20
(a) Radiograf Hip Joint Ditandai Lingkaran Merah, Citra Detail tapi Tidak Tajam,
Ketika tidak terjadi ketidaktajaman maka obyek yang besar maupun yang
kecil dapat kita amati. Ketidaktajaman memiliki batas untuk mampu dilihat
pada bayangan yang kecil, sehingga ketidaktajaman dapat mengakibatkan
keterbatasan penglihatan detail citra. Ketajaman citra lebih sering diidentifikasi
dengan ketidaktajaman (unsharpness), terbagi menjadi tiga, yaitu geometric
unsharpness, movement unsharpness, dan photographic unsharpness.
a. Geometric Unsharpness
Geometric unsharpness adalah ketidaktajaman pada citra radiografi
disebabkan oleh faktor-faktor geometri radiografi, yaitu ukuran focal spot,
kemiringan target anoda, focus film distance (FFD), focus object distance (FOD),
dan object film distance (OFD). Pada Gambar 3.21 terjadi geometric
unsharpness karena focal spot (titik fokus) bukan merupakan titik tetapi
memiliki luas ukuran tertentu. Central ray ‘a’ dipengaruhi oleh dimensi atau
luas ukuran focal spot ‘b’ dan sudut kemiringan anoda ‘’. Sebagai ilustrasi,
obyek yang memiliki ketebalan dan kepadatan tertentu diletakkan tegak lurus
dibawah pusat focal spot, maka citra yang terjadi tidak tepat pada T tetapi
sepanjang S sampai U (S-T-U). Area diluar S sampai U merupakan umbra yang
merupakan area ketajaman, dan area sepanjang S sampai U (SU) merupakan
182 Fisika Radiodiagnostik
penumbra, yaitu area keabuan yang terlihat pada batas antara area gelap dan
area terang yang tidak jelas, menghasilkan tepi yang kabur (blurr) sebagai area
ketidaktajaman (unsharpness).
Gambar 3.21
(a) (b)
Gambar 3.22
b. Movement Unsharpness
Movement unsharpness adalah ketidaktajaman citra radiografi karena
pergerakan obyek yang dieksposi. Pada pemeriksaan radiografi, dapat terjadi
secara tidak sengaja ketika pasien memiliki kondisi yang tidak dapat mencegah
mereka untuk bergerak seperti parkinson, pasien yang sangat tua atau anak-
anak, atau gerakan organ dalam tubuh seperti peristaltik, gerakan paru, dan
gerakan jantung. Untuk menghilangkan ketidaktajaman gerakan pasien, waktu
eksposi yang lebih singkat dapat digunakan. Pada Gambar 3.23 obyek
bergerak sepanjang AB dengan kecepatan ‘v’, dan waktu eksposi ‘t’ maka
pergerakan obyek sepanjang AB menyebabkan ketidaktajaman
A’B’=AB(FFD/FFD-d).
184 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 3.23
c. Photographic Unsharpness
Photographic unsharpness adalah ketidaktajaman citra radiografi karena
faktor yang disebabkan oleh system kombinasi IS-film, ukuran butiran
phosphor IS-film, ukuran emulsi film, penggunaan IS itu sendiri, dan pada
sistem DR dapat terjadi karena ukuran dexel dan TFT.
Pada Gambar 3.24 terjadi photographic unsharpness ketika foton sinar-X
berinteraksi dengan kristal pada lapisan IS, foton sinar-X dikonversi menjadi
foton cahaya tampak menuju ke film dengan penyebaran secara divergen
kesegala arah. Hal tersebut akan menimbulkan ketidaktajaman citra sepanjang
AB karena foton cahaya tampak menyebar dan berinteraksi dengan lebih dari
satu kristal emulsi film. Bila tidak menggunakan IS maka satu foton sinar-X
akan langsung menuju satu titik di film dan akan langsung berinteraksi dengan
satu emulsi film, citra yang terbentuk tidak disertai ketidaktajaman. Tidak
menggunakan IS ketajaman akan tinggi tetapi kontras radiografi sangat
rendah, karena film lebih sensitif terhadap cahaya tampak daripada sinar-X.
Fisika Radiodiagnostik 185
Gambar 3.24
d. Teknik Tomografi
Movement unsharpness dapat dimanfaatkan pada pemeriksaan
tomografi. Pemeriksaan tomografi paling sederhana adalah linier tomografi.
Selama pemeriksaan tomografi, tabung sinar-X berhadapan dengan reseptor
citra, keduanya bergerak disamping obyek ke arah yang saling berlawanan,
obyek ada diantara keduanya Tomografi adalah prosedur pencitraan yang
186 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 3.25
Skema Tomografi
Fisika Radiodiagnostik 187
Gambar 3.26
Ukuran obyek dalam citra (image size) ‘I’ dapat kita ukur, sehingga kita
dapat menentukan ukuran obyek sebenarnya (object size) ‘O’ dengan
persamaan matematika M=I/O, sehingga menjadi persamaan I/O=FFD/FOD.
