Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KUNJUNGAN PERUSAHAAN

KESELAMATAN KERJA
PT ITI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat


Pelatihan HIPERKES dan Keselamatan Kerja

Disusun Oleh Kelompok C4 :


dr. Rahmat Ilham
dr. Richard Axel
dr. Rizky Saniyyah Wahyuni
dr. Romi Akbar
dr. Sally Nadia Asda
dr. Salshabila La Rose Puspita
dr. Serapina Aolina Sayu
dr.St. Hardianty Ayu Resky
dr. T. Amirul Muttaqin
dr. Yanti Tri Utami
dr. Yuni Ruth Artha Silalahi
dr. Zoga Pratantia Tohari
drg. Baskoro Adianta Sitepu

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA
PERIODE 1 Mei – 6 Mei 2023
JAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan nasional di sektor industri sekarang ini berkembang semakin pesat
sejalan dengan kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi ini telah mendorong
meningkatnya penggunaan mesin-mesin, peralatan kerja dengan teknologi ini telah
mendorong meningkatnya penggunaan mesin-mesin, peralatan kerja dengan teknologi
modren dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi. Di satu pihak perkembangan
industri ini memberikan dampak yang positif dengan terciptanya lapangan pekerjaan
yang lebih luas. Namun, akibat percepatan proses industrialisasi dengan sendirinya akan
memperbesar resikonya bahaya yang terkandung dalam industri, timbulnya Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan potensi kecelakaan kerja semakin besar.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan standar kerja yang harus
dipenuhi oleh suatu perusahaan guna menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif dengan mengendalikan berbagai resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja.
Ruang lingkup K3 terdiri dari aspek tenaga kerja, sistem kerja, sarana dan prasarana
perusahaan. Sistem manajemen K3 (SMK3) wajib diterapkan oleh perusahaan di
Indonesia dan memiliki landasan hukum yang diatur dalam UUD 45 pasal 27 ayat 2,
Undang-undang No.1 tahun 1970, Undang-undang No.13 tahun 2003 dan Permenaker
No. 05/Men/1996.
Berbagai macam permasalahan di bidang K3 masih banyak ditemukan terutama
di negara berkembang seperti Indonesia. Masalah yang masih ditemukan antara lain
kurangnya perhatian dari semua pihak akan pentingnya keselamatan kerja, masih
tingginya angka kecelakaan kerja dan rendahnya komitmen dari pemilik dan pengelola
usaha. Hal ini juga berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk dapat bersaing
secara global.
Salah satu kegiatan dalam pelatihan hiperkes yang diselenggarakan oleh Pusat K3
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI adalah melakukan kunjungan ke
perusahaan PT ITI (Persero) yang memiliki jenis usaha dalam bidang kosmetik. Melalui
laporan ini kami menyampaikan hasil inspeksi secara obyektif dan subyektif pada PT ITI
(Persero) beserta hasil analisa data dan pemecahan masalah yang kami temukan terkait
penerapan SMK3 di perusahaan tersebut.
1.2 Dasar Hukum
1. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
2. UU RI No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
3. UU Uap tahun 1930.
4. Peraturan Uap tahun 1930.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 01/MEN/1980
tentang Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 04/MEN/1980
tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 01/MEN/1982
tentang Bejana Tekanan.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga
dan Produksi.
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 05/MEN/1985 tentang Pesawat
Angkat-angkut.
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 02/MEN/1989 tentang Pengawasan
Instalasi Penyalur Petir.
11. Keputusan Menteri TenagaKerja RI No. Kep 186/MEN/1999 tentang
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
12. Keputusan Menteri TenagaKerja RI No. Kep 187/MEN/1999 tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya.
13. Keputusan Menteri TenagaKerja RI No. Kep 75/MEN/2002 tentang Pemberlakuan
SNI No SNI 04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000
