Anda di halaman 1dari 32

Development Issues ttg RUU Pertanahan:

ISSUES-1

Pertanyaan
Jika HGB menjadi jaminan Bank, kemudian masa jangka waktu SHGB-nya berakhir
tapi masih menjadi jaminan bank.  Pertanyaan : 1. Bagaimana saya harus
menyelesaikan kewajiban hutang saya ke Bank jika sumber utama adalah nilai
SHGB itu? 2. Apa yang dapat dilakukan Bank terhadap saya dengan kondisi seperti
itu selain upaya gugatan yang akan mereka tempuh ?  

Ulasan Lengkap
 
Intisari:
 
 
Jika HGB tidak diperpanjang dan jangka waktunya telah berakhir, maka HGB tersebut
hapus. Jika HGB hapus, maka hak tanggungan juga menjadi hapus. Akan tetapi, pada
umumnya bank akan memperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan bahwa
pemberi hak tanggungan (debitur/pihak ketiga) memberikan kewenangan kepada
pemegang hak tanggungan (kreditur) untuk menyelamatkan obyek hak tanggungan,
jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi
hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek hak tanggungan karena tidak
dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.
 
Jika HGB hapus dan hak tanggungan juga menjadi hapus, maka yang dapat dilakukan
oleh bank adalah menggugat Anda atas dasar wanprestasi jika Anda tidak bisa
memenuhi kewajiban Anda berdasarkan perjanjian kredit antara Anda dan bank.
 
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
 
 
 
Ulasan:
 
Hak guna-bangunan (“HGB”) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30
tahun. Atas permintaan pemegang HGB dan dengan mengingat keperluan serta keadaan
bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu
paling lama 20 tahun. Ini sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
 
Permohonan perpanjangan jangka waktu HGB atau pembaharuannya tersebut diajukan
selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhir jangka waktu HGB atau
perpanjangannya.[1] Jika HGB tersebut tidak diperpanjang dan jangka waktunya telah
berakhir, maka HGB tersebut hapus.[2]
 
Bagaimana jika HGB hapus? Jika HGB hapus, maka hak tanggungan juga menjadi hapus,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”). Jika hak tanggungan hapus, maka
tidak ada lagi jaminan yang dipegang oleh bank yang dapat dieksekusi jika debitur lalai
membayar utangnya.
 
Akan tetapi, pada umumnya bank sebagai kreditur akan memperjanjikan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan bahwa pemberi hak tanggungan (debitur/pihak ketiga)
memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan (kreditur) untuk
menyelamatkan obyek hak tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan
eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi
obyek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-
undang.[3]
 
Dalam janji ini termasuk pemberian kewenangan kepada pemegang hak tanggungan
(kreditur) untuk atas biaya pemberi hak tanggungan (debitur/pihak ketiga) mengurus
perpanjangan hak atas tanah yang dijadikan obyek hak tanggungan untuk mencegah
hapusnya hak tanggungan karena hapusnya hak atas tanah, dan melakukan pekerjaan
lain yang diperlukan untuk menjaga agar obyek hak tanggungan tidak berkurang
nilainya yang akan mengakibatkan berkurangnya harga penjualan sehingga tidak cukup
untuk melunasi utang yang dijamin.[4]
 
Terkait pertanyaan Anda bagaimana Anda menyelesaikan kewajiban utang kepada bank,
kami kurang jelas maksud Anda. Tetapi perlu diingat bahwa fungsi dari hak tanggungan
adalah hanya sebagai jaminan yang dapat dieksekusi oleh bank apabila Anda lalai dalam
melakukan kewajiban Anda sebagaimana tercantum dalam perjanjian kredit (misalnya
tidak membayar utang Anda). Ini berarti kewajiban Anda kepada bank bukan
diselesaikan dengan jaminan Anda, tetapi dengan Anda membayar tepat pada waktu
yang telah disepakati dalam perjanjian kredit Anda. 
 
Yang dapat dilakukan oleh bank jika memang hak tanggungan telah gugur adalah jika
Anda lalai terkait dengan kewajiban Anda dalam perjanjian kredit, maka bank dapat
melakukan gugatan perdata kepada Anda atas dasar wanprestasi. Akan tetapi perlu
diingat bahwa gugatan tersebut hanya dapat dilakukan jika Anda telah lalai berdasarkan
perjanjian kredit antara Anda dengan bank.
 
Demikian jawaban dari kami.
 
Dasar Hukum:
1.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria;
2.    Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.
 
ISSUES - 2

Jakarta - Pemerintah memangkas waktu proses perpanjangan Hak Guna Usaha


(HGU) menjadi 7 hari kerja untuk lahan di bawah 200 hektar dan 14 hari kerja
maksimal untuk lahan di atas 200 hektar. Kemudian Hak Guna Bangun (HGB)
menjadi 5 hari untuk lahan di bawah 200 hektar dan 7 hari untuk di atas 200 hektar.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan menjelaskan untuk
perpanjangan ini diberikan waktu selambat-lambatnya dua tahun sebelum habis. Bila
melewati batas tersebut, maka investor dianggap tidak berniat melakukan
perpanjangan.

"Sekarang 2 tahun sebelum abis, itu sudah bisa melakukan perpanjangan. Jadi
kalau lewat dari 2 tahun, dianggap tidak mau perpanjang. Jadi bisa 2,5 tahun
sebelum ajukan permohonan," ungkap Ferry di kantornya, Jakarta, Kamis
(8/10/2015)

Untuk menentukan perpanjangan, Ferry mengatakan pihaknya akan melakukan


evaluasi dan audit dari pemanfaatan lahan. Agar bisa ditentukan perpanjangan bisa
didapatkan atau tidak.

"Kami dengan itu menyajikan kecepatan itu. Yang kami kenal dengan pola evaluasi.
Kita lihat apa seluruhnya atau tidak. Kita perlukan pemeriksaan lapangan atas lahan
itu," jelasnya.

"Kalau hasil evaluasi itu memenuhi, maka akan diperpanjang, tapi kalau hasilnya
ternyata tidak, maka ada sebagian lahan tak mampu dikelola, maka tetap
perpanjang, dan lahan. Kita kurangi," ujar Ferry.

Dalam Pasal 35 PP 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
dan Hak Pakai atas Tanah, tertulis bahwa HGB dapat dihapus bila berakhirnya
jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya.

Pada Pasal 37 PP 40 tahun 1996, tertulis bahwa apabila Hak Guna Bangunan atas
tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, maka bekas
pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda
yang ada di atasnya. Selain itu menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam
keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak
Guna Bangunan.
ISSUES-3

Jangka Waktu Perpanjangan


dan Pembaruan Hak Guna
Usaha (HGU)

Pertanyaan
Setelah hak guna usaha diperbarui, apakah masih bisa diperpanjang lagi?

Ulasan Lengkap
 
Hak-Hak Tanah
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (“UUPA”) berdasarkan hak menguasai negara, ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai
oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta
badan-badan hukum.[1]
 
Selengkapnya mengenai hak menguasai dari negara dapat Anda simak dalam artikel Tata
Cara Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara.
 
