Anda di halaman 1dari 8

BAB 1.

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Risiko bencana di Indonesia tergolong tinggi mengingat kondisi geologis dan
geografisnya. Secara geologis, Indonesia berada di pertemuan empat lempeng utama
yaitu Eurasia, Indo Australia, Filipina, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia rawan
bencana gempabumi, tsunami, dan letusan gunung api. Sementara dari geografis
Indonesia berada di garis khatulistiwa yang menyebabkan besarnya pengaruh angin
muson pada kondisi iklim Indonesia. Hal ini menyebabkan tingginya variasi iklim dan
cuaca, yang seringkali memicu terjadinya bencana hidrometeorologis basah maupun
kering.
Data BNPB menyebutkan ada 9 jenis bencana yang sering terjadi di Indonesia,
yaitu gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan
kebakaran hutan dan lahan, cuaca ekstrim dan gelombang pasang/abrasi (sumber:
……). Oleh karenanya terkait dengan penanganan bencana kita tidak bisa
menyamaratakan karena penyebabnya berbeda satu dengan yang lain. Untuk itu
pemerintah perlu memetakan potensi suatu bencana di suatu daerah sehingga bisa
menjadi pijakan dalam dalam perencanaan pembangunan agar bisa berkesinambungan.
Pada tahun 2019, BNPB menerbitkan buku Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI)
Kabupaten/Kota pada 34 provinsi.
Di Indonesia berdasarkan data Kemendikbbud tanggal .... ada ..... Sekolah Luar
Biasa (SLB), ..... Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan .....Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Ketiga satuan pendidikan tersebut tersebar di seluruh wilayah
Indonesia dan sebagian berada di daerah rawan bencana. Adanya data IRBI yang
diperoleh dengan memerhatikan faktor ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability),
dan kapasitas (capacity) Kabupaten/Kota sesuai dengan ancamannya akan menjadi
acuan satuan pendidikan untuk menyusun prioritas kesiapsiagaan. Untuk itu diperlukan
perencanaan yang sesuai dengan kondisi yang ada guna mampu memberikan
keamanan dan kenyamanan kepada peserta didik, orang tua, pendidik dan tenaga
kependidikan.
Adanya hambatan dalam mengakses informasi dan melakukan aksi
penanggulangan bencana pada SLB, SKB, dan PKBM meskipun masih bisa
dikonsolidasikan ke pemangku kepentingan penanggulangan bencana dan pendidikan

1
di daerah setempat, namun dengan dibuatnya peta risiko bencana bagi ketiga satuan
pendidikan tersebut hal ini tentunya akan dapat lebih memudahkan mereka melakukan
aktivitas dalam mengurangi risiko bencana di satuan pendidikannya. Selain itu, peta
risiko bencana juga berguna bagi satuan pendidikan lain yang lokasinya berdekatan
dengan SLB, SKB dan PKBM, sehingga mereka menjadi lebih waspada dan siapsiaga
dalam menghadapi bencana.
Di samping itu, hadirnya dokumen peta risiko bencana bagi SLB, SKB dan
PKBM akan memberikan gambaran bagi mereka dan stakeholder terkait yang berada
di kawasan tersebut sehingga memudahkan mereka melakukan bantuan dan pemulihan
setelah terjadi bencana. Bahkan bermanfaat untuk melakukan pencegahan bencana dari
sejak dini sebelum bencana terjadi, seperti pendidikan pengurangan risiko bencana,
integrasi kebencanaan pada kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler dan intrakurikuler.