(PUIL 2000) di Tempat Kerja.
14. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan
nomor 113 Tahun 2006 tentang Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas K3
Ruang Terbatas
15. Surat Keputusan DirekturJenderal Pembinaan dan Pengawasan ketenagakerjaan
Nomor 45/DJPPK/IX/2008 tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Bekerja pada Ketinggian dengan Menggunakan Akses Tali (rope access).
1.3 Profil Perusahaan
A. Sejarah
Perusahaan didirikan sebagai evolusi dari kerja sama PN Telekomunikasi dan
Siemens AG pada tahun 1966. Kerja sama ini berlanjut pada pembentukan Pabrik
Telepon dan Telegraf (PTT) sebagai bagian dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Pos dan Telekomunikasi (LPP Postel) pada tahun 1968.
Pada tahun 1974, bagian ini dipisahkan dari LPP Postel menjadi sebuah Perseroan
Terbatas yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Postel. Pendirian Perusahaan
ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No: 34 tahun 1974
tertanggal 23 September 1974 tentang Penyetoran Modal Negara Republik Indonesia
untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Industri Telekomunikasi dan
Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.: Kep- 1771/MK/IV/12/1974
tertanggal 28 Desember 1974 tentang Penetapan Modal Perusahaan Perseroan.
Anggaran Dasar Perusahaan dibuat oleh Akta Notaris Pengganti Warda Sungkar
Alurmei, S.H., Nomor 322 tertanggal 30 Desember 1974 dan telah disahkan oleh Menteri
Kehakiman Republik Indonesia No. Y.A.5/273/10 tertanggal 1 Agustus 1975,
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Akta Notaris Muhammad
Hanafi, S.H., Nomor: 34 tanggal 28 Februari 2017, dan telah mendapat persetujuan
berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
No. : AHU-AH.01.03-0114165, tahun 2017 tertanggal 07 Maret 2017.
Proses industri modern di Indonesia dimulai pada tahun 1970-an dengan tokoh
sentral, B.J. Habibie, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi
pada tahun 1974. Pada era ini muncul strategi penguasaan teknologi dan pengembangan
industri.
Reorganisasi berlangsung secara bertahap, sampai akhirnya melalui Keputusan
Presiden No. 44 Tahun 1989 tentang Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS). Badan
ini menjadi tonggak awal dalam proses industrialisasi strategis modern dan berperan
dalam membina, mengelola, dan mengembangkan 10 industri strategis, salah satunya
adalah PT ITI (Persero).
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN No.: 036/MPBUMN/1988, PT
ITI (Persero) dimasukkan ke dalam kelompok Industri Strategis. Pada 17 Januari 1998
dikeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 tahun 1998 yang
menghilangkan peran departemen teknis dalam mengelola badan usaha milik negara
(BUMN). Sebagai tindaklanjutnya, pembinaan PT ITI (Persero) beralih ke Kementerian
Negara Pendayagunaan BUMN.
Pada tahun yang sama BPIS mengalihkan statusnya menjadi perusahaan induk
dengan nama PT Bahana Pakarya Industri Strategis (Persero) atau PT BPIS, dan 10
BUMN strategis menjadi anak perusahaannya, termasuk PT ITI (Persero). Kondisi ini
berakhir pada tahun 2002, di mana PT BPIS dibubarkan pada bulan Maret 2002 sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2002. Selanjutnya, pengasuhan dan
koordinasi PT ITI dikembalikan ke Kementerian Pemberdayaan BUMN.

B. Visi dan Misi


1. Visi: Menjadi perusahaan teknologi terpercaya dengan cakupan industri yang
luas dan berkualitas
2. Misi :
a) Menciptakan bisnis berkelanjutan dengan menerapkan operational excellence
b) Membangun kerja sama strategis dengan mitra global untuk memperkuat
produk lokal yang handal
c) Mempersiapkan talenta digital untuk membangun industri dan ekosistem
yang kuat dan mampu diandalkan oleh pemangku kepentingan

C. Jumlah pegawai perusahaa


Jumlah pegawai pada perusahaan ini sebanyak 236 orang, yaitu:
1. Karyawan Tetap: 192
2. Karyawan Tidak Tetap: 35
3. Direksi, Dewan Komisiaris Staff, dan Dewan Komisiaris: 9