Hak-hak atas tanah memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas
menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.[2]
 
Hak-hak atas tanah yang dimaksud ialah:[3]
a. hak milik,
b. hak guna-usaha,
c. hak guna-bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut-hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
 
Hak Guna Usaha
Hak guna-usaha (“HGU”) merupakan salah satu hak atas tanah, yaitu hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, sesuai dalam jangka waktu
paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.[4]
 
HGU wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan, selanjutnya HGU terjadi
karena penetapan pemerintah (sejak didaftarkan) oleh Kantor Pertanahan, kemudian
sebagai tanda bukti hak diberikan sertifikat hak atas tanah kepada pemegang HGU.[5]
 
HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa
jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik
perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.[6] Hak guna-usaha dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[7]
 
Yang dapat mempunyai HGU ialah:[8]
a. warga-negara Indonesia;
b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
 
Jadi, HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,
dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna usaha pertanian, perikanan atau
peternakan.
 
Jangka Waktu HGU
Lebih rinci mengenai HGU ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP 40/1996”)
dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha (“Permen
ATR 7/2017”).
 
Untuk jangka waktu, HGU diberikan paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 25 tahun.[9] Setelah jangka waktu HGU dan perpanjangannya
berakhir, kepada pemegang hak kemudian dapat diberikan pembaruan HGU paling lama
untuk jangka waktu 35 tahun di atas tanah yang sama.[10]
 
Perpanjangan HGU adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa
mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut.[11] Sedangkan yang dimaksud
dengan pembaruan HGU adalah pemberian hak yang sama kepada pemegang hak atas
tanah yang telah dimilikinya dengan HGU sesudah jangka waktu hak tersebut atau
perpanjangannya habis.[12]
 
Menurut Pasal 9 PP 40/1996 perpanjangan dan pembaruan HGU dapat dilakukan atas
permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan
pemberian hak tersebut;
b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan
c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
 
Sedangkan Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 35 ayat (2) Permen ATR 7/2017 mensyaratkan
perpanjangan dan pembaruan HGU lebih rinci yakni:
a. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang HGU;
b. tanahnya masih dipergunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan,
sifat dan tujuan pemberian hak yang bersangkutan;
c. penggunaan tanahnya masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
setempat.
d. tanahnya tidak termasuk dalam database tanah terindikasi terlantar; dan/atau
e. tanahnya tidak dalam perkara di lembaga peradilan, dan tidak diletakkan sita atau
blokir/status quo.
 
Permohonan perpanjangan jangka waktu HGU ini, dapat diajukan oleh pemegang hak
paling cepat dalam tenggang waktu 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak.
Jangka waktu perpanjangan hak diberikan sejak tanggal berakhirnya HGU. Dalam hal
permohonan perpanjangan, tidak dilakukan sampai berakhirnya hak, pemegang Hak Guna
Usaha dapat mengajukan permohonan pembaruan hak.[13]
 
Setelah jangka waktu HGU dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat
diberikan pembaruan HGU di atas bidang tanah yang sama.[14]
 
Bekas pemegang hak dapat mengajukan permohonan pembaruan HGU paling lama 2 (dua)
tahun sejak jangka waktu HGU dan/atau perpanjangannya berakhir. Dalam hal permohonan
pembaruan tidak diajukan oleh bekas pemegang hak dalam jangka waktu pembaruan,
maka HGU hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara.[15]
 
Sebagai informasi, HGU itu hapus karena:[16]
a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian atau perpanjangannya;
b. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir
karena:
1. tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau
dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13
dan/atau Pasal 14 PP 40/1996; atau
2. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir;
d. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961;
e. ditelantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. Apabila dalam jangka waktu satu tahun HGU itu tidak dilepaskan atau dialihkan
karena si pemegang HGU tidak lagi memenuhi syarat untuk dapat memiliki HGU (Warga
Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia).[17]
 
Hapusnya HGU mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.[18]
 
Menjawab pertanyaan Anda, setelah HGU diperbarui, apakah masih bisa diperpanjang lagi?
Apakah jika jangka waktu pembaruan habis, HGU menjadi hapus dan jadi tanah negara?
 
Sepanjang penelusuran kami, tidak ada aturan yang secara eksplisit mengatur bahwa
permbaruan HGU dapat diperpanjang. Tetapi habisnya jangka waktu pembaruan HGU tidak
menjadi faktor HGU menjadi hapus karena jangka waktu. Oleh karena itu menurut hemat
kami, karena pembaruan HGU itu adalah pemberian hak yang sama untuk jangka waktu
paling lama 35 tahun (sama jangka waktu dengan pemberian HGU untuk pertama kalinya)
kepada pemegang hak atas tanah yang telah dimilikinya dengan HGU sesudah jangka
waktu hak tersebut atau perpanjangannya habis. Maka dapat kita simpulkan bahwa
pembaruan HGU itu sama dengan pemberian HGU baru itu artinya dapat diperpanjang
lagi. Jika tidak diperpanjang lagi (habis jangka waktunya), maka HGU menjadi hapus.
 
Hal ini senada dengan pendapat Dr. Aslan Noor, S.H., M.H., CN., Kepala Biro Hukum dan
Hubungan Kemasyarakatan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang
(ATR/BPN), menurutnya pembaruan HGU, berarti HGU tersebut kembali pada tahap
awal HGU itu diberikan. Pembaruan juga tidak serta merta begitu saja diberikan, harus ada
syarat-sarat yang dipenuhi. Pada praktiknya jika sudah terjadi pembaruan HGU, jarang ada
yang mengajukan perpanjangan HGU. Namun disini, bisa-bisa saja HGU yang sudah
perbarui dilakukan perpanjangan kembali. Sehingga bisa saja pembaruan dan perpanjangan
HGU dilakukan secara terus menerus pada tanah yang sama, selama memenuhi syarat.
Untuk itu perlu ada pembatasan ke depannya, Rancangan Undang-Undang Pertanahan
diharapkan bisa membatasi hal tersebut.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah;
3. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
 
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara via telepon dengan Dr. Aslan Noor, S.H., M.H., CN.,
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Kemasyarakatan di Kementerian Agraria dan Tata
Ruang, pada 18 Januari 2019, pukul 14:01 WIB.
 

[1] Pasal 4 ayat (1) UUPA

[2] Pasal 4 ayat (2) UUPA

[3] Pasal 16 ayat (1) UUPA

[4] Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 29 ayat (1) UUPA

[5] Pasal 31 UUPA jo, Pasal 7 ayat (1), (2), (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP 40/1996”)

[6] Pasal 28 ayat (2) UUPA

[7] Pasal 28 ayat (3) UUPA

[8] Pasal 30 ayat (1) UUPA dan Pasal 2 PP 40/1996

[9] Pasal 8 ayat (1) PP 40/1996 dan Pasal 3 ayat (1) Permen ATR 7/2017

[10] Pasal 8 ayat (2) PP 40/1996 dan Pasal 3 ayat (2) Permen ATR 7/2017
[11] Pasal 1 angka 9 Permen ATR 7/2017