B. Ruang lingkup
Ruang lingkup yang merupakan pembahasan dari buku ini antara lain adalah:
1. Peran Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus dalam pelaksanaan
tugas perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan keaksaraan,
pendidikan kesetaraan, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus pada
pendidikan khusus. Buku ini akan menyorot pada tiga jenis satuan pendidikan yang
berada di bawah pembinaan dari Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan
Khusus, yaitu SKB dan PKBM yang termasuk ke dalam program pendidikan
masyarakat, serta SLB yang termasuk dalam program pendidikan khusus;
2. Penjabaran data terkait satuan pendidikan SLB, SKB dan PKBM yang ada di
Indonesia berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik), saat ini terdapat 2.260
SLB, 450 SKB dan 10.136 PBKM yang tersebar di 34 provinsi yang ada di
Indonesia;
3. Data SLB, SKB dan PKBM di wilayah rawan bencana yang disajikan secara tabular
dan spasial melalui peta risiko bencana. Ancaman bencana dimaksud adalah
ancaman gempabumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, banjir bandang, tanah
longsor, kebakaran hutan, serta ancaman bencana ganda;
4. Data kerentanan dan kapasitas SLB, SKB dan PKBM terhadap bencana. Data yang
dimaksud adalah: a) data peserta didik di wilayah ancaman bencana, b) data kondisi
sarana prasarana di wilayah ancaman bencana, c) data satuan pendidikan yang telah

2
menerapkan program SPAB berdasar indikator e-monev SPAB, d) dukungan
pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan SPAB, dan e) jumlah
fasilitator SPAB per daerah;
5. Rekomendasi pemanfaatan peta risiko bencana SLB, SKB dan PKBM bagi
pengelola satuan pendidikan dan pemerintah daerah.

C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan dokumen risiko bencana Pendidikan Masyarakat dan
Pendidikan Khusus (PMPK), antara lain:
1. Memberikan informasi untuk melakukan analisis sebagai dasar pembuatan
kebijakan, kegiatan, perencanaan, statistik dan operasionalisasi penanggulangan
bencana serta perencanaan pembangunan berkelanjutan bagi satuan pendidikan di
daerah rawan bencana.
2. Mengidentifikasi jenis potensi bencana yang ada di satuan pendidikan SLB, SKB
dan PKBM seluruh Indonesia.
3. Meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan satuan pendidikan SLB, SKB dan
PKBM terhadap potensi risiko bencana di daerahnya.
4. Membantu satuan pendidikan SLB, SKB dan PKBM dalam menyusun rencana
kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana di daerahnya.

D. Gambaran Kejadian Bencana


Negara Indonesia terletak di wilayah yang secara konseptualisasi geografis
seringkali disebut dengan nama Nusantara. Sebutan tersebut disebabkan karena letak
geografis wilayah Indonesia berada pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu
lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Selain lempeng tektonik, pada bagian selatan dan timur wilayah Indonesia masuk ke
dalam kawasan yang disebut dengan sabuk vulkanik (volcanic arc). Letaknya
memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa – Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya
berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh
rawa-rawa. Kondisi tersebut memiliki potensi bencana cukup tinggi, di antaranya
seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor.
(sumber: …….)
Menurut sudut pandang iklim, Indonesia merupakan negara tropis dengan dua
musim yaitu panas dan hujan. Ciri-cirinya adalah perubahan cuaca, suhu dan arah

3
angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini apabila digabungkan dengan
kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik
maupun kimiawi, bisa menghasilkan kondisi tanah yang subur. Tak hanya itu,
sebaliknya kondisi tersebut dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi kehidupan
manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi yaitu banjir, tanah longsor,
kebakaran hutan dan kekeringan. (sumber: ……)
Seiring dengan perkembangan zaman dan aktivitas manusia yang semakin
meningkat, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan tak dapat
dihindari. Ditambah lagi, perubahan iklim yang memicu pergantian cuaca serta arah
angin. Faktor-faktor tersebut secara langsung maupun tidak langsung, dianggap
mempengaruhi terjadinya bencana, terutama tipe hidrometeorologi yaitu banjir, tanah
longsor, angin puting beliung, dan kekeringan di banyak wilayah di Indonesia.

Grafik Data Kejadian Bencana Tahun 2016-2021

Sumber: …….