D. Sektor Usaha
Perusahaan ini menjalankan lini bisnis ini dengan membuat Kabel Serat Optik,
Smart Energy Devices, dan Tabung Liquid Petroleum Gas (LPG) Composite. Perusahaan
juga merakit perangkat cerdas untuk lini produk Broadband dan Smart Energy, kartu
cerdas, dan genuine product.
1. Manufacture and Assembly
Kabel Serat Optic, Smart Energy Device, Tabung Liquid Petroleum Gas (LPG),
Composite, Broadband, Smart Energy. Smart Card, Genuine Product
2. Manage Service
Maintenance, Repair, Seat Management, Spare Part Management, dan Share
Service Operation
3. Digital Service
Business to Business Commerce SIPLah, Smart Hospital Management System,
Big Data Analytic, Internet of Things, Cyber Defense dan System, Pemerintahan
Berbasis Elektronik.
4. System Integrator
Penyebaran Serat Optik, Pengembangan Penerangan Jalan Umum dan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya serta Automatic Dependent Surveilance-Broadcast
(ADS-B)
E. Jam Kerja
Jam kerja pada perusahaan ini pukul 07.30 s.d 15.30 WIB.
F. Alamat Perusahaan
Gedung Kantor Pusat PT INTI (Persero), Lantai 4 Jl. Moch. Toha No. 77 Bandung, 40253
G. Asuransi
BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
H. Sertifikasi perusahaan
1) ISO 9001:2015 Sucofindo International Certification Services QSC 01480 16
Agustus 2017 - 15 Agustus 2020
2) ISO 14001:2015 Sucofindo International Certification Services EMS 00270 16
Agustus 2017 - 15 Agustus 2020
3) OHSAS 18001:2007 Sucofindo International Certification Services OSH 00452 16
Agustus 2017 - 15 Agustus 2020
4) CIQS 2000:2009 Telkom Professional Certification Center 4 September 2017 - 4
September 2020
5) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Bendera Emas 16 Mei 2016 - 15 Mei 2019
6) Penghargaan Kecelakaan Nihil Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia 1

I. Kelembagaan dan struktur P3K

Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Industri Telekomunikasi Indonesia


1.4 Alur Produksi
Alur pembuatan tabung LPG mengacu pada standar nasional Indonesia (SNI),
yaitu sebagai berikut:
(1) Pressing 200 & 250 ton
Pembentukan dilakukan dengan cara di-press (deep drawing) dan hasilnya
merupakan komponen dari badan tabung pada bagian atas dan bawah (top and bottom)
(2) Flanching
Proses pembengkokan di mana bagian ujung lembaran logam ditekuk dengan
sudut 90 derajat.
(3) Footring welding
Pengelasan Kaki Tabung Gas, pemasangan cincin leher (neck ring) dilakukan
dengan cara pengelasan menggunakan las busur logam (gas metal arc welding);
sambungan las antara top dan bottom terhadap badan silinder berbentuk sambungan las
tumpang
(4) Handguard welding
Pengelasan Pegangan tabung gas, penyambungan pegangan tangan dan cincin
kaki dengan badan tabung dilakukan dengan cara pengelasan busur listrik (shielded metal
arc welding) dengan bentuk las sudut (fillet)
(5) Neck Ring welding
Pengelasan Leher tabung gas
(6) Circumferential welding (Pengelasan Bundaran tabung gas)
Pengelasan pada butir 4, 5 dan 6 harus dilakukan oleh juru las atau operator las
yang memenuhi standar kompetensi juru las. Setiap tabung harus mendapatkan perlakuan
panas untuk pembebasan tegangan sisa (annealing), yaitu pada suhu 6300 C sekurang-
kurangnya 20 menit
(7) Hydrostatic test
Salah satu cara pengujian kekuatan dan kebocoran pada bejana tekan atau
pressure
vessel
(8) Shotblasting
Proses pembersihan material dengan menggunakan semprotan media shot. Teknik
yang digunakan untuk tujuan finishing permukaan.Untuk mencegah timbulnya karat pada
permukaan luar tabung harus dilakukan perlindungan dengan menggunakan pelapisan
cat.
(9) Pasang Valve (Pasang katup)
(10) Leak test
Pengujian tingkat kebocoran yang terjadi pada saat valve berada pada kondisi
tertutup rapat
(11) Numerator
Alat untuk menambahkan nomor atau angka berurutan pada lembaran dokumen
tanpa harus menuliskannya manual

