Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
BAB IPENDAHULUAN..........................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................7
A. HAK – HAK DAN KEWAJIBAN PEMILIK TANAH DAN INVESTOR.............7
B. BENTUK PERLINDUNGAN INVESTOR.................................................................7
C . TEORI BUILD OPERATE TRANSFER (BOT).........................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kontrak di dalam dunia bisnis merupakan sebuah keharusan, kontrak yang mengatur
hubungan hukum bagi pelaku bisnis penting untuk menjaga keberlangsungan transaksi serta
terlaksananya prestasi yang telah dijanjikan. Bahkan lebih jauh dapat dipahami, kontrak
bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan/ hak dasar bagi para pihak.
Kontrak perjanjian dengan melibatkan peran serta swasta dalam penyelenggaraan
pelayanan publik (public private partnership) mengemuka cukup kuat pada beberapa tahun
terakhir. Gagasan pemberian peran yang lebih besar pada swasta ini dilatarbelakangi
semangat untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal
194 dan Pasal 195, telah membuka kesempatan bagi Pemerintah daerah untuk melakukan
kerja sama dengan berbagai pihak, baik Pemerintah Daerah lain maupun Pihak Ketiga yaitu
Departemen/Lembaga Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan
hukum, BUMN, BLMD, koperasi, yayasan dan lembaga lainnya di dalam negeri yang
berbadan hukum.
Adanya kewenangan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 194 dan Pasal 195 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dengan melihat keterbatasan Pemerintah Daerah dalam
penyediaan dana untuk membangun infrastruktur dan dalam rangka pendayagunaan barang
milik daerah khususnya barang milik daerah yang berupa tanah perlu dilakukan kerja sama
dalam bentuk Bangun Guna Serah (BGS) atau sering dikenal dengan Build Operate and
Transfer (BOT). Didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah menyatakan bahwa dalam pengelolaan
Barang Milik Daerah, Pemerintah Daerah dapat mengembangkan beberapa pola kerja sama
dengan pihak swasta dengan 2 model.
1. Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer) adalah pemanfaatan barang milik daerah
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan atau sarana berikut
fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka walctu
tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali beserta bangunan
dadatau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
2. Bangun Serah Guna (Build Transfer Operate) adalah pemanfaatan Barang Milik daerah
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan atau sarana berikut
fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didaya gunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati,
Selain itu definisi Bangun Guna Serah atau build operate transfer adalah bentuk kerja sama
yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa
pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan
selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT) dan mengalihkan kepemilikan bangunan
tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah Perjanjian masa guna serah berakhir.
Build Operate and Transfer atau yang lebih dikenal dengan BOT merupakan perjanjian
untuk pemakaian tanah dalam sektor privat. BOT merupakan perwujudan dari pelaksanaan
asas pemisahan horisontal dalam Hukum Tanah Nasional, dimana hukum membedakan
kepemilikan antara tanah dan benda yang ada di atas tanah. BOT dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif pembiayaan proyek pembangunan, yang dapat disebabkan karena
keterbatasan lahan maupun dana. Pihak-pihak yang dapat terlibat dalam perjanjian BOT
antara lain adalah: investor sebagai pemilik dana, pihak masyarakat yang memiliki tanah
(biasanya tanah tersebut letaknya cukup strategis), pemerintah, dan juga pemegang hak
ulayat. BOT tidak hanya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan
juga BUMN atau BUMD sebagai pemegang hak atas tanah, tetapi juga dapat dilakukan oleh
masyarakat.
Perjanjian pada prinsip BOT atau lazim juga disebut dengan “Bangun Guna Serah”
merupakan salah satu penjarjian baru pada KUHPerdata, tetapi syarat-syarat perjanjian
haruslah bertumpu pada Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
3. Adanya objek
4. Adanya kausa yang halal
Perjanjian BOT adalah suatu bentuk perjanjian campuran dengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Perjanjian terjadi antara satu pihak yang mempunyai modal tetapi tidak mempunyai
tanah.
2. Investor yang bersangkutan dapat membangun bangunan usahanya di atas tanah pihak
yang satu dan mengoprasionalkan usaha di atas bangunan sendiri, dan memberi
keuntungan kepada pihak pemilik tanah.
3. Setelah jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian habis, maka tanah objek
perjanjian dikembalikan kepada pemiliknya, dan bangunan yang didirikan oleh
investor dihibahkan kepada pemilik tanah.
Ketentuan Hukum Nasional Indonesia yang mengatur mengenai perjanjian BOT, secara
umum didasarkan pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian
dijabarkan dalam UUPA. Kemudian sebagai suatu perjanjian, maka perjanjian BOT juga
didasarkan pada Buku III KUH Perdata (KUHPer) tentang Perikatan (van verbintenissen),
khususnya Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang dikenal sebagai asas kebebasan
berkontrak.
Ketentuan mengenai BOT dalam hal pemegang hak atas tanah adalah Pemerintah atau
Pemerintah Daerah mengacu pada Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah. Tanah dalam hal ini merupakan aset milik pemerintah,
namun dikarenakan pemerintah tidak memiliki dana untuk pembangunan, maka dapat
dilakukan kerjasama dengan swasta melalui kerja sama BOT. Dalam ketentuan Permendagri
tersebut terdapat dua istilah berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian terkait dengan
pemakaian tanah, yaitu Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah Guna (BSG). BGS
adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara
mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah
berakhirnya jangka waktu. BSG adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh
pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah
selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam
jangka waktu tertentu yang disepakati.
Kerja sama dengan menggunakan konstruksi perjanjian BOT ini tidak hanya dapat
dilakukan oleh Pemerintah ataupun Pemerintah Daerah sebagai pemegang hak atas tanah,
tetapi juga oleh masyarakat. Ketentuan mengenai hal terkait perbedaan antara pemilik tanah
dan pemilik bangunan yang berdiri di atas tanah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung. Pasal 8 ayat (1) jo Pasal 35 menentukan bahwa dalam hal
pembangunan gedung, maka diperlukan pemenuhan syarat-syarat administratif salah satunya
berupa izin pemanfaatan pemegang hak atas tanah. Izin pemanfaatan pada prinsipnya
merupakan persetujuan yang dinyatakan dalam perjanjian tertulis antara pemegang hak atas
tanah atau pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung. Hal ini dikarenakan pembangunan
bangunan gedung dapat dilakukan baik di tanah sendiri maupun di tanah milik pihak lain.
Syarat pembangunan dalam konteks yang demikian diharuskan adanya perjanjian tertulis
antara pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung.
Oleh karena perjanjian BOT memungkinkan berbagai pihak untuk dapat bertindak sebagai
penyedia tanah dalam rangka pembangunan, maka lama perjanjian tersebut tetap harus
memperhatikan siapa subjek pemegang hak atas tanah dan batasan-batasan apa yang diatur
pada setiap subjek pemegang hak dan hak apa yang dimiliki, apakah Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, maupun Hak Pengelolaan. Kerja sama pembangunan dengan sistem
BOT ini memungkinkan masyarakat pemilik hak atas tanah tidak perlu menjual dan
melepaskan hak atas tanahnya jika pihak swasta ingin mendirikan bangunan ataupun
prasarana untuk kepentingan bisnis. Meskipun demikian, prinsip BOT ini tidak sama dengan
prinsip sewa tanah. Dengan sistem ini, masyarakat pemilik tanah tidak hanya tidak
kehilangan hak atas tanah yang dimilikinya, tetapi juga ia dapat menjadi investor dalam
pembangunan tersebut, asalkan semua di perjanjikan secara win-win solution. Saat perjanjian
telah selesai, pemilik tanah tetap memperoleh kembali tanah miliknya sekaligus menerima
bangunan atau prasarana yang telah dibangun tersebut.
Adapun alasan mendasar pemilihan topik penerapan asas keseimbangan antara kepentingan
pemilik tanah dan investor dalam pembangunan dengan pola BOT adalah melihat
pertumbuhan bangunan yang pesat dimana pembangunan infrastruktur merupakan tanggung
jawab Pemerintah Daerah. Perjanjian pembangunan dan pengelolaan sisi tersebut haruslah
memuat Prinsip BOT yang diharapkan dapat menguntungkan kedua belah pihak. Karena
dalam dunia bisnis, investor atau para pelaku bisnis sangatlah lihai dalam berbisnis dan
cenderung untuk menguntungkan dirinya sendiri, prinsip BOT yang ada di dalam perjanjian
kerja sama juga termasuk hal yang baru maka untuk menghindari kerugian pada
pemerintahan daerah.

B. RUMUSAN MASALAH
 Bagaimanakah perlindungan hak-hak dan kewajiban pemilik tanah dan investor dalam
pembangunan dengan pola BOT?
 Bagaimanakah bentuk perlindungan investor dalam pembangunan dengan pola BOT?

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Build, Operate, and Transfer (BOT) sebagai bentuk perjanjian yang diadakan oleh
kebijakan pemerintah dengan pihak swasta adalah sebagai perbuatan hukum oleh badan
atau pejabat administrasi negara yang membuat kebijakan publik sebagai obyek
perjanjian. meskipun yang melekat dalam dirinya adalah sebagai pejabat badan atau
publik, namun perbuatan hukum pemerintah dalam melaksanakan hubungan kontrak
dengan pihak lain (swasta) tidak diatur oleh hukum publik, melainkan hukum privat.
Secara garis besar, model kontrak konstruksi BOT merupakan model kontrak yang
melibatkan dua pihak yaitu pengguna jasa (pada umumnya pemerintah) dan penyedia jasa
(pihak swasta/investor). Pengguna jasa memberikan kewenangan kepada penyedia jasa
untuk membangun infrastruktur dan mengoperasikannya dalam kurun waktu tertentu
(disebut juga masa konsesi) dan penyedia jasa akan menyerahkan kepada pengguna jasa
infrastruktur tersebut apabila masa konsesi sudah berakhir.
Pola kerja sama BOT banyak diterapkan dalam pembangunan infrastruktur yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Berbagai hal dilakukan pemerintah, termasuk
dalam menentukan model kontrak yang akan digunakan adalah bagian dari kebijakan.
Apabila pola BOT dipilih sebagai bentuk kerja sama, maka diperlukan pengetahuan
yang memadai bagi aparat pemerintah pusat atau daerah untuk melaksanakannya.
pelaksanaan yang keliru dapat membawa kerugian bagi pemerintah, masyarakat,
termasuk investor
BOT hadir untuk menanggulangi penguasaan tanah seluas-luasnya oleh investor
sekaligus untuk memperkuat Pendapatan Asli Daerah. Karena dalam prrinsip BOT
terdapat Asas Keseimbangan yang berarti kedudukan kedua belah pihak dalam perjanjian
adalah sama, tidak ada pihak yang mendominasi pihak yang lain. Hal ini berjalan lurus
dengan salah satu prinsip hukum bisnis yaitu prinsip keadilan dan prinsip saling
menguntungkan.

Hal ini dianggap sangat perlu untuk dibakukan menjadi perjanjian kerja sama yang
dapat menguntungkan kedua belah pihak yaitu pihak pemerintah daerah dan investor.
Karena dalam perjanjian kerja sama maka akan timbul hak dan kewajiban yang harus
dipatuhi oleh kedua belah pihak yang mengikatkan diri. seperti halnya pada Pasal
131KUHPerdata bahwa perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari pristiwa ini, timbullah suatu
hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang di dalamnya
terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.
BAB 3

PEMBAHASAN

A. HAK – HAK DAN KEWAJIBAN PEMILIK TANAH DAN INVESTOR

I. Hak dan kewajiban pemilik tanah ( Investor Pertama )


Kewajiban pemilik tanah yaitu memberikan kepercayaan kepada developer untuk untuk
mengelola tanahnya tanpa melakukan apa pun. Sebagai imbalan terhadap kepemilikan
tanahnya pemilik tanah mendapatkan bagian keuntungan bersih proyek yang diberikan
dengan besaran dan waktu yang disepakati dalam perjanjian.
Selain itu tentu saja pemilik tanah mempunyai hak atas harga tanahnya harus dibayarkan
terlebih dahulu sebelum perhitungan pembagian keuntungan.
Dalam kerja sama ini pemilik tanah tidak khawatir akan penipuan sebelah pihak, karena
kerja sama yang telah terjalin berjalan dengan baik selama ini. Dalam kerja sama ini,
tanahnya tetap atas nama pemilik tanah tapi pemilik tanah memberikan kuasa kepada
developer untuk membangun proyek. Sehingga dalam kerja sama lahan pemilik tanah adalah
pihak yang tidak mungkin dirugikan. Kerja sama lahan merupakan pola kerja sama antara
pemilik tanah dengan Developer untuk melaksanakan sebuah proyek property, baik proyek
tersebut berupa perumahan apartemen, gedung perkantoran atau produk-produk property
lainnya. idealnya kerja sama lahan adalah untuk proyek-proyek yang produknya dijual putus
kepada end user, jadi bukan untuk proyek dengan sistem Perjanjian Kerja sama Operasi
(KSO) atau dengan sistem Build Operate and Transfer (BOT).
II. Hak dan Kewajiban Pemilik Modal (Investor Kedua)
Investor adalah Seseorang yang memasukan uang ke dalam suatu hal untuk membuat
keuntungan finansial atau mendapatkan tingkat keuntungan tertentu. Investor memanfaatkan
kendaraan investasi untuk mengembangkan uang mereka. Salah satu kendaraan investasi
adalah saham.
Investor mendapatkan hak perlindungan hukum dari tindakan yang akan merugikannya
dengan adanya surat perjanjian antara investor pemberi modal uang dan pengelola
(developer) sehingga akan adil jika adanya sebuah perjanjian yang sudah disepakati oleh
kedua belah pihak antara investor pemberi modal uang dengan pengeola (developer) yang
melakukan sebuah kerja sama, sehingga tidak hanya investor pemberi modal uang saja yang
terikat dengan usaha ini, karena ada pengelola (developer), dan sebaliknya pengelola
(developer) juga akan terikat dengan kewajiban Investor pemberi modal uang untuk bisa
saling bekerja sama sesuai dengan yang diharapkan, dan dengan adanya sebuah perjanjian
maka untuk menjalankan sebuah kerja sama pun akan terjalin dengan baik dan sepantasnya.
B. BENTUK PERLINDUNGAN INVESTOR
Negara memberikan perlindungan hukum kepada investor dalam bentuk:
 Bentuk perlindungan hukum yang bersifat pencegahan (prohibited), tujuannya adalah
untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan ketika melakukan kegiatan
transaksi di pasar modal. Bentuk perlindungan ini berupa hadirnya aturanaturan,
pedoman, bimbingan dan pengarahan dari lembaga-lembaga pasar modal.
 Bentuk perlindungan hukum yang bersifat hukuman (sanction), tujuannya adalah
untuk memberikan hukuman kepada oknum atau para pihak atas pelanggaran dan
kejahatan pasar modal yang dilakukan. perlindungan hukum sanction mulai dari
pemeriksaan, penyidikan sampai pada penerapan sanksi-sanksi baik sanksi
administratif, sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Bentuk perlindungan hukum bagi investor yang paling nyata adalah dengan adanya
peraturan perundang-undangan yang melindungi kepentingan investor dan di tunjang dengan
hadirnya lembaga-lembaga penegak hukum guna menjamin kepentingan para pihak terpenuhi
dalam melakukan kegiatan perjanjian.
C . TEORI BUILD OPERATE TRANSFER (BOT)
 PENGERTIAN BUILD OPERATE TRANSFER BOT)
Operate Transfer (BOT) pada KUH Perdata memang tidak di kenal atau tidak ada
namanya. Munculnya perjanjian BOT dilatar belakangi adanya tuntutan kebutuhan
masyarakat, khususnya bagi para pelaku usaha yang menghendaki terjalinnya hubungan
kemitraan atau kerja sama dalam menjalankan usaha maupun melakukan ekspansi yang
dituangkan dalam bentuk suatu perjanjian tertulis dan lazimnya agar para pihak yang
berkepentingan merasa terlindungi dikemudian hari dihadap Notaris (Soerodjo 2017:43).
Penerjemahan Build Operate Transfer (BOT) dalam bahasa Indonesia mempunyai arti
Bangun guna Serah (BGS) dan di sebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah pada Pasal 1 ayat (14) menyebutkan
bahwa :
“Bangun Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik negara/Daerah berupa tanah oleh
pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati,
untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu”.
Secara umum perjanjian BOT ini mengacu pada asas-asas perjanjian pada umumnya, di
antaranya Pasal 1320 tentang syarat sah perjanjian, pasal 1338 tentang kebebasan berkontrak,
pasal 1313 tentang devisi perjanjian dan pasal 1234 tentang prestasi.
Unsur-unsur dalam perjanjian BOT dalam Soerodjo (2017:46), yang juga mengutip dari
Anjar Pacta Wirana dan oleh Anita Kamilah meliputi ada 4 (empat) unsur, yaitu: (1) Adanya
pihak, yaitu investor yang menyediakan dana untuk membangun, dan pihak pemilik
tanah/lahan, yaitu masyarakat atau Pemerintah (Daerah atau Pusat) selaku pemegang hak
eksklusif atau pengguna lahan; (2)Adanya objek yang di perjanjikan yaitu lahan atau tanah
dan bangunan yang dibangun di atas tanah/lahan tersebut; (3) Investor diberikan hak untuk
mengelola atau mengoperasikan dengan pola bagi hasil keuntungan; dan (4) Setelah jangka
waktu berakhir investor mengembalikan tanah beserta bangunan dan segala fasilitas kepada
pemilik lahan/tanah.
Pada bangunan dan fasilitasnya yang didirikan selama masa BOT adalah milik investor dan
kepemilikan bangunan beserta yang didirikan tersebut beralih menjadi pemilik lahan pada
surat perjanjian BOT berakhir. Dalam hal ini setelah bangunan dan fasilitasnya selesai
didirikan maka seketika bangunan dan fasilitasnya tersebut menjadi milik pemilik lahan,
sehingga investor hanya mengoperasikan bangunan dan fasilitas tersebut (Soerodjo 2017:46).
Pendapat Santoso (2008:16) menjelaskan tentang BOT yang dapat di simpulkan paling tidak
ada 3 ciri proyek BOT, yaitu :
1. Pembangunan (Build)
Pemilik proyek sebagai pemberi hak pengelolaan memberikan kuasanya kepada
pemegang hak (pelaksana proyek) untuk membangun sebuah proyek dengan dananya
sendiri (dalam beberapa hal dimungkinkan di danai bersama / participate interest). Desain
dan spesifikasi bangunan merupakan usulan pemegang hak pengelolaan yang harus
mendapat persetujuan dari pemilik proyek.
2. Pengoperasian (Operate)
Merupakan masa atau tenggang waktu yang diberikan pemilik proyek kepada pemegang
hak untuk selama jangka waktu tertentu mengoperasikan dan mengelola proyek tersebut
untuk diambil manfaat ekonominya. Bersamaan dengan itu pemegang hak berkewajiban
melakukan pemeliharaan terhadap proyek tersebut. Pada masa ini, pemilik proyek dapat
juga menikmati hasil sesuai dengan perjanjian jika ada.
3. Penyerahan Kembali (Transfer)
Pemegang hak pengelolaan menyerahkan hak pengelolaan dan fisik proyek kepada
pemilik proyek setelah masa konsesi selesai tanpa syarat (biasanya). Pembebanan biaya
penyerahan umumnya telah ditentukan dalam perjanjian mengenai siapa yang
menanggungnya.
 ASAS PERJANJIAN BOT
Asas perjanjian Build Operate Transfer (BOT) dalam naskah akademis yang di terbitkan oleh
Badan Pembinaan Hukum Nasional (1997:9), asas – asas yang terdapat pada perjanjian BOT
yaitu :
“Kerja sama build operate and transfer (BOT) merupakan kerja sama yang dilakukan dengan
menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu
pada asas-asas hukum perjanjian. Namun di dalam sebuah Naskah Akademis dinyatakan
bahwa asas terpenting dalam kerja sama ini adalah “asas kerja sama saling menguntungkan”,
dijelaskan bahwa semula pemilik lahan hanya memiliki lahan saja, setelah kerja sama dengan
perjanjian BOT pada suatu saat dia juga bisa memilki bangunan. Begitu juga bagi investor
yang tidak memiliki lahan, dia bisa mendapatkan keuntungan dari pengelolaannya”.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 248/KMK.04/1995 Tentang
perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang melakukan Kerja sama Dalam
bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah atau Built Operate And Transfer (BOT) kerjasama ini
menganut asas kepastian hukum, hal ini dapat dilihat pada saat berakhirnya perjanjian dan
investor berkewajiban untuk mengembalikan lahan kepada pemilik semula beserta fasilitas
yang telah diperjanjikan dengan kepastian. Ketentuan lain menyebutkan, bangun guna serah
dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat :
 Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
 Objek bangun guna serah dalam bangun serah guna
 Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna
 Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian
 Persyaratan lain yang dianggap perlu

 TUJUAN KERJA SAMA BOT


Dalam pembangunan infrastruktur dengan metode BOT menguntungkan, karena
dapat membangun infrastruktur dengan biaya perolehan dana dan tingkat bunga yang
relatif rendah. pemerintah Daerah juga tidak menanggung resiko kemungkinan
terjadinya perubahan kurs. Bagi investor, pembangunan infrastruktur dengan pola
BOT merupakan pola yang menarik, karena memiliki hak penguasaan yang tinggi
terhadap infrastruktur yang dibangunnya. namun dengan kerja sama ini dapat
menguntungkan para pihak yang berjanji.
Bagi investor, pembangunan infrastruktur dengan pola BOT merupakan pola yang
menarik, karena memiliki hak penguasaan yang tinggi terhadap infrastruktur yang
dibangunnya. Namun dengan kerjasama ini dapat menguntungkan para pihak yang berjanji.
 HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN BOT
Menurut Soerodjo (2017:80) seperti pada perjanjian pada umumnya, pegaturan hak-
hak dan pembagian kewajiban di antara para pihak juga harus dicantumkan dalam
perjanjian BOT. Dalam lingkup perjanjian kerjasama BOT, hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang dapat dituangkan dalam perjanjian kerja sama BOT, meliputi :
1) Hak dan Kewajiban Pemilik tanah atau lahan (Pemberi BOT)
a. Pemberi BOT berhak untuk memperoleh uang kompensasi atas penyerahan
penggunaan tanah selama jangka waktu tertentu dengan jumlah pembayaran yang di
sepakati dengan investor;
b. Pemberi BOT berhak untuk memperoleh kembali dari investor atas tanah dan
bangunan beserta dengan segala fasilitasnya sesuai jangka yang diperjanjikan
c. Pemberi BOT berkewajiban untuk menyerahkan untuk menyerahkan lahan atau tanah
sebagai objek BOT kepada investor;
d. Pemberi BOT berkewajiban menjamin kemudahan dan kelancaran bahwa terhadap
tanah/lahan yang diserahkan gunakan dapat didirikan bangunan untuk keperluan
komersial
2) Hak dan Kewajiban Investor (Penerima BOT)
a. Investor penerima BOT berhak mengelola lahan atau tanah tersebut dari pemegang
hak atas tanah (Pemberi BOT)
b. Investor penerima BOT berhak menggunakan tanah dan bangunan beserta sarana dan
fasilitasnya untuk keperluan komersial selam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati;
c. Investor penerima BOT berkewajiban untuk mengoperasikan (mengelola),
menggunakan dan mengambil keuntungan yang wajar atas pengelolaan bangunan
gedung beserta segala fasilitasnya selama jangka waktu yang telah di sepakati dengan
pemilik tanah;
d. Investor penerima BOT berkewajiban menyediakan pendanaan, pengadaan bahan
material, peralatan dan jasa yang di butuhkah untuk pembangunan proyek;
e. Investor penerima BOT berkewajiban untuk membangun infrastruktur (bangunan
gedung beserta segala sarana dan fasilitasnya)
f. Investor penerima BOT berkewajiban mengurus segala bentuk perizinan yang di
perlukan dalam pelaksanaan proyek pembangunan dan memelihara sebaik mungkin
gedung dan fasilitasnya;
g. Investor penerima BOT berkewajiban mengembalikan tanah dan bangunan beserta
dengan fasilitas yang ada kepada pemilik tanah pada tanggal berakhirnya perjanjian
kerja sama BOT;
h. Investor penerima BOT berkewajiban membayar fee kepada pemilik proyek apabila
diperjanjikan.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 248/KMK/04/1995 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak- Pihak yang melakukan kerjasama dalam
bentuk perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate And Transfer) mengatur antara lain hal-
hal sebagai berikut:
1. Pemilik tanah atau lahan
Pemilik lahan sebagai pihak pemegang hak atas tanah dengan investor, memiliki hak:
a. Mendapatkan konsesi atas proyek tersebut
b. Mendapatkan penghasilan atas proyek
c. Mendapatkan bangunan beserta sarana setelah masa berakhirnya perjanjian
2.Kewajiban pemilik tanah adalah :
a. Pengadaan tanah
b. Melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan proyek
3.Investor
Pihak investor sebagai penyandang dana, memiliki hak :
i. Mendapat konsesi atas pengerjaan proyek dalam waktu sesuai perjanjian
j. Mendapatkan penghasilan sesuai dalam perjanjian
k. Mendapatkan tanah untuk pengusahaan proyek
l. Kewajiban pihak investor adalah :
m. Melakukan pengusahaan pelaksanaan proyek
n. Menyerahkan laporan selama masa perjanjian
o. Mengizinkan serta memberikan data atau keterangan lainnya guna pelaksanaan
pengawasan selama masa perjanjian.
p. Menyerahkan jaminan pemeliharaan kepada pemilik tanah
q. Menyediakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, keahlian dan
keterampilan dalam jumlah yang cukup untuk pengoperasian dan pemeliharaan
r. Mengembalikan dan menyerahkan kembali kepemilikan tanah beserta bangunan
setelah masa berakhirnya perjanjian.
 OBJEK PERJANJIAN DALAM BOT
Menurut Rahma (1994:126), pada prinsipnya semua usaha dapat menjadi objek BOT,
namun demikian ada syarat-syarat khusus untuk menjadi objek BOT adapun syarat-syaratnya
tersebut adalah:
a. Usaha tersebut memerlukan suatu bangunan dengan atau tanpa teknologi tertentu
yang merupakan komponen atau unsur utama dalam usaha tersebut (disebut dengan
bangunan komersial)
b. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama.
Berdasarkan syarat-syarat tersebut di atas maka objek perjanjian BOT dapat berupa:
1. Pembangunan prasarana Umum: jalan bebas hambatan (jalan tol), pembangkit listrik
beserta jaringan distribusinya, sistem telekomunikasi beserta jaringannya, pelabuhan
peti kemas.
2. Pembangunan Properti: pertokoan atau pusat perbelanjaan, hotel/apartemen,
convention center, gudang penyimpanan.
3. Pembangunan prasarana produksi: pembangunan suatu pabrik yang menghasilkan
suatu produk tertentu, perjanjian ini masih jarang di lakukan

 PIHAK – PIHAK PERJANJIAN DALAM KERJA SAMA BOT


Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman RI (1994:11) perjanjian
build, operate, and transfer terdapat beberapa pihak yang menjalani kerja sama. Para pihak
yang mengadakan perjanjian ini antara lain:
1.Pemilik lahan strategis
Pemilik lahan strategis adalah pihak yang menyediakan tanah beserta bangunannya atau
tanahnya saja yang letaknya strategis pada jalur perekonomian ataupun yang letaknya sangat
mungkin diambil manfaat ekonominya secara besar. misalnya tanah beserta bangunan yang
kemudian bangunan itu direnovasi untuk kemudian hasil bangunan barunya disewakan
kepada orang lain, seperti halnya yang terjadi di wilayah Kebayoran baru, Jakarta Selatan.
Lahan strategis itu tidak hanya diperuntukkan sebagai rumah sewaan ataupun cottage saja,
tetapi ada pula yang diperuntukkan sebagai hotel, perkantoran ataupun kepentingan usaha
lainnya, misalnya restoran.
2.Pihak Pemilik Hak Eksklusif
Pihak pemilik hak eksklusif, adalah suatu badan hukum pemerintah yang berdasarkan suatu
peraturan perundang-undangan memiliki hak untuk menjalankan suatu usaha tertentu, sebagai
pelaksana Pasal 33 Undang-undang dasar 1945.
3.Pihak Kedua
Pihak kedua adalah investor yang menanamkan dananya untuk membangun proyek yang
dibiayai dengan sistem BOT, yang dalam hal ini bisa perorangan, bisa suatu badan usaha di
luar badan hukum, bisa suatu badan
 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan dalam BOT menurut Soerodjo (2017:52) sebagai salah satu bentuk perjanjian
kerjasama memiliki banyak keuntungan namun juga memiliki kekurangan. Keuntungan dan
kekurangan BOT adalah:
a. Dikarenakan BOT merupakan kerja sama pembiayaan maka Pemerintah, baik Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah sebagai pemilik lahan/tanah, tidak perlu mengeluarkan
biaya atau anggaran atau mencari dana pinjaman untuk membangun infrastruktur beserta
dengan fasilitasnya, sehingga hal demikian dapat mengurangi beban anggaran dalam
APBN/APBD
b. Dengan kerja sama dengan bentuk BOT meskipun Pemerintah tidak memiliki anggaran
yang cukup, tetap dapat membangun infrastruktur beserta dengan segala fasilitasnya,
sehingga kebutuhan dan kepentingan masyarakat tetap dapat terlayani, mengingat
pembangunan proyek dilakukan dengan pendanaan dari pihak swasta.
c. Dengan menerapkan sistem kerja sama BOT, Pemerintah tetap dapat melaksanakan
pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum di atas tanah yang dimilikinya tanpa
harus mengalihkan atau melepaskan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain, sehingga
aset-aset milik negara tetap terjaga dengan baik.
d. Dengan melalui kerja sama BOT, memberikan kesempatan atau peluang kepada pihak
lain dalam hal ini swasta untuk berperan serta dalam pembangunan fasilitas.
e. Bagi pihak swasta, melalui kerja sama BOT merupakan peluang bisnis berinvestasi
selama jangka waktu tertentu untuk mengambil keuntungan yang wajar melalui
pengoperasian sarana dan prasarana yang sudah dibangun
f. Dengan kerja sama BOT bagi pihak swasta diharapkan dapat mengembangkan usaha di
atas lahan strategis yang pada umumnya dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah, tanpa
harus membeli tanah atau Lahan kosong.

 RESIKO DALAM PERJANJIAN BOT


BOT biasanya digunakan pada perjanjian megaproyek maka dikaitkan dengan beberapa
kemungkinan risiko atau peristiwa diluar dugaan yang tidak diharapkan. Proyek ini biasanya
mengalami (Oktoria, Tesis, 2010:80):
1. Political risk.
Political risk adalah risiko yang berkaitan dengan kebijakan Pemerintah dan kondisi
daerah setempat.
2. Economic risk.
Economic risk adalah risiko yang berkaitan dengan kondisi ekonomi. Seperti penurunan
nilai mata uang, terjadinya inflasi dan sebagainya
3. Legal risk.
Legal risk adalah risiko yang berkaitan dengan hukum, karena pada dasarnya proyek ini
didasarkan pada sebuah perjanjian.
4. Transaksi risk
Transaksi risk adalah berhubungan dengan persaingan penawaran proyek
(bidding competition) termasuk di dalamnya undangan lelang, penawaran serta negosiasi,
berbagai dokumen proyek yang terjadi pada awal proses BOT.
5. Contruction risk
Contruction risk adalah berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, apakah bangunan
tersebut telah sesuai dengan standar bangunan secara teknik. bangunan akan diuji ke
tahanannya. Serta hal yang berkaitan dengan lamanya waktu pembangunan.
6. Social risk
Sosial risk adalah risiko yang berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Apakah
pada proyek tersebut mendapat dukungan dari masyarakat ataupun sebaliknya. Pengaruh
agama dan budaya setempat terhadap proyek tersebut.
7. Environtmental risk
Envorontmental risk berkaitan dengan lingkungan sekitar. Setiap proyek pembangunan
harus mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. Melakukan AMDAL (analisis
mengenai dampak lingkungan), supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.umsu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1760/Pelaksanaan%20Perjanjian
%20Kerjasama%20Build%20Operate%20And%20Transfer%20%28Bot%29%20Dalam
%20Pembangunan%20Dan%20Pengelolaan%20Lapangan%20Merdeka%20Sebagai
%20Tempat%20Usaha%20%28Studi%20Di%20Pemerintah%20Kota%20Medan%29.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/download/42447/37479
https://lampung.bpk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/
tulisan_hukum_BOT_Pwk_Lampung_rev.pdf
https://business-law.binus.ac.id/2018/12/31/pemilik-tanah-dan-pelaksanaan-pembangunan-
melalui-perjanjian-bot/

Anda mungkin juga menyukai