Anda di halaman 1dari 275

Hak Cipta  dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-undang

Cetakan pertama, November 2020

Penulis : Guntur Winarno, S.Si, M.Si.

Pengembang Desain Intruksional : Ir. Anang Suhardianto, M.Si.


Desain oleh Tim P2M2
Kover & Ilustrasi : Bangun Asmo Darmanto, S.Des
Tata Letak : Muhammad Rahmat H, A.Md. I.Kom

Jumlah Halaman : 273


iii

Daftar Isi
Halaman

BAB 1: PENGENALAN FISIKA RADIODIAGNOSTIK 1

Topik 1
Ruang lingkup Fisika Radiodiagnostik ………………………………………... 3
Latihan ………………………………………………………............................................ 14
Ringkasan ……………………………..…………………………………………………….. 15
Tes 1 ………………………………..………………………………………………………….. 16

Topik 2
Dasar Fisika Radiodiagnostik ………………………….…………………………… 19
Latihan ………………………………………………..………………………………………. 39
Ringkasan …………………………………………………………………………………… 40
Tes 2 …......………………………………..................................................................... 41

KUNCI JAWABAN TES …………………………………………………. 45


GLOSARIUM ………………………………………………………………. 47
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 49

BAB 2: SINAR-X 51

Topik 1
Produksi Sinar-X ................................................................................................ 53
Latihan ....……………………………………............................................................... 86
Ringkasan …………………………………………………………………………………… 87
Tes 1 ……………………………………………………………………………………………. 89

Topik 2
Interaksi Sinar-X dengan Materi ……………………………..………………….. 94
Latihan ....……………………………………………..................................................... 107
Ringkasan ..…………………………………………..................................................... 108
Tes 2 ……………………….………..……..................................................................... 109
iv

Topik 3
Efek Sinar-X ……………………………………………………………..………………….. 112
Latihan ....……………………………………………..................................................... 134
Ringkasan ..…………………………………………..................................................... 135
Tes 3 ……………………….………..……..................................................................... 136

KUNCI JAWABAN TES …………………………………………………. 139


GLOSARIUM ………………………………………………………………. 142
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 145

BAB 3: CITRA RADIOGRAFI 147

Topik 1
Citra Radiografi ………………………………………………….................................. 149
Latihan ....……………………………………………...................................................... 195
Ringkasan ..…………………………………………...................................................... 196
Tes 1 ……………………….……..……........................................................................ 198

Topik 2
Grid Radiografi ………………………………………………….................................. 203
Latihan ....……………………………………………...................................................... 220
Ringkasan ..…………………………………………...................................................... 221
Tes 2 ……………………….……..……........................................................................ 222

KUNCI JAWABAN TES …………………………………………………. 225


GLOSARIUM ………………………………………………………………. 227
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 229

BAB 4: FLUOROSCOPY 231

Topik 1
Peralatan Fluoroskopi …………………………………………………………..…….. 233
Latihan ………………………………………………………………………….…………….. 240
Ringkasan ………………..……………………………………………………….....……… 241
Tes 1 ……………………………………………………….………………………………..…. 242
v

Topik 2
Pembentukan Citra Fluoroskopi ….………………………………………..…….. 245
Latihan ………………………………………………………………………….…………….. 257
Ringkasan ………………..……………………………………………………….....……… 258
Tes 2 ……………………………………………………….………………………………..…. 259

KUNCI JAWABAN TES …………………………………………………. 262


GLOSARIUM ………………………………………………………………. 263
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 264
RIWAYAT PENULIS ....................................................................... 265
vi
vii

Tinjauan Bahan Ajar

P
embuatan citra radiografi dan fluoroscopy bertujuan untuk
menghasilkan citra yang informatif, yang dapat diinterpretasi oleh
dokter spesialis radiologi untuk mendiagnosis kelainan patologis dalam
tubuh pasien. Kemampuan pembuatan citra tersebut harus didukung dengan
pengetahuan tentang aspek terkait sinar-X sebagai radiasi pengion yang dapat
bermanfaat di bidang radiodiagnostik juga sekaligus dapat memberikan
potensi negatif bagi pasien, pekerja radiasi, dan masyarakat. Mempelajari
produksi sinar-X, interaksi sinar-X dengan materi, dan efek-efek sinar-X serta
peralatan fluoroscopy akan memberikan pertimbangan khusus dalam
pembuatan citra radiografi dan fluoroscopy yang optimal dengan pemberian
dosis radiasi sinar-X yang minimal.
Dalam Bahan Ajar Fisika Radiodiagnostik ini akan dibahas tentang
pengenalan fisika radiodiagnostik yang melingkupi bagian-bagian Mata Kuliah
Fisika Dasar, Fisika Radiasi, dan Teknik Pesawat Radiologi. Pembahasan
selanjutnya tentang sinar-X, diharapkan agar mahasiswa memiliki kemampuan
untuk mempertimbangkan beberapa aspek terkait sinar-X dalam pembuatan
citra radiografi. Materi tentang citra radiografi membahas tentang teori dan
aplikasi dalam pembuatan citra radiografi menggunakan reseptor citra
kombinasi IS-film, imaging plate sistem computer radiography, dan flat panel
detector sistem digital radiography. Pembahasan terakhir tentang fluoroscopy
yang terkait dengan penggunaan pesawat sinar-X fluoroscopy pada
pemeriksaan menggunakan media kontras. Setelah mempelajari bahan ajar ini
diharapkan mahasiswa mampu menerapkan teori yang telah dipelajari ke
dalam praktik di rumah sakit saat melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL)
sebagai mitra radiografer dan dokter spesialis radiologi di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
Bahan Ajar Fiska Radiodiagnostik membahas tentang pengenalan fisika
radiodiagnostik, sinar-X, citra radiografi, dan fluoroscopy. Pemahaman tersebut
akan dicapai apabila mahasiswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi di
bawah ini:
1. Mampu menjelaskan dasar-dasar mata kuliah yang terkait dengan fisika
radiodiagnostik.
2. Mampu menjelaskan berbagai hal tentang sinar-X.
viii

3. Mampu menjelaskan tentang citra radiografi.


4. Mampu menjelaskan tentang fluoroscopy.

Untuk mencapai tujuan di atas, materi bahan ajar Fisika Radiodiagnostik


disusun dalam 4 bab beserta topik-topiknya sebagai berikut:

Bab 1 : Pengenalan Fisika Radiodiagnostik


Topik 1 : Ruang lingkup fisika radiodiagnostik
Topik 2 : Dasar fisika radiodiagnostik

Bab 2 : Sinar-X
Topik 1 : Produksi sinar-X
Topik 2 : Interaksi sinar-X dengan materi
Topik 3 : Efek sinar-X

Bab 3 : Citra Radiografi


Topik 1 : Citra radiografi
Topik 2 : Grid radiografi

Bab 4 : Fluoroscopy
Topik 1 : Peralatan fluoroskopi
Topik 2 : Pembentukan citra fluoroskopi

Secara skematis, kompetensi yang ingin dicapai dari belajar materi Fisika
Radiodiagnostik dapat dilihat pada kompetensi berikut ini.
BAB 1

1
PENGENALAN FISIKA
RADIODIAGNOSTIK

Guntur Winarno, S.Si, M.Si.

PENDAHULUAN

S
alah satu pelayanan dalam bidang kesehatan adalah Radiodiagnostik,
yaitu pelayanan kesehatan yang memanfaatkan sinar-X untuk
kepentingan diagnosis medis. Fisika radiodiagnostik yang akan kita
pelajari dalam buku ini membahas aspek fisika yang diaplikasikan dalam
bidang radiodiagnostik. Aspek fisika tersebut berhubungan dengan materi dan
energi, dengan hukum-hukum yang mengatur gerakan partikel dan
gelombang, dengan interaksi antar partikel, dan dengan sifat-sifat molekul,
atom dan inti atom, dan dengan sistem berskala lebih besar seperti gas, zat
cair, dan zat padat. Beberapa orang menganggap fisika sebagai sains atau ilmu
pengetahuan paling fundamental karena merupakan dasar dari semua bidang
sains yang lain.
Setelah Anda mempelajari dan menguasai materi yang disajikan pada
Bab 1 ini, maka secara umum Anda akan mampu mengaplikasikannya dalam
bidang fisika radiodiagnostik. Secara khusus Anda akan mampu:
1. Menjelaskan ruang lingkup fisika radiodiagnostik, yang berhubungan
dengan sistem satuan, gaya fundamental, energi, dan materi.
2. Menyebutkan partikel penyusun atom dan menjelaskan simbol atom.
3. Menjelaskan konfigurasi elektron menurut Aturan Aufbau, Aturan Hund,
dan Prinsip Larangan Pauli.
4. Menjelaskan energi ikat elektron.
5. Menjelaskan definisi dan klasifikasi gelombang elektromagnetik.
2 Fisika Radiodiagnostik

6. Menjelaskan hubungan energi, frekuensi, dan panjang gelombang


elektromagnetik.
7. Menjelaskan definisi dan klasifikasi radiasi pengion.
8. Menjelaskan definisi satuan Roentgen, Gray, dan Sievert.
9. Menjelaskan definisi pesawat radiologi atau pesawat sinar-X.
10. Menjelaskan jenis-jenis pesawat radiologi atau pesawat sinar-X.

Sebagai pengantar, Bab 1 ini terdiri dari 2 topik:

Topik 1. Ruang lingkup fisika radiodiagnostik, yang akan mempelajari


sistem satuan, gaya fundamental, energi, dan materi.

Topik 2. Dasar fisika radiodiagnostik, yang akan mempelajari beberapa


bagian mata kuliah yang mendasari fisika radiodiagnostik, yaitu fisika radiasi,
dan teknik pesawat radiologi konvensional.

Selamat belajar!
Fisika Radiodiagnostik 3

TOPIK 1

Ruang lingkup Fisika Radiodiagnostik

B
elajar fisika radiodiagnostik tidak terlepas dari konsep fisika sistem
satuan, gaya fundamental, materi, dan energi. Bahasan tersebut akan
kita pelajari secara konsep sederhana.

A. SISTEM SATUAN

Kita perlu mengingat kembali definisi pengukuran, yaitu kegiatan yang


dilakukan untuk membandingkan besaran suatu obyek atau suatu fenomena
yang diukur dengan besaran sejenis yang dipakai sebagai satuan standar yang
sesuai. Hasil pengukuran akan disajikan sebagai perkalian antara sebuah
bilangan riil dengan satuan yang dipakai. Bilangan riil dalam nilai hasil
pengukuran menunjukkan hasil perbandingan (rasio) antara besaran yang
diukur dengan duplikat standar besaran yang dipakai. Misalkan kita mengukur
jarak dari fokus tabung sinar-X ke kaset radiografi yang berisi film sebagai
reseptor citra atau FFD (focus film distance), maka sebenarnya kita sedang
membandingkan FFD tersebut dengan duplikat standar meter yang berupa
meteran. Pengukuran menghasilkan besaran, dan satuan menyertainya,
terdapat pula pengukuran yang menghasilkan besaran dan satuannya lainnya.
Ada tiga standar pengukuran dasar yaitu panjang (meter), massa (kilogram)
dan waktu (second) yang merupakan besaran karena ketiganya dapat diukur
dan dinyatakan dalam angka.
Besaran dalam fisika, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan
dengan angka, dan definisi satuan, yaitu ukuran dari suatu besaran. Satuan
dalam sistem MKS (meter, kilogram, second) dipublikasikan pada tahun 1960,
disebut juga sebagai sistem metrik yang merupakan sistem satuan baku yang
berlaku sebagai Sistem Internasional (SI) dan digunakan sampai sekarang,
sistem MKS menggantikan sistem CGS (centimeter, gram, second). Satuan MKS
digunakan untuk lebih mudah memahami dan mengkonversi pengukuran dan
4 Fisika Radiodiagnostik

penghitungan, misal untuk menghitung energi kinetik suatu materi jika


dihitung dengan MKS akan menghasilkan satuan turunan Joule, tapi dengan
sistem CGS menghasilkan satuan erg (1 erg = 10-7 Joule).
Satuan panjang dalam SI adalah meter. Satu meter didefinisikan sama
dengan jarak antara dua goresan pada meter standar, yang menggambarkan
jarak antara kutub utara ke katulistiwa melalui Paris adalah 10 juta meter. Meter
standar ini terbuat dari bahan campuran platina iridium dan disimpan di
International Bureau of Weights and Measures di Sevres Perancis. Satu meter
sama dengan 1.650.763,73 panjang gelombang sinar jingga yang dipancarkan
oleh atom-atom gas Krypton-86 (Kr86) di dalam ruang hampa pada suatu
loncatan elektron. Warna jingga atau oranye terjadi antara merah dan kuning
dalam spektrum cahaya tampak dengan panjang gelombang sekitar 620-585
nanometer, memiliki warna yang sama dengan buah jeruk matang.
Satuan massa dalam SI adalah kilogram (Kg). Massa standar adalah
massa sebuah silinder yang terbuat dari platina iridium dan disimpan di
International Bureau of Weights and Measures di Sevres Perancis. Massa berasal
dari bahasa Yunani adalah suatu sifat fisika dari benda yang digunakan untuk
menjelaskan berbagai perilaku obyek yang diamati. Massa 1 kilogram dapat
didefinisikan sebagai massa 1 liter air murni pada suhu 40C. Massa benda
berbeda dengan berat benda, karena berat benda dipengaruhi oleh gaya
gravitasi bumi, sedangkan massa sebuah benda merupakan sifat intrinsik
benda yang tidak bergantung pada lokasi benda, artinya massa sebuah benda
tetap sama saat benda itu dibumi, di bulan, atau di luar angkasa, massa juga
dapat didefinisikan sebagi sifat intrinsik sebuah benda yang dapat mengukur
resistansinya terhadap percepatan. Satuan berat adalah Newton, didefinisikan
sebagai perkalian antara massa dengan gaya gravitasi.
Satuan waktu dalam SI adalah detik (second). Pada mulanya standar
waktu ditetapkan atas dasar waktu perputaran bumi mengelilingi sumbunya,
karena waktu perputaran bumi tidak tepat benar, maka digunakan waktu hari
rata-rata, yaitu waktu yang diperoleh dengan mengambil nilai rata-rata hari-
hari yang ada dalam satu tahun. Waktu 1 detik dapat didefinisikan dari
1  1  1  1
penghitungan    atau hari rata-rata matahari. Untuk
60  60  24  86.400
mendapatkan pengukuran waktu yang lebih teliti, digunakan Jam Atom, yang
diatur oleh gerakan atom Cesium dengan 1 detik dinyatakan sebagai interval
waktu dari 9.192.631.770 kali waktu getar yang disebabkan oleh transisi dasar
dalam atom Cesium 133.
Fisika Radiodiagnostik 5

Dari uraian di atas kita sudah mengetahui hasil pengukuran yaitu


berupa besaran, terdapat besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok
adalah besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu dan tidak
tergantung pada besaran-besaran lainnya (misalnya panjang, massa dan
waktu) seperti tertera pada Tabel 1.1, dan besaran turunan adalah besaran
yang satuannya ditetapkan berdasarkan satuan-satuan besaran pokok
(misalnya luas, volume dan massa jenis). Dalam bidang radiologi, terdapat
pengukuran yang menghasilkan nilai besaran dosis radiasi dengan satuan
turunan Roentgen (1R = 2,58x10-4 C/Kg), Gray (1Gy = 1J/1Kg) dan Sievert (Sv
= Gy WT WR), yang akan kita bahas di pembahasan selanjutnya.

Tabel 1.1

Besaran Pokok dan Satuannya

Besaran pokok Satuan Lambang dimensi

Panjang Meter [L]

Massa Kilogram [M]

Waktu Sekon [T]

Suhu Kelvin []

kuat arus Ampere [I]

intensitas cahaya Candela [J]

jumlah zat Mole [N]

Dimensi suatu besaran menunjukkan cara besaran itu tersusun oleh


besaran-besaran pokok. Kedua ruas kanan dan kiri dari suatu persamaan harus
mempunyai dimensi yang sama. Mengungkapkan adanya kesetaraan atau
kesamaan antara dua besaran yang secara sepintas berbeda, dan menyatakan
tepat atau tidak tepatnya suatu persamaan yang menyatakan hubungan-
hubungan antara berbagai besaran fisika.
Faktor konversi, yang selalu sama dengan 1, memberikan suatu metode
yang praktis untuk mengubah satuan yang satu ke yang lain. Bilangan yang
sangat kecil dan sangat besar paling mudah ditulis dengan bilangan antara 1
dan 10 dikalikan dengan bilangan berpangkat dari 10, yaitu penulisan secara
eksponensial. Cara penulisan ini disebut dengan notasi ilmiah. Jika mengalikan
6 Fisika Radiodiagnostik

dua bilangan, maka eksponennya ditambahkan; jika membagi, eksponennya


dikurangkan, jika suatu bilangan yang mengandung eksponen dipangkatkan
lagi oleh suatu eksponen, maka eksponen-eksponen dikalikan. Seperti contoh
berikut:

10-1 x 10-1 = 10(-1-(-1)) = 10-2 = 0,01


10-1 x 101 = 10(-1-(1)) = 100 = 1
101 x 101 = 102 = 100
10-1 : 10-1 = 10((-1-(-1)) = 100 = 1
10-1 : 101 = 10((-1-(1)) = 10-2 = 0,01
(101)2 = 10(1x2) = 102 = 100
(10-1)2 = 10(-1x2) = 10-2 = 0,01
(10-1)-1 = 10(-1x-1) = 101 = 10

Jumlah angka signifikan dalam hasil pengalian atau pembagian tidak


lebih besar dari jumlah angka signifikan terkecil dari faktor-faktornya. Hasil
penjumlahan atau pengurangan dua bilangan tidak akan mempunyai angka
signifikan di luar empat desimal terakhir dengan ke dua bilangan asalnya
mempunyai angka signifikan. Suatu bilangan yang dibulatkan ke pangkat
terdekat dari bilangan pokok 10 disebut orde magnitudo (besaran). Orde
magnitudo suatu besaran seringkali dapat diperkirakan menggunakan asumsi
dengan penghitungan sederhana.
Untuk memudahkan mengkonversi besaran dan satuan, disajikan dalam
Tabel 1.2 mengadopsi awalan dan singkatan Yunani, dalam satuan dasar meter,
volt, hertz, byte, dan detik. Misalnya, pada baris pertama tabel tertulis 103
meter maka kita nyatakan nilainya 1 kilometer, bukan 10-3 kilometer dalam 1
meter. Pada baris keempat menyatakan 1012 byte maka nilainya 1 terabyte,
satuan dasarnya adalah byte. Eksponen negatif menyatakan suku tersebut
sebagai pecahan, misalnya saat berganti dari 106 kita baca ‘satu juta’, menjadi
10-6 kita baca menjadi ‘sepersejuta’. Sebagai perbandingan lainnya, karena
panjang gelombang sinar-X sangat kecil (pendek), ada satuan khusus untuk
mengukur panjang gelombang tersebut, yaitu Angstrom, disingkat Å. 1
Angstrom adalah 10-10 meter, dibaca ‘sepersepuluh miliar meter’ besaran
tersebut diantara nanometer (10-9 meter) dan picometer (10-12 meter). Panjang
gelombang sinar-X yang digunakan untuk medis berkisar antara 0.1 Å sampai
0,5 Å, panjang tersebut setara 10 hingga 50 miliar lebih kecil dari diameter
ujung runcing peniti, sangat sulit untuk divisualisasikan.
Fisika Radiodiagnostik 7

Tabel 1.2
Konversi Besaran dan Satuan

B. GAYA FUNDAMENTAL

Selanjutnya kita bahas tentang gaya (Force). Gaya dapat dianggap


sebagai segala sesuatu yang memberikan dorongan atau tarikan pada benda
atau materi. Gaya dapat memberikan pengaruh pada sebuah benda yang
menyebabkan benda mengubah kecepatannya, artinya, dipercepat atau
diperlambat. Arah gaya adalah arah percepatan yang disebabkannya jika gaya
itu adalah satu-satunya gaya yang bekerja pada benda tersebut. Besarnya gaya
adalah hasil kali massa benda dan besarnya percepatan yang dihasilkan gaya,
dengan satuan Newton.
Ada 4 gaya fundamental yang bekerja pada seluruh interaksi fisik yang
diterjadi di alam semesta, yaitu gaya gravitasi, gaya nuklir lemah, gaya
elektromagnetik, dan gaya nuklir kuat. Gaya lainnya adalah turunan dari 4 gaya
tersebut.
Gravitasi adalah gaya tarik yang terjadi antara dua benda yang memiliki
massa atau energi, gaya ini sangat kita kenali terutama pada aspek fisika
makro, misal terjadinya air laut pasang karena gaya gravitasi bulan menarik air
laut. Meskipun gaya gravitasi mampu menyatukan tata surya, planet, bintang,
dan galaksi, ternyata menjadi gaya terlemah dari lainnya, terutama pada aspek
8 Fisika Radiodiagnostik

fisika mikro skala molekul dan atom. Begitu lemahnya sehingga diperlukan
sejumlah massa yang besar untuk ‘merasakannya’ atau melihat efeknya. Tubuh
kita terasa ‘berbobot’ hanya karena massa seluruh bumi menariknya.
Gaya nuklir lemah terjadi pada peluruhan zat radioaktif yang merupakan
interaksi dasar dari peluruhan beta dan fisi nuklir. seperti yang ditemukan oleh
Henry Becqurel. Gaya nuklir lemah berperan dalam pembentukan sinar Gamma
karena pada saat suatu zat menjadi radioaktif selalu dipancarkan sinar Gamma.
Gaya elektromagnetik adalah gaya yang mendasari semua interaksi
listrik dan magnet, yang menjaga elektron dan proton tetap dalam satu atom,
dan menjaga atom-atom tetap kompak bersama dalam suatu molekul. Pada
tingkat atomik, efek gaya elektromagnetik ‘terlihat’ melalui pertukaran partikel
dan foton yang menciptakan gaya tarik menarik antar partikel dan mengubah
karakter partikel yang saling bertukar tersebut, mendasari interaksi elektron
dalam orbitnya pada satu atom. Listrik dan magnet pada awalnya dianggap
sebagai dua gaya yang berbeda, tetapi sejak James Clerk Maxwell
mempublikasikan ‘Treatise on Electricity and Magnetism’ pada tahun 1873,
anggapan tersebut berubah, yang menyimpulkan bahwa interaksi antara
partikel bermuatan dilandasi oleh satu gaya tunggal, yaitu gaya
elektromagnetik.
Terakhir adalah gaya nuklir kuat, gaya ikat yang terjadi pada inti atom,
yaitu proton dan netron, gaya ini merupakan yang terkuat dari lainnya. Sebagai
gambaran kekuatannya, diperkirakan 137 kali lebih kuat dari gaya
elektromagnetik, satu juta kali lebih kuat dari gaya nuklir lemah dan 10 38 kali
dari gaya gravitasi. Gaya nuklir kuat diciptakan untuk mengorganisir semua
materi di alam semesta ini.

C. ENERGI

Kata energi berasal dari bahasa Yunani kuno, yang pertama kali muncul
dalam karya Aristoteles pada abad ke 4 SM. Energi adalah properti fisika yang
didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyebabkan perubahan dalam
gerak atau keadaan suatu obyek, yaitu kemampuan untuk melakukan kerja
atau usaha, atau membuat sebuah benda dapat bergerak atau berpindah.
Konsep kerja sangat erat hubungannya dengan konsep energi. Energi
berpindah melalui interaksi dengan obyek, dapat diubah bentuknya tetapi
tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan (besaran kekal). Dalam sistem
tertutup, jumlah total energi selalu konstan, energi baru tidak dapat muncul
Fisika Radiodiagnostik 9

‘dari ketiadaan’, begitu pula energi tidak dapat dihancurkan atau menghilang
di dalam sistem. Bila energi sistem berkurang, maka selalu ada pertambahan
energi yang terkait dengan lingkungannya atau sistem lain. Energi total suatu
sistem dapat mencakup jenis lain seperti energi panas atau energi kimia
internal, selain energi mekanik. Energi suatu sistem dapat diubah lewat
berbagai cara seperti emisi atau absorpsi radiasi, kerja atau usaha yang
dikerjakan pada sistem, atau panas yang dipindahkan. Kenaikan atau
penurunan energi sistem dapat selalu dijelaskan lewat munculnya atau
hilangnya suatu jenis energi di suatu tempat. Misalnya bola lampu, merupakan
sistem tertutup yang mengubah energi listrik menjadi energi cahaya dan
energi panas. Contoh lainnya adalah tranduser yang digunakan dalam
pemeriksaan ultrasonografi medik, kristal piezoelektrik yang ada dalam
tranduser mampu mengubah energi listrik menjadi energi mekanik berupa
energi gelombang bunyi atau gelombang suara ultra (ultrasound) yang
diarahkan ke tubuh pasien (frekwensinya di atas frekwensi gelombang suara,
sehingga kita tidak dapat mendengar gelombang ultrasound), dan sebaliknya
mengubah energi gelombang suara ultra dari tubuh pasien menjadi energi
listrik. Alam semesta merupakan sistem tertutup, oleh karenanya jumlah total
energi yang terkandung didalamnya tidak akan bisa berubah. Satuan SI untuk
energi adalah Joule (dikenalkan oleh James Prescott Joule pada tahun 1845).
Sebagai gambaran, energi 1 Joule kira-kira dapat membuat benda bermassa 1
pon (0,45 kilogram) bergerak sejauh 10 mil per jam (16,1 km/jam). 1 J setara
dengan gaya (F) 1 N yang bekerja pada benda yang bergerak menempuh jarak
1 meter. 1 J setara dengan energi panas yang hilang saat arus listrik 1 Ampere
melewati hambatan 1 Ohm selama 1 detik. 1 J setara dengan usaha untuk
menghasilkan daya 1 Watt selama 1 detik.
Bentuk energi sangat banyak, sinar-X dan semua jenis radiasi lainnya
1
adalah bentuk energi. Energi kinetik (EK = mv2) adalah energi yang
2
menyebabkan benda bergerak, dihubungkan dengan massa (m) dan
kecepatannya (v = velocity). Energi potensial (EP) adalah energi yang tersimpan
dalam benda yang dihubungkan dengan konfigurasi sistem, seperti misalnya
jarak pisah antara benda dengan bumi, EP gravitasi sebuah benda bermassa m
pada ketinggian h suatu titik acuan ditulis dengan persamaan EP = mgh,
berbeda EP untuk energi listrik (termasuk energi elektromagnetik) yang
berhubungan dengan muatan elektron (q) dan tegangan listrik (volt)
10 Fisika Radiodiagnostik

dirumuskan EP=qv. Energi mekanik terbentuk dari energi kinetik (EK) dan
energi potensial (EP). Energi kinetik adalah energi gerak dan energi potensial
adalah energi posisi benda terhadap titik acuan, seperti contoh ilustrasi pada
Gambar 1.1.

Gambar 1.1

Ilustrasi Energi Kinetik dan Energi Potensial Benda

Sebuah buku pada jarak 3 ft (0,91 meter) dari meja sebagai titik acuan
mempunyai energi kinetik 0 J dan energi potensial 1 J, kemudian buku tersebut
dijatuhkan, pada saat berjarak 2 ft (0,61 meter) dari meja energi kinetik 0.33 J
dan energi potensial 0,67 J. Saat buku tersebut tepat mengenai meja (0 ft)
energi kinetik 1 J dan energi potensialnya 0 J. Energi kinetik tersebut sesaat
langsung dikonversi menjadi dua bentuk energi, energi panas (meskipun
sedikit) dengan naiknya temperatur permukaan meja dan energi gelombang
suara (gelombang bunyi) yang frekuensinya dapat kita dengar. Energi kinetik
sebenarnya masih ada tetapi dalam bentuk energi kinetik molekuler dari
molekul-molekul meja yang saling berinteraksi karena momen tumbukan
dengan buku sehingga muncul energi panas. Selanjutnya suara yang kita
dengar berasal dari medium udara di sekitar buku yang mengalami getaran
karena energi kinetik dari pergerakan molekul udara yang saling berinteraksi
membuat udara mengalami resonansi (peristiwa bergetarnya benda atau
materi karena ada benda lain yang bergetar dengan frekwensi sama), getaran
Fisika Radiodiagnostik 11

dari gelombang suara tersebut merambat masuk ke telingga kita, membuat


gendang telinga bergetar dan mengirimkan informasi suara ke otak melalui
impuls syaraf sensoris statoacustic, sehingga kita dapat mendengar suara buku
jatuh tersebut.
Panas adalah bentuk energi yang ditransfer dari satu benda ke benda
lainnya karena perbedaan temperatur. Energi panas dihubungkan dengan
gerakan molekul-molekul dalam suatu sistem dan berhubungan erat dengan
temperatur sistem. Temperatur atau suhu adalah ukuran panas suatu benda
atau sistem, dinyatakan dalam satuan yang umum digunakan dengan derajat
Celcius (0C), Kelvin (K), dan derajat Fahrenheit (0F). Satuan energi panas yang
umum digunakan adalah kalori, didefinisikan sebagai jumlah energi panas
yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air 1 derajat Celsius
(atau 1 Kelvin). Selanjutnya kilokalori adalah banyaknya energi panas yang
dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 kilogram air dengan 1 derajat
Celsius. Kalori didefinisikan dalam satuan SI untuk energi, yaitu joule, 1 kalori
= 4,184 J. Satuan lain untuk energi, yaitu elektronVolt (eV), merupakan satuan
energi untuk 1 elektron tunggal yang tidak terikat (elektron bebas) ketika
elektron tersebut bergerak melintasi perbedaan potensial 1 Volt, dalam
keadaan vakum. Persamaan EK dan EP (EK = EP), digunakan untuk menghitung
kecepatan elektron proyektil dari katoda bergerak menumbuk target anoda
pada peristiwa terbentuknya energi sinar-X, dengan satuan eV. Jika
dikonversikan, 1 eV = 1,6 x 10-19 J, 1 keV = 1,6 x 10-16 J, dan 1 J = 6,24 x 1018 eV
= 6,24 x 1015 keV.
Energi panas berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya melalui tiga
proses, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi terjadi pada zat padat,
dengan energi panas ditransfer lewat interaksi antara atom-atom atau molekul,
walaupun atom-atom dan molekulnya sendiri tidak berpindah. Sebagai
contoh, jika salah satu ujung sebuah batang padat dipanaskan, maka atom-
atom di ujung yang dipanaskan bergetar dengan energi yang lebih besar
dibandingkan atom-atom di ujung yang lebih dingin, karena interaksi atom-
atom yang lebih energik dengan sekitarnya, energi panas dipindahkan
sepanjang batang. Perpindahan energi panas dibantu oleh elektorn-elektron
bebas, yang bergerak diseluruh logam, sambil menerima dan memberi energi
panas dikonduksi oleh tumbukan langsung molekul-molekul logam. Molekul
di bagian yang panas mempunyai energi rata-rata yang lebih tinggi daripada
molekul-molekul di bagian yang lebih dingin. Bila molekul berenergi tinggi
12 Fisika Radiodiagnostik

bertumbukan dengan molekul berenergi rendah, maka sebagian energi


molekul berenergi tinggi ditransfer ke molekul berenergi rendah, demikian
seterusnya sampai terbentuk thermal equilibrium, yaitu semua molekul akan
mempunyai energi panas yang relatif sama.
Konveksi terjadi pada medium fluida atau zat alir, yaitu zat cair dan zat
gas, panas dipindahkan langsung lewat perpindahan massa fluida. Sebagai
contoh, bila udara dekat lantai dipanaskan, udara memuai dan naik karena
kerapatannya yang lebih rendah. Jadi energi panas di udara panas ini
dipindahkan dari lantai ke langit-langit bersama dengan massa udara panas.
Massa jenis udara yang panas lebih kecil daripada massa jenis udara yang
dingin. Contoh lainnya adalah ketika kita memasak air, ketika air (H2O)
mendidih ia mengalami perubahan massa jenis menjadi uap air ((H 2O) yang
akan bergerak ke atas sehingga tampak gelembung-gelembung udara. H2O
dalam bentuk zat cair mempunyai massa jenis lebih besar daripada H2O dalam
bentuk gas (uap).
Radiasi merupakan perpindahan energi tanpa melalui medium apapun,
energi dipancarkan dan diserap oleh benda-benda dalam bentuk radiasi
elektromagnetik. Radiasi ini bergerak lewat ruang dengan kelajuan cahaya
(C=3 x 108 meter/detik). Gelombang cahaya, gelombang radio, gelombang
televisi, sinar-X, dan sinar Gamma semuanya adalah bentuk radiasi
elektromagnetik yang saling berbeda hanya pada panjang gelombang dan
frekuensinya. Semua benda memancarkan dan menyerap radiasi
elektromagnetik. Bila benda ada dalam kesetimbangan termal (thermal
equilibrium) dengan sekitarnya, benda memancarkan dan menyerap energi
pada laju yang sama. Namun, jika benda dipanaskan sampai temperatur yang
lebih tinggi daripada sekitarnya, maka benda meradiasi keluar lebih banyak
energi daripada yang diserapnya, dengan demikian, benda menjadi ‘lebih
dingin’ sementara sekitarnya menjadi lebih panas. Contoh radiasi adalah
berpindahnya energi panas dan ultraviolet dari matahari sampai ke bumi, kita
tahu bahwa antara matahari dan bumi terdapat ruang hampa udara tetapi
panas dan ultraviolet dari matahari mampu berpindah ke bumi, kurang lebih
waktu perjalanannya ditempuh selama 8 menit 17 detik. Perpindahan energi
melalui peristiwa radiasi hanya ada pada spektrum gelombang
elektromagnetik, dari energi panas sampai energi sinar Gamma. Perpindahan
energi gelombang suara ultra (ultrasound) bukan merupakan radiasi.
Fisika Radiodiagnostik 13

D. MATERI

Wujud materi pada ‘temperatur ruang tertentu’ secara umum adalah


padat, cair, dan gas, yang masing-masing berbeda susunan molekulnya.
Penyusun zat terkecil adalah partikel subatomik, yang terdiri dari inti atom,
yaitu proton dan netron, dan elektron pada orbitnya yang mengelilingi inti.
Subatomik membentuk atom, atom menyusun senyawa dan molekul, dan
molekul menyusun benda atau zat (materi). Ketiga zat tersebut berada pada
‘temperatur ruang tertentu’ karena dapat diubah menjadi bukan pada wujud
normalnya dengan perubahan temperatur zat, misal air (H2O) sebagai zat cair
dapat berubah wujud menjadi padat pada temperatur 00C, dan berubah
menjadi zat gas pada temperatur 1000C, terjadi hanya pada tekanan dan
temperatur udara standar (75cmHg, 250C).
Untuk mendefinisikan ketiga zat tersebut, kita perlu mendefinisikan
bentuk dan volumenya, volume adalah ruang yang ditempati benda. Zat padat
mempunyai bentuk dan volume yang tetap, artinya zat padat akan
mempertahankan bentuk dan volumenya, ia tidak akan berubah apapun
wadahnya, karena ikatan antar atom-atom penyusunnya sangat kompak
(solid), molekul-molekul penyusunannya berada pada jarak yang sangat dekat
dan terikat sangat kuat satu dengan lainnya. Zat cair mempunyai bentuk tidak
tetap dan volumenya tetap, ia akan ‘mengambil’ bentuk wadahnya, jika di
dalam cangkir maka ia akan menyerupai bentuk cangkir. Zat gas mempunyai
bentuk dan volume yang tidak tetap. Zat cair dan gas disebut zat alir karena
kemampuannya untuk mengalir, disebut juga sebagai fluida, kedua zat ini
mempunyai susunan molekul dengan jarak yang jauh sehingga gaya ikat antar
molekulnya sangat lemah. Walaupun zat cair dan gas tergolong dalam fluida
namun terdapat perbedaan antara keduanya. Ciri zat cair yaitu molekul-
molekul terikat secara longgar namun tetap berdekatan, tekanan yang terjadi
oleh karena adanya gaya gravitasi bumi yang bekerja terhadapnya, tekanan
terjadi secara tegak lurus pada bidang wadahnya. Ciri zat gas yaitu molekul-
molekulnya bergerak bebas dan saling bertumbukan, tekanan gas bersumber
pada perubahan momentum karena tumbukan molekul gas pada dinding
wadahnya, dan tekanan terjadi tidak tegak lurus pada bidang wadahnya.
Zat cair dan zat gas mempunyai kekentalan yang disebut viskositas,
terbentuk karena gaya gesek internal pada fluida. Pada zat cair, ditimbulkan
oleh gaya kohesif antar molekul di dalam cairan, dan pada gas, ditimbulkan
oleh tumbukan antar molekul-molekul gas. Viskositas dapat diartikan sebagai
suatu cara zat alir untuk mengalir, atau kemampuan zat cair untuk melawan
14 Fisika Radiodiagnostik

tegangan geser ketika zat cair mengalir. Darah harus dalam keadaan viskositas
rendah agar mudah untuk mengalir mendistribusikan oksigen dan nutrisi ke
seluruh tubuh, sehingga kerja jantung tidak berat, apabila viskositasnya tinggi
maka darah sulit mengalir karena koefisien gesek terhadap dinding pembuluh
darah menjadi besar, akibatnya kerja jantung menjadi berat untuk memompa
darah.
Zat cair mengalir dengan dua pola alir, yaitu laminer dan turbulen. Aliran
laminer yaitu zat cair mengalir dengan gerakan partikelnya sangat teratur dan
partikel yang dekat dengan permukaan wadahnya bergerak dalam garis lurus
sejajar dengan permukaan wadah tersebut, dalam aliran ini tidak ada tekanan
eksternal, kecepatan alirannya tergantung dari viskositas zat cair dan dimensi
wadahnya. Pola alir turbulen yaitu zat cair mengalir secara kasar, tidak teratur,
ia mengalir tetapi terdapat pusaran atau partikel kecil dalam alirannya dan
terdapat tekanan eksternal pada alirannya. Contoh aplikasinya, pada
pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter, manset yang
dipasangkan pada lengan pasien bertujuan untuk membuat aliran darah yang
awalnya laminer menjadi turbulen, sehingga terdengar detakan di stetoskop.
Ketiga wujud zat di atas mempunyai kemampuan menghantarkan energi
panas tergantung sifat thermal benda, dan menghantarkan energi listrik
tergantung pada kerapatan atom dan keadaan pita valensi, pita larangan dan
pita konduksinya.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Jelaskan pengertian besaran dan satuan?


2) Sebutkan tujuh besaran pokok dan satuannya?
3) Jelaskan empat gaya fundamental?
4) Jelaskan bagaimana hubungan Energi Kinetik dan Energi Potensial?
5) Jelaskan bagaimana susunan atom zat padat, cair, dan gas?

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
Fisika Radiodiagnostik 15

1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami arti istilah tersebut.


2) Anda dapat membaca kembali bagian modul yang membahas tentang
besaran pokok dan satuannya.
3) Anda dapat menjelaskan dengan memahami gaya fundamental.
4) Anda dapat menjelaskan dengan mempelajari tentang energi, energi
kinetik, dan energi potensial.
5) Anda dapat memahami dengan mempelajari tentang materi.

RINGKASAN

Besaran dalam fisika, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan
dengan angka, dan definisi satuan, yaitu ukuran dari suatu besaran. Satuan
dalam sistem MKS (meter, kilogram, second) dipublikasikan pada tahun
1960, disebut juga sebagai sistem metrik yang merupakan sistem satuan
baku yang berlaku sebagai Sistem Internasional (SI) dan digunakan sampai
sekarang, sistem MKS menggantikan sistem CGS (centimeter, gram, second).

Terdapat besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok adalah


besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu dan tidak
tergantung pada besaran-besaran lainnya (misalnya panjang, massa dan
waktu), dan besaran turunan adalah besaran yang satuannya ditetapkan
berdasarkan satuan-satuan besaran pokok (misalnya luas, volume dan massa
jenis). Dalam bidang radiologi, terdapat pengukuran yang menghasilkan nilai
besaran dosis radiasi dengan satuan turunan Roentgen (1R = 2,58x10 -4
C/Kg), Gray (1Gy = 1J/1Kg) dan Sievert (Sv = Gy WT WR).
Ada 4 gaya fundamental yang bekerja pada seluruh interaksi fisik yang
diterjadi di alam semesta, yaitu gaya gravitasi, gaya nuklir lemah, gaya
elektromagnetik, dan gaya nuklir kuat. Gaya lainnya adalah turunan dari 4
gaya tersebut.
Energi adalah properti fisika yang didefinisikan sebagai kemampuan
untuk menyebabkan perubahan dalam gerak atau keadaan suatu obyek,
yaitu kemampuan untuk melakukan kerja atau usaha, atau membuat sebuah
benda dapat bergerak atau berpindah. Konsep kerja sangat erat
hubungannya dengan konsep energi.
16 Fisika Radiodiagnostik

Wujud materi pada ‘temperatur ruang tertentu’ secara umum adalah


padat, cair, dan gas, yang masing-masing berbeda susunan molekulnya.
Penyusun zat terkecil adalah partikel subatomik, yang terdiri dari inti atom,
yaitu proton dan netron, dan elektron pada orbitnya yang mengelilingi inti.
Subatomik membentuk atom, atom menyusun senyawa dan molekul, dan
molekul menyusun benda atau zat (materi).

TES 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Anda berlari dengan kecepatan sebesar 3,6 km/jam, setelah itu Anda
berjalan dengan kecepatan 1,8 km/jam.
Berapakah kecepatan total dinyatakan dalam SI ….
A. 5,4 ms-1
B. 3,6 ms-1
C. 1,8 ms-1
D. 1,5 ms-1
E. 1 ms-1

2) Sebuah buku dengan massa 1,5 x 10-2 gram, pada ketinggian 3 x 102
centimeter dari meja sebagai titik acuan. Gravitasi bumi 10 m/s2.
Berapa energi potensial buku tersebut dalam satuan Joule ….
A. 4,5
B. 45
C. 54
D. 45 x 105
E. 54 x 105

3) Gaya ini berperan dalam pembentukan sinar Gamma karena pada saat
suatu zat menjadi radioaktif selalu dipancarkan sinar Gamma.
Apakah gaya yang dimaksud ….
A. Gaya nuklir lemah
B. Gaya nuklir kuat
Fisika Radiodiagnostik 17

C. Gaya elektromagnetik
D. Gaya gravitasi
E. Gaya listrik

4) Termometer air raksa digunakan untuk mengukur suhu tubuh pasien


dewasa dengan cara menyelipkannya dibagian aksila, selanjutnya terjadi
proses transfer energi panas dari tubuh pasien ke dalam gelas kaca
termometer.
Apakah proses perpindahan panas yang terjadi ….
A. Radiasi
B. Konveksi
C. Konduksi
D. Evaporasi
E. Adiabatik

5) Sifat ini merupakan gaya gesek internal pada fluida. Pada zat cair,
ditimbulkan oleh gaya kohesif antar molekul di dalam cairan. Pada zat
gas, ditimbulkan oleh tumbukan antar molekul-molekul gas.
Apakah definisi untuk sifat tersebut ….
A. Tegangan permukaan
B. Gaya Bouyant
C. Kapilaritas
D. Kontinuitas
E. Viskositas
18 Fisika Radiodiagnostik

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 1 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 1.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan materi Topik 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi materi Topik 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
Fisika Radiodiagnostik 19

TOPIK 2

Dasar Fisika Radiodiagnostik

F
isika radiodiagnostik yang kita pelajari dilandasi teori dan pengetahuan
beberapa mata kuliah yang ditempuh sebelumnya, diantaranya fisika
dasar yang sudah dibahas di Topik 1, fisika radiasi, dan teknik pesawat
radiologi konvensional. Pada pembahasan di Topik ini hanya diambil beberapa
bagian dari mata kuliah tersebut.

A. FISIKA RADIASI

Fisika radiasi yang akan kita pelajari disini membahas tentang atom,
gelombang elektromagnetik, dan dosimetri radiasi.

1. Atom
Istilah atom berasal dari Bahasa Yunani, atomos, yang berarti sesuatu
yang tidak dapat dibagi lagi atau tidak dapat dipotong. Pada abad ke-5 SM
telah dikaji tentang materi alam yang berkembang diperadaban kuno, yaitu
atomisme. Penganut teori atomisme mengemukakan bahwa alam terdiri dari
dua benda yang mendasar, saling berlawanan, dan tidak dapat dibagi, yaitu
atom dan kehampaan. Atom tidak dapat diisi oleh sesuatu, atom bergerak di
kehampaan menuju klaster yang berbeda-beda, atom adalah kenyataan materi
terkecil, satuan bangunan yang tidak dapat dimusnahkan. Para peneliti
sebelum abad ke-19 sangat percaya bahwa atom tidak dapat dibagi lagi dan
merupakan materi terkecil, tapi pada abad ke-19 para peneliti menyimpulkan
bahwa ternyata atom terdiri dari materi yang lebih kecil lagi yaitu elektron,
proton, dan neutron. Lebih lanjut, penelitian modern menunjukkan bahwa
proton dan neutron terdiri dari ‘kuark’ yang secara empiris belum terbukti
memiliki substruktur materi.
Teori atom yang masih bertahan sampai saat ini menyatakan bahwa
atom terbentuk dari subatomik elektron, proton, dan neutron seperti
ditampilkan pada Gambar 1.2 Elektron mengelingi inti atom (nucleus) tersebar
20 Fisika Radiodiagnostik

di masing-masing kulit dengan energi ikat tertentu, terdapat elektron valensi


yang merupakan elektron terluar dari atom, dan kulit kosong yang tidak terisi
elektron untuk memungkinkan elektron valensi tereksitasi ke kulit tersebut.

Gambar 1.2

Skema Elektron yang Mengelilingi Inti

Model atom mekanika kuantum yang menyempurnakan model atom


Bohr, menyatakan bahwa posisi elektron di dalam atom tidak dapat ditentukan
dengan pasti, hanya dapat diperkirakan kemungkinan ditemukannya elektron
pada suatu tempat tertentu, yang disebut orbital. Menurut teori ini, elektron
dalam atom menempati beberapa tingkat energi yang disebut kulit elektron
dan setiap tingkat energi terdiri dari subtingkat energi (subkulit) serta setiap
subtingkat energi terdiri dari satu atau lebih orbital. Orbital adalah ruang
berbentuk spesifik dan di area ini kemungkinan terdapat elektron. Elektron
yang menepati kulit tertentu (K, L, M, N, dan seterusnya) jumlahnya terbatas,
dapat dihitung dengan persamaan 2n2, dengan n menyatakan bilangan
kuantum kulit elektron. Kulit yang paling dekat inti memiliki energi ikat paling
rendah dan diberi symbol K (n=1), semakin jauh dari inti energi ikatnya
semakin tinggi. Setiap kulit memiliki subkulit yang diberi simbol s, p, d, f.
Subkulit s memiliki energi paling rendah, f memiliki energi paling tinggi. Setiap
Fisika Radiodiagnostik 21

subkulit terdiri dari minimal satu orbital, setiap orbital dalam subkulit memiliki
energi yang sama, seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3

Konfigurasi Kulit, Subkulit, dan Jumlah Orbital

Kulit Subkulit Jumlah Orbital

K S 1

L S 1

P 3

M S 1

P 3

D 5

N S 1

P 3

D 5

F 7
Keterangan: Jumlah maksimal elektron yang menempati orbital ‘s’ adalah 2, orbital ‘p’ 6
elektron, orbital ‘d’ 10 elektron, dan orbital ‘f’ 14 elektron

Persamaan Schrodinger menerangkan kedudukan elektron di dalam


atom, terdiri dari bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum azimut (l),
dan bilangan kuantum magnetik (m), ketiganya saling berhubungan.
Selanjutnya untuk menentukan elektron dalam suatu orbital berdasarkan arah
putarannya yang saling berlawanan, yaitu bilangan kuantum spin (s). Bilangan
kuantum utama (n) menentukan tingkat energi elektron, yang mempunyai
harga positif dan bilangan bulat bukan nol, yaitu n=1, 2, 3, 4, dan seterusnya,
angka tersebut mewakili simbol huruf K, L, M, N, dan seterusnya, seperti
ditampilkan pada Gambar 1.3.
Bilangan kuantum Azimut (l) menentukan subtingkat energi atau bentuk
geometri orbital yang ditempati elektron, nilainya bergantung pada bilangan
kuantum utama (n). Nilai yang mungkin adalah nol atau bilangan positif yaitu,
0, 1, 2, 3, … n-1, angka tersebut mewakili subtingkat energi s, p, d, f. Bilangan
22 Fisika Radiodiagnostik

kuantum magnetik (m) menentukan kedudukan orbital yang ditempati


elektron, nilainya ditentukan oleh baingan kuantum azimuth (l). untuk setiap
(l) tertentu nilai m adalah (1) sampai +(1), dengan demikian nilai m adalah
bilangan bulat negatif, nol, dan positif, nilai m menunjukkan orbitalnya, dalam
satu orbital hanya boleh ditempati maksimal dua elektron. Terakhir adalah
bilangan kuantum spin, yang menentukan arah perputaran elektron pada
sumbunya, dengan dua kemungkinan arah yaitu searah jarum jam s=+1/2 dan
berlawanan arah jarum jam dinyatakan dengan s=-1/2, hal ini menunjukkan
bahwa dalam setiap orbital hanya ada dua elektron. Berdasarkan hal tersebut,
maka tidak mungkin di dalam satu atom akan memiliki empat bilangan
kuantum yang sama, bila n, l, dan m sama, pasti nilai s akan berbeda.

Gambar 1.3

Jumlah Elektron Maksimum pada Setiap Kulit dengan

Bilangan Kuantum Utama ‘n’ dengan Persamaan 2(n) 2

Konfigurasi elektron adalah gambaran penyebaran elektron yang paling


mungkin kedalam orbital-orbital kulit elektron. Aturan atau prinsip terkait hal
tersebut adalah Aturan Aufbau, Aturan Hund, dan Prinsip Larangan Pauli.
Fisika Radiodiagnostik 23

Aturan Aufbau, menyatakan bahwa cara pengisian elektron dalam orbital


dengan urutan energi orbital dari yang terendah ke yang tertinggi, seperti
ditampilkan pada Gambar 1.4 pengisian elektron dimulai dari 1s, kemudian
dilanjutkan 2s, 2p dan seterusnya mengikuti tanda panah.
Pengecualian untuk unsur dengan tingkat energi tinggi atau nomor atom
besar maka pengisian elektron kedalam orbital mengikuti aturan yang
berbeda, yaitu pada orbital 4f dan 5d satu elektron masuk ke orbital 5d,
kemudian masuk ke 4f sampai penuh, juga pada orbital 5f dan 6d. Kedua
pengecualian tersebut terjadi karena pada tingkat energi tinggi terjadi
tumpang tindih orbital sehingga orbital berada sangat berdekatan.
Contoh pengisian elektron Aturan Aufbau;
11 Na : 1s2 2s2 2p6 3s1
19 K : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1
74 W : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p6 4d10 5s2 5p6 4f14 5d4 6s2

Gambar 1.4

Aturan Aufbau Pengisian Elektron Orbital Mengikuti Arah Panah

Kita lihat konfigurasi elektron atom Wolfram dengan jumlah elektron 74


sesuai nomor atomnya (74 W), angka 1, 2, 3, 4, 5, 6 yang ditulis di depan huruf
s, p, d, f adalah bilangan kuantum utama ‘n’ yang menunjukan kulit elektron K,
L, M, N, O, P. Kulit K berarti n=1 berurutan sampai kulit P berarti n=6. Kemudian
kita lihat huruf s, p, d, f, ini adalah bilangan kuantum azimut yang menunjukan
subtingkat energi pada kulit atom, dan angka eksponensial (pangkat) adalah
24 Fisika Radiodiagnostik

jumlah elektron maksimal pada orbital kulit atom. Jadi untuk pengisian
elektron, pada orbital kulit K maksimal terisi 2, kulit L maksimal 8, kulit M
maksimal 18, kulit N maksimal 32 tetapi hanya terisi 18 (berkaitan dengan
Aturan Hund pada pembahasan setelah ini), demikian juga dengan O maksimal
50 tetapi terisi 8, dan kulit P maksimal 72 tetapi terisi 2 elektron. Elektron pada
orbital kulit K 1s2 adalah yang paling dekat dengan inti, jika 1 atau 2 elektron
tersebut meninggalkan orbitnya karena interaksi dengan energi dari luar atom,
maka seketika langsung diisi oleh elektron dari kulit diatasnya. Elektron pada
orbital kulit P 6s2 merupakan elektron valensi, yaitu elektron terluar pada atom
Wolframat. Skema konfigurasi elektron pada atom Wolframat seperti
ditampilkan pada Gambar 1.5 Kulit K dengan konfigurasi 1s2 merupakan kulit
paling dekat dengan inti terisi 2 elektron, dan kulit P dengan konfigurasi 6s 2
terisi 2 elektron yang merupakan elektron valensi.

Gambar 1.5

Ilustrasi Konfigurasi Elektron Atom Wolframat


Fisika Radiodiagnostik 25

Aturan Hund menyatakan pada sekumpulan orbital yang mempunyai


energi sama, misal ketiga orbital p, ‘masuknya elektron kedua kedalam suatu
orbital tidak akan terjadi sebelum semua orbital pada subkulit yang
bersangkutan terisi masing-masing dengan satu elektron, dengan arah
putaran spin yang sama’. Hal tersebut berakibat atom cenderung mempunyai
sebanyak mungkin elektron tak berpasangan. Sifat ini dapat diterima karena
elektron membawa muatan listrik yang sama sehingga elektron akan mencari
orbital kosong yang energinya sama terlebih dulu, sebelum berpasangan
dengan elektron yang telah mengisi orbital setengah penuh. Setiap orbital
atom dapat menampung hingga dua elektron identik dengan spin berlawanan,
satu dengan spin +1/2 yang lazim dilambangkan dengan tanda panah atas,
dan satu spin -1/2 dengan lambang tanda panah kebawah, ilustrasi seperti
pada Gambar 1.6 subkulit p, d, f mengandung orbital lebih dari satu, subkulit
s hanya 1 orbital. Pengisian elektronnya dimulai dengan mengisi satu elektron
pada setiap orbital dengan arah putaran spin yang sama. Setelah semua orbital
pada subkulit yang sama terisi satu elektron, elektron sisanya akan mengisi
orbital tersebut dengan arah putaran spin yang berlawanan, sehingga orbital
terisi pasangan elektron.
Pasangan elektron pada satu orbital disebut diagram orbital, pada
Gambar 1.6 kita lihat atom 7N, memiliki 7 elektron dengan konfigurasi 1s2 2s2
2p3, maka orbital 1s2 harus terisi terlebih dulu oleh 2 elektron dengan arah spin
berlawanan, kemudian orbital 2s2 juga harus terisi terlebih dulu oleh 2 elektron
dengan arah spin berlawanan, sisa 3 elektron yang akan mengisi orbital 2p 3,
kita lihat kembali Tabel 1.3 yang menyatakan jumlah orbital p adalah 3, dan
satu orbital hanya boleh diisi maksimal 2 elektron, maka orbital p akan terisi
maksimum 6 elektron, karena sisa 3 elektron maka elektron pertamakali akan
mengisi orbital kesatu dengan arah spin keatas, elektron kedua akan mengisi
orbital kedua dengan arah spin keatas demikian juga dengan elektron ketiga
yang akan mengisi orbital ketiga dengan arah spin keatas. Cara pengisian
orbital oleh 3 elektron sisa, tidak boleh langsung mengisi orbital kesatu dengan
dua elektron dengan spin berlawanan, dan orbital kedua diisi oleh satu
elektron terakhir dengan arah spin keatas, sehingga orbital ketiga akan
kosong, hal ini tidak diperkenankan karena menyebabkan orbital menjadi tidak
stabil.
26 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 1.6

Diagram orbital pengisian electron

Selanjutnya Prinsip Larangan Pauli, menyatakan bahwa pada atom yang


sama tidak mungkin ada dua elektron yang memiliki keempat bilangan
kuantum yang sama (n, l, ml, ms), oleh karenanya orbital hanya dapat terisi
maksimal dua elektron, dan elektron di dalam atom cenderung untuk
menempati tingkat keadaan dengan energi terendah yang tersedia.
Untuk penulisan simbol atom menggunakan notasi ZXA dengan X adalah
simbol atau lambang atom, Z adalah nomor atom, dan A adalah nomor massa.
Jumah proton pada suatu atom disebut nomor atom, pada atom netral atau
atom tidak bermuatan listrik (tidak dalam bentuk ion) maka nomor atom
sekaligus menunjukkan jumlah elektron yang mengelilingi inti, misalnya 74W,
karena Wolfram atom netral maka jumlah proton sama dengan jumlah elektron
yaitu 74. Nomor atom merupakan ‘sidik jari’ atau ciri khas suatu unsur yang
menentukan ‘perilaku’ kimianya sehingga atom dicirikan oleh nomor atomnya.
Berbeda dengan nomor atom, nomor massa adalah jumlah proton dan neutron
dalam inti atom, misalnya W184 maka jumlah proton dan neutron atom
Wolfram adalah 184, disini kita dapat menentukan jumlah neutron, yaitu
nomor massa 184 dikurangi nomor atom 74, 184-74=110, jadi jumlah neutron
dalam inti atom Wolfram adalah 110. Simbol penulisan atom Wolfram menjadi
184
74W .
Fisika Radiodiagnostik 27

Elektron menempati orbitnya karena ‘terikat’ oleh inti, dan mengelilingi


inti atom, yaitu proton dan neutron. Energi ikat elektron adalah energi yang
diperlukan untuk memisahkan elektron dari ikatan inti menjadi elektron bebas.
Energi ikat elektron terjadi karena interaksi gaya elektromagnetik, sedangkan
energi ikat proton dan neutron terjadi karena interaksi gaya nuklir kuat. Energi
ikat elektron orbit berbanding lurus dengan nomor atom Z dan berbanding
terbalik dengan jaraknya dari inti (jari-jari elektron orbit ‘r’), semakin tinggi
nomor atom maka energi ikat elektronnya semakin tinggi, dan juga semakin
jauh jarak elektron orbit terhadap inti maka energi ikatnya semakin tinggi.
Ilustrasi Gambar 1.7 pada kulit K, energi ikat elektron atom Wolfram (69,5 keV)
lebih tinggi daripada energi ikat elektron atom Hydrogen (13,5 keV), energi
ikat tersebut terkait dengan berbagai orbit elektron yang meningkat dengan Z
dan menurun dengan jarak dari inti r. Sekarang kita lihat tanda panah Energi
(eV), semakin menjauh dari inti energi ikat semakin besar, karena terdapat
tanda (-) yang menyatakan elektron (muatan negatif) terikat oleh inti yang
cenderung positif, yaitu proton bermuatan posisif dan neutron tidak
bermuatan. Disini seperti berkebalikan dengan hakikat ‘energi ikat’ yang
merupakan energi pemisahan elektron dengan inti, yang berarti memerlukan
energi tertentu untuk dapat melepaskan elektron, kita lihat energi ikat kulit K
Tungsten, untuk melepaskan elektron diperlukan energi dari luar atom minimal
69,5 keV, sedangkan untuk melepaskan elektron kulit L hanya diperlukan
minimal energi 11 keV, sehingga ‘terlihat’ kulit K mempunyai ikatan lebih erat
dengan inti daripada kulit L.
28 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 1.7

Diagram Level Energi Hidrogen dan Tungsten (Wolfram).

Partikel subatomik elektron memiliki muatan -1,6 x 10-19 Coulomb, atau


muatan relative -1 dan memiliki massa 9,1 x 10-31 kg, simbol e-. Proton memiliki
muatan +1,6 x 10-19 Coulomb, atau muatan relative +1 dan memiliki massa 1,7
x 10-27 kg, simbol p+. Neutron tidak memiliki muatan, memiliki massa 1,7 x 10-
27
kg, dan simbol n0.

2. Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang tidak
membutuhkan medium untuk merambatkan energi dengan pola perambatan
secara transversal, yang terdiri dari medan magnet dan medan listrik yang
merambat secara saling tegak lurus. Dapat dikatakan gelombang
elektromagnetik adalah radiasi, karena memindahkan energi tanpa melalui
medium, sehingga biasa disebut sebagai radiasi elektromagnetik. Gelombang
elektromagnetik merupakan gelombang transversal yang arah getarnya tegak
lurus dengan arah rambatannya, seperti ditampilkan pada Gambar 1.8.
Fisika Radiodiagnostik 29

Terdapat pula gelombang yang merambat secara longitudinal, yaitu


dengan pola rapatan dan regangan, satu panjang gelombangnya dihitung dari
awal rapatan pertama sampai ke akhir regangan berikutnya. Pola ini terjadi
pada gelombang suara, yang memindahkan energinya melalui resonansi
partikel-partikel medium yang dilewatinya. Gelombang suara merambat
memerlukan medium, demikian juga dengan gelombang suara ultra
(ultrasound) sehingga tidak dikategorikan sebagai radiasi.

Gambar 1.8

Karakteristik Gelombang Transversal

Gelombang elektromagnetik memiliki karakteristik gelombang pada


umumnya, yaitu memiliki cepat rambat, amplitudo, panjang gelombang, dan
frekuensi. Cepat rambat gelombang elektromagnetik mengikuti cepat rambat
cahaya, yaitu 3 x 108 m/s atau 3 x 108 km/s, artinya dalam waktu 1 detik (second)
gelombang elektromagnetik mampu melesat sejauh 300.000 kilometer.
Amplitudo adalah simpangan maksimum suatu gelombang ketika ia
merambat, amplitudo terpengaruh jarak, artinya semakin jauh perjalanan
gelombang, amplitudo akan semakin kecil atau melemah. Amplitudo
gelombang elektromagnetik sulit untuk didefinisikan, tapi perkiraannya untuk
berkas sinar-X, amplitudo berkaitan dengan intensitas berkas sinar-X yang
dikendalikan oleh faktor eksposi mA, semakin jauh perjalanan berkas sinar-X
maka akan semakin sedikit jumlahnya sesuai dengan hukum kuadrat jarak
terbalik (invers square law) 1/r2 dengan r adalah jarak perjalanan sinar-X dari
sumber menuju ke obyek. Saat merambat intensitasnya semakin berkurang
karena mengalami perlemahan (atenuasi) oleh partikel-partikel udara.
30 Fisika Radiodiagnostik

Panjang gelombang adalah jarak minimum antara dua titik pada


gelombang yang berperilaku identik, dengan satuan meter (m) dan
dilambangkan dengan λ. Salah satu penyelesaian bentuk gelombang sebelum
berulang disebut siklus dengan bentuk gelombang sinusoidal. Setiap siklus
terdiri dari dua pulsa, satu positif dan satu negatif. Istilah siklus memiliki asal
yang sama dengan lingkaran. Pada Gambar 1.9 Jika kita mulai awal dari puncak
gelombang, sampai puncak gelombang berikutnya, dan kemudian geser pulsa
negatif ke kiri di bawah pulsa positif, kita mendapatkan bentuk lingkaran.
Setiap siklus dalam rangkaian gelombang merupakan satu siklus lingkaran
atau disebut satu panjang gelombang.

(a) (b)
Gambar 1.10

(a) gelombang transversal satu siklus putaran sinusoidal terdiri dari pulsa positif sebagai
puncak (1800) dan pulsa negatif (1800) sebagai lembah gelombang,

(b) siklus positif dan siklus negatif digabung maka menjadi lingkaran dengan total siklus
3600

Panjang gelombang elektromagnetik yang merambat secara transversal


diilustrasikan pada Gambar 1.10 Perambatannya perpaduan antara medan
magnet dan medan listrik yang saling tegak lurus satu pola dengan amplitudo
sama. Kita tidak dapat melihat skema ini secara nyata, ini adalah skema
hitungan yang masih diakui sampai saat ini.
Frekuensi secara harfiah adalah banyaknya kejadian per waktu.
Gelombang elektromagnetik ketika merambat memiliki frekuensi yang
didefinisikan sebagai banyaknya panjang gelombang yang terjadi dalam waktu
satu detik, atau satu siklus per detik. Satuan frekuensi n/s, dengan n adalah
jumlah gelombang, dan s adalah waktu, atau Hertz (Hz). Jika ada 1 panjang
gelombang merambat dalam waktu 1 detik maka frekuensinya adalah 1 Hz,
jika 10 panjang gelombang merambat per 1 detik maka frekuensinya 10 Hz,
Fisika Radiodiagnostik 31

dan panjang gelombangnya akan semakin pendek atau semakin menyempit,


energinya akan semakin tinggi. Kita lihat kisaran frekuensi sinar-X pada
Gambar 1.11 misal kita ambil contoh frekuensi 1017 Hz (seratus quadrilyun atau
seratus ribu trilyun), yang berarti dalam waktu 1 detik terdapat getaran panjang
gelombang sebanyak seratus ribu trilyun yang merambat secara pola
transversal, panjang gelombangnya menjadi sangat pendek, yaitu 10 -10 meter
atau 1 Angstrom atau satu per sepuluh milyar, sekali lagi ini sulit untuk kita
bayangkan. Panjang gelombang yang sangat pendek tersebut mempunyai
energi yang sangat tinggi. Ketiganya dihubungkan dengan persamaan
matematika E= hf = hc/λ, dengan E adalah energi radiasi elektromagnetik, h
adalah tetapan Planck, c adalah kecepatan rambat cahaya, f adalah frekuensi
radiasi elektromagnetik, dan λ adalah panjang gelombang elektromagnetik.
Energi berbanding lurus dengan frekuensi, dan berbanding terbalik dengan
panjang gelombang. Energi semakin besar maka frekuensi akan semakin besar,
dan panjang gelombang akan semakin pendek. Ilustrasi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1.11 pada gambar gelombang yang warna merah.

Gambar 1.10

Ilustrasi Medan Magnet dan Medan Listrik yang

Saling Tegak Lurus pada Perambatan Gelombang Elektromagnetik

Kisaran panjang gelombang atau frekuensi untuk fenomena gelombang


disebut spektrum. Nama ini awalnya untuk spektrum cahaya tampak tetapi
sekarang ini dapat diterapkan ke seluruh spektrum elektromagnetik. Spektrum
elektromagnetik adalah rentang semua radiasi elektromagnetik, dari radiasi
panas (radiant heat) sampai sinar Gamma.
32 Fisika Radiodiagnostik

Jangan dibayangkan spektrum tersebut mempunyai batasan panjang


gelombang dan frekuensi yang tegas, tetapi dapat sedikit terjadi pergeseran
panjang gelombang dan frekuensi diantara panjang gelombang yang
berdekatan, beberapa jenis gelombang dapat melewati frekuensi gelombang
lainnya. Misalnya, panjang gelombang radio masuk ke rentang panjang
gelombang microwave, panjang gelombang cahaya tampak yang saling
bertumpuk, panjang gelombang sinar-X masuk ke rentang panjang
gelombang ultraviolet, tetapi tidak mungkin panjang gelombang sinar-X
masuk menyebrang melewati panjang gelombang ultraviolet ke rentang
panjang gelombang cahaya tampak, kemudian dapat terjadi panjang
gelombang sinar-X masuk ke rentang panjang gelombang sinar gamma, atau
panjang gelombang sinar gamma masuk ke rentang panjang gelombang
sinar-X. Untuk memudahkan memahami berikut ini gambaran spektrum
gelombang elektromagnetik.

Gambar 1.11

Spektrum Gelombang Elektromagnetik


Fisika Radiodiagnostik 33

Radiant heat atau radiasi panas masuk kategori low frequency, yaitu
frekuensi dibawah 104 Hz, dan panjang gelombang lebih panjang dari
gelombang radio. Gelombang ini dihasilkan dari getaran atom dan molekul
bahan pada jarak makroskopik.
Gelombang radio merupakan spektrum gelombang elektromagnetik
yang memiliki panjang gelombang 101 hingga 104 m dan frekuensi 109 hingga
104 Hz. Gelombang ini dihasilkan oleh elektron pada kawat penghantar, yang
menghasilkan arus bolak-balik pada kawat (antenna). Pada saat kita telepon
menggunakan handphone, gelombang radio dipancarkan melalui antenna
pemancar, transmitter, dan diterima oleh receiver, kemudian gelombang radio
dikonversi menjadi gelombang suara sehingga kita dapat mendengarkan suara
lawan bicara kita. Gelombang suara yang kita dengar bukan gelombang
elektromagnetik. Pada pemeriksaan di radiologi, gelombang radio
dimanfaatkan dalam pemeriksaan MRI.
Gelombang mikro (microwaves) merupakan gelombang elektromagnetik
yang memiliki panjang gelombang 10-3 hingga 10-1 m dan frekuensi 1011
hingga 109 Hz. Gelombang mikro dihasilkan oleh rangkaian osilator berbagai
alat elektronik melalui getaran atom dan molekul.
Inframerah (infrared), tepat dibawah cahaya merah, memiliki panjang
gelombang 10-7 hingga 10-3 meter dan frekuensi 1014 hingga 109 Hz,
diproduksi dari getaran atom atau transisi elektron. Setiap benda
memancarkan inframerah oleh karenanya dapat ditangkap kamera inframerah
meskipun tidak sejelas kamera yang memanfaatkan pantulan cahaya tampak
pada umumnya. Inframerah juga dimanfaatkan untuk transfer data.
Cahaya tampak (visible light) memiliki panjang gelombang 4x10-7 hingga
7x10-7 meter dan frekuensi 7.5x1014 hingga 4.3x1014 Hz, diproduksi dari getaran
atom atau transisi elektron. Eksistensi cahaya tampak kurang lebih 1/40 total
spektrum gelombang elektromagnetik. Kita dapat melihat cahaya tampak dari
warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu karena panjang
gelombangnya sesuai dengan kemampuan respon mata kita. Cahaya atau
warna merah memiliki energi paling rendah, dan ungu memiliki energi paling
tinggi. Oleh karenanya lampu dengan filter warna merah dimanfaatkan untuk
safelight di kamar gelap ketika kita sedang melakukan pengolahan film
radiografi, dengan bantuan safelight kita dapat melihat peralatan yang ada di
kamar gelap, tetapi tidak boleh kita berlama-lama mengolah film dibawah
safelight karena sifat film yang peka terhadap cahaya tampak, yang akan
berakibat timbul fog pada film, kurang lebih toleransinya 2 hingga 3 menit film
dapat terpapar safelight warna merah.
34 Fisika Radiodiagnostik

Ultraungu (ultraviolet), tepat di atas warna ungu, memiliki panjang


gelombang 10-8 hingga 7x10-7 meter dan frekuensi 1016 hingga 1014 HZ,
diproduksi dari getaran atom atau transisi elektron. Ultraviolet merupakan
radiasi dari sinar matahari yang dapat berpotensi menimbulkan kerusakan sel
kulit, ultraviolet juga dapat menimbulkan panas atau efeknya biasa disebut
‘burning rays of sun’.
Sinar-X memiliki panjang gelombang 10-11 hingga 10-8 meter dan
frekuensi 1019 - 1016 Hz, diproduksi dari transisi elektron (sinar-X karakteristik)
dan perlambatan atau pengereman energi kinetik elektron (Bremsstrahlung).
Sinar-X dengan energi 28 keV hingga 150 keV dimanfaatkan di pelayanan
radiodiagnostik, kita berteman akrab dengan sinar-X, tetapi harus diperhatikan
dengan seksama bahwa sinar-X dapat berpotensi merusak jaringan tubuh.
Sinar-X juga dimanfaatkan di pelayanan tindakan radioterapi dengan energi
250 keV. Energinya sangat tinggi sehingga sepanjang perjalanannya dapat
menimbulkan ionisasi materi yang dilewatinya, oleh karena itu sinar-X disebut
sebagai radiasi pengion.
Sinar Gamma (γ) memiliki panjang gelombang 10-13 hingga 10-10 meter
dan frekuensi 1019 – 1022 Hz, diproduksi dari transisi nuklir atau transisi inti
atom. Inti atom yang tidak stabil karena proton atau neutron atau keduanya
lepas dari inti, atau inti yang ditembak (ditambahkan) dengan neutron,
sehingga inti menjadi tidak stabil, dalam rangka mencapai kestabilan ia
meluruh menjadi unsur baru, dan proses tersebut sambil dipancarkan zat
radioaktif. Zat radioaktif yang dipancarkan selalu ada dipancarkan sinar
gamma, meskipun beberapa dipancarkan juga sinar α dan β tetapi tidak selalu
ada. Contohnya, Cobalt-60 (27Co60, ini adalah isotop dari 27Co59) yang
diproduksi di reaktor nuklir khusus yang memiliki ijin dari Bapeten (Badan
Pengawas Tenaga Nuklir, Indonesia), meluruh dengan waktu paruh 5,2713
tahun atau setiap 5,2713 tahun Cobalt-60 memiliki aktifitas separuh dari
semula. Meluruh memancarkan zat radioaktif β dengan energi 0,317 MeV, dan
sinar gamma dengan 2 energi masing-masing 1,17 MeV dan 1,33 MeV total
2,5 MeV. Setelah stabil Cobalt-60 menjadi unsur Nikel (28Ni60). Sinar gamma
dimanfaatkan dalam pelayanan tindakan radioterapi, yang memanfaatkan
radiasi energi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Meskipun sinar gamma
adalah radiasi pengion, ia tidak mungkin muncul dalam produksi sinar-X ketika
sedang dilakukan pemeriksaan radiografi menggunakan pesawat radiologi
konvensional dan CT Scan, karena untuk memproduksi sinar gamma
membutuhkan energi dalam orde Mega elektron Volt.
Fisika Radiodiagnostik 35

Dari uraian tersebut, kita dapat menentukkan jenis radiasi


elektromagnetik, yaitu pengion dan non pengion. Radiasi pengion adalah
sinar-X dan sinar gamma yang memiliki energi sangat tinggi sehingga memiliki
daya jangkau atau daya tembus yang paling tinggi sekaligus memiliki daya
rusak yang paling tinggi terhadap jaringan, dari spektrum elektromagnetik
lainnya.

3. Dosimetri Radiasi
Dosimetri radiasi adalah ilmu yang mempelajari berbagai besaran dan
satuan dosis radiasi. Dosis radiasi adalah kuantitas dari proses yang ditinjau
sebagai akibat negatif radiasi pengion yang mengenai materi atau obyek.
Faktor yang mempengaruhi besarnya dosis radiasi adalah jenis radiasi dan
bahan yang dikenai radiasi. Satuan radiasi yang sering disertakan dengan
besaran hasil pengukuran dan penghitungan (kalkulasi) dosis radiasi adalah
Roentgen, Gray, dan Sievert.
Definisi satuan Roentgen (R) adalah kemampuan radiasi sinar-X ataupun
sinar gamma (foton) yang menimbulkan ionisasi di udara pada keadaan normal
temperature pressure (NTP), biasa disebut sebagai dosis paparan di udara,
dengan persamaan matematika x = q/m, dengan x adalah paparan di udara
(R), q adalah jumlah muatan pasangan ion, dan m adalah massa satu kilogram
udara. Sebagai ilustrasi, ketika sinar-X keluar dari tabung sebelum mengenai
obyek, ia mengionisasi partikel udara yang dilewatinya, hasil pengukuran dosis
radiasi tersebut adalah besaran dosis paparan sinar-X dengan satuan
Roentgen. 1 Roentgen sama dengan 2,58x10-4 C/kg (Coulomb per kilogram
udara). 1 R sama dengan 1000 mR (milliRoentgen). Satuan Roentgen hanya
berlaku untuk jenis radiasi foton dan jenis medium udara. Roentgen
merupakan satuan tradisional dengan satuan internasional C/Kg.
Gray (Gy) adalah energi radiasi yang diserap obyek per satuan massa
obyek tersebut, dengan persamaan matematika D = E/m, D adalah dosis serap
dengan satuan Gy, E adalah energi radiasi yang diserap obyek, dan m adalah
massa obyek yang menyerap energi radiasi. Sehingga menjadi satuan Gy =
J/kg, artinya jika ada energi 1 Joule diserap oleh obyek dengan massa 1
kilogram maka dosis serapnya adalah 1 Gray. Gray dalam Joule per kilogram
adalah satuan internasional dengan satuan tradisional Rad (radiation absorbed
dose), 1 Gy sama dengan 100 Rad. 1 Gy sama dengan 1000 mGy (milliGray).
Satuan Gray dapat dikonversi ke satuan Roentgen, dengan faktor konversi 1
Roentgen sama dengan 0,00877 J/kg. Satuan ini berlaku untuk semua jenis
radiasi dan semua jenis obyek yang dikenai radiasi. Sebagai ilustrasi, sinar-X
36 Fisika Radiodiagnostik

yang mengenai tubuh pasien atau mengenai meja pemeriksaan, jika energi
sinar-X 1 Joule dan obyek yang menyerap bermassa 1 kilogram maka dosis
serapnya dihitung 1 Gray pada tubuh pasien ataupun pada meja pemeriksaan.
Demikian juga, jika sinar-X mengenai tubuh pasien pada bagian organ
reproduksi, organ abdomen, tulang, kulit, atau bagian tubuh lainnya, dosis
serapnya dihitung dalam satuan Gray.
Muncul pertanyaan, bagaimana penghitungan efek radiasi pengion
terhadap jaringan tubuh? penghitungan tersebut dihitung dengan satuan
Sievert (Sv). Satuan Sievert menyertai besaran dosis ekuivalen (H), yaitu
besaran dosis serap yang dapat menimbulkan efek negatif yang berbeda jika
jenis radiasinya berbeda, dengan persamaan H = D x WR. Jenis radiasi
ditentukan dengan faktor bobot radiasi (WR weighting radiation) seperti
ditampilkan pada Tabel 1.4 Sebagai ilustrasi, jika ada dua energi radiasi, sinar-
X dan partikel alpha (radiasi partikel) mengenai tubuh pasien pada bagian
organ reproduksi, dosis serapnya dihitung dalam satuan Gray, bobot jenis
radiasi untuk sinar-X jenis foton dibobot dengan nilai 1, dan bobot radiasi
untuk partikel alpha dengan nilai 20, maka peluang terjadinya kerusakan organ
reproduksi akan lebih besar jika terkena partikel alpha, yang kita sudah tahu
alasannya bahwa partikel alpha memiliki daya ionisasi atau daya rusak paling
tinggi terhadap obyek.
Satuan Sievert juga digunakan untuk dosis efektif, dengan persamaan
matematika H = D x WR x WT, D adalah dosis serap, WR adalah faktor bobot
radiasi, dan WT adalah faktor bobot jaringan tubuh. Sebagai ilustrasi, jika sinar-
X dengan energi 70 keV mengenai tubuh pasien pada bagian organ reproduksi
dan kulit, dosis serapnya dihitung dalam satuan Gray, bobot jenis radiasi untuk
sinar-X, jenis foton dibobot dengan nilai 1, kemudian kita lihat Tabel 1.5
jaringan tubuh pada organ reproduksi (gonads) dibobot dengan nilai 0,20, dan
kulit (skin) dibobot dengan nilai 0,01, maka yang berpotensi mengalami
kerusakan lebih besar adalah organ reproduksi karena organ reproduksi lebih
sensitif terhadap radiasi daripada kulit. Semakin besar nilai pembobotan
jaringan tubuh maka semakin besar peluang potensi terjadinya kerusakan. Efek
yang ditimbulkan oleh energi radiasi tertentu terhadap jaringan tertentu
disebut efek stokastik, tanpa memperhitungkan ambang batas energi, artinya
dosis radiasi sekecil apapun dapat berpotensi menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh, oleh karenannya ketika kita melakukan pemeriksaan radiografi
tidak boleh ada pengulangan pemeriksaan, tidak boleh mengatur luas kolimasi
penyinaran melebihi ukuran obyek yang diperiksa, dan harus memperhatikan
faktor eksposi sesuai obyek yang diperiksa. Sievert adalah satuan proteksi
Fisika Radiodiagnostik 37

radiasi, karena sudah menyertakan jenis radiasi dan sensitifitas jaringan tubuh
terhadap radiasi. Sievert adalah satuan internasional dengan satuan tradisional
Rem (radiation equivalen men). 1 Sv sama dengan 100 Rem.

Tabel 1.4

Faktor Bobot Radiasi dari International Commision On

Radiological Protection (ICRP) Tahun 2007

Tabel 1.5

Faktor Bobot Jaringan Tubuh dari International Commision On

Radiological Protection (ICRP)


38 Fisika Radiodiagnostik

B. TEKNIK PESAWAT RADIOLOGI

Pesawat radiologi atau pesawat sinar-X adalah sumber radiasi pengion


yang terdiri dari generator tegangan tinggi, panel kendali, tabung sinar-X,
kolimator, dan peralatan pendukung lainnya. Pesawat radiologi tersebut
digunakan untuk kegiatan Radiologi Diagnostik maupun Intervensional dan
memenuhi peraturan perundang-undangan atau penggunaannya harus ada
ijin dari Bapeten. Radiologi diagnostik adalah kegiatan yang berhubungan
dengan penggunaan semua modalitas yang menggunakan radiasi untuk
diagnosis dengan menggunakan panduan radiologi, dan radiologi
intervensional adalah cabang ilmu radiologi yang bertujuan melakukan terapi
dengan penanganan organ bagian dalam tubuh pasien dengan memasukkan
berbagai macam instrumen seperti kateter, kawat penuntun dan stent dengan
panduan citra diagnostik real time menggunakan sinar-X. Pesawat radiologi
terdiri dari beberapa jenis yang dijelaskan dibawah ini.
Pesawat sinar-X radiografi umum adalah pesawat sinar-X yang terpasang
secara tetap dalam ruangan untuk menghasilkan citra radiografi tubuh pasien
untuk pemeriksaan umum. Pesawat jenis ini digunakan untuk pemeriksaan di
ruang utama instalasi radiologi.
Pesawat sinar-X radiografi mobile dalam ruangan adalah pesawat sinar-X
yang dilengkapi dengan baterai charger atau tersambung langsung dengan
catu daya listrik, dan roda sehingga mudah digerakan untuk dibawa ke ruang
pemeriksaan pasien. Pesawat jenis ini digunakan untuk pemeriksaan di ruang
instalasi gawat darurat (IGD) dan ruang intensive care unit (ICU).
Pesawat sinar-X fluoroskopi adalah pesawat sinar-X yang memiliki tabir
atau lembar penguat fluorosensi yang dilengkapi dengan sistem video yang
dapat mencitrakan obyek secara kontinu. Pesawat jenis ini menggunakan
faktor eksposi mA rendah berkisar 1 mA hingga 5 mA dan waktu eksposi yang
lama berkisar 1 menit hingga 5 menit. Digunakan untuk pemeriksaan
menggunakan media kontras dan ditempatkan di ruang utama instalasi
radiologi. Menghasilkan dosis radiasi yang lebih tinggi daripada pesawat jenis
lainnya.
Pesawat sinar-X mamografi adalah pesawat sinar-X dengan energi radiasi
rendah yang secara khusus dipergunakan untuk pemeriksaan payudara
dengan obyek berada diantara film radiografi dan tabung sinar-X. Tidak seperti
jenis pesawat lainnya yang menggunakan target anoda Wolframat, pesawat
Fisika Radiodiagnostik 39

jenis ini menggunakan target Molybdenum untuk menghasilkan sinar-X,


karena faktor eksposi kVp yang digunakan rendah, berkisar 28 kVp hingga 40
kVp.
Pesawat sinar-X CT-Scan adalah pesawat sinar-X yang menggunakan
metode pencitraan tomografi dengan proses digital untuk membuat citra 3
(tiga) dimensi organ internal tubuh dari akuisisi sejumlah citra 2 (dua) dimensi.
Pesawat jenis ini menggunakan faktor eksposi kVp mAs lebih tinggi daripada
pesawat sinar-X jenis lainnya. Tabung sinar-X dan detektor reseptor citra
berada pada satu gantry.
Pesawat sinar-X gigi, ada 4 jenis, yaitu pesawat sinar-X gigi intraoral,
ekstraoral, panoramic, dan cephalometric. Pesawat sinar-X gigi intraoral adalah
pesawat sinar-X yang digunakan untuk pemeriksaan radiografi terhadap
kondisi gigi geligi tertentu, dengan posisi film atau sensor berada di dalam
mulut. Pesawat sinar-X gigi ekstraoral adalah pesawat sinar-X yang digunakan
untuk pemeriksaan radiografi struktur rahang dan tengkorak kepala, dengan
posisi kaset film atau sensor berada di dalam reseptor citra. Pesawat sinar-X
gigi panoramik adalah pesawat sinar-X gigi ekstraoral yang digunakan untuk
pemeriksaan radiografi struktur gigi geligi lengkap yang berada pada rahang
atas dan bawah, dengan mode penyinaran satu putaran penuh. Pesawat sinar-
X gigi cephalometric adalah pesawat sinar-X gigi ekstraoral yang digunakan
terutama untuk pemeriksaan radiografi kepala, dengan berkas sinar-X berasal
dari tabung insersi pesawat sinar-X gigi panoramik.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Jelaskan teori atom modern dan tuliskan simbol atom?


2) Sebutkan aturan atau prinsip yang membatasi konfigurasi elektron dalam
orbital?
3) Jelaskan tentang gelombang elektromagnetik?
4) Jelaskan bagaimana sinar-X dan sinar gamma menjadi radiasi pengion?
5) Jelaskan bagaimana cara menghitung dosis paparan, dosis serap, dan
dosis ekivalen?
6) Jelaskan pengertian dan jenis pesawat sinar-X?
40 Fisika Radiodiagnostik

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami arti istilah tersebut.
2) Anda dapat dapat membaca kembali bagian modul yang membahas
tentang aturan atau prinsip konfigurasi elektron.
3) Anda dapat menjelaskan dengan memahami teori gelombang
elektromagnetik.
4) Anda dapat menjelaskan dengan mempelajari spektrum energi
gelombang elektromagnetik.
5) Anda dapat menjelaskan dengan mempelajari rumus dan penghitungan
dosimetri.
6) Anda dapat menjelaskan dengan memahami pengertian dan jenis
pesawat sinar-X.

RINGKASAN

Teori atom yang masih bertahan sampai saat ini menyatakan bahwa
atom terbentuk dari subatomik elektron, proton, dan neutron. Elektron
mengelingi inti atom (nucleus) tersebar di masing-masing kulit dengan
energi ikat tertentu, terdapat elektron valensi yang merupakan elektron
terluar dari atom, dan kulit kosong yang tidak terisi elektron untuk
memungkinkan elektron valensi tereksitasi ke kulit tersebut. Persamaan
Schrodinger menerangkan kedudukan elektron di dalam atom, terdiri dari
bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum azimut (l), dan bilangan
kuantum magnetic (m), ketiganya saling berhubungan. Selanjutnya untuk
menentukan elektron dalam suatu orbital berdasarkan arah putannya yang
saling berlawanan, yaitu bilangan kuantum spin (s). Konfigurasi elektron
adalah gambaran penyebaran elektron yang paling mungkin kedalam
orbital-orbital kulit elektron. Aturan atau prinsip terkait hal tersebut adalah
Aturan Aufbau, Aturan Hund, dan Prinsip Larangan Pauli. Energi ikat elektron
adalah energi yang diperlukan untuk memisahkan elektron dari ikatan inti
menjadi elektron bebas. Energi ikat elektron terjadi karena interaksi gaya
elektromagnetik, sedangkan energi ikat proton dan neutron terjadi karena
interaksi gaya nuklir kuat.
Fisika Radiodiagnostik 41

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang tidak


membutuhkan medium untuk merambatkan energi dengan pola
perambatan secara transversal, yang terdiri dari medan magnet dan medan
listrik yang merambat secara saling tegak lurus. Dapat dikatakan gelombang
elektromagnetik adalah radiasi, karena memindahkan energi tanpa melalui
medium, sehingga biasa disebut sebagai radiasi elektromagnetik. Spektrum
elektromagnetik adalah rentang semua radiasi elektromagnetik, dari radiasi
panas (radiant heat) sampai sinar Gamma. Radiasi pengion adalah sinar-X
dan sinar gamma yang memiliki energi sangat tinggi sehingga memiliki daya
jangkau atau daya tembus yang paling tinggi sekaligus memiliki daya rusak
yang paling tinggi terhadap jaringan, dari spektrum elektromagnetik lainnya.
Dosimetri radiasi adalah ilmu yang mempelajari berbagai besaran dan
satuan dosis radiasi. Dosis radiasi adalah kuantitas dari proses yang ditinjau
sebagai akibat negatif radiasi pengion yang mengenai materi atau obyek.
Faktor yang mempengaruhi besarnya dosis radiasi adalah jenis radiasi dan
bahan yang dikenai radiasi. Satuan radiasi yang sering disertakan dengan
besaran hasil pengukuran dan penghitungan (kalkulasi) dosis radiasi adalah
Roentgen, Gray, dan Sievert.
Pesawat radiologi atau pesawat sinar-X adalah sumber radiasi pengion
yang terdiri dari generator tegangan tinggi, panel kendali, tabung sinar-X,
kolimator, dan peralatan pendukung lainnya. Pesawat radiologi tersebut
digunakan untuk untuk kegiatan Radiologi Diagnostik maupun
Intervensional dan memenuhi peraturan perundang-undangan atau
penggunaannya harus ada ijin dari Bapeten.

TES 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Konfigurasi elektron atom Wolfram 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p6 4d10
5s2 5p6 4f14 5d4 6s2.
Berapakah jumlah elektron yang menempati orbital kulit M ….
A. 2
B. 4
42 Fisika Radiodiagnostik

C. 8
D. 18
E. 32

2) Pada atom Wolfram untuk mengeluarkan salah satu elektron dari


orbitnya diperlukan energi foton dari luar minimal 11 keV, sehingga
menjadi elektron bebas.
Berapakah energi ikat elektron tersebut dalam keV ….
A. 69,5
B. 11
C. 10
D. 3,4
E. 2,5

3)

Pada gambar gelombang tersebut, perambatannya ditempuh dalam


waktu 1 detik.
Berapakah frekuensinya dalam Hz ….
A. 8
B. 4
C. 3
D. 2
E. 1
Fisika Radiodiagnostik 43

4)

Pada gambar spektrum gelombang elektromagnetik tersebut, terdapat


klasifikasi radiasi pengion dan non pengion.
Manakah yang termasuk radiasi pengion ….
A. Microgelombang
B. Inframerah
C. Cahaya tampak
D. Ultraviolet
E. Sinar-X

5) Pada pemeriksaan radiografi pelvis AP pasien dewasa, terukur dosis serap


10 mGy. Diketahui organ reproduksi memiliki WT sebesar 0,2 dan WR
foton sinar-X sebesar 1.
Berapakah dosis efektif organ tersebut dalam Rem ….
A. 2 x 10-1
B. 2 x 10-2
C. 2 x 10-3
D. 2 x 10-4
E. 2 x 10-5

6) Seorang pasien datang ke unit radiologi dengan membawa permintaan


pemeriksaan radiografi dari seorang dokter gigi. Permintaan tersebut
adalah pemeriksaan gigi molar 2 kanan atas, dengan suspek impaksi.
Manakah jenis pesawat sinar-X yang paling tepat digunakan ….
A. Gigi intraoral
B. Chepalometric
C. Radiografi umum
D. Radiografi mobile
E. Mammografi
44 Fisika Radiodiagnostik

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 2 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 2.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Bab 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus
mengulangi materi Topik 2 , terutama bagian yang belum dikuasai.
Fisika Radiodiagnostik 45

Kunci Jawaban Tes

Tes 1 1) D Kecepatan berlari 3,6 km/jam = 3600 meter/3600


second = 1 m/s = 1 ms-1. Kecepatan berjalan 1,8
km/jam = 1800 meter/3600 second = 0,5 m/s = 0,5
ms-1. Kecepatan total = 1+0,5= 1,5 ms-1

2) B Massa buku m = 1,5 x 103 gram = 1,5 Kg.


Ketinggian h = 3 x 102 cm = 3 meter. Gravitasi g =
10 m/s2. Energi potensial EP = mgh = 1,5 x 3 x 10 =
45 Joule

3) A Gaya yang menyebabkan suatu unsur menjadi


radioaktif adalah gaya nuklir lemah.

4) C Perpindahan energi panas dari tubuh pasien ke


gelas kaca thermometer yang ditempelkan
langsung adalah secara konduksi, karena keduanya
sama-sama zat padat.

5) E Gaya gesek internal pada fluida adalah viskositas.

Tes 2 1) D Konfigurasi elektron atom Wolfram 1s2 2s2 2p6 3s2


3p6 3d10 4s2 4p6 4d10 5s2 5p6 4f14 5d4 6s2 kulit M
adalah n=3, maka jumah elektronnya 2+6+10 =
18 elektron.

2) B 11 keV, karena energi ikat elektron dapat


didefinisikan sebagai energi minimal untuk
mengeluarkan elektron orbit.

3) D Dalam gambar terdapat 2 gelombang maka n=2,


merambat dalam waktu t = 1 second, sehingga
frekuensinya f = n/s = 2/1 = 2 Hz.

4) E Radiasi pengion dalam spektrum gelombang


elektromagnetik adalah sinar-X dan sinar gamma
yang memiliki panjang gelombang yang sangat
pendek dan energi sangat tinggi.
46 Fisika Radiodiagnostik

5) A Dosis serap D = 10 mGy = 10-2 Gy, WT = 0,2 =


2x10-1, WR = 1, maka Dosis Efektif = D x WT x WR =
10-2 x (2x10-1) x 1 = 2x10-3 Sv = 2x10-3 x 102 =
2x10-1 Rem.

6) A Pemeriksaan gigi molar 2 kanan atas


menggunakan film kecil yang dimasukkan ke
mulut pasien maka digunakan jenis pesawat sinar-
X gigi intraoral.
Fisika Radiodiagnostik 47

Glosarium

Gelombang : Perambatan energi dari satu tempat ke tempat


lainnya tanpa diikuti perpindahan partikel

Jam atom : Sebuah jenis jam yang menggunakan standar


frekuensi resonansi atom sebagai
penghitungannya. Frekuensi resonansi
menggunakan ruangan (chamber) berisi gas
terionisasi, pada umumnya caesium, karena
caesium adalah elemen yang digunakan untuk
definisi resmi detik internasional.

Kuark (quark) : Tidak pernah diteliti atau ditemukan secara


langsung. Kuark hanya ditemukan di dalam hadron,
gabungan antar kuark membentuk partikel
komposit bernama hadron. Partikel hadron yang
paling stabil berupa proton dan neutron didalam
inti atom. Hanya kuark yang memenuhi keempat
gaya fundamental, dan untuk setiap jenis kuark
terdapat jenis lawannya yaitu antikuark.

Makroskopik : Mengacu pada hal-hal besar yang terlihat


sedangkan istilah mikroskopik mengacu pada hal-
hal kecil yang tidak dapat terlihat.

Mekanika kuantum : Cabang ilmu dasar fisika yang menggantikan


mekanika klasik pada tingkatan sistem atom dan
subatom.

Medan magnet : Medan magnet adalah ruang di sekitar magnet


yang gaya tarik atau tolaknya masih dirasakan oleh
magnet lain. Medan medan dibentuk dengan
menggerakan muatan listrik (arus listrik) yang
menyebabkan munculnya gaya di muatan listrik
yang bergerak.
48 Fisika Radiodiagnostik

Medan listrik : Medan listrik adalah efek yang ditimbulkan oleh


keberadaan muatan listrik seperti elektron, ion,
proton dalam ruangan yang ada di sekitarnya atau
daerah di sekitar muatan listrik yang dapat terjadi
gaya listrik.
Fisika Radiodiagnostik 49

Daftar Pustaka

Ahmadi R, Handoko R, 2006. Fisika Kesehatan, Cetakan Kedua,


Yogyakarta, Mitra Cendekia Press.

Carroll, Quinn B, 2011. Radiography in The Digital Age: Physics,


Exposure, Radiation Biology, 2600 South First Street
Springfield, Illinois, USA, Charles C Thomas Publisher, Ltd.

D.R. Dance, S. Christofides, etc, 2014. Diagnostic Radiology


Physics : A Handbook for Teachers and Students. Vienna:
International Atomic Energy Agency.

Paul A Tipler, alih bahasa; Bambang Soegijono, Rachmat Adi W,


2002. Fisika, Jilid II, Jakarta, Erlangga.

Paul A Tipler, alih bahasa; Bambang Soegijono, Rachmat Adi W,


2001. Fisika, Jilid I, Jakarta, Erlangga.

Team Fisika UI, 2005. Diktat Fisika Dasar Rumpun Kesehatan UI,
Jakarta, Universitas Indonesia.
50 Fisika Radiodiagnostik
BAB 2

2
SINAR-X

Guntur Winarno, S.Si, M.Si.

PENDAHULUAN

S
inar-X merupakan radiasi pengion yang mempunyai energi sangat tinggi
dan panjang gelombang sangat pendek, serta memiliki sifat-sifat khusus
yang membedakannya dengan spektrum gelombang elektromagnetik
lainnya.
Setelah Anda mempelajari dan menguasai materi yang disajikan pada
Bab 2 ini, maka secara umum Anda akan memahami tentang sinar-X dan
mengaplikasikan pemahaman Anda untuk menunjang keberhasilan dalam
pemeriksaan radiografi. Secara khusus Anda akan mampu:
1. Menjelaskan awal mula ditemukannya sinar-X.
2. Menjelaskan fungsi bagian-bagian tabung sinar-X, fungsi sistem filter,
dan fungsi kolimator untuk pemeriksaan radiografi.
3. Menjelaskan fungsi faktor eksposi kVp, mA, s pada proses produksi sinar-
X dan aplikasinya dalam pemeriksaan radiografi.
4. Menjelaskan tube rating chart untuk pertimbangan menentukan faktor
eksposi pada pemeriksaan radiografi.
5. Menjelaskan proses produksi sinar-X karakteristik dan Bremstrahlung
serta menentukan energinya.
6. Menjelaskan kualitas, kuantitas dan sifat-sifat sinar-X.
7. Menjelaskan peristiwa hamburan koheren, efek fotolistrik, hamburan
Compton, dan produksi pasangan.
8. Menjelaskan atenuasi energi sinar-X, koefisien atenuasi linier, dan
koefisien atenuasi massa.
52 Fisika Radiodiagnostik

9. Menjelaskan efek fisika, efek kimia, dan efek biologi yang ditimbulkan
oleh sinar-X.
10. Menjelaskan mekanisme luminisensi yang terbagi menjadi fosforesensi
dan fluoresensi.
11. Menjelaskan efek fotografik oleh sinar-X terhadap kaset radiografi,
intensifying screen, film radiografi, imaging plate computed radiography,
dan detektor digital radiography.

Untuk memudahkan Anda dalam mempelajari dan menguasai materi


Sinar-X maka Bab 2 ini dibagi menjadi 3 topik:

Topik 1 : Produksi sinar-X


Topik 2 : Interaksi sinar-X dengan materi
Topik 3 : Efek sinar-X

Selamat belajar!
Fisika Radiodiagnostik 53

TOPIK 1

Produksi Sinar-X

P
roduksi sinar-X sangat penting kaitanya dengan pemeriksaan
radiografi untuk menunjang diagnostik medis. Selain untuk
menghasilkan citra radiografi dengan kualitas tinggi, juga sangat
penting memperhatikan dosis radiasi yang akan diterima pasien. Penggunaan
faktor eksposi kVp, mA, s yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas sinar-X
sangat perlu dipertimbangkan supaya tidak terjadi pengulangan pemeriksaan.
Mengetahui bagian dan fungsi tabung sinar-X, sistem filter, kolimator, rating
chart tube, proses produksi sinar-X hingga sifat-sifat sinar-X akan membuat
kita mempunyai pertimbangan khusus ketika akan melakukan pemeriksaan
radiografi.
Sebelum mempelajari hal-hal tersebut, ada baiknya kita tinjau dulu
sejarah penemuan sinar-X, karena bermula dari sini sehingga kita belajar
banyak hal tentang sinar-X dan belajar fisika radiodiagnostik.

A. PENEMUAN SINAR-X

Sinar-X ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang fisikawan bernama


Wilhelm Conrad Roentgen pada 8 Nopember 1895 yang pada saat itu sedang
melakukan percobaan di laboratoriumnya di Universitas Wurzburg, Jerman.
Menarik untuk diketahui bahwa radiasi sinar-X buatan manusia ditemukan
terlebih dulu daripada radiasi radioaktivitas alami yang ditemukan pada tahun
1896 oleh Henri Becquerel. Awalnya Roentgen melakukan percobaan untuk
mengetahui kemampuan sinar katoda menembus kaca dan interaksi reaksi
pada bahan fluoresen. Sinar katoda tersebut merupakan aliran elektron dari
eletroda logam yang dialiri tegangan listrik dalam tabung kaca. Roentgen
menggunakan tabung Crookes, berupa tabung kaca yang dilengkapi dua
elektroda logam, yaitu katoda atau elektroda negatif dan anoda atau elektroda
positif. Saat tabung Crookes yang dikelilingi karton hitam diaktifkan, Roentgen
memperhatikan kertas disamping tempat duduknya memendarkan cahaya,
54 Fisika Radiodiagnostik

kertas tersebut dilapisi barium platinosianida dan tidak berada dijalur aliran
sinar katoda. Roentgen segera menyadari pasti ada radiasi lain selain aliran
elektron dari tabung Crookes tersebut, dan memberi nama radiasi tersebut
sebagai sinar-X menunjukkan sinar tersebut sebagai sinar yang tidak diketahui.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang sinar-X yang baru ditemukan, pada
tahap berikutnya Roentgen bereksperimen dengan menempatkan material
yang berbeda kepadatan diantara tabung Crookes dan layar fluoresen pada
jarak tertentu, termasuk menempatkan timbal (Pb82), tangannya sendiri dan
tangan istrinya. Hasilnya, benda dengan kepadatan kecil tampak pada layar
sebagai bayangan parsial, timbal dengan kepadatan tinggi mampu
menghentikan sinar misterius tersebut sehingga tampak terang pada layar, dan
Roentgen semakin heran ketika dia dapat melihat tulang-tulang tangannya di
layar sedangkan jaringan lunak tangannya dapat ditembus oleh sinar-X
sehingga tidak tampak di layar, demikian juga dengan ‘foto Roentgen’ tangan
istrinya (Anna Bertha Ludwig), yang merupakan radiograf pertama sebagai
penanda lahirnya ilmu radiografi, seperti ditampilkan pada Gambar 2.1.
Roentgen menyimpulkan bahwa sinar-X melakukan perjalanan pada garis lurus
dan mampu menembus bahan yang kurang padat pada ketebalan tertentu.

(a) (b)

Gambar 2.1

(a) Wilhelm Conrad Roentgen (27 Maret 1845 – 10 Februari 1923), Penemu Sinar-X,
Menandai Dimulainya Era Fisika Modern yang Merevolusi Ilmu Kedokteran Diagnostik,
dan

(b) Radiograf Pertama dibuat pada 22 Desember 1895 dengan Paparan Radiasi Sinar-X
(eksposi) selama 4 menit
Fisika Radiodiagnostik 55

Bersama dengan tiga radiograf lainnya, dua bulan kemudian Roentgen


memperkenalkan proses radiografi dengan mempublikasikan penemuannya di
makalahnya “On a New Kind of Rays”. Atas penemuan itu, Roentgen menerima
hadiah nobel pertama dalam bidang fisika pada tahun 1901. Meskipun
penemuannya tidak disengaja, kita patut menghormati dan mengakui
kecerdasan ilmiahnya dan kesederhanaan yang luar biasa karena Roentgen
menolak untuk mematenkan penemuan sinar-X dan proses radiografinya
untuk keuntungan komersial.
Sejak saat itu, Sinar-X menjadi alat diagnostik yang sangat penting di
bidang kedokteran sampai saat ini karena dapat digunakan untuk melihat
bagian tubuh tanpa operasi pembedahan. Pesawat sinar-X portable (ukuran
kecil), pada Gambar 2.2, yang memproduksi radiasi sinar-X pertamakali
digunakan untuk diagnosis medis pada tahun 1896 di Massachusetts General
Hospital, Inggris. Saat Perang Balkan, juga digunakan untuk menemukan
peluru dan tulang patah dalam tubuh pasien.

Gambar 2.2

Pesawat Sinar-X Pertama, Bagian Konus (Kolimator) Sudah Dilengkapi Pb untuk Mengurangi
Radiasi Hambur Sinar-X, tetapi Bagian Rumah Tabung (Tube Housing) Belum Dilengkapi Pb

B. TABUNG SINAR-X

Ada 2 jenis tabung sinar-X, yaitu jenis anoda putar (rotating anode) dan
jenis anoda diam (stationary anode). Tabung sinar-X terdiri dari beberapa
bagian yang mempunyai fungsi masing-masing.
56 Fisika Radiodiagnostik

1. Katoda
Katoda merupakan filamen yang terbentuk dari lilitan kawat yang
memiliki tahanan tinggi agar mampu menahan panas yang dihasilkan dari
pemanasan arus filamen yaitu  5 Ampere (bagian kiri tabung pada Gambar
2.1 dan 2.2). Diameter lilitan filamen katoda  0.2 cm– 0.5 cm dan memiliki
panjang lilitan  1 cm. Bentuk ukuran filamen katoda akan menentukan ukuran
fokus. Untuk menahan panas tinggi, lilitan katoda terbuat dari logam
Wolframat (Tungsten) dengan nomor atom 74 (W74) yang memiliki titik lebur
tertinggi dari logam murni lainnya, yaitu titik saat logam berubah menjadi cair,
sekitar 34220C, dan kekuatan tarik tertinggi, yaitu kekuatan bahan saat
diregangkan atau ditarik sebelum bahan tersebut patah.
Filamen berfungsi sebagai sumber elektron thermionic, yaitu elektron
bebas yang dihasilkan dari pemanasan filamen katoda, atau elektron proyektil,
yaitu elektron yang diproyeksikan dan dipercepat menuju target anoda.
Filamen katoda berupa single focus untuk tabung sinar-X jenis anoda diam
(stationary anoda), dan double focus untuk tabung sinar-X jenis anoda putar
(rotating anoda). Filamen katoda double focus terdiri dari lilitan small focus dan
large focus, berhubungan dengan faktor eksposi mA dan ketajaman citra
radiografi. Pada pengaturan faktor eksposi mA besar maka filamen yang
mengalami pemanasan adalah lilitan large focus, jumlah elektron yang
diproduksi semakin banyak, dan area anoda yang ditumbuk elektron semakin
luas, akibatnya ketajaman citra radiografi mengalami penurunan (unsharpness),
demikian juga sebaliknya jika menggunakan mA kecil maka ketajaman citra
radiografi mengalami peningkatan. Di katoda terdapat focusing cup yang
berfungsi memfokuskan elektron dari katoda menuju ke anoda. Pada Gambar
2.3 ditampilkan skematik dan bentuk fisik katoda.

1) Single focus
anoda

single focus

2) Double focus

small focus

large focus
Fisika Radiodiagnostik 57

small focus

large focus

3)

Gambar 2.3

Filamen katoda

a) Single Focus

b) Double Focus, Terdapat 2 Lilitan Filamen,

c) Bentuk Fisik Filamen Katoda Double Focus

2. Anoda
Anoda atau target terbuat dari material yang memiliki nomor atom tinggi,
karena intensitas sinar-X sebanding dengan nomor atom target (Z). Contohnya
pada energi 100 keV, Lead (Z=82) mengkonversikan 1% energi kinetik elektron
proyektil menjadi sinar-X, tetapi Aluminium (Z=13) mengkonversikan hanya
0.1%. Anoda terbuat dari Wolframat yang memiliki nomor atom 74 dan titik
lebur 34220C, bahan anoda juga dapat dikombinasikan dengan bahan lain,
semisal tembaga berbentuk batang yang tersambung keluar tabung untuk
melepaskan ekses panas. Anoda yang terbuat dari Wolframat memiliki titik
lebur tinggi, bahkan tertinggi dari logam lainnya, sehingga mampu menahan
panas yang tinggi akibat tumbukan dengan elektron proyektil dan dapat
58 Fisika Radiodiagnostik

meminimalkan kerusakan anoda. Anoda sebagai penghantar panas yang baik,


yaitu mampu melepaskan panas dengan cepat, sangat sedikit mengalami
penguapan bahkan pada temperatur yang sangat tinggi sehingga atom-atom
tidak terlepas (boiled off) dari material anoda, boiled off akan menyebabkan
permukaan anoda menjadi rusak.
Anoda terdapat di dalam tabung insersi bagian kanan pada Gambar 2.4
dan Gambar 2.6. Anoda sebagai target terdiri dari jenis stationary anoda dan
rotating anoda. Bahan Wolframat dan kombinasi Tembaga untuk anoda harus
memiliki syarat, yaitu hubungan mekanisme yang baik agar bahan tetap rekat
dan tidak lepas, juga harus dapat dihubungkan secara elektrik dengan baik
agar tidak terjadi voltage drop yang besar. Tabung sinar-X dengan jenis
rotating anoda merupakan anoda yang sebelum terjadi eksposi, yaitu pada saat
switch tahap ready atau pemanasan filamen, anoda berputar dulu sampai
eksposi selesai, tegangan harus besar pada saat putaran normal yang
digerakkan oleh motor. Anoda dibuat miring 15°-40° disebut Gotzge line focus,
fungsinya mendapatkan effective focal spot size yaitu ukuran fokus yang
sekecil-kecilnya supaya diperoleh citra radiografi dengan detail dan ketajaman
yang tinggi, seperti ditampilkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4

Tabung Sinar-X Jenis Anoda Putar


Fisika Radiodiagnostik 59

Gambar 2.5

Jenis Anoda Putar

(a) Area Anoda Putar yang Ditumbuk Elektron Proyektil,

(b) Kemiringan Anoda Putar Menentukan Ukuran Fokus,

(c) Katoda Double Focus atau Double Filament

Gambar 2.6

Tabung Sinar-X Jenis Anoda Diam


60 Fisika Radiodiagnostik

Tabung sinar-X jenis stationary anoda pada Gambar 2.6 adalah anoda
yang sebelum terjadi eksposi, yaitu pada saat switch tahap ready atau
pemanasan filamen, anoda tidak berputar sehingga area tumbukan (fokus
aktual) tetap pada satu tempat, yang menyebabkan anoda cepat rusak karena
panas tidak menyebar ke seluruh permukaan anoda. Tabung jenis ini umumnya
digunakan pada pesawat sinar-X mobile unit atau system charger dengan
kapasitas mA rendah. Fokus aktual didefinisikan sebagai bidang target yang
nyata-nyata menjadi tempat tumbukan dengan elektron proyektil pada saat
eksposi, besanya bidang fokus aktual ditentukan oleh pengaturan faktor
eksposi mA.
Anoda dibuat miring 15°-40° disebut Gotzge line focus, fungsinya
mendapatkan effective focal spot size atau ukuran fokus yang sekecil-kecilnya.
Fokus efektif didefinisikan sebagai refleksi dari daerah target, tempat
tumbukan dengan elektron proyektil. Besarnya fokus efektif dipengaruhi oleh
besarnya ukuran sudut antara target dengan sumbu bidang elektron proyektil,
direfleksikan pada bidang central ray seperti ditampilkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7

(a) jika anoda memiliki sudut 450 terhadap bidang sepanjang sumbu tabung
Sinar-X, maka dimensi titik efektif untuk produksi Sinar-X akan sama
dengan daerah yang ditumbuk elektron proyektil.

(b) apabila sudut kurang dari 450, maka dimensi titik efektif untuk produksi
Sinar-X akan lebih kecil dari daerah yang ditumbuk elektron proyektil
Fisika Radiodiagnostik 61

3. Pelindung Tabung (Tube Envelope)


Pelindung tabung adalah sebuah tabung vakum yang memiliki 2
elektrode, yaitu anoda dan katoda, terbuat dari dinding kaca yang sangat kuat
(kaca pyrex) atau kaca Pb yaitu kaca yang memiliki nilai HVL setara dengan 2
mmPb, difungsikan untuk menyerap energi sinar-X yang tidak keluar melalui
window atau output port. Window terbuat dari material dengan nomor atom
rendah untuk melewatkan sebanyak mungkin sinar-X, biasanya digunakan
bahan Aluminium. Pelindung tabung memiliki titik lebur tinggi untuk menahan
panas selama proses produksi sinar-X. Dapat dikondisikan hampa udara  10-
6 mm Hg dan memberikan isolasi yang baik antara katoda dan anoda. Terdapat
window sebagai tempat lewatnya sinar-X menuju obyek pemeriksaan. Mudah
dibentuk untuk konstruksi pabrik.

4. Rumah Tabung (Tube Housing)


Rumah tabung terbuat dari campuran tembaga dan timah hitam (Pb)
untuk menahan berkas sinar-X yang tidak searah dengan window. Terdapat
window yang juga berfungsi sebagai filter untuk menahan energi rendah
radiasi Sinar-X. Sebagai tempat sumber daya (power source) untuk tabung jenis
anoda putar. Terdapat terminal tegangan tinggi dan sebagai isolator terhadap
tegangan tinggi. Rumah tabung dipasangkan secara tepat dengan pelindung
tabung (tube envelope), dan dipasangkan peralatan kolimator (pembatas luas
area berkas sinar-X pada pemeriksaan radiografi). Kolimator yang dipasangkan
pada rumah tabung ini bukan bagian dari tabung sinar-X. Rumah tabung berisi
minyak pendingin (cooling oil) untuk menyerap panas tinggi selama proses
produksi sinar-X. Contoh bentuk fisik tabung sinar-X ditampilkan pada Gambar
2.8.

(a) (b)
Gambar 2.8

Tabung sinar-X

(a) jenis anoda diam, dan

(b) jenis anoda putar


62 Fisika Radiodiagnostik

5. Rotor Anoda
Rotor anoda hanya terdapat pada tabung sinar-X jenis anoda putar, yang
berfungsi memutar anoda pada saat eksposi dan mengalirkan arus listrik dari
HTT (High Tension Transformator) menuju anoda untuk memutar anoda,
terbuat dari kombinasi logam tembaga dan Rhenium, juga berbagai logam
lainnya yang bersifat konduktor.

6. Stator Windings
Stator windings terbuat dari kombinasi logam tembaga dan Rhenium,
merupakan piranti tabung sinar-X yang berfungsi untuk memfiksasi anoda
agar tetap pada kedudukannya, karena apabila anoda bergeser dari
kedudukan semula maka akan menyebabkan distorsi citra radiografi yang tidak
diharapkan dalam pemeriksaan radiografi.

C. SISTEM FILTER

Hakekat filter adalah semua material yang menghalangi atau mengurangi


sejumlah paparan energi sinar-X menuju obyek. Fungsi filter untuk menyerap
energi sinar-X yang rendah sehingga energi sinar-X menjadi lebih homogen.
Energi sinar-X yang rendah tidak mampu menembus obyek, dan energi
tersebut akan diakumulasi oleh obyek sebagai dosis serap. Pada tabung sinar-
X terdapat sistem filter atau filtrasi yang terdiri dari Inherent filter (filter bawaan)
dan additional filter (filter tambahan). Inherent filter adalah filter yang tetap
atau paten pada tabung sinar-X, yaitu glass envelope, colling oil, dan window
yang mempunyai kemampuan menyerap energi sinar-X rendah, tergantung
spesifikasi dari pabrik pembuatnya, jumlah totalnya setara 1,5 mmAl.
Additional filter adalah filter tambahan berupa lempengan (plat) Aluminium
yang dapat dipasang ataupun dilepas, tepatnya diantara window dan
kolimator, variasi ketebalan 0,1 mm sampai 2 mm, tergantung heterogenitas
energi sinar-X yang keluar melalui window. Pesawat sinar-X yang beroperasi di
atas 70 kVp minimal harus memiliki total filtrasi setara 2,5 mmAl, jika inherent
filter 1,5 mmAl, maka perlu ditambahkan 1 mmAl diantara window dengan
kolimator.

D. KOLIMATOR

Kolimator dan additional filter bukan bagian dari tabung sinar-X.


Kolimator berfungsi membatasi bidang berkas sinar-X terhadap ukuran obyek
dalam pemeriksaan radiografi, sama seperti filer, ia membatasi dosis radiasi.
Fisika Radiodiagnostik 63

Manfaat pembatasan berkas sinar-X adalah untuk mengurangi dosis radiasi


yang diterima pasien dan meningkatkan kontras radiografi. Kolimator, seperti
ditampilkan pada Gambar 2.9, dirakit ke tabung sinar-X melalui window,
dilengkapi dengan 4 plat Pb yang saling paralel berlawanan, dapat diatur
berupa segi empat atau persegi panjang tergantung besarnya obyek yang
diperiksa. Visualisasi bidang sinar-X dicapai dengan cermin untuk
memantulkan cahaya tampak dari lampu kolimator, posisi bola lampu diatur
sedemikian rupa sehingga cahayanya terpantul memiliki asal yang sama
dengan titik fokus (focus actual), bidang cahaya yang diarahkan ke obyek
pemeriksaan kemudian ‘meniru’ bidang sinar-X yang sebenarnya, dengan kata
lain, cahaya lampu kolimator mewakili berkas sinar-X yang menuju obyek. Pada
kasus tertentu, cahaya lampu kolimator tidak sebangun dengan berkas sinar-
X, obyek yang kita periksa dan sudah diatur luas lapangan pemeriksaan
dengan lampu kolimator, ternyata pada hasil radiograf tidak sesuai dengan
obyek yang diperiksa, obyek pada citra ‘terpotong’, dan radiograf ditolak
(reject). Hal tersebut dapat terjadi karena kolimator tidak tegak lurus obyek,
bola lampu dengan cermin tidak pada kedudukan semula, juga penyangga
tabung dan tabung insersi tidak pada kedudukan semula.

(a) (b)
Gambar 2.9

(a) Skematik Kolimator Berkas Sinar-X,

(b) Bentuk Fisik Kolimator yang Dipasangkan dengan Tabung Sinar-X


64 Fisika Radiodiagnostik

E. FAKTOR EKSPOSI

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi


untuk produksi sinar-X, meliputi tegangan tabung atau kiloVoltage peak (kVp),
arus tabung (mA) dan waktu eksposi (s).

1. Tegangan Tabung Sinar-X (kVp)


Tegangan tabung (kVp) adalah satuan untuk menyatakan besaran
tegangan listrik yang diberikan antara katoda dan anoda pada proses produksi
sinar-X. Pada perputaran medan magnet generator AC (alternating current)
atau arus bolak-balik, aktual kiloVoltage dari arus yang di supply ke tabung
sinar-X bervariasi ke atas dan ke bawah dalam pola gelombang sinusoidal,
nilainya naik ke puncak dan jatuh kembali ke titik nol berulangkali, karena
kiloVoltage terus berubah secara konstan, maka perlu untuk mengukurnya dari
segi nilai rata-rata dan nilai puncak gelombang yang dicapai selama siklus
berulang, oleh karenanya muncul istilah kiloVoltage peak atau kVp, seperti
ditampilkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10

Grafik Gelombang Sinusoidal untuk Arus AC Menunjukkan bahwa Kilovoltage (kV) Berubah
Konstan, oleh karena itu, kV harus diukur sebagai rata-rata kV atau Diukur Puncak kV, yaitu
kVp

Fungsi kVp untuk menghasilkan daya tarik anoda terhadap elektron


bebas (electron thermionic) yang terkumpul pada filamen katoda, dapat
dikatakan merupakan energi potensial listrik (EP = qV) yang besarnya
dirancang sesuai kebutuhan dalam produksi sinar-X, dan sumber energi kinetik
(Ek = ½mv2) elektron proyektil, yang menentukan beda potensial atau
Fisika Radiodiagnostik 65

tegangan tabung antara katoda dan anoda, sekaligus juga menentukan


kualitas daya tembus sinar-X yang dihasilkan, atau kemampuan penetrasi
terhadap obyek. Pada pemeriksaan radiografi, semakin tebal dan rapat suatu
obyek maka semakin besar tegangan tabung yang digunakan, karena
dibutuhkan energi sinar-X yang tinggi untuk menembus obyek tersebut.
Semakin tinggi kVp maka akan semakin besar ‘dorongan’ kecepatan elektron
proyektil dari filamen katoda bergerak menuju target anoda, dan akan
dihasilkan energi sinar-X yang semakin tinggi. Saat diproduksi sinar-X
berenergi tinggi dengan kVp yang tinggi maka akan semakin besar pula radiasi
hambur yang diproduksi, akibatnya akan menurunkan kontras radiografi dari
skema hamburan Compton, hal ini dapat diminimalisir dengan penggunaan
Grid radiografi. Pengaruh kVp terhadap kualitas citra dapat diperlihatkan
dengan munculnya hamburan yang berupa image noise. Nilai kVp untuk
radiodiagnostik konvensional berkisar 30 kVp sampai 150 kVp. Energi sinar-X
yang diproduksi setara dengan kVp yang diatur pada saat pemeriksaan
radiografi, misalnya kita atur 70 kVp maka energi sinar-X maksimal yang
diproduksi adalah 70 keV, ini dapat dihitung dengan rumus persamaan Energi
Kinetik dengan Energi Potensial (EK = EP).
Pada pemeriksaan radiografi, penggunaan kVp dilakukan dengan
beberapa teknik, yaitu teknik kVp tinggi (high kVp technique), teknik kVp
optimum, teknik kVp sedang atau standar, dan teknik kVp rendah (soft tissue
technique). Indikator dari penggunaan teknik kVp tersebut adalah kontras
radiografi, jadi kVp merupakan pengontrol utama kontras radiografi.
Penggunaan teknik kVp tinggi bertujuan untuk meminimalisir
perbedaan densitas antar jaringan, batasan pengaturannya diatas 100 kVp,
digunakan pada obyek dengan ketebalan lebih dari 20 cm, dan mAs minimum.
Penggunaan teknik kVp tinggi akan menghasilkan kontras radiografi yang
rendah, karena banyak diproduksi radiasi hambur. Contoh dari penggunaan
teknik kVp tinggi pada pemeriksaan Thorax proyeksi postero anterior (PA),
akan dihasilkan radiografi dengan kontras radiografi rendah, citra iga (costae)
transparan dengan detil jaringan paru tinggi (optimal) karena energi sinar-X
yang tinggi akan lebih banyak menembus iga sehingga detil paru dibalik iga
akan tervisualisasi, iga cenderung lebih radiolucent (bandingkan dengan teknik
kVp standar yang akan terjadi lebih banyak penyerapan energi sinar-X oleh iga
sehingga iga akan tampak lebih detil dan cenderung radioopaque). Dosis
pasien sangat rendah karena penggunaan mAs yang kecil (kisaran 1 mAs
sampai 4 mAs).
66 Fisika Radiodiagnostik

Selanjutnya, teknik kVp optimum, yang digunakan untuk mengurangi


penggunaan mAs agar lebih kecil, untuk mengurangi dosis radiasi yang
diterima pasien. Batasan penggunaannya adalah nilai kVp tertinggi yang masih
dapat membedakan citra radiografi tulang dan jaringan lunak, pada kisaran
sampai dengan 90 kVp, dihasilkan kontras radiografi yang cenderung rendah,
tergantung pada penggunaan kVp. Contoh penggunaan teknik kVp optimum
pada pemeriksaan Thorax proyeksi postero anterior (PA), yang akan
menghasilkan radiograf dengan kontras radiografi rendah, tampak fog eksposi,
densitas radiografi paru meningkat, dan dosis pasien rendah. Penggunaan
teknik ini berkaitan dengan aturan praktis yang sederhana yaitu fifteen percent
kVp rule dan ten kVp rules. Fifteen percent kVp rule menyatakan bahwa
perubahan 15 persen dari kVp akan mengubah paparan sinar-X yang diterima
reseptor citra, yaitu film radiografi ataupun imaging plate, menjadi separuh dari
semula. Demikian juga dengan ten kVp rules, jika kVp dinaikan 10 dari semula,
maka mAs diturunkan separuh dari semula. Contoh fifteen percent kVp rule, jika
semula penggunaan faktor eksposi 80 kVp 20 mAs, kemudian kVp dinaikan
menjadi 15 persen dari semula, maka 80 x 0.15=12, sehingga menjadi 80+12=
92 kVp, dan mAs turun menjadi 20 x ½ = 10, sehingga menjadi 10 mAs. Faktor
eksposi semula 80 kVp 20 mAs, untuk menghasilkan nilai optical density yang
sama ke reseptor citra, menjadi 92 kVp 10 mAs, dengan faktor eksposi yang
baru tersebut citra radiografi yang dihasilkan relatif mempunyai densitas
radiografi yang sama tetapi dosis radiasi yang diterima pasien menjadi lebih
rendah. Fifteen percent kVp rule efektif untuk penggunaan mulai 80 kVp ke
atas. Untuk ten kVp rules juga dengan penghitungan yang sama, contohnya,
jika semula penggunaan faktor eksposi 50 kVp 10 mAs, kemudian kVp dinaikan
menjadi 10 dari semula, maka 50 + 10 = 60, sehingga menjadi 60 kVp, dan
mAs turun menjadi 10 x ½ = 5, sehingga menjadi 5 mAs. Faktor eksposi semula
50 kVp 10 mAs, untuk menghasilkan nilai optical density yang sama ke reseptor
citra, menjadi 60 kVp 5 mAs, dengan faktor eksposi yang baru tersebut citra
radiografi yang dihasilkan relatif mempunyai densitas radiografi yang sama
tetapi dosis radiasi yang diterima pasien menjadi lebih rendah. Ten kVp rule
efektif untuk penggunaan dibawah 80 kVp. Aturan kVp tersebut merujuk pada
jumlah foton sinar-X yang diproduksi di anoda terpengaruh oleh kVp2, artinya
kVp juga berpengaruh terhadap kuantitas sinar-X tetapi pengaruhnya sangat
kecil jika dibandingkan dengan mAs.
Teknik kVp sedang atau standar, digunakan untuk pemeriksaan radiografi
tulang pada umumnya, batasan penggunaannya dipilih kVp yang dapat
membedakan struktur tulang dan jaringan lunak secara tegas, dihasilkan
Fisika Radiodiagnostik 67

kontras radiografi yang tinggi. Contoh penggunaan teknik kVp standar pada
pemeriksaan Thorax proyeksi postero anterior (PA), dengan 70 kVp dan 8 mAs
sampai dengan 12 mAs, akan menghasilkan kontras radiografi yang tinggi
karena detil jaringan paru dan tulang proporsional, dan dosis pasien lebih
besar.
Teknik kVp rendah digunakan untuk memperlihatkan struktur jaringan
lunak (soft tissue), batasan penggunaannya dibawah 50 kVp, dihasilkan kontras
radiografi yang rendah. Contoh penggunaan teknik ini pada pemeriksaan os
nasal atau mammografi, citra radiografi cenderung radioopaque karena
densitas rendah. Pada kombinasi penggunaan mAs yang kecil maka dosis
radiasi yang diterima pasien menjadi rendah.

2. Arus Tabung (mA)


milliAmpere (mA) merupakan ukuran besaran arus listrik yang mengalir
melalui suatu rangkaian listrik atau satuan dari arus listrik. Ditinjau dari
persamaan yang menghubungkan arus listrik (I) dengan muatan elektron (q)
dan waktu (t), maka dapat dituliskan persamaan I = q/t dengan satuan Ampere
(1 Ampere = 1000 milliAmpere), yang menyatakan jumlah elektron yang
mengalir melewati konduktor (rangkaian listrik) per detik. Pada proses
produksi sinar-X, jika semakin tinggi pengaturan mA (di kontrol panel) maka
akan semakin besar laju aliran listrik yang lewat melalui filamen katoda dalam
tabung sinar-X, sehingga akan lebih banyak gesekan antar partikel elektron di
filamen katoda akibatnya filamen semakin panas (terbakar) dan akan
diproduksi elektron thermionik dipermukaan filamen katoda. Elektron
thermionik yang merupakan elektron bebas, jumlahnya dapat dihitung dengan
persamaan n = mAs/q (q = 1,6 x 10-19C), ini adalah jumlah elektron yang
tersedia untuk dialirkan dengan sangat cepat menuju ke target anoda. Ketika
kita menekan tombol eksposi secara penuh maka tegangan tabung bekerja,
menyebabkan elektron mendapatkan energi kinetik untuk mengalir sepanjang
lintasan antara katoda dan anoda. Aliran elektron tersebut adalah arus tabung.
Arus tabung mengalir sesuai waktu (second) yang kita atur di kontrol panel, jika
kita mengatur waktu 0,1 detik, maka selama 0,1 detik arus tabung mengalir,
dan selama 0,1 detik sinar-X diproduksi. Jumlah sinar-X yang diproduksi
tergantung pada mA yang kita atur, semakin besar mA maka jumlah elektron
thermionik semakin banyak, sehingga probabilitas tumbukan dengan target
anoda semakin besar, dan akan semakin banyak jumlah sinar-X yang
diproduksi. mA dapat dikatakan sebagai indikator kapasitas pesawat sinar-X,
atau unit pesawat sinar-X disebutkan namanya berdasarkan kapasitasnya,
68 Fisika Radiodiagnostik

misal Pesawat Sinar-X merk ‘Y’ kapasitas 100 mA, Pesawat Sinar-X merk ‘Z’
kapasitas 300 mA, Pesawat Sinar-X yang diterbitkan Ijin Penggunaan oleh
Bapeten minimal berkapasitas 100 mA.
Pada pemeriksaan radiografi, pertimbangan pemilihan mA diantaranya
yaitu pemilihan ukuran fokus (focal spot), pergerakan obyek yang diperiksa,
dan waktu eksposi (second) yang akan digunakan. Pemilihan mA besar akan
mengakibatkan area target anoda yang ditumbuk oleh elektron menjadi
semakin luas sehingga menjadi pemeriksaan radiografi dengan kombinasi
fokus besar, mengakibatkan citra radiografi yang dihasilkan menjadi tidak detil
dan tidak tajam yang dikenal dengan istilah geometric unsharpness. Pemilihan
mA besar terutama pada pemeriksaan radiografi yang mengutamakan kontras
radiografi, seperti pemeriksaan menggunakan media kontras, yaitu IVP, OMD,
colon in loop, Barium follow trough, dan pemeriksaan yang menggunakan
kolimasi besar seperti thorax, abdomen, pelvis, dll. Pada pemeriksaan obyek
bergerak, misal thorax paru, atau pada pasien yang tidak kooperatif karena
terus bergerak, misalnya pasien pasca kecelakaan lalu lintas di ICU atau balita
yang menangis, maka digunakan mA besar dengan kombinasi waktu eksposi
(s) yang singkat. Demikian sebaliknya, pada pemilihan mA kecil akan
menghasilkan citra radiografi yang lebih detil dan lebih tajam. Pada
pemeriksaan tulang ekstremitas, facial bone, sella tursica, mandibula,
digunakan mA kecil karena yang dibutuhkan adalah detil dan ketajaman citra,
dengan fokus kecil.
Penggunaan mA disarankan setinggi-tingginya 80% dari nilai mA
maksimum suatu pesawat sinar-X, dan kompensasi dengan kVp maksimum
yang dapat digunakan pada nilai mA yang dipilih (tube rating). Untuk faktor
keamanan tabung sinar-X, jika menggunakan kVp tinggi maka pilih mA rendah.
Apabila menggunakan kVp dan mA tinggi maka akan terjadi over exposure
yang menyebabkan terjadi produksi panas berlebih pada tabung sinar-X,
filamen katoda dapat putus karenanya.
mA (milliAmpere) menentukan kuantitas sinar-X yang dihasilkan. Semakin
besar arus yang diberikan, semakin banyak pula jumlah foton sinar-X. Hal ini
berpengaruh terhadap densitas radiograf dan dosis radiasi yang diterima
pasien. Nilai mA untuk radiodiagnostik konvensional berada pada rentang 30
mA sampai 500 mA. Umumnya digunakan 100 mA sampai 300 mA.
Fisika Radiodiagnostik 69

3. Waktu Eksposi (second)


Waktu eksposi dengan satuan second, disingkat ‘s’ yang artinya detik,
merupakan indikator lamanya waktu arus tabung mengalir, dan lamanya waktu
sinar-X diproduksi pada saat dilakukan eksposi. Semakin besar pengaturan
waktu eksposi maka sinar-X yang diproduksi semakin lama, ini digunakan
untuk obyek yang tidak bergerak. Untuk obyek bergerak maka digunakan ‘s’
yang singkat. Nilai ‘s’ untuk radiodiagnostik konvensional berada pada rentang
0.01 second sampai 5 second, berbeda dengan fluoroscopy yang
menggunakan waktu pemeriksaan yang lama karena mA yang kecil. ‘s’
dikombinasikan dengan mA, menjadi mAs (miliAmpere second), yaitu perkalian
nilai mA dengan nilai s, misal kita pilih faktor eksposi 100 mA dan 0,1 detik,
maka diperoleh 100 mA dikali 0,1 detik menjadi 10 mAs, yang merupakan
indikasi intensitas sinar-X yang keluar dari tabung sinar-X. mAs adalah satuan
untuk laju muatan elektron yang mengalir dalam tabung sinar-X, kemudian
setelah muncul sebagai sinar-X, menjadi paparan sinar-X dengan satuan
Roentgen per detik (R/s). Indikator dari pemilihan waktu eksposi adalah
movement unsharpness.
Contoh pemilihan waktu eksposi untuk organ yang tidak bergerak,
misalnya ekstremitas dapat menggunakan ‘s’ panjang. Untuk organ yang tidak
dapat dikontrol, tetapi gerakannya relatif lambat misalnya usus halus dan colon
dapat digunakan ‘s’ sampai 0,08 detik, untuk pemeriksaan paru-paru, gerakan
pernafasan relatif cepat tetapi gerakannya masih dapat dikontrol dapat
menggunakan ‘s’ sampai 0,03 detik. Untuk organ yang gerakannya cepat dan
tidak dapat dikontrol, misal jantung, pembuluh darah, disarankan
menggunakan ‘s’ 0,01 detik.

F. RATING CHART

Seiring bertambahnya usia tabung sinar-X, filamen katoda dan anoda


dapat terjadi kerusakan karena produksi panas yang tinggi dalam tabung.
Filamen katoda dapat putus dan anoda dapat mengalami keretakan, sehingga
produksi sinar-X menjadi tidak efektif. Pada jenis anoda putar, rotor dapat
mengalami kerusakan karena panas yang tinggi, pergerakannya untuk
memutar anoda menjadi tidak stabil dan selama eksposi target anoda
‘bergoyang’, hal ini akan mengakibatkan penurunan ketajaman citra radiografi.
Efek kumulatif panas yang terus menerus akan menyebabkan permukaan
anoda mengembang, retakan halus dan lubang terbentuk di permukaan anoda
di sepanjang jalur fokus, karena mekanik rotor tidak bekerja maka anoda tidak
70 Fisika Radiodiagnostik

berputar saat dibombardir oleh elektron thermionik. Seperti ditampilkan pada


Gambar 2.11, kerusakan anoda juga dapat disebabkan tanpa warming up
terlebih dulu ketika dilakukan eksposi, pada anoda yang cenderung sudah
dingin yang tidak digunakan untuk pemeriksaan dalam jangka waktu 24 jam,
sehingga panas yang tinggi dan tiba-tiba, akan membuat anoda menjadi retak.

Gambar 2.11

Kerusakan Anoda Karena Mekanik Rotor yang Tidak Bekerja dengan Semestinya dan
Perubahan Panas Tinggi yang Tiba-tiba

Untuk mengurangi dan mencegah kegagalan tabung sinar-X, ada skema


tube rating chart, yaitu grafik faktor keamanan tabung untuk mencegah
kerusakan tabung dengan mempertimbangkan penggunaan kVp dan mAs,
serta waktu jeda eksposi pertama dan kedua. Terdiri dari tiga bagian, yaitu
grafik radiografi (pertimbangan pemilihan faktor eksposi), pendingin anoda,
dan pendingin rumah tabung (tube housing). Pesawat sinar-X modern secara
umum sudah dilengkapi sistem tube rating yang mampu secara otomatis
mengunci dan mencegah setiap eksposi yang mungkin melebihi kapasitas
panas anoda. Dalam praktik sehari-hari grafik tersebut memang jarang
digunakan, namun grafik ini memberikan dasar pertimbangan radiografer
dalam menentukan faktor eksposi pemeriksaan radiografi yang akan
berpengaruh terhadap beban panas total dalam tabung sinar-X.
Fisika Radiodiagnostik 71

Kapasitas anoda dan rumah tabung untuk menahan dan menyimpan


panas diukur dalam satuan panas khusus, didefinisikan sebagai produk dari
faktor eksposi kVp, mA dan waktu eksposi ‘s’, yaitu satuan Heat Unit (HU),
dengan persamaan HU = kVp x mA x s. Untuk pesawat sinar-X yang diinstalasi
dengan tiga phase dan frekuensi tinggi akan menghasilkan panas sekitar 1,4
kali lebih besar daripada yang satu phase, sehingga faktor koreksi ditambahkan
ke persamaan menjadi HU = 1,4 x kVp x mA x s.

Gambar 2.12

Rating Chart Radiografi

Gambar 2.12 adalah rating chart radiografi untuk pesawat sinar-X tiga
phase, dengan kVp ditunjukkan pada sumbu vertikal, waktu eksposi ‘s’ pada
sumbu horisontal, dan mA ditunjukkan dengan garis grafik. Untuk menentukan
eksposi tertentu akan aman atau tidak, dengan cara mencari titik pertemuan
kVp dengan waktu eksposi yang akan digunakan pada pemeriksaan radiografi.
Jika titik pertemuan ada dibawah garis grafik mA maka faktor eksposi tersebut
aman digunakan, jika titik ini jatuh diatas atau sebelah kanan dari garis grafik
mA maka tidak aman karena akan dihasilkan panas berlebih pada anoda. Titik
pertemuan yang semakin jauh ke atas atau ke kanan dari garis grafik mA maka
semakin besar kapasitas panas tabung sinar-X. Contohnya, jika pada suatu
72 Fisika Radiodiagnostik

pemeriksaan radiografi kita akan menggunakan faktor eksposi 80 kVp 500 mA


0,1 s, pada faktor eksposi tersebut titik pertemuan antara kVp dan waktu
eksposi ‘s’ berada di atas garis grafik 500 mA, berarti faktor eksposi tersebut
tidak aman, demikian juga dengan faktor eksposi 80 kVp 400 mA 0,1 s, titik
pertemuan antara kVp dan waktu eksposi ‘s’ berada di atas garis grafik 400 mA.
Faktor eksposi yang aman apabila menggunakan 80 kVp dan 0,1 s dengan
kombinasi 300 mA, 200 mA, dan 100 mA, karena titik pertemuan kVp dan
waktu eksposi ‘s’ berada di bawah garis grafik ketiga mA tersebut Penggunaan
faktor eksposi 500 mA tidak dapat dikombinasikan dengan 80 kVp, karena
garis grafik 500 mA berada di bawah 80 kVp, berapapun waktu eksposi ‘s’ yang
dipilih tidak aman untuk tabung sinar-X. Penggunaan faktor eksposi 400 mA
dan 0,1 s hanya dapat dipilih maksimal pada 70 kVp. Penggunaan faktor
eksposi 80 kvp 400 mA hanya dapat dikombinasikan dengan waktu eksposi
maksimal 0,06 s. Rating chart spesifik untuk masing-masing tabung sinar-X,
tergantung ukuran filamen dan titik fokus pada setiap tabung.
Pada Gambar 2.13 adalah contoh rating chart pendinginan anoda, yang
serupa dengan rating chart pendinginan rumah tabung. Kapasitas panas total
tabung sinar-X ditunjukkan oleh titik awal kurva pada sumbu vertikal, yaitu
350.000 HU. Rating chart ini untuk menentukan eksposi kedua aman atau tidak
setelah dilakukan eksposi pertama dengan menghitung terlebih dulu total HU
pada setiap eksposi yang dilakukan, menggunakan rumus HU di atas. Temukan
titik di sepanjang kurva yang sesuai ke HU yang dihasilkan oleh eksposi
pertama. Dari titik ini, ikuti kurva jumlah waktu (sumbu horisontal) yang telah
berlalu sejak dilakukan ekpsosi pertama. Titik ini menunjukkan sisa panas pada
anoda. Tambahkan nilai HU yang dihasilkan oleh eksposi kedua, jika jumlahnya
melebihi kapasitas total (350.000 HU) maka eksposi kedua tidak aman.
Contohnya, pada eksposi pertama menghasilkan 125.000 HU, titik pada kurva
menunjukkan 3 menit. Kemudian dilakukan eksposi kedua tepat 2 menit
setelah eksposi pertama, menghasilkan 250.000 HU. Mulai dari titik 3 menit,
ikuti kurva dengan menambahkan waktu 2 menit, menjadi 5 menit. Pada titik
kurva 5 menit menunjukkan 75.000 HU yang tersisa di anoda dari eksposi
pertama. Kemudian tambahkan 75.000 HU dengan 250.000 HU menjadi
325.000 HU. Sisa panas di anoda 325.000 HU, dapat disimpulkan bahwa
eksposi kedua masih aman dilakukan karena belum melebihi kapasitas panas
total 350.000 HU. Jika eksposi pertama dan kedua dilakukan berurutan tanpa
waktu tunggu atau jeda, dengan menghitung HU eksposi pertama 125.000 HU
ditambah eksposi kedua 250.000 HU akan dihasilkan 375.000 HU yang
melebihi kapasitas panas total, sehingga tidak aman dilakukan.
Fisika Radiodiagnostik 73

Gambar 2.13

Rating Chart Pendinginan Anoda, yang Serupa dengan

Rating Chart Pendinginan Rumah Tabung

Sekarang kita hitung jika waktu tunggu 30 detik, akan dihasilkan tepat
350.000 HU, ini masih berpotensi tidak aman, sebaiknya waktu tunggu lebih
dari 30 detik. Dari contoh penghitungan tersebut kita dapat
mempertimbangkan bahwa tidak boleh dilakukan eksposi pertama dan kedua
dengan jeda waktu yang sangat singkat, untuk memberikan kesempatan waktu
anoda dan tabung mengeluarkan panas ke lingkungan.
74 Fisika Radiodiagnostik

G. SINAR-X KARAKTERISTIK

Sinar-X diproduksi sebagai konversi energi kinetik elektron thermionik


menjadi radiasi elektromagnetik. Produksi sinar-X ditentukan oleh pemilihan
faktor eksposi kVp, mA, dan s. Ketika kita menekan tombol ready pada switch
maka terjadi pemanasan filamen katoda oleh arus listrik (mA) sehingga
menyebabkan emisi thermionic, yaitu terbentuknya sekumpulan elektron
bebas di permukaan katoda. Kemudian ketika kita menekan tombol eksposi,
suatu beda-potensial listrik yang besar diberikan diantara dua elektroda dalam
tabung sinar-X, yaitu katoda dan anoda. Adanya tegangan tinggi (dalam orde
kV) yang bekerja diantara katoda dan anoda menyebabkan elektron
thermionik dari filamen katoda melesat dengan kecepatan tinggi menumbuk
target anoda, sehingga terjadi konversi energi kinetik elektron thermionik
menjadi energi sinar-X (analogi dengan ilustrasi Gambar 1.2). Sinar-X
dipancarkan ke segala arah menurut garis lurus dengan sifat sinar divergen
atau menyebar. Ada dua jenis, yaitu sinar-X karakteristik dan sinar-X
Bremstrahlung, kedua jenis sinar-X ini dibedakan dari proses terjadinya.
Peristiwa terbentuknya sinar-X karakteristik, diilustrasikan pada Gambar
2.14, ketika elektron thermionik dengan energi kinetik tertentu (sesuai kVp
yang kita gunakan) menumbuk target anoda, ia berinteraksi dengan elektron
orbit atom bahan anoda (W74 atau Mo42), probabilitas tumbukan paling besar
terjadi dengan elektron orbit kulit K, tetapi tergantung dari energi kinetik
elektron thermionik, saat terjadi interaksi tersebut maka terjadi penyerapan
energi kinetik elektron thermionik oleh elektron kulit K, apabila batas ambang
energi ikat elektron kulit K terlampaui maka elektron di kulit K tersebut akan
terlempar keluar, terjadi eksitasi, kekosongan terjadi di kulit K, oleh karena kulit
K harus terisi maksimal 2 elektron maka kekosongan tersebut akan diisi oleh
elektron di kulit sebelah luar, perpindahan elektron dari kulit sebelah luar
menuju orbit kulit K sambil dipancarkan energi elektromagnetik, yang disebut
sinar-X karakteristik. Penamaan sinar-X karakteristik tergantung pada elektron
orbit yang berpindah, mengisi kekosongan orbit sebelah dalam, jika yang
berpindah adalah elektron orbit satu tingkat di atas orbit yang kosong maka
penamaannya adalah ‘orbit yang kosong (dituju) dan berurutan diberi
tambahan α, β, γ’ tergantung dari posisi elektron orbit yang berpindah (ini
bukan sinar α, β, γ, tapi hanya untuk penamaan sinar-X karakteristik saja).
Contohnya, orbit L satu tingkat di atas orbit K, sinar-X karakteristik Kα terjadi
karena perpindahan elektron dari orbit L mengisi ke orbit K. Apabila yang
mengisi kekosongan orbit K adalah elektron dari orbit M, maka terjadi sinar-X
Fisika Radiodiagnostik 75

karakteristik Kβ. Jika Orbit L yang kosong diisi oleh elektron orbit M maka
terjadi sinar-X karakteristik Lα. Elektron orbit N mengisi ke orbit K maka terjadi
sinar-X karakteristik Kγ. Pada peristiwa produksi sinar-X karakteristik, elektron
orbit K tidak bisa mengisi orbit L, elektron orbit L tidak bisa berpindah ke orbit
M, karena elektron berpindah dari orbit K ke orbit sebelah luar adalah kejadian
penyerapan energi, sedangkan peristiwa terjadinya sinar-X karakteristik adalah
peristiwa pemancaran energi. Elektron berpindah dari orbit dalam ke orbit luar
apabila dia menyerap energi, dan berpindah dari orbit luar ke orbit dalam akan
memancarkan energi. Energi sinar-X karakterisitik disebut juga sebagai
discontinues energy karena tidak selalu terjadi saat kita melakukan eksposi,
energinya dihitung dari selisih energi ikat elektron yang berpindah ke orbit
yang dituju, ilustrasi grafik energi sinar-X karakterisitik ada pada Gambar 2.15.
Energi sinar-X karakteristik dihitung dari selisih energi ikat antara elektron
orbit yang berpindah dengan orbit yang dituju. Energi sinar-X karakteristik Kα
dihitung dari energi ikat elektron orbit K dikurangi energi ikat elektron orbit L.
Selain dihitung dari selisih energi ikat, energi sinar-X karakteristik juga
tergantung dari nomor atom, misal energi sinar-X karakteristik Kα yang
dihasilkan dari atom Wolfram atau Tungsten (W74) akan berbeda dengan atom
Molybdenum (Mo42), karena setiap atom punya ciri khas energi ikat tiap
elektronnya, seperti ditampilkan dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Gambar 2.14

Ilustrasi Terjadinya Sinar-X Karakteristik Kα


76 Fisika Radiodiagnostik

Tabel 2.1

Energi Ikat Elektron dari Beberapa Unsur

Pada Tabel 2.1 sinar-X karakteristik Kα pada target Wolframat (Tungsten)


tidak akan terjadi jika digunakan tegangan tabung dibawah 69,525 kVp
(menghasilkan energi kinetik elektron proyektil dibawah 69,525 keV), karena
untuk melepaskan elektron orbit K dibutuhkan energi kinetik elektron proyektil
minimal 69,525 keV sesuai energi ikat elektron tersebut. Contohnya, pada
suatu pemeriksaan radiografi digunakan faktor eksposi 68kVp maka dalam
berkas sinar-X yang diproduksi tidak ada sinar-X karakteristik Kα.

Tabel 2.2

Energi Ikat dan Energi Radiasi Sinar-X

Karakteristik K dari Beberapa Material Anoda


Fisika Radiodiagnostik 77

Gambar 2.15

Energi Sinar-X Karakteristik merupakan Discontinues Energy

H. SINAR-X BREMSTRAHLUNG

Sinar-X Bremstrahlung (pengereman dalam bahasa Jerman) terjadi


apabila elektron proyektil dengan kecepatan tinggi, masuk ke atom bahan
anoda, menuju ke inti atom, tarikan positif dari inti akan menyebabkan
pengereman atau perlambatan laju elektron proyektil. Perlambatan tersebut
karena energi kinetik elektron proyektil diserap oleh medan elektrostatis inti,
dan seketika dipancarkan sebagai sinar-X Bremstrahlung. Dapat dibayangkan,
ketika elektron proyektil masih dalam lintasan bebas dari filamen katoda
menuju target anoda, ia dengan kecepatan yang sangat tinggi (diperkirakan
1/3 dari kecepatan cahaya) kemudian masuk ke atom bahan anoda dan terjadi
gerakan melambat (slow motion) karena energi kinetiknya diserap oleh medan
elektrostatis inti. Selain pengereman, juga terjadi defleksi arah elektron
proyektil, semakin dekat dengan inti atom maka semakin besar energi kinetik
elektron proyektil diserap, semakin jauh dari inti maka semakin sedikit energi
kinetik diserap, dan sudut defleksi semakin besar, seperti diilustrasikan pada
Gambar 2.16. elektron proyektil yang energi kinetiknya hanya diserap
sebagian, maka ia masih dapat melanjutkan perjalanannya dan akan
berinteraksi dengan atom lainnya pada bahan anoda, sehingga energi
78 Fisika Radiodiagnostik

kinetiknya akan habis. Ada istilah stopping power (daya henti) untuk elektron,
yaitu materi yang dapat menghentikan laju elektron bebas dengan menyerap
habis energi kinetik elektron tersebut, dikonversi menjadi bentuk energi lain,
misal menjadi energi sinar-X dan energi panas.
Penyerapan energi kinetik elektron proyektil oleh medan elektrostatis inti
dapat terjadi secara total, yaitu terjadi pada elektron proyektil yang mampu
melaju sampai paling dekat dengan inti, misal kita atur 90 kVp, maka elektron
proyektil bergerak dengan energi kinetik 90 keV, jika elektron ini sangat dekat
dengan inti maka energi kinetiknya diserap total oleh medan elektrostatis inti,
dan seketika dipancarkan menjadi sinar-X Bremstrahlung dengan energi 90
keV, ini merupakan energi maksimal sinar-X yang diproduksi secara
keseluruhan. Pada contoh tersebut, seperti ditampilkan pada Gambar 2.17
energi sinar-X yang diproduksi mempunyai spektrum heterogen dari 0 sampai
90 keV, energi 90 keV jumlahnya paling sedikit tetapi justru itu yang diperlukan
untuk penetrasi ke obyek pemeriksaan, sedangkan energi yang lebih rendah
diserap oleh sistem filter dan sisanya akan diakumulasi oleh obyek sebagai
dosis serap.
Energi 90 keV jumlahnya paling sedikit, untuk energi yang jumlahnya
paling banyak ada pada kisaran 1/3 sampai ½ dari energi maksimal sinar-X,
jika energi maksimal sinar-X 90 keV, maka jumlah paling banyak adalah sinar-
X dengan energi 30 keV sampai 45 keV, sinar-X ini menyumbang sebagian
besar jumlah energi sinar-X keseluruhan yang diproduksi keluar dari tabung
menuju obyek pemeriksaan.
Fisika Radiodiagnostik 79

Gambar 2.16

Ilustrasi Produksi Sinar-X Bremstrahlung, Sudut Defleksi Elektron Proyektil Mempengaruhi


Besarnya Energi Sinar-X Bremstrahlung

Gambar 2.17

Spektrum Energi Sinar-X Bremstrahlung, Diproduksi dengan 90 kVp Menghasilkan Energi


Maksimal 90 keV yang jumlahnya paling sedikit
80 Fisika Radiodiagnostik

Sinar-X karakteristik yang merupakan spektrum discontinue energy terjadi


karena perpindahan atau transisi elektron orbit sebelah luar menuju ke orbit
sebelah dalam, sedangkan sinar-X Bremstrahlung yang merupakan spektrum
continue terjadi karena pengereman atau perlambatan elektron proyektil oleh
medan elektrostatis inti. Pada kejadian Bremstrahlung tidak terjadi interaksi
antar partikel bermuatan, hanya terjadi interaksi energi kinetik elektron
proyektil yang dikonversi menjadi energi sinar-X. Efisiensi pembentukan sinar-
X sangat rendah, tergantung pada tegangan tabung yang digunakan (kVp),
hanya kira-kira 0.5% hingga 1% dari seluruh energi kinetik elektron proyektil
berubah menjadi energi sinar-X, selebihnya berubah menjadi energi panas,
dari radiasi 1% tersebut hanya sekitar 10% merupakan radiasi sinar-X yang
dapat digunakan untuk pemeriksaan radiografi.

I. KUALITAS SINAR-X

Kekuatan atau kemampuan menembus obyek adalah nilai dari kualitas


sinar-X. Semakin kuat kemampuannya dalam menembus obyek, maka
kualitasnya semakin tinggi. Saat keluar dari tabung, foton sinar-X bergerak
dengan energinya masing-masing atau energi foton heterogen, dan dari
energi tersebut yang mempunyai kualitas paling tinggi adalah energi maksimal
(Emaks) yang nilainya setara dengan tegangan tabung (kVp), meskipun
jumlahnya paling sedikit tetapi energi maksimal tersebut yang akan berguna
untuk pemeriksaan radiografi. Setiap foton sinar-X mempunyai kemampuan
individual dalam menembus bahan, foton dengan energi rendah akan diserap
filter dan berkontribusi terhadap dosis pasien. Jumlah energi sinar-X yang
paling banyak berkisar 1/3 sampai dengan 1/2 dari energi maksimal (1/3 ~ 1/2
Emaks).
Pada saat dilakukan eksposi untuk memproduksi sinar-X, berapapun mAs
yang digunakan, jika kVp tetap, tidak akan mempengaruhi prosentase energi
maksimal dan energi menengah (1/3 ~ 1/2 Emaks) dalam berkas sinar-X. Kualitas
energi sinar-X dipengaruhi beberapa faktor diantaranya yaitu, kVp atau
tegangan tabung, sistem filter, dan rektifikasi penyearah arus listrik. Dalam
menentukan tegangan tabung (kVp) sebaiknya menggunakan tegangan
optimal yang mampu menghasilkan detail obyek dan kontras radiografi secara
seimbang. Pemilihan tegangan tabung tergantung pada ketebalan obyek, jenis
pemeriksaan radiografi, jarak pemeriksaan radiografi (FFD), dan perlengkapan
atau asesoris yang digunakan (grid radiografi, dibahas pada Bab 3). Meskipun
densitas radiografi dominan dipengaruhi oleh faktor eksposi mAs tetapi kVp
Fisika Radiodiagnostik 81

juga turut berkontribusi terhadap densitas radiografi, jika energi sinar-X


meningkat maka densitas radiografi akan menigkat, dan kontras subyek akan
mengalami penurunan. kVp menetukan energi rata-rata berkas sinar-X,
semakin tinggi kVp, maka energi menengah akan semakin meningkat, dan
daya tembus rata-rata berkas sinar-X akan semakin meningkat. Menggunakan
kVp rendah akan menghasilkan panjang gelombang sinar-X yang lebih
panjang daripada ketika kita menggunakan kVp tinggi yang akan
menghasilkan panjang gelombang semakin pendek dan daya tembusnya
semakin kuat sehingga kualitas energi sinar-X semakin tinggi.
Sistem filter berfungsi untuk menyerap foton sinar-X berenergi rendah.
Sedangkan foton yang berenergi tinggi akan diteruskan, dengan demikian
untuk pemeriksaan pasien dengan sinar-X tanpa filter, jaringan permukaan
kulit akan menerima dosis radiasi cukup besar, oleh karena itu untuk
melindungi jaringan permukaan kulit dari dosis yang terlalu besar, diperlukan
filter tambahan (filter additional) yang ditempatkan diantara tubuh pasien dan
tabung sinar-X, yaitu dipasangkan pada kolimator. Filter menjadikan berkas
sinar-X lebih homogen dan memiliki keseragaman daya tembus. Semakin tebal
filter, semakin homogen berkas sinar-X yang dihasilkan, dan semakin efektif
dalam pemanfaatannya. Filter mempengaruhi kualitas energi sinar-X. Intensitas
sinar-X sebelum melewati filter berupa berkas sinar-X yang heterogen (terdiri
dari berbagai panjang gelombang), foton sinar-X yang mampu melewati filter
hanya yang kuat saja, yaitu yang mempunyai panjang gelombang pendek
(energi tinggi), panjang gelombang lebih panjang akan diserap, sehingga
sinar-X yang melewati filter lebih homogen. Intensitas sinar-X akan berkurang,
tapi kualitasnya semakin meningkat. Pemasangan filter tambahan harus sesuai
rekomendasi dari hasil pengukuran kualitas berkas sinar-X.
Rektifikasi adalah penyearah arus pada rangkaian listrik pesawat sinar-X
yang dimodifikasi sedemikian rupa untuk memproduksi sinar-X dengan
kualitas tinggi. Beberapa sistem penyearah arus diantaranya ada half wave
rectification, full wave rectification, dan constant potential
rectification. Pengaruhnya, jika rektifikasi semakin baik yaitu dengan constant
potential rectification, maka intensitas yang dihasilkan akan semakin besar,
termasuk intensitas pada daerah energi menengah akan semakin besar,
sehingga energi rata-rata berkas sinar-X akan semakin tinggi. Rektifikasi
semakin baik maka fraksi energi kinetik elektron proyektil yang berubah
menjadi sinar-X akan semakin besar, kemudian jumlah energi menengah akan
semakin besar, sehingga energi rata-rata berkas sinar-X akan semakin besar.
82 Fisika Radiodiagnostik

J. KUANTITAS SINAR-X

Kuantitas sinar-X adalah intensitas berkas sinar-X dari sistem pencitraan


radiografi yang diukur dalam satuan Roentgen (R) atau milliRoentgen (mR).
Kuantitas sinar-X yang merupakan jumlah energi foton dalam berkas sinar-X,
nilainya berbanding lurus dengan mAs. Pada pemeriksaan radiografi jika faktor
eksposi lainnya tetap dan digunakan mA dua kali lipat, maka jumlah elektron
proyektil menumbuk target anoda menjadi dua kali lipat, dan karena itu jumlah
foton sinar-X yang dipancarkan menjadi dua kali lipat. Tingkat paparan yang
digunakan untuk menunjukkan laju intensitas sinar-X dinyatakan dalam satuan
mR/s, mR/menit, atau mR/mAs.
Intensitas sinar-X adalah jumlah foton yang terdapat dalam berkas,
pada suatu jarak tertentu dari suatu sumber, pada luas bidang tertentu dan
dalam batasan waktu eksposi tertentu. Intensitas berkas sinar-X ada tiga
bagian, yaitu intensitas ketika diproduksi, intensitas berkas sinar-X primer
(menuju obyek), dan intensitas berkas sinar-X sekunder (setelah menembus
objek) seperti ditampilkan pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18

Ilustrasi Intensitas Sinar-X


Fisika Radiodiagnostik 83

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya intensitas sinar-X adalah


waktu eksposi, arus tabung, tegangan tabung, dan sistem filter. Pemilihan
waktu eksposi (s) biasanya dibuat sesingkat mungkin dengan pertimbangan
untuk memperkecil dosis radiasi yang akan diterima obyek, dan unsharpnes
movement karena pergerakan obyek. Pada saat waktu eksposi ditingkatkan
dua kali lipat, dan faktor eksposi lainnya tetap, maka jumlah foton sinar-X yang
dihasilkan juga akan naik dua kali lipat, tapi energi foton sinar-X tidak berubah.
Oleh karena itu dengan mengubah waktu eksposi akan mengubah kuantitas
foton sinar-X, seperti ditampilkan pada Gambar 2.19, menunjukkan perubahan
spektrum sinar-X pada saat meningkatkan waktu eksposi ‘s’ dengan nilai mA
dan kVp tetap.

Gambar 2.19

Spektrum Energi Foton Sinar-X, Saat Waktu Eksposi ‘s’ Dinaikkan Dua Kali Lipat, dengan mA
dan kVp Tetap

Arus tabung (mA) mempengaruhi kuantitas sinar-X. Pemilihan nilai mA


menentukan jumlah sinar-X yang dihasilkan. Peningkatan dua kali nilai mA
akan meningkatkan dua kali jumlah foton sinar-X. Faktor eksposi mA tidak
mempengaruhi kualitas sinar-X karena panjang gelombang, dan juga energi,
84 Fisika Radiodiagnostik

tidak ikut berubah seiring dengan berubahnya nilai mA. Pada Gambar 2.20
menunjukkan perubahan spektrum sinar-X dengan variasi arus tabung 10 mA
dan 20 mA, pada nilai tegangan tabung (kVp) dan waktu eksposi (s) tetap. Pada
10 mA lebih sedikit diproduksi foton daripada 20 mA sehingga grafik 10 mA
lebih rendah, tetapi energi sinar-X (kualitas) tidak berubah.
Kenaikan mAs akan diikuti dengan banyaknya jumlah elektron proyektil
menumbuk target anoda, mempengaruhi banyaknya foton sinar-X dan
kuantitas sinar-X yang keluar tabung. Kuantitas sinar-X akan mempengaruhi
densitas radiografi karena semakin tinggi mAs yang digunakan akan semakin
banyak emulsi AgBr terurai sehingga pada akhirnya menyebabkan densitas
radiografi menjadi semakin tinggi (radiolucent). Kenaikan mAs akan mengikuti
kenaikan kVp yang digunakan untuk menghasilkan sebuah citra radiografi.
Pada obyek yang tebal supaya sinar-X dapat menembus obyek maka akan
digunakan kVp yang lebih tinggi, dan untuk mengimbanginya digunakan juga
mAs yang lebih tinggi secara proporsional. Penghitungannya menggunakan
persamaan I1 x mAs2 = I2 x mAs1 dengan I1 adalah intensitas awal pada
penggunaan mAs1 dan I2 adalah intensitas kedua pada penggunaan mAs2.

Gambar 2.20

Grafik Spektrum Energi Foton Berdasarkan Nilai mA


Fisika Radiodiagnostik 85

Beda potensial atau tegangan tabung (kVp) mempengaruhi kuantitas


sinar-X tidak sebesar pengaruh mA dan s, karena perubahannya
mempengaruhi panjang gelombang yang dihasilkan, dan mempengaruhi
spektrum energi sinar-X. Perubahan kVp akan mempengaruhi penetrasi,
radiasi hamburan, dosis pasien, dan terutama kontras radiografi. Hubungan
antara perubahan spektrum energi dengan beda potensial dapat dilihat pada
Gambar 2.21 di bawah ini.
Hubungan kuantitas sinar-X dengan tegangan tabung (kVp) adalah
kuantitas sebanding dengan kuadrat kVp, dengan persamaan I1 x (kVp2)2 = I2
x (kVp1)2 dengan I1 adalah intensitas awal pada penggunaan kVp1 dan I2 adalah
intensitas kedua pada penggunaan kVp2.
Sistem filter dalam tabung sinar-X akan mempengaruhi intensitas sinar-
X. Filter akan mengatenuasi intensitas sinar-X yang memiliki energi rendah, dan
meneruskan yang kuat, sehingga jumlah foton sinar-X yang menuju obyek
semakin berkurang. Seperti ditampilkan pada Gambar 2.17 di atas. Intensitas
sinar-X Bremsstrahlung sebelum difilter menunjukkan lebih dominan energi
rendah 0 keV sampai 10 keV sesuai garis putus-putus, berbanding terbalik
secara linier dengan energi maksimal. Setelah difilter intensitas sinar-X
mengalami atenuasi sesuai lengkungan garis, tapi energi maksimal tetap.

Gambar 2.21

Spektrum Energi Foton Sinar-X Terpengaruh oleh kVp


86 Fisika Radiodiagnostik

K. SIFAT-SIFAT SINAR-X

Sinar-X merupakan bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik,


sehingga tidak dapat dibelokan oleh medan magnet maupun medan listrik,
mempunyai sifat sebagai gelombang pada umumnya, dan mempunyai energi
yang sangat tinggi untuk merambat dengan pola perambatan transversal
tanpa ada medium apapun dengan kecepatan cahaya. Energi (E) sinar-X
berbanding lurus dengan frekuensi (f) dan berbanding terbalik dengan
panjang gelombang (λ).
Selain sifat tersebut, sinar-X mempunyai sifat khusus yang
membedakanya dengan spektrum gelombang elektromagnetik lainnya. Sinar-
X diproduksi melalui peristiwa transisi tingkat energi elektron orbital dan
penyerapan energi kinetik elektron proyektil, dalam tabung khusus. Sinar-X
dapat menembus bahan pada ketebalan dan kerapatan tertentu dengan energi
tertentu. Mengalami perlemahan (atenuasi) ketika melewati suatu medium
dengan skema penyerapan (absorbsi) dan hamburan (scattering).
Menimbulkan radiasi sekunder atau radiasi hambur ketika melewati medium.
Menyebabkan garam logam tertentu memendarkan cahaya, misal Calsium
Wolframat, Barium Platina Cyanida. Mampu menghitamkan emulsi film perak
bromida (AgBr). Keluar dari fokus menurut garis lurus kesegala arah, dan
mengionisasi gas atau udara sepanjang lintasannya. Sinar-X mampu
menimbulkan efek biologis, diawali dengan interaksi fisika, yaitu proses
ionisasi, elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi secara
langsung maupun tidak langsung dalam molekul organik sel hidup. Sifat ini
yang menginspirasi upaya proteksi radiasi dan keselamatan radiasi, tidak hanya
terhadap pasien, juga terhadap pekerja radiasi dan masyarakat umum. Hal
tersebut berkaitan dengan pertimbangan pemilihan faktor eksposi yang
optimum, untuk menghasilkan citra radiografi yang informatif untuk
kepentingan diagnosis medis, dengan meminamilisir dosis radiasi.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Jelaskan awal mula ditemukannya sinar-X dan siapa penemunya?


2) Sebutkan bagian-bagian tabung sinar-X dan jelaskan fungsinya!
3) Jelaskan bagaimana fungsi sistem filter dan kolimator pada pemeriksaan
radiografi?
Fisika Radiodiagnostik 87

4) Jelaskan bagaimana fungsi faktor eksposi kVp, mA, s pada proses


produksi sinar-X dan aplikasinya dalam pemeriksaan radiografi?
5) Jelaskan tentang tube rating chart untuk pertimbangan menentukan
faktor eksposi pada pemeriksaan radiografi!
6) Jelaskan bagaimana proses produksi sinar-X karakteristik dan
Bremstrahlung serta bagaimana cara menentukan energinya?
7) Jelaskan tentang kualitas, kuantitas dan sifat-sifat sinar-X!

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami sejarah penemuan sinar-X.
2) Anda dapat membaca kembali bagian modul yang membahas tentang
tabung sinar-X.
3) Anda dapat menjelaskan dengan memahami sistem filter dan kolimator.
4) Anda dapat menjelaskan dengan memahami faktor eksposi kVp, mA, s
pada proses produksi sinar-X dan aplikasinya dalam pemeriksaan
radiografi.
5) Anda dapat menjelaskan dengan memahami tube rating chart.
6) Anda dapat menjelaskan dengan memahami proses produksi sinar-X
karakteristik dan Bremstrahlung serta energi kedua sinar-X tersebut.
7) Anda dapat menjelaskan dengan memahami kualitas, kuantitas dan sifat-
sifat sinar-X.

RINGKASAN

Sinar-X ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang fisikawan


bernama Wilhelm Conrad Roentgen pada 8 Nopember 1895 yang pada saat
itu sedang melakukan percobaan di laboratoriumnya di Universitas
Wurzburg, Jerman.
Ada 2 jenis tabung sinar-X, yaitu jenis anoda putar (rotating anode) dan
jenis anoda diam (stationary anode). Tabung sinar-X terdiri dari beberapa
bagian, yaitu katoda, anoda, pelindung tabung (tube envelope), rumah
tabung (tube housing), rotor anoda, dan stator windings. Bagian-bagian
tabung tersebut mempunyai fungsi masing-masing dalam proses produksi
88 Fisika Radiodiagnostik

sinar-X untuk pemeriksaan radiografi. Filter dan kolimator tidak termasuk


bagian tabung sinar-X. Hakekat filter adalah semua material yang
menghalangi atau mengurangi sejumlah paparan energi sinar-X menuju
obyek. Fungsi filter untuk menyerap energi sinar-X yang rendah sehingga
energi sinar-X menjadi lebih homogen. Pada tabung sinar-X terdapat sistem
filter atau filtrasi yang terdiri dari Inherent filter (filter bawaan) dan additional
filter (filter tambahan). Kolimator berfungsi membatasi bidang berkas sinar-
X terhadap ukuran obyek dalam pemeriksaan radiografi, sama seperti filer,
ia membatasi dosis radiasi. Manfaat pembatasan berkas sinar-X adalah untuk
mengurangi dosis radiasi yang diterima pasien dan meningkatkan kontras
radiografi.
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
eksposi untuk produksi sinar-X, meliputi tegangan tabung atau kiloVoltage
peak (kVp), arus tabung (mA) dan waktu eksposi (s).
Untuk mengurangi dan mencegah kegagalan tabung sinar-X, ada
skema tube rating chart, yaitu grafik faktor keamanan tabung untuk
mencegah kerusakan tabung dengan mempertimbangkan penggunaan kVp
dan mAs, serta waktu jeda eksposi pertama dan kedua. Terdiri dari tiga
bagian, yaitu grafik radiografi (pertimbangan pemilihan faktor eksposi),
pendingin anoda, dan pendingin rumah tabung (tube housing). Pesawat
sinar-X modern secara umum sudah dilengkapi sistem tube rating yang
mampu secara otomatis mengunci dan mencegah setiap eksposi yang
mungkin melebihi kapasitas panas anoda.
Sinar-X diproduksi sebagai konversi energi kinetik elektron thermionik
menjadi radiasi elektromagnetik. Produksi sinar-X ditentukan oleh pemilihan
faktor eksposi kVp, mA, dan s. Ada dua jenis, yaitu sinar-X karakteristik dan
sinar-X Bremstrahlung, kedua jenis sinar-X ini dibedakan dari proses
terjadinya.
Kekuatan atau kemampuan menembus obyek adalah nilai dari kualitas
sinar-X. Semakin kuat kemampuannya dalam menembus bahan, maka
kualitasnya semakin tinggi. Kualitas energi sinar-X dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya yaitu, kVp atau tegangan tabung, sistem filter, dan
rektifikasi penyearah arus listrik. Kuantitas sinar-X adalah intensitas berkas
sinar-X dari sistem pencitraan radiografi yang diukur dalam satuan Roentgen
(R) atau milliRoentgen (mR). Kuantitas sinar-X yang merupakan jumlah
energi foton dalam berkas sinar-X, nilainya berbanding lurus dengan mAs.
Fisika Radiodiagnostik 89

Sinar-X merupakan bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik,


sehingga tidak dapat dibelokan oleh medan magnet maupun medan listrik,
mempunyai sifat sebagai gelombang pada umumnya, dan mempunyai
energi yang sangat tinggi untuk merambat dengan pola perambatan
transversal tanpa ada medium apapun dengan kecepatan cahaya. Energi (E)
sinar-X berbanding lurus dengan frekuensi (f) dan berbanding terbalik
dengan panjang gelombang (λ). Selain sifat tersebut, sinar-X mempunyai
sifat khusus yang membedakanya dengan spektrum gelombang
elektromagnetik lainnya.

TES 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Sinar-X ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang fisikawan Jerman


pada 8 Nopember 1895 yang saat itu sedang melakukan percobaan di
laboratoriumnya di Universitas Wurzburg, Jerman.
Siapakah fisikawan tersebut ….
A. Wilhelm Conrad Roentgen
B. Henri Becquerel
C. William Crookes
D. Anna Bertha Ludwig
E. Arthur Holly Compton

2)
90 Fisika Radiodiagnostik

Gambar tersebut adalah tabung sinar-X dan bagian-bagiannya.


Manakah yang berfungsi untuk menghasilkan sinar-X ….
A. 1
B. 2
C. 3
D. 4
E. 5

3) Upaya untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima pasien harus


diperhatikan walaupun pasien mendapatkan manfaat atas dilakukannya
pemeriksaan radiografi. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi
energi sinar-X yang rendah, yang akan sampai ke tubuh pasien, sehingga
energi sinar-X menjadi lebih homogen.
Apakah alat yang digunakan ….
A. Grid radiografi
B. Apron Pb
C. Kolimator
D. Gonad Shield
E. Filter Aluminium

4) Pada pemeriksaan radiografi kita harus mengatur luas lapangan


pemeriksaan sesuai obyek yang diperiksa. Hal tersebut dilakukan untuk
mengurangi dosis radiasi yang akan diterima pasien dan untuk
mempertinggi kontras radiografi.
Apakah alat yang digunakan ….
A. Grid radiografi
B. Apron Pb
C. Kolimator
D. Gonad Shield
E. Filter Aluminium

5) Pemeriksaan ossa manus untuk memperlihatkan fissure diperlukan


dengan beberapa teknik supaya menghasilkan radiograf sesuai
permintaan dokter dalam rangka menegakkan diagnosis medis. Salah
satunya radiograf harus menunjukkan detail dan ketajaman citra yang
optimal.
Bagaimana teknik eksposi yang Anda lakukan ….
Fisika Radiodiagnostik 91

A. Menggunakan mA tinggi
B. Menggunakan mA rendah
C. Menerapkan teknik kVp tinggi (high kVp technique)
D. Menerapkan teknik kVp rendah (soft tissue technique)
E. Kombinasi s yang sangat singkat dan mA tinggi

6) Tube rating chart memberikan kita dasar pertimbangan dalam


menentukan faktor eksposi pemeriksaan radiografi. Hal ini untuk
mencegah supaya tabung sinar-X tidak cepat mengalami kerusakan.
Bagaimana dapat terjadi kerusakan tersebut ….
A. Tabung sinar-X mengalami beban panas yang tinggi
B. Energi panas menyebar ke permukaan target anoda
C. Penggunaan faktor eksposi kVp yang rendah
D. Penggunaan faktor eksposi mAs yang rendah
E. Melakukan eksposi pertama dan kedua dengan jeda yang terlalu
lama

7) Pada pemeriksaan radiografi columna vertebrae lumbal proyeksi lateral


pasien dewasa digunakan faktor eksposi 90 kVp, 200 mA, 0,2 second.
Penggunaan faktor eksposi tersebut untuk menghasilkan sinar-X yang
mampu menembus ketebalan obyek yang besar.
Berapakah energi sinar-X Bremstrahlung yang terproduksi dalam keV ….
A. 3600
B. 200
C. 90
D. 40
E. 0,2

8) Pada pemeriksaan radiografi columna vertebrae lumbal proyeksi lateral


pasien dewasa, digunakan faktor eksposi kVp yang tinggi, berkisar dari
80 kVp hingga 90 kVp. Penggunaan faktor eksposi tersebut untuk
menghasilkan sinar-X yang mampu menembus ketebalan obyek yang
besar.
Apakah pertimbangan penggunaan faktor eksposi tersebut ….
A. Meningkatkan kualitas sinar-X
B. Meningkatkan kuantitas sinar-X
92 Fisika Radiodiagnostik

C. Meningkatkan kontras radiografi


D. Menghasilkan detail radiograf yang optimal
E. Supaya filamen katoda menghasilkan elektron thermionik yang
banyak

9) Pada pemeriksaan radiografi columna vertebrae lumbal proyeksi lateral


pasien dewasa, digunakan faktor eksposi mAs yang tinggi, berkisar dari
30 mAs hingga 40 mAs.
Apakah pertimbangan penggunaan faktor eksposi tersebut ….
A. Meningkatkan kualitas sinar-X
B. Meningkatkan kuantitas sinar-X
C. Meningkatkan kontras radiografi
D. Menghasilkan detail radiograf yang optimal
E. Supaya filamen katoda tidak panas berlebih

10) Sinar-X yang kita manfaatkan untuk pemeriksaan radiografi mempunyai


sifat-sifat khusus yang membedakannya dengan spektrum gelombang
elektromagnetik lainnya.
Manakah sifat tersebut ….
A. Tidak menimbulkan ionisasi
B. Mempunyai energi yang rendah
C. Diproduksi pada pemancaran zat radioaktif
D. Tidak dapat diserap oleh bahan
E. Dapat menguraikan AgBr
Fisika Radiodiagnostik 93

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 1 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 1.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan materi Topik 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi materi Topik 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
94 Fisika Radiodiagnostik

TOPIK 2

Interaksi Sinar-X dengan Materi

S
inar-X berinteraksi pada berbagai tingkat struktural materi melalui
mekanisme hamburan koheren, efek fotolistrik, hamburan Compton,
dan produksi pasangan. Materi yang dimaksud disini adalah pada
tingkat atomik dan sub atomik dengan pengaruh gaya elektromagnetik. Dua
interaksi yang kejadiannya sangat dominan dalam radiodiagnostik adalah
hamburan Compton dan efek fotolistrik, kontribusi keduanya saling
berkebalikan dalam menghasilkan kontras radiografi. Dibahas juga konsep
atenuasi, koefisien atenuasi linier, dan koefisien atenuasi massa untuk lebih
mudah memahami Bab 3 yang membahas pembuatan citra radiografi dan
kontras radiografi.

A. HAMBURAN KOHEREN

Hamburan koheren disebut juga hamburan Thomson (Thomson


scattering), dinamakan tersebut sesuai dengan nama penemunya, Fisikawan
Inggris J.J. Thomson yang dalam penelitiannya menemukan bahwa foton
berenergi rendah dapat diserap sebentar oleh satu elektron orbital yang terikat
dengan inti dan kemudian sesaat energi tersebut dipancarkan kembali.
Hamburan koheren (coherent scattering) terjadi akibat interaksi sinar-X dengan
materi pada tingkat energi rendah dibawah 10 keV, yaitu ketika incident photon
(energi foton sinar-X awal atau sinar-X primer), masuk secara substansial
menuju ke atom dan berinteraksi dengan elektron orbital yang mempunyai
energi ikat lebih tinggi daripada energi incident photon. Elektron orbital hanya
bergetar, naik sesaat ke keadaan teriksitasi kemudian kembali lagi ke keadaan
stabil sambil memancarkan energi yang nilainya sama dengan energi incident
photon. Besarnya energi dan panjang gelombang incident photon tidak
mengalami perubahan tetapi hanya mengalami defleksi dari arah asal
Fisika Radiodiagnostik 95

membentuk sudut tertentu, oleh karenanya muncul istilah koheren. Pada akhir
interaksi ini, elektron orbital tetap pada tempatnya dan atom tidak terionisasi,
seperti ditampilkan pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21

Thomson Scaterring
96 Fisika Radiodiagnostik

Pada Gambar 2.21 energi yang dipancarkan menyebar ke segala arah


secara acak menunjukan bahwa telah terjadi hamburan, mengingat bahwa
perjalanan sinar-X hanya dalam satu garis lurus, jika berubah arah maka telah
terjadi hamburan. Sinar-X yang telah mengalami hamburan dianggap sebagai
‘sinar-X baru’ yang berbeda dari incident photon.
Fisikawan Inggris lainnya, John Rayleigh, menemukan konsep yang sama
dengan J.J. Thomson, tetapi bedanya, untuk hamburan Rayleigh (Rayleigh
scattering) terjadi pada seluruh elektron orbital suatu atom yang secara kolektif
menyerap energi incident photon dan sesaat memancarkannya kembali
dengan arah yang berbeda dari arah awal incident photon, menjadi ‘sinar-X
baru’. Foton yang tersebar atau foton hambur dari interaksi hamburan koheren
mempunyai energi rendah, dan hanya sedikit sekali yang menembus keluar
dari obyek ke arah reseptor citra, perkiraan sekitar 3 persen dari semua foton
sinar-X yang mencapai reseptor citra, sisanya diserap oleh obyek melalui
skema efek fotolistrik. Gambar 2.22 Ilustrasi hamburan Rayleigh.

Gambar 2.22

Rayleigh Scattering
Fisika Radiodiagnostik 97

Probabilitas kejadian hamburan koheren atau hamburan elastis


meningkat pada elektron orbital dengan energi ikat tinggi, yang berarti
elektron atom dengan nomor atom tinggi, dan incident photon dengan energi
relatif rendah. Artinya, jika koefisien atenuasi massa ‘µ/ρ’ meningkat dengan
kenaikan nomor atom medium (~Z2) maka peluang kejadian hamburan
koheren akan semakin besar, dan akan menurun jika energi incident photon
semakin tinggi, dituliskan dengan persamaan matematis Cs = µ/ρ dan Cs =
1/hf, dengan Cs adalah coherent scattering dan ‘hf’ adalah energi foton.
Interaksi hamburan ini terjadi pada semua energi sinar-X, namun
probabilitasnya tidak lebih dari 10% dari seluruh proses interaksi dalam
rentang energi radiodiagnostik.

B. EFEK FOTOLISTRIK

Efek fotolistrik atau penyerapan fotolistrik (photoelectric absorbtion)


sangat penting untuk pembentukan citra radiografi dan pemilihan bahan
untuk upaya proteksi radiasi. Pada kejadian efek fotolistrik, atom obyek atau
tubuh pasien akan menyerap total incident photon sinar-X. Pada awalnya,
incident photon masuk ke dalam atom dan berinteraksi dengan elektron orbit
terdalam. Elektron orbit akan menyerap semua energi yang dibawa oleh foton
sinar-X, sehingga tiada lagi yang tersisa, tidak ada lagi radiasi sekunder atau
energi hamburan yang tersisa. Elektron orbital yang bergerak mengelilingi inti
dengan energi ikatnya, menyerap energi incident photon, kemudian ia akan
bergetar dengan sangat kuat dan bila energi ikatnya terlampaui ia akan
semakin bergetar dan mempercepat gerakannya hingga akhirnya terlempar
keluar dari orbit karena dorongan energi ekstra dari incident photon, peristiwa
ini dipengaruhi oleh gaya elektromagnetik. Max Plank menemukan bahwa
setiap orbital dikaitkan dengan tingkat energi tertentu, ketika sebuah elektron
bertambah cepat dalam pergerakannya sehingga melebihi ‘energi orbital yang
sudah ditetapkan’, ia dapat bergetar dengan sangat kuat sehingga ia
mengguncang sendiri keluar dari orbitnya, dan keluar dari atom. Elektron yang
dikeluarkan dari atom dengan cara ini disebut fotoelektron (photoelectron),
yaitu elektron yang telah ‘menangkap’ foton. Fotoelektron akan segera
berinteraksi dengan atom lain di dalam jaringan obyek, dan tidak pernah
menembus keluar dari tubuh pasien. Oleh karena itu, mereka tidak dapat
mencapai reseptor citra dan tidak berpengaruh terhadap material penyusun
98 Fisika Radiodiagnostik

reseptor citra, ini akan menentukan kontras subyek (dibahas pada Bab 3).
Analogi ini terjadi pada bahan yang digunakan untuk upaya proteksi radiasi,
dengan ketebalan bahan tertentu, dan energi sinar-X tertentu yang
mengenainya akan diserap habis oleh bahan tersebut.
Sejumlah energi dari incident photon yang sama dengan energi ikat
elektron orbit harus dihabiskan untuk mengeluarkan elektron dari orbitnya.
Jumlah kecil energi yang tersisa langsung dikonversi menjadi energi kinetik
untuk menggerakan fotoelektron. Secara matematis dapat dituliskan menjadi
persamaan Ep = EB + Eke, Ep adalah energi incident photon, EB adalah energi
ikat (binding energy) elektron orbital yang merupakan nilai absolut, dan Eke
adalah energi kinetik elektron yang dikeluarkan dari orbit atau fotoelektron.
Menurut hukum kekekalan energi, energi kinetik fotoelektron harus mencakup
sisa energi yang tidak digunakan untuk mengeluarkan elektron dari orbitnya.
Sebagai contoh, energi incident photon sinar-X 40 keV masuk ke dalam atom
Barium dengan komposisi Barium enema pada pemeriksaan media kontras,
dan berinteraksi dengan elektron orbit K yang mempunyai energi ikat –37 keV
(tanda negatif (-) adalah tanda ia terikat oleh inti atom), elektron orbit K akan
terpental keluar dengan energi kinetik sebesar 40 keV - 37 keV = 3 keV. Energi
kinetik 3 keV tersebut digunakan untuk menggerakan fotoelektron, bukan
sebagai energi sinar-X hambur. Pada efek fotolistrik, energi incident photon
yang tersisa setelah digunakan untuk mengeluarkan elektron orbit, selalu
dikonversi menjadi energi kinetik fotoelektron, jadi tidak ada hamburan.
Probabilitas kejadian efek fotolistrik berhubungan dengan nomor atom
bahan atau medium atenuasi (Z), energi incident photon (E), dan kerapatan
bahan atau medium atenuasi (ρ), dalam persamaan matematika PE = Z3 ρ/E3,
dengan PE adalah photoelectric absorbtion. Kerapatan bahan ρ berbanding 1:1
dengan kejadian efek fotolistrik. Oleh karena itu, jika Z dinaikan 2 kali, maka
efek fotolistrik akan meningkat 8 kali dari semula, karena Z3 = 23 = 8, dan
energi incident photon akan berkurang 8 kali dari semula. Artinya, jika nomor
atom dan kerapatan bahan semakin tinggi maka kejadian efek fotolistrik
semakin tinggi, karena efek fotolistrik berbanding lurus dengan nilai Z3 dan ρ.
Sedangkan peluang terjadinya efek fotolistrik akan semakin menurun jika
energi incident photon semakin besar, karena keduanya saling berbanding
terbalik, dan bergeser menjadi hamburan Compton.
Fisika Radiodiagnostik 99

C. HAMBURAN COMPTON

Hamburan Compton (Compton scattering) atau efek Compton ditemukan


oleh fisikawan Amerika Arthur Holly Compton dan diberi nama sesuai
namanya. Dalam percobaannya, Compton berkesimpulan bahwa gelombang
elektromagnetik mempunyai sifat kembar, yaitu sebagai gelombang dan
sebagai materi atau partikel, yang dikenal dengan dualisme sifat gelombang
elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dihitung sebagai partikel yaitu
pada peristiwa efek fotolistrik dan efek Compton. Interaksi Compton juga
dikenal sebagai hamburan termodifikasi dan hamburan yang tidak koheren.
Kedua istilah tersebut mengacu pada keadaan foton sinar-X yang terhambur,
yang telah dimodifikasi energinya dari energi incident photon dan oleh karena
itu memiliki energi baru yang tidak koheren dengan aslinya. Hamburan
Compton mendominasi terbentuknya radiasi hambur pada rentang energi
radiodiagnostik, kontribusinya sangat besar terhadap penurunan kontras
radiografi (dibahas pada Bab 3).
Probabilitas kejadian hamburan Compton ada di orbit terluar atom yang
masih terisi elektron atau elektron valensi, yaitu ketika elektron valensi
berinteraksi dengan incident photon sinar-X dan menyerap hanya sebagian dari
energinya. Penyerapan energi incident photon oleh elektron valensi
menyebabkan atom terionisasi. Energi incident photon yang tersisa seketika
dipancarkan kembali ke segala arah secara acak sebagai energi ‘sinar-X baru’
dan mengalami defleksi dari arah asalnya. Energi sinar-X yang tersebar setelah
berinteraksi dengan atom bahan atau obyek harus dianggap sebagai energi
‘sinar-X baru’, yang berbeda cara kemunculannya dengan sinar-X yang
diproduksi oleh interaksi di anoda dalam tabung, yang merupakan incident
photon atau sinar-X primer. Sinar-X hamburan Compton memiliki energi (E)
dan frekuensi (f) lebih rendah, dan panjang gelombang (λ) lebih panjang
daripada sinar-X primer, yang membuatnya termodifikasi dan tidak koheren
dari aslinya.
Perubahan panjang gelombang foton hambur dapat ditentukan dengan
persamaan matematis λ2 – λ1 = h/mec (1- cos θ), dengan λ1 adalah panjang
gelombang incident photon, λ2 adalah panjang gelombang foton hambur, θ
adalah sudut foton hambur, me adalah massa elektron, c adalah kecepatan
cahaya, mec adalah momentum (P = mc) saat incident photon berinteraksi
dengan elektron orbit dan incident photon dianggap sebagai partikel, h/mec
adalah panjang gelombang Compton, seperti ditampilkan pada Gambar 2.23.
100 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 2.23

Ilustrasi Peristiwa Compton Scattering

Selain menghasilkan ‘sinar-X baru’ pada peristiwa hamburan Compton


juga menghasilkan recoil electron yang merupakan elektron bebas yang
terpental keluar orbit dengan energi kinetik dari sisa energi incident photon,
seperti ilustrasi pada Gambar 2.23. Jadi, energi incident photon (Ep) dikonversi
menjadi energi hamburan Compton (ES), digunakan untuk melepaskan
elektron orbital sesuai energi ikat elektron (EB), dan dikonversi menjadi energi
kinetik recoil electron (Eke), dituliskan dengan persamaan matematis Ep = ES
+ EB + Eke. Sebagai contoh, energi incident photon sinar-X 40 keV masuk ke
dalam atom Barium dan berinteraksi dengan elektron orbit O yang mempunyai
energi ikat –0,04 keV (nilai absolut 0,04), dan menghasilkan recoil electron 5
keV, maka energi foton hamburan Compton sebesar 40 keV – 0,04 keV – 5 keV
= 34,96 keV. Energi ikat elektron dalam jaringan tubuh sangat rendah, dan
Fisika Radiodiagnostik 101

hanya sebagian kecil energi incident photon yang dikonversi menjadi energi
kinetik recoil electron, maka sebagian besar energi incident photon akan
dikonversi menjadi energi foton hambur. Ini penting untuk kita ketahui karena
sangat mungkin ia menembus keluar dari obyek (tubuh pasien) dan
menjangkau sampai ke reseptor citra. menyebabkan kontras radiografi
menjadi turun. Sebaliknya, recoil electron pada akhirnya akan ditangkap oleh
atom terionisasi lainnya di dalam obyek, ia tidak pernah berhasil keluar dari
obyek, sehingga tidak memiliki dampak terhadap pembentukan citra
radiografi. Dari satu incident photon, serangkaian interaksi Compton dapat
terjadi, dengan masing-masing foton hambur memiliki energi beberapa keV
lebih sedikit dari sebelumnya, sampai akhirnya energi foton hambur tersebut
habis oleh medium yang menyerapnya dengan skema penyerapan fotolistrik
seperti ditampilkan pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24

Ilustrasi Sisa Energi Hamburan Compton yang Diserap Habis oleh Elektron secara
penyerapan Fotolistrik

Ada hubungan antara energi foton hambur dengan sudut defleksi


hamburan dari arah asal incident photon, foton hambur dengan energi paling
tinggi adalah yang sudut hamburnya hanya sedikit mengalami defleksi dari
arah asal incident photon, atau sudut hamburnya paling kecil, hingga ia
bergerak terus maju ke depan hampir searah dengan incident photon, dan
memiliki peluang lebih besar untuk menjangkau reseptor citra. Foton hambur
dipancarkan ke segala arah dengan acak seperti diilustrasikan pada Gambar
2.25
102 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 2.25

Foton Hambur Dipancarkan ke Segala Arah dengan Variasi Sudut Hambur

Foton hambur dengan sudut hambur paling kecil hampir memiliki 100%
energi seperti incident photon, sudut hambur 450 memiliki energi sekitar 92%,
sudut hambur 900 memiliki energi 84%, dan pada sudut hambur 135% memiliki
energi 76% dari incident photon. Foton hambur bahkan dapat terpancar ke arah
asal incident photon dengan sudut 1800, ini disebut hamburan balik (back
scatter) yang dapat memberikan potensi bahaya radiasi pengion pada
pemeriksaan radiografi dengan posisi pasien berdiri, jika kita berdiri
dibelakang tabung sinar-X, foton hambur ini memiliki energi sekitar 68% dari
incident photon. Besarnya energi kinetik recoil electron yang juga
merepresentasikan kecepatannya ketika bergerak meninggalkan atom, yaitu
semakin besar energi kinetik maka semakin besar kecepatannya, terpengaruh
oleh sudut hambur. Sebagai contoh, incident photon 50 keV mengalami
interaksi Compton dengan sudut hambur 450, menghasilkan foton hambur
92% dari incident photon, yaitu 46 keV, maka energi kinetik recoil electron 50
keV – 46 keV = 4 keV, energi 4 keV ini yang digunakan elektron meninggalkan
atom sehingga atom terionisasi. Semakin kecil sudut hambur maka energi
kinetik recoil electron semakin kecil karena lebih banyak energi incident photon
dikonversi menjadi energi foton hambur, tetapi jika incident photon betul-betul
searah 100% dengan arah asalnya berarti ia tidak mengalami defleksi dan tidak
Fisika Radiodiagnostik 103

dihamburkan, ia akan sampai ke reseptor citra sebagai incident photon dan


dapat mengalami interaksi Compton pada reseptor citra. Incident photon yang
mampu melewati obyek dan sampai ke reseptor citra adalah sinar-X yang
memiliki energi maksimal pada produksi sinar-X, ia adalah energi yang
jumlahnya paling sedikit dalam berkas foton yang keluar dari tabung, nilainya
setara dengan tegangan tabung yang kita pilih dalam pemeriksaan radiografi,
jika kita pilih tegangan tabung 50 kV maka incident photon yang sampai ke
reseptor citra memiliki energi 50 keV.
Dalam menghasilkan citra radiografi yang berkualitas, peran hamburan
Compton sangat berkebalikan dengan efek fotolistrik. Efek fotolistrik
berkontribusi terhadap kontras subyek yang akan mempertinggi kontras
radiografi, tetapi hamburan Compton ‘merusak’ kontras subyek yang
menurunkan kontras radiografi. Semakin besar tegangan tabung (kVp) yang
kita gunakan maka interaksi Compton juga semakin besar.

D. PRODUKSI PASANGAN

Produksi pasangan (pair production) dimanfaatkan dalam in vivo imaging


kedokteran nuklir dengan positron emission tomography (PET) dan single
photon emission computed tomography (SPECT), karena energinya sangat
tinggi, ini tidak terjadi saat kita melakukan eksposi menggunakan pesawat
sinar-X. Produksi pasangan terjadi apabila suatu energi minimal 1.022 MeV
berinteraksi dengan medan elektrostatis inti dari materi bernomor atom tinggi
(probabilitas sebanding dengan Z), energi dari incident photon diserap total
oleh medan elektrostatis inti dan seketika dipancarkan menjadi dua partikel,
yaitu megatron (negative electron dengan energi orde megaVolt) dan positron
(positive electron) dengan energi kinetik masing-masing 511 KeV. Hal tersebut
merupakan salah satu alasan dasar tentang persamaan massa dan energi, yaitu
E = me-c2 + me+c2.
Pada hukum kesetaraan massa dan energi, oleh Einstein dengan
persamaan E=m.c2, massa dan energi memiliki hubungan. Semua massa
memiliki energi. Sebaliknya, bila cukup banyak energi yang ada, jumlah massa
mengecil secara spontan, kejadian selanjutnya energi dapat dirubah menjadi
massa. Menurut hukum tersebut incident photon harus memiliki cukup energi
untuk menghasilkan massa dari dua partikel, sehingga diperlukan 1.022 MeV
untuk menghasilkan positron dan elektron. Pada Gambar 2.26A elektron ini
104 Fisika Radiodiagnostik

bukan elektron dari atom tetapi ia seolah-olah muncul dari ketiadaan,


demikian juga dengan positron. Produksi pasangan tidak dapat terjadi pada
energi yang lebih rendah dari 1,022 MeV.

Gambar 2.26

Ilustrasi peristiwa produksi pasangan

Positron yang diproduksi pada kejadian ini, dikategorikan sebagai bentuk


antipartikel, karena keberadaannya tidak terdapat bebas. Pada Gambar 2.26B
positron merupakan partikel tidak stabil dan akan berinteraksi dengan elektron
pertama yang ditemuinya, interaksi ini dikenal sebagai reaksi anihilasi antara
partikel dengan antipartikel, keduanya lalu akan hilang dan diemisikan dua
foton masing-masing dengan energi 0,51 MeV yang bergerak dengan arah
berlawanan, kejadian tersebut telah mengubah massa menjadi energi. Disini
hukum kekekalan energi masih bertahan karena energi incident photon sama
dengan energi dari dua foton, yaitu 1,022 MeV = 0,51 MeV + 0,51 MeV.
Fisika Radiodiagnostik 105

E. ATENUASI

Sinar-X memiliki energi yang kuat sehingga mampu menembus bahan,


jika mengenai bahan (materi, benda atau objek), maka akan ada tiga
kemungkinan yang terjadi, yaitu diserap, diteruskan, atau dihamburkan. Sinar-
X yang diteruskan adalah yang berhasil menembus atau melintasi bahan.
Intensitas setelah melintasi bahan disebut juga berkas sinar-X sekunder.
Intensitas yang melintasi bahan tentu lebih kecil daripada intensitas sebelum
melintasi bahan. Kejadian demikian dikenal dengan nama atenuasi atau
perlemahan intensitas sinar-X.
Pada Gambar 2.27 menunjukkan atenuasi sinar-X oleh obyek homogen
‘step-wedge’ yang terbuat dari aluminium murni. Ketebalan yang berbeda dan
berjenjang menyebabkan ‘radiasi sisa’ yang telah melintasi ‘step-wedge’,
berbeda dari radiasi primer (incident photon). Radiasi primer yang melintasi
step yang paling tipis mengalami atenuasi (perlemahan) yang sedikit, sehingga
reseptor citra menerima paparan radiasi paling tinggi. Semakin tebal step
semakin banyak terjadi atenuasi sehingga semakin sedikit reseptor citra
menerima paparan radiasi. Pada reseptor citra akan terbentuk densitas
radiografi.

Gambar 2.27

Skema Atenuasi pada Stepwedge


106 Fisika Radiodiagnostik

Radiasi partikel, seperti alfa dan beta, memiliki kisaran penetrasi tertentu
ke dalam obyek atau bahan sebelum keduanya dihentikan. Misalnya, partikel
beta hanya dapat menembus 1 cm ke dalam obyek dan partikel alfa hanya 4
cm di udara. Sinar-X sebaliknya, dilemahkan secara eksponensial, yang berarti
bahwa ia berkurang jumlahnya dengan prosentase tertentu sesuai
penambahan ketebalan obyek yang dilintasinya. Intensitas sinar-X yang
melintasi abdomen diperkirakan hanya 1,6% dari sebelumnya 100%. Tubuh
manusia menghadirkan faktor atenuasi yang spesifik selain hanya perubahan
ketebalan karena setiap jaringan menghadirkan kepadatan yang berbeda dan
rata-rata nomor atom molekul yang berbeda. Meskipun mungkin ada dua
organ dengan ketebalan sama, keduanya dapat menunjukkan prosentase
atenuasi yang berbeda. Perbedaan atenuasi ini memiliki efek kolektif pada
‘radiasi sisa’ yang disebut kontras subyek.

F. KOEFISIEN ATENUASI LINIER

Setiap bahan memiliki kemampuan tertentu dalam menyerap energi


sinar-X. Nilai tersebut dinamakan angka serap bahan atau koefisien atenuasi
linier. Setiap bahan memiliki nilai angka serap masing-masing, tergantung dari
ketebalan bahan dan energi foton sinar-X yang mengenai bahan tersebut.
Sekarang kita Ilustrasikan secara sederhana, menggunakan bahan plat
seragam (homogen) tipis yang memiliki ketebalan sama dan nomor atom
sama, misal Aluminium (13Al27 nomor atom 13, nomor massa 27). Aluminium
diiradiasi dengan energi sinar-X, peluang terjadinya, ada foton dapat melintasi
Aluminium tanpa berinteraksi, ada foton yang diserap, dan ada foton yang
dihamburkan, dapat ditulis dengan persamaan matematika Naσx, dengan Na
adalah jumlah atom sebagai pusat interaksi persatuan volume, σ adalah total
interaksi penampang (cross-section) per atom, dan x adalah ketebalan plat
Aluminium dengan satuan meter (untuk penghitungan ini biasanya dikonversi
menjadi milimeter). Dari persamaan tersebut, Naσ adalah koefisien atenuasi
linier yang dilambangkan dengan ‘µ’. Untuk menghitung hamburan oleh setiap
atom dalam plat Aluminium Na dapat dihitung dari konstanta Avogadro NA (NA
ini berbeda dengan Na. NA = 6,022 x 1023 mol-1), berat atom Ar, dan massa jenis
atau kerapatan ρ, sehingga dapat ditulis persamaan matematika
µ=Naσx=(1000NAρ/Ar)σ. satuan µ adalah m-1. Koefisien atenuasi linier
tergantung pada kerapatan bahan.
Fisika Radiodiagnostik 107

Sekarang kita tinjau fluence foton yang mampu melintasi atom


Aluminium dan tidak berinteraksi samasekali dengan atom Aluminium pada
ketebalan ‘x’, dengan persamaan matematika dɸ=-ɸµdx, dengan dɸ adalah
nilai awal fluence foton, -ɸ fluence foton yang mengalami penurunan (tanda (-
) menandakan fluence foton menurun atau berkurang jumlahnya). Kemudian
persamaan dɸ=-ɸµdx, diintegralkan, menjadi persamaan matematika
ɸ1=ɸ0eµx, dengan ɸ0 adalah fluence foton awal sebelum berinteraksi atau foton
sinar-X primer (incident photon), ɸ1 adalah fluence foton setelah melintasi
Aluminium, dan e adalah bilangan natural untuk fungsi logaritma dengan nilai
2,7183. Persamaan ini menjelaskan bahwa atenuasi berkas foton sinar-X terjadi
secara eksponensial. Pada rentang energi diagnostik, dapat terjadi beberapa
foton hanya mampu melintasi kedalaman tertentu, sehingga mengalami
interaksi Compton yang menghasilkan foton hambur, dan interaksi fotolistrik
yang menghasilkan foton yang diserap bahan. Persamaan matematika
ɸ1=ɸ0eµx dapat ditulis dengan persamaan I1=I0e-µx dengan I1 adalah intensitas
radiasi setelah melintasi bahan, I0 adalah intensitas radiasi sebelum melintasi
bahan, e bilangan logaritma natural, log e = 0.43.

G. KOEFISIEN ATENUASI MASSA

Koefisien atenuasi linier µ bergantung pada kerapatan bahan, yang


selanjutnya tergantung pada keadaan fisik bahan. Akibatnya, µ dianggap
kurang sesuai untuk beberapa pengukuran dan penghitungan, misal
menghitung koefiesien serap bahan udara dan air. Penggantinya adalah
koefisien atenuasi massa (µ/ρ) dengan satuan m2kg-1, seringkali digunakan
satuan historisnya yaitu cm2gr-1. Melalui cara yang komplek untuk
mendapatkan hubungan kedua koefisien atenuasi tersebut, dapat ditulis
dengan persamaan matematika I1=I0e(µ/ρ)ρx.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Sebutkan empat interaksi sinar-X dengan materi!


2) Jelaskan bagaimana kejadian dua interaksi yang sangat dominan dalam
rentang energi radiodiagnostik?
108 Fisika Radiodiagnostik

3) Jelaskan bagaimana terjadinya atenuasi energi sinar-X oleh obyek?


4) Jelaskan tentang koefisien atenuasi linier dan koefisien atenuasi massa!

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami kejadian keempat interaksi
tersebut.
2) Anda dapat membaca kembali bagian modul yang membahas tentang
efek fotolistrik dan hamburan Compton.
3) Anda dapat membaca kembali bagian modul yang membahas tentang
atenuasi energi sinar-X.
4) Anda dapat menjelaskan dengan memahami arti kedua istilah tersebut.

RINGKASAN

Interaksi sinar-X dengan materi melalui mekanisme hamburan koheren,


efek fotolistrik, hamburan Compton, dan produksi pasangan. Hamburan
koheren ada dua kejadian, yaitu hamburan Thomson dan hamburan
Rayleigh. Pada kejadian hamburan koheren besarnya energi dan panjang
gelombang incident photon tidak mengalami perubahan tetapi hanya
mengalami defleksi dari arah asal membentuk sudut tertentu.
Pada kejadian efek fotolistrik, atom obyek atau tubuh pasien akan
menyerap total incident photon sinar-X. Probabilitas kejadian efek fotolistrik
berhubungan dengan nomor atom bahan atau medium atenuasi (Z), energi
incident photon (E), dan kerapatan bahan atau medium atenuasi (ρ), dalam
persamaan matematika PE = Z3 ρ/E3.
Hamburan Compton dikenal sebagai hamburan termodifikasi dan
hamburan yang tidak koheren. Hamburan Compton mendominasi
terbentuknya radiasi hambur pada rentang energi radiodiagnostik,
kontribusinya sangat besar terhadap penurunan kontras radiografi.
Probabilitas kejadian hamburan Compton ada di orbit terluar atom yang
masih terisi elektron atau elektron valensi, yaitu ketika elektron valensi
berinteraksi dengan incident photon sinar-X dan menyerap hanya sebagian
dari energinya, sisanya berubah menjadi energi radiasi hambur.
Fisika Radiodiagnostik 109

Produksi pasangan tidak terjadi saat kita melakukan eksposi


menggunakan pesawat sinar-X karena diperlukan energi minimal 1.022 MeV.
Pada kejadian ini terbentuk dua partikel, yaitu elektron dan positron dengan
energi kinetik masing-masing 511 KeV.
Sinar-X jika mengenai bahan (materi, benda atau objek), maka akan ada
tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu diserap, diteruskan, atau dihamburkan.
Kejadian demikian dikenal dengan nama atenuasi atau perlemahan
intensitas sinar-X. Setiap bahan memiliki kemampuan tertentu dalam
menyerap energi sinar-X, nilai tersebut dinamakan angka serap bahan atau
koefisien atenuasi linier (µ) dengan persamaan matematika I1=I0e-µx. Setiap
bahan memiliki nilai angka serap masing-masing, tergantung dari ketebalan
bahan dan energi foton sinar-X yang mengenai bahan tersebut. Koefisien
atenuasi massa (µ/ρ) dengan satuan m2kg-1, seringkali digunakan satuan
historisnya yaitu cm2gr-1. Melalui cara yang komplek untuk mendapatkan
hubungan kedua koefisien atenuasi tersebut, dapat ditulis dengan
persamaan matematika I1=I0e(µ/ρ)ρx.

TES 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Interaksi energi sinar-X terjadi pada seluruh elektron orbital suatu atom,
besarnya energi dan panjang gelombang incident photon tidak
mengalami perubahan tetapi hanya mengalami defleksi dari arah asal
membentuk sudut tertentu.
Apakah kejadian interaksi sinar-X tersebut ….
A. Hamburan Thomson
B. Hamburan Rayleigh
C. Efek fotolistrik
D. Hamburan Compton
E. Produksi pasangan

2) Interaksi energi sinar-X ini terjadi dengan elektron orbit suatu atom
menyerap semua energi yang dibawa oleh foton sinar-X, sehingga tiada
lagi yang tersisa, tidak ada lagi radiasi sekunder atau energi hamburan.
Apakah kejadian interaksi sinar-X tersebut ….
110 Fisika Radiodiagnostik

A. Hamburan Thomson
B. Hamburan Rayleigh
C. Efek fotolistrik
D. Hamburan Compton
E. Produksi pasangan

3) Elektron valensi suatu atom berinteraksi dengan incident photon sinar-X


dan menyerap hanya sebagian dari energinya. Energi incident photon
yang tersisa seketika dipancarkan kembali ke segala arah secara acak dan
mengalami defleksi dari arah asalnya.
Apakah kejadian interaksi sinar-X tersebut ….
A. Hamburan Thomson
B. Hamburan Rayleigh
C. Efek fotolistrik
D. Hamburan Compton
E. Produksi pasangan

4) Pada pemeriksaan radiografi tidak mungkin muncul kejadian ini, karena


kejadiannya diperlukan energi minimal sebesar 1,022 MeV, sedangkan
produksi sinar-X dalam rentang energi radiodiagnostik hanya berkisar
hingga 150 keV.
Apakah kejadian interaksi sinar-X tersebut ….
A. Hamburan Thomson
B. Hamburan Rayleigh
C. Efek fotolistrik
D. Hamburan Compton
E. Produksi pasangan

5) Setiap bahan memiliki kemampuan tertentu dalam menyerap energi


sinar-X. Nilai tersebut dinamakan angka serap bahan atau koefisien
atenuasi linier, kejadiannya tergantung dari ketebalan bahan dan energi
foton sinar-X yang mengenai bahan tersebut.
Manakah persamaan matematika yang menyatakan kejadian tersebut ….
A. I1=I0e-µx..
B. I0=I1e-µx
C. I1=I0µ-ex
D. I1=I0e(µ/ρ)ρx
E. I0=I1e(µ/ρ)ρx
Fisika Radiodiagnostik 111

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 2 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 2.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan materi Topik 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi materi Topik 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
112 Fisika Radiodiagnostik

TOPIK 3

Efek Sinar-X

S
ejak ditemukan sinar-X hingga sekarang sudah banyak dilakukan
penelitian terkait efek sinar-X yang kemudian dimanfaatkan untuk
kepentingan kehidupan manusia. Efek sinar-X terhadap bahan atau
obyek yang akan dibahas disini yang ada hubungannya dengan mata kuliah
fisika radiodiagnostik, diantaranya efek fisika, efek kimia, dan efek biologi.
ketiganya saling berkaitan satu sama lain ketika sinar-X mengenai satu obyek.
Efek yang ditimbulkan berhubungan langsung dengan sifat sinar-X sebagai
radiasi pengion yang akan diuraikan di bawah ini.

A. EFEK FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI

Efek fisika oleh sinar-X terjadi karena sinar-X merupakan gelombang yang
membawa energi sangat tinggi sehingga ia memiliki kemampuan untuk
mengionisai bahan yang dikenainya. Proses tersebut terjadi ketika sinar-X
mengenai bahan dengan interaksi tingkat atom dan sub atomik. Atom netral
yang tidak bermuatan listrik karena jumlah elektron dan proton sama, dapat
terionisasi karena berinteraksi dengan Sinar-X. Ionisasi diawali saat sinar-X
menumbuk elektron orbit (disini sinar-X dihitung sebagai partikel)
memberikan energinya ke elektron orbit, dan apabila energi ikat elektron orbit
terlampaui maka elektron tersebut mampu melepaskan diri dari orbitnya dan
keluar dari atom, ini karena pengaruh gaya Coulomb. Atom menjadi terionisai.
Terbentuk sepasang ion, ion negatif adalah elektron yang lepas, dan ion positif
adalah atom yang ditinggalkan oleh elektron. Atom menjadi ion positif karena
muatan relatifnya menjadi +1, dan elektron menjadi ion negatif karena muatan
relatifnya -1. Selain ionisasi, atom juga dapat tereksitasi, ditandai dengan
lepasnya elektron dari orbit sebelah dalam berpindah ke orbit sebelah luar,
tetapi masih dalam atom yang sama, tidak terbentuk elektron bebas. Atom
tetap menjadi atom netral yang tidak bermuatan listrik. Pada Gambar 2.28 dan
Gambar 2.29 ditampilkan ilustrasi ionisasi dan eksitasi.
Fisika Radiodiagnostik 113

Gambar 2.28

A) Proses Eksitasi dan

B) Proses Ionisasi
114 Fisika Radiodiagnostik

(a) (b)
Gambar 2.29

a) Atom Netral Jumlah Proton dan Elektron Sama,

b) Atom Terionisasi dan Terbentuk Sepasang Ion

Efek fisika juga dapat ‘dilihat’ pada kejadian interaksi efek fotolistrik dan
interaksi Compton pada peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan
radiografi atau dikenal dengan efek fotografik, seperti kaset, intensifying screen
(IS), film, imaging plate CR, dan detektor DR.
Efek kimia yang ditimbulkan oleh sinar-X diawali oleh efek fisika dengan
perpindahan energi sinar-X ke atom bahan tertentu yang kemudian terjadi efek
secara kimia. Efek terjadi karena bahan tersebut mengandung senyawa kimia.
Efek ini dapat dilihat pada interaksi sinar-X dengan IS dan film radiografi.
Efek biologi oleh sinar-X dipelajari khusus dalam mata kuliah
Radiobiologi, lebih singkat disini diuraikan efek yang berhubungan dengan
radioloisis air, dan sel yang terdiri dari DNA dan kromosom. Efek biologi dapat
dihasilkan oleh efek langsung ataupun efek tidak langsung, melalui
pembentukan radikal bebas. Bila sinar-X (ataupun radiasi gamma) yang
merupakan radiasi pengion tak langsung (indirect action), diserap energinya
oleh material biologi, terjadi reaksi berantai yang diawali oleh ionisasi dengan
konversi energi foton menjadi gerakan elektron cepat, diikuti oleh reaksi
kulminasi pemecahan ikatan kimia yang menghasilkan efek biologi. Sekitar
70% kerusakan biologi akibat reaksi tidak langsung yang dapat dimodifikasi
dengan kehadiran oksigen dan berbagai senyawa kimia. Sebaliknya untuk
radiasi pengion langsung (direct action), yaitu partikel elektron, proton, dan
sinar α, efek langsung sangat dominan dalam menghasilkan efek biologi.
Ilustrasi tersebut ditampilkan pada Gambar 2.30.
Fisika Radiodiagnostik 115

Sel mengandung air ~70%, sehingga interaksi radiasi dengan sel


dipengaruhi oleh pembentukan radikal bebas dalam air. Radikal bebas sangat
reaktif dan akan berinteraksi dengan komponen sel. Penyerapan energi radiasi
oleh molekul air dalam proses radiolisis air akan menghasilkan radikal bebas
(OH. dan H.). Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul dengan sebuah
elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Keadaan ini
menyebabkan radikal bebas menjadi tidak stabil, sangat reaktif dan toksik
terhadap molekul organik vital. Radikal bebas yang terbentuk dapat sering
bereaksi menghasilkan suatu molekul biologik peroksida yang lebih stabil
sehingga berumur lebih lama. Molekul ini dapat berdifusi lebih jauh dari
tempat pembentukannya, sehingga lebih besar peluangnya dibandingkan
radikal bebas, untuk menimbulkan kerusakan biokimiawi pada molekul biologi.
Secara alamiah kerusakan yang timbul akan mengalami proses perbaikan
secara enzimatis dalam kapasitas tertentu. Perubahan biokimia yang terjadi
berupa kerusakan pada molekul-molekul biologi akan menimbulkan
gangguan fungsi sel bila tidak mengalami proses perbaikan secara tepat atau
menyebabkan kematian sel. Perubahan fungsi atau kematian dari sejumlah sel
menghasilkan suatu efek biologik dari radiasi yang bergantung pada jenis
radiasi, dosis, jenis sel lainnya. Pada Gambar 2. 31 Ilustrasi terbentuknya radikal
bebas, H2O berinteraksi dengan foton (simbol energi hѵ atau hf) kemudian
terbentuk H2O+ dan elektron, yang selanjutnya akan terbentuk radikal OH. dan
H.. Proses tersebut dikenal dengan radiolisis air, yaitu terurainya air (H2O)
menjadi radikal bebas.
116 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 2. 30

Efek Tidak Langsung oleh Foton Sinar-X dan Efek Langsung oleh Partikel Elektron

Gambar 2.31

Proses Radiolisis Air

Waktu hidup e-aq (jenis transien) sekitar 1 ms. Radikal OH· sangat reaktif
dan mempunyai waktu hidup sekitar 1s dalam air murni dan puncak absorpsi
sekitar 260 nm. Seperti radikal OH·, radikal H· juga reaktif, mempunyai waktu
hidup sekitar 1s dalam air murni dengan puncak absorpsi sekitar 200 nm.
Fisika Radiodiagnostik 117

Interaksi ‘biologi radiasi’ berikutnya dengan DNA, yang dapat


menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa, putusnya
ikatan hidrogen antar basa, dan hilangnya basa. Secara umum, struktur DNA
adalah heliks ganda (double helix), tersusun atas basa nitrogen Adenin, Guanin,
Timin, Sitosin, dan merupakan polimer dari monomer nukleotida (fosfat-gula
deoksiribosa-basa nitrogen). Pada Gambar 2.32 Kerusakan yang lebih parah
adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break, atau
putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand breaks. Secara alamiah
sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap
kerusakan yang timbul menggunakan beberapa jenis enzim yang spesifik.
Proses perbaikan dapat berlangsung terhadap kerusakan yang terjadi tanpa
kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak
menimbulkan perubahan struktur pada sel. Tetapi dalam kondisi tertentu,
proses perbaikan tidak berjalan sebagai mana mestinya sehingga walaupun
kerusakan dapat diperbaiki, tetapi tidak sempurna sehingga menghasilkan
DNA yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi sel.
Interaksi radiasi dengan kromosom. Sebuah kromosom terdiri dari dua
lengan yang dihubungkan satu sama lain dengan suatu penyempitan yang
disebut sentromer. Radiasi dapat menyebabkan perubahan baik pada jumlah
maupun struktur kromosom yang disebut aberasi kromosom. Perubahan
jumlah kromosom, misalnya menjadi 47 buah pada sel somatik yang
memungkinkan timbulnya kelainan genetik. Kerusakan struktur kromosom
berupa patahnya lengan kromosom terjadi secara acak dengan peluang yang
semakin besar dengan meningkatnya dosis radiasi. Aberasi kromosom yang
mungkin timbul adalah (1) fragmen asentrik, yaitu patahnya lengan
kromososm yang tidak mengandung sentromer, (2) kromosom cincin, (3)
kromosom disentrik, yaitu kromosom yang memiliki dua sentromer dan (4)
translokasi, yaitu terjadinya perpindahan atau pertukaran fragmen dari dua
atau lebih kromosom. Kromosom disentri yang spesifik terjadi akibat paparan
radiasi sehingga jenis aberasi ini biasa digunakan sebagai dosimeter biologik
yang dapat diamati pada sel darah limfosit, yang merupakan salah satu jenis
sel darah putih. Frekuensi terjadinya kelainan pada kromosom bergantung
pada dosis, energi dan jenis radiasi, dan laju dosis.
118 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 2.32

Jenis Kerusakan DNA Akibat Paparan Radiasi Pengion yang Berpotensi Terjadi Mutasi Sel

Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel sangat bergantung
pada proses perbaikan yang berlangsung. Bila proses perbaikan berlangsung
dengan baik atau sempurna, dan juga tingkat kerusakan sel tidak terlalu parah,
maka sel bisa kembali normal. Bila perbaikan sel tidak sempurna, sel tetap
hidup tetapi mengalami perubahan. Bila tingkat kerusakan sel sangat parah
atau perbaikan tidak berlangsung dengan baik, maka sel akan mati. Sel yang
Fisika Radiodiagnostik 119

paling sensitif terhadap pengaruh radiasi adalah sel yang paling aktif
melakukan pembelahan, (contohnya sel reproduksi, sumsum tulang, mata,
thyroid) dan tingkat differensiasi (perkembangan atau kematangan sel) rendah
contohnya janin. Sedangkan sel yang tidak mudah rusak akibat pengaruh
radiasi adalah sel dengan tingkat differensiasi yang tinggi, contohnya kulit,
tulang.
Secara sistematik dapat digambarkan sebagai berikut; Sinar-X
berinteraksi dengan air terbentuk radikal bebas, terjadi gangguan
metabolisme selanjutnya terjadi kerusakan sel, dapat terjadi pemulihan
kembali, atau kematian sel. Efek biologi dapat menimbulkan terjadinya mutasi
sel-sel genetik ‘pembawa keturunan’. Pada Gambar 2.33 dan Gambar 2.34
menampilkan diagram skema efek biologi oleh sinar-X.

Gambar 2.33

Proses Kerusakan DNA oleh Sinar-X


120 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 2.34

Mekanisme Reaksi Sel Biologi Berinteraksi dengan Sinar-X

B. MEKANISME LUMINISENSI

Luminisensi adalah terpancarnya cahaya dari bahan tertentu setelah


berinteraksi dengan energi radiasi. Peristiwa ini juga merupakan efek kimia
pada IS. Energi foton sinar-X diserap oleh atom phosphor bahan luminisens
melalui interaksi fotolistrik. Foton berinteraksi dengan elektron orbit luar pada
pita valensi, kemudian elektron akan meninggalkan pita valensi dan
menempati pita konduksi masuk ke high energi state. Impurity phosphor yang
merupakan material phosphor tidak murni, misalnya CaWO4 dan Gd2O2S:Tb
memiliki titik luminisens (luminicent-centre) yang mampu menarik elektron
kembali ke pita valensi masuk ke lower energy state. Saat kembali ke pita
valensi, elektron memancarkan energi gelombang elektromagnetik berupa
foton cahaya tampak. Ada dua jenis pemancaran foton cahaya tampak, yaitu
fosforesensi dan fluoresensi.
Fisika Radiodiagnostik 121

1. Fosforesensi
Bahan fosforesensi adalah phosphor yang akan menyimpan energi foton
yang diserapnya, kemudian setelah selang sampai beberapa waktu lamanya
akan dipancarkan foton cahaya dengan energi lebih rendah dari energi foton
yang diserap. Pada Gambar 2.35 Skema fosforesensi, elektron valensi
berpindah ke pita konduksi dan bertahan beberapa waktu, luminescent centre
menarik elektron, saat elektron berpindah ke pita valensi dipancarkan foton
cahaya tampak. Bahan ini tidak cocok untuk IS dan fluoroskopi, sebab kita
menghendaki bahwa setiap perubahan pola sinar-X harus terlihat dengan
segera. Penundaan dalam pancaran cahaya juga akan mengakibatkan pola
menjadi kabur (blur) karena pergerakan obyek. Penundaan perubahan dari
berkas sinar-X menjadi cahaya tampak disebut afterglow. Kurang lebih waktu
sampai terjadinya pencahayaan kembali berkisar diatas 10-8 detik.

Gambar 2.35

Skema Fosforesensi

2. Fluoresensi
Bahan fluoresensi adalah phosphor yang akan berpendar setelah
menerima energi radiasi, dan langsung memancarkan foton cahaya tampak.
Pada Gambar 2.36 skema fluoresensi, elektron valensi berpindah ke pita
konduksi, luminescent centre menarik elektron, saat elektron berpindah ke pita
valensi dipancarkan foton cahaya tampak. Bahan ini sangat cocok untuk IS dan
122 Fisika Radiodiagnostik

fluoroskopi, sebab setiap perubahan pola sinar-X dapat terlihat dengan segera.
Kurang lebih waktu sampai terjadinya pencahayaan kembali berkisar dibawah
10-8 detik. Bahan-bahan fluoresensi terbuat dari kristal yang mempunyai
tingkatan energi elektron dalam atom yang terpisah-pisah, yang mempunyai
pola tingkatan energi ikat yang terpisah (orbit K, L, M). Dalam fluoresensi,
perpindahan elektron dan emisi foton cahaya terjadi sangat cepat. Syarat-
syarat bahan fluorosensi untuk IS, yaitu harus mampu menyerap energi foton
sinar-X cukup besar dengan nomor atom (Z) tinggi, mampu mengeluarkan
(emisi) cahaya warna tertentu yang disesuaikan dengan sensitifitas film, dan
tidak memiliki afterglow.

Gambar 2.36

Skema Fluoresensi

C. EFEK FOTOGRAFIK

Sinar-X dapat menimbulkan efek pada peralatan diagnostik, atau efek


fotografik pada kaset, IS, film, imaging plate (IP), dan flat panel detector (FPD).

1. Kaset Radiografi
Kaset adalah tempat atau wadah yang kokoh untuk IS dan film.
Didalamnya terdapat bantalan kompresi untuk menekan IS agar bersentuhan
erat dengan film. Pada kaset computed radiography, fungsinya sama hanya di
Fisika Radiodiagnostik 123

dalam kaset tersebut tidak terdapat IS-film, tapi berisi lembaran imaging plate.
Kaset tidak boleh mengalami kebocoran cahaya yang akan mempengaruhi film
radiografi yang ada didalamnya. Window yang terdapat pada kaset berupa
penutup film agar tidak terkena sinar-X dan cahaya tampak dari IS, difungsikan
untuk penamaan obyek yang diperiksa saat film akan diproses di kamar gelap,
kaset tidak mengalami kebocoran cahaya karenanya. Pada Gambar 2.37 bagian
atas atau depan kaset terbuat dari plastik dilapisi Aluminum atau Carbon yang
merupakan bahan radiolucent dengan nomor atom rendah yang memiliki
karakteristik penyerapan rendah terhadap foton sinar-X. Dibuat dengan
ketebalan (x) 1,6 mmAl ekuivalen 60 kV, artinya bahan apapun, dibuat setara
dengan ketebalan Aluminium 1,6 mm yang mampu melewatkan energi foton
sinar-X 60 keV. Koefisien atenuasi linier (µ) dibuat seragam pada semua bagian,
supaya dapat melewatkan foton sinar-X sebanyak-banyaknya dan seragam,
untuk diteruskan ke IS dan film, sehingga foton sinar-X yang telah membawa
informasi obyek termanifestasi dalam latent image sesuai kondisi obyek.
Bagian bawah atau belakang kaset, terbuat dari Aluminium atau Carbon yang
dilapisi logam dengan nomor atom tinggi, biasanya timbal (Pb), minimal 0,12
mmPb ekuivalen 150 kV, artinya bahan apapun, dibuat setara dengan
ketebalan timbal 0,12 mm yang mampu menyerap energi foton sinar-X 150
keV. Hal tersebut difungsikan untuk menyerap foton sinar-X yang mampu
tembus melintasi IS dan film sampai ke bagian bawah kaset. Bagian bawah
kaset dimaksimalkan agar terjadi interaksi fotolistrik sebanyak mungkin,
sehingga tidak ada interaksi Compton yang menyebabkan hamburan balik
(back scatter) ke IS, yang dapat menyebabkan IS akan berpendar lagi dan
terjadi pemaparan berlebihan terhadap film, hal ini berakibat menurunkan
kontras radiografi dan ketajaman radiograf.
Efek fotografi pada bagian atas kaset adalah kemampuannya
meneruskan foton sinar-X sebanyak-banyaknya, dengan kejadian interaksi
fotolistrik dan interaksi Compton yang sangat sedikit, dan pada bagian bawah
kaset sebanyak-banyaknya terjadi interaksi efek fotolistrik dengan interaksi
Compton yang sangat sedikit, bahkan diharapkan tidak terjadi interaksi
Compton.

2. Intensifying Screen
Penggunaan IS sangat penting dalam radiografi konvensional, ia
berfungsi untuk mengkonversi foton sinar-X menjadi foton cahaya tampak dan
sekaligus menggandakan foton cahaya tampak tersebut. Tanpa IS,
penggunaan faktor eksposi akan sangat tinggi, karena emulsi AgBr film
124 Fisika Radiodiagnostik

radiografi sangat peka terhadap cahaya tampak, oleh karenanya, penggunaan


IS tidak hanya mempertinggi kontras radiografi juga berfungsi sebagai
proteksi radiasi terhadap pasien, meskipun penggunaan IS akan berdampak
semakin turunnya ketajaman citra radiografi tetapi hal ini kurang signifikan jika
dibandingkan dengan keuntungan penggunaan IS. IS yang dikombinasikan
dengan film radiografi dalam wadah kaset, terdapat lapisan phosphor. Sinar-X
pertamakali akan melintasi bagian atas kaset kemudian menuju IS bagian atas,
saat sinar-X mengenai bagian tersebut terjadi efek fotolistrik, dan IS
memendarkan cahaya secara luminisensi fluoresensi. Sebagian energi sinar-X
dikonversi menjadi cahaya tampak sesuai jenis IS, dan diteruskan ke bagian
film pada titik yang sensitif cahaya, yaitu emulsi film AgBr, sesaat langsung
terbentuk bayangan laten (latent image) pada film. Kurang dari 1% latent
image terbentuk oleh foton sinar-X, selebihnya oleh cahaya tampak IS yang
berasal dari 30% incident photon yang berinteraksi dengan IS.

Gambar 2.37

Skema Kaset Radiografi yang Berisi IS dan Film, Ketiganya Mengalami Efek Fotografik Ketika
Berinteraksi dengan Foton Sinar-X

Intensifying screen berupa lembaran warna putih yang fleksibel, terdiri


dari empat lapisan protective coating atau supercoat (lapisan pelindung),
phosphor (fosfor), reflective layer (lapisan reflektif), dan base (bagian dasar IS),
seperti ditampilkan pada Gambar 2.38, lapisan pertama, protective coating
dengan tebal ± 8 µm merupakan lapisan paling atas yang dapat disentuh
Fisika Radiodiagnostik 125

dengan tangan, lapisan ini bersentuhan langsung dengan film dalam wadah
kaset. Berfungsi untuk melindungi lapisan dibawahnya terhadap aberasi dan
kerusakan selama pemakaian, menghilangkan ganguan listrik statis dan
menyediakan permukaan untuk pembersihan rutin tanpa mengganggu
Phosphor aktif dibawahnya.

Gambar 2.38

Penampang Lintang (Cross-Sectional) Susunan Lapisan Intensifying Screen

Butiran phosphor digabungkan oleh bahan polimer sebagai bahan


pengikat, diantaranya nitroselulosa, poliester, akrilik, atau poliuretan. Phosphor
dengan tebal ±150 µm, merupakan lapisan aktif dari IS yang memancarkan
cahaya selama stimulasi oleh sinar-X, dan mengubah sinar-X menjadi cahaya
tampak sekaligus menggandakan cahaya tampak tersebut, fungsi IS
sesungguhnya ada disini dan ini merupakan efek kimia dari sinar-X. Fungsi
phosphor bergantung pada ketebalan, ukuran, dan konsentrasinya pada IS.
Terdapat properti yang menguntungkan dari phosphor, diantaranya detective
quantum efficiency, phosphor memiliki nomor atom efektif yang tinggi
sehingga memiliki kemampuan penyerapan yang tinggi terhadap energi sinar-
X. Conversion efficiency, phosphor juga mampu memancarkan banyak cahaya
per absorbsi energi sinar-X, dan spectral matching, yaitu kemampuan phosphor
untuk memancarkan cahaya tampak sesuai panjang gelombang yang dimiliki
oleh titik sensitif film. Phosphor tidak boleh terpengaruh oleh panas,
kelembapan, atau kondisi lingkungan lainnya yang akan merusaknya.
Phosphor yang berinteraksi dengan foton sinar-X akan menghasilkan
fluoresensi yang mengkonversi foton sinar-X menjadi cahaya tampak, yaitu
hijau atau biru yang mengalami intensifikasi (amplifikasi kuantum cahaya, yaitu
foton cahaya jumlahnya diperbanyak) dengan energi berkisar 2 eV sampai 3
eV. Bahan phosphor sebelum tahun 1970an paling umum adalah kristal Calsium
Worframat (CaWO4) yang diaktifasi secara alami sehingga tidak terlalu efisien,
126 Fisika Radiodiagnostik

memancarkan cahaya biru dan ultraviolet. Penggunaan CaWO4 membutuhkan


energi foton sinar-X yang tinggi. Seiring perkembangan teknologi, ditemukan
phosphor dari unsur rare-earth yaitu unsur yang langka, diantaranya
Gadolinium, Lanthanum, dan Yttrium, yang memancarkan cahaya hijau. Bahan-
bahan tersebut dikombinasikan dengan aktivator untuk memaksimalkan
pancaran cahaya tampak dengan pemberian energi foton sinar-X minimal.
Gadolinium Oxysulphide (Gd2O2S : Tb) dengan aktivator Tb sebanyak 0,1%
sampai 1% dalam kombinasi tersebut, secara efektif mampu mengkonversi
energi foton sinar-X 50 keV setara dengan 20.000 kuantum foton cahaya hijau
dengan energi 2,4 eV, dibandingkan CaWO4 yang memancarkan 1800 foton
cahaya biru dengan energi 3 eV, seperti ditampilkan pada Gambar 2.39.

Gambar 2.39

Ilustrasi Efek Kimia yang Menyebabkan Perpendaran Cahaya Biru dan Hijau pada IS

Penemuan tersebut berimbas pada perubahan struktur film radiografi


yang awalnya dibuat sensitif terhadap cahaya biru, diubah menjadi sensitif
cahaya hijau, yang disebut dengan film ortokromatik. Cahaya hijau lebih ‘tajam‘
dari cahaya biru karena memiliki panjang gelombang lebih panjang dari cahaya
biru, sehingga perlu penambahan lapisan antihalasi pada film untuk mencegah
efek ‘cross-over‘ yang akan menurunkan detail dan ketajaman citra radiografi.
Reflective layer dengan tebal ± 20 µm terletak diantara lapisan phosphor
dan base, berfungsi memantulkan dan mengarahkan cahaya yang diterimanya
dari phosphor ke film. Antara reflective layer dan base dihubungkan dengan
bahan Subtratum dengan tebal ± 2 µm. Cahaya tampak dari phosphor
dipancarkan secara isotropis ke reflective layer, yaitu pemancaran dengan sifat
dan pola yang sama dari satu titik phosphor, misal satu kristal phosphor
mengubah foton sinar-X menjadi 100 foton cahaya tampak, maka pola itu
sama di semua lapisan phosphor dan panjang gelombangnya juga sama. Tanpa
Fisika Radiodiagnostik 127

lapisan ini, maka hanya setengah dari cahaya tampak yang akan berinteraksi
dengan film. Pewarna khusus biasanya ditambahkan di lapisan ini, yang
berfungsi untuk menyerap foton cahaya yang datang dengan sudut pancar
yang besar, foton ini akan meningkatkan ketidaktajaman citra radiografi.
Pewarna khusus tersebut akan meningkatkan resolusi spasial (detail ukuran
obyek terkecil yang masih dapat dibedakan dalam citra), tetapi mengurangi
speed, yaitu kecepatan respon film terhadap paparan cahaya tampak dan sinar-
X.
Lapisan terakhir dari IS adalah Base dengan tebal ± 20 µm, merupakan
lapisan terjauh dari film yang terbuat dari karton atau poliester bermutu tinggi
yang fleksibel tidak kaku, dan memberikan dukungan mekanis untuk phosphor
aktif. Lapisan Base dibuat sedemikian rupa agar tahan kelembaban dan dibuat
dengan permukaan kasar untuk dapat rekat dengan lapisan di atasnya. Base
dibuat agar tidak mengalami kerusakan akibat radiasi dan tidak mengalami
perubahan warna seiring bertambahnya usia. Mempunyai kelembaman secara
kimiawi dan fleksibel, dibuat agar tidak dapat berinteraksi dengan lapisan
phosphor. Base harus bersih dari partikel debu atau noda lainnya agar tidak
tervisualisasi di film.

3. Film Radiografi
Efek fotografik pada film karena film mengandung emulsi berupa kristal
Argentum (perak) Bromida atau Silver Halide (AgBr), yang memiliki ketebalan
dan konsentrasi tertentu. Film radiografi merupakan salah satu media yang
merekam citra radiografi secara permanen. Citra yang direkam disebabkan
oleh paparan foton sinar-X dan cahaya tampak dari IS. Komposisi film
radiografi terdiri dari base, adhesive, emulsion, dan supercoat. Base film terbuat
dari plastik polyester yang bening, kuat, dan ketebalannya konsisten. Berwarna
biru pucat atau biru keabuan untuk mengurangi ketegangan konsentrasi mata
kita. Pada base film dilapisi satu atau dua sisi emulsi. Pada Gambar 2.40
tampilan emulsi film yang merupakan lapisan aktif dari film. Terbuat dari
campuran gelatin dan kristal perak halide (fluor, klorin, brom, dan iodium),
kebanyakan emulsi film terbuat dari perak bromide 98%, dan perak iodide 2
%. Kristal perak bromide berbentuk kubik dan kisi kristal mengandung ion Ag+
dan Br- yang saling terikat. Apabila foton sinar-X dan atau cahaya tampak
mengenai lapisan ini maka AgBr akan aktif, terurai menjadi ion Ag+ dan Br-
yang terpisah.
128 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 2.40

Emulsi Film AgBr


Fisika Radiodiagnostik 129

Gelatin bersifat transparan, mempunyai permebilitas yang tinggi


terhadap cairan, apabila dikenai cairan maka akan mudah diserap atau
ditembus sehingga mudah terjadi reaksi terhadap kristal AgBr. Hal itu sangat
membantu dalam proses pengolahan film, yaitu proses pembangkitan
bayangan laten menjadi citra yang tampak. Gelatin dapat berperan sebagai
sensitizer dan dapat membantu mencegah terjadinya reaksi balik terhadap
penguraian AgBr. Supercoat merupakan lapisan pelindung terbuat dari gelatin
yang sudah dikeraskan. Penampang lintang film radiografi dan pemasangan
kombinasi IS dalam kaset ditampilkan pada Gambar 2.41.

(a)

(b)

Gambar 2.41

(a) penampang lintang film radiografi,

(b) kombinasi IS dan film di dalam kaset


130 Fisika Radiodiagnostik

4. Imaging Plate Computed Radiography


Imaging Plate (IP) adalah komponen utama pada sistem Computed
Radiography (CR), merupakan lembaran plate sebagai media reseptor citra
yang terbuat dari bahan photostimulable phosphor. Efek fotografik pada IP
terjadi saat energi sinar-X mengenai phosphor IP sehingga menyebakan
elektron bahan penyusun IP terlepas kemudian ditangkap oleh Eu 2+ dan
tersimpan dalam IP yang dapat dibebaskan melalui proses scanning
menggunakan laser untuk mendapatkan citra pada layar komputer.
Struktur lapisan IP pada Gambar 2.42 diuraikan sebagai berikut; lapisan
pelindung (protective layer) merupakan lapisan tipis, dan transparan berfungsi
untuk melindungi IP. Lapisan phosphor merupakan lapisan yang mengandung
bariumfluorohalide dalam bahan pengikatnya. Lapisan pemantul (reflective
layer) merupakan lapisan yang terdiri dari partikel yang dapat memantulkan
cahaya. Lapisan konduktif (conductive layer) merupakan lapisan yang terdiri
dari kristal konduktif yang berfungsi untuk mengurangi masalah yang
disebabkan oleh gesekan elektrostatik, selain itu bahan kristal ini juga
mempunyai kemampuan untuk menyerap cahaya sehingga dapat
meningkatkan ketajaman citra. Lapisan penyangga (support layer) merupakan
lapisan yang berfungsi menyangga lapisan di atasnya. Lapisan pelindung
bagian belakang (backing layer) merupakan lapisan untuk melindungi IP
selama proses pembacaan (readout) di dalam image reader. Pemberi kode dan
identitas (barcode lable) digunakan untuk memberikan nomor seri dan untuk
mengidentifikasi partikel pada IP tertentu yang kemudian dapat dihubungkan
dengan identifikasi pasien.

Gambar 2.42

Struktur Imaging Plate (IP)


Fisika Radiodiagnostik 131

Banyak senyawa memiliki ciri khas photostimulable luminisence dan


beberapa diantaranya memiliki karakteristik yang diinginkan untuk pencitraan
radiografi, yaitu memiliki puncak stimulasi-serapan pada panjang gelombang
yang dihasilkan oleh laser, memiliki puncak emisi cahaya tampak yang mudah
diserap PMT, dan retensi citra laten tanpa kehilangan sinyal yang signifikan
akibat peristiwa fosforesensi. Senyawa yang paling dekat memenuhi
persyaratan ini adalah logam alkali tanah-halida (rare earth) RbCl, BaFBr:Eu2+,
BAF(BrI):Eu2+, BaFI:Eu2+, dan BaSrFBr:Eu2+, dari bahan tersebut yang umum
digunakan adalah BaFBr:Eu2+ (barium fluoro bromide dengan aktivator Eu2+)

5. Detektor Digital Radiography (DR)


Detektor pada Digital Radiography berfungsi sebagai reseptor citra
pengganti kaset dan film pada radiografi konvensional. Menggunakan jenis
detektor flat panel detector (FPD) yang merupakan jenis detektor yang
dirangkai menjadi sebuah panel tipis. Berdasarkan bahannya, FPD terbagi
menjadi dua, yaitu amorphous Silicon (a-Si), merupakan detektor tak langsung
(indirect detector atau indirect conversion), dan amorphous Selenium (a-Se)
yang merupakan detektor langsung (direct detector atau direct conversion).
Pada detektor a-Si sinar-X yang mengenai bahan ini dikonversi menjadi cahaya
tampak terlebih dulu sebelum diproses menjadi citra, dan pada detektor a-Se
sinar-X yang mengenai bahan ini langsung dikonversi menjadi citra melalui
proses tertentu. Bentuk fisik detektor FPD tersebut ditampilkan pada Gambar
2.43
Sistem DR menggunakan elemen detektor aktif berpola matrik atau
dexels (detector elements). Informasi citra dari dexel akan diwujudkan sebagai
pixels (picture elements) atau elemen citra pada layar monitor komputer. Pixel
adalah representasi citra dua dimensi dari data yang diperoleh dari voxels
(volume elements) yang merupakan representasi elemen volume jaringan dari
dalam obyek. Jadi dapat diurutkan, dalam pembentukan citra radiografi digital,
informasi dari perbedaan obyek dikumpulkan oleh dexel sebagai sistem
detektor, dan diproses di CPU menjadi voxels kemudian ditampilkan di layar
monitor menjadi pixel sebagai citra radiografi yang dapat kita lihat. Dexel pada
sistem ‘detektor konversi tidak langsung’ memiliki permukaan deteksi yang
menyerap foton cahaya dari lapisan phosphor di atasnya, dan pada sistem
konversi langsung, menyerap foton sinar-X secara langsung. Pada kedua
peristiwa tersebut dilepaskan muatan listrik melalui proses ionisasi dan
kemudian disimpan dalam kapasitor.
132 Fisika Radiodiagnostik

(a) (b)
Gambar 2.43

a) Bentuk Fisik Detektor FPD Amorphous Silicon

b) Amorphous Selenium

Gambar 2.44

Komponen Utama Dexel a-Se

Gambar 2.44. mengilustrasikan tiga komponen utama dari dexel sistem


konversi langsung. Luas persegi dexel terbuat dari lapisan tipis semikonduktor
yang sensitif terhadap sinar-X atau cahaya, semakin luas area tersebut maka
akan semakin efesien menyerap sinar-X atau cahaya, faktor efisiensi ini dapat
diukur, dan disebut sebagai detective quantum efficiency (DQE) dari dexel.
Lapisan detektor semikonduktor yang luas akan memberikan efisiensi
pengisian arus listrik yang besar, sehingga menyebabkan resolusi kontras (atau
Fisika Radiodiagnostik 133

signal to noise ratio SNR) dan resolusi spasial akan menjadi tinggi, dua indikator
ini menandakan citra radiografi yang tampil di layar monitor memiliki kualitas
yang tinggi. Salah satu batasan pengisian arus pada ukuran dexel adalah TFT
dan kapasitor, jika keduanya berukuran kecil, menyesuaikan prosentase luas
dexel, maka efisiensi pengisian arus listrik juga akan menjadi kecil, sehingga
memerlukan eksposi yang tinggi yang akan menyebabkan paparan radiasi ke
obyek menjadi lebih besar. Di sudut kanan bawah kita melihat kapasitor
mikroskopis, inilah inti dari dexel yang memiliki kemampuan menyimpan
muatan listrik secara langsung, dan dipojok kiri atas terdapat TFT yang
berfungsi sebagai ‘gerbang’ untuk melepaskan muatan listrik saat dexel
‘dibaca’ oleh perangkat analog to digital converter (ADC) komputer, kemudian
sinyal muatan listrik dikonversi menjadi sinyal digital, sinyal digital dikonversi
menjadi sinyal gambar dan kemudian ditampilkan di layar sebagai citra
radiografi.

Gambar 2.45

Susunan Tata Letak Detektor a-Si

Gambar 2.45 merupakan detektor sistem konversi tak langsung, yang


dikembangkan sebelum sistem konversi langsung, Sistem konversi tak
langsung menggunakan detektor aktif a-Si yang disusun dengan tata letak
matrik secara array (berbaris berkelompok), seluruh susunan dilapisi dengan
134 Fisika Radiodiagnostik

phosphor yang terbuat dari Cesium Iodida (CsI), juga ada yang menggunakan
Gadolinium Oxysulfide. Pada detektor ini juga dilengkapi TFT dan kapasitor
seperti dexel sistem konversi langsung.
Dexel sistem konversi tak langsung menghasilkan DQE yang lebih tinggi
sehingga diperlukan lebih sedikit eksposi dan dosis radiasi yang diterima
obyek menjadi lebih kecil, tetapi resolusi spasial lebih rendah daripada sistem
konversi langsung. Kedua sistem tersebut masih digunakan sampai sekarang.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Jelaskan dan berikan contohnya tiga efek yang ditimbulkan oleh sinar-X
terhadap bahan!
2) Jelaskan mekanisme luminisensi, fosforesensi, dan fluoresensi!
3) Jelaskan bagaimana proses terjadinya efek fotografik pada kaset
radiografi?
4) Jelaskan bagaimana proses terjadinya efek fotografik pada intensifying
screen dan film radiografi?
5) Jelaskan bagaimana proses terjadinya efek fotografik pada imaging plate
CR dan flat panel detector DR?

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami arti istilah tersebut.
2) Anda dapat dapat membaca kembali bagian modul yang membahas
tentang mekanisme luminisensi, fosforesensi, dan fluoresensi.
3) Anda dapat menjelaskan dengan memahami efek fotografik pada kaset
radiografi.
4) Anda dapat menjelaskan dengan mempelajari efek fotografik pada
intensifying screen dan film radiografi.
5) Anda dapat memahami dengan mempelajari efek fotografik pada
imaging plate, dan flat panel detector a-Si dan a-Se.
Fisika Radiodiagnostik 135

RINGKASAN

Efek sinar-X terhadap bahan atau obyek yang berhubungan dengan


radiodiagnostik, diantaranya efek fisika, efek kimia, dan efek biologi.
ketiganya saling berkaitan satu sama lain ketika sinar-X mengenai satu
obyek. Efek yang ditimbulkan berhubungan langsung dengan sifat sinar-X
sebagai radiasi pengion. Efek fisika oleh sinar-X terjadi karena sinar-X
merupakan gelombang yang membawa energi sangat tinggi maka ia
memiliki kemampuan untuk mengionisai bahan yang dikenainya. Efek kimia
terjadi karena bahan atau obyek mengandung senyawa kimia. Efek ini dapat
‘dilihat’ pada interaksi sinar-X dengan IS dan film radiografi. Efek biologi oleh
sinar-X berhubungan dengan radioloisis air, dan sel yang terdiri dari DNA
dan kromosom. Efek biologi dapat dihasilkan oleh efek langsung ataupun
efek tidak langsung, melalui pembentukan radikal bebas pada material
biologi.
Luminisensi adalah terpancarnya foton cahaya tampak dari bahan
tertetu setelah berinteraksi dengan energi radiasi. Luminisensi ada dua jenis,
yaitu fosforesensi dan fluoresensi. Fosforesensi terjadi pada bahan phosphor
tertentu yang akan menyimpan energi foton yang diserapnya, kemudian
setelah selang sampai beberapa waktu lamanya akan dipancarkan foton
cahaya dengan energi lebih rendah dari energi foton yang diserap,
sedangkan pada fluoresensi, setelah phosphor menerima energi radiasi akan
langsung dipancarkan foton cahaya tampak.
Sinar-X dapat menimbulkan efek pada peralatan diagnostik, atau efek
fotografik pada kaset, IS, film, IP, dan FPD. Efek fotografi pada bagian atas
kaset adalah kemampuannya meneruskan foton sinar-X sebanyak-
banyaknya, dengan kejadian interaksi fotolistrik dan interaksi Compton yang
sangat sedikit, dan pada bagian bawah kaset sebanyak-banyaknya terjadi
interaksi efek fotolistrik dengan interaksi Compton yang sangat sedikit,
bahkan diharapkan tidak terjadi interaksi Compton. Efek fotografik pada IS,
terjadi efek fotolistrik, dan IS memendarkan cahaya secara luminisensi
fluoresensi. Efek fotografik pada film radiografi terjadi apabila foton sinar-X
dan atau cahaya tampak mengenai film maka AgBr akan aktif, terurai
menjadi ion Ag+ dan Br- yang terpisah. Efek fotografik pada IP terjadi saat
energi sinar-X mengenai phosphor IP sehingga menyebakan elektron bahan
penyusun IP terlepas kemudian ditangkap oleh Eu2+ dan tersimpan dalam IP.
136 Fisika Radiodiagnostik

Efek fotografik pada flat panel detector (FPD) terjadi pada bahan amorphous
Silicon (a-Si) yang merupakan detektor tak langsung (indirect detector atau
indirect conversion), dan amorphous Selenium (a-Se) yang merupakan
detektor langsung (direct detector atau direct conversion).

TES 3

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Elektron atom bahan berinteraksi dengan foton sinar-X kemudian terjadi


efek fotolistrik, karena hal tersebut elektron dapat mengalami eksitasi
dan ionisasi.
Apakah efek yang ditimbulkan oleh sinar-X tersebut ….
A. Efek fisika
B. Efek kimia
C. Efek biologi
D. Efek Compton
E. Produksi pasangan

2) Pada peristiwa interaksi sinar-X dengan bahan phosphor tertentu dapat


terjadi mekanisme luminisensi fluoresensi.
Manakah pernyataan yang sesuai ….
A. Pemancaran cahaya terjadi setelah 10-8 detik
B. Pemancaran cahaya terjadi sebelum 10-8 detik
C. Tidak sesuai untuk fluoroscopy
D. Tidak sesuai untuk IS
E. Terjadi afterglow

3) Efek fotografik pada bagian atas kaset radiografi adalah supaya terjadi
sebanyak-banyaknya foton sinar-X yang diteruskan menuju IS dan film.
Pada bagian bawah kaset supaya terjadi interaksi fotolistrik tanpa diikuti
interaksi Compton.
Manakah pernyataan yang sesuai ….
A. Untuk menghindari interaksi Compton digunakan Carbon
B. Bagian bawah kaset terbuat dari Aluminium
Fisika Radiodiagnostik 137

C. Bagian atas kaset nilai µx harus heterogen


D. Bagian atas kaset nilai µx harus homogen
E. Bagian atas kaset terbuat dari Pb

4) Pada pemeriksaan radiografi yang menggunakan kombinasi IS-film


terjadi efek fotografik pada keduanya sehingga diperoleh kualitas citra
radiografi yang informatif.
Manakah pernyataan yang sesuai ….
A. IS terbuat dari phosphor silver halide
B. Film terbuat dari gadolinium oxysulphide
C. Pendaran cahaya IS matching dengan sensitifitas film..
D. Detective quantum efficiency phosphor IS harus rendah
E. Conversion efficiency lebih panjang dari panjang gelombang
cahaya hijau

5) Efek fotografik pada reseptor citra ini terjadi saat energi sinar-X mengenai
phosphor sehingga menyebabkan elektron bahan penyusunnya terlepas
kemudian ditangkap oleh aktifator.
Apakah reseptor citra tersebut ….
A. Amorphous selenium
B. Amorphous silicon
C. Flat panel detector
D. Film radiografi
E. Imaging plate
138 Fisika Radiodiagnostik

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 2 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 2.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Bab 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus
mengulangi materi Topik 2 , terutama bagian yang belum dikuasai.
Fisika Radiodiagnostik 139

Kunci Jawaban Tes

Tes 1 1) A Wilhelm Conrad Roentgen adalah fisikawan


penemu sinar-X.

2) D Anoda, ditunjukkan tanda panah nomor 4 adalah


target tempat tumbukan dengan elektron
proyektil untuk produksi sinar-X.

3) E Filter Aluminium mampu menyerap sinar-X energi


rendah sehingga spektrum energi sinar-X menjadi
lebih homogen.

4) C Kolimator berfungsi untuk mengatur luas


lapangan penyinaran pada pemeriksaan
radiografi.

5) B Menggunakan mA rendah menyebabkan area


focal spot menjadi kecil (small focus) sehingga akan
meningkatkan detail dan ketajaman radiografi.
Untuk memperlihatkan fissure (retakan halus pada
tulang) diperlukan detail dan ketajaman yang
tinggi.

6) A Tabung sinar-X mengalami beban panas yang


tinggi akan cepat mengakibatkan kerusakan
tabung, berupa filamen katoda putus, mekanik
rotor rusak sehingga tidak dapat memutar anoda
dengan sempurna mengakibatkan anoda menjadi
retak atau berlubang.

7) C 90 keV merupakan energi sinar-X Bremstrahlung


yang nilainya setara dengan faktor eksposi kVp
yang digunakan dalam pemeriksaan.

8) A Meningkatkan kualitas sinar-X dilakukan dengan


menggunakan faktor eksposi kVp yang tinggi
supaya energi sinar-X mampu menembus obyek
yang tebal.
140 Fisika Radiodiagnostik

9) B Meningkatkan kuantitas sinar-X dilakukan dengan


menggunakan faktor eksposi mAs yang tinggi
supaya jumlah foton sinar-X menjadi lebih banyak
yang dapat diteruskan sampai ke reseptor citra.

10) E Dapat menguraikan AgBr pada emulsi film menjadi


Ag+ dan Br- sehingga terbentuk bayangan laten.

Tes 2 1) B Hamburan Rayleigh terjadi akibat interaksi incident


photon dengan seluruh elektron orbital suatu atom
tetapi incident photon hanya mengalami defleksi.

2) C Efek fotolistrik adalah kejadian penyerapan total


energi yang mengenai atom bahan sehingga tidak
ada yang tersisa.

3) D Hamburan Compton adalah kejadian terserapnya


sebagian incident photon yang mengenai elektron
valensi. Sisa energi incident photon dihamburkan.

4) E Produksi pasangan terjadi dengan energi minimal


incident photon sebesar 1,022 MeV.

5) A I1=I0e-µx adalah persamaan matematika koefisien


atenuasi linier.

Tes 3 1) A Efek fisika yang ditimbulkan oleh sinar-X


menyebabkan elektron atom bahan mengalami
eksitasi dan ionisasi.

2) B Pemancaran cahaya terjadi sebelum 10-8 detik


adalah peristiwa luminisensi pada bahan phosphor
fluoresensi.
Fisika Radiodiagnostik 141

3) D Bagian atas kaset nilai µx harus sama, supaya foton


sinar-X yang sudah membawa ‘informasi‘ kontras
subyek tidak mengalami perubahan saat
diteruskan menuju IS dan film. Jika nilai µx yang
merupakan nilai koefisien atenuasi linier bahan
dan ketebalan bahan tidak sama di semua bagian
atas kaset maka kontras radiografi yang diperoleh
tidak sesuai dengan obyek yang diperiksa.

4) C Pendaran cahaya IS matching dengan sensitifitas


film, maka akan diperoleh kualitas citra yang
optimal. Jika digunakan IS jenis green emitting
yang akan memendarkan cahaya hijau maka harus
digunakan film jenis green sensitive yang sensitif
terhadap cahaya hijau, supaya terjadi spectral
mathing antar keduanya.

5) C Imaging plate, jika energi sinar-X mengenai bahan


phosphor BaFBr:Eu2+ maka akan dilepaskan
elektron dari phosphor dan elektron ditangkap
oleh aktifator Eu2+ yang berfungsi sebagai electron
trap.
142 Fisika Radiodiagnostik

Glosarium

Titik lebur : Suhu yang membuat keadaan padat berubah


menjadi keadaan cair, dan titik didih adalah
suhu yang membuat keadaan cair menjadi
keadaan gasnya.

HVL : Half value layer, adalah tebal bahan yang


membuat intensitas radiasi yang melintasinya
menjadi setengah dari semula.

High tension transformer : Trafo tegangan tinggi yang terbagi menjadi


step up transformer dan step down transformer.
Step up transformer berfungsi mengubah level
tegangan AC dari rendah ke level lebih tinggi,
step down transformer berfungsi mengubah
level tegangan AC dari tinggi ke rendah.

Warming up : Pemanasan tabung sinar-X dengan cara


eksposi menggunkan faktor eksposi yang
rendah, bertujuan untuk mencegah kerusakan
tabung karena menerima panas tinggi yang
tiba-tiba akibat penggunaan faktor eksposi
yang tinggi.

Defleksi : Perubahan arah karena interaksi. Interaksi


energi foton dengan kemungkinan; terjadi
defleksi dan penyerahan energi, terjadi
defleksi saja, atau terjadi penyerahan energi
saja.
Fisika Radiodiagnostik 143

Foton Partikel elementer (dasar) dalam fenomena


elektromagnetik, sebagai pembawa radiasi
elektromagnetik, misal gelombang radio,
cahaya, atau sinar-X, foton berbeda dengan
partikel elementer lainnya seperti elektron dan
kuark, karena foton tak bermassa, dan dalam
ruang hampa udara selalu bergerak dengan
kecepatan cahaya, memiliki dualisme sifat
sebagai gelombang dan partikel.

Koefisien : Faktor pengali dalam sebuah ekspresi atau


sebuah deret aritmatika, berupa angka atau
parameter tertentu.

Nilai absolut : Atau nilai mutlak, adalah nilai suatu bilangan


riil tanpa tanda plus (+) atau minus (-).

Kerapatan bahan : Atau densitas, adalah properti fisika dari materi


atau bahan yang mengungkapan hubungan
massa per volume.

Fluence : Energi radiasi yang diterima oleh permukaan


per satuan luas, atau pada paparan spektral
(spektrum energi) merupakan paparan radiasi
per satuan frekuensi atau panjang gelombang.

Gaya Coulomb : Gaya antar partikel bermuatan, muatan sejenis


akan saling tolak-menolak, muatan tak sejenis
akan tarik menarik.

Reaksi kulminasi : Reaksi puncak pemecahan ikatan kimia.

Transien : Bagian dari sel somatik yang berubah menjadi


populasi sel lain.

Polimer : Sebuah molekul panjang yang mengandung


rantai-rantai atom yang dipadukan melalui
ikatan kovalen, pada umumnya polimer
dikenal sebagai materi yang bersifat
nonkonduktif atau isolator, contohnya plastik.
144 Fisika Radiodiagnostik

Monomer : Molekul kecil pembentuk polimer, dapat


terdiri dari satu jenis maupun beberapa jenis
molekul.

Sel somatik : Sel tubuh selain sel reproduksi, memiliki fungsi


spesifik yang berdiferensiasi dalam
pembentukan struktur tubuh yang berasal dari
sel batang embrionik.

Orthokromatik : Peka terhadap cahaya tampak dari panjang


gelombang hijau hingga biru.

Polyester : Suatu kategori polimer yang mengandung


gugus fungsional ester (hasil campuran
minyak bumi, alkohol, dan asam karboksilat)
dalam rantai utamanya, bukan berasal dari
alam melainkan melalui proses kimiawi.

Gelatin : Senyawa turunan protein yang diperoleh


dengan cara mengekstrak kolagen hewan dan
mengeringkannya, karakteristiknya bening
sehingga tembus cahaya, tak berwarna, rapuh,
dan tak berasa.

Kristal : Atau hablur, adalah suatu padatan yang atom,


molekul atau ion penyusunnya terpasang
secara teratur dan polanya berulang secara
tiga dimensi, zat cair membentuk kristal ketika
mengalami proses pemadatan.

Amorphous : Atau amorf, adalah zat padat yang tidak


berbentuk kristal.
Fisika Radiodiagnostik 145

Daftar Pustaka

American Association of Physicists in Medicine Report No. 116.


2009. An Exposure Indicator for Digital Radiography. One
Physics Ellipse College Park.

Bhusong, Stewart Carlyle, 2008. Radiologic Science For


Technologisth, Physics, Biology, and Protection, Ninth
Edition. Canada, Mosby Elsevier.

Carroll, Quinn B, 2011. Radiography in The Digital Age: Physics,


Exposure, Radiation Biology, 2600 South First Street
Springfield, Illinois, USA, Charles C Thomas Publisher, Ltd.

Carter, C.E., & Veale, B.I, 2010. Digital Radiography and PACS.
Mosby, Elsevier.

D.R. Dance, S. Christofides, etc, 2014. Diagnostic Radiology


Physics : A Handbook for Teachers and Students. Vienna:
International Atomic Energy Agency.

Frank, Eugene D., Bruce W. Long dan Barbara J smith. 2016.


Merril of Atlas
Radiographic Positioning and Radiologic Procedures,
Twelfth Edition
Vol I. St.Louis Missouri : Elsevier Mosby.

Oakley. J, 2006. Digital Imaging, A Primer for Radiographers,


Radiologist, and Health Care Professional. Cambridge,
Cambridge University Press.

PP Dendy, B Heaton, 1999. Physics For Diagnostic Radiology, 2nd


edition, USA, Philadelphia.
146 Fisika Radiodiagnostik

Seibert, J.A. etc. American Association of Physicists in Medicine


Report No. 93. 2006. Acceptance Testing and Quality
Control of Photostimulable Storage Phosphor Imaging
Systems. One Physics Ellipse College Park.

Suetens. P, 2002. Fundamentals of Medical Imaging. Cambridge,


Cambridge University Press.
BAB 3

3
CITRA RADIOGRAFI

Guntur Winarno, S.Si, M.Si.

PENDAHULUAN

C
itra radiografi sangat penting untuk kita pelajari, karena ini adalah
tujuan akhir kita belajar fisika radiodiagnostik. Untuk menghasilkan
citra radiografi yang berkualitas kita harus menggabungkan
pemahaman yang sudah dipelajari dan dikuasai dari beberapa mata kuliah
keahlian, termasuk pemahaman fisika radiodiagnostik.
Setelah Anda mempelajari dan menguasai materi yang disajikan pada
Bab 3 ini, maka secara umum Anda akan memahami tentang citra radiografi
dan mengaplikasikan pemahaman Anda untuk menunjang keberhasilan
dalam pemeriksaan radiografi. Secara khusus Anda akan mampu:
1. Menjelaskan pembentukan citra radiografi yang diawali dengan
pembentukan bayangan laten (latent image) pada sistem kombinasi IS-
film, imaging plate sistem CR, dan flat panel detector sistem DR, serta
pengolahan citra pada film secara manual dan otomatik, pengolahan citra
sistem CR dan sistem DR.
2. Menjelaskan kualitas citra radiografi yang terbagi menjadi densitas
radiografi, kontras radiografi, ketajaman dan detail.
3. Menjelaskan magnifikasi dan distorsi citra dalam pemeriksaan radiografi.
4. Menjelaskan kurva karakteristik film pada sistem kombinasi IS-film.
5. Menjelaskan fungsi grid dalam mengurangi radiasi hambur.
6. Menjelaskan kontruksi dan jenis grid.
7. Menjelaskan efisiensi grid, grid conversion factor (GCF), dan grid cut off.
148 Fisika Radiodiagnostik

Untuk memudahkan Anda dalam mempelajari dan menguasai materi


Citra Radiografi maka Bab 3 ini dibagi menjadi 2 topik:

Topik 1 : Citra radiografi


Topik 2 : Grid radiografi

Selamat belajar!
Fisika Radiodiagnostik 149

TOPIK 1

Citra Radiografi

P
ada topik ini kita akan membahas tentang pembentukan citra radiografi
yang diawali dengan pembentukan bayangan laten (latent image) pada
sistem kombinasi IS-film, imaging plate sistem CR, dan flat panel
detector sistem DR, serta pengolahan citra pada film secara manual dan
otomatik, pengolahan citra sistem CR dan sistem DR. Dilanjutkan pembahasan
kualitas citra radiografi yang terbagi menjadi densitas radiografi, kontras
radiografi, ketajaman dan detail. Kualitas citra radiografi dapat terpengaruh
oleh magnifikasi dan distorsi citra yang menyebabkan radiograf dapat ditolak
atau mengulang pemeriksaan, oleh karenanya kita akan bahas pada topik ini.
Terakhir kita bahas kurva karakteristik film pada sistem kombinasi IS-film
supaya kita mampu memilih kombinasi IS-film dan pertimbangan faktor
eksposi pada kombinasi tersebut.

A. PEMBENTUKAN CITRA RADIOGRAFI

Pembentukan citra radiografi diawali dengan proses terbentuknya


bayangan laten pada film radiografi, IP, dan FPD.

1. Bayangan Laten (Latent Image)


Bayangan laten pada reseptor citra yang dibahas disini adalah bayangan
laten pada film radiografi konvensional, imaging plate (IP) CR, dan flat panel
detector (FPD) DR.

a. Bayangan laten pada sistem kombinasi IS-film


Seperti yang sudah kita ketahui, film radiografi konvensional mengadung
kristal phosphor AgBr, yang akan terurai menjadi ion Ag+ dan Br- setelah
berinteraksi dengan foton sinar-X dan cahaya tampak dari IS. Film radiografi
konvensional yang berada dalam kaset dan IS tidak hanya menerima energi
sinar-X, tetapi lebih banyak menerima pencahayaan dari IS. Apabila tidak ada
150 Fisika Radiodiagnostik

IS dan film hanya menerima energi sinar-X maka kontras radiografi akan sangat
rendah. Energi foton cahaya sangat besar pengaruhnya terhadap kristal AgBr
dalam emulsi film, energi yang diserap oleh AgBr menyebabkan struktur
molekul AgBr berubah menjadi Ion Ag+ dan Br-. Struktur molekul AgBr mudah
sekali terionisasi, tetapi keberadaan ion Ag+ dan Br- tetap dapat dipertahankan
dalam emulsi oleh komponen kristal sensitivity spekcs (titik kepekaan) yang
terbentuk ketika AgBr terurai, dapat diilustrasikan dengan persamaan AgBr +
Energi Foton Ag+ + Br-, dengan Ag+ adalah ion perak dalam bentuk ion positif
yang merupakan bayangan laten. Ion Ag+ disebut bayangan laten karena
keberadaannya belum dapat dilihat secara visual atau tidak dapat dilihat oleh
mata kita, ia dapat dilihat setelah melalui proses pengolahan citra
menggunakan cairan developer.

b. Bayangan laten pada Imaging Plate sistem CR


Imaging plate (IP) mengandung bahan phosphor BaFBr:Eu2+ yaitu kristal
Barium Fluoro Bromida dengan bahan Europium sebagai penangkap elektron
(electron trap). Kristal murni Barium Fluoro Bromida yang diaktivasi oleh
Europium terdapat pada titik meta-stabil atau F-center (dari bahasa Jerman
farbcentren atau ‘pusat warna’) diseluruh kisi kristalnya. F-center ini bertindak
sebagai ‘lubang elektronik’ (electronic holes) kecil pada kristal yang dapat
menangkap atau menjebak elektron yang dilepaskan dari atom phosphor
Barium Fluoro Bromida. Energi foton sinar-X setelah melintasi obyek akan
mengenai IP, yaitu mengenai phosphor BaFBr kemudian elektron valensi dari
BaFBr akan menyerap foton sinar-X, dan elektron tersebut terpental keluar
mengalamai ionisasi kemudian ditangkap oleh Eu2+ yang bermuatan positif
pada titik F-center. Elektron atau muatan listrik yang tersimpan dalam F-center
Eu2+ disebut sebagai bayangan laten, seperti diilustrasikan pada Gambar 3.1.
Imaging plate ditempatkan dalam kaset dengan bagian phosphor
menghadap ke depan kaset. Bentuk kaset CR mirip kaset IS-film, hanya pada
kaset CR terdapat chip memori di salah satu sudutnya untuk mendownload
informasi pemeriksaan dan data pasien. Di dalam kaset CR bagian depan dan
belakang dilengkapi bahan khusus untuk menghilangkan listrik statis IP dan
untuk melindungi IP dari guncangan kecil. IP sering disebut juga sebagai
imaging plate photostimulable phosphor (IP PSP) karena IP mengandung
phosphor yang dapat memancarkan cahaya ketika distimulasi oleh energi foton
dalam proses pengolahan citra dalam image reader. IP PSP memiliki
kemampuan untuk menyimpan energi yang ditahan oleh elektron laten di
pusat F-center untuk jangka waktu yang relatif lama, bayangan laten dapat
Fisika Radiodiagnostik 151

‘diambil’ tanpa ada kehilangan informasi yang berarti (memudar) selama


berjam-jam, diperkirakan IP PSP akan mempertahankan hingga 75 persen dari
bayangan laten selama 8 jam setelah interaksi dengan foton sinar-X.

Gambar 3.1

Elektron dari Kristal Barium Fluoro Bromida dalam IP PSP Menyerap Energi Foton Sinar-X,
Elektron Terlepas dari Atom dan Ditangkap oleh F-center Eu2+menjadi Bayangan Laten

Representasi F-center Eu2+ yang bekerja pada susunan pita energi dalam
atom ditampilkan pada Gambar 3.2. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa
kulit atom bagian terdalam yang sudah mencapai kapasitas elektron,
berdasarkan aturan 2n2 sebagai pita terisi energi, dan kulit terluar atau pita
valensi yang menahan elektron sangat longgar sehingga elektron dapat
mengalami ikatan valensi atau ikatan ion dengan atom lain untuk membentuk
molekul. Di atas level tersebut terdapat pita konduksi, yang terdiri dari energi
elektron yang dibebaskan dari atom sebagai arus listrik. Struktural seluruh
molekul dapat mempengaruhi pita energi atom individu di dalamnya.
Beberapa molekul tertentu diatur sedemikian rupa untuk dapat disisipkan pita
energi tambahan antara pita valensi dan pita konduksi, sehingga seolah-olah
pita konduksi dianggap sebagai pita energi ‘diluar atom’, yang sesungguhnya
tidak, karena kehadiran energi meta-stabil di dalam atom, yaitu F-center atau
perangkap elektron. Dibuat dalam molekul Barium Fluoro Bromida dengan
Eu2+ ditambahkan sebagai ‘agen doping’ atau ‘pengotor’ atau ‘aktivator’. Jadi
152 Fisika Radiodiagnostik

pada IP PSP, kristal Barium Fluoro Bromida didoping dengan Europium,


struktur molekul menghasilkan pembentukan F-center, yang sebenarnya terdiri
dari sebuah pita energi tambahan yang dibuat antara pita valensi dan pita
konduksi. Pada proses pengolahan citra menggunakan sistem CR, elektron di
pita energi F-center Eu2+ akan distimulasi oleh energi laser supaya kembali ke
kulit normalnya dalam atom Barium Fluro Bromida.

Gambar 3.2

a) Atom Normal dengan Tingkat Energi Elektron terdiri dari Pita Terisi Elektron, Pita Valensi,
dan Pita Konduksi yang Berada Diluar Pengaruh Energi Ikat Atom, b) Atom dalam Molekul
Barium Fluoro Halida (Bromida)

c. Bayangan laten pada detektor sistem DR


Detektor DR yang berupa Flat Panel Detector (FPD) ada dua yaitu
amorphous Silicon (a-Si) dan amorphous Selenium (a-Se). Amorphous Silicon (a-
Si) merupakan teknologi ‘reseptor citra tidak langsung’ karena sinar-X diubah
terlebih dulu menjadi cahaya. Pada Gambar 3.3 detektor a-Si, sebuah sintilator
pada lapisan terluar detektor (yang terbuat dari Cesium Iodida atau
Gadolinium Oksisulfat), mengubah sinar-X menjadi cahaya fluorosen. Cahaya
kemudian diteruskan melalui lapisan photoiodida a-Si dan dikonversi menjadi
sinyal listrik kemudian dikumpulkan dalam kapasitor. Sinyal listrik kemudian
dibaca dan dikeluarkan oleh film transistor tipis (thin film transitors TFT’s) atau
Charged Couple Device (CCD’s), selanjutnya oleh piranti analog to digital
converter (ADC) diubah menjadi sinyal keluaran digital. Data citra kemudian
dikirim ke dalam CPU komputer selanjutnya ditampilkan di layar monitor
berupa citra radiografi dalam format skala keabuan dari nilai piksel (gray scale
pixel value). Disini dapat kita lihat bahwa bayangan laten yang terjadi sangat
Fisika Radiodiagnostik 153

singkat sekali, yaitu sinyal listrik dikumpulkan oleh kapasitor, dibaca dan
dikeluarkan oleh TFT, dikonversi oleh ADC menjadi sinyal digital kemudian
langsung di proses dalam central processor unit (CPU) menjadi citra radiografi,
tanpa alat tambahan seperti image reader pada sistem CR.

Gambar 3.3

Ilustrasi Foton Sinar-X Dikonversi menjadi Foton Cahaya pada Dexel a-Si

Amorphous Selenium (a-Se) dikenal sebagai detektor langsung karena


tidak ada konversi energi sinar-X menjadi cahaya. Lapisan terluar dari flat panel
detector adalah elektroda bias tegangan tinggi. Elektroda bias adalah elektroda
yang disambungkan ke terminal positif sumber listrik sehingga arus listrik
dapat mengalir pada elektroda tersebut. Setelah detektor a-Se menerima foton
sinar-X maka terbentuk lubang-lubang elektron (hole) yang tersimpan dalam
Selenium berdasarkan pengisian tegangan bias. Pola lubang-lubang yang
terbentuk pada lapisan Selenium dibaca oleh rangakaian TFT, masuk ADC,
kemudian diinterpretasikan menjadi citra seperti pada detektor a-Si, yaitu
sinyal listrik dikumpulkan oleh kapasitor, dibaca dan dikeluarkan oleh TFT,
dikonversi oleh ADC menjadi sinyal digital kemudian langsung di proses dalam
central processor unit (CPU) menjadi citra radiografi.
154 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 3.4

Proses Terbentuknya Bayangan Laten pada a-Se

Gambar 3.4 adalah ilustrasi penampang (cross-section) dexel saat


meyerap energi sinar-X, lapisan semikonduktor (a-Se) dengan ketebalan 1 mm
menyerap energi sinar-X kemudian terjadi ionisasi pada molekul lapisan
Selenium, sehingga dibebaskan elektron, dan terbentuk pasangan lubang-
elektron (electron-hole pair) yang terdiri dari elektron bebas dan lubang
bermuatan positif yang ditinggalkan elektron. Elektron (ion negatif) menuju ke
elektroda bagian atas, dan lubang bermuatan positif (positively-charged holes)
menuju ke bawah mengisi daya pada kapasitor. Muatan yang terkumpul dalam
kapasitor merupakan bayangan laten yang langsung diproses menjadi citra
radiografi.

2. Pengolahan Film Secara Manual


Pengolahan film secara manual adalah kegiatan untuk membangkitkan
bayangan laten menjadi citra permanen yang tampak pada film radiografi,
menggunakan larutan kimia developer dan fixer yang dilakukan di kamar gelap.
Larutan kimia masing-masing ditempatkan pada wadah tangki dengan
kapasitas isi 20 liter, diletakkan saling berdampingan dengan urutan tangki
developer, tangki rishing, tangki fixer, dan tangki washing seperti ditampilkan
Fisika Radiodiagnostik 155

pada Gambar 3.5. Kamar gelap adalah ruangan yang didesain khusus untuk
penanganan film radiografi sebelum dan sesudah eksposi. Tidak boleh ada
kebocoran cahaya yang masuk ke dalam kamar gelap saat ruangan dalam
keadaan gelap untuk pengolahan film. Dalam kamar gelap terdapat safelight,
yaitu lampu dengan filter warna merah yang dipasang di atas tangki cairan
developer, berfungsi sebagai penerang untuk membantu kita melihat atau
mengamati citra radiografi pada film yang diproses secara manual. Pada
pengolahan film secara manual terdapat empat tahapan yang harus dilalui oleh
film, yaitu film dimasukkan ke dalam cairan developing (pembangkitan),
rinshing (pembilasan), fixing (penetapan), dan washing (pencucian).

Gambar 3.5

Susunan Tangki pada Pengolahan Film secara Manual

a. Developing
Setelah film radiografi merespon paparan foton sinar-X dan cahaya
tampak dari IS, kemudian terbentuk bayangan laten pada sensitivity specks
lapisan phosphor, yaitu Ag+ dan Br-. Proses developing adalah tahapan pertama
dalam pengolahan film, yaitu proses perubahan ion-ion perak Ag+ di dalam
emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau
perubahan dari bayangan laten menjadi citra tampak. Proses tersebut terjadi
dengan pemberian (donasi) elektron oleh larutan developer ke sensitivity
specks (titik sensitivitas) sehingga ion Ag+ menjadi Ag netral atau logam perak
(perak metalik). Sementara butiran perak halida AgBr yang tidak mendapat
penyinaran tidak akan terjadi perubahan. Perubahan menjadi perak metalik ini
berperan dalam penghitaman AgBr yang terkena sinar-X dan cahaya dari IS
sesuai dengan intensitasnya yang diterima oleh film. Semakin banyak intensitas
156 Fisika Radiodiagnostik

sinar-X dan cahaya dari IS yang mengenai AgBr maka akan semakin banyak
terbentuk Ag+ dan Br- dan mengakibatkan akan semakin banyak diproduksi
perak metalik. Sedangkan AgBr yang tidak mendapat penyinaran akan tetap
bening. Ag+ akan terpisah dengan Br- saat dilakukan proses developing. Pada
area film yang terkena eksposi, Ag+ akan mengendap pada emulsi film, dan
pada area yang tak terekposi, Ag akan terlepas dari emulsi. Endapan Ag
terbentuk dalam emulsi dan menampilkan area gelap yang disebut
penghitaman (density) atau sering disebut sebagai densitas radiografi yang
merupakan manifestasi dari kerapatan perak metalik dalam film. Jadi, semakin
banyak paparan terhadap film maka film akan semakin hitam (radiolucent) atau
dapat dikatakan film memiliki densitas radiografi yang tinggi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembangkitan, yakni suhu
cairan, agitasi dan derajat kelemahan aktifitas developer. Suhu developer
pengolahan manual diharapkan konstan pada kisaran 18oC hingga 20oC
dengan waktu lamanya film dalam cairan developer maksimal 4 menit, apabila
suhu diluar rentang tersebut maka kompensasinya waktu developing harus
diubah untuk mempertahankan densitas radiografi tetap optimal, yaitu tidak
tinggi dan tidak rendah. Untuk memperkirakan hubungan suhu dan waktu
dalam memperoleh densitas radiografi yang optimal dapat dilihat pada Tabel
3.1, semakin rendah suhu maka waktu developing semakin lama, demikian juga
sebaliknya, semakin tinggi suhu maka waktu developing akan semakin cepat.

Tabel 3.1

Hubungan Suhu dan Waktu Developing


Fisika Radiodiagnostik 157

Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap citra radiografi,


kenaikan suhu meskipun sedikit, misalkan 1/20C, tanpa perubahan waktu
developing maka akan menyebabkan kenaikan chemical fog dan meningkatkan
densitas radiografi secara merata yang berakibat akan menurunkan kontras
radiografi. Oleh karena itu, meskipun larutan developer terbuat dari bahan-
bahan yang mampu memilih AgBr yang sudah tereksposi dan yang belum,
tidak menutup kemungkinan akan terjadi proses penghitaman berlebih pada
area film yang sudah terpapar foton sinar-X dan cahaya dari IS, meskipun
kolimasi penyinaran sinar-X kita batasi tetapi ada radiasi hambur yang
menyebabkan AgBr akan terurai meskipun sedikit, kecuali film sama sekali
tidak dieksposi atau film dari dalam box film kita ambil lalu kita masukkan ke
dalam larutan developer, maka film tersebut tidak akan terjadi penghitaman
berlebih. Film yang kita gunakan, telah menempuh perjalanan selama
pengiriman dan penyimpanan yang dapat berpotensi terpapar panas yang
menyebabkan ada sedikit AgBr terurai dan tetap akan terjadi penghitaman
meskipun sangat sedikit sekali, ini alasan mengapa basic fog level dalam kurva
karakteristik tidak pernah nol.
Selanjutnya agitasi, dilakukan selain untuk melihat perkembangan proses
pembangkitan bayangan laten dengan bantuan safelight juga untuk
menghilangkan gelembung udara (air bubbles) dan membuat seluruh
permukaan film teraktifasi oleh larutan developer. Kekurangan agitasi dapat
menyebabkan citra radiografi mengalami edge effect, yaitu muncul garis hitam
tegas ditepi atas film, dan bromide low lines yaitu garis hitam di area film
dengan densitas tinggi. Kegiatan agitasi adalah mengangkat film yang
dipasangkan pada hanger dari tangki larutan developer kemudian
menyelupkannya kembali ke dalam tangki larutan developer, dilakukan dua
hingga tiga kali selama proses pengolahan, atau tergantung dari lamanya
waktu developing agent bekerja.
Secara umum faktor yang mempengaruhi lamanya waktu pembangkitan
(developing time) adalah kepekatan larutan developer, suhu larutan developer,
agitasi, dan larutan developer baru atau lama. Suhu larutan developer harus
dipertahankan tetap terjaga sehingga di kamar gelap tidak boleh dipasang AC,
ventilasi menggunakan cerobong pipa atau exhaust fan yang dipasang
sedemikian rupa sehingga tetap menjaga supaya tidak ada kebocoran cahaya
dari luar kamar gelap. Larutan developer yang baru dibuat, memiliki aktifitas
yang tinggi sehingga perlu diperhitungkan waktu lamanya pengolahan film
dan agitasi. Sedangkan larutan developer yang sudah lama walaupun jarang
digunakan akan memiliki aktifitas yang lemah karena oksidasi, jika jarang
158 Fisika Radiodiagnostik

digunakan sebaiknya diganti dalam jangka waktu tiga hingga enam bulan.
Larutan developer yang sudah digunakan untuk mengolah 350 hingga 500
lembar film juga akan mengalami kelemahan aktifitasnya, selain karena
mengalami oksidasi juga disebabkan endapan yang semakin banyak dari
bahan developing agent.
Aktifitas larutan developer dapat bekerja optimal pada pH basa dengan
rentang 9,5 hingga 11,5 jika diluar rentang tersebut maka kinerjanya tidak
optimal. Kinerja atau aktivitas developer turut dipengaruhi oleh beberapa
bahan yang terkandung didalamnya, diantaranya bahan pelarut (solvent),
bahan pembangkit (developing agent), bahan pemercepat (accelerator), bahan
penahan (restrainer), bahan penangkal (preservative), dan bahan tambahan
buffer dan hardener.
Bahan pelarut yang digunakan untuk mencampur semua bahan
developer adalah air bersih (H20) yang tidak mengandung minenal atau tidak
mengandung air kapur. Bahan ini sebelumnya dipanaskan dengan suhu kurang
lebih 500C untuk mudah melarutkan semua bahan developer.
Bahan pembangkit (developing agent) adalah bahan yang dapat
mereduksi logam perak, mengubah perak bromida yang sudah tereksposi
menjadi perak metalik. Saat film dicelupkan ke dalam larutan developer
emulsinya akan mengembang sehingga mudah ditembus oleh bahan
developer. Developing agent akan menembus masuk ke dalam emulsi dan
menuju sensitivity specks. Sensitivity specks dalam kristal memiliki jarak (gap)
dengan ion negatif Bromine Br- sehingga memungkinkan developing agent
mereduksinya dengan cara memberikan elektron kepada ion perak Ag+ hingga
menetralisir Ag+ menjadi perak metalik (Ag) berwarna hitam pada film, tanpa
mempengaruhi AgBr yang tidak tereksposi. Keberadaan ion negatif Bromine
Br- yang membentuk kisi-kisi mengelilingi kristal AgBr yang belum tereksposi
cenderung memiliki kemampuan untuk menolak elektron dari developing
agent. Proses tersebut menjabarkan kemampuan developer untuk menyeleksi
butiran AgBr yang telah dan belum tereksposi. Hanya butiran AgBr yang telah
tereksposi menjadi Ag+ dan Br- yang memiliki sensitivity specks yang akan dicari
oleh elektron developing agent. Kerja developing agent harus dikontrol,
maksudnya kita harus dapat menentukan atau memperkirakan jika proses
pembangkitan bayangan laten sudah cukup menampilkan citra tampak (visible
image) maka segera kita hentikan proses developing agent dan memasukkan
film ke rinshing. Disini keuntungan dari pengolahan film secara manual jika
dibandingkan dengan pengolahan film secara otomatik. Apabila terjadi
eksposi berlebihan karena faktor eksposi yang terlalu tinggi (over exposure)
Fisika Radiodiagnostik 159

maka kita dapat mengontrol kinerja developing agent supaya tidak meneruskan
aktifitasnya untuk menjaga supaya densitas radiografi tetap optimal, demikian
sebaliknya jika terjadi under exposure karena faktor eksposi yang terlalu
rendah, kita dapat mengatur waktu lamanya film di dalam larutan developer
sampai muncul citra radiografi di film. Bahan yang digunakan adalah sodium
hydrosulphite, hydrogen peroxide, dan forenaldehida, terbagi menjadi dua,
yaitu phenidone yang berfungsi sebagai agen pereduksi memberikan efek
warna abu-abu, dan hydroquinone berfungsi sebagai bahan pereduksi yang
memberikan efek warna hitam pada film.
Bahan pemercepat (accelerator) adalah bahan yang memberikan media
alkali (basa) supaya emulsi film mudah mengembang dan mudah ditembus
oleh developing agent. Bahan ini menggunakan potassium carbonat (Na2CO3
atau K2CO3), dan potassium hydoksida (NaOH atau KOH) yang mempunyai
sifat basa dan mudah larut dalam air.
Bahan penahan (restrainer) adalah bahan yang berfungsi untuk
mengendalikan aksi reduksi dari developing agent terhadap kristal AgBr yang
tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut (fog) pada film radiografi. Bahan
yang digunakan adalah Kalium Bromida (KBr).
Bahan penangkal (preservatif) adalah bahan yang berfungsi untuk
mengontrol laju oksidasi developing agent. Developing agent mudah menyerap
oksigen dari udara sehingga mudah teroksidasi. Bahan penangkal ini
sepenuhnya tidak menghentikan proses oksidasi tetapi hanya mengurangi laju
oksidasi dan meminimalisir efek oksidasi. Apabila developing agent banyak
mengalami oksidasi maka aktifitasnya akan melemah sehingga akan
memerlukan waktu lama dalam mengolah bayangan laten menjadi citra
radiografi. Oleh karenanya tangki larutan developer harus selalu ditutup jika
tidak digunakan.
Bahan tambahan ada dua, yaitu bahan penyangga (buffer) yang
berfungsi untuk mempertahankan pH larutan sehingga aktifitas developing
agent tetap terjaga, dan bahan pengeras (hardening agent) yang berfungsi
untuk mengeraskan emulsi film agar tidak terkikis akibat reaksi dengan bahan-
bahan alkali.

b. Rinshing
Film setelah selesai dari tahap developing selanjutnya masuk tahap
rinshing atau pembilasan. Rinshing berfungsi untuk menghentikan aktifitas
larutan developer yang masih menempel pada film supaya tidak meneruskan
aktifitasnya atau memperlambat aktifitas developing agent, dan supaya tidak
160 Fisika Radiodiagnostik

terbawa pada tahap fixing, yang akan memperlemah aktifitas larutan fixer
karena pH fixer dapat semakin naik menuju basa. Apabila developing agent
tidak dihentikan secara maksimal maka dapat menimbulkan dichroic fog, yaitu
muncul noda berwarna pink pada film, dan juga dapat timbul noda berwarna
coklat akibat oksidasi sisa developing agent.
Tahap rinshing, film dimasukkan ke dalam tangki air bersih dan upayakan
air mengalir selama 20 hingga 30 detik, supaya larutan developer yang
menempel di film segera dialirkan ke pembuangan dan diganti dengan air baru
yang bersih. Cara lainnya untuk menghentikan aktifitas larutan developer
adalah dengan menambahkan air pembilasan dengan larutan asam asetat 3%,
tapi ini jarang dilakukan. Pada tahap rinshing tidak boleh menggosok film
dengan tangan atau benda apapun karena akan merusak emulsi film yang
masih belum permanen, emulsi film yang mengembang karena mengandung
cairan akan sangat mudah terkelupas atau tergores.

c. Fixing
Fixing adalah tahap penetapan citra radiografi menjadi permanen
dengan proses menghilangkan perak bromida AgBr yang tidak terkena foton
sinar-X dan cahaya dari IS, tanpa mengubah citra perak metalik. Tujuan dari
tahap fixing adalah untuk menghentikan aksi lanjutan dari developing agent
yang menempel di emulsi film, menetapkan (fix) citra radiografi sehingga
dihasilkan film radiografi berkualitas untuk diarsipkan yang tidak berubah
seiring bertambahnya waktu tetapi tetap sesuai keadaan aslinya. Bahan-bahan
yang digunakan dalam larutan fixer adalah bahan pelarut (solvent)
menggunakan air bersih (H2O), bahan penetap (fixing agent), bahan
pemercepat (accelerator), bahan penangkal (preservative), bahan pengeras
(hardener), dan bahan penyangga (buffer).
Bahan penetap (fixing agent atau clearing agent) adalah bahan yang
mampu mengubah perak bromida yang tidak tereksposi menjadi logam perak
yang dapat larut dalam air. Bahan ini tidak merusak gelatin (emulsi), dan tidak
memberikan efek pada perak metalik yang sudah terbentuk pada tahap
developing. Bahan yang digunakan adalah Ammonium Thioshulfate (NH4)2S2O3
dan Natrium Thiosulfate Na2S2O3.
Bahan pemercepat (accelerator atau acidifier) adalah bahan yang
berfungsi untuk menahan terjadinya dichroic fog dan noda kecoklatan pada
film, dan untuk menghentikan aktifitas developing agent yang masuk ke dalam
emulsi film. pH asam diperlukan dalam larutan fixer untuk menghentikan
aktifitas developing agent yang bersifat basa, oleh karenanya digunakan asam
Fisika Radiodiagnostik 161

asetat CH3COOH yang merupakan asam lemah, bahan ini berdifusi masuk
kedalam emulsi tapi tidak merusak emulsi, dan akan dikeluarkan Silver
Thiosulfate dari emulsi film. Pada proses tersebut masih terjadi pengendapan
Sulfur, untuk mengantisipasinya diperlukan bahan penangkal.
Bahan penangkal (preservative) difungsikan untuk mengendalikan
pengendapan Sulfur. Meskipun bahan yang digunakan sebagai accelerator
adalah asam lemah namun tetap terjadi penglepasan unsur Sulfur, untuk
mencegahnya, digunakan unsur sulfit sebagai preservative
(stabilisator). Bahan untuk preservative adalah pasangan asam asetat dan
selfit, sebagai alternatif sering digunakan bahan sebagai acidifier dan
preservative yaitu Sodium Meta Sulfit (NaHSO3) dan Potassium Meta Sulfit
(KHSO3).
Bahan pengeras (hardener) difungsikan untuk mengeraskan emulsi dan
mencegah emulsi terus mengembang karena menyerap bahan-bahan dalam
solvent. Emulsi yang mengembang akan sangat mudah untuk melepaskan
perak bromida dan menyebabkan pengeringan film menjadi tidak merata.
Bahan-bahan yang digunakan, yaitu Chrom Potassium Allum KCr(SO4)2·H2O,
sangat efektif pada larutan yang masih segar, aksi cepat dalam penyamakan
(penetapan citra dan pengerasan emulsi), bekerja efektif dibawah pH 4,7 yaitu
3,5 hingga 4,7. Bahan ini cocok digunakan untuk larutan fixer yang siap pakai.
Kemudian ada bahan Potassium Allum (K2SO4Al3(SO4)2H2O) yang tahan lama,
bekerja efektif pada pH 4,5 hhingga 4,9 dan masih aktif pada pH 5,5. Jika
digunakan nilai pH 5,5 dapat terjadi endapan Aluminium Hydroksida dengan
potassium alum yang kelihatan putih pada film. Bahan lainnya, Aluminium
Chloride (AlCl3) yang memiliki daya penyamakan sangat singkat, biasanya
dikombinasikan dengan Ammonium Thiosulfate.
Bahan penyangga (buffer) difungsikan untuk mempertahankan pH
larutan agar dapat tetap terjaga pada rentang 4 hingga 5. Bahan yang
digunakan adalah pasangan Asam Asetat dengan Natrium Asetat, atau
pasangan Natrium Sulfit dengan Natrium Bisulfit.
Faktor yang mempengaruhi lamanya kinerja fixing agent, diantaranya
jenis fixing agent yang digunakan (bahan Amonium Thiosulfat memiliki waktu
lebih cepat dibanding dengan Natriun Thiosulfat), konsentrasi fixing agent
yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan maka akan semakin tinggi aktifitasnya,
temperatur larutan fixer yang secara umum memiliki suhu 160C hingga 200C
jika diluar rentang ini maka aktifitasnya tidak optimal, jenis emulsi film yang
diolah jika semakin tebal emulsi film maka waktu fixing akan semakin lama, dan
umur larutan fixer semakin lama larutan fixer digunakan maka aktifitasnya
162 Fisika Radiodiagnostik

semakin tidak optimal. Apabila aktifitas larutan fixer sudah melemah maka
akan berakibat cleaning time akan lama dan proses fiksasi kurang sempurna.
Akibat lainnya yaitu fungsi pengeras emulsi tidak sempurna sehingga akan
timbul noda pada film. Jika emulsi film tidak cukup mengalami pengerasan
maka mudah tergores. Film juga dapat mengandung noda pembangkit atau
dichroic fog, yaitu film mengandung sisa developing agent yang tidak lepas dari
permukaan film.

d. Washing
Washing merupakan tahap pencucian film dalam tangki dengan air
mengalir sampai bau asam dari larutan fixer menghilang. Tujuannya untuk
menghilangkan bahan kimia selama proses fixing, antara lain Argento
Thiosulfat, sisa-sisa Sodium Thiosulfat dan bahan lain yang semuanya mudah
larut di air. Sebaiknya dengan air mengalir dengan suhu tidak melebihi 25ºC,
jika lebih maka akan merusak gelatin (emulsi). Waktu ideal 10 menit dalam air
mengalir, waktu yang terlau singkat menyebabkan masih banyak sisa larutan
kimia yang terbawa di film menyebabkan fim mudah rusak. Proses washing
yang tidak sempurna dapat menyebabkan discolorisasi, yaitu citra radiografi
akan memudar dan berubah warna menjadi coklat seiring waktu, dan
menyebabkan noda pada film yang dapat mengurangi keakuratan informasi
diagnostik, sehingga secara umum memiliki kualitas arsip yang buruk, oleh
karena itu tahap washing harus dilakukan secara optimal. Setelah tahap
washing, dilakukan tahap drying, yaitu tahap pengeringan film untuk
menghilangkan air dalam emulsi sehingga emulsi tidak mengembang dan
memudahkah untuk dilakukan interpretasi terhadap film.

3. Pengolahan Film Secara Otomatik


Pengolahan film secara otomatik (automatic processing film) adalah
pengolahan film yang menggunakan mesin, semua telah diatur oleh mesin
mulai film masuk ke larutan developer, ke fixer hingga film keluar dari mesin
dalam keadaan kering. Dikenal juga dengan istilah dry to dry film yang artinya
film masuk dalam keadaan kering dan keluar juga dalam keadaan kering, tidak
seperti pada pengolahan film secara manual ketika film masih harus
dikeringkan beberapa saaat sebelum akhirnya kering. Keuntungan digunakan
pengolahan film secara otomatik adalah pengolahan film dapat dilakukan
secara cepat, kisaran waktu seperti ditampilkan pada Tabel 3.2 total kurang
lebih 90 detik hingga 120 detik tergantung jenis mesin pengolah film, mesin
memiliki timer yang dapat kita atur. Pekerjaan yang dilakukan lebih praktis dan
Fisika Radiodiagnostik 163

bersih, karena tidak lagi diperlukan hanger untuk menjepit film, sebab mesin
pengolah memiliki roller yang salah satu fungsinya adalah menjepit film selama
berlangsung pengolahan film, dan tangan kita tidak berpotensi terkena larutan
kimia karena larutan kimia dimasukkan ke dalam mesin. Kamar gelap yang
digunakan relatif lebih kecil dibanding pengolahan manual, bahkan untuk
beberapa jenis mesin tertentu ada yang tidak memerlukan kamar gelap (day
light system). Total biaya untuk keseluruhan dapat lebih murah dibanding
dengan manual. Harga satu alat mesin pengolah film memang lebih mahal dari
manual, tetapi dengan penggunaan mesin tersebut dapat mempercepat
pengolahan film, dan tidak dibutuhkan lagi kamar gelap yang besar, ini artinya
ada penghematan tempat yang dapat digunakan untuk keperluan lain. Ada
keuntungan ada juga kerugiannya, yaitu ketika kita melakukan kesalahan
eksposi, under exposure ataupun over exposure maka relatif tidak dapat
ditoleransi karena kita tidak dapat melakukan inspeksi terhadap film. Sistem
pengolahan ini juga sangat diperlukan pengawasan yang ketat, pembersihan
dan perawatan secara teratur dan berkala biasanya dua minggu sekali, karena
roller yang kotor akibat endapan larutan dapat menghasilkan mark atau
artifact pada film, jika roller rusak maka penggantinya harus benar-benar persis
supaya dapat dipasangkan dengan roda gigi roller lainnya.

Tabel 3.2

Lamanya Waktu Pengolahan Film

Waktu Pengolahan

Developing 20 hingga 30 detik

Fixing 20 hingga 30 detik

Washing 25 hingga 30 detik

Driying 25 hingga 30 detik

a. Tahapan Pengolahan Film Secara Otomatik


Pengolahan film secara otomatik sebenarnya sama dengan pengolahan
film secara manual, perbedaanya pada pengolahan film secara otomatik tidak
terdapat tahapan rinshing. Tahapan rinsing digantikan oleh roller yang berada
di dalam mesin. Sehingga tahapan pengolahan oleh roller menjadi developing,
164 Fisika Radiodiagnostik

fixing, washing dan drying seperti ditampilkan pada Gambar 3.6. Semua
tahapan tersebut sama dengan manual, perbedaannya pada proses ini bahan-
bahan untuk membuat larutan developer dan fixer tidak boleh yang berjenis
bubuk (powder) karena material powder dapat merusak roller. Bahan developer
dan fixer untuk pengolahan otomatik hanya boleh dari jenis liquid, karena jenis
powder masih ada beberapa kristal yang tidak larut dalam cairan sehingga jika
digunakan pada mesin, kristal ini dapat menempel pada roller yang kemudian
akan berakibat tergoresnya film saat roller menjepit dan melewatkan film pada
tahap pengolahan. Untuk menjaga roller agar tidak rusak, solvent yang
digunakan juga selain bersih tidak boleh air yang mengandung pasir tapi harus
betul-betul air bersih dan jernih. Roller yang rusak dan berlubang dapat
menyebabkan artefak berbentuk garis irregular memanjang sepanjang film.

Gambar 3.6

Tampang Lintang (Cross-Section) Mesin Pengolah Film Otomatik

Pada Gambar 3.6, film dalam keadaan kering kita masukkan lewat baki
(tray) kemudian akan ditarik oleh roller, film diteruskan untuk diolah menuju
developing, fixing, washing, dan terakhir dikeringkan oleh roller drying yang
dilengkapi pemanas (heater), film keluar dalam keadaan kering.
Fisika Radiodiagnostik 165

b. Sistem Transportasi Film


Sistem transportasi film pada pengolahan film secara otomatik meliputi
sistem film masuk (feeding system) dan sistem roller. Sistem film masuk (feeding
system) merupakan sistem yang bekerja saat film mulai masuk ke dalam mesin,
sistem ini terdiri dari dua jenis, yaitu manual dan otomatik.
Sistem film masuk (feeding system) secara manual menggunakan
microswitch yang diletakkan di atas roller pada tempat masuknya film (feed
tray), cara kerjanya adalah film yang dimasukkan melewati feed tray akan
menekan roller ke atas. Tekanan ini akan mengaktifkan microswitch, jika
microswitch aktif, maka semua mekanik dari mesin akan bergerak, termasuk
sistem roller dan replenisher. Sedangkan sistem film masuk (feeding system)
secara otomatik menggunakan detektor infrared yang diletakkan pada tempat
masuknya film (feed tray), cara kerjanya adalah film yang dimasukkan melewati
feed tray akan memutus hubungan infrared, dan seketika akan mengaktifkan
semua mekanik dari mesin yang meyebabkan mesin akan bergerak, termasuk
sistem roller dan replenisher.

c. Sistem Roller
Roller berbentuk silinder yang berfungsi sebagai sistem transportasi film
di dalam mesin. Roller terbuat dari bahan yang tidak korosif atau tidak bereaksi
terhadap larutan developer dan fixer. Bahan yang biasa digunakan adalah
nylon, atau stainless steel yang dibungkus dengan rasin-epoxy. Sistem
transportasi oleh roller terdiri dari, penggerak utama, dan sejumlah roller
penggerak film pada tangki larutan. Ketika film ditempatkan di baki (tray), dua
roller (atas dan bawah yang saling berhimpit) akan menarik film ke dalam
mesin. Terdapat lampu indikator warna merah sebagai alat pengaman
untuk memperingatkan kita ketika lebih dari satu film ditempatkan dalam
mesin pada saat yang sama, artinya jika film pertama yang dimasukkan sudah
sepenuhnya melewati larutan developer menuju roller larutan fixer, maka
indikator akan menyala, film kedua sudah boleh dimasukkan lagi ke dalam
baki. Film bergerak melalui jalurnya, secara horisontal dan vertikal melewati
larutan developer, larutan fixer, washing, drying, melalui serangkaian roller yang
bergerak dengan cara yang sama dan konstan sesuai waktu yang kita atur.
Serangkaian roller digerakan oleh poros penggerak utama yang dijalankan
oleh motor penggerak, melalui serangkaian roda gigi, gir, bergerak secara
mekanik. Fungsi roller selain sebagai transportasi juga untuk memeras emulsi
166 Fisika Radiodiagnostik

film yang membawa larutan developer dan fixer. Memberi kontribusi terhadap
agitasi larutan yang biasa kita lakukan pada sistem pengolahan film manual,
pada sistem pengolahan film secara otomatik agitasi dilakukan oleh roller.
Pada mesin pengolah film otomatik, selain drying, kompartemen
developing juga dilengkapi pemanas (heater) untuk menjaga suhu larutan
developer tetap terjaga pada kisaran 270C hingga 340C. Suhu yang lebih tinggi
dari pengolahan manual bertujuan untuk mengkompensasi waktu yang relatif
singkat. Pada pengolahan film secara manual kurang lebih memerlukan waktu
10 hingga 15 menit, sedangkan pengolahan otomatik hanya memerlukan
waktu 90 hingga 120 detik.

4. Pengolahan Citra Sistem CR


Sistem CR adalah teknik pencitraan radiografi yang mengubah sistem
analog menjadi digital menggunakan photostimulable phospor (PSP) untuk
akuisisi data dan pemrosesan citra dalam format dicom (digital imaging and
comunication in medicine). Meskipun pengolahan dibantu komputer, sistem CR
tidak dapat menampilkan citra organ dengan warna seperti organ aslinya
karena data yang diolah dalam IP berupa elektron yang terperangkap dalam
F-center Eu2+. IP memiliki sensitifitas yang berbeda dalam menangkap energi
radiasi yang menembus bahan, prinsip dalam menghasilkan citra radiografi,
energi yang sedikit mengenai bariumfluorohalide akan menampilkan citra
berwarna putih (radio opaque) demikian sebaliknya. Pada tahap mengubah
energi dari analog ke digital, sistem komputerisasi CR hanya dapat mengolah
data berupa bilangan logika yaitu 1 atau 0 yang nantinya akan ditampilkan
berupa citra skala abu-abu (grayscale) atau pixel value (PV) pada layar monitor
dalam matrik-matrik data. Pengolahan citra pada sistem CR menggunakan
komponen utama yaitu, image plate (IP), image reader, image console dan
image recorder (printer).
Image plate (IP) yang sudah menyimpan bayangan laten diolah
menggunakan image reader untuk dapat dihasilkan citra radiografi yang dapat
ditampilkan di layar monitor. Untuk proses ini, pertamakali kita memasukan
kaset CR yang berisi IP ke mesin image reader. Di dalam image reader,
ketika IP memasuki proses pemindaian dengan helium-neon laser, energi yang
tersimpan dalam F-center Eu2+ akan dipancarkan melalui proses photo
luminescence berupa cahaya tampak dengan panjang gelombang dan energi
tertentu, seperti ditampilkan pada Gambar 3.7. Pancaran energi ini
mengakibatkan elektron jatuh kembali pada posisi semula menempati ruang
Fisika Radiodiagnostik 167

orbital di BaFBr, seperti ditampilkan pada Gambar 3.8 peristiwa terbentuknya


bayangan laten, kemudian distimulasi oleh laser menyebabkan elektron
kembali ke keadaan energi dasar pada pita valensi sambil memancarkan energi
foton cahaya tampak (PSL).

Gambar 3.7

Mekanisme Perjalanan IP yang Dipindai oleh Laser dalam Image Reader, Hasilnya Cahaya
Tampak Dipancarkan dari IP
168 Fisika Radiodiagnostik

(a) (b)
Gambar 3.8

(a) Proses Eksitasi Elektron oleh Sinar-X saat terjadi Bayangan Laten

(b) Proses Stimulasi oleh Laser untuk Mengeluarkan Elektron dari F-center di
Pita Konduksi menuju Pita Valensi kemudian Dipancarkan Cahaya Tampak

Selanjutnya cahaya yang terpancar dari permukaan IP akibat peristiwa


luminescence tersebut akan dideteksi oleh sebuah pengumpul cahaya dan
diteruskan ke photo multiplier tubes (PMT) yang mengkonversi energi cahaya
menjadi sinyal listrik analog dan oleh rangkaian analog to digital converter
(ADC) diubah menjadi sinyal digital. Kemudian diproses oleh CPU komputer
dan data digital tersebut secara otomatis akan ditampilkan pada layar monitor
dalam image console berupa citra soft-copy yang dapat dilakukan rekontruksi
atau dimanipulasi sampai hasil optimum, atau dapat juga dikirim ke laser
printer untuk dicetak ke dalam film hard-copy.
Setelah proses pembacaan selesai, data sisa sinyal memori citra pada IP,
yaitu elektron yang masih terperangkap di F-center dapat dihapus dengan cara
IP dikenai cahaya yang kuat dari cahaya lampu fluorosen (100 Watt), energi
cahaya ini bertujuan untuk memberikan energi ke elektron supaya mampu
melepaskan diri dari F-center, dan IP dapat digunakan kembali untuk
pemeriksaan selanjutnya, seperti diilustrasikan pada Gambar 3.9.
Fisika Radiodiagnostik 169

Gambar 3.9

Proses Pembacaan (Readout) IP dan Penghapusan (Erasure) Sisa Memori IP

Secara umum proses pencitraan menggunakan sistem CR, dari eksposi


pasien, terbentuk bayangan laten di IP, proses pengolahan bayangan laten
pada IP menggunakan image reader, hingga citra radiografi tampil pada layar
komputer, dan printing citra ditampilkan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10

Alur Proses Pencitraan Menggunakan Sistem CR


170 Fisika Radiodiagnostik

Sistem CR memerlukan faktor eksposi yang lebih tinggi daripada sistem


film-IS, karena IP memerlukan ‘data’ sinyal bayangan laten yang banyak supaya
memudahkan untuk ditransfer menjadi data citra radiografi dalam layar
monitor. Citra radiografi yang ditampilkan pada layar monitor dapat
dimanipulasi atau diatur kualitasnya terutama kontras (dengan mengatur
brightness), dan dapat diperbesar (zoom). Data sinyal yang diperlukan oleh IP
dibatasi besarnya dengan exposure indicator. Exposure indicator (EI) adalah
ukuran jumlah paparan yang diterima oleh IP yang tergantung pada mAs, luas
total detektor radiasi yang digunakan, dan atenuasi berkas. EI merupakan
indikasi kualitas citra. Respon dinamis IP yang lebar dan kemampuan
menangkap sinyal memberikan fleksibilitas yang tinggi dalam menentukan
jumlah eksposi yang diinginkan untuk suatu pemeriksaan, under atau
overexsposure dapat ditutupi pada batas tertentu. Untuk mengidentifikasi
perkiraan nilai eksposi yang digunakan dalam menampilkan suatu citra, setiap
pabrikan CR menggunakan metoda analisis nomor digital tersendiri pada citra,
berdasarkan penyesuaian respon untuk mengetahui incident exposure yang
mengenai IP. Misalnya pemeriksaan elbow joint, pada sistem film-IS
menggunakan faktor eksposi 50 kVp dan 5 mAs sudah diperoleh radiograf
dengan kualitas optimal, tetapi pada sistem CR harus digunakan faktor eksposi
70 kVp 12,5 mAs untuk menampilkan kualitas optimal. IP memiliki respon
terhadap rentang eksposi yang sangat lebar dibandingkan film-IS, artinya
dengan penggunaan faktor eksposi dari rentang rendah hingga tinggi, masih
dapat direspon oleh IP untuk menampilkan citra radiografi dengan kualitas
optimal, yang berarti IP sistem CR memiliki resolusi kontras yang lebih tinggi
dan latitude eksposi yang lebih luas dibandingkan emulsi film radiografi,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.11 pemeriksaan elbow joint pasien dewasa
menggunakan faktor eksposi dari 2,5 mAs 70 kVp hingga 80 mAs 70 kVp masih
dapat ditampilkan citra elbow joint, sedangkan ketika kita menggunakan film-
IS untuk pemeriksaan elbow joint pasien dewasa kita pilih faktor eksposi kisaran
6 mAs hingga 12 mAs dan 45 kVp hingga 50 kVp. Faktor eksposi 80 mAs 70
kVp apabila menggunakan film-IS pasti memiliki kontras radiografi sangat
rendah karena densitas radiografi yang sangat tinggi sehingga citra elbow joint
cenderung radiolusent.
Fisika Radiodiagnostik 171

Gambar 3.11

Rentang Faktor Eksposi Rendah Sampai Tinggi yang Masih dapat Direspon oleh IP

5. Pengolahan Citra Sistem DR


Seperti sistem CR, sistem DR memiliki monitor untuk menampilkan citra.
Melalui monitor ini kita dapat menentukan layak atau tidaknya citra untuk
diteruskan kepada workstation dokter radiologi. Selain monitor, peralatan
tambahan (output device) lainnya berupa laser printer (opsional), apabila ingin
diperoleh data dalam bentuk fisik radiograf yang dicetak di film. Media yang
digunakan untuk mencetak gambar berupa film khusus (dry view) yang tidak
memerlukan proses kimiawi untuk mengasilkan citra. Citra yang dihasilkan
dapat langsung dikirimkan dalam bentuk digital kepada dokter radiologi di
ruang baca melaui jaringan workstation, dengan cara ini, dimungkinkan
interpretasi hasil radiograf melaui teleradiology. Perbedaan dengan sistem CR,
pada sistem DR tidak memerlukan image reader untuk mengolah bayangan
laten pada FPD. Pada sistem DR, citra dapat dilihat di monitor segera setelah
akuisisi, yang membutuhkan waktu beberapa detik dan dapat disimpan atau
diteruskan kemanapun secara online dengan jaringan internet dan intranet.
Pengolahan citra pada sistem DR menggunakan FPD dan image console.
FPD atau lebih kecil lagi kita sebut dexel merupakan elemen penting dalam
sistem DR. seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, ada dua sistem detektor
FPD, yaitu a-Se dan a-Si. Pada Gambar 3.12 ilustrasi proses pengolahan citra
dari detektor a-Se, dicontohkan ada sembilan dexel (elemen detektor
semikonduktor aktif). Muatan listrik tersimpan di dalam kapasitor pada setiap
semikonduktor yang disusun secara matrik (active matrix array AMA). Jaringan
172 Fisika Radiodiagnostik

jalur data ‘address driver’ dan ‘gate line’ saling silang diantara dexel. ‘Gate line’
setiap dexel dikontrol oleh ‘address driver’ yang mengontrol urutan pembacaan
dexel ketika tegangan bias di sepanjang ‘gate line’ diubah dari -5 volt menjadi
+10 volt. Tegangan dari ‘gate lines’ ini dialirkan ke TFT sehingga ‘gerbang’ TFT
membuka secara berurutan dan mengalirkan muatan yang tersimpan dalam
kapasitor dexel berturut-turut. Terbentuk saluran konduktivitas sehingga sinyal
listrik dari TFT dapat dialirkan ke amplifier kemudian sinyal listrik diperkuat,
selanjutnya sinyal listrik yang merupakan sinyal analog dikonversi menjadi
sinyal digital oleh ADC, sinyal digital diteruskan ke komputer (image console)
dan ditampilkan di layar monitor dalam bentuk citra radiografi dalam format
pixel yang memiliki nilai pixel (pixel value PV).

Gambar 3.12

Ilustrasi Pengolahan Citra pada Dexel a-Se

Semakin banyak foton sinar-X mengenai Selenium maka akan semakin


banyak terbentuk pasangan ‘electron-holes’ sehingga akan semakin banyak
muatan yang tersimpan di dalam kapasitor, menyebabkan semakin tinggi
tegangan bias dan TFT akan mengeluarkan sinyal listrik semakin banyak.
Semakin banyak sinyal listrik, maka sinyal digital akan semakin banyak
sehingga akan ditampilkan di layar monitor dengan pixel berwarna hitam.
Demikian sebaliknya, jika foton sinar-X sedikit yang mengenai Selenium maka
Fisika Radiodiagnostik 173

akan ditampilkan di layar monitor dengan pixel berwarna putih. Pada layar
monitor, PV direpresentasikan dengan nilai skala keabuan ‘gray scale’. Untuk
menghitung PV kita dapat menggunakan software imageJ atau software
lainnya yang biasanya sudah disediakan oleh pabrikan DR.
Selanjutnya proses pengolahan citra dexel a-Si, yang merupakan sistem
konversi tak langsung, seperti dilustrasikan pada Gambar 3.3 di atas, pada
prinsipnya sama dengan dexel a-Se, hanya pada dexel a-Si foton sinar-X
dikonversi terlebih dulu menjadi cahaya, kemudian cahaya dikonversi menjadi
sinyal listrik oleh lapisan photoiodida a-Si dan dikumpulkan dalam kapasitor,
proses selanjutnya seperti pada dexel a-Se hingga citra radiografi ditampilkan
pada layar monitor.
Seperti pada sistem CR, citra yang tampil di layar monitor dapat diatur
atau dimanipulasi sampai diperoleh kualitas radiograf yang optimal, tetapi citra
tidak menampilkan warna asli dari organ yang diperiksa. Pada sistem DR,
setelah foton sinar-X mengenai FPD, citra langsung ditampilkan beberapa
detik pada layar monitor, tanpa tambahan alat pengolahan citra seperti pada
pengolahan film manual, otomatik, maupun sistem CR, ilustrasi tersebut
ditampilkan pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13

Alur Proses Pencitraan Menggunakan Sistem DR


174 Fisika Radiodiagnostik

B. KUALITAS CITRA RADIOGRAFI

Kualitas citra radiografi sangat menentukan suatu radiograf dapat


diterima atau tidak untuk menegakkan informasi diagnosis medis, jika
kualitasnya buruk maka akan ditolak (reject) yang tentunya hal tersebut sangat
merugikan dari aspek dosis radiasi, biaya dan waktu. Kualitas citra radiografi
yang dibahas disini terbagi menjadi densitas radiografi, kontras radiografi,
ketajaman dan detail radiografi.

1. Densitas Radiografi
Densitas radiografi pada sistem kombinasi IS-film merupakan derajat
kehitaman film yang terbentuk karena kerapatan perak metalik. Densitas
radiografi tersebut dapat diukur menggunakan alat bantu densitometer
seperti ditampilkan pada Gambar 3.14, densitometer dilengkapi sensor optik
untuk meneruskan cahaya ke titik film yang diukur, sehingga nilai kerapatan
perak metalik dapat disebut juga sebagai densitas optik (opticaly density).
Densitas optik menyatakan intensitas cahaya yang diserap oleh film. Film
memiliki nilai ketebalan perak metalik (x) dan memiliki nilai koefisien atenuasi
linier (µ) yang dikonversi menjadi densitas optik, sehingga densitas optik dapat
dikatakan sebagai jumlah energi cahaya yang diserap oleh emulsi film. Densitas
optik merupakan ekspresi dari densitas radiografi atau penghitaman pada film,
dapat diukur dan dapat dilihat. Memiliki nilai yang dinyatakan dengan skala 0
hingga 4, meskipun pada kenyataannya dalam praktik tidak pernah ada nilai
densitas optik 0 (nol), karena sebelum film radiografi dieksposi sudah terjadi
penguraian AgBr minimal oleh efek panas selama penyimpanan dan
pengiriman, efek lainnya seperti uap kimia atau radiasi hambur juga sangat
mempengaruhi nilai densitas radiografi.
Fisika Radiodiagnostik 175

(a) (b)
Gambar 3.14

(a) Bentuk Fisik Densitometer

(b) Layout Densitometer

Hasil pengukuran dengan skala 0 hingga 4 pada nilai densitas optik


adalah penyederhanaan dari atenuasi foton cahaya yang terjadi secara
eksponensial, disederhanakan dengan persamaan logaritma. Dalam
melakukan pengukuran densitas optik menggunakan densitometer, ada tiga
kejadian yang dialami foton cahaya, yaitu foton cahaya berinteraksi dengan
film disebut incident light (Li), foton cahaya diteruskan oleh film disebut
transmission light (Lt), dan foton cahaya diserap oleh film disebut absorbed
light (La), seperti diilustrasikan pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15

Ilustrasi Perjalanan Foton Cahaya dalam Pengukuran Densitas Optik


176 Fisika Radiodiagnostik

dari ilustrasi pada Gambar 3.15 kita dapat menghitung transmission


ratio, opasitas (opacity), dan densitas optik, dengan persamaan matematika,
transmission ratio = Lt/Li, opasitas = Li/Lt. dan densitas optik D = log Li/Lt atau
D = log opasitas. Nilai densitas optik merupakan representasi foton cahaya
yang diserap oleh film, yaitu La. Semakin besar La maka opasitas semakin
meningkat sehingga densitas optik akan semakin meningkat. Jika Li = Lt maka
opasitas di film = 1 sehingga densitas optik D = 0, karena log 1 = 0. Kejadian
tersebut mendeskripsikan seluruh foton cahaya Li diteruskan oleh film, artinya
film betul-betul bening tanpa ada sedikitpun penghitaman di film yang dapat
menyerap foton cahaya. Sebaliknya, jika opasitas film maksimum maka D = 4,
yaitu log 10000 = 4, yang berarti penyederhanaan penghitungan logaritma
dibatasi hanya sampai angka 10000. Jika pada pengukuran densitas optik
diperoleh nilai D = 0,25 maka nilai tersebut sebagai base density. Sebagai
contoh, pengukuran densitas optik pada satu titik yang putih di film
(radioopaque), intensitas cahaya yang mengenai film (Li) adalah 100%,
intensitas cahaya yang diteruskan melintasi film (Lt) sebesar 10%, maka kita
dapat menentukan, transmission ratio = Lt/Li = 10/100 = 0,1. Opasitas = Li/Lt
= 100/10 = 10, dan Densitas optik D = log 10 = 1. Pada contoh tersebut jika
kita ukur pada titik lainnya yang lebih hitam (radiolucent), maka Lt akan
semakin kecil karena banyak terserap oleh film, misalnya Lt = 1%, maka D = 2.
Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan semakin tinggi derajat kehitaman atau
kerapatan perak metalik di film maka densitas optik akan semakin tinggi.
Perbedaan atau selisih derajat kehitaman antara D=1 dan D=2 disebut kontras
radiografi.

2. Kontras Radiografi
Kontras radiografi merupakan salah satu indikator kualitas citra yang
optimal, berhubungan dengan kontras subyek dan kontras film. Kontras
subyek pada hakekatnya adalah foton sinar-X yang menuju reseptor citra, saat
mengenai film maka muncul sebagai kontras film, selanjutnya dimanifestasikan
sebagai kontras radiografi yang dapat kita lihat pada film dan dapat diukur.
Kontras secara harfiah adalah perbedaan. Demikian juga dengan kontras
subyek yang dihasilkan karena perbedaan penyerapan energi sinar-X antara
berbagai jaringan tubuh (obyek). Jaringan tulang akan memiliki kemampuan
penyerapan lebih besar daripada jaringan lunak (soft tissue). Perlemahan sinar-
X terjadi di dalam tubuh karena penyerapan fotolistrik dan hamburan
Compton. Kontras subyek adalah konsekwensi langsung dari persentase
atenuasi oleh interaksi fotolistrik dan interaksi Compton terhadap energi foton
Fisika Radiodiagnostik 177

yang mengenai jaringan tubuh, atau dengan kata lain, kontras subyek adalah
rasio penyerapan antara dua jaringan atau struktur anatomi yang berdekatan.
Ada tiga aspek penting dari jaringan yang menentukan atenuasi dan kontras
subyek, yaitu ketebalan setiap area jaringan (x), kepadatan setiap jaringan (ρ),
dan nomor atom rata-rata dari setiap jaringan (Z).
Sebagai ilustrasi pada Gambar 3.16, misalkan ada 100 foton sinar-X per
bagian tubuh yang terdapat tulang dan jaringan lunak. Kita perkirakan jaringan
lunak menyerap 50 foton dengan interaksi fotolistrik, dan menghamburkan 10
foton dengan interaksi Compton, sehingga sisa 40 foton yang mampu
melintasi jaringan lunak menembus sampai ke reseptor citra. Faktor atenuasi
pada jaringan lunak menjadi 60%, dari penghitungan (50 + 10)/100 = 60/100
= 60%. Selanjutnya kita tinjau kejadian pada tulang yang berada didekat
jaringan lunak. Tulang merupakan jaringan yang lebih padat diperkirakan akan
menyerap 70 foton dengan interaksi fotolistrik, dan menghamburkan 20 foton
melalui interaksi Compton, sehingga sisa 10 foton yang diteruskan menembus
reseptor citra. Faktor atenuasi pada jaringan tulang menjadi 90%, dari
penghitungan (70 + 20)/100 = 90/100 = 90%. Total nilai kontras subyek
menjadi 90/60 = 1,50. Jika ilustrasi diganti secara ekstrim misal antara tulang
yang mempunyai kepadatan dan nomor atom rata-rata yang lebih tinggi
daripada udara, maka nilai kontras subyek akan semakin tinggi, karena udara
akan banyak meneruskan sinar-X menembus ke reseptor citra daripada
menyerap dan menghamburkannya.

Gambar 3.16

Ilustrasi Kontras Subyek antara Tulang dan Jaringan Lunak


178 Fisika Radiodiagnostik

Efek radiasi hambur dari interaksi Compton akan mengurangi kontras


subyek. Hal ini terjadi karena radiasi hambur bergerak secara acak dalam
berkas foton sinar-X yang menuju reseptor citra sehingga reseptor citra
memperoleh paparan berlebih, seperti ilustrasi pada Gambar 3.17 (a) jika
hanya ada dua kejadian, yaitu interaksi fotolistrik dan sinar-X yang menembus
reseptor citra, maka kontras subyek menjadi maksimal, (b) menunjukkan
kontras subyek yang ‘hilang’ pada berkas sinar-X, radiasi hambur muncul
menjadi ‘fog’ eksposi menuju ke permukaan reseptor citra yang
mengakibatkan densitas radiografi menjadi tinggi secara merata.

(a) (b)
Gambar 3.17

(a) Ilustrasi Foton Sinar-X menuju Reseptor Citra Tanpa Ada Radiasi Hambur,

(b) Dengan Radiasi Hambur

Radiasi hambur tidak mungkin dihilangkan 100%, karena semua obyek


(material) merupakan media penghambur yang akan menyebabkan terjadi
interaksi Compton. Semakin tebal obyek maka kita akan menggunakan faktor
eksposi kVp semakin tinggi, mengakibatkan akan semakin banyak terbentuk
radiasi hambur yang merusak kontras subyek. Faktor eksposi yang menjadi
pengontrol utama kontras radiografi adalah tegangan tabung kVp.
Pada Gambar 3.18 menjelaskan skema transmisi incident photon sinar-
X melintasi obyek yang memiliki ketebalan (x) dan koefisien atenuasi linier (µ),
sehingga kontras subyek dapat ditulis dengan persamaan matematika,
menggunakan persamaan koefisien atenuasi linier pada Bab 2 Topik 2,
diperoleh persamaan C=0,43(µ1x1-µ2x2), jika µ1 dan µ2 sama maka kontras
hanya dipengaruhi oleh ketebalan (x) dan sebaliknya. Nilai µ berkurang
sebanding dengan penambahan energi foton sinar-X sehingga nilai kontras
Fisika Radiodiagnostik 179

subyek berkurang sebanding dengan penambahan kVp. Selanjutnya foton


sinar-X kontras subyek menuju bagian atas kaset dan fluorescent screen (skema
kombinasi film-IS), dihitung masih dengan persamaan C=0,43(µ1x1-µ2x2),
karena foton sinar-X kontras subyek yang mengenai kaset akan diteruskan
sebanding dengan awalnya, kemudian menuju IS juga akan dikonversi menjadi
cahaya yang diemisikan sebanding dengan foton sinar-X awal. Terjadi
perubahan ketika foton sinar-X kontras subyek mengenai film radiografi,
dihitung dengan persamaan C=ү0.43(µ1x1-µ2x2), karena film mempunyai
karakteristik tersendiri yaitu kontras film, nilainya dihitung dari sudut tangen γ
straight line pada kurva karakteristik. Persamaan C=ү0.43(µ1x1-µ2x2) adalah
kontras radiografi, nilainya akan berbeda dengan kontras subyek karena faktor
gamma ү (rentang nilai gamma adalah 2 hingga 4 tergantung pabrikan film).
Gamma ү adalah kontras film, maka persamaan akhir untuk menghitung
kontras radiografi juga dapat ditulis menjadi, kontras radiografi = (kontras
subyek) x (kontras film (ү )).

Gambar 3.18

Skema Transmisi Incident Photon Sinar-X Melintasi Material yang Berbeda Nilai µx

Hubungan antara kontras radiografi dan kontras film dengan densitas


radiografi dapat dijabarkan dari Gambar 3.19.

D1 = log (I0/I1) dan D2 = log (I0/I2)


C = D2 – D1 = log (I0/I2) - log (I0/I1)
C = log (I1/I2)
γ = (D2 – D1)/log (I2/I1) persamaan ini diperoleh dari kurva karakteristik
film, dengan C adalah kontras radiografi, dan γ adalah kontras film.
180 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 3.19

Cahaya Tampak dari Densitometer Melintasi Perbedaan Densitas Optik yang Nilainya dapat
Dijabarkan menjadi Kontras Radiografi

3. Ketajaman dan Detail


Ketajaman citra radiografi adalah kemampuan radiograf menampilkan
batas-batas tegas pada dua bagian organ yang berdekatan. Batas tegas
tersebut disebabkan perubahan densitas radiografi pada perbatasan organ.
Sedangkan detail radiografi adalah kemampuan radiograf menampakkan
struktur organ sampai yang terkecil. Detail adalah fungsi ketajaman, artinya
citra yang detail pasti memiliki ketajaman, tetapi citra yang tajam belum tentu
memiliki detail. Seperti ditampilkan pada Gambar 3.20 radiograf hip joint
ditandai lingkaran merah, pada gambar (a) hip joint tampak detail ditandai
dengan kemampuan radiograf menampilkan struktur tulang caput femoris
sampai struktur tulang terkecil tetapi tidak tegas batas antara caput femoris
dengan accetabulum, dan gambar (b) hip joint tampak detail dan tajam dengan
ditandai batas tegas antara caput femoris dengan accetabulum.
Fisika Radiodiagnostik 181

(a) (b)
Gambar 3.20

(a) Radiograf Hip Joint Ditandai Lingkaran Merah, Citra Detail tapi Tidak Tajam,

(b) Citra Detail dan Tajam

Ketika tidak terjadi ketidaktajaman maka obyek yang besar maupun yang
kecil dapat kita amati. Ketidaktajaman memiliki batas untuk mampu dilihat
pada bayangan yang kecil, sehingga ketidaktajaman dapat mengakibatkan
keterbatasan penglihatan detail citra. Ketajaman citra lebih sering diidentifikasi
dengan ketidaktajaman (unsharpness), terbagi menjadi tiga, yaitu geometric
unsharpness, movement unsharpness, dan photographic unsharpness.

a. Geometric Unsharpness
Geometric unsharpness adalah ketidaktajaman pada citra radiografi
disebabkan oleh faktor-faktor geometri radiografi, yaitu ukuran focal spot,
kemiringan target anoda, focus film distance (FFD), focus object distance (FOD),
dan object film distance (OFD). Pada Gambar 3.21 terjadi geometric
unsharpness karena focal spot (titik fokus) bukan merupakan titik tetapi
memiliki luas ukuran tertentu. Central ray ‘a’ dipengaruhi oleh dimensi atau
luas ukuran focal spot ‘b’ dan sudut kemiringan anoda ‘’. Sebagai ilustrasi,
obyek yang memiliki ketebalan dan kepadatan tertentu diletakkan tegak lurus
dibawah pusat focal spot, maka citra yang terjadi tidak tepat pada T tetapi
sepanjang S sampai U (S-T-U). Area diluar S sampai U merupakan umbra yang
merupakan area ketajaman, dan area sepanjang S sampai U (SU) merupakan
182 Fisika Radiodiagnostik

penumbra, yaitu area keabuan yang terlihat pada batas antara area gelap dan
area terang yang tidak jelas, menghasilkan tepi yang kabur (blurr) sebagai area
ketidaktajaman (unsharpness).

Gambar 3.21

Skema Geometric Unsharpness

Geometric unsharpness dapat ditulis dengan persamaan matematika


SU=bsin (OFD/(FFD-OFD)). Semakin kecil ukuran focal spot (b), sudut anoda
(), dan OFD maka ketidaktajaman citra akan berkurang. Semakin besar FFD
dan FOD maka ketidaktajaman citra akan berkurang. Jika dalam pemeriksaan
radiografi kita menggunakan mA besar maka luas area focal spot akan semakin
besar yang mengakibatkan ketidaktajaman citra juga semakin besar, seperti
ditampilkan pada Gambar 3.22. (a) focal spot kecil menghasilkan penumbra
yang kecil sehingga ketidaktajaman menurun, dan (b) focal spot besar
menghasilkan penumbra yang besar sehingga ketidaktajaman meningkat.
Fisika Radiodiagnostik 183

(a) (b)

Gambar 3.22

(a) Focal Spot Kecil Menurunkan Geometric Unsharpness,

(b) Focal Spot Besar akan Meningkatkan Geometric Unsharpness

b. Movement Unsharpness
Movement unsharpness adalah ketidaktajaman citra radiografi karena
pergerakan obyek yang dieksposi. Pada pemeriksaan radiografi, dapat terjadi
secara tidak sengaja ketika pasien memiliki kondisi yang tidak dapat mencegah
mereka untuk bergerak seperti parkinson, pasien yang sangat tua atau anak-
anak, atau gerakan organ dalam tubuh seperti peristaltik, gerakan paru, dan
gerakan jantung. Untuk menghilangkan ketidaktajaman gerakan pasien, waktu
eksposi yang lebih singkat dapat digunakan. Pada Gambar 3.23 obyek
bergerak sepanjang AB dengan kecepatan ‘v’, dan waktu eksposi ‘t’ maka
pergerakan obyek sepanjang AB menyebabkan ketidaktajaman
A’B’=AB(FFD/FFD-d).
184 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 3.23

Skema Movement Unsharpness

c. Photographic Unsharpness
Photographic unsharpness adalah ketidaktajaman citra radiografi karena
faktor yang disebabkan oleh system kombinasi IS-film, ukuran butiran
phosphor IS-film, ukuran emulsi film, penggunaan IS itu sendiri, dan pada
sistem DR dapat terjadi karena ukuran dexel dan TFT.
Pada Gambar 3.24 terjadi photographic unsharpness ketika foton sinar-X
berinteraksi dengan kristal pada lapisan IS, foton sinar-X dikonversi menjadi
foton cahaya tampak menuju ke film dengan penyebaran secara divergen
kesegala arah. Hal tersebut akan menimbulkan ketidaktajaman citra sepanjang
AB karena foton cahaya tampak menyebar dan berinteraksi dengan lebih dari
satu kristal emulsi film. Bila tidak menggunakan IS maka satu foton sinar-X
akan langsung menuju satu titik di film dan akan langsung berinteraksi dengan
satu emulsi film, citra yang terbentuk tidak disertai ketidaktajaman. Tidak
menggunakan IS ketajaman akan tinggi tetapi kontras radiografi sangat
rendah, karena film lebih sensitif terhadap cahaya tampak daripada sinar-X.
Fisika Radiodiagnostik 185

Tidak menggunakan IS akan menyebabkan dosis pasien tinggi karena


memerlukan eksposi yang lebih besar. Sekarang ini hampir semua kaset
radiografi dilengkapi dengan IS. Jika menggunakan IS, kontras radiografi yang
terbentuk menjadi tinggi, karena satu foton sinar-X dikonversi menjadi foton
cahaya tampak dalam intensitas (jumlah) yang banyak, penghitaman film tidak
hanya diperoleh dari foton sinar-X tetapi dominan oleh foton cahaya tampak
yang berinteraksi dengan emulsi film.

Gambar 3.24

Skema Representasi Photographic Unsharpness pada Penggunaan IS

Ketidaktajaman efek paralaks terjadi karena film mengandung emulsi


(AgBr), semakin besar lapisan emulsi film (kristal AgBr) maka ketidaktajaman
yang ditimbulkan menjadi semakin besar, film yang masih basah akan tampak
lebih tidak tajam dibanding film kering karena pada saat film masih basah
terjadi pengembangan emulsi film.

d. Teknik Tomografi
Movement unsharpness dapat dimanfaatkan pada pemeriksaan
tomografi. Pemeriksaan tomografi paling sederhana adalah linier tomografi.
Selama pemeriksaan tomografi, tabung sinar-X berhadapan dengan reseptor
citra, keduanya bergerak disamping obyek ke arah yang saling berlawanan,
obyek ada diantara keduanya Tomografi adalah prosedur pencitraan yang
186 Fisika Radiodiagnostik

menggunakan gerakan (movement) tabung sinar-X dan reseptor citra dalam


arah yang berlawanan untuk membuat citra struktur pada bidang fokus
dengan mengaburkan (blurring) anatomi yang terletak di atas dan di bawah
area obyek yang diinginkan. Semakin besar jumlah ketidaktajaman di atas dan
di bawah area obyek, semakin terlihat area yang diinginkan. Hal ini karena
kontras dari jaringan yang diperiksa ditingkatkan dengan mengaburkan
(blurring) struktur anatomi di atas dan di bawah jaringan tersebut.
Pada Gambar 3.25 skema ilustrasi prinsip dasar pengoperasian
tomografi, ketika tabung sinar-X bergerak dalam lintasan lengkung dalam satu
arah dan reseptor citra bergerak ke arah yang berlawanan, terdapat titik
fulcrum yang menjadi area obyek pemeriksaan. Semua obyek yang berada
diluar titik fulcrum menjadi tidak tajam atau blurr.

Gambar 3.25

Skema Tomografi
Fisika Radiodiagnostik 187

Sudut tomografi adalah busur yang tercipta selama pergerakan total


tabung sinar-X. Sudut tomografi menentukan besarnya ketidaktajaman yang
terbentuk pada citra. Menambah sudut tomografi maka akan meningkatkan
jumlah ketidaktajaman citra. sebaliknya, mengurangi sudut tomografi maka
pergerakan tabung akan sebentar yang akan mengurangi jumlah
ketidaktajaman citra di luar area obyek yang diperiksa. Teknik tomografi juga
diaplikasikan pada pesawat sinar-X panoramik untuk pemeriksaan rahang atas
dan bawah, dan gigi geligi.
Untuk citra digital yang ditampilkan dalam format dicom dengan pixel
value ada istilah spatial resolution, yaitu kemampuan citra menampilkan detail
ukuran obyek sampai terkecil. Resolusi adalah banyaknya jumlah pasang garis
(line pair) yang tampak dalam setiap satuan millimeter (mm). Meningkatkan
nilai lp/mm akan meningkatkan detail citra. Oleh sebab itu resolusi yang tinggi
menandakan penampakan (visibility) detail anatomi yang akurat.

C. MAGNIFIKASI DAN DISTORSI

Magnifikasi (magnification) adalah perbesaran citra radiografi yang dapat


diukur secara kuantitatif dengan menentukan perbedaan antara ukuran obyek
dalam citra dan ukuran obyek sebenarnya. Magnifikasi obyek ditentukan oleh
perbandingan jarak pemeriksaan. Jarak FFD 150 cm pada pemeriksaan thorax
bertujuan untuk menghasilkan magnifikasi yang sedikit dan juga untuk
menghindari terjadinnya distorsi. Pada kebanyakan pemeriksaan radiografi,
perbesaran obyek sekecil mungkin harus dipertahankan. Tetapi ada
pemeriksaan dengan teknik khusus makroradiografi, yaitu teknik radiografi
yang digunakan untuk memperoleh citra yang diperbesar dari citra yang
sebenarnya. Tujuan dari pembuatan makroradiografi adalah untuk
memperoleh informasi patologis yang lebih akurat, yang tidak diperoleh dari
hasil radiografi biasa diakibatkan oleh ukuran dari bagian-bagian tersebut
yang teramat kecil, misalnya tulang yang berukuran kecil, saluran, dan lainnya.
Meskipun teknik makroradiografi akan meningkatkan ketidaktajaman citra
akibat faktor geometri tetapi dalam praktiknya masih diperlukan untuk
diagnosis medik. Pada citra digital (CR dan DR) teknik makroradiografi hampir
tidak diperlukan karena citra digital dapat diperbesar dengan pengaturan
zoom.
Pada Gambar 3.26 secara kuantitatif pembesaran diukur dan dinyatakan
oleh faktor magnification (M), dengan persamaan matematika M=FFD/(FFD-d),
dengan d adalah OFD, FFD-d=FOD. Nilai M=1 jika obyek kontak dengan film.
188 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 3.26

Skema Terjadinya Magnifikasi Citra

Ukuran obyek dalam citra (image size) ‘I’ dapat kita ukur, sehingga kita
dapat menentukan ukuran obyek sebenarnya (object size) ‘O’ dengan
persamaan matematika M=I/O, sehingga menjadi persamaan I/O=FFD/FOD.
Dari persamaan tersebut kita dapat menentukan object size O=I/(FFD/FOD),
atau O=I FOD/FFD. Magnifikasi tidak dapat dihindari dalam pembuatan
radiografi. Magnifikasi dalam radiografi disebabkan karena adanya jarak antara
obyek yang dieksposi dengan reseptor citra (film, IP, FPD). Walaupun obyek
sudah diatur menempel di atas kaset, tetapi sesungguhnya tetap ada jarak
antara permukaan atas kaset dengan reseptor citra yang ada di dalamnya.
Magnifikasi dapat terjadi bersamaan dengan distorsi. Distorsi adalah
ukuran dan bentuk obyek pada citra radiografi tidak sesuai dengan ukuran dan
bentuk obyek sebenarnya. Distorsi obyek pada citra radiografi ada dua, yaitu
elongation dan foreshortening. Elongation adalah distorsi dengan bentuk obyek
pada citra menjadi semakin panjang sementara lebarnya tidak berubah, terjadi
apabila central ray tidak tegak lurus terhadap obyek dan reseptor citra, atau
reseptor citra yang tidak tegak lurus dengan central ray dan obyek, seperti
ditampilkan pada Gambar 3.27 (a) pada obyek berbentuk batang atau silinder
dengan panjang AB=CD, terlihat panjang AB lebih kecil dari A’B’, dan panjang
CD lebih kecil dari C’D’, dan (b) pada obyek berbentuk bulat dengan panjang
B1B2=D1D2 lebih besar dari A1A2, dan paling panjang adalah C1C2 yang dapat
berubah bentuk menjadi elip.
Fisika Radiodiagnostik 189

Gambar 3.27

(a) Skema Elongation pada Obyek Berbentuk Batang atau Silinder,

(b) Pada Obyek Berbentuk Bulat

Foreshortening adalah distorsi dengan bentuk obyek pada citra yang


semakin pendek, terjadi apabila obyek tidak tegak lurus terhadap central ray
dan reseptor citra, seperti ditampilkan pada Gambar 3.29 reseptor citra garis
merah pada posisi central ray, obyek, dan reseptor citra saling tegak lurus
sehingga tidak terjadi distorsi, sedangkan pada reseptor citra garis hijau posisi
central ray dan reseptor citra saling tegak lurus, tetapi obyek tidak tegak lurus
terhadap keduanya, terjadi pemendekan obyek pada citra atau forshortening.
Contoh pemeriksaan yang banyak mengalami elongation dan foreshortening
adalah pemeriksaan gigi geligi menggunakan pesawat sinar-X dental unit.
190 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 3.29

Skema Ilustrasi Forshortening

D. KURVA KARAKTERISTIK FILM

Film radiografi memiliki sifat-sifat khusus, yaitu speed, latitude, dan


kontras. Karakteristik tersebut dapat diekspresikan melalui kurva yang disebut
kurva karekteristik. Kurva karakteristik merupakan kurva atau grafik yang
memperlihatkan hubungan antara sejumlah eksposi dengan hasil densitas
optik pada film radiografi. Kurva ini diperkenalkan oleh Hurteen dan Drifield,
dari itulah kurva ini biasanya disebut dengan ’kurva H dan D’ atau biasa juga
disebut ’kurva D log E’ karena kurva dibentuk dari nilai densitas optik (D) pada
sumbu vertikal dan nilai log eksposi pada sumbu horisontal. Bentuk kurva
tergantung dari nilai densitas optik yang terpengaruh oleh cara pembuatan
radiograf, penyimpanan film, dan pengolahan film. Seperti ditampilkan pada
Gambar 3.30 density pada sumbu vertikal menyatakan nilai densitas optik atau
densitas radiografi yang merupakan derajat kehitaman film radiografi yang
telah dieksposi. Nilainya dari 0 (nol) keatas hingga maksimum density bernilai
4.0. Selanjutnya log eksposi pada sumbu horizontal menyatakan nilai eksposi,
nilainya dari 0 (nol) eksposi kekanan hingga maksimum eksposi. Kurva
karakteristik terdiri dari lima bagian, yaitu tingkat kabut (fog level), area jari kaki
(toe), area garis lurus (straight line atau proportional line), dan area bahu
(sholder).
Fisika Radiodiagnostik 191

1. Tingkat Kabut (fog level)


Tingkat kabut merupakan daerah dengan densitas rendah. Densitas
hampir tak tergantung dari eksposi. Sebagian nilai dari penghitaman yang
timbul dikarenakan oleh sebab yang tidak berhubungan dengan eksposi,
misalnya karena penyerapan cahaya (bukan dari IS) oleh lapisan film, terutama
pada lapisan dasar (base). Densitas awal (fog level) selalu ada, meskipun film
telah dieksposi dengan sejumlah radiasi tertentu dan ditambah dengan
densitas yang ada dari hasil eksposi tersebut. Daerah penghitaman atau
densitas awal ini digambarkan sebagai garis horizontal, permulaan kurva
hingga angka 1.

Gambar 3.30

Kurva Karakteristik Film

Area ini juga menggambarkan sifat film dalam merespon eksposi yang
rendah. Sebelum film dieksposi, sudah memiliki nilai density akibat material
lapisan dasar film. Peningkatan density terjadi secara perlahan, hingga tidak
sebanding dengan peningkatan eksposi yang dilakukan. Sebelum film
tereksposi, sudah memiliki nilai density, yang disebut base density dengan
kisaran nilai minimal 0,05. Untuk membuktikan nilai ini, sebaiknya tidak
mengolah film dengan larutan developer, karena penghitaman pasti akan ada
192 Fisika Radiodiagnostik

disebabkan yang disebabkan beberapa faktor, minimal karena film terpapar


energi panas selama penyimpanan. Film langsung dimasukkan ke dalam
larutan fixer, sehingga terjadi clearing total. Nilai densitas optik dari ketebalan
dasar film besarnya berkisar 0,05 – 0,1. Nilai base density ini dalam aplikasinya
tidak dihitung tersendiri, melainkan disatukan dengan basic fog. Pada area ini
juga terdapat basic fog level (BFL) yaitu batas nilai kehitaman film yang nilainya
dimulai dari 0,1 hingga 0,22.

2. Area Jari Kaki (toe)


Densitas di area ini lebih besar sedikit dari tingkat kabut dan
menunjukkan efek eksposi yang disebut dengan ambang eksposi (treshold).
Pada daerah ini densitas naik secara perlahan dari 0,1 hingga sekitar 0,5.
Rentang densitas optik ini menunjukan daerah terang dari radiograf, Pada
area ini film dipengaruhi oleh phenidone, dan di sini awal terjadinya proses
pembangkitan film radiografi, film mulai mengalami peningkatan densitas
optik, pada kurva ditunjukkan nomor 1 hingga 2.

3. Area Garis Lurus (straight line)


Area ini adalah yang terpenting dari film radiografi, pada kurva
ditunjukkan nomor 2 hingga 3. Dalam jangka waktu eksposi ini densitas
berbanding lurus dengan log eksposi yang berarti perkalian eksposi dengan
faktor yang sama akan menambah densitas dengan jumlah yang sama. Straight
line atau proportional line menggambarkan sifat film dalam merespon eksposi
yang tepat untuk pencitraan suatu obyek radiografi. Pada bagian ini respon
film (density) yang dihasilkan senantiasa sebanding dengan eksposi yang
diberikan, pada Gambar 3.31 menunjukkan proportional line karena nilai
eksposi (E) dan densitas optik (D) memiliki perbedaan yang linier yaitu E1-
E2=E2-E3, dan D1-D2=D2-D3. Bagian ini berfungsi untuk menentukan kontras
radiografi, nilainya dihasilkan dari latitude exposure dan latitude density.
Fisika Radiodiagnostik 193

Gambar 3.31

Proportional Line atau Straight Line sebagai Manifestasi Kontras Radiografi

Latitude exposure adalah rentang nilai eksposi yang dapat diterima oleh
film untuk menghasilkan density yang proporsional terhadap eksposi.
Sedangkan latitude density adalah rentang nilai densitas optik yang dapat
diberikan oleh film, dalam rentang eksposi yang proporsional.
Pada Gambar 3.32 menunjukan kedua latitude antara dua film yang
memiliki kontras radiografi sama, proportional line atau straight line semakin
tegak maka kontras radiografi semakin tinggi. Tetapi kedua film memiliki speed
berbeda, speed film A lebih tinggi daripada film B, film A lebih cepat merespon
eksposi, artinya dengan eksposi yang lebih kecil film A sudah mampu
menampilkan kontras radiografi optimal. Speed film adalah kemampuan emulsi
film merespon sejumlah eksposi, satuan speed mR-1. Kedua latitude tersebut
ditentukaan oleh proportional line kurva karakteristik film, (a) ditunjukkan garis
merah pada kurva, dengan persamaan Latitude Exposure=Emax–Emin, dan (b)
ditunjukkan garis merah pada sumbu y (D), dengan persamaan Latitude
Density=Dmax–Dmin.
194 Fisika Radiodiagnostik

EA1 EB1 EA2 EB2

(a) (b)

Gambar 3.32

(a) Latitude Exposure Film A sama dengan Film B,

(b) Latitude Density Film A sama dengan Film B

Gambar 3.33 menunjukan hubungan antara nilai D dan log eksposi


sebagai nilai kontras film γ atau disebut juga sebagai average gradient kurva
karakteristik film, dengan persamaan matematika γ=(D2–D2)/(logE1-logE2).
Nilai γ juga sebagai indikator speed film dalam merespon energi sinar-X
ditandai dengan speed film yang merupakan sensitivitas film terhadap eksposi
dalam kurva, speed film diperhitungkan pada garis proporsional, menyatakan
hubungan yang linier antara eksposi dengan density, nilainya makin besar, jika
tangen sudut garis proporsional makin besar, atau kurva semakin tegak.

Gambar 3.32

Nilai Gamma Film (Average Gradient)


Fisika Radiodiagnostik 195

4. Area Bahu (Shoulder)


Pada kurva karakteristik ditunjukkan nomor 3 hingga 4, area paling akhir
yang menggambarkan sifat film merespon eksposi yang berlebihan. Area ini
memiliki densitas maksimum dari film radiografi. Pada tingkat eksposi tertentu,
film mulai jenuh dalam menghasilkan penghitaman (density), karena sudah
mencapai densitas maksimal (pada kurva ditunjukkan nomor 4), sehingga
melambat, sampai mencapai batas kejenuhan. Pada puncak kejenuhan,
menuju solarisasi, penambahan eksposi justru menyebabkan menurunnya
density.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Jelaskan proses terbentuknya bayangan laten pada sistem kombinasi IS-


film, imaging plate sistem CR, dan flat panel detector sistem DR!
2) Jelaskan proses pengolahan citra pada sistem kombinasi IS-film, imaging
plate sistem CR, dan flat panel detector sistem DR!
3) Jelaskan bagaimana terbentuknya densitas radiografi, kontras radiografi,
ketajaman dan detail radiograf!
4) Sebutkan dan jelaskan tiga jenis ketidaktajaman citra radiografi!
5) Jelaskan bagaimana terbentuknya magnifikasi dan distorsi pada citra
radiografi?
6) Jelaskan bagaimana membuat kurva karakteristik film?
7) Sebutkan dan jelaskan bagian-bagian kurva karakteristik film!

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami terbentuknya bayangan
laten pada sistem kombinasi IS-film, imaging plate sistem CR, dan flat
panel detector sistem DR.
2) Anda dapat membaca kembali bagian modul yang membahas tentang
proses pengolahan citra pada sistem kombinasi IS-film, imaging plate
sistem CR, dan flat panel detector sistem DR.
196 Fisika Radiodiagnostik

3) Anda dapat menjelaskan dengan memahami tentang kualitas citra yang


terbagi menjadi densitas radiografi, kontras radiografi, ketajaman dan
detail radiograf.
4) Anda dapat menjelaskan dengan memahami tentang ketidaktajaman
citra radiografi.
5) Anda dapat menjelaskan dengan memahami tentang kurva karakteristik
film dan bagian-bagiannya.

RINGKASAN

Pembentukan citra radiografi diawali dengan pembentukan bayangan


laten pada reseptor film, IP, dan FPD. Film radiografi konvensional yang
berada dalam kaset dan IS tidak hanya menerima energi sinar-X, tetapi lebih
banyak menerima energi cahaya dari IS. Energi yang diserap oleh AgBr
menyebabkan struktur molekul AgBr berubah menjadi Ion Ag+ dan Br-
Struktur molekul AgBr mudah sekali terionisasi, tetapi keberadaan ion Ag+
dan Br- tetap dapat dipertahankan dalam emulsi oleh komponen kristal
sensitivity spekcs (titik kepekaan) yang terbentuk ketika AgBr terurai dengan
persamaan AgBr + Energi Foton Ag+ + Br-, dengan Ag+ adalah ion perak
dalam bentuk ion positif yang merupakan bayangan laten. Pada IP sistem CR
bayangan laten terbentuk ketika energi foton sinar-X setelah melintasi obyek
akan mengenai IP, yaitu mengenai phosphor BaFBr kemudian elektron
valensi dari BaFBr akan menyerap foton sinar-X, elektron tersebut terpental
keluar mengalamai ionisasi kemudian ditangkap oleh Eu2+ yang bermuatan
positif pada titik F-center, elektron atau muatan listrik yang tersimpan dalam
F-center Eu2+ adalah bayangan laten pada IP. Pada FPD bayangan laten
terjadi sangat singkat sekali, yaitu sinyal listrik yang dikumpulkan oleh
kapasitor pada dexels.
Pengolahan film secara manual adalah kegiatan untuk membangkitkan
bayangan laten menjadi citra permanen yang tampak pada film radiografi,
menggunakan larutan kimia developer dan fixer yang dilakukan di kamar
gelap, dengan tahapan developing (pembangkitan), rinshing (pembilasan),
fixing (penetapan), dan washing (pencucian). Pengolahan film secara
otomatik (automatic processing film) adalah pengolahan film yang
menggunakan mesin, semua telah diatur oleh mesin mulai film masuk ke
larutan developer, ke fixer hingga film keluar dari mesin dalam keadaan
Fisika Radiodiagnostik 197

kering, dan tidak ada proses rinshing (pembilasan). Pada sistem CR, IP yang
sudah menyimpan bayangan laten diolah menggunakan image reader untuk
dapat dihasilkan citra radiografi yang dapat ditampilkan di layar monitor
komputer, sedangkan pada sistem DR, pengolahan bayangan laten FPD
tidak memerlukan mesin image reader, setelah eksposi citra langsung
ditampilkan beberapa detik pada layar monitor komputer.
Kualitas citra radiografi terbagi menjadi densitas radiografi, kontras
radiografi, ketajaman dan detail radiografi. Ketajaman citra lebih sering
diidentifikasi dengan ketidaktajaman (unsharpness), terbagi menjadi tiga,
yaitu geometric unsharpness, movement unsharpness, dan photographic
unsharpness.
Magnifikasi (magnification) adalah perbesaran citra radiografi yang
dapat diukur secara kuantitatif dengan menentukan perbedaan antara
ukuran obyek dalam citra dan ukuran obyek sebenarnya. Magnifikasi dapat
terjadi bersamaan dengan distorsi. Distorsi adalah ukuran dan bentuk obyek
pada citra radiografi tidak sesuai dengan ukuran dan bentuk obyek
sebenarnya. Distorsi obyek pada citra radiografi ada dua, yaitu elongation
dan foreshortening.
Film radiografi memiliki sifat-sifat khusus, yaitu speed, latitude, dan
kontras. Karakteristik tersebut dapat diekspresikan melalui kurva yang
disebut kurva karekteristik. Kurva karakteristik merupakan kurva atau grafik
yang memperlihatkan hubungan antara sejumlah eksposi dengan hasil
densitas optik pada film radiografi. Bentuk kurva tergantung dari nilai
densitas optik yang terpengaruh oleh cara pembuatan radiograf,
penyimpanan film, dan pengolahan film. Kurva karakteristik terdiri dari lima
bagian, yaitu tingkat kabut (fog level), area jari kaki (toe), area garis lurus
(straight line atau proportional line), dan area bahu (sholder).
198 Fisika Radiodiagnostik

TES 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Pada pemeriksaan radiografi ossa manus dilakukan menggunakan kaset


kombinasi IS-film. Setelah eksposi, akan terbentuk bayangan laten pada
film yang akan dibangkitkan menjadi bayangan tampak dengan
developing.
Apakah bentuk bayangan laten tersebut ….
A. Elektron yang terperangkap dalam Eu2+
B. Elektron dalam hole dexels
C. Muatan dalam kapasitor
D. Ag+
E. Ag+ + Br-

2) Hasil citra radiografi pemeriksaan TMJ pasien laki-laki dewasa, diolah


menggunakan mesin pengolah film otomatik, ternyata radiograf yang
dihasilkan memperlihatkan garis irreguler radioopaque disepanjang film
ukuran 18 cm x 24 cm, sehingga pemeriksaan diulang.
Apakah penyebab terjadinya hal tersebut ….
A. Suhu developer terlalu rendah
B. Suhu developer terlalu tinggi
C. Bayangan dari kawat gigi
D. Artefak listrik statis film
E. Roller APF

3) Hasil citra radiografi SPN Water’s pasien laki-laki dewasa, diolah di kamar
gelap menggunakan cairan kimia dengan urutan developer, rinshing, fixer,
dan washing. Setelah proses tersebut, citra radiografi tampak
radioopaque dengan kontras radiografi sangat rendah. Semua parameter
pemeriksaan radiografi sudah sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional.
Apakah penyebab utama hal tersebut ….
A. Suhu developer sangat tinggi
B. Aktifitas developer lemah
Fisika Radiodiagnostik 199

C. Aktifitas fixer lemah


D. Air rinshing kotor
E. Air washing kotor

4) Seorang pasien telah dilakukan pemeriksaan radiografi kepala proyeksi


AP, dengan hasil ketidaktajaman citra pada daerah glabella. Pada anatomi
yang lain, obyek tervisualisasi dengan optimal.
Apakah yang menyebabkan hal tersebut terjadi ….
A. Pengolahan film tidak sempurna
B. Faktor eksposi kVp tidak tepat
C. Ketidakkontakan IS dan film
D. Film sudah kadaluarsa
E. Kebocoran kaset

5) Pada pemeriksaan radiografi columna vertebrae lumbal, digunakan


kombinasi IS-film. Setelah film diolah di kamar gelap, diperoleh citra
radiografi lumbal yang tidak tajam. Lalu diperiksa dan ditemukan film
radiografi dan IS tidak menempel secara sempurna di dalam kaset.
Apakah jenis unsharpness yang terjadi?
A. Photographic
B. Movement
C. Geometric
D. Graines
E. Umbra

6) Anda melakukan pemeriksaan radiografi Thorax PA dengan faktor


eksposi 50 kVp, 10 mAs. Setelah film diolah di kamar gelap, diperoleh
citra radiografi paru dan costae tampak mengalami kekaburan (blurring).
Apakah jenis unsharpness yang terjadi?
A. Photographic
B. Movement
C. Geometric
D. Graines
E. Umbra
200 Fisika Radiodiagnostik

7) Berdasarkan SOP pemeriksaan radiografi Ossa Antebrachi di bagian


radiologi dilakukan dengan memberikan faktor eksposi 48 kV, 5 mAs, FFD
100 cm. Anda malakukan pemeriksaan objek yang sama dengan
mengatur FFD 80 cm.
Apakah yang akan terjadi pada radiograf ….
A. Foreshortening
B. Elongation
C. Magnifikasi
D. Paralaks
E. Distorsi

8) Seorang pasien perempuan umur 35 tahun dilakukan pemeriksaan


radiografi gigi insisivus superior menggunakan pesawat sinar-X khusus
dental. Menggunakan faktor eksposi 70 kVp dan 20 mAs. Setelah film
diproses di kamar gelap ternyata pada hasil radiograf tampak bahwa gigi
insisivus mengalami distorsi elongasi.
Apakah yang menyebabkan hal tersebut terjadi ….
A. Film dan central ray tidak saling tegak lurus, sedangkan obyek tegak
lurus terhadap film
B. Film dan central ray saling tegak lurus, serta obyek tidak tegak lurus
terhadap film dan central ray
C. Film, obyek dan central ray saling sejajar satu sama lain
D. Film tegak lurus terhadap obyek dan central ray sejajar obyek
E. Faktor eksposi terlalu tinggi

9) Berikut ini adalah gambar kurva karakteristik:


Fisika Radiodiagnostik 201

Manakah tanda panah yang menunjukkan BFL ….


A. 1
B. 2
C. 3
D. 4
E. 5

10) Berikut ini adalah gambar kurva karakteristik:

Manakah tanda panah yang menunjukkan nilai kontras radiografi ….


A. 1
B. 2
C. 3
D. 4
E. 5
202 Fisika Radiodiagnostik

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 1 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 1.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan materi Topik 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi materi Topik 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
Fisika Radiodiagnostik 203

TOPIK 2

Grid Radiografi

G
rid radiografi adalah alat bantu dalam pemeriksaan radiografi yang
berfungsi untuk menyerap radiasi hambur supaya tidak sampai ke
reseptor citra untuk mempertinggi kontras radiografi. Dari beberapa
upaya untuk mengurangi radiasi hambur yang menuju reseptor citra,
penggunaan grid merupakan upaya paling efektif untuk mengurangi radiasi
hambur.

A. RADIASI HAMBUR

Seperti yang sudah dibahas pada Bab 2, radiasi hambur muncul akibat
interaksi Compton. Keberadaan radiasi hambur sangat mengganggu karena
akan menurunkan kontras radiografi yang berarti akan menurunkan kualitas
citra radiografi. Dalam radiografi tidak semua incident photon sinar-X (foton
primer) diserap atau diteruskan oleh obyek, tetapi sebagian dihamburkan. Hal
ini menyebabkan beberapa foton primer digantikan oleh foton hambur
dengan jalan dan arah berbeda serta daya tembusnya berkurang. Foton
hambur mempunyai energi yang lebih kecil dari foton primer. Pada Gambar
3.34 meskipun radiasi hambur bergerak ke segala arah akan tetapi paling
sedikit dari setengahnya bergerak menuju film dengan arah yang sama dengan
berkas foton primer.
204 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 3.34

Ilustrasi Sinar-X yang Melewati Obyek

terdiri dari Radiasi Primer dan Radiasi Hambur

Jumlah radiasi hambur, relatif sangat banyak dibandingkan dengan


jumlah radiasi primer, terjadinya tergantung pada ketebalan obyek yang
dieksposi. Rasionya dapat mencapai 8:1, tetapi lebih sering 2:1 hingga 4:1.
Seperti diilustrasikan pada Gambar 3.35 jumlah foton hambur dan foton primer
pada berkas sinar-X Bremstrahlung menggunakan 70 kVp, lengkung garis tak
putus adalah jumlah total foton hambur dan foton primer, garis putus-putus
panjang adalah jumlah foton hambur, dan garis putus-putus pendek adalah
foton primer.

Gambar 3.35

Ilustrasi Jumlah Foton Hambur dan Foton Primer

pada Berkas Sinar-X Bremstrahlung Menggunakan 70 kVp


Fisika Radiodiagnostik 205

Pada saat radiasi hambur meningkat, citra radiografi akan kehilangan


kontras, muncul bayangan abu-abu, dan obyek pada citra menjadi tidak jelas.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi intensitas radiasi hambur, yaitu
tegangan tabung (kVp), luas lapangan penyinaran (kolimasi), dan ketebalan
pasien.
Penggunaan tegangan tabung (kVp) yang semakin meningkat
menyebabkan interaksi Compton juga meningkat, tapi jumlah interaksi
fotolistrik akan berkurang. Pada Tabel 3.3 menunjukkan ilustrasi persentase
foton sinar-X yang diteruskan (percent transmission) pada ketebalan jaringan
lunak (soft tissue) 10 cm, diikuti oleh perubahan interaksi fotolistrik yang
semakin menurun dan interaksi Compton semakin meningkat, pada setiap
penambahan 10 kVp dengan foton sinar-X awal 100%. Kita dapat melihat
persentase interaksi Compton yang semakin meningkat seiring bertambahnya
kVp, meskipun percent transmission juga semakin meningkat tetapi radiasi
hambur yang semakin banyak akan merusak skema kontras subyek. Kita tinjau
mulai 80 kVp, persentase interaksi fotolistrik 46% dan persentase foton yang
diteruskan 2%, kita jumlahkan keduanya 46% + 2% = 48%, bandingkan dengan
persentase interaksi Compton 52%. Sehingga kontras subyek 48% akan rusak
oleh interaksi Compton yang persentasenya lebih besar, yaitu 52%, demikian
seterusnya sampai 120 kVp. Kontras subyek turun maka kontras radiografi juga
akan turun, oleh karenanya untuk mencegah hal tersebut diperlukan grid
radiografi.

Tabel 3.3

Persentase Interaksi Foton Sinar-X pada Penggunaan kVp


206 Fisika Radiodiagnostik

Sepertinya cukup mudah untuk mengatakan bahwa semua pemeriksaan


radiografi dapat dilakukan dengan kVp terendah karena teknik ini akan
menghasilkan foton hambur minimum, dan dengan demikian kontras
radiografi akan semakin tinggi. Tetapi tidak semudah itu. Peningkatan
penyerapan fotolistrik menghasilkan peningkatan yang cukup tinggi terhadap
dosis radiasi pasien. Selain itu, akan lebih sedikit foton sinar-X primer mencapai
reseptor citra pada kVp rendah, yang biasanya akan dikompensasi dengan
meningkatkan mAs, hasilnya masih dosis radiasi pasien yang lebih tinggi.
Penambahan nilai mAs akan menghasilkan sejumlah foton sinar-X yang cukup
untuk memberikan citra radiografi yang informatif tetapi disamping itu juga
dapat menghasilkan dosis radiasi pasien yang sangat tinggi. Di sisi lain, sedikit
meningkatkan kVp sudah cukup untuk memproduksi foton sinar-X primer
yang mampu menembus obyek, dan akan menghasilkan dosis radiasi pasien
yang jauh lebih rendah. Tetapi ketika kVp ditingkatkan maka jumlah radiasi
hambur juga akan meningkat, yang akan diikuti penurunan kontras radiografi.
Luas lapangan penyinaran atau kolimasi merupakan faktor lain yang
dapat memberikan pengaruh terhadap radiasi hambur, diatur oleh kita dengan
mengatur luas kolimasi. Ketika luas kolimasi semakin besar, maka radiasi
hambur akan semakin besar pula, seperti ilustrasi pada Gambar 3.36, luas
kolimasi menentukan produksi radiasi hambur, (a) dengan luas kolimasi kecil
akan menurunkan radiasi hambur, mengurangi dosis radiasi pasien, dan
memperbaiki kontras radiografi, terjadi sebaliknya pada (b).

(a) (b)

Gambar 3.36

(a) Luas Kolimasi Kecil,

(b) luas Kolimasi Besar.


Fisika Radiodiagnostik 207

Kita lihat ilustrasi pada radiograf, Gambar 3.37 menunjukkan dua


radiograf lumbal proyeksi antero-posterior, (a) kolimasi diatur cukup, produksi
radiasi hambur turun sehingga dihasilkan kontras radiografi yang tinggi,
sedangkan (b) diambil dengan kolimasi yang terlalu besar, meningkatkan
produksi radiasi hambur dan dihasilkan kontras radiografi yang rendah.

(a) (b)

Gambar 3.37

(a) Radiograf Lumbal Kolimasi Secukupnya, dan

(b) Kolimasi Lebih Lebar, Meningkatkan Produksi Radiasi Hambur

Pengaturan kolimasi yang tepat, yaitu membatasi luas lapangan


penyinaran organ yang akan dieksposi menjadi salah satu faktor yang dapat
mengurangi radiasi hambur dan dosis radiasi yang diterima pasien.
Ketebalan pasien juga mempengaruhi produksi radiasi hambur. Citra
radiografi dari bagian tubuh yang tebal menghasilkan lebih banyak radiasi
hambur daripada citra radiografi dari bagian tubuh yang lebih tipis.
Bandingkan radiograf tulang ekstremitas dengan radiograf pelvis tanpa grid,
semakin tebal obyek, kita akan menggunakan kVp yang semakin tinggi
akibatnya akan banyak diproduksi radiasi hambur pada radiograf pelvis.
208 Fisika Radiodiagnostik

Bahkan saat keduanya dibuat menggunakan reseptror citra yang sama,


radiograf ekstremitas akan lebih tajam karena terjadi pengurangan jumlah
radiasi hambur yang meningkatkan kontras radiografi, sehingga ketajaman
dan detail dapat tervisualisasi. Tipe dari jaringan (otot, lemak, dan tulang) dan
jenis penyakit seperti penyakit pada paru-paru yang terisi cairan, juga akan
mempengaruhi produksi radiasi hambur. Ketebalan pasien tidak dapat kita
atur, sehingga yang dapat kita lakukan adalah menggunakan teknik yang
sesuai dengan keadaan pasien, dan menggunakan grid untuk mengurangi
radiasi hambur.
Selanjutnya kita tinjau upaya untuk mengurangi produksi radiasi
hambur dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu membatasi kolimasi
hanya sebatas obyek yang diperiksa, sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya interaksi sinar-X dengan volume jaringan yang lebih besar. Semakin
banyak volume jaringan berinteraksi dengan sinar-X maka kemungkinan akan
semakin banyak terproduksi radiasi hambur.
Pengurangan kVp akan mengurangi radiasi hambur tetapi pengurangan
kVp terbatasi oleh daya penetrasi yang dibutuhkan, dan menjadi hal yang
harus diperhatikan bahwa pengurangan kVp akan menambah dosis pasien
karena harus ada penambahan mAs sebagai kompensasinya. Untuk
memperoleh penghitaman yang sama pada film, maka pendekatannya dengan
teknik kVp optimum menggunakan fifteen percent kVp rule dan ten kVp rules.
Air gap technique juga dapat mengurangi radiasi hambur. Merupakan
teknik pengurangan radiasi hambur dengan cara menjauhkan obyek dari film,
karena adanya “gap” atau jarak (celah) antara obyek dengan film maka radiasi
hambur akan lebih banyak berinteraksi dengan partikel udara sehingga terjadi
atenuasi radiasi hambur oleh partikel udara. Sepanjang lintasan yang dilaluinya
radiasi akan mengionisasi medium, dalam hal ini radiasi hambur akan
mengionisasi udara yang dilaluinya sehingga energi menjadi berkurang, dan
radiasi hambur yang sampai ke film menjadi sedikit. Intensitas radiasi hambur
paling banyak adalah yang paling dekat dengan obyek yang berinteraksi
dengan foton primer sinar-X, semakin jauh dengan film, energi radiasi hambur
menjadi sedikit. Tetapi teknik ini akan mengakibatkan geometric unsharpness
yang seharusnya dihindari.
Desain bagian bawah kaset dengan lapisan Pb akan mengurangi radiasi
hambur yang sampai ke film. Intensitas radiasi setelah melintasi obyek akan
berinteraksi dengan IS bagian depan, selanjutnya akan berinteraksi dengan
emulsi film, setelah berinteraksi dengan emulsi film, sebagian akan diserap
oleh emulsi film dan sebagian ada yang diteruskan menuju IS bagian belakang,
Fisika Radiodiagnostik 209

dan terus tembus sampai ke bagian belakang kaset, untuk mencegah radiasi
hambur balik (back scatter) menuju IS maka bagian belakang kaset harus
dilapisi Pb.
Kompresi pasien akan mengurangi radiasi hambur dengan cara
mengurangi ketebalan obyek (dikompresi) sehingga soft tissue akan menjadi
semakin rapat atau kerapatan menjadi tinggi, dan soft tissue akan efektif untuk
menyerap radiasi hambur. Teknik ini biasanya dilakukan pada pemeriksaan
mammografi yang dilengkapi alat khusus. Teknik ini sulit dilakukan pada
pemeriksaan radiografi lainnya, karena pasien tidak nyaman dan alat kompresi
akan menghalangi foton sinar-X primer menuju obyek yang diperiksa.
Upaya paling efektif untuk mengurangi radiasi hambur adalah
menggunakan grid. Pertimbangan kita menggunakan grid, yaitu ketika akan
dilakukan pemeriksaan obyek dengan kisaran ketebalan minimal 20 cm dan
kisaran faktor eksposi minimal 70 kVp, misal abdomen, pelvis, tulang belakang,
dan kepala. Pemeriksaan thorax paru terkadang tidak menggunakan grid,
karena meskipun rongga thorax tebal tetapi kerapatan paru rendah sehingga
faktor eksposi yang digunakan relatif dibawah 70 kVp. Pemeriksaan
ekstremitas tidak menggunakan grid kecuali hip joint, karena bersendi dengan
acetabulum pelvis yang relatif tebal.

B. KONSTRUKSI GRID

Konstruksi grid terdiri dari material dengan nomor atom tinggi, yaitu
lempengan Pb yang disebut lead strip, dan material nomor atom rendah
sebagai interspace (sekat) biasanya Alumunium atau Carbon. Kedua material
tersebut tersusun secara berselang-seling sehingga membentuk lempengan,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.38. Kedua material tersebut ditutup (cover)
menggunakan material dengan nomor atom rendah, ditengah cover terdapat
garis tengah (center line) yang membagi luas grid sama besar, seperti
ditampilkan pada Gambar 3.39. Susunan grid tersebut mampu menyerap
radiasi hambur oleh Pb, dan dapat meneruskan radiasi primer ke reseptor citra
melalui interspace. Konstruksi seperti itu tidak hanya radiasi hambur saja yang
terserap oleh lapisan Pb tetapi radiasi primer juga sebagian ikut terserap,
sehingga faktor eksposi akan dinaikkan jika menggunakan grid. Jika
menggunakan grid maka itu merupakan sebuah resiko bahwa kita akan
menerima dosis radiasi berlebih dan beban tabung sinar-X bertambah. Tetapi
hal ini tetap dilakukan karena tidak ada cara lain yang lebih efektif untuk
mengurangi radiasi hambur sebagai upaya meningkatkan nilai kontras
radiografi.
210 Fisika Radiodiagnostik

Gambar 3.38

Skema Konstruksi Grid, terdiri dari Pb yang Disekat oleh Material Nomor Atom Rendah

Gambar 3.39

Ilustrasi Lead Strip dan Interspace yang Ditutup (Cover) oleh Carbon Fiber, Terdapat Center
Line yang Membagi Luas Grid sama Besar Kanan dan Kiri

C. JENIS GRID

Berdasarkan jenis konstruksi lead strips dan interspace, grid dapat


dibedakan menjadi empat jenis, yaitu linier atau parallel grid, focused grid, cross
grid, dan pseudofocused grid.

1. Linier Grid
Grid ini mempunyai susunan timbal (lead strip) dan interspace secara
linear atau paralel sejajar satu sama lainnya dengan tinggi dan jarak sama,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.40. Pada grid ini memungkinkan sinar-X
yang sampai ke arah tepi grid akan mengalami penyerapan (cut off) karena
Fisika Radiodiagnostik 211

tidak semua lead strips sejajar dengan tabung sinar-X, hanya lead strips yang
berada tepat di bawah tabung sinar-X yang benar-benar sejajar dengan foton
primer, sehingga densitas radiografi yang dihasilkan antara daerah tepi dan
tengah tidak merata. Untuk menghindari hal tersebut disarankan jarak fokus
ke film (FFD) tidak terlalu tinggi, kisaran masksimal hingga 150 cm, dan kisaran
rasio grid maksimal 6:1. Linier grid dapat mengeliminasi radiasi primer hingga
30%.

(a) (b)

(a) Konstruksi Linier Grid Susunan Lead Strips dan Interspace dengan Tinggi dan Jarak
Sama,

(b) Garis Terputus Sejajar dengan Tabung Sinar-X

2. Focused Grid
Focused grid mempunyai susunan lead strip dan interspace miring dengan
tinggi dan jarak sama, tersusun membentuk sudut searah dengan sumbu
lintasan Sinar-X, seperti ditampilkan pada Gambar 3.41. Bentuk ini untuk
menghindari terjadinya cut off yang terjadi terutama pada daerah tepi grid,
menyesuaikan dengan berkas sinar-X (central ray). Pusat berkas sinar-X harus
berada pada pertengahan garis grid. Jarak fokus ke film (FFD) harus
diperhatikan, seperti ditampilkan pada Gambar 3.42 tertera keterangan FFD
130 cm, berarti kita harus mengatur FFD 130 cm, jika tidak sesuai FFD maka
akan terjadi cut off radiasi primer. Hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan grid ini antara lain memiliki FFD tertentu, tidak boleh terbalik
(upside down), dan tidak boleh off center tapi grid harus sejajar dengan central
ray.
212 Fisika Radiodiagnostik

(a) (b)

Gambar 3.41

(a) Konstruksi Focused Grid, Lead Strips dan Interspace Disusun Miring
dan Berjarak Sama,

(b) Garis Putus-putus Mengarah ke Titik Fokus sesuai FFD

Pada Gambar 3.41 (b) garis putus-putus yang ditarik melalui masing-
masing lead strip ini bertemu pada suatu titik di suatu tempat di atas grid, titik
ini merupakan tempat yang optimal bagi focal spot tabung-sinar-X supaya
berkas sinar-X primer mengarah ke masing-masing lead strip tanpa cut off.

Gambar 3.42

Keterangan pada Focused Grid, Menunjukkan Focussing Distance atau FFD 130 cm

3. Cross Grid
Cross grid adalah dua linier grid dengan susunan saling tegak lurus,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.43 antar keduanya tersusun dengan
konstruksi lempengan timbal yang saling silang secara paralel, garis-garis lead
strip dan interspace saling tegak lurus antara satu dengan yang lainnya. Cross
Fisika Radiodiagnostik 213

grid lebih efisien dalam menyerap radiasi hambur, sehingga mampu


meningkatkan kontras radiografi yang lebih tinggi dibandingkan dengan linier
grid dan focused grid dengan rasio yang sama.

(a) (b)

Gambar 3.43

(a) Konstruksi Cross Grid Tampak Atas,

(b) Susunan Dua Linier Grid yang Saling Tegak Lurus dan Saling Silang

Crossed grid mengeliminasi radiasi primer sampai 50% sehingga faktor


eksposi terutama mA harus dinaikan kurang lebih dua kali dari penggunaan
linier grid atau focused grid.

4. Pseudo focused Grid


Grid ini merupakan modifikasi dari linier grid dan focused grid, dengan
susunan lead strip dan interspace semakin ke tepi semakin tipis, seperti yang
ditampilkan pada Gambar 3.44. Dibuat sedemikian rupa tujuannya untuk
mengurangi cut off pada daerah tepi. Tidak seperti jenis lainnya, grid ini tidak
memiliki rasio grid.

Gambar 3.44

Konstruksi Pseudo Focused Grid


214 Fisika Radiodiagnostik

Keempat jenis grid di atas, linier atau parallel grid, focused grid, cross grid,
dan pseudofocused grid adalah grid diam, yang tidak bergerak saat dieksposi.
Ditinjau dari pergerakannya ada dua jenis grid, yaitu stationary grid (grid diam)
dan moving grid (grid bergerak). Stationary grid dikenalkan pertama kali oleh
Dr. Gustave Bucky tahun 1913, adalah grid yang dalam penggunaanya diam
pada saat dilakukan eksposi. Lead strips akan terlihat di radiograf berupa garis-
garis sangat tipis regular, yang biasa disebut sebagai moire pattern. Grid ini
sangat praktis karena dapat dibawa atau dipindahkan dengan sangat mudah
sesuai keperluan, dan dapat digunakan untuk berbagai pemeriksaan obyek
dengan berbagai proyeksi pemeriksaan. Bentuk fisik stationary grid seperti
ditampilkan pada Gambar 3.45.

Gambar 3.45

Bentuk Fisik Stationary Grid

Moving grid, dikenalkan oleh Dr. Hollis. E. Potter tahun 1920, dibuat untuk
mengurangi pola garis pada stationary grid, dengan menggerakan grid pada
saat dilakukan eksposi. Pergerakan itu mengaburkan garis lead strip. Moving
grid dikenal juga dengan sebutan potter bucky, ditempatkan diantara meja
pemeriksaan dan tray atau baki kaset, seperti ilustrasi pada Gambar 3.46.
Fisika Radiodiagnostik 215

Gambar 3.46

Ilustrasi Letak Potter Bucky

Lamanya pergerakkan pada jenis grid ini disesuaikan dengan lama waktu
eksposi. Potter bucky dipasang ditengah meja pemeriksaan selalu sejajar
dengan baki kaset, artinya jika baki kaset digeser ke ujung kiri atau kanan meja
sesuai obyek yang diperiksa, maka potter bucky selalu mengikutinya.

D. EFISIENSI GRID

Radiasi hambur yang diserap grid tidak 100%, ada radiasi hambur yang
dapat melewati lead strips, seperti ilustrasi pada Gambar 3.47, semakin banyak
radiasi hambur yang mampu mencapai reseptor citra maka semakin turun
efisiensi grid. Efisiensi grid adalah tingkat kemampuan grid menyerap radiasi
hambur dan meneruskan radiasi primer, ditentukan oleh lead content dan
frekuensi grid. Lead content adalah adalah berat lead per luas grid, nilainya
berkisar 0,2 hingga 0,9 gram/cm2, grid yang berat lebih efisien menyerap
radiasi hambur dibanding grid yang ringan walaupun rasio grid sama.
Frekuensi grid adalah jumlah lead strip per centimeter, nilainya berkisar 25
hingga 78 lead strips/cm. Persamaan matematika frekuensi grid (N) adalah
N=1/(D+d), dengan D adalah interspace, dan d adalah tebal interspace.
Semakin tinggi nilai lead content dan frekuensi grid maka semakin efisien
menyerap radiasi hambur.
Rasio jumlah radiasi primer (fp) yang dilewatkan oleh lead strips dengan
jumlah radiasi hambur (fh) yang dilewatkan oleh lead strips hingga keduanya
mencapai film disebut selektifitas (S) grid, dituliskan dengan persamaan
matematika S=fp/fh.
216 Fisika Radiodiagnostik

Gambar. 3.47

Ilustrasi Radiasi Hambur yang Mencapai Reseptor Citra

Rasio grid (grid ratio) berfungsi sebagai tolak ukur atau indikator yang
digunakan untuk menyatakan kemampuan grid mengeliminasi radiasi hambur,
semakin tinggi rasio grid, maka semakin optimal fungsi grid dalam menyerap
radiasi hambur. Rasio grid (r) ditulis dengan persamaan matematika r=h/D,
dengan h adalah tinggi lead strips. Rasio grid ditunjukan dengan 2 nomor,
dengan angka kedua selalu angka 1, contoh rasio grid 4:1, adalah
perbandingan antara tinggi lead strip 4 mm dibagi interspace 1 mm, atau tinggi
lead strip 8 mm dibagi interspace 2 mm. Rasio grid yang sering digunakan
adalah 4:1, 5:1, 6:1, 8:1, 10:1, 12:1, 16:1.

E. GRID CONVERSION FACTOR

Faktor grid atau grid conversion factor (GCF) adalah perbandingan antara
mAs yang digunakan dalam pemeriksaan dengan grid terhadap mAs yang
digunakan dalam pemeriksaan tanpa grid, menyatakan jumlah radiasi hambur
dan radiasi primer yang diatenuasi pada saat melewati grid, ditulis dengan
Fisika Radiodiagnostik 217

persamaan matematika GCF=Eksposi (mAs) dengan grid/Eksposi (mAS ) tanpa


grid. Semua faktor yang lain termasuk kVp harus konstan. Nilai GCF seperti
ditampilkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Grid Conversion Factor

Contoh aplikasinya, pemeriksaan columna vertebrae lumbal dengan


faktor eksposi 85 kVp dan 10 mAs dilakukan tanpa grid. Berapa mAs
dibutuhkan jika digunakan grid dengan rasio grid 8:1? Untuk menjawab soal
ini kita lihat pada Tabel 3.4, 85 kVp dengan rasio grid 8:1 memiliki nilai GCF=4,
maka GCF=mAs dengan grid dibagi dengan mAs tanpa grid, menjadi 4=mAs
dengan grid/10, sehingga diperoleh hasil mAs dengan grid=4x10=40 mAs.
Pemeriksaan yang menggunakan grid memerlukan mAs lebih besar karena
radiasi primer juga akan dieliminasi oleh grid.

F. GRID CUT OFF

Selain kerugian dari peningkatan dosis pasien yang terkait dengan


penggunaan grid, kerugian lain adalah kemungkinan tereliminasinya sinar-X
primer oleh lead strips sehingga informasi diagnostik menjadi berkurang,
kejadian tersebut adalah grid cut off. Grid cut off mengacu pada penurunan
jumlah foton yang ditransmisikan yang mencapai reseptor citra karena ketidak
sejajaran penggunaan grid. Efek radiografi utama dari grid cut off adalah
pengurangan jumlah foton yang mencapai reseptor citra. Peristiwa ini sering
mengharuskan kita mengulang eksposi, dan akan meningkatkan dosis pasien
lagi. Rasio grid memiliki dampak yang signifikan terhadap grid cut off, dengan
rasio grid yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak potensi cut off.
218 Fisika Radiodiagnostik

Jenis kesalahan grid cut off ada empat diantaranya upside-down focused,
off level, off center, off focus. Upside-down focused terjadi ketika grid jenis
focused grid ditempatkan terbalik di atas reseptor citra, yang mengakibatkan
lead strips berlawanan dengan sudut divergensi berkas foton sinar-X. Ada
kehilangan foton primer yang signifikan di sepanjang tepi citra, seperti
ditampilkan pada Gambar 3.48. Foton primer dengan mudah melewati pusat
grid karena tegak lurus central ray, sedangkan lead strips yang di bagian tepi
lebih banyak menyerap foton, menghasilkan radiograf dengan densitas
radiografi lebih radiopaque pada bagian tepi reseptor citra. Upside-down
focused mudah dihindari karena setiap focused grid memiliki label yang
menunjukkan sisi tabung atau tube side. Sisi ini harus selalu menghadap ke
tabung.

(a) (b) (c)

Gambar 3.48

(a) Penggunaan Focused Grid yang Benar,

(b) Kesalahan Upside Down,

(c) Radiograf Upside Down pada Bagian tepi Lebih Radioopaque.

Off-level adalah kesalahan penggunaan grid karena penempatan grid


yang membentuk sudut dengan central ray. Ini adalah jenis cut off yang paling
umum dan dapat terjadi karena tabung (central ray) atau grid yang disudutkan,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.49. Off-level muncul sebagai hilangnya
hampir semua foton yang mengalami cut off oleh lead strips di seluruh
radiograf, sehingga radiograf tampak radioopaque. Jenis grid cut off ini terjadi
pada focused grid dan linier grid, ini satu-satunya cut off yang terjadi pada linier
grid.
Fisika Radiodiagnostik 219

Gambar 3.49

Skema Off Level

Off-center atau juga disebut lateral decentering, terjadi ketika sinar pusat
dari foton sinar-X tidak sejajar dari sisi ke sisi dengan pertengahan focused grid,
seperti ditampilkan pada Gambar 3.50. Susunan lead strips tidak searah
dengan divergensi berkas foton primer sehingga densitas radiografi tidak
terjadi secara merata.

(a) (b)

Gambar 3.50

(a) Skema Off Centre terjadi Cut Off oleh Lead Strips

(b) Radiograf dengan Densitas Tidak Merata


220 Fisika Radiodiagnostik

Off-Focus terjadi saat menggunakan FFD di luar rentang fokus yang


direkomendasikan. Grid cut off terjadi jika FFD kurang dari atau lebih besar dari
rentang fokus. Tampak densitas radiografi di bagian tepi film lebih radiopaque
daripada bagian tengah, seperti ditampilkan pada Gambar 3.51.

(a) (b)

Gambar 3.51

(a) Skema Off Focus Focused Grid Terlalu Dekat ke Focus,

(b) Radiograf Tampak Radioopaque pada Bagian Tepi.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Jelaskan mekanisme kerja grid radiografi dalam mengurangi radiasi


hambur yang akan sampai ke reseptor citra!
2) Jelaskan tentang konstruksi grid dan rasio grid!
3) Sebutkan dan jelaskan empat jenis grid radiografi?
4) Jelaskan tentang efisiensi grid, GCF, dan kesalahan grid cut off!
5) Jelaskan bagaimana terjadinya upside-down focused, off level, off center,
dan off focus?
Fisika Radiodiagnostik 221

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami fungsi grid.
2) Anda dapat dapat membaca kembali bagian modul yang membahas
tentang konstruksi grid dan rasio grid.
3) Anda dapat menjelaskan dengan mempelajari jenis grid radiografi.
4) Anda dapat menjelaskan dengan mempelajari efisiensi grid, GCF, dan
kesalahan grid cut off.
5) Anda dapat memahami dengan mempelajari tentang kesalahan
penggunaan grid.

RINGKASAN

Grid radiografi adalah alat bantu dalam pemeriksaan radiografi yang


fungsinya paling efektif untuk menyerap radiasi hambur supaya tidak sampai
ke reseptor citra sehingga mempertinggi kontras radiografi. Jumlah radiasi
hambur, relatif sangat banyak dibandingkan dengan jumlah radiasi primer,
terjadinya tergantung pada ketebalan obyek yang dieksposi. Rasionya dapat
mencapai 8:1, tetapi lebih sering 2:1 hingga 4:1.
Konstruksi grid terdiri dari material dengan nomor atom tinggi, yaitu
lempengan Pb yang disebut lead strip, dan material nomor atom rendah
sebagai interspace (sekat) biasanya Alumunium atau Carbon. Kedua material
tersebut tersusun secara berselang-seling sehingga membentuk lempengan.
Berdasarkan jenis konstruksi lead strips dan interspace, grid dapat dibedakan
menjadi empat jenis, yaitu linier atau parallel grid, focused grid, cross grid,
dan pseudofocused grid. Rasio grid (grid ratio) berfungsi sebagai tolak ukur
atau indikator yang digunakan untuk menyatakan kemampuan grid
mengeliminasi radiasi hambur, semakin tinggi rasio grid, maka semakin
optimal fungsi grid dalam menyerap radiasi hambur. Rasio grid (r) ditulis
dengan persamaan matematika r=h/D. Faktor grid atau grid conversion
factor (GCF) adalah perbandingan antara mAs dengan grid terhadap mAs
tanpa grid, menyatakan jumlah radiasi hambur dan radiasi primer yang
diatenuasi pada saat melewati grid, ditulis dengan persamaan matematika
GCF = Eksposi (mAs) dengan grid/ Eksposi (mAS ) tanpa grid.
222 Fisika Radiodiagnostik

Grid cut off mengacu pada penurunan jumlah foton yang


ditransmisikan yang mencapai reseptor citra karena ketidaksejajaran
penggunaan grid. Efek radiografi utama dari grid cut off adalah pengurangan
jumlah foton yang mencapai reseptor citra. Jenis kesalahan grid cut off ada
empat diantaranya upside-down focused, off level, off center, off focus.

TES 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Seorang pasien dewasa datang ke bagian radiologi dengan membawa


surat permintaan pemeriksaan radiografi columna vertebrae
thoracolumbal. Pasien tersebut terlihat berbadan kekar. Pemeriksaan
akan dilakukan dengan pesawat sinar-X konvensional kapasitas 500 mA,
dan filter yang dimiliki hanya yang terpasang pada tabung. Anda harus
membuat radiograf yang memiliki kontras radiografi yang tinggi.
Apakah upaya yang Anda lakukan ….
A. Menggunakan grid radiografi
B. Menggunakan soft tissue technique
C. Memanfaatkan filter yang tersedia
D. Memilih kombinasi IS-film low speed
E. Menggunakan faktor eksposi mA rendah

2) Pada pemeriksaan BNO-IVP pasien dewasa dilakukan menggunakan grid,


ternyata radiograf yang dihasilkan memperlihatkan garis-garis kecil
homogen diseluruh permukaan radiograf.
Apakah penyebab terjadinya pola tersebut ….
A. Konsentrasi kontras media terlalu pekat
B. Roller mesin pengolah film otomatis
C. Grid moire pattern
D. Listrik statis film
E. kVp kurang
Fisika Radiodiagnostik 223

3) Grid radiografi diketahui memiliki tinggi lempengan Pb 2.4 mm, tebal


lempengan Pb 0.05 mm, dan jarak antar lempengan Pb 0.2 mm.
Berapakah rasio grid tersebut ….
A. 6:1
B. 8:1
C. 10:1
D. 12:1
E. 16:1

4) Pemeriksaan pelvis AP pasien dewasa dilakukan dengan faktor eksposi 85


kVp dan 8 mAs tanpa grid. Pada pemeriksaan tersebut ternyata dihasilkan
radiograf dengan kontras radiografi yang rendah. Pemeriksaan diulang
menggunakan grid dengan grid rasio 5 : 1 dan kVp tetap. Diketahui GCF
sama dengan 3.
Berapakah mAs yang digunakan pada pemeriksaan ulang ….
A. 8
B. 10
C. 15
D. 20
E. 24

5) Pada pemeriksaan radiografi kepala AP menggunakan focused grid


dengan keterangan FFD 100 cm. Anda melakukan pemeriksaan tersebut
dengan FFD 120 cm. Setelah dilakukan pengolahan citra, ternyata di
bagian tepi radiograf tampak densitas radiografi lebih radiopaque
daripada di bagian tengah.
Apakah jenis kesalahan grid cut off tersebut ….
A. Off level
B. Off focus
C. Off center
D. Moire pattern
E. Upside-down focused
224 Fisika Radiodiagnostik

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 2 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 2.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Bab 4. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus
mengulangi materi Topik 2 , terutama bagian yang belum dikuasai.
Fisika Radiodiagnostik 225

Kunci Jawaban Tes

Tes 1 1) D Ag+ adalah bayangan laten pada film yang


terbentuk karena AgBr terurai oleh foton cahaya
dan sinar-X.
2) E Roller APF (automatic processing film) yang
mengalami kerusakan karena sebab tertentu, akan
meninggalkan bekas di film berupa garis putih
tidak teratur.
3) B Aktifitas developer rendah akan mengakibatkan
kemampuannya berkurang untuk menembus
emulsi film sehingga proses menetralisir Ag+
menjadi tidak maksimal, densitas radiografi
menjadi rendah karena perak metalik hanya
terbentuk sedikit sehingga radiograf menjadi
radioopaque dan kontras radiografi menjadi
rendah.
4) C Ketidakkontakan IS dan film atau IS tidak
menempel erat pada film mengakibatkan ada jarak
(gap) antar keduanya sehingga akan menambah
area penumbra dan muncul ketidaktajaman pada
area tersebut.
5) A Photographic unsharpness adalah jenis
ketidaktajaman yang terbentuk karena kombinasi
IS-film, dapat terjadi karena ada jarak antara IS dan
film, butiran phosphor yang besar, ketebalan
lapisan phosphor, ketebalan emulsi film, dan
ketebalan base.
6) B Movement unsharpness adalah jenis
ketidaktajaman yang terbentuk karena pergerakan
obyek yang diperiksa.
7) C Magnifikasi citra radiografi terjadi karena FFD kecil,
FOD kecil, dan OFD besar.
8) A Film dan central ray tidak saling tegak lurus,
sedangkan obyek tegak lurus terhadap film akan
mengakibatkan terjadi distrosi elongasi.
226 Fisika Radiodiagnostik

9) A Tanda panah nomor 1, BFL (basic fog level) muncul


pada area sebelum angka 1, merupakan nilai
densitas optik yang diperoleh bukan karena
eksposi. Nilai BFL tidak pernah nol.
10) C Tanda panah nomor 3, kontras radiografi
merupakan manifestasi dari straight line (garis
lurus) atau proportional line.

Tes 2 1) A Menggunakan grid radiografi. Pemeriksaan


columna vertebrae thoracolumbal pada pasien
dewasa memerlukan faktor eksposi kVp yang
tinggi sehingga mengakibatkan terproduksi
radiasi hambur yang banyak yang akan
menurunkan kontras radiografi. Untuk
mengurangi radiasi hambur tersebut upaya yang
paling efektif adalah menggunakan grid radiografi.
2) C Grid moire pattern adalah artefak berupa garis-
garis kecil homogen yang ditimbulkan karena
penggunaan grid. Moire pattern tampak semakin
jelas jika menggunakan grid rasio tinggi.
3) D 12:1, menggunakan persamaan rasio grid r=h/D,
dengan h tinggi lempengan Pb, dan D adalah jarak
antar lempengan Pb, sehingga r=2,4/0,2=12. Rasio
grid ditulis menjadi 12:1.
4) E 24, menggunakan persamaan GCF=Eksposi (mAs)
dengan grid/Eksposi (mAS ) tanpa grid, sehingga
menjadi Eksposi (mAs) dengan grid=3x8=24.
5) A Off focus, kesalahan grid cut off karena FFD yang
digunakan dalam pemeriksaan tidak sesuai
dengan ketentuan yang seharusnya, sehingga
bagian tepi radiograf tampak densitas radiografi
lebih radiopaque daripada di bagian tengah.
Fisika Radiodiagnostik 227

Glosarium

Charged Couple Device : Sebuah sensor untuk merekam citra, terdiri


dari sirkuit terintegrasi berisi deretan
kondensator yang berhubungan atau
berpasangan, dapat menyalurkan muatan
listrik ke kondesator pasangannya.

Chip : Disebut juga sebagai integrated circuit (IC),


secara umum merupakan bagian kecil dan tipis
dari silicon tempat transistor penyusun
mikroprosesor ditanamkan, dapat sebesar satu
inchi dan dapat mengandung sepuluh juta
transistor.

Divergensi : Penyebaran foton.

Kompartemen : bagian yang terpisah dari lainnya

Meta-stabil : Kondisi suatu zat yang tidak stabil yang


dengan mudah berubah ke kondisi yang lebih
stabil atau ke kondisi yang kurang stabil

Opasitas (opacity) : Keadaan tidak tembus cahaya

Piksel (pixel) : Unsur citra (gambar) atau representasi sebuah


titik terkecil dalam citra digital yang dihitung
per satuan panjang. Pixel berasal dari bahasa
Inggris picture element.

Rasin-epoxy : Bentuk polimer yang berfungsi sebagai


pengikat atau perekat
228 Fisika Radiodiagnostik

Replenisher : Larutan pengganti yang berada di luar tangki


utama, dihubungkan dengan selang menuju
tangki utama. Saat film melewati
kompartemen developer atau fixer maka akan
ada larutan tersebut yang keluar dari tangki
melalui selang, seketika itu larutan replenisher
akan masuk mengganti cairan yang keluar,
supaya volume larutan dalam tangki tetap
terjaga.

Solarisasi : Pada kurva karakteristik merupakan suatu


keadaan menuju ke penurunan kurva setelah
melewati puncak kurva

Transistor film tipis : Jenis khusus dari transistor yang dibuat


dengan mengendapkan film tipis dari lapisan
semikonduktor aktif serta lapisan dielektrik.
Bahan semikonduktor biasanya adalah
substrat seperti silikon.
Fisika Radiodiagnostik 229

Daftar Pustaka

American Association of Physicists in Medicine Report No. 116.


2009. An Exposure Indicator for Digital Radiography. One
Physics Ellipse College Park.

Bhusong, Stewart Carlyle, 2008. Radiologic Science For


Technologisth, Physics, Biology, and Protection, Ninth
Edition. Canada, Mosby Elsevier.

Carroll, Quinn B, 2011. Radiography in The Digital Age: Physics,


Exposure, Radiation Biology, 2600 South First Street
Springfield, Illinois, USA, Charles C Thomas Publisher, Ltd.

Carter, C.E., & Veale, B.I, 2010. Digital Radiography and PACS.
Mosby, Elsevier.

D.R. Dance, S. Christofides, etc, 2014. Diagnostic Radiology


Physics : A Handbook for Teachers and Students. Vienna:
International Atomic Energy Agency.

Frank, Eugene D., Bruce W. Long dan Barbara J smith. 2016. Merril
of Atlas Radiographic Positioning and Radiologic Procedures,
Twelfth Edition Vol I. St.Louis Missouri: Elsevier Mosby.

Oakley. J, 2006. Digital Imaging, A Primer for Radiographers,


Radiologist, and Health Care Professional. Cambridge,
Cambridge University Press.

PP Dendy, B Heaton, 1999. Physics For Diagnostic Radiology, 2nd


edition, USA, Philadelphia.

Seibert, J.A. etc. American Association of Physicists in Medicine


Report No. 93. 2006. Acceptance Testing and Quality Control
of Photostimulable Storage Phosphor Imaging Systems. One
Physics Ellipse College Park.

Suetens. P, 2002. Fundamentals of Medical Imaging. Cambridge,


Cambridge University Press
230 Fisika Radiodiagnostik

.
BAB 4

4
FLUOROSCOPY

Guntur Winarno, S.Si, M.Si.

PENDAHULUAN

F
luoroscopy (fluoroskopi) terutama diperlukan untuk menyelidiki fungsi
serta pergerakan suatu organ atau sistem tubuh manusia. Pemeriksaan
menggunakan modalitas fluoroskopi dapat memberikan diagnosis aktif
selama jalannya pemeriksaan, juga umumnya digunakan untuk mengevaluasi
dan mengobservasi fungsi fisiologis tubuh yang bergerak, seperti proses
menelan, jalannya barium di dalam sistem digestivus, sistem urinaria,
penyuntikan media kontras, dan lain-lain. Pemeriksaan fluoroskopi dilakukan
langsung oleh dokter spesialis radiologi, kita hanya mendampingi pemeriksaan
dengan mengatur faktor eksposi, serta mempersiapkan alat dan bahan dalam
pemeriksaan.
Pada bab ini akan dijelaskan materi tentang peralatan fluoroskopi yang
diawali dengan pengertian fluoroskopi, dan komponen fluoroskopi yang terdiri
dari tabung sinar-X dan generator, image intensifier, sistem monitoring dan
video, dan aplikasi desain spesifik fluoroskopi.
Setelah Anda mempelajari dan menguasai materi yang disajikan pada
Bab 4 ini, yaitu tentang fluoroscopy maka secara umum Anda akan mampu
bekerjasama dengan dokter spesialis radiologi sebagai tim pekerja radiasi
dalam menunjang keberhasilan pemeriksaan fluoroscopy. Secara khusus Anda
akan mampu:
1. Menjelaskan pengertian fluoroskopi.
2. Menyebutkan komponen peralatan fluoroskopi.
3. Menjelaskan fungsi masing-masing komponen peralatan fluoroskopi.
232 Fisika Radiodiagnostik

4. Menjelaskan desain spesifik pada pesawat fluoroskopi.


5. Menjelaskan bagian-bagian image intensifier.
6. Menjelaskan cara kerja sistem image intensifier.
7. Menjelaskan kualitas citra fluoroskopi.
8. Menjelaskan dosimetri fluoroskopi.

Untuk memudahkan Anda dalam mempelajari dan menguasai materi


fluoroscopy maka Bab 4 ini dibagi menjadi 2 topik:

Topik 1 : Peralatan fluoroskopi.


Topik 2 : Pembentukan citra fluoroskopi.

Selamat belajar!
Fisika Radiodiagnostik 233

TOPIK 1

Peralatan Fluoroskopi

B
erikut ini penjelasan tentang peralatan fluoroscopy yang meliputi
komponen fluoroscopy, tabung sinar-X dan generator, image intensifier
yang akan dibahas pada Topik 1, serta sistem monitoring dan video.
Desain spesifik fluoroskopi juga dibahas di sini. Pembahasan peralatan
fluoroscopy kita awali dengan pengertian fluoroscopy.

A. PENGERTIAN

Istilah fluoroskopi mengacu pada penggunaan sinar-X dan reseptor citra


untuk melihat citra suatu proses perjalanan media kontras pada bagian dalam
tubuh pasien secara nyata atau real time melalui layar monitor atau tabir
fluorosen dengan resolusi tinggi untuk tujuan diagnosis medis. Sistem
fluoroscopy modern menggunakan image intesifier (II), yang ukurannya
meningkat dengan adanya kemajuan teknologi. Pada mulanya ukuran
diameter image intensifier 15 cm (6 inch), dan saat ini dapat ditemui image
intensifier dengan ukuran diameter 40 cm (16 inch). Sistem fluoroscopy pada
saat ini dilengkapi pula dengan kamera TV modern. Pencitraan fluoroskopi
menyediakan citra radiografi dengan signal-to-noise ratio (SNR) yang tinggi
untuk menghasilkan resolusi temporal yang tinggi.
Pemeriksaan ini harus tetap menjaga dosis pasien supaya berada pada
level yang dapat diterima, meskipun tidak ada NBD untuk pasien tetapi
pemeriksaan harus efektif dan tetap memperhatikan upaya proteksi radiasi,
karena selain pasien, pekerja radiasi juga berpotensi menerima dosis radiasi
yang lebih besar.

B. KOMPONEN FLUOROSKOPI

Sedikit berbeda dengan fluoroskopi konvensional, fluoroskopi digital


memanfaatkan teknik yang sama, tetapi dengan mengganti kamera video
analog menjadi kamera video digital, atau mendigitasi sinyal video analog.
234 Fisika Radiodiagnostik

Sistem fluoroskopi digital menambahkan perangkat peubah sinyal video


analog menjadi sinyal video digital. Hasil yang didapat menggunakan
fluoroskopi digital adalah beberapa citra digital (frame) yang diakuisisi dalam
rentang waktu tertentu.
Jika setiap frame diobservasi secara individual, maka akan ditemukan
gangguan pada citra sebagai akibat munculnya derau kuantum atau noise.
Pengurangan derau kuantum sangat dibutuhkan untuk mencapai kualitas citra
yang baik. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan teknik rata-rata dari
frame yang diakuisisi. Pada kurun waktu kurang dari 1 detik obyek pada citra
tidak berubah secara signifikan tetapi fluktuasi derau kuantum sudah terjadi.
Dengan menggunakan teknik rata-rata, derau kuantum sudah dapat dikurangi
dengan tidak mengubah obyek pada citra secara signifikan.
Fluoroskopi digital banyak kelebihan-kelebihan yang dapat dicapai. Salah
satunya adalah, dengan metode ini dapat dihasilkan citra digital diam dengan
mode freeze, yang memungkinkan pasien untuk mendapatkan dosis radiasi
yang lebih rendah. Selain itu juga dengan diperoleh citra dalam bentuk digital,
maka dapat dilakukan pemrosesan citra digital untuk meningkatkan kualitas
citra dengan menggunakan metode-metode yang tidak dapat dilakukan pada
citra analog. Sebagai contoh yaitu melakukan rata-rata frame pada kurun
waktu tertentu, hal ini akan lebih mudah dilakukan pada citra digital
Ada tiga komponen utama yang merupakan bagian dari unit
fluoroskopi, yaitu tabung sinar-X dan generator, image intensifier, dan sistem
monitoring video berupa monitor dan kamera.

1. Tabung Sinar-X dan Generator


Tabung sinar-X fluoroskopi sangat mirip desainnya dengan tabung sinar-
X diagnostik konvesional kecuali bahwa tabung sinar-X fluoroskopi dirancang
untuk dapat mengeluarkan sinar-X lebih lama dari pada tabung diagnostik
konvensional dengan mA yang jauh lebih kecil. Tipe tabung diagnostik
konvensional memiliki rentang mA antara 50-1200 mA sedangkan rentang mA
pada tabung sinar-X fluoroskopi antara 0,5-5,0 mA. Terdapat Intensification
tube yang dirancang untuk menambah kecerahan citra secara elektronik
Pencerah citra modern sekarang ini mampu mencerahkan hingga 500-8000
kali lipat. Instalasi sistem fluoroskopi menggunakan tiga phase atau high
frequency units, untuk efisiensi maksimum sistem fluoroskopi dilengkapi
dengan cine fluorography yang memiliki waktu eksposi yang sangat cepat,
berkisar antara 5/6 ms untuk pengambilan citra sebanyak 48 citra/detik, maka
dari itu generator tabung sinar-X biasanya merupakan tabung berkapasitas
Fisika Radiodiagnostik 235

tinggi yang paling tidak mampu menampung panas hingga 500.000 heat unit.
Bandingkan dengan tabung sinar-X radiografi biasa hanya sekitar 300.000 heat
units.
Pada peralatan fluoroskopi terdapat photo multiplier tube (PMT) yang
merupakan tabung pengganda sinyal listrik (elektron) dan mengkonversinya
menjadi foton cahaya, terdiri dari photocatoda, focusing electroda, dinode, dan
output phosphor. Photocatoda terletak setelah input phospor. Memiliki fungsi
untuk mengubah cahaya tampak yang diserap dari input phospor menjadi
berkas elektron. Focusing electroda merupakan elektroda dalam focus image
intensifier yang berfungsi meneruskan elektron-elektron negatif dari
photochatode ke output phospor. Anoda dan output phospor, anoda berfungsi
untuk menangkap elektron dari photochatode yang diakselerasikan secara
cepat ke anoda, karena adanya beda tegangan serta merubah berkas elektron
menjadi sinyal listrik. Cara kerja PMT seperti diilustrasikan pada Gambar 4.1.
PMT terdiri dari photocathode dan beberapa buah anode yang disusun secara
seri (disebut dynode). Foton cahaya yang diteruskan ke photocathode akan
menyebabkan emisi elektron dari cathode ke anode. Anode yang satu dengan
yang lainya diberi beda potensial, sehingga apabila emisi elektron dari cathode
sampai di dynode pertama, akan ada tambahan elektron yang diteruskan ke
dynode berikutnya, dan seterusnya sehingga secara akumulasi jumlah elektron
yang emisi di dynode terakhir semakin banyak (arusnya semakin besar).

Gambar 4.1

Ilustrasi Cara Kerja PMT


236 Fisika Radiodiagnostik

2. Sistem Monitoring dan Video


Sistem penampil citra (viewing system) telah mampu mengirim citra dari
output screen menuju alat penampil citra (viewer). Output phospor hanya
berdiameter 1 inch (2,54 cm), maka citra yang dihasilkan relatif kecil, karena itu
harus diperbesar dan dimonitor oleh sistem tambahan. Termasuk diantaranya
optical mirror, video, cine, dan system spot film. Beberapa dari sistem penampil
citra tersebut mampu menampilkan citra bergerak secara langsung (real-time
viewing) dan beberapa yang lainnya untuk citra diam (static image). Lamanya
waktu melihat citra, resolusi dan waktu pengolahan citra bervariasi antar alat-
alat tersebut saat pemeriksaan fluoroskopi memungkinkan untuk dilakukan
proses merekam citra bergerak maupun citra yang tidak bergerak (statis).
Sistem video terdiri dari rangkaian televisi (TV) monitor rangkaian tertutup
(closed circuit television CCTV), dan kamera televisi.

a. Televisi monitor rangkaian tertutup


Komponen televisi monitor adalah kamera, camera control unit dan
monitor. Untuk menghindari kebingungan dalam tata nama, kita
menggunakan kata “televisi” dan “video” bergantian. Sistem televisi pada
fluoroskopi selalu tertutup yaitu sinyal video ditransmisikan dari satu
komponen ke komponen berikutnya melalui kabel bukan melalui kabel seperti
siaran televisi biasa. Sistem lensa atau serat optik menampilkan citra
fluoroskopi melalui pemancaran phospor pada image intensifier ke kamera
video, yang akan dikonversikan menjadi sinyal-sinyal listrik yang biasa disebut
sebagai video signal. Sinyal ini ditransmisikan melalui kabel ke camera control
unit, kemudian diperkuat dan diteruskan ke televisi monitor melalui kabel
lainnya. Monitor mengubah sinyal video menjadi citra untuk dapat dilihat
secara langsung pada layar.
Sebelum membahas satu per satu komponen pada televisi monitor, kita
harus mengetahui dasar-dasarnya untuk mempermudah pembahasan. Citra
televisi tersusun atas ratusan dari ribuan titik-titik kecil dengan tingkat
kecerahan yang berbeda-beda, masing-masing berkontribusi dalam
penghasilan citra. Ketika dilihat dari jarak yang jauh titik-titik itu hilang, tetapi
ketika kita melihat dari jarak dekat atau dengan magnifikasi mereka akan
terlihat jelas. Distribusi titik-titik tersebut tidak terjadi secara acak, sebaliknya
titik-titik tersebut diatur pada satu pola sepanjang garis horizontal yang biasa
disebut baris pemindai horizontal atau “horizontal scan lines”. Jumlah baris
bervariasi dari satu televisi ke yang lainnya tetapi di Amerika Serikat sebagian
besar fluoroskopi dan televisi komersial lainnya menggunakan 525 baris
Fisika Radiodiagnostik 237

pemindai. Ketika kita berpikir tentang baris biasanya adalah banyak garis per
panjangnya. Contohnya jika grid memiliki 80 baris (line strips), berarti satuan
garis per inchi. Pada televisi hanya memiliki baris dan tidak ada panjang. 525
baris pada sebagian televisi mewakili jumlah total dari seluruh citra tanpa
memperhatikan ukuran. Baris demi baris jaraknya sangat dekat pada saat citra
kecil dan menyebar pada saat citra besar tetapi kedua-duanya memiliki jumlah
titik yang sama.

b. Kamera Televisi
Vidicon camera adalah salah satu kamera yang biasanya dipakai pada
fluoroskopi dan merupakan kamera yang akan dibahas secara detail pada
pembahasan ini. Ada beberapa jenis vidicon, salah satunya adalah plumbicon.
Kamera vidicon relatif murah. Bagian yang paling penting adalah tabung
vidicon, sebuah tabung hampa udara elektronik berdiameter 1 inchi dan
panjang 6 inch (kadang-kadang menggunakan yang lebih besar). Tabung
dikelilingi oleh kumparan, kumparan elektromagnetik berfokus dan kumparan
elektrostatik berdefleksi. Citra fluoroskopi dari image intensifier difokuskan ke
target yang terdiri dari tiga bagian yaitu glass face plate, signal plate dan target.
Fungsi dari glass face plate adalah untuk menjaga tabung agar hampa udara
(ingat bahwa elektron dalam tabung bergerak dalam ruang hampa). Cahaya
hanya melewati permukaan kaca ketika menuju target. Signal plate adalah film
grafit transparan tipis yang terletak di permukaan dalam face plate, merupakan
konduktor elektrik positif bertegangan 25 volt.
Vidicon merupakan bagian terpenting pada tabung. Terbuat dari bahan
photoconductive, biasanya antimony sulfide (Sb2S3), tersuspensi dalam
gelembung-gelembung di mica matrix. Dalam kamera vidicon dapat terjadi
Lag. Lag adalah citra pada TV yang berisi informasi citra tambahan dari
beberapa frame. Lag sewaktu-waktu dapat memperjelas citra tetapi terkadang
memperburuk. Lag bekerja untuk memperhalus quantum noise pada citra,
tetapi dapat juga menyebabkan motion blurring.
Resolusi video merupakan spatial resolution pada video secara vertikal
(dari atas ke bawah) berupa sejumlah garis. Di Amerika, jumlah garis yang
dipakai adalah 525 lines. Jika resolusi lebih tinggi seperti pada pemeriksaan
Angiografi, jumlah lines 1024 atau lebih. Horizontal resolusi ditentukan dari
seberapa cepat video elektronik untuk mengubah intensitas cahaya.
Dipengaruhi oleh kamera, kabel, monitor, tetapi lebih banyak resolusi
horizontal ditentukan oleh bandwidth system. Kriteria resolusi pada TV
fluoroskopi, 490 x 0.7 = 343 lines atau 172 pasang lines sebagai usefull
238 Fisika Radiodiagnostik

resolution. Untuk field region of interest (area yang diamati) 9 inchi, resolusi =
172 lp/229 mm = 0.75 lp/mm. Field region of interest 17 cm atau 7 inchi, resolusi
= 1.0 lp/mm, field region of interest 12 cm atau 5 inchi, resolusi = 1.4 lp/mm.

3. Aplikasi Desain Spesifik


Sistem pencitraan fluoroskopi dapat dikonfigurasi dengan beberapa cara.
Cara yang paling umum adalah konfigurasi dengan tabung sinar-X terletak di
bawah meja pemeriksaan dan image intensifier serta peralatan pencitraan
tambahan ditempatkan pada tempat khusus yang dapat digerakkan di atas
meja pasien seperti ditampilkan pada Gambar 4.2. Tirai timbal (Pb) digantung
dekat image intensifier dan melindungi operator dari radiasi hambur dari
pasien. Konfigurasi ini biasanya digunakan untuk pencitraan pemeriksaan
genitourinari dan gastrointestinal.

Gambar 4.2

Sistem Fluoroskopi Konvensional

a. Sistem Fluoroskopi Jarak Jauh (remote control)


Sistem fluoroskopi jarak jauh biasanya digunakan untuk prosedur
gastrointestinal, termasuk pemeriksaan Barium Swallow dan Barium Enema,
dan menggunakan konfigurasi dengan tabung sinar-X yang terletak di atas
Fisika Radiodiagnostik 239

meja dan image intensifier berada di bawah meja pemeriksaan seperti


ditampilkan pada Gambar 4.3 (a) sistem dapat diputar untuk mencapai
proyeksi lain yang diperlukan atau untuk mendistribusikan media kontras ke
pasien dengan posisi supine (terlentang). Hal itu juga dapat dikonfigurasi
secara vertikal untuk pemeriksaan dengan pasien duduk, seperti ditampilkan
pada Gambar 4.3 (b). FFD akan terus berubah antara dua jarak yang jauh, dan
compression cone yang dikendalikan dari jarak jauh tersedia bagi dokter
radiologi untuk memanipulasi udara dan kontras Barium di dalam abdomen
pasien. Ada keuntungan yang berbeda dalam penggunaan ruang fluoroskopi
jarak jauh, yaitu terkait dengan keselamatan radiasi, karena paparan radiasi ke
dokter dan radiografer dari akibat negatif radiasi hambur menjadi sangat
berkurang.

Gambar 4.3

(a) Fluoroskopi Jarak Jauh untuk Pemeriksaan Posisi Pasien Supine

(b) Pemeriksaan Posisi Pasien Duduk

b. Pemeriksaan Radiologi Pembuluh Darah dan Intervensional


Pemeriksaan radiologi vaskular (pembuluh darah) dan intervensi biasanya
dilakukan di ruang angiografi yang dilengkapi dengan fluoroskopi C-arm.
Fluoroskop C-arm terdiri dari tabung sinar-X yang digabungkan secara
mekanis dan reseptor citra. Tabung sinar-X dan reseptor citra berputar
bersamaan pada titik yang disebut Isocenter yang tetap berada di tengah FOV
saat C-arm diputar. Meja dikontrol untuk membuat rotasi C-arm yang terus
menerus dan tidak terhalang di sekitar pasien selama pemeriksaan. Pesawat
240 Fisika Radiodiagnostik

fluoroskopi jenis ini dilengkapi dengan generator yang lebih kuat dengan
kapasitas panas tinggi dan tabung sinar-X berpendingin oli. Serta, dilengkapi
filter untuk mempertahankan dosis radiasi yang diterima pasien pada tingkat
yang dapat diterima. Ukuran image intensifier khusus untuk pemeriksaan
vaskular dan intervensi berkisar dari 28 hingga 40 cm.

c. Mobile Fluoroscopy
Mobile fluoroscopy adalah pesawat fluoroskopi yang dipasang roda yang
dapat dipindahkan antar lokasi. Berguna untuk pemeriksaan yang sebentar di
beberapa ruangan yang berdekatan, misalnya, di ruang operasi. Mobile
fluoroscopy sering menggunakan FFD yang pendek, dan FOV yang lebih kecil
daripada jenis fluoroskopi lainnya.

d. Spot Film Device


Spot film device digunakan untuk memperoleh citra menggunakan film
selama prosedur pemeriksaan dengan panduan fluoroskopi. Saat fluoroskopi
diaktifkan, oleh mesin kaset radiografi ditarik ke bawah meja dan disimpan
dalam selungkup berpelindung timah. Ketika peralatan film spot diperlukan,
tombol pengatur ditekan dan oleh mesin kaset radiografi dikondisikan sejajar
dengan image intensifier. Setelah slot pengunci kaset dibuka, kemudian
dikeluarkan dari bawah meja pemeriksaan dan ditukar secara manual dengan
kaset-film lainnya. Sebagian besar Spot film device menawarkan beberapa opsi
framing, termasuk satu citra ukuran penuh, dua atau empat citra per film, dan
lain lain. Spot film device masih umum dalam sistem fluoroskopi konvensional
dan jarak jauh.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Jelaskan pengertian fluoroskopi?


2) Sebutkan tiga komponen peralatan fluoroskopi?
3) Jelaskan cara kerja PMT?
4) Sebutkan bagian-bagian PMT dan fungsinya?
5) Jelaskan secara singkat sistem monitoring dan video?
Fisika Radiodiagnostik 241

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami arti istilah tersebut.
2) Anda dapat dapat membaca kembali bagian modul yang membahas
tentang komponen peralatan fluoroskopi
3) Anda dapat menjelaskan dengan memahami cara kerja PMT
4) Anda dapat menjelaskan dengan mempelajari bagian-bagian PMT dan
fungsinya
5) Anda dapat memahami dengan mempelajari sistem monitoring dan
video.

RINGKASAN

Fluoroskopi menggunakan sinar-X dan reseptor citra untuk melihat


citra suatu proses perjalanan media kontras pada bagian dalam tubuh pasien
secara nyata atau real time melalui layar monitor atau tabir fluorosen.
Ada tiga komponen utama yang merupakan bagian dari unit
fluoroskopi, yaitu tabung sinar-X dan generator, image intensifier, dan sistem
monitoring video berupa monitor dan kamera. Tabung sinar-X fluoroskopi
sangat mirip desainnya dengan tabung sinar-X diagnostik konvesional
kecuali bahwa tabung sinar-X fluoroskopi dirancang untuk dapat
mengeluarkan sinar-X lebih lama dari pada tabung diagnostik konvensional
dengan mA yang jauh lebih kecil. Tipe tabung diagnostik konvensional
memiliki rentang mA antara 50-1200 mA sedangkan rentang mA pada
tabung sinar-X fluoroskopi antara 0,5-5,0 mA. Sistem penampil citra (viewing
system) telah mampu mengirim citra dari output screen menuju alat penampil
citra (viewer). Output phospor hanya berdiameter 1 inch (2,54 cm), maka citra
yang dihasilkan relatif kecil, karena itu harus diperbesar dan dimonitor oleh
sistem tambahan. Termasuk diantaranya optical mirror, video, cine, dan
system spot film.
242 Fisika Radiodiagnostik

TES 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Pasien perempuan dewasa datang ke bagian radiologi diantar


keluarganya, untuk menjalani pemeriksaan intervensional arteri carotis.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemberian media kontras melalui arteri.
Pemeriksaan tersebut menggunakan pesawat sinar-X fluoroskopi dengan
waktu eksposi yang lama.
Berapakah faktor eksposi mA yang tepat pada pemeriksaan tersebut ….
A. 5
B. 20
C. 50
D. 100
E. 200

2) Alat ini merupakan pengganda sinyal listrik (elektron) dan


mengkonversinya menjadi foton cahaya, terdiri dari photocatoda,
focusing electroda, dinode, dan output phosphor.
Apakah alat yang dimaksud ….
A. Tabung sinar-X
B. PMT
C. CCTV
D. Kamera televisi
E. Spot film device

3) Pada sistem TV monitor rangkaian tertutup, sistem lensa atau serat optik
akan menampilkan citra fluoroskopi melalui pemancaran phospor pada
image intensifier ke kamera video, kemudian dikonversi menjadi sinyal
video.
Berupa apakah sinyal video tersebut ….
A. Medan magnet
B. Sinyal cahaya
C. Sinyal listrik
D. Sinar-X
E. Lag
Fisika Radiodiagnostik 243

4) Diketahui kriteria resolusi pada TV fluoroskopi untuk field region of


interest (area yang diamati) sebesar 9 inchi.
Berapakah resolusinya ….
A. 2,4 lp/mm
B. 1,4 lp/mm
C. 1,0 lp/mm
D. 0,75 lp/mm
E. 0,57 lp/mm

5) Penggunaan peralatan ini untuk pemeriksaan dengan media kontras,


memiliki keuntungan terkait dengan keselamatan radiasi, karena paparan
radiasi ke dokter dan radiografer dari akibat negatif radiasi pengion
menjadi sangat berkurang.
Apakah peralatan yang dimaksud ….
A. C-arm
B. Spot film device
C. Mobile fluoroscopy
D. Stasionary X-ray unit
E. System fluoroscopy remote
244 Fisika Radiodiagnostik

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 1 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 1.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan materi Topik 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi materi Topik 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
Fisika Radiodiagnostik 245

TOPIK 2

Pembentukan Citra Fluoroskopi

P
embentukan citra fluoroskopi sangat bergantung pada image
intensifier. Sebelum penemuan image intensifier, upaya untuk
memunculkan citra fluoroskopi kurang optimal. Ukuran yang lebar pada
layar fluoroskopi membutuhkan ketajaman indera penglihatan yang baik
karena layar tidak menampilkan citra dengan resolusi tinggi, tapi lebih banyak
blurr. Image intensifier kemudian dikembangkan lagi untuk mengatasi masalah
ini, dengan bahan phosphor, image intensifier dapat membantu indera
penglihatan untuk melihat citra fluoroskopi lebih jelas. Pada topik ini akan
dibahas mengenai image intensifier, yang meliputi struktur image intensifier
dan karakteristik image intensifier, kualitas citra, dan pertimbangan dosimetri
fluoroscopy.

A. IMAGE INTENSIFIER

Image Intisifier adalah alat yang berupa detektor dan PMT (di dalamnya
terdapat photocatoda, focusing electroda, dinode, dan output phospor).
Sehingga memungkinkan untuk melakukan fluoroskopi dalam kamar dengan
keadaan terang dan tanpa perlu adaptasi gelap. Sistem fluoroskopi
menggunakan image intensifier yang menghasilkan citra selama fluoroskopi
dengan mengkonversi low intensity full size image ke high-intensity minified
image. Image Intisifier terdiri dari detektor dan PMT. Detektor terbuat dari
crystals iodide (CsI) yang mempunyai sifat memendarkan cahaya apabila
terkena radiasi sinar-X. Absorpsi dari detektor sebesar 60% dari radiasi sinar-
X.
Sistem pencitraan fluoroskopi menggunakan teknologi yang sama
dengan sistem radiografi konvensional dengan beberapa modifikasi dan
tambahan. Berdasarkan penggunaannya, sistem fluoroskopi memerlukan
generator berdaya tinggi dan tabung sinar-X berkapasitas suhu tinggi.
Perbedaan utama antara peralatan radiografi konvensional dengan fluoroskopi
246 Fisika Radiodiagnostik

adalah reseptor citra. Sistem fluoroskopi awal menggunakan Intensifying


screen, berupa tabir fluorosen yang dipasang di atas meja pemeriksaan, yang
dapat langsung dilihat oleh dokter radiologi. Akan tetapi, model tersebut yang
merupakan direct system view menghasilkan citra redup yang tidak bisa
dengan mudah diproses untuk meningkatkan kualitas citra, dan kerap
menghasilkan dosis radiasi tinggi pada pasien, dokter, dan radiografer.
Pengembangan Image Intensifier sangat penting untuk kesuksesan pencitraan
fluoroskopi modern dengan proses digitalisasi.
Pada saat pemeriksaan fluoroskopi berlangsung, foton sinar-X primer
menembus tubuh pasien menuju input screen yang berada dalam image
intensifier tube, yaitu tabung hampa udara yang terdiri dari katoda dan anoda.
Input screen yang berada pada image intensifier adalah layar yang menyerap
foton sinar-X dan mengubahnya menjadi berkas cahaya tampak, yang
kemudian akan ditangkap oleh PMT. Cahaya tampak yang diserap oleh
photocathoda pada PMT akan dirubah menjadi elektron, kemudian dengan
adanya focusing elektroda elektron-elektron negatif dari photocathoda
difokuskan dan dipercepat menuju dinode pertama. Kemudian elektron akan
menumbuk dinode pertama dan dalam proses tumbukan akan menghasilkan
elektron-elektron lain. Elektron-elektron yang telah diperbanyak jumlahnya
yang keluar dari dinode pertama akan dipercepat menuju dinode kedua
sehingga akan menghasilkan elektron yang lebih banyak lagi, demikian
seterusnya sampai dinoda yang terakhir. Setelah itu elektron-elektron tersebut
diakselerasikan secara cepat ke anoda karena adanya beda potensial,
kemudian elektron tersebut diubah menjadi sinyal listrik.
Sinyal listrik akan diteruskan ke amplifier kemudian akan diperkuat dan
diperbanyak jumlahnya. Setelah sinyal-sinyal listrik ini diperkuat maka akan
diteruskan menuju ke ADC. Pada ADC sinyal-sinyal listrik ini akan diubah
menjadi data digital yang akan ditampilkan pada TV monitor berupa citra hasil
fluoroskopi. Proses tersebut berlangsung pada image intensifier seperti
ditampilkan pada Gambar 4.4.

1. Struktur Image Intesifier


Struktur image intensifier terdiri dari vacuum window, supported layer,
phosphor, photocathoda. Vacuum window adalah lapisan alumunium
berukuran 1 mm yang merupakan bagian dari vacuum bottle. Fungsinya untuk
menjaga agar udara tidak masuk ke dalam image intensifier. Lengkung-
lengkungnya berfungsi untuk menahan tekanan udara dari luar image
intensifier. Suported layer adalah lapisan yang dapat dilewati oleh phospor dan
Fisika Radiodiagnostik 247

photocathode, tetapi sedikit kemungkinan dilewati sinar-X. Lapisan ini terbuat


dari aluminium berukuran 1 mm dengan lengkungan-lengkungan yang
berfungsi untuk memfokuskan elektron yang datang. Phosphor berfungsi
untuk menyerap foton sinar-X dan mengkonversikannya ke dalam bentuk
cahaya tampak. Bahan yang dipakai adalah Cesium Iodida (CsI), berbentuk
seperti jarum-jarum kristal yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya tampak
agar bergerak lurus menuju photocathode. Photocathode berupa lapisan tipis
logam alkali yang mengemisikan elektron ketika bersentuhan dengan cahaya
tampak, teridiri dari system optik dan phosphor zinc cadnium sulfida. Pada
sistem optik, elektron dipercepat dengan medan listrik dan difokuskan dengan
lensa elektronik sebagai input screen. Elektroda G1, G2, G3 berada di sepanjang
input screen dan anoda berada di dekat output phospor. Tegangan 25 hingga
35 kV membuat elektron bergerak dengan kecepatan tinggi ke anoda dengan
energi kinetic 25 keV hingga 35 keV. Setelah menumbuk anoda elektron
melewati output phospor. Phospor terbuat dari zinc cadnium sulfida. Dilapisi
dengan aluminium yang sangat tipis di bagian hampa udara output phospor.
Masing-masing elektron mengemisikan sekitar 1000 foton dari output phospor.
Diameter output phospor berukuran 2,5 cm. Perbandingan antara input phospor
dan output phospor disebut magnification gain.

Gambar 4.4

Cara Kerja Image Intensifier


248 Fisika Radiodiagnostik

2. Karakteristik Tabung Image Intensifier


Karakteristik tabung image intensifier terbagi menjadi faktor konversi,
brightness (kecerahan), dan tingkat resolusi. Faktor konversi adalah rasio
pencahayaan (output) dibagi dengan tingkat paparan (input) dalam satuan Cd
sec mR-1 . Nilai faktor konversi image intensifier adalah 100 hingga 200 Cd sec
mR-1, nilai ini akan mengalami penurunan sejalan dengan waktu penggunaan.
Brightness (kecerahan) merupakan perkalian dari minification gain dengan
electronic gain (flux gain) adalah indicator meningkatnya kecerahan citra
karena hasil reduksi ukuran dari input phospor ke ukuran output phosphor.
Magnification gain berfungsi untuk memperbesar citra, dan minification untuk
fungsi ketajaman citra. Flux gain (FG) percepatan elektron dari photocathoda
ke output phospor biasanya bernilai 50. FG diproduksi dengan mempercepat
elektron di tegangan tinggi (>20 keV), sehingga memungkinkan setiap
elektron untuk menghasilkan foton lebih banyak cahaya dalam output fosfor
dari yang dibutuhkan untuk mengeluarkan mereka dari photcathode tersebut.
Nilai brightness gain biasanya berkisar antara 2500 hingga 7500. Jika diameter
input phospor dikurangi maka brightness gain pun berkurang. Tingkat resolusi
adalah ‘dua detail’ yang masih diproduksi kembali secara terpisah dengan
sistem transmisi yaitu pemindahan bayangan dari input ke output screen, jika
dua garis yang berdekatan tidak berhimpit maka citra memiliki resolusi tinggi.

B. KUALITAS CITRA FLUOROSKOPI

Kualitas citra fluoroskopi secara umum terdiri dari contrast resolution dan
temporal resolution. Contrast resolution fluoroskopi lebih rendah jika
dibandingkan dengan radiografi karena eksposi yang rendah untuk
menghasilkan citra dengan signal to noise ratio yang relatif rendah. Kontras
biasanya dinilai secara subyektif oleh pembaca citra. Kontras dinaikkan ketika
eksposi tinggi tetapi merupakan ketidakuntungan bagi pasien karena dosis
radiasi yang lebih besar. Kontras adalah perbedaan pada citra pada output
screen tabung image intensifier akibat adanya perbedaan penyerapan energi
sinar-X pada bahan. Kontras obyektif adalah perbedaan densitas atau
kepadatan antara jaringan atau perbedaan hitam dan putih. Kontras obyektif
dipengaruhi oleh foton hambur energi rendah. Temporal Resolution
fluoroskopi sangat tinggi. Blurring pada daerah waktu tertentu disebut Lag.
Lag merupakan fraksi data citra dari satu frame ke frame berikutnya. Secara
khusus kualitas citra dipengaruhi oleh kontras citra, noise, ketajaman, artefak.
Fisika Radiodiagnostik 249

Kontras subjek dalam pencitraan fluoroskopi sangat rendah, terutama


pada penggunaan kVp tinggi yang digunakan untuk mempertahankan dosis
pasien pada tingkat yang dapat diterima. Kontras meningkat pesat melalui
penggunaan radioopaque marker pada kateter dan instrumen lainnya, dan
melalui penggunaan media kontras. Media kontras untuk fluoroskopi dipilih
berdasarkan sifat kimianya, toksisitas, dan sifat atenuasi sinar-X. Iodium dan
Barium adalah dua jenis media kontras yang biasa digunakan dalam pencitraan
fluoroskopi, dengan K-edge masing-masing 33 keV dan 37 keV. Gadolinium
atau Carbon dioksida dapat digunakan bila kontras Iodium merupakan
kontraindikasi karena alergi atau gangguan fungsi ginjal.
Sinyal dari kontras Iodium sangat bergantung pada spektrum sinar-X
yang digunakan untuk mengcitrakan zat media kontras. Kontras maksimal
terjadi saat spektrum sinar-X polienergetik (heterogen) dioptimalkan untuk
didominasi tepat di atas K-edge. Namun, penggunaan energi sinar-X yang
rendah tersebut dapat menyebabkan dosis pasien yang berlebihan,
memerlukan pemilihan kVp yang cermat dan filtrasi yang tepat. Munculnya
tabung sinar-X berkapasitas panas tinggi dan generator berdaya tinggi telah
menyediakan solusi lain, yaitu spectral shaping. Dalam bentuknya yang paling
dasar, spectral shaping melibatkan penggunaan filter logam untuk
menghilangkan, khususnya, sinar-X berenergi rendah dari berkas sinar-X
polienergetic (heterogen). Teknik yang umum digunakan adalah penyisipan
sejumlah kecil filtrasi tembaga untuk membentuk spektrum sinar-X. Tembaga
melemahkan sinar-X berenergi rendah (di bawah K-edge Iodium) yang
memiliki sedikit kesempatan untuk menembus pasien dan menghasilkan
kontras citra. Lebih banyak sinar-X berenergi rendah yang hanya berkontribusi
pada dosis pasien dapat dihilangkan, maka kVp yang lebih rendah dapat
digunakan pada tingkat dosis pasien yang sama, menghasilkan kontras Iodium
yang lebih baik. Fluence energi berkas sinar-X sangat berkurang dengan
penambahan filter Cu, dan arus tabung harus dinaikkan ke level tinggi untuk
mempertahankan short pulse width yang dapat diterima untuk
mempertahankan kontras citra pada layer monitor. Saat ketebalan pasien
meningkat, filter Cu tambahan secara bertahap dikurangi untuk
mempertahankan short pulse width dan muatan tabung yang dapat diterima.
Hal ini dicapai melalui pemrograman AEC (automatic exposure control).
Noise level dalam citra fluoroskopi semestinya tinggi, karena incident air
kerma rates (IAKR) rendah, biasanya digunakan untuk menjaga dosis pasien
pada tingkat yang dapat diterima. Incident air kerma rates (IAKR) pada
fluoroskopi menggunakan field of view (FOV) 30 cm rentang dari 15 hingga 40
250 Fisika Radiodiagnostik

µGy/min (8,8 - 22 nanoGy/frame) dan mungkin bervariasi, berdasarkan frame


rate yang dipilih. Sistem fluoroskopi berbasis image intensifier juga dicirikan
oleh low additive electronic noise, yaitu noise dari sinyal elektronik yang rendah.
Oleh karena itu, sistem masih terbatas pada nilai kuantum IAKR yang rendah.
Namun, sistem fluoroskopi berbasis flat panel mengalami electronic noise yang
tinggi, khususnya saat sinyal dikonversi menjadi citra di layar monitor, dan
kinerja pencitraannya dibatasi oleh noise ini pada nilai IAKR rendah. Akibatnya,
sistem yang menggunakan flat panel memerlukan IAKR yang lebih tinggi
daripada sistem berbasis image intensifier untuk pencitraan fluoroskopi.
Sebaliknya, flat panel berkerja lebih baik daripada image intensifier pada IAKR
tinggi, seperti yang digunakan selama pencitraan akuisisi digital. Munculnya
noise pada fluoroskopi juga dipengaruhi oleh persepsi pekerja radiasi;
misalnya, seorang dokter spesialis radiologi akan melihat lebih sedikit noise
pada frekuensi citra yang tinggi dibandingkan dengan frekuensi citra yang
lebih rendah.
Ketajaman citra fluoroskopi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
matrix display, FOV, matrix kamera video, ukuran focal spot, perbesaran
geometrik, noise citra dan noise akibat pergerakan. Dampak dari kedua ukuran
titik fokus dan perbesaran geometris pada ketajaman citra mirip dengan
radiografi konvensional. Sistem fluoroskopi image intensifier berbeda dari
reseptor citra IS-film. Noise citra mempengaruhi ketajaman, karena dapat
menggelapkan dan mengaburkan detail kecil pada citra yang biasanya terlihat
pada IAKR yang lebih tinggi. Banyaknya konversi sinyal yang terjadi pada
image intensifier juga menurunkan ketajaman citra fluoroskopi. Ketajaman citra
fluoroskopi yang diperoleh dengan flat panel receptor dipengaruhi oleh ukuran
matriks citra dibandingkan dengan matriks yang ditampilkan di layar monitor
dan ukuran pixel reseptor citra, yang dapat bervariasi jika pixel diamati pada
FOV tertentu.
Artefak dalam pencitraan fluoroskopi biasanya berasal dari distorsi citra
yang disebabkan oleh komponen pencitraan. Sistem image intensifier memiliki
beberapa distorsi citra yang umum, termasuk veiling glare, vignetting,
blooming, pincushion distortion dan S distorsion, sedangkan sistem flat panel
image receptor umumnya bebas dari distorsi citra. Veiling glare adalah kontras
citra yang berkurang karena adanya 'kabut (fog)', tidak seperti efek hamburan
sinar-X, tetapi ini dihasilkan dari penghamburan informasi yang dibawa oleh
system image intensifier, termasuk elektron dalam sistem optik elektron dan
penyebab utamanya adalah karena foton cahaya dalam output window. Untuk
mengatasinya, output window image intensifier yang tebal digunakan untuk
Fisika Radiodiagnostik 251

menggabungkan dopant (aktifator) untuk menyerap cahaya hambur, dan yang


sisi-sisinya dilapisi dengan bahan penyerap cahaya. Dalam beberapa kasus,
sistem sambungan optik antara phosphor output image intensifier dan kamera
video diganti dengan sambungan fiber optic linkage, yang juga mengurangi
veiling glare. Vignetting adalah distorsi optik yang menghasilkan penurunan
intensitas cahaya atau penggelapan di dekat tepi citra. Hal ini disebabkan oleh
sejumlah faktor, termasuk kerusakan kamera video, dan juga perangkat
inherent pada lensa multielemen. Vignetting dalam beberapa kasus dapat
dikurangi dengan membatasi ukuran celah lensa kamera. Blooming disebabkan
oleh input sinyal ke kamera video yang melebihi dymanic range. Sinyal besar
menyebabkan muatan lateral (tepi) menyebar di dalam target kamera,
menghasilkan citra tersebar yang lebih besar dari aslinya. Blooming dapat
diminimalkan melalui penggunaan collimation sinar-X yang tepat dan
penggunaan kamera CCD. Artefak lainnya adalah pincushion distortion yang
menyebabkan pembesaran citra fluoroskopi di dekat area tepi seperti
ditampilkan pada Gambar 4.5 dihasilkan dari kurva phosphor input, yang
diperlukan untuk pemfokusan elektronik, pincushion distortion lebih parah
untuk FOV besar. S distortion, disebut demikian karena citra pada layar monitor
melengkung berkelok menyerupai huruf ‘S’, menyebabkan benda lurus tampak
melengkung seperti ditampilkan pada Gambar 4.6 dihasilkan dari percepatan
elektron dalam sistem optik elektron image intensifier dengan adanya medan
magnet eksternal. Sumber umum dari medan magnet semacam itu berasal dari
medan magnet bumi (5 × 10–5 Tesla), atau dari unit MRI terdekat (0,1–0,5
milliTesla), dan dari struktur pendukung atau dari rangka baja terdekat. S
Distorsi dapat diminimalkan dengan perencanaan lokasi yang tepat dan
dengan membungkus image intensifier dalam logam dengan kerentanan
tinggi.

C. PERTIMBANGAN DOSIMETRI FLUOROSCOPY

Dosis radiasi maksimum ke pasien yang diizinkan adalah 10 R/mnt. Untuk


fluoroscopy tertentu maksimum eksposi yang diizinkan adalah 20 R/mnt. 1-2
R/mnt untuk pasien dengan tubuh yang tipis yaitu 10 cm, 3-5 R/mnt untuk
pasien dengan tubuh rata-rata, 8-10 R/mnt untuk pasien dengan tubuh yang
tebal. Semakin jauh jarak radiolog dengan pasien maka semakin rendah nilai
dosis serap yang di terima oleh radiolog. Posisi tabung fluoroskopi yang ideal
yaitu posisi tabung fluoroskopi di bawah meja pemerikisaan (undercouch),
tidak di atas meja pemeriksaan (overcouch). Jumlah terbesar dari radiasi
252 Fisika Radiodiagnostik

hambur yang dihasilkan dari sinar-X yang berinteraksi dengan tubuh pasien.
Keuntungan dari pesawat dengan tube undertable adalah dengan posisi
tabung sinar-X di bawah pasien, kita dapat mengurangi jumlah radiasi hambur
yang mencapai tubuh bagian atas radiografer atau dokter spesialis radiologi,
dan menghindari sinar hambur yang mengenai lantai.

Gambar 4.5

Pincushion Distortion
Fisika Radiodiagnostik 253

Gambar 4.6

S Distorsion

Penting untuk dicatat bahwa fluoroskopi, terutama jika melibatkan


prosedur intervensi, dapat menimbulkan efek stokastik dan non stokastik pada
jaringan, terutama cedera kulit akibat radiasi yang terjadi setelah dosis tertentu
terlampaui. Pembahasan berikut hanya berfokus pada efek non stokastik dari
prosedur fluoroskopi, dan setiap referensi tentang dosis pasien diasumsikan
mengacu pada dosis kulit.
Indikator dosimetri untuk dosis kulit dapat langsung (real time) atau
dapat ditentukan setelah kejadian radiasi. Contoh indikator langsung termasuk
kerma area product (KAP) dan reference air kerma, Ka,r, sedangkan metode tidak
langsung meliputi penggunaan thermoluminescent dosimeters (TLDs), optically
stimulated luminescence atau detektor semikonduktor dan film radiografi atau
radiokromik.
Waktu fluoroskopi (fluoroscopic timer) biasanya digunakan sebagai
pengganti dosis pasien dalam fluoroskopi, karena merupakan fungsi yang
banyak tersedia pada peralatan fluoroskopi. Namun, hal ini jauh tidak baik,
karena mengabaikan banyak kontribusi besar pada dosis pasien, termasuk
254 Fisika Radiodiagnostik

digital acquisition imaging. Digital acquisition imaging seringnya, tetapi tidak


selalu, menjadi kontributor terbesar untuk dosis pasien selama prosedur
fluoroskopi.
KAP dapat diukur secara langsung menggunakan KAP meter, atau dapat
dihitung dari parameter operasi yang diketahui, meskipun KAP adalah
kuantitas ideal untuk menilai risiko stokastik, parameter ini memiliki aplikasi
terbatas sebagai indikator dosis kulit. Namun, bila dikombinasikan dengan
paparan dosis kulit langsung, parameter ini bisa digunakan untuk menentukan
tingkat pemicu untuk prosedur tertentu untuk memperingatkan operator akan
kemungkinan bahaya kerusakan kulit.
Reference point air kerma (Ka,r) atau cumulative dose (CD) mengacu pada
cumulative air kerma dalam interventional reference point (IRP) kapan saja
selama prosedur dengan panduan fluoroskopi. IRP adalah sebuah titik 15 cm
ke belakang menuju titik fokus dari isocentre seperti diilustrasikan pada
Gambar 4.7. Lokasi IRP tidak berbeda dengan perubahan sudut C-arm atau
focus to image distance. Ka,r adalah kuantitas yang paling berkorelasi erat
dengan dosis kulit dalam prosedur pemeriksaan yang dipandu dengan
fluoroskopi, karena semua kontribusi untuk dosis kulit, yaitu pencitraan
fluoroskopi dan digital acquisition imaging termasuk dalam Ka,r.
Pada Gambar 4.5 peak skin dose (PSD) mengacu pada dosis tertinggi
untuk setiap area kulit pasien. Dalam praktiknya, PSD sulit ditentukan dengan
tingkat akurasi yang tepat. Hal ini harus dipertimbangkan bahwa CD diukur
pada satu titik dalam wilayah yang mungkin tidak berhubungan dengan
permukaan kulit pasien. Bahkan dalam kasus dengan IRP terletak tepat di
permukaan kulit, hamburan balik akan meningkatkan PSD melebihi CD yang
ditunjukkan sebesar 30-40%.
Fisika Radiodiagnostik 255

Gambar 4.7

Skema Interventional Reference Point

PSD dapat diukur dengan tingkat akurasi tertentu menggunakan


berbagai dosimeter, TLD dan film konvensional, dan penggunaan film
radiokromik memberikan pendekatan yang paling menjanjikan. Akhirnya, perlu
dicatat bahwa CD atau KAP mungkin melebih-lebihkan nilai PSD saat
menggunakan berbagai penyudutan C-arm. Pertimbangan prosedur
pemeriksaan pada dua area bagian tubuh, tidak ada area tubuh yang tumpang
tindih pada tempat sinar masuk di kulit pasien. Jika waktu penyinaran dibagi
rata antara dua tempat, PSD diharapkan menjadi setengah dari total dosis kulit.
Satu peringatan lain yang perlu dipertimbangkan saat membandingkan CD
atau KAP dengan PSD adalah penggunaan meja pemeriksaan yang sangat tipis.
Mengkalibrasi CD atau KAP terhadap dosis kulit yang diukur akan
menghasilkan perkiraan yang paling akurat.
Pertimbangan keselamatan radiasi untuk perlindungan pasien
menguraikan masalah umum proteksi radiasi, termasuk pemantauan dosis
pekerja dan persyaratan perisai radiasi (shielding). Prosedur dengan panduan
fluoroskopi dapat menghasilkan dosis pasien dan operator yang tinggi, dan
keamanan radiasi merupakan komponen penting dari program pencitraan
fluoroskopi. Secara umum, penggunaan praktik yang baik oleh operator akan
menghasilkan dosis pasien minimal yang diperlukan untuk menyelesaikan
prosedur dengan panduan fluoroskopi dengan aman. Praktik yang baik
mengacu pada penggunaan teknik yang umum dikenal untuk memberikan
256 Fisika Radiodiagnostik

kualitas citra optimal dengan dosis radiasi terrendah. Tindakan ini termasuk,
tetapi tidak terbatas pada; memindahkan pasien sejauh mungkin dari sumber
sinar-X, menempatkan reseptor citra sedekat mungkin dengan pasien
sehingga tidak ada celah udara, menggunakan electronic magnification
terrendah (FOV terbesar) yang diperlukan untuk menjalankan prosedur
pemeriksaan, dan menyelaraskan berkas sinar-X dengan erat ke bagian
anatomi tubuh yang akan diperiksa.
Selain praktik yang baik, semua alat pengurangan dosis yang tersedia
pada peralatan fluoroskopi harus digunakan. Spacer (pengganjal immobilisasi)
yang disediakan oleh pabrikan digunakan untuk menjaga jarak minimum
antara titik fokus dan pasien. Operator sering menganggapnya tidak nyaman
dan akibatnya spacer sering dilepas dan ditinggalkan dari peralatan.
Pengurangan jarak sumber ke kulit yang ditentukan saat spacer dilepas dapat
meningkatkan air kerma rate permukaan pasien sebesar 100%. Antiscatter grid
harus dipindahkan saat mengambil citra pada pasien kecil atau bagian tubuh
yang tipis.
Kebanyakan sistem fluoroskopi modern menyediakan alat tambahan
yang dapat digunakan untuk mengurangi dosis pasien dan operator. Last
image hold adalah fitur yang mempertahankan citra fluoroskopi terakhir pada
tampilan monitor, sambil menunggu fluoroskopi atau akuisisi (pengambilan)
citra selanjutnya. Hal ini memungkinkan dokter untuk melihat citra statis tanpa
menggunakan radiasi tambahan. Banyak sistem memungkinkan operator
untuk mengarsipkan citra last image hold ke penyimpanan permanen sebagai
pengganti digital acquisition image. Beberapa sistem memperluas cara ini lebih
jauh dengan menyediakan kemampuan untuk mengarsipkan seluruh urutan
citra fluoroskopi sebelumnya daripada memperoleh digital acquisition series.
Pertimbangan keselamatan radiasi untuk perlindungan operator.
Pertimbangan proteksi radiasi okupasi sering kali merupakan variasi dari tiga
aturan utama proteksi radiasi, yaitu waktu, jarak, dan pelindung (shielding).
Operator dan personel lain yang tetap berada di ruangan selama pemeriksaan
fluoroskopi berlangsung, akan terpapar radiasi yang terhambur dan berisiko
terkena efek stokastik, termasuk kanker, dan efek non stokastik, yaitu katarak.
Personel yang tidak berperan penting dalam pemeriksaan harus keluar
ruangan saat tabung sinar-X bekerja, dan pekerja yang tetap berada di ruangan
tersebut harus mengenakan pakaian pelindung yang terbuat dari timbal (apron
Pb) atau bahan bebas timbal yang ekuivalen dengan ketebalan timbal tertentu,
biasanya 0,5 mmPb. Penghalang bergerak (mobile shielding) berguna untuk
mengurangi dosis radiasi bagi pekerja radiasi yang tetap diam selama prosedur
Fisika Radiodiagnostik 257

pemeriksaan, dan pelindung gantung dapat digunakan untuk mengurangi


dosis pada wajah, mata dan leher dokter saat mereka berada di dekat pasien.
Harus dicatat bahwa sebaran bidang radiasi tertinggi terjadi di dekat pasien,
oleh karena itu, berdiri lebih dekat ke reseptor citra umumnya akan konsisten
dengan penerimaan tingkat dosis okupasi yang lebih rendah.

LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!

1) Jelaskan pengertian dan cara kerja sistem image intensifier!


2) Sebutkan dan jelaskan struktur image intensifier!
3) Sebutkan dan jelaskan karakteristik image intensifier!
4) Jelaskan bagaimana terbentuknya kontras, noise, ketajaman, dan artefak?
5) Jelaskan bagaimana menerapkan aturan proteksi waktu, jarak, dan
pelindung selama pemeriksaan fluoroskopi?

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan di atas, berikut


petunjuk yang harus Anda kerjakan:
1) Anda dapat menjelaskan dengan memahami pengertian dan cara kerja
image intensifier tersebut.
2) Anda dapat dapat membaca kembali bagian modul yang membahas
tentang struktur image intensifier.
3) Anda dapat menjelaskan dengan memahami karakteristik image
intensifier.
4) Anda dapat menjelaskan dengan mempelajari tentang kualitas citra
fluoroskopi.
5) Anda dapat memahami dengan mempelajari materi tentang
pertimbangan dosimetrI fluoroskopi.
258 Fisika Radiodiagnostik

RINGKASAN

Pembentukan citra fluoroskopi sangat bergantung pada image


intensifier. Image Intisifier adalah alat yang berupa detektor dan PMT yang
di dalamnya terdapat photocatoda, focusing electroda, dinode, dan output
phospor. Sebelum penemuan image intensifier, upaya untuk memunculkan
citra fluoroskopi kurang optimal. Ukuran yang lebar pada layar fluoroskopi
membutuhkan ketajaman indera penglihatan yang baik karena layar tidak
menampilkan citra dengan resolusi tinggi, tapi lebih banyak blurr. Image
intensifier kemudian dikembangkan lagi untuk mengatasi masalah ini,
dengan bahan phosphor, image intensifier dapat membantu indera
penglihatan untuk melihat citra fluoroskopi lebih jelas. Direct system view
menghasilkan citra redup yang tidak bisa dengan mudah diproses untuk
meningkatkan kualitas citra, dan kerap menghasilkan dosis radiasi tinggi
pada pasien, dokter, dan radiografer. Pengembangan Image Intensifier
sangat penting untuk kesuksesan pencitraan fluoroskopi modern dengan
proses digitalisasi.
Kualitas citra fluoroskopi secara umum terdiri dari contrast resolution
dan temporal resolution. Contrast resolution fluoroskopi lebih rendah jika
dibandingkan dengan radiografi karena eksposi yang rendah untuk
menghasilkan citra dengan signal to noise ratio yang relatif rendah. Kontras
biasanya dinilai secara subyektif oleh pembaca citra. Secara khusus kualitas
citra terbagi menjadi kontras, noise, ketajaman, artefak.
Dosis radiasi maksimum ke pasien yang diizinkan adalah 10 R/mnt.
Untuk fluoroscopy tertentu maksimum eksposi yang diizinkan adalah 20
R/mnt. 1-2 R/mnt untuk pasien dengan tubuh yang tipis yaitu 10 cm, 3-5
R/mnt untuk pasien dengan tubuh rata-rata, 8-10 R/mnt untuk pasien
dengan tubuh yang tebal. Semakin jauh jarak radiolog dengan pasien maka
semakin rendah nilai dosis serap yang di terima oleh radiolog. Posisi tabung
fluoroskopi yang ideal yaitu posisi tabung fluoroskopi di bawah meja
pemerikisaan (undercouch), tidak di atas meja pemeriksaan (overcouch).
Indikator dosimetri untuk dosis kulit dapat langsung (real time) atau dapat
ditentukan setelah kejadian radiasi. Pertimbangan proteksi radiasi okupasi
mengacu pada variasi dari tiga aturan utama proteksi radiasi, yaitu waktu,
jarak, dan pelindung (shielding).
Fisika Radiodiagnostik 259

TES 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Bagian ini berfungsi untuk menjaga agar udara tidak masuk ke dalam
image intensifier. Lengkungannya berfungsi untuk menahan tekanan
udara dari luar image intensifier
Apakah bagian yang dimaksud tersebut ….
A. Vacuum window
B. Supported layer
C. Phosphor
D. Photocathoda
E. Lensa elektronik

2) Karakteristik tabung image intensifier yang ditandai dengan


meningkatnya kecerahan citra karena hasil reduksi ukuran dari input
phospor ke ukuran output phosphor.
Apakah karakteristik tersebut ….
A. Faktor konversi
B. Tingkat resolusi
C. Brightness
D. Minification gain
E. Flux gain

3) Pada uji layar fluoroskopi diperoleh hasil seperti berikut ini:


260 Fisika Radiodiagnostik

Apakah jenis artefak tersebut ….


A. Pincushion distortion
B. S distortion
C. Veiling glare
D. Vignetting
E. Blooming

4) Pada uji layar fluoroskopi diperoleh hasil seperti berikut ini:

Apakah jenis artefak tersebut ….


A. Pincushion distortion
B. S distortion
C. Veiling glare
D. Vignetting
E. Blooming

5) Pada saat seorang pasien menjalani pemeriksaan fluoroskopi ia akan


mendapatkan dosis radiasi yang tinggi karena pemeriksaan berlangsung
lama. Dosis radiasi paling tinggi diperoleh pada kulit pasien.
Manakah istilah untuk dosis kulit tersebut ….
A. Reference point air kerma
B. Cumulative dose
C. Kerma area product
D. Peak skin dose
E. Kinetic energy released in matter
Fisika Radiodiagnostik 261

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 2 yang terdapat


di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan
rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Topik 2.

Jumlah Jawaban yangBenar


Tingkat penguasaan = ×100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan mata kuliah berikutnya. Selamat! Jika masih di bawah
80%, Anda harus mengulangi materi Topik 2, terutama bagian yang belum
dikuasai.
262 Fisika Radiodiagnostik

Kunci Jawaban Tes

Tes 1 1) A 5 mA merupakan faktor eksposi mA paling tinggi


dalam pemeriksaan fluoroskopi, karena
penggunaan waktu eksposi yang lama maka mA
harus rendah untuk menurunkan dosis radiasi yang
diterima pasien.
2) B PMT merupakan alat berbentuk tabung yang
berfungsi sebagai pengganda sinyal listrik.
3) C Sinyal listrik dikonversi menjadi sinyal video dan
ditampilkan pada layer TV monitor.
4) D 0,75 lp/mm merupakan tingkat resolusi pada ROI 9
inchi.
5) E System fluoroscopy remote atau jarak jauh akan
menurunkan dosis radiasi yang diterima dokter dan
radiografer.

Tes 2 1) A Vacuum window berfungsi untuk menjaga agar


udara tidak masuk ke dalam image intensifier.
2) C Brightness adalah karakteristik tabung image
intensifier yang ditandai dengan meningkatnya
kecerahan citra pada layar monitor.
3) B S distortion adalah artefak distorsi pada layar
monitor dengan bentuk garis melengkung seperti
huruf S.
4) A Pincushion distortion adalah artefak distorsi pada
layar monitor dengan bentuk citra tidak simetris
lingkaran tapi menyerupai bantalan.
5) D Peak skin dose adalah dosis radiasi tertinggi yang
diterima kulit pasien.
Fisika Radiodiagnostik 263

Glosarium

Field of view (FOV) : Area cakupan obyek pemeriksaan yang


diamati atau diperiksa.

Kerma : Kinetic energy released in matter merupakan


satuan dosis radiasi yang menyatakan foton
kehilangan energi kinetik dalam materi yang
dikenainya.

NBD : Nilai Batas Dosis yang merupakan nilai batas


ambang dosis radiasi yang tidak boleh
dilampaui dalam waktu satu tahun. NBD
berlaku untuk pekerja radiasi, masyarakat
umum, dan siswa magang.

Resolusi temporal : Resolusi yang tinggi pada daerah tepi suatu


citra.
264 Fisika Radiodiagnostik

Daftar Pustaka

Bhusong, Stewart Carlyle, 2008. Radiologic Science For


Technologisth, Physics, Biology, and Protection, Ninth
Edition. Canada, Mosby Elsevier.

Carroll, Quinn B, 2011. Radiography in The Digital Age : Physics,


Exposure, Radiation Biology, 2600 South First Street
Springfield, Illinois, USA, Charles C Thomas Publisher, Ltd.

D.R. Dance, S. Christofides, etc, 2014. Diagnostic Radiology


Physics : A Handbook for Teachers and Students. Vienna :
International Atomic Energy Agency.

PP Dendy, B Heaton, 1999. Physics For Diagnostic Radiology, 2nd


edition, USA, Philadelphia.

Suetens. P, 2002. Fundamentals of Medical Imaging. Cambridge,


Cambridge University Press.
Fisika Radiodiagnostik 265

Riwayat Penulis

Guntur Winarno, S.Si, M.Si, lahir di Tegal 20


Nopember tahun 1976. Riwayat Pendidikan
SDN Balamoa 02 Pangkah Tegal lulus tahun
1988, SMPN 1 Pangkah lulus tahun 1991, SMAN
1 Pangkah lulus tahun 1994, ATRO Depkes RI
Semarang lulus tahun 1997, S1 Fisika FMIPA UI
lulus tahun 2005, S2 Ilmu Fisika FMIPA UI lulus
tahun 2012. Pengalaman kerja menjadi
Radiografer di Klinik BMC Lippo Cikarang tahun
1997-1998 dan Klinik Medica Group Tomang
Jakarta tahun 1998-1999, Staf Teknis dan
Instruktur Laboratorium di Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi
Poltekkes Kemenkes Jakarta 2 sejak tahun 2000 – 2010, Dosen di Jurusan
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Jakarta 2 sejak
tahun 2012 – sekarang. Mengajar Fisika Radiodiagnostik, Teknik Pesawat
Radiologi, Radiofotografi, Jaminan Mutu Radiologi, dan Proteksi Radiasi.
Sertifikasi Dosen Bidang Ilmu Fisika tahun 2016. Penelitian yang pernah
dilakukan dalam tiga tahun terakhir: Analisis Variasi Matriks Terhadap Noise
dan Waktu Pemeriksaan MRI di Rumah Sakit Wilayah DKI Jakarta (2017).
Penelitian Analisis Kualitas Citra dan Dosis Radiasi Pada Pemeriksaan CT Scan
Pediatrik (2018). Penelitian Pengaruh Size Specific Dose Estimates (SSDE) Pada
Pemeriksaan CT Pediatrik Berdasarkan AAPM Report Nomor 204 (2019). HKi
Optimasi Citra Radiografi Kepala dan Uji Fungsi Pesawat Sinar-X Pada Sistem
Computed Radiography (2018). HKi Literatur Review Teknik Pemeriksaan
Radiografi Konvensional Kepala dengan Indikasi Corpus Alienum (2019). Aktif
dalam Organisasi Profesi PARI sejak tahun 2000 hingga sekarang. Aktif dalam
Organisasi AIPRI dari tahun 2013-hingga sekarang.

Anda mungkin juga menyukai