[12] Pasal 1 angka 10 Permen ATR 7/2017

[13] Pasal 32 Permen ATR 7/2017

[14] Pasal 35 ayat (1) Permen ATR 7/2017

[15] Pasal 36 Permen ATR 7/2017

[16] Pasal 34 UUPA dan Pasal 17 ayat (1) PP 40/1996

[17] Pasal 3 ayat (2) PP 40/1996

[18] Pasal 17 ayat (2) PP 40/1996

ISSUES-4
Lima Poin Kontroversial dalam RUU Pertanahan yang Akan Disahkan DPR Penulis: Hari
Widowati 20/9/2019, 12.11 WIB RUU Pertanahan dinilai tidak menganggap penting reforma
agraria dan lebih berpihak pada kepentingan investor. ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI
Petani dan warga masyarakat yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB)
mengadakan unjuk rasa di depan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara,
Kamis (12/4/2018). DPR akan mengesahkan RUU Pertanahan pada 24 September 2019
meskipun ada penolakan dari berbagai pihak. Rancangan Undang-Undang (RUU)
Pertanahan akan disahkan pada 24 September mendatang. Pembahasan RUU yang
menjadi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 2 Februari 2015 ini telah memasuki
tahap akhir. RUU Pertanahan memang termasuk dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) Prioritas 2019. RUU ini diusulkan oleh empat fraksi di Komisi II DPR, yakni
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi
Kebangkitan Bangsa (FKB), dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP).
Selain itu, Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga menjadi pengusul RUU
Pertanahan. Sejumlah kalangan menyoroti poin-poin yang kontroversial di dalam RUU
Pertanahan. RUU ini dinilai lebih membela kepentingan investor dan membuat posisi rakyat
semakin lemah dalam konflik agraria. Berikut ini poin-poin tersebut berdasarkan informasi
yang dikumpulkan Katadata dari berbagai sumber. 1. Reforma agraria tak dianggap penting
Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gajah Mada (UGM), Maria Sumardjono, menilai
RUU Pertanahan tidak menganggap penting reforma agraria. Pengaturan reforma agraria
dalam RUU ini hanya menyalin isi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018. "Padahal
RUU Pertanahan diharapkan memuat prinsip-prinsip reforma agraria itu apa, subjek prioritas
pemanfaatannya siapa, objeknya apa, dan bagaimana memecahkan konflik lahan," ujar
Maria dalam diskusi di Komnas HAM, Jakarta, seperti dikutip CNNIndonesia.com, Jumat
(6/9). (Baca: Picu Konflik, Ombudsman dan KPA Minta DPR Batalkan RUU Pertanahan) 2.
Perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) hingga 90 tahun Dalam pasal 25 RUU Pertanahan,
disebutkan perpanjangan HGU yang sudah diberikan selama 35 tahun bisa diperpanjang
untuk kedua kalinya sehingga total HGU mencapai 90 tahun. Padahal, sebelumnya
disebutkan perpanjangan HGU hanya bisa dilakukan satu kali. RUU Pertanahan memberi
pengecualian perpanjangan hingga dua kali dengan mempertimbangkan umur tanaman,
skala investasi, dan daya tarik investasi. Namun, tidak jelas pihak mana yang menentukan
hal tersebut. Maria menilai pasal ini hanya berpihak pada kepentingan investor dan menutup
kemungkinan bagi masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah. (Baca: JK: Revisi UU
Pertanahan untuk Akomodir Investasi dan Hak Masyarakat) 3. Hidupkan praktik politik
agraria zaman kolonial RUU Pertanahan dikhawatirkan menimbulkan masalah baru. Wakil
Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan, mekanisme penyelesaian konflik
agraria yang komprehensif tidak ada sehingga yang berpotensi muncul adalah pengadilan
pertanahan. Ia menyoroti Pasal 36 RUU Pertanahan yang mewajibkan permohonan
perpanjangan lima tahun sebelum hak atas tanah berakhir. "Ketika satu tanah tidak bisa
dibuktikan siapa pemiliknya, otomatis negara memilikinya," kata Sandra. Ketentuan ini sama
seperti praktik politik agraria zaman kolonial Belanda yang bernama Domein Verklaring di
mana tanah yang tidak didaftarkan akan menjadi milik negara. (Baca: Tolak Buka Data
HGU, Walhi Sebut Menteri Agraria Lakukan Pembangkangan) 4. Nama pemegang izin HGU
dirahasiakan Salah satu poin yang juga mendapat penolakan dari berbagai kalangan adalah
soal informasi pemilik hak atas tanah yang dirahasiakan kepada publik. Hal ini terdapat
dalam pasal 45 ayat 9 RUU Pertanahan. Seperti dilansir Tempo.co, disebutkan dalam ayat
tersebut bahwa informasi publik mengenai data pertanahan yang dikecualikan antara lain: a.
Daftar nama pemilik hak atas tanah b. warkah Forest Watch Indonesia (FWI) pernah
menggugat Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk membuka data HGU di Kalimantan.
Menurut Komisi Informasi Publik (KIP), HGU bukan data pribadi karena merupakan hak
mengusahakan tanah penguasaannya ada pada negara. Oleh karena itu, data HGU harus
tersedia dan bisa diakses oleh publik. 5. Ancaman pidana bagi korban penggusuran Ketua
Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI, Siti Rakhma Mary Herawati, mengatakan ada
sembilan ancaman pidana dalam RUU Pertanahan. Pasal 89 berisi ancaman kriminalisasi
bagi masyarakat yang berusaha mempertahankan tanahnya dari penggusuran. "Masyarakat
yang menyuarakan atau memperjuangkan kembalinya tanah dapat ditafsirkan melakukan
pemufakatan jahat yang menyebabkan sengketa atau konflik pertanahan," kata Rahma
seperti dikutip CNNIndonesia.com, Jumat (6/9). Selain itu, pada pasal 94 terhadap ancaman
pidana 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar bagi setiap orang atau kelompok
yang menyebabkan sengketa lahan. Padahal, menurut catatan YLBHI, kasus pertanahan
menjadi aduan yang paling banyak masuk ke lembaga tersebut selama 2018, yakni
sebanyak 300 kasus. Ombudsman Republik Indonesia dan Konsorsium Pembaruan Agraria
(KPA) juga meminta pembahasan RUU Pertanahan dihentikan karena belum mengakomodir
konflik-konflik agraria. "Konflik-konflik terkait pertanahan ini masih kerap terjadi. Apakah UU
ini bisa mereduksi konflik-konflik yang ada?" kata Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah
Saragih dalam konferensi pers, Senin (9/9). Menurut data Ombudsman, selama 2015-2019
jumlah kasus pertanahan yang paling banyak dilaporkan masyarakat kepada lembaga
tersebut, yakni 4.806 kasus. Kasus maladministrasi proses Sertifikat Hak Milik (SHM)
menempati laporan terbanyak periode Januari-Juni 2019 dengan 128 laporan. Kasus
terbanyak kedua adalah penerbitan sertifikat (96 laporan) dan ganti rugi pembebasan tanah
(46 laporan).