Dari persamaan tersebut kita dapat menentukan object size O=I/(FFD/FOD),
atau O=I FOD/FFD. Magnifikasi tidak dapat dihindari dalam pembuatan
radiografi. Magnifikasi dalam radiografi disebabkan karena adanya jarak antara
obyek yang dieksposi dengan reseptor citra (film, IP, FPD). Walaupun obyek
sudah diatur menempel di atas kaset, tetapi sesungguhnya tetap ada jarak
antara permukaan atas kaset dengan reseptor citra yang ada di dalamnya.
Magnifikasi dapat terjadi bersamaan dengan distorsi. Distorsi adalah
ukuran dan bentuk obyek pada citra radiografi tidak sesuai dengan ukuran dan
bentuk obyek sebenarnya. Distorsi obyek pada citra radiografi ada dua, yaitu
elongation dan foreshortening. Elongation adalah distorsi dengan bentuk obyek
pada citra menjadi semakin panjang sementara lebarnya tidak berubah, terjadi
apabila central ray tidak tegak lurus terhadap obyek dan reseptor citra, atau
reseptor citra yang tidak tegak lurus dengan central ray dan obyek, seperti
ditampilkan pada Gambar 3.27 (a) pada obyek berbentuk batang atau silinder
dengan panjang AB=CD, terlihat panjang AB lebih kecil dari A’B’, dan panjang
CD lebih kecil dari C’D’, dan (b) pada obyek berbentuk bulat dengan panjang
B1B2=D1D2 lebih besar dari A1A2, dan paling panjang adalah C1C2 yang dapat
berubah bentuk menjadi elip.
Fisika Radiodiagnostik 189
Gambar 3.27
Gambar 3.29
Gambar 3.30
Area ini juga menggambarkan sifat film dalam merespon eksposi yang
rendah. Sebelum film dieksposi, sudah memiliki nilai density akibat material
lapisan dasar film. Peningkatan density terjadi secara perlahan, hingga tidak
sebanding dengan peningkatan eksposi yang dilakukan. Sebelum film
tereksposi, sudah memiliki nilai density, yang disebut base density dengan
kisaran nilai minimal 0,05. Untuk membuktikan nilai ini, sebaiknya tidak
mengolah film dengan larutan developer, karena penghitaman pasti akan ada
192 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 3.31
Latitude exposure adalah rentang nilai eksposi yang dapat diterima oleh
film untuk menghasilkan density yang proporsional terhadap eksposi.
Sedangkan latitude density adalah rentang nilai densitas optik yang dapat
diberikan oleh film, dalam rentang eksposi yang proporsional.
Pada Gambar 3.32 menunjukan kedua latitude antara dua film yang
memiliki kontras radiografi sama, proportional line atau straight line semakin
tegak maka kontras radiografi semakin tinggi. Tetapi kedua film memiliki speed
berbeda, speed film A lebih tinggi daripada film B, film A lebih cepat merespon
eksposi, artinya dengan eksposi yang lebih kecil film A sudah mampu
menampilkan kontras radiografi optimal. Speed film adalah kemampuan emulsi
film merespon sejumlah eksposi, satuan speed mR-1. Kedua latitude tersebut
ditentukaan oleh proportional line kurva karakteristik film, (a) ditunjukkan garis
merah pada kurva, dengan persamaan Latitude Exposure=Emax–Emin, dan (b)
ditunjukkan garis merah pada sumbu y (D), dengan persamaan Latitude
Density=Dmax–Dmin.
194 Fisika Radiodiagnostik
(a) (b)
Gambar 3.32
Gambar 3.32
LATIHAN
RINGKASAN
kering, dan tidak ada proses rinshing (pembilasan). Pada sistem CR, IP yang
sudah menyimpan bayangan laten diolah menggunakan image reader untuk
dapat dihasilkan citra radiografi yang dapat ditampilkan di layar monitor
komputer, sedangkan pada sistem DR, pengolahan bayangan laten FPD
tidak memerlukan mesin image reader, setelah eksposi citra langsung
ditampilkan beberapa detik pada layar monitor komputer.
Kualitas citra radiografi terbagi menjadi densitas radiografi, kontras
radiografi, ketajaman dan detail radiografi. Ketajaman citra lebih sering
diidentifikasi dengan ketidaktajaman (unsharpness), terbagi menjadi tiga,
yaitu geometric unsharpness, movement unsharpness, dan photographic
unsharpness.
Magnifikasi (magnification) adalah perbesaran citra radiografi yang
dapat diukur secara kuantitatif dengan menentukan perbedaan antara
ukuran obyek dalam citra dan ukuran obyek sebenarnya. Magnifikasi dapat
terjadi bersamaan dengan distorsi. Distorsi adalah ukuran dan bentuk obyek
pada citra radiografi tidak sesuai dengan ukuran dan bentuk obyek
sebenarnya. Distorsi obyek pada citra radiografi ada dua, yaitu elongation
dan foreshortening.
Film radiografi memiliki sifat-sifat khusus, yaitu speed, latitude, dan
kontras. Karakteristik tersebut dapat diekspresikan melalui kurva yang
disebut kurva karekteristik. Kurva karakteristik merupakan kurva atau grafik
yang memperlihatkan hubungan antara sejumlah eksposi dengan hasil
densitas optik pada film radiografi. Bentuk kurva tergantung dari nilai
densitas optik yang terpengaruh oleh cara pembuatan radiograf,
penyimpanan film, dan pengolahan film. Kurva karakteristik terdiri dari lima
bagian, yaitu tingkat kabut (fog level), area jari kaki (toe), area garis lurus
(straight line atau proportional line), dan area bahu (sholder).
198 Fisika Radiodiagnostik
TES 1
3) Hasil citra radiografi SPN Water’s pasien laki-laki dewasa, diolah di kamar
gelap menggunakan cairan kimia dengan urutan developer, rinshing, fixer,
dan washing. Setelah proses tersebut, citra radiografi tampak
radioopaque dengan kontras radiografi sangat rendah. Semua parameter
pemeriksaan radiografi sudah sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional.
Apakah penyebab utama hal tersebut ….
A. Suhu developer sangat tinggi
B. Aktifitas developer lemah
Fisika Radiodiagnostik 199
TOPIK 2
Grid Radiografi
G
rid radiografi adalah alat bantu dalam pemeriksaan radiografi yang
berfungsi untuk menyerap radiasi hambur supaya tidak sampai ke
reseptor citra untuk mempertinggi kontras radiografi. Dari beberapa
upaya untuk mengurangi radiasi hambur yang menuju reseptor citra,
penggunaan grid merupakan upaya paling efektif untuk mengurangi radiasi
hambur.
A. RADIASI HAMBUR
Seperti yang sudah dibahas pada Bab 2, radiasi hambur muncul akibat
interaksi Compton. Keberadaan radiasi hambur sangat mengganggu karena
akan menurunkan kontras radiografi yang berarti akan menurunkan kualitas
citra radiografi. Dalam radiografi tidak semua incident photon sinar-X (foton
primer) diserap atau diteruskan oleh obyek, tetapi sebagian dihamburkan. Hal
ini menyebabkan beberapa foton primer digantikan oleh foton hambur
dengan jalan dan arah berbeda serta daya tembusnya berkurang. Foton
hambur mempunyai energi yang lebih kecil dari foton primer. Pada Gambar
3.34 meskipun radiasi hambur bergerak ke segala arah akan tetapi paling
sedikit dari setengahnya bergerak menuju film dengan arah yang sama dengan
berkas foton primer.
204 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 3.34
Gambar 3.35
Tabel 3.3
(a) (b)
Gambar 3.36
(a) (b)
Gambar 3.37
dan terus tembus sampai ke bagian belakang kaset, untuk mencegah radiasi
hambur balik (back scatter) menuju IS maka bagian belakang kaset harus
dilapisi Pb.
Kompresi pasien akan mengurangi radiasi hambur dengan cara
mengurangi ketebalan obyek (dikompresi) sehingga soft tissue akan menjadi
semakin rapat atau kerapatan menjadi tinggi, dan soft tissue akan efektif untuk
menyerap radiasi hambur. Teknik ini biasanya dilakukan pada pemeriksaan
mammografi yang dilengkapi alat khusus. Teknik ini sulit dilakukan pada
pemeriksaan radiografi lainnya, karena pasien tidak nyaman dan alat kompresi
akan menghalangi foton sinar-X primer menuju obyek yang diperiksa.
Upaya paling efektif untuk mengurangi radiasi hambur adalah
menggunakan grid. Pertimbangan kita menggunakan grid, yaitu ketika akan
dilakukan pemeriksaan obyek dengan kisaran ketebalan minimal 20 cm dan
kisaran faktor eksposi minimal 70 kVp, misal abdomen, pelvis, tulang belakang,
dan kepala. Pemeriksaan thorax paru terkadang tidak menggunakan grid,
karena meskipun rongga thorax tebal tetapi kerapatan paru rendah sehingga
faktor eksposi yang digunakan relatif dibawah 70 kVp. Pemeriksaan
ekstremitas tidak menggunakan grid kecuali hip joint, karena bersendi dengan
acetabulum pelvis yang relatif tebal.
B. KONSTRUKSI GRID
Konstruksi grid terdiri dari material dengan nomor atom tinggi, yaitu
lempengan Pb yang disebut lead strip, dan material nomor atom rendah
sebagai interspace (sekat) biasanya Alumunium atau Carbon. Kedua material
tersebut tersusun secara berselang-seling sehingga membentuk lempengan,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.38. Kedua material tersebut ditutup (cover)
menggunakan material dengan nomor atom rendah, ditengah cover terdapat
garis tengah (center line) yang membagi luas grid sama besar, seperti
ditampilkan pada Gambar 3.39. Susunan grid tersebut mampu menyerap
radiasi hambur oleh Pb, dan dapat meneruskan radiasi primer ke reseptor citra
melalui interspace. Konstruksi seperti itu tidak hanya radiasi hambur saja yang
terserap oleh lapisan Pb tetapi radiasi primer juga sebagian ikut terserap,
sehingga faktor eksposi akan dinaikkan jika menggunakan grid. Jika
menggunakan grid maka itu merupakan sebuah resiko bahwa kita akan
menerima dosis radiasi berlebih dan beban tabung sinar-X bertambah. Tetapi
hal ini tetap dilakukan karena tidak ada cara lain yang lebih efektif untuk
mengurangi radiasi hambur sebagai upaya meningkatkan nilai kontras
radiografi.