Grafik di atas merupakan catatan kejadian bencana yang bersumber dari laporan
kejadian oleh masing-masing pemerintah daerah, dalam hal ini Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
dalam kurun waktu tahun 2016 hingga tahun 2021. Berdasarkan grafik tersebut, dapat
terlihat bahwa jumlah keseluruhan kejadian bencana dari tahun 2016 hingga tahun
2021 adalah sebanyak 22.434 kejadian bencana. Intensitas bencana selama kurun
waktu tersebut terlihat meningkat cukup signifikan yaitu dari 2.306 kejadian bencana

4
pada tahun 2016 menjadi 5.402 kejadian bencana pada tahun 2021. Namun jika dilihat
dari jumlah kejadian bencana per tahun, dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu dari
tahun 2016 hingga tahun 2019, jumlah kejadian bencana hanya pada kisaran 500
kejadian per tahun. Akan tetapi, jumlah tersebut meningkat melonjak menjadi 800
kejadian per tahun pada kurun waktu dua tahun terakhir, yaitu tahun 2020 dan 2021.
Peningkatan jumlah bencana yang paling menonjol adalah kejadian bencana tipe
hidrometeorologi yaitu banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor.
Dengan kejadian bencana yang cenderung meningkat sudah barang tentu
berdampak pula pada kehidupan dan penghidupan manusia, baik secara sosial maupun
ekonomi. Salah satu lini kehidupan sosial manusia adalah sektor pendidikan, dimana
kegiatan belajar mengajar menjadi inti dari sistem pendidikan. Kegiatan belajar
mengajar dapat terganggu oleh dampak bencana terutama jika bencana tersebut
merusak sarana pendidikan.

Grafik Tren Kerusakan Sarana Pendidikan Tahun 2016 - 2021

Sumber:

Berdasarkan grafik di atas terlihat sesuatu hal yang menarik di mana data
kerusakan sarana pendidikan dari tahun 2016 hingga tahun 2021 tidak selalu
mengalami peningkatan atau cenderung naik turun (fluktuasi). Jumlah kerusakan
sarana pendidikan mencapai angka paling tinggi terjadi pada tahun 2018 yaitu
sebanyak 2.984 unit. Sedangkan jumlah kerusakan sarana pendidikan paling rendah
terjadi pada tahun 2020 yaitu sebanyak 715 unit. Meskipun begitu, jika dihitung rata-
rata selama kurun tersebut, maka jumlah kerusakan sarana pendidikan berada pada

5
angka 1.564 unit/tahun. Angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah
kerusakan sarana pendidikan tahunan pada tahun 2016, 2017, 2019, dan 2020.

GRAFIK KERUSAKAN SARANA PENDIDIKAN PER JENIS BENCANA


2016-2021

Sumber: …….

Dari grafik di atas dapat terbaca bahwa total kerusakan sarana Pendidikan dalam
kurun waktu antara tahun 2016 hingga tahun 2021 yang disebabkan oleh semua jenis
bencana, tercatat sejumlah 9.387 unit. Angka tersebut merupakan jumlah keseluruhan
data kerusakan sarana pendidikan mulai dari tingkat ringan hingga berat. Bencana
banjir menjadi penyebab rusaknya sarana pendidikan dengan jumlah paling tinggi yaitu
sebanyak 4.774 unit. Selain banjir, bencana gempabumi memberikan dampak
kerusakan dengan 2.408 unit sarana pendidikan. Kemudian bencana gempabumi dan
tsunami, berdampak merusak 1.299 unit sarana pendidikan. Selanjutnya, bencana angin
puting beliung berdampak pada 661 unit sarana pendidikan, diikuti oleh bencana tanah
longsor yang merusak 232 unit sarana pendidikan. Tak hanya itu, gelombang pasang
dan abrasi tercatat menyumbang kerusakan sebanyak 7 unit sarana pendidikan, lalu
kebakaran hutan dan lahan serta tsunami masing-masing merusak 3 unit sarana
pendidikan. Adapun bencana kekeringan dan letusan gunungapi tidak tercatat
memberikan dampak merusak sarana pendidikan, selama kurun waktu tersebut.
Tingginya intensitas kejadian bencana di Indonesia telah menjadikan
pembelajaran bagi satuan pendidikan khususnya SLB, SKB dan PKBM. Kejadian pada

6
Maret 2022 di SKB Kabupaten Cilacap di mana terjadi banjir setinggi 150 cm telah
menyebabkan banyaknya kerugian, seperti hancurnya arsip penting sekolah, dan
kerusakan sarana prasarana sekolah. Begitupun, kejadian gempa di Mamuju Sulawesi
Tengah pada 15 Maret 2021 telah membuat kerusakan total sekretariat PKBM Raikha.
Hal serupa dengan kejadian bencana …. pada tahun …. di SLB ….. yang turut
menghancurkan …….. Berdasarkan tiga kejadian bencana di satuan pendidikan
tersebut dan yang pernah terjadi sebelumnya, selain memberikan pelajaran kepada kita
juga sekaligus peringatan bahwa diperlukan sistem penanggulangan bencana yang baik
guna mengurangi risiko bencana sehingga dampak kerugian yang akan terjadi dapat
diminimalisir dengan lebih baik.

E. Gambaran Umum Risiko Bencana di Indonesia


Kajian Risiko Bencana di Indonesia dilakukan dengan melakukan perhitungan
pada komponen bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity)
di tingkat provinsi dan dan kabupaten/kota (sumber: …..). Komponen hazard
dikalkulasi berdasarkan probabilitas spasial, frekuensi dan kekuatan (magnitude) dari
fenomena alam yang berpotensi menyebabkan bencana. Cakupan fenomena tersebut
meliputi sembilan jenis ancaman yaitu gempabumi, tsunami, letusan gunung api, tanah
longsor, banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran hutan & lahan, dan gelombang
ekstrim & abrasi. Komponen kerentanan dihitung berdasar kondisi fisik, sosial budaya,
ekonomi, dan lingkungan. Sementara komponen kapasitas dinilai dari unsur ketahanan
daerah tujuh prioritas yaitu: (1) Perkuatan kebijakan dan kelembagaan; (2) Pengkajian
risiko dan perencanaan terpadu; (3) Pengembangan sistem informasi, diklat dan
logistik; (4) Penanganan tematik kawasan rawan bencana; (5) Peningkatan efektivitas
pencegahan dan mitigasi bencana; (6) Perkuatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat
bencana; dan (7) Pengembangan sistem pemulihan bencana.
Hasil perhitungan Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2021 menunjukkan 15
provinsi berada pada kelas risiko bencana tinggi, 19 provinsi berada pada kelas risiko
bencana sedang dan tidak ada provinsi yang berada pada risiko bencana rendah.
(Sumber: ……). Tiga provinsi yang berisiko paling tinggi yaitu Sulawesi Barat (skor
164.85), Kepulauan Bangka Belitung (skor 160,98), dan Maluku (skor 160.84).
Sementara itu, tiga provinsi yang memiliki indeks risiko terendah (kelas sedang)

7
adalah Nusa Tenggara Barat (skor 122.33), Kepulauan Riau (skor 114.71), dan DKI
Jakarta (skor 60.43).
Di tingkat Kabupaten/Kota, dari 514 wilayah terdapat 221 Kabupaten/Kota yang
berada pada kelas indeks risiko tinggi dan 293 yang berada pada kelas indeks risiko
sedang. (Sumber: ……). Tiga Kabupaten/Kota dengan skor yang paling tinggi adalah
Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku (skor 223.20), Majene, Provinsi Sulawesi Barat
(skor 217.62), dan Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara (skor 216.99).
Sementara itu, tiga yang memiliki skor terendah (berada pada kelas sedang) adalah
Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta (skor 49.89), Kepulauan Seribu, Provinsi DKI
Jakarta Tengah (skor 49.46), dan Mamberamo Tengah, Provinsi Papua (skor 44.80).

Peta Indeks Risiko Bencana Indonesia 2021

Sumber: Indeks Risiko Bencana Indonesia (2021)

Anda mungkin juga menyukai