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Lima Poin Kontroversial dalam RUU
Pertanahan yang Akan Disahkan DPR" , https://katadata.co.id/berita/2019/09/20/lima-
poin-kontroversial-dalam-ruu-pertanahan-yang-akan-disahkan-dpr
Penulis: Hari Widowati
Editor: Hari Widowati
ISSUES-5

Lima tahun lagi pencabutan hak huni apartemen di Jakarta bakal marak. Tanah apartemen
itu rentan dirampas negara. tirto.id - Pengembang properti apartemen kerap mengecoh
konsumen. Informasi soal apartemen dibangun di atas lahan milik negara disembunyikan
rapi. Pengembang juga pelit membuka dokumen izin mendirikan bangunan (IMB), sertifikat
laik fungsi (SLF), hingga pertelaan apartemen. Hal itu dibenarkan oleh Meli Budiastuti dari
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Perumahan DKI Jakarta. Menurutnya, konsumen
seringkali tak disuguhi informasi yang lengkap soal hak guna bangunan apartemen di atas
tanah milik orang lain--alias hak pengelolaan lahan (HPL). "Sepenuhnya ketidakjujuran dari
pelaku pembangunan. Dia harus sampaikan [kepada konsumen] bahwa apartemen di atas
HPL," kata Meli, yang menyebut modus itu sebagai jurus marketing pengembang merugikan
konsumen. Padahal, jika tanah berstatus HPL, konsumen hanya berhak menghuni selama
30 tahun dan dapat memperpanjang 20 tahun, dengan rekomendasi persetujuan
pengembang. Puncak masalahnya, hak guna bangunan konsumen akan hilang apabila
pengembang tidak menyetujui perpanjangan. Salah satu contohnya Mediterania Palace
Residence di Kemayoran, Jakarta Timur. Apartemen milik developer properti Agung
Podomoro Group itu dibangun di atas tanah milik Kementerian Sekretariat Negara, yang
masa HPL-nya habis pada 2022. Masalahnya, para konsumen baru mengetahuinya setelah
membeli dan mencari tahu sendiri. Modus pengembang demi menarik pembeli adalah
menyamarkan informasi dengan istilah asing “strata title”. Triana Salim, ketua Forum
Pengembangan Perumahan dan Perhimpunan Satuan Rumah Susun (FP3SRS),
menjelaskan bahwa "strata title" tak ada dalam Undang-Undang Rumah Susun. "Dalam
transaksi itu jarang informasi [HGB di atas HPL], hampir tidak pernah menjelaskan status
tanah. Surat izin saja terkadang belum punya," kata Triana kepada Tirto, akhir pekan lalu.
Masalahnya bisa menumpuk di masa mendatang. Perlindungan hukum pemegang hak atas
suatu bidang tanah dipangkas. Status tanah HPL cuma mendapatkan sertifikat kepemilikan
bangunan gedung satuan rumah susun (SKBG Sarusun). Dampaknya, nilai bangunan lebih
murah dibandingkan sertifikat hak milik satuan rumah susun (SHM Sarusun). Dadang
Rukmana, sekretaris Dirjen Perumahan Kementerian PUPR, berujar kebanyakan konsumen
apartemen HGB di atas HPL tak paham risiko jangka panjang. Mereka tak begitu paham
perbedaan antara SHM Sarusun dan SKBG Sarusun. SHM Sarusun, kata Rukmana, dapat
dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan. Sementara SKBG Sarusun yang diperoleh
dari HPL bisa dijaminkan utang tapi dengan fidusia. "Level SHM Sarusun di atas SKBG,"
kata Dadang kepada Tirto, awal Maret 2019. Saat dikonfirmasi, Agung Podomoro Group
maupun PT Agung Podomoro Land mengklaim selalu terbuka kepada konsumen soal status
tanah. Khusunya soal apartemen yang dibangun di Kemayoran, statusnya HGB di atas HPL.
Hal itu diungkapkan sekretaris korporasi PT Agung Podomoro Land Justini Omas. "Kalau
tanahnya HGB di atas HPL sudah dikasih tahu dari awal," kata Justini kepada Tirto, pekan
lalu. Kemayoran adalah salah satu daerah yang dikepung pembangunan apartemen di atas
tanah negara. Usai Bandara Internasional Kemayoran resmi ditutup 35 tahun silam, wilayah
itu disulap menjadi kawasan hunian vertikal. Beberapa di antaranya, selain Apartemen
Mediterania Palace Residences, ialah Mediterania Boulevard Residences, Menara Jakarta,
Springhill Golf Residences, dan Maple Park Golf View. Agung Podomoro Group, dari data
yang kami olah, memiliki 43 dari 234 apartemen dan rusun yang tersebar di DKI Jakarta,
menjadi penguasa terbesar dibandingkan developer lain seperti Agung Sedayu Group, Sinar
Mas Land atau Pikko Group. Kebanyakan dari mereka memanfaatkan hak pengelolaan
lahan. Baca juga: Gurita Bisnis Agung Podomoro di Balik Masalah Hunian Jakarta Ribut-
Ribut Berumur Panjang Sebelum 2024 Jika masa kedaluwarsa itu tiba, siapa yang akan
memperpanjang HGB? Siapa yang menanggung biaya perpanjangannya? Jika
perpanjangan ditolak, apa dampaknya bagi penghuni apartemen? Pelbagai pertanyaan itu
sudah dipikirkan oleh Bambang Setiawan, Sekjen Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh
Indonesia (Aperssi), sejak empat tahun silam. Kasus pertama yang terungkap adalah
Mangga Dua Court, yang dibangun di atas tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Sebagian
penghuninya baru tahu hal itu setelah 16 tahun apartemen dibangun. "Pembangunannya
1992 dan ributnya 2008 pada saat diperpanjang,” kata Bambang. “Kasus (lainnya) bentar
lagi di Kemayoran.” Untuk memutuskan perpanjangan, menurut Bambang, bukan hanya
harus melibatkan gubernur, tapi harus dibahas di DPR dan Kementerian Keuangan sebab
tanah itu aset negara. Redaksi Tirto memperoleh salinan akta Mangga Dua Court yang
dibuat notaris Winarti Lukman tertanggal 6 Juni 1984. Isinya, perjanjian kerja sama antara
Gubernur DKI Jakarta Soeprapto dan Direktur Utama PT Duta Pertiwi Rachmat Sumengkar.
Semua itu telah mendapatkan restu Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas. Poinnya, PT Duta
Pertiwi diberikan kompensasi HGB selama 20 tahun di atas tanah HPL seluas 30 hektare.
Para penghuni Mangga Dua Court menuding pengembang melakukan penipuan terhadap
konsumen. Fifi Tanang, pemilik unit apartemen, dan Tjandra Widjaja menggugatnya ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Juni 2007. Baca juga: Pebisnis Properti Melobi
Kementerian, Pergub Anies Masih Mandul Gugatan mereka dimenangkan majelis hakim
pada 14 April 2018. PT Duta Pertiwi terbukti bersalah dan melanggar hukum. Tergugat
diharuskan membayar biaya rekomendasi perpanjangan status tanah ke Pemprov DKI
Jakarta sekitar Rp4,5 miliar. “Di PN Jakarta Pusat, kami menang tapi banding. Kasasi dan
PK, kami kalah. Di PN, hakim menulis Duta Pertiwi penipu. Ini hukum di Indonesia bisa
dibeli. Yang menipu bisa menang, yang benar yang kalah,” keluh Fifi. Akibat dari putusan
itu, penghuni merugi. Mereka menanggung biaya perpanjangan yang disetorkan kepada kas
negara Rp4,3 miliar. Padahal, jika status tanah itu HGB murni, penghuni hanya dikenakan
biaya Rp289 juta. Dampak lain: PT Duta Pertiwi berusaha menguasai ruang dan fasilitas
bersama milik penghuni. Di antaranya ruang fitness, serba guna, posko sekuriti timur dan
barat, sebagian ruang lobi barat dan timur, serta kantor sekretariat perhimpunan penghuni.
Harusnya hak kelola dan hak guna itu diserahkan oleh PT Duta Pertiwi kepada
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). “Fisiknya [berbagai
fasilitas bersama itu] kami kuasai, tapi sertifikatnya mereka pegang,” kata Fifi. “Sampai
sekarang, enggak bisa dimaanfaatkan. Ini puluhan tahun kosong.” Kepala Perwakilan
Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan permasalahan rusun yang
dibangun BUMN diklaim lebih mudah diselesaikan. Tentu jika dibandingkan rusun yang
dibangun pengembang swasta. "Ke depan, potensi konflik sangat besar karena apartemen
dikuasai swasta. Ini potensi akan meledak lima tahun mendatang," kata Teguh saat ditemui
Tirto di kantornya, Jakarta, pekan lalu. Baca juga: Mereka yang Sukses Melawan Developer
Apartemen A Flourish chart Terjerumus Masalah Perpanjangan Ketua Umum Asosiasi
Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Ibnu Tadji berkata tanah negara bisa
diberikan hak pengelolaan lahan kepada BUMD maupun BUMN. Namun, perusahaan
swasta bisa membangun dan mengelola jika mengajukan kerja sama. Syarat wajibnya,
semua harus bertindak transparan kepada konsumen. Informasi HGB di atas HPL akan
memberi kesempatan konsumen untuk menimbang untung-rugi bertransaksi properti. “Jika
status risiko HGB di atas HPL tidak dijelaskan secara detail oleh developer besar,
kemungkinan konsumen dirugikan,” kata Ibnu kepada Tirto, pekan lalu. Pertama, bila
pemegang HPL tidak memberi persetujuan perpanjangan dan tidak ada perjanjian
pergantian, maka konsumen dirugikan karena bangunan bisa dihancurkan dan dibangun
kembali. Kedua, nilai aset unit apartemen berisiko turun karena suatu saat si pemilik unit
bisa kehilangan hak atas tanah. “Apartemen Mangga Dua Court, Rusun Klender, dan Tanah
Abang ... status alas hak atas tanahnya HGB di atas HPL sejak awal tidak dijelaskan secara
rinci dalam perjanjian jual beli,” kata Ibnu. “Kasus di atas masuk dalam persoalan hukum
yang rumit, menyita waktu, tenaga dan mahal ongkos perkaranya,” imbuhnya.