Gambar 2. Alur Produksi PT. ITI


1.5 Landasan Teori

Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu
dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau
nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan
keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan
pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan (Syaaf, 2007).

Menurut Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang (1991:22 dan 139) menyatakan
keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak
selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan sedangkan kesehatan kerja yaitu
terhindarnya dari penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya.
Sedangkan pendapat Leon C Meggison yang dikutip oleh Prabu Mangkunegara
(2000:161) bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah yaitu resiko keselamatan
dan resiko kesehatan. Dalam kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan, yaitu
keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan,
kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek
dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik,
terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan
pendengaran. Semua itu sering dihubungan dengan perlengkapan perusahaan atau
lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan
latihan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan adalah suatu usaha untuk
mencegah terjadinya kecelakaan sehingga manusia dapat merasakan kondisi yang aman
atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian terutama untuk para pekerja
konstruksi. Agar kondisi ini tercapai di tempat kerja maka diperlukan adanya
keselamatan kerja. Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya
dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(Purnama, 2010).

Keselamatan kerja adalah faktor yang sangat penting agar suatu proyek dapatberjalan
dengan lancar. Dengan situasi yang aman dan selamat, para pekerja akan bekerjasecara
maksimal dan semangat. Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari
resiko kecelakaan dan kerusakan di tempat kerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja (Simanjuntak,
1994).

Menurut Suma’mur pada tahun 1993 keselamatan kerja adalah keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Kemudian pada
tahun 2001 Suma’mur memperbaharui pengertian dari keselamatan kerja yaitu rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Pengertian di atas hampir sama dengan pengertian yang dikemukakan oleh


Mangkunegara (2002), bahwa secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai
ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan
pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar
dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan Alat
Pelindung Diri (APD), perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.

Slamet (2012) juga mendefinisikan tentang keselamatan kerja. Keselamatan kerja


dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan.
Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan
selama bekerja, karena tidak yang menginginkan terjadinya kecelakaan di dunia ini.
Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan lingkungan di mana
pekerjaan itu dilaksanakan.

Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

a) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja

b) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.

c) Teliti dalam bekerja

d) Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.

Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja seperti
pernyataan Jackson (1999) bahwa keselamatan adalah merujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan.

Dalam melaksanakan K3, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:
1. Identifikasi potensi bahaya
Merupakan tahapan yang dapat memberikan informasi secara menyeluruh dan mendetail
mengenai risiko yang ditemukan dengan menjelaskan konsekuensi dari yang paling
ringan sampai dengan yang paling berat. Pada tahap ini harus dapat mengidentifikasi
hazardyang dapat diramalkan (foreseeable) yang timbul dari semua kegiatan yang
berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan terhadap:
1) Karyawan
2) Orang lain yang berada di tempat kerja
3) Tamu dan bahkan masyarakat sekitarnya
Pertimbangan yang perlu diambil dalam identifikasi risiko antara lain :
1) Kerugian harta benda (Property Loss)
2) Kerugian masyarakat
3) Kerugian lingkungan
Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Apa yang terjadi hal ini dilakukan untuk mendapatkan daftar yang komprehensif
tentang kejadian yang mungkin mempengaruhi tiap-tiap elemen.
2) Bagaimana dan mengapa hal itu bisa terjadi setelah mengidentifikasi daftar
kejadian sangatlah penting untuk mempertimbangkan penyebab-penyebab yang
mungkin ada/terjadi.
3) Alat dan tehