Anda di halaman 1dari 5

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 29 TAHUN 2018


TENTANG
PEMBERDAYAAN INDUSTRI
LINGKUP: (PASAL 2)
1. Penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian Fasilitas kepada IKM;
2. Industri Hijau;
3. Industri Strategis;
4. Peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri; dan
5. Kerja Sama Internasional di Bidang Industri.

PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN DAN


PEMBERIAN FASILITAS KEPADA INDUSTRI KECIL DAN
MENENGAH
Pemberdayaan IKM untuk mewujudkan IKM yang: (PASAL 3)
1. Berdaya saing;
2. Berperan signifikan dalam penguatan struktur Industri Nasional;
3. Berperan dalam pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja; dan
4. Menghasilkan Barang dan/atau Jasa Industri untuk diekspor.
Untuk mewujudkan IKM tersebut maka:
1. Perumusan dan penetapan kebijakan;
2. Penguatan kapasitas kelembagaan;
dilakukan dengan: (PASAL 4)
a. Peningkatan kemampuan Sentra IKM, Unit Pelayanan Teknis, TPL, serta Konsultan
IKM; dan
Peningkatan Sentra IKM: (PASAL 5)
1) Membangun Sentra IKM;
2) Memfasilitasi pembentukan kepengurusan;
3) Meningkatkan kemampuan-kegiatan usaha; dan
4) Mendirikan Unit Pelayanan Teknis.
Peningkatan UPT: (PASAL 6)
1) Optimalisasi dan/atau restrukturisasi mesin/peralatan;
2) Pengembangan organisasi dan tata kerja Unit Pelayanan Teknis;
3) Peningkatan sumber daya manusia; dan/atau
4) Perluasan jejaring kerja.
Peningkatan TPL & Konsultan IKM: (PASAL 7)
1) Pendidikan dan pelatihan;
2) Pemagangan; dan/atau
3) Sertifikasi kompetensi.
b. Kerja sama dengan lembaga pendidikan, lembaga penelitian dan pengembangan, serta
asosiasi Industri dan asosiasi profesi terkait.
Kerjasama Lembaga Pendidikan: (PASAL 9)
1) Pendidikan dan pelatihan;
2) Pendirian Inkubator Wirausaha Industri;
3) Survei dan riset pasar; dan/atau
4) Pemanfaatan hasil riset.
Kerjasama Lembaga Penelitian: (PASAL 10)
1) Identifrkasi masalah teknis dan manajerial;
2) Identifikasi kebutuhan mesin dan peralatan;
3) Pengembangan desain dan produk;
4) Pemanfaatan laboratorium;
5) Survei dan riset pasar;
6) Pemanfaatan hasil riset; dan/atau
7) Sertifikasi kompetensi.
Kerjasama Dengan Asosiasi Industri: (PASAL 11)
1) Pengembangan pasar produk Sentra IKM;
2) Alih teknologi kepada IKM dan Unit Pelayanan Teknis;
3) Pengembangan sumber daya manusia;
4) Pemagangan; (PASAL 17)
a) Manajemen usaha;
b) Penguasaan teknologi;
c) Proses produksi dan tata letak mesin/peralatan;
d) Sistem mutu dan standar mutu;
e) Desain produk; dan/atau
f) Desain kemasan.
5) Pendampingan ke Sentra IKM dan Unit pelayanan
6) Teknis; dan/atau
7) Pembukaan akses ke sumber Bahan Baku bagi Sentra IKM.
3. Pemberian Fasilitas: (PASAL 13)
a. Peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan sertifikasi kompetensi;
b. Bantuan dan bimbingan teknis;
c. Bantuan bahan baku dan bahan penolong;
d. Bantuan mesin atau peralatan;
e. Pengembangan produk;
f. Bantuan pencegahan pencemaran lingkungan hidup untuk mewujudkan Industri Hijau;
g. Bantuan informasi pasar, promosi, dan pemasaran;
h. Akses pembiayaan, termasuk penyediaan modal awal bagi wirausaha baru;
i. Penyediaan kawasan industri untuk IKM yang berpotensi mencemari lingkungan hidup;
dan/atau
j. Pengembangan, penguatan keterkaitan, dan hubungan Kemitraan antara Industri Kecil
dengan Industri Menengah, Industri Kecil dengan Industri besar, dan Industri Menengah
dengan Industri besar, serta IKM dengan sektor ekonomi lainnya.dengan prinsip saling
menguntungkan.
INDUSTRI HIJAU
Standarisasi Industri Hijau terdiri dari: (PASAL 32)
1. Standar Industri Hijau; (PASAL 33)
a. Bahan baku, bahan penolong, dan energi;
b. Proses produksi;
c. Produk;
d. Manajemen pengusahaan; dan
e. Pengelolaan limbah.
Pemberlakuan Standar Industri Hijau dilakukan dengan mempertimbangkan: (PASAL 36)
a. Ketersediaan sumber daya alam;
b. Daya dukung lingkungan hidup.
Perusahaan Industri yang memenuhi Standar Industri Hijau diberikan Sertifikasi Industri
Hijau. (PASAL 37)
2. Sertilikasi Industri Hijau.
Lembaga Sertifikasi Industri Hijau dilaksanakan oleh Auditor Industri Hijau (yang memiliki
sertifikat Auditor Industri Hijau) (PASAL 39)
Pemerintah Pusat dan Daerah memprioritaskan penggunaan produk yang memiliki Sertifikat
Industri Hijau (PASAL 43)

INDUSTRI STRATEGIS
Industri Strategis terdiri atas Industri yang: (PASAL 44)
1. Memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup
orang banyak;
2. Meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; dan/atau
3. Mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara.
Industri Strategis dikuasai oleh Negara melalui:
1. Pengaturan kepemilikan;
Kepemilikan Industri Strategis oleh Pemerintah Pusat melalui: (PASAL 45)
a. Penyertaan modal seluruhnya oleh Pemerintah Pusat;
b. Pembentukan usaha patungan antara Pemerintah Pusat dan swasta (Pemerintah minimal
51% kepemilikan);
c. Pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing.
2. Penetapan kebijakan;
3. Pengaturan perizinan;
4. Pengaturan produksi, distribusi, dan harga;
Perusahaan Industri Strategis wajib melaporkan rencana dan realisasi produksi, kebutuhan
dan stok bahan baku, distribusi, dan harga produk kepada Menteri setiap 6 bulan dan/ atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan. (PASAL 52)
5. Pengawasan. (PASAL 53)
Pengawasan dilakukan terhadap status kepemilikan, pelaksanaan kebijakan, legalitas
perizinan, kegiatan produksi, distribusi, dan penerapan harga produk dari Industri Strategis.
PENINGKATAN PRODUK DALAM NEGERI
Peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri bertujuan untuk: (PASAL 55)
1. Memberdayakan Industri dalam negeri; dan
2. Memperkuat struktur Industri.
Lingkup pengaturan peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri meliputi: (PASAL 56)
1. Kewaajiban penggunaan Produk Dalam Negeri;
2. Upaya peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri oleh Badan usaha swasta dan
masyarakat;
3. TKDN;
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah besaran kandungan dalam negeri pada
Barang, Jasa, serta gabungan Barang dan Jasa.
4. Tim peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri;
5. Pembinaan dan pengawasan; dan
6. Penghargaan atas penggunaan Produk Dalam Negeri.

KERJASAMA INTERNASIONAL DI BIDANG INDUSTRI


Kerja Sama Internasional di Bidang Industri ditujukan untuk: (PASAL 78)
1. Pembukaan akses dan pengembangan pasar internasional;
2. Pembukaan akses pada sumber daya Industri;
3. Pemanfaatan jaringan Rantai Suplai Global sebagai sumber peningkatan produktivitas
Industri; dan
4. Peningkatan investasi.
Dalam rangka pengembangan Industri, Pemerintah Pusat melakukan Kerja Sama Internasional di
Bidang Industri, dengan : (PASAL 80)
1. Menyusun rencana strategis;
Rencana strategis sebagaimana dimaksud meliputi: (PASAL 81)
a. Sasaran kerja sama internasional;
b. Lingkup kerja sama internasional;
c. Strategi Kerja Sama Internasional di Bidang Industri; dan
d. Rencana aksi Kerja Sama Internasional di Bidang Industri.
Rencana Strategis disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau
kembali setiap 5 (lima) tahun.
2. Menetapkan langkah penyelamatan Industri; dan/atau
3. Memberikan fasilitas.
Pemberian fasilitas meliputi: (PASAL 87)
a. Bimbingan, konsultasi, dan advokasi;
b. Bantuan negosiasi;
c. Promosi Industri; dan
d. Kemudahan arus Barang dan Jasa.
SANKSI ADMINISTRATIF
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya memberikan sanksi administratif
bagi Industri yang melanggar Standar Industri Hijau. Sanksi administratif berupa: (PASAL 98)
1. Peringatan tertulis; (PASAL 99)
Peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 kali berturut-turut (tenggang waktu paling lama
3 bulan).
2. Denda administratif; (PASAL 100)
Apabila Perusahaan Industri tetap tidak memenuhi Standar Industri Hijau yang diberlakukan
secara wajib dalam jangka waktu peringatan tertulis maka Menteri, gubernur atau
bupati/wali kota mengenakan sanksi denda administratif (Paling banyak 3 Miliar Rupiah) dan
dibayarkan maksimal dalam 30 hari.
3. Penutupan sementara; (PASAL 102)
Perusahaan Industri yang tidak membayar denda administratif dalam jangka waktu dikenakan
sanksi administratif berupa penutupan sementara. Penutupan sementara ditangguhkan untuk
jangka waktu 6 (enam) bulan bagi Perusahaan Industri yang membayar denda administratif
4. Pembekuan izin usaha industri; (PASAL 104)
Instansi penerbit izin membekukan izin usaha Industri dari Perusahaan Industri yang
dikenakan sanksi administratif berupa penutupan sementara. Pembekuan izin usaha Industri
dikenai untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan.
5. Pencabutan izin usaha industri. (PASAL 105)
Apabila Perusahaan Industri tidak memenuhi Standar Industri Hijau yang diberlakukan
secara wajib sampai dengan berakhirnya sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha
Industri, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha Industri.
PASAL 106 Mengatur tentang sanksi Lembaga Verifikasi TKDN
PASAL 107 Mengatur tentang sanksi untuk pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan oleh badan
usaha milik negara, badan hukum lainnya yang dimiliki negara, badan usaha milik
daerah, dan badan usaha swasta yang melanggar PASAL 61.
PASAL 109 Mengatur tentang sanksi untuk pengadaan Barang/Jasa yang melanggar PASAL 61.

Anda mungkin juga menyukai