Baca selengkapnya di artikel "Bom Waktu Kasus Apartemen di Jakarta: HGB di Atas Tanah
Negara", https://tirto.id/dRlz
ISSUES-6

Ini Aturan-Aturan RUU Pertanahan Yang Menuai


Kontroversi

Puluh
an petani dan mahasiswa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat melakukan aksi unjuk rasa
di Jalan Samratulangi Palu, Sulawesi Tengah, Senin (6/8). FOTO ANTARA/Mohamad Hamzah/

PROPERTY INSIDE – RUU Pertanahan yang sedang digodok pemerintah dan DPR adalah
salah satu rancangan hukum yang menuai penolakan dari elemen masyarakat dan mahasiswa
hari ini, Selasa (24/9) di Jakarta dan berbagai kota, karena dianggap mengandung pasal-pasal
yang kontroversial.
Salah satu pasal yang dianggap kontroversi adalah Pasal 91. Pasal 91 dalam draft RUU
tentang Pertanahan itu menyebut orang yang menghalangi petugas saat menggusur bisa
dipidana.
“Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang
melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (4) huruf c atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).”
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai pasal ini
memberi legitimasi aparat penegak hukum untuk menindak pidana masyarakat yang
mempertahankan hak atas tanahnya.
Baca juga: Relaksasi LTV BI Disambut Positif Perbankan
“Pasal itu memberi legitimasi hukum kepada polisi untuk melakukan pemidanaan. Tentu ini
kan pasti akan ditafsirkan secara utuh, untuk secara bebas menangkap siapapun. Misalkan,
warga yang menolak tanahnya untuk dijadikan bandara,” kata Dewi Kartika kepada
wartawan, Senin (23/9) kemarin.
Selain itu, menurut Dewi ada juga pasal yang bisa mempidanakan aktivis organisasi agraria
yang membela hak-hak tanah di pasal 95. “Itu bisa berpotensi mengkriminilasi masyarakat
adat atau masyarakat terorganisir atau aktivis. Petani-petani ini yang berserikat, bisa dipidana
juga mereka. Soalnya pasal itu sifatnya hukum positif,” ujarnya seperti dilansir detik.com.
“Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama yang melakukan dan/atau membantu
melakukan permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa atau konflik Pertanahan
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda paling banyak Rp 15.000.000.000 (lima belas milyar rupiah),”
demikian bunyi pasal 95 yang tertulis dalam draft.
RUU Pertanahan yang dibuat untuk melengkapi Undang-Undang (UU) Pokok Agraria
(UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 juga menerapkan beberapa aturan ketat di bidang pertanahan.
Dalam draft RUU Pertanahan yang sedang digodok pemerintah dan DPR, pengetatan
dilakukan dengan menerapkan pencabutan hak milik tanah seseorang yang tidak
dimanfaatkan.
Baca juga: Dorong Investasi, IMB Dihapus Berganti Omnibus Law
Dalam Pasal 22 Ayat 1 disebutkan bahwa hak milik yang tidak dikuasai, digunakan, dan
dimanfaatkan oleh pemegang haknya, dan dimanfaatkan oleh pihak lain secara itikad baik
dapat mengakibatkan hak milik dihapus dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung
oleh negara.
Lebih detail, hak milik seseorang bakal hilang jika tanahnya sudah dikuasai, digunakan, atau
dimanfaatkan oleh pihak lain selama 20 tahun. Selain itu, pihak yang menguasai tanah itu
juga bisa mengajukan permohonan hak atas tanah langsung kepada pemerintah.
Namun, hal ini hanya berlaku jika hak milik tersebut bukan atas nama pemerintah. Sebab,
seluruh hak milik yang tercatat sebagai kekayaan negara akan dikecualikan dari aturan
tersebut.
Sementara untuk HGB, pemerintah hanya akan memberikan HGB dengan jangka waktu 30
tahun dan diperpanjang satu kali untuk jangka waktu 20 tahun. Hal itu dengan
mempertimbangkan umur konstruksi, jenis investasi, dan daya tarik investasi.
Selanjutnya, aturan hak pakai dirinci menjadi dua, yakni diberikan dengan jangka waktu
tertentu dan selama bangunan itu digunakan. Dalam hal ini, hak pakai dengan jangka waktu
tertentu akan diberikan kepada kepada warga negara Indonesia, warga asing yang
berkedudukan di Indonesia, badan hukum Indonesia, dan badan hukum asing yang
mempunyai kantor perwakilan di Indonesia.
Baca juga: Sibuk Polemik KPK, Tapi Lupa Negeri Ini Butuh “KPR”
Sedangkan untuk HGU akan diberikan kepada warga negara Indonesia dan badan hukum
untuk menjalankan kegiatan usaha pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
pergaraman. Untuk perorangan akan diberikan jangka waktu selama 25 tahun dan badan
usaha 35 tahun.
Setelah masa waktu habis, masing-masing pemilik HGU bisa mengajukan perpanjangan satu
kali kepada pemerintah. Untuk perorangan bisa memperpanjang sampai 25 tahun dan badan
usaha 35 tahun.
Namun, hari ini Selasa (24/9) seperti dilansir CNN Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
BPN Sofyan Djalil menyatakan DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda pengesahan
Rancangan Undang-undang Pertanahan menjadi undang-undang.
Penundaan dilakukan karena pemerintah dan DPR akan mengkaji kembali beberapa poin
yang diatur dalam ruu tersebut. Namun Sofyan belum dapat menjelaskan poin-poin yang
akan dikaji kembali. Sofyan menilai, penundaan juga dilakukan karena pemerintah dan DPR
melihat ada salah pengertian di kalangan masyarakat soal materi yang akan diatur dalam UU
itu.