210 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 3.38
Skema Konstruksi Grid, terdiri dari Pb yang Disekat oleh Material Nomor Atom Rendah
Gambar 3.39
Ilustrasi Lead Strip dan Interspace yang Ditutup (Cover) oleh Carbon Fiber, Terdapat Center
Line yang Membagi Luas Grid sama Besar Kanan dan Kiri
C. JENIS GRID
1. Linier Grid
Grid ini mempunyai susunan timbal (lead strip) dan interspace secara
linear atau paralel sejajar satu sama lainnya dengan tinggi dan jarak sama,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.40. Pada grid ini memungkinkan sinar-X
yang sampai ke arah tepi grid akan mengalami penyerapan (cut off) karena
Fisika Radiodiagnostik 211
tidak semua lead strips sejajar dengan tabung sinar-X, hanya lead strips yang
berada tepat di bawah tabung sinar-X yang benar-benar sejajar dengan foton
primer, sehingga densitas radiografi yang dihasilkan antara daerah tepi dan
tengah tidak merata. Untuk menghindari hal tersebut disarankan jarak fokus
ke film (FFD) tidak terlalu tinggi, kisaran masksimal hingga 150 cm, dan kisaran
rasio grid maksimal 6:1. Linier grid dapat mengeliminasi radiasi primer hingga
30%.
(a) (b)
(a) Konstruksi Linier Grid Susunan Lead Strips dan Interspace dengan Tinggi dan Jarak
Sama,
2. Focused Grid
Focused grid mempunyai susunan lead strip dan interspace miring dengan
tinggi dan jarak sama, tersusun membentuk sudut searah dengan sumbu
lintasan Sinar-X, seperti ditampilkan pada Gambar 3.41. Bentuk ini untuk
menghindari terjadinya cut off yang terjadi terutama pada daerah tepi grid,
menyesuaikan dengan berkas sinar-X (central ray). Pusat berkas sinar-X harus
berada pada pertengahan garis grid. Jarak fokus ke film (FFD) harus
diperhatikan, seperti ditampilkan pada Gambar 3.42 tertera keterangan FFD
130 cm, berarti kita harus mengatur FFD 130 cm, jika tidak sesuai FFD maka
akan terjadi cut off radiasi primer. Hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan grid ini antara lain memiliki FFD tertentu, tidak boleh terbalik
(upside down), dan tidak boleh off center tapi grid harus sejajar dengan central
ray.
212 Fisika Radiodiagnostik
(a) (b)
Gambar 3.41
(a) Konstruksi Focused Grid, Lead Strips dan Interspace Disusun Miring
dan Berjarak Sama,
Pada Gambar 3.41 (b) garis putus-putus yang ditarik melalui masing-
masing lead strip ini bertemu pada suatu titik di suatu tempat di atas grid, titik
ini merupakan tempat yang optimal bagi focal spot tabung-sinar-X supaya
berkas sinar-X primer mengarah ke masing-masing lead strip tanpa cut off.
Gambar 3.42
Keterangan pada Focused Grid, Menunjukkan Focussing Distance atau FFD 130 cm
3. Cross Grid
Cross grid adalah dua linier grid dengan susunan saling tegak lurus,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.43 antar keduanya tersusun dengan
konstruksi lempengan timbal yang saling silang secara paralel, garis-garis lead
strip dan interspace saling tegak lurus antara satu dengan yang lainnya. Cross
Fisika Radiodiagnostik 213
(a) (b)
Gambar 3.43
(b) Susunan Dua Linier Grid yang Saling Tegak Lurus dan Saling Silang
Gambar 3.44
Keempat jenis grid di atas, linier atau parallel grid, focused grid, cross grid,
dan pseudofocused grid adalah grid diam, yang tidak bergerak saat dieksposi.
Ditinjau dari pergerakannya ada dua jenis grid, yaitu stationary grid (grid diam)
dan moving grid (grid bergerak). Stationary grid dikenalkan pertama kali oleh
Dr. Gustave Bucky tahun 1913, adalah grid yang dalam penggunaanya diam
pada saat dilakukan eksposi. Lead strips akan terlihat di radiograf berupa garis-
garis sangat tipis regular, yang biasa disebut sebagai moire pattern. Grid ini
sangat praktis karena dapat dibawa atau dipindahkan dengan sangat mudah
sesuai keperluan, dan dapat digunakan untuk berbagai pemeriksaan obyek
dengan berbagai proyeksi pemeriksaan. Bentuk fisik stationary grid seperti
ditampilkan pada Gambar 3.45.
Gambar 3.45
Moving grid, dikenalkan oleh Dr. Hollis. E. Potter tahun 1920, dibuat untuk
mengurangi pola garis pada stationary grid, dengan menggerakan grid pada
saat dilakukan eksposi. Pergerakan itu mengaburkan garis lead strip. Moving
grid dikenal juga dengan sebutan potter bucky, ditempatkan diantara meja
pemeriksaan dan tray atau baki kaset, seperti ilustrasi pada Gambar 3.46.
Fisika Radiodiagnostik 215
Gambar 3.46
Lamanya pergerakkan pada jenis grid ini disesuaikan dengan lama waktu
eksposi. Potter bucky dipasang ditengah meja pemeriksaan selalu sejajar
dengan baki kaset, artinya jika baki kaset digeser ke ujung kiri atau kanan meja
sesuai obyek yang diperiksa, maka potter bucky selalu mengikutinya.
D. EFISIENSI GRID
Radiasi hambur yang diserap grid tidak 100%, ada radiasi hambur yang
dapat melewati lead strips, seperti ilustrasi pada Gambar 3.47, semakin banyak
radiasi hambur yang mampu mencapai reseptor citra maka semakin turun
efisiensi grid. Efisiensi grid adalah tingkat kemampuan grid menyerap radiasi
hambur dan meneruskan radiasi primer, ditentukan oleh lead content dan
frekuensi grid. Lead content adalah adalah berat lead per luas grid, nilainya
berkisar 0,2 hingga 0,9 gram/cm2, grid yang berat lebih efisien menyerap
radiasi hambur dibanding grid yang ringan walaupun rasio grid sama.
Frekuensi grid adalah jumlah lead strip per centimeter, nilainya berkisar 25
hingga 78 lead strips/cm. Persamaan matematika frekuensi grid (N) adalah
N=1/(D+d), dengan D adalah interspace, dan d adalah tebal interspace.
Semakin tinggi nilai lead content dan frekuensi grid maka semakin efisien
menyerap radiasi hambur.
Rasio jumlah radiasi primer (fp) yang dilewatkan oleh lead strips dengan
jumlah radiasi hambur (fh) yang dilewatkan oleh lead strips hingga keduanya
mencapai film disebut selektifitas (S) grid, dituliskan dengan persamaan
matematika S=fp/fh.
216 Fisika Radiodiagnostik
Gambar. 3.47
Rasio grid (grid ratio) berfungsi sebagai tolak ukur atau indikator yang
digunakan untuk menyatakan kemampuan grid mengeliminasi radiasi hambur,
semakin tinggi rasio grid, maka semakin optimal fungsi grid dalam menyerap
radiasi hambur. Rasio grid (r) ditulis dengan persamaan matematika r=h/D,
dengan h adalah tinggi lead strips. Rasio grid ditunjukan dengan 2 nomor,
dengan angka kedua selalu angka 1, contoh rasio grid 4:1, adalah
perbandingan antara tinggi lead strip 4 mm dibagi interspace 1 mm, atau tinggi
lead strip 8 mm dibagi interspace 2 mm. Rasio grid yang sering digunakan
adalah 4:1, 5:1, 6:1, 8:1, 10:1, 12:1, 16:1.
Faktor grid atau grid conversion factor (GCF) adalah perbandingan antara
mAs yang digunakan dalam pemeriksaan dengan grid terhadap mAs yang
digunakan dalam pemeriksaan tanpa grid, menyatakan jumlah radiasi hambur
dan radiasi primer yang diatenuasi pada saat melewati grid, ditulis dengan
Fisika Radiodiagnostik 217
Tabel 3.4
Jenis kesalahan grid cut off ada empat diantaranya upside-down focused,
off level, off center, off focus. Upside-down focused terjadi ketika grid jenis
focused grid ditempatkan terbalik di atas reseptor citra, yang mengakibatkan
lead strips berlawanan dengan sudut divergensi berkas foton sinar-X. Ada
kehilangan foton primer yang signifikan di sepanjang tepi citra, seperti
ditampilkan pada Gambar 3.48. Foton primer dengan mudah melewati pusat
grid karena tegak lurus central ray, sedangkan lead strips yang di bagian tepi
lebih banyak menyerap foton, menghasilkan radiograf dengan densitas
radiografi lebih radiopaque pada bagian tepi reseptor citra. Upside-down
focused mudah dihindari karena setiap focused grid memiliki label yang
menunjukkan sisi tabung atau tube side. Sisi ini harus selalu menghadap ke
tabung.
Gambar 3.48
Gambar 3.49
Off-center atau juga disebut lateral decentering, terjadi ketika sinar pusat
dari foton sinar-X tidak sejajar dari sisi ke sisi dengan pertengahan focused grid,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.50. Susunan lead strips tidak searah
dengan divergensi berkas foton primer sehingga densitas radiografi tidak
terjadi secara merata.
(a) (b)
Gambar 3.50
(a) Skema Off Centre terjadi Cut Off oleh Lead Strips
(a) (b)
Gambar 3.51
LATIHAN
RINGKASAN
TES 2
Glosarium
Daftar Pustaka
Carter, C.E., & Veale, B.I, 2010. Digital Radiography and PACS.
Mosby, Elsevier.
Frank, Eugene D., Bruce W. Long dan Barbara J smith. 2016. Merril
of Atlas Radiographic Positioning and Radiologic Procedures,
Twelfth Edition Vol I. St.Louis Missouri: Elsevier Mosby.
.
BAB 4
4
FLUOROSCOPY
PENDAHULUAN
F
luoroscopy (fluoroskopi) terutama diperlukan untuk menyelidiki fungsi
serta pergerakan suatu organ atau sistem tubuh manusia. Pemeriksaan
menggunakan modalitas fluoroskopi dapat memberikan diagnosis aktif
selama jalannya pemeriksaan, juga umumnya digunakan untuk mengevaluasi
dan mengobservasi fungsi fisiologis tubuh yang bergerak, seperti proses
menelan, jalannya barium di dalam sistem digestivus, sistem urinaria,
penyuntikan media kontras, dan lain-lain. Pemeriksaan fluoroskopi dilakukan
langsung oleh dokter spesialis radiologi, kita hanya mendampingi pemeriksaan
dengan mengatur faktor eksposi, serta mempersiapkan alat dan bahan dalam
pemeriksaan.
Pada bab ini akan dijelaskan materi tentang peralatan fluoroskopi yang
diawali dengan pengertian fluoroskopi, dan komponen fluoroskopi yang terdiri
dari tabung sinar-X dan generator, image intensifier, sistem monitoring dan
video, dan aplikasi desain spesifik fluoroskopi.
Setelah Anda mempelajari dan menguasai materi yang disajikan pada
Bab 4 ini, yaitu tentang fluoroscopy maka secara umum Anda akan mampu
bekerjasama dengan dokter spesialis radiologi sebagai tim pekerja radiasi
dalam menunjang keberhasilan pemeriksaan fluoroscopy. Secara khusus Anda
akan mampu:
1. Menjelaskan pengertian fluoroskopi.
2. Menyebutkan komponen peralatan fluoroskopi.
3. Menjelaskan fungsi masing-masing komponen peralatan fluoroskopi.
232 Fisika Radiodiagnostik
Selamat belajar!
Fisika Radiodiagnostik 233
TOPIK 1
Peralatan Fluoroskopi
B
erikut ini penjelasan tentang peralatan fluoroscopy yang meliputi
komponen fluoroscopy, tabung sinar-X dan generator, image intensifier
yang akan dibahas pada Topik 1, serta sistem monitoring dan video.
Desain spesifik fluoroskopi juga dibahas di sini. Pembahasan peralatan
fluoroscopy kita awali dengan pengertian fluoroscopy.
A. PENGERTIAN
B. KOMPONEN FLUOROSKOPI
tinggi yang paling tidak mampu menampung panas hingga 500.000 heat unit.
Bandingkan dengan tabung sinar-X radiografi biasa hanya sekitar 300.000 heat
units.
Pada peralatan fluoroskopi terdapat photo multiplier tube (PMT) yang
merupakan tabung pengganda sinyal listrik (elektron) dan mengkonversinya
menjadi foton cahaya, terdiri dari photocatoda, focusing electroda, dinode, dan
output phosphor. Photocatoda terletak setelah input phospor. Memiliki fungsi
untuk mengubah cahaya tampak yang diserap dari input phospor menjadi
berkas elektron. Focusing electroda merupakan elektroda dalam focus image
intensifier yang berfungsi meneruskan elektron-elektron negatif dari
photochatode ke output phospor. Anoda dan output phospor, anoda berfungsi
untuk menangkap elektron dari photochatode yang diakselerasikan secara
cepat ke anoda, karena adanya beda tegangan serta merubah berkas elektron
menjadi sinyal listrik. Cara kerja PMT seperti diilustrasikan pada Gambar 4.1.
PMT terdiri dari photocathode dan beberapa buah anode yang disusun secara
seri (disebut dynode). Foton cahaya yang diteruskan ke photocathode akan
menyebabkan emisi elektron dari cathode ke anode. Anode yang satu dengan
yang lainya diberi beda potensial, sehingga apabila emisi elektron dari cathode
sampai di dynode pertama, akan ada tambahan elektron yang diteruskan ke
dynode berikutnya, dan seterusnya sehingga secara akumulasi jumlah elektron
yang emisi di dynode terakhir semakin banyak (arusnya semakin besar).
Gambar 4.1
pemindai. Ketika kita berpikir tentang baris biasanya adalah banyak garis per
panjangnya. Contohnya jika grid memiliki 80 baris (line strips), berarti satuan
garis per inchi. Pada televisi hanya memiliki baris dan tidak ada panjang. 525
baris pada sebagian televisi mewakili jumlah total dari seluruh citra tanpa
memperhatikan ukuran. Baris demi baris jaraknya sangat dekat pada saat citra
kecil dan menyebar pada saat citra besar tetapi kedua-duanya memiliki jumlah
titik yang sama.
b. Kamera Televisi
Vidicon camera adalah salah satu kamera yang biasanya dipakai pada
fluoroskopi dan merupakan kamera yang akan dibahas secara detail pada
pembahasan ini. Ada beberapa jenis vidicon, salah satunya adalah plumbicon.
Kamera vidicon relatif murah. Bagian yang paling penting adalah tabung
vidicon, sebuah tabung hampa udara elektronik berdiameter 1 inchi dan
panjang 6 inch (kadang-kadang menggunakan yang lebih besar). Tabung
dikelilingi oleh kumparan, kumparan elektromagnetik berfokus dan kumparan
elektrostatik berdefleksi. Citra fluoroskopi dari image intensifier difokuskan ke
target yang terdiri dari tiga bagian yaitu glass face plate, signal plate dan target.
Fungsi dari glass face plate adalah untuk menjaga tabung agar hampa udara
(ingat bahwa elektron dalam tabung bergerak dalam ruang hampa). Cahaya
hanya melewati permukaan kaca ketika menuju target. Signal plate adalah film
grafit transparan tipis yang terletak di permukaan dalam face plate, merupakan
konduktor elektrik positif bertegangan 25 volt.
Vidicon merupakan bagian terpenting pada tabung. Terbuat dari bahan
photoconductive, biasanya antimony sulfide (Sb2S3), tersuspensi dalam
gelembung-gelembung di mica matrix. Dalam kamera vidicon dapat terjadi
Lag. Lag adalah citra pada TV yang berisi informasi citra tambahan dari
beberapa frame. Lag sewaktu-waktu dapat memperjelas citra tetapi terkadang
memperburuk. Lag bekerja untuk memperhalus quantum noise pada citra,
tetapi dapat juga menyebabkan motion blurring.
Resolusi video merupakan spatial resolution pada video secara vertikal
(dari atas ke bawah) berupa sejumlah garis. Di Amerika, jumlah garis yang
dipakai adalah 525 lines. Jika resolusi lebih tinggi seperti pada pemeriksaan
Angiografi, jumlah lines 1024 atau lebih. Horizontal resolusi ditentukan dari
seberapa cepat video elektronik untuk mengubah intensitas cahaya.
Dipengaruhi oleh kamera, kabel, monitor, tetapi lebih banyak resolusi
horizontal ditentukan oleh bandwidth system. Kriteria resolusi pada TV
fluoroskopi, 490 x 0.7 = 343 lines atau 172 pasang lines sebagai usefull
238 Fisika Radiodiagnostik
resolution. Untuk field region of interest (area yang diamati) 9 inchi, resolusi =
172 lp/229 mm = 0.75 lp/mm. Field region of interest 17 cm atau 7 inchi, resolusi
= 1.0 lp/mm, field region of interest 12 cm atau 5 inchi, resolusi = 1.4 lp/mm.
Gambar 4.2
Gambar 4.3
fluoroskopi jenis ini dilengkapi dengan generator yang lebih kuat dengan
kapasitas panas tinggi dan tabung sinar-X berpendingin oli. Serta, dilengkapi
filter untuk mempertahankan dosis radiasi yang diterima pasien pada tingkat
yang dapat diterima. Ukuran image intensifier khusus untuk pemeriksaan
vaskular dan intervensi berkisar dari 28 hingga 40 cm.
c. Mobile Fluoroscopy
Mobile fluoroscopy adalah pesawat fluoroskopi yang dipasang roda yang
dapat dipindahkan antar lokasi. Berguna untuk pemeriksaan yang sebentar di
beberapa ruangan yang berdekatan, misalnya, di ruang operasi. Mobile
fluoroscopy sering menggunakan FFD yang pendek, dan FOV yang lebih kecil
daripada jenis fluoroskopi lainnya.
LATIHAN
RINGKASAN
TES 1
3) Pada sistem TV monitor rangkaian tertutup, sistem lensa atau serat optik
akan menampilkan citra fluoroskopi melalui pemancaran phospor pada
image intensifier ke kamera video, kemudian dikonversi menjadi sinyal
video.
Berupa apakah sinyal video tersebut ….
A. Medan magnet
B. Sinyal cahaya
C. Sinyal listrik
D. Sinar-X
E. Lag
Fisika Radiodiagnostik 243
TOPIK 2
P
embentukan citra fluoroskopi sangat bergantung pada image
intensifier. Sebelum penemuan image intensifier, upaya untuk
memunculkan citra fluoroskopi kurang optimal. Ukuran yang lebar pada
layar fluoroskopi membutuhkan ketajaman indera penglihatan yang baik
karena layar tidak menampilkan citra dengan resolusi tinggi, tapi lebih banyak
blurr. Image intensifier kemudian dikembangkan lagi untuk mengatasi masalah
ini, dengan bahan phosphor, image intensifier dapat membantu indera
penglihatan untuk melihat citra fluoroskopi lebih jelas. Pada topik ini akan
dibahas mengenai image intensifier, yang meliputi struktur image intensifier
dan karakteristik image intensifier, kualitas citra, dan pertimbangan dosimetri
fluoroscopy.
A. IMAGE INTENSIFIER
Image Intisifier adalah alat yang berupa detektor dan PMT (di dalamnya
terdapat photocatoda, focusing electroda, dinode, dan output phospor).
Sehingga memungkinkan untuk melakukan fluoroskopi dalam kamar dengan
keadaan terang dan tanpa perlu adaptasi gelap. Sistem fluoroskopi
menggunakan image intensifier yang menghasilkan citra selama fluoroskopi
dengan mengkonversi low intensity full size image ke high-intensity minified
image. Image Intisifier terdiri dari detektor dan PMT. Detektor terbuat dari
crystals iodide (CsI) yang mempunyai sifat memendarkan cahaya apabila
terkena radiasi sinar-X. Absorpsi dari detektor sebesar 60% dari radiasi sinar-
X.
Sistem pencitraan fluoroskopi menggunakan teknologi yang sama
dengan sistem radiografi konvensional dengan beberapa modifikasi dan
tambahan. Berdasarkan penggunaannya, sistem fluoroskopi memerlukan
generator berdaya tinggi dan tabung sinar-X berkapasitas suhu tinggi.
Perbedaan utama antara peralatan radiografi konvensional dengan fluoroskopi
246 Fisika Radiodiagnostik
Gambar 4.4
Kualitas citra fluoroskopi secara umum terdiri dari contrast resolution dan
temporal resolution. Contrast resolution fluoroskopi lebih rendah jika
dibandingkan dengan radiografi karena eksposi yang rendah untuk
menghasilkan citra dengan signal to noise ratio yang relatif rendah. Kontras
biasanya dinilai secara subyektif oleh pembaca citra. Kontras dinaikkan ketika
eksposi tinggi tetapi merupakan ketidakuntungan bagi pasien karena dosis
radiasi yang lebih besar. Kontras adalah perbedaan pada citra pada output
screen tabung image intensifier akibat adanya perbedaan penyerapan energi
sinar-X pada bahan. Kontras obyektif adalah perbedaan densitas atau
kepadatan antara jaringan atau perbedaan hitam dan putih. Kontras obyektif
dipengaruhi oleh foton hambur energi rendah. Temporal Resolution
fluoroskopi sangat tinggi. Blurring pada daerah waktu tertentu disebut Lag.
Lag merupakan fraksi data citra dari satu frame ke frame berikutnya. Secara
khusus kualitas citra dipengaruhi oleh kontras citra, noise, ketajaman, artefak.
Fisika Radiodiagnostik 249
hambur yang dihasilkan dari sinar-X yang berinteraksi dengan tubuh pasien.
Keuntungan dari pesawat dengan tube undertable adalah dengan posisi
tabung sinar-X di bawah pasien, kita dapat mengurangi jumlah radiasi hambur
yang mencapai tubuh bagian atas radiografer atau dokter spesialis radiologi,
dan menghindari sinar hambur yang mengenai lantai.
Gambar 4.5
Pincushion Distortion
Fisika Radiodiagnostik 253
Gambar 4.6
S Distorsion
Gambar 4.7
kualitas citra optimal dengan dosis radiasi terrendah. Tindakan ini termasuk,
tetapi tidak terbatas pada; memindahkan pasien sejauh mungkin dari sumber
sinar-X, menempatkan reseptor citra sedekat mungkin dengan pasien
sehingga tidak ada celah udara, menggunakan electronic magnification
terrendah (FOV terbesar) yang diperlukan untuk menjalankan prosedur
pemeriksaan, dan menyelaraskan berkas sinar-X dengan erat ke bagian
anatomi tubuh yang akan diperiksa.
Selain praktik yang baik, semua alat pengurangan dosis yang tersedia
pada peralatan fluoroskopi harus digunakan. Spacer (pengganjal immobilisasi)
yang disediakan oleh pabrikan digunakan untuk menjaga jarak minimum
antara titik fokus dan pasien. Operator sering menganggapnya tidak nyaman
dan akibatnya spacer sering dilepas dan ditinggalkan dari peralatan.
Pengurangan jarak sumber ke kulit yang ditentukan saat spacer dilepas dapat
meningkatkan air kerma rate permukaan pasien sebesar 100%. Antiscatter grid
harus dipindahkan saat mengambil citra pada pasien kecil atau bagian tubuh
yang tipis.
Kebanyakan sistem fluoroskopi modern menyediakan alat tambahan
yang dapat digunakan untuk mengurangi dosis pasien dan operator. Last
image hold adalah fitur yang mempertahankan citra fluoroskopi terakhir pada
tampilan monitor, sambil menunggu fluoroskopi atau akuisisi (pengambilan)
citra selanjutnya. Hal ini memungkinkan dokter untuk melihat citra statis tanpa
menggunakan radiasi tambahan. Banyak sistem memungkinkan operator
untuk mengarsipkan citra last image hold ke penyimpanan permanen sebagai
pengganti digital acquisition image. Beberapa sistem memperluas cara ini lebih
jauh dengan menyediakan kemampuan untuk mengarsipkan seluruh urutan
citra fluoroskopi sebelumnya daripada memperoleh digital acquisition series.
Pertimbangan keselamatan radiasi untuk perlindungan operator.
Pertimbangan proteksi radiasi okupasi sering kali merupakan variasi dari tiga
aturan utama proteksi radiasi, yaitu waktu, jarak, dan pelindung (shielding).
Operator dan personel lain yang tetap berada di ruangan selama pemeriksaan
fluoroskopi berlangsung, akan terpapar radiasi yang terhambur dan berisiko
terkena efek stokastik, termasuk kanker, dan efek non stokastik, yaitu katarak.
Personel yang tidak berperan penting dalam pemeriksaan harus keluar
ruangan saat tabung sinar-X bekerja, dan pekerja yang tetap berada di ruangan
tersebut harus mengenakan pakaian pelindung yang terbuat dari timbal (apron
Pb) atau bahan bebas timbal yang ekuivalen dengan ketebalan timbal tertentu,
biasanya 0,5 mmPb. Penghalang bergerak (mobile shielding) berguna untuk
mengurangi dosis radiasi bagi pekerja radiasi yang tetap diam selama prosedur
Fisika Radiodiagnostik 257
LATIHAN
RINGKASAN
TES 2
1) Bagian ini berfungsi untuk menjaga agar udara tidak masuk ke dalam
image intensifier. Lengkungannya berfungsi untuk menahan tekanan
udara dari luar image intensifier
Apakah bagian yang dimaksud tersebut ….
A. Vacuum window
B. Supported layer
C. Phosphor
D. Photocathoda
E. Lensa elektronik
Glosarium
Daftar Pustaka
Riwayat Penulis