ISSUES-7

Ketahui 7 Hal Ini Saat Mengurus Hak Guna Bangunan


(HGB)!

Lihat ke www.dekoruma.com

Istilah Hak Guna Bangunan (HGB) mungkin sudah tidak asing di telinga kamu, apalagi
kalau kamu sering disodorkan brosur tentang perumahan atau apartemen oleh
para sales. Sebelum kamu deal dalam sebuah transaksi jual beli rumah, sudah menjadi
hal yang wajib untuk terlebih dahulu mempelajari status dan kelengkapan surat yang
dimiliki hunian tersebut. tidak sedikit orang yang menyesal belakangan saat menyadari
bahwa ternyata terdapat masalah sertifikat setelah membeli bangunan.

Namun, apakah kamu tahu dengan jelas apa pengertian dari Hak Guna Bangunan? Ini
penting untuk mencegah timbulnya masalah ke depannya. Apalagi jika kamu tertarik
membuka usaha dan membangun gedung, maka Hak Guna Bangunan harus dipahami
betul-betul. Berikut 7 hal yang harus diketahui soal Hak Guna Bangunan (HGB) dan
cara mendapatkannya. Yuk, baca sampai habis!
1. Apa Itu Hak Guna Bangunan?

goo
gle.com

Sesuai dengan namanya, Hak Guna Bangunan adalah kewenangan yang diberikan oleh
pemerintah atau suatu hak yang didapatkan untuk menggunakan sebuah lahan yang
bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu 30 tahun atas permintaan pemegang hak
mengikat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya dan dapat diperpanjang
sampai dengan jangka waktu maksimum 20 tahun.

Baca Juga: Kata Siapa Cara Mengurus IMB Harus Ribet?

Ini artinya, pemegang sertifikat tersebut hanya diberikan kuasa untuk memberdayakan
lahan baik untuk mendirikan bangunan ataupun keperluan lain dalam jangka waktu
tertentu. Jadi, pemilik properti dengan status Hak Guna Bangunan hanya memiliki
bangunannya saja, sedangkan tanahnya masih dimiliki oleh negara.
Biasanya, developer atau pengembang menggunakan lahan berstatus HGB untuk
membesut unit perumahan dan apartemen. Tujuan lain adalah ketika kamu berencana
untuk memiliki properti dengan penggunaan yang hanya sementara. Jadi yang perlu
diingat adalah bahwa kamu memiliki Hak Guna Bangunan (HGB), bukan Hak Milik
atas tanah atau properti yang kamu tempati.
2. Perbedaan Antara Hak Guna Bangunan dan Hak
Milik

g
oogle.com

Terdapat perbedaan yang besar antara Hak Guna Bangunan dan Hak milik yang perlu
kamu ketahui. Hak Milik dapat diwariskan dan tidak memiliki batasan waktu
kepemilikan, sedangkan Hak Guna Bangunan memiliki batasan waktu dan
diperkenankan untuk diperpanjang masa penggunaannya.

Sertifikat Hak Milik pun bisa digunakan sebagai jaminan kepada lembaga keuangan
jika kamu ingin mengajukan kredit. Berbeda dengan jika kamu hanya memiliki
sertifikat Hak Guna Bangunan.

Oleh karena itu, jika ingin menetap di bangunan dan tanah dalam jangka waktu lama
atau berencana untuk investasi jangka panjang, sebaiknya membeli properti dengan
status Sertifikat Hak Milik.
3. Keuntungan dan Kerugian Memiliki Sertifikat Hak
Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan bila dilihat sekilas mirip dengan sistem sewa-menyewa. Dalam
sistem sewa-menyewa, tentu terdapat keuntungan dan kerugian yang akan didapatkan
oleh seseorang calon pemilik Hak Guna Bangunan.

goo
gle.com

Keuntungan yang akan didapatkan oleh pemilik Hak Guna Bangunan yang paling
mendasar dan paling jelas adalah bahwa tidak dibutuhkannya dana yang besar jika
dibandingkan dengan kepemilikan sertifikat hak milik.

Selain itu, jika kamu adalah seorang pengusaha, maka peluang usaha lebih terbuka
lebar. Ini dikarenakan properti dengan status Hak Guna Bangunan biasanya dijadikan
pilihan untuk mereka yang berminat memiliki properti tetapi tidak bermaksud
menempatinya dalam waktu yang lama.

Baca Juga: Bagaimana Cara Mengurus Sertifikat Hak Milik (SHM)?

Jadi bila sewaktu-waktu kamu ingin mengalihkan Hak Guna Bangunan tersebut, kamu
tidak akan merasa begitu menyesal ke depannya. Keuntungan yang terakhir adalah
bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan dapat dimiliki oleh non-WNI.
Selain keuntungan, terdapat kerugian yang akan membayangi para calon pemilik Hak
Guna Bangunan. Pertama, jangka waktu yang terbatas. Sudah disebutkan di atas bahwa
jangka waktu paling panjang untuk kepemilikan Hak Guna Bangunan adalah 30 tahun
dan maksimal perpanjang selama 20 tahun. Lalu yang kedua yaitu tidak bebas. Tidak
bebas ini mengikuti persyaratan dan perizinan yang telah disepakati bersama.

4. Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan

googl
e.com

Pasal 32 PP 40/1996 menentukan bahwa pemegang Hak Guna Bangunan berhak untuk
menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan
selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk
keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak
lain dan membebaninya. Terdapat beberapa kewajiban yang harus kamu patuhi terkait
Hak Guna Bangunan.

Baca Juga: 5 Hal Ini Nggak Boleh Kamu Lupakan Saat Membeli Rumah Baru

Pertama, membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan
dalam keputusan pemberian haknya. Kedua, menggunakan tanah sesuai dengan
peruntukannya dan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian
pemberian haknya.
Poin kedua ini menjelaskan bahwa kamu tidak bisa serta merta merombak tanah atau
properti semaumu di luar persyaratan dan perizinan yang telah disepakati melalui
sertifikat Hak Guna Bangunan.

Ketiga, memeliohara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta
menjaga kelestarian lingkungan hidup. Empat menyerahkan kembali tanah yang
diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau
pemegang hak milik sesudah Hak Guna Bangunan itu dihapus. Terakhir, menyerahkan
sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah dihapus kepada Kepala Kantor Pertahanan.

5. Hak Guna Bangunan Dapat Berpindah Tangan

goo
gle.com

Jika kamu ingin mengalihkan Hak Guna Bangunanmu, terdapat berbagai cara yaitu
dengan jual-beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, atau pewarisan.
Terdapat prosedur yang perlu dilakukan sebelum Hak Guna Bangunan dapat beralih.

Peralihan Hak Guna Bangunan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Untuk
peralihan Hak Guna Bangunan yang dilakukan melalui jual beli (kecuali lelang), tukar
menukar, penyertaan dalam modal dan hibah, peralihan Hak Guna Bangunan tersebut
wajib dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Sedangkan terhadap peralihan Hak Guna Bangunan yang dilakukan melalui jual beli
secara lelang cukup dengan Berita Acara Lelang.

Peralihan Hak Guna Bangunan yang terjadi karena pewarisan harus dibuktikan dengan
surat wasiat atau surat keterangan waris. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa
peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik harus
mendapatkan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak
milik.
6. Penyebab Hapusnya Hak Guna Bangunan
Pertama, jangka waktu berakhir atau tidak diperpanjang. Kedua, dihentikan sebelum
jangka waktu berakhir oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau
pemegang hak milik karena tidak dipenuhinya syarat-syarat seperti melanggar
kewajiban dan kesepakatan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Ketiga, dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

go
ogle.com

Keempat, dicabut untuk kepentingan umum seperti pembangunan infrastruktur dan


lain-lain yang dikehendaki pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di
Atasnya. Kelima, ditelantarkan, yang berarti tanah tersebut tidak digunakan sama
sekali.

Keenam, tanahnya musnah. Ini bisa berarti terdapat musibah atau peperangan besar
yang memporakporandakan tanah tersebut atau kejadian-kejadian lain. Ketujuh, orang
atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan tidak lagi memenuhi syarat
sebagai pemegang hak (wajib melepaskan atau mengalihkan haknya paling lama satu
tahun).
7. Cara Mendapatkan Hak Guna Bangunan

go
ogle.com

Saat seseorang mau membuka usaha sendiri, biasanya ia akan mencari tempat, bahkan
membangun gedung sendiri di atas tanah pinjaman. Untuk itulah kamu harus
memperoleh hak atas tanah tersebut. Berhubung perusahaan tidak diperkenankan
memiliki tanah dengan status Hak Milik, maka kamu dapat mengajukan permohonan
Hak Guna Bangunan.

Jika kamu mengurusnya untuk perseorangan dengan luas tanah tidak lebih dari 3.000
m², atau badan hukum dengan luas tanah maksimal 20.000 m², maka kamu dapat
mengurusnya di Kepala Kantor Pertanahan.

Baca Juga: Mau Mengurus Sertifikat Tanah Girik? Begini Caranya!

Jika luas tanah untuk perseorangan lebih dari 600 m² namun tidak lebih dari 10.000 m²,
maka kamu harus datang ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
(Kanwil BPN). Sedangkan pengurusan di Kepala Badan Pertanahan Nasional hanya
diperuntukkan bagi pemohon yang luas tanahnya di atas 10.000 meter persegi.

Tahap-tahap yang harus dilakukan untuk mendapatkan Hak Guna Bangunan yang
pertama adalah menyiapkan dokumen-dokumennya. Dokumen ini terdiri dari:
 Formulir permohonan

 Fotokopi KTP

 Fotokopi kartu keluarga

 Fotokopi tanda daftar perusahaan

 Fotokopi akta pendirian dan pengesahan badan hukum

 Surat izin penunjukkan penggunaan tanah

 Proposal rencana penguasaan tanah

 Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan

 Bukti SSB/BPHTB

 Bukti bayar uang pemasukan pendaftaran

 Bukti SSP/PPh

 Pernyataan tanah tidak dalam persengketaan

 Pernyataan tanah dikuasai secara fisik

Lalu, buatlah permohonan yang ditujukan kepada pihak berwenang antara Kepala
Kantor Pertanahan / Kepala Kanwil BPN / Kepala BPN sambil membawa dokumen-
dokumen tadi. Setelah itu, dokumen-dokumen tersebut akan melalui pemeriksaan
kelengkapan dan kebenaran data yuridis. Pihak berwenang akan memerintahkan
Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran jika
Anda belum memiliki surat ukur.

Setelah itu pembuatan risalah pemeriksaan tanah, yaitu tahap di mana Kepala Kantor
Pertanahan / Kepala Kanwil BPN / Kepala BPN akan menugaskan Kepala Seksi Hak
atas Tanah untuk memeriksa permohonan hak atas tanah yang sudah terdaftar.
Selanjutnya, penerbitan surat keputusan di mana Hak Guna Bangunan akan diberikan
atau ditolak yang disertai alasannya.
Jika diterima, maka proses selanjutnya kamu wajib membayar uang pemasukan kepada
negara. Lalu pembukuan Hak Guna Bangunan, penerbitan sertifikat Hak Guna
Bangunan, penandatanganan sertifikat yang akan ditandatangani oleh kepala Kantor
Pertanahan, lalu penyerahan sertifikat Hak Guna Bangunan.

ISSUES-8

Sertifikat Hak Guna Bangunan Atau SHGB


Adalah....
09 January 2018 • 5 mins read

HGB adalah suatu hak yang didapatkan untuk menggunakan bangunan di


atas sebuah lahan yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu
tertentu.

th
e sales agreement form lies on a table. On it the pen lies

RumahCom - Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB mungkin sudah tidak asing lagi bagi
Anda, apalagi jika Anda sering disodorkan brosur perumahan atau apartemen oleh
para sales properti.
Namun, apakah Anda tahu dengan jelas pengertian dari SHGB dan juga perbedaannya dengan
sertifikat hak milik?

Nah, sebelum membahas lebih jauh mengenai ap itu SHGB, berikut ini beberapa poin penting
yang juga akan dibahas:

1. Apa Itu HGB?


2. Perbedaan SHGB dengan SHM
3. Prosedur Mendapatkan HGB
4. Biaya Perpanjangan Sertifikat HGB
5. Kewajiban Pemilik Sertifikat HGB

Langsung saja simak pembahasan lengkap mengenai SHGB di bawah ini, yuk!

Apa Itu HGB?

Tidak sedikit orang yang menyesal di kemudian hari saat menyadari adanya masalah sertifikat
setelah membeli rumah. Ketika hendak membeli properti, memang sudah sepatutnya jika Anda
mempelajari terlebih dulu jenis sertifikat yang ditawarkan beserta kelengkapan surat lainnya.

Ini penting guna mencegah timbulnya masalah di masa depan. Apalagi jika Anda tertarik
berbisnis properti dengan membangun gedung, maka Anda wajib mengenal SGHB dan
memahami cara mengurusnya ketika SHGB habis masa berlakunya.

Sesuai namanya, HGB adalah suatu hak yang didapatkan untuk menggunakan bangunan di atas
sebuah lahan yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu.

Dengan kata lain, sang pemegang sertifikat HGB tidak memiliki lahan, melainkan hanya memiliki
bangunan yang dibuat di atas lahan ‘pinjaman’ tersebut. Pemilik lahan bisa negara, pengelola,
maupun perorangan.

Jika milik pemerintah alias tanah negara, artinya hak guna bangunan diberikan dengan
keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Untuk tanah hak pengelolaan, hak guna bangunan diberikan dengan keputusan pemberian hak
oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan.

Sedangkan untuk tanah hak milik perseorangan, pemegang hak milik memberikan hak guna
bangunan melalui akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Bangunan di atas lahan dapat digunakan untuk kepentingan pribadi maupun bisnis usaha,
termasuk tempat tinggal vertikal alias apartemen.

Siapa saja yang bisa memperoleh sertifikat HGB? Harus Anda yang berstatus warga negara
Indonesia atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.

Properti dengan sertifikat HGB ini tepat bagi Anda yang tidak berniat tinggal di satu tempat yang
sama untuk periode lama. Maklum, jangka waktu penggunaan lahan memang beragam. Bisa 5,
10, 15, 20, hingga maksimal 30 tahun.
Jika masih mau menggunakannya setelah hak guna bangunan berakhir, sertifikat ini harus
diperpanjang secara berkala.

Tanya Rumah
Temukan jawab seputar properti dari ahlinya

Perbedaan SHGB Dengan SHM

Tentunya SHGB berbeda dengan SHM. SHM merupakan sertifikat terkuat karena pemilik lahan
dapat memiliki lahan tanpa batas waktu sehingga bisa diwariskan. Artinya, ia juga punya
kekuasaan penuh untuk mengelola bangunan dan tanah.

Jadi kecuali ada peralihan hak pakai atas tanah hak milik tersebut, pemegang SHM bisa terus
memanfaatkan dan memiliki lahan tersebut.

Ini tentunya berbeda dengan pemegang SHGB, yang harus memperpanjang sertifikat ketika
masa berlaku berakhir.

SHGB juga bisa dihentikan jika pemegangnya tidak lagi memenuhi syarat sehingga harus
melepas atau memberikannya kepada orang lain, atau mengembalikannya kepada negara,
pemegang hak pengelola, atau pemegang hak milik.

Punya rencana beli rumah atau tanah? Berarti Anda wajib tahu info penting seputar PBB lewat
video panduan berikut ini.

Prosedur Mendapatkan HGB

Saat seseorang mau membuka usaha sendiri, biasanya ia akan mencari tempat—bahkan
membangun gedung sendiri di atas tanah pinjaman. Untuk itulah Anda harus memperoleh hak
atas tanah tersebut.

Berhubung perusahaan tidak diperkenankan memiliki tanah dengan status Hak Milik, maka Anda
dapat mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan.

Cari Agen
Temukan agen terbaik dan spesialis di setiap area
Jika Anda mengurusnya untuk perseorangan dengan luas tanah tidak lebih dari 3.000 m2, atau
badan hukum dengan luas tanah maksimal 20.000 m2, maka Anda dapat mengurusnya di Kepala
Kantor Pertanahan.

Jika luas tanah untuk perseorangan lebih dari 600 m2 namun tidak lebih dari 10.000 m2, maka
Anda harus datang ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN).
Sedangkan pengurusan di Kepala Badan Pertanahan Nasional hanya diperuntukkan bagi
pemohon yang luas tanahnya di atas 10.000 meter persegi.

Berikut adalah tahapan-tahapan pembuatan sertifikat Hak Guna Bangunan.

1. Siapkan Dokumen-Dokumen Yang Diperlukan

Bagi perorangan, Anda bisa mempersiapkan dokumen berupa fotokopi identitas diri yang
membuktikan kewarganegaraan Republik Indonesia, sertifikat, girik, surat kavling, surat-surat
bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari
pemerintah, PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, surat ukur, gambar situasi dan IMB
(jika ada).

Jangan lupa juga siapkan surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas, dan status
tanah yang dimiliki pemohon. Bagi badan hukum, jangan lupa siapkan fotokopi akta dan salinan
surat keputusan penunjukkan.

2. Buat Permohonan

Ajukan permohonan secara tertulis yang ditujukan kepada pihak berwenang, antara lain Kepala
Kantor Pertanahan/Kepala Kanwil BPN/Kepala BPN sambil membawa dokumen yang diperlukan.
Pihak berwenang tersebut akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas.

Anda pun akan mendapatkan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir yang diisi.
Selanjutnya Anda harus membayar biaya penyelesaian permohonan.

3. Pemeriksaan Kelengkapan

Kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan Hak Guna Bangunan akan
diperiksa pihak berwenang untuk dilihat apakah permohonan ini dapat diproses lebih lanjut
sesuai UU.

Pihak berwenang akan memerintahkan Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk
melakukan pengukuran jika Anda belum memiliki surat ukur.

4. Pembuatan Risalah Pemeriksaan Tanah

Kepala Kantor Pertanahan/Kepala Kanwil BPN/Kepala BPN akan menugaskan Kepala Seksi Hak
atas Tanah untuk memeriksa permohonan hak atas tanah yang sudah terdaftar, dan data yuridis
maupun data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah
Pemeriksaan Tanah.

Jika data tersebut belum lengkap, maka pihak berwenang akan meminta pemohon untuk
melengkapinya.
5. Penerbitan Surat Keputusan

Setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Seksi Hak atas Tanah atau pejabat yang ditunjuk,
Kepala Kantor Pertanahan/Kepala Kanwil BPN/Kepala BPN akan menerbitkan keputusan
pemberian HGB atas tanah, atau keputusan penolakan disertai alasannya.

6. Membayar Uang Pemasukan

Begitu Kutipan Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan diterima, maka Anda wajib
membayar uang pemasukan kepada Negara. Jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam
keputusan pemberian haknya.

7. Pembukuan HGB  

HGB akan dibukukan dalam buku tanah, berdasarkan alat bukti hak yang ada seperti girik, PPAT,
dan lain-lain. Kepala Kantor Pertanahan bertugas untuk menandatangani buku tanah tersebut.

8. Penerbitan Sertifikat

Berdasarkan ketentuan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun  1997, akan diterbitkan
sertifikat bagi Hak Guna Bangunan yang sudah didaftar dalam buku tanah.

9. Penandatanganan Sertifikat

Sertifikat akan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali beliau berhalangan maka
penandatanganan dilakukan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.

10. Penyerahan Sertifikat

Sertifikat pun diserahkan kepada pemegang hak atau kuasanya.

Biaya Perpanjangan Sertifikat HGB


Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah No.46 tahun 2002, maka rumus perhitungan biaya
perpanjangan sertifikat HGB adalah: jangka waktu perpanjangan HGB yang diberikan dibagi 30
tahun dikalikan 1%.

Nantinya, jumlah ini akan dikalikan dengan Nilai Perolahan Tanah (NPT) yang sudah dikurangi
dengan NPT Tidak Kena Uang Pemasukan (NPTTTKUP) lalu dikalikan dengan 50%. Untuk nilai
NPT dan NPTTTKUP bisa dilihat di SPT PBB tanah yang akan diperpanjang SHGB-nya.

Misalnya, jangka waktu perpanjangan HGB yang diberikan adalah 20 tahun. Sedangkan Nilai NPT
yang sudah dikurangi NPTTTKUP untuk tanah seluas 500 m2 adalah Rp800 juta. Maka
perhitungannya adalah sebagai berikut:

20/30 x 1% = 0,0067

Biaya perpanjangan Sertifikat HGB:

0,0067 x 800.000.000 x 50% = Rp2.680.000

Kewajiban Pemilik Sertifikat HGB

Begitu Anda sudah mengantongi Sertifikat Hak Guna Bangunan, ada beberapa kewajiban untuk
dipenuhi. Salah satunya, menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan
yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah memelihara tanah dan bangunan dengan baik, termasuk
menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Ketika hak guna bangunan itu habis, misalnya karena jangka waktunya sudah berakhir dan tidak
diperpanjang, Anda pun berkewajiban menyerahkan tanah tersebut kepada negara, pemegang
hak pengelola, atau pemegang hak milik. Sedangkan untuk sertifikatnya wajib diserahkan kepada
Kepala Kantor Pertanahan.

Itulah informasi seputar Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB. Mau investasi di bidang
properti? Ketahui dinamika yang terjadi di pasar properti Indonesia, termasuk sentimen pasar
dari sudut pandang pembeli, Anda bisa cari tahu lewat Rumah.com Property Affordability
Sentiment Index.

Anda mungkin juga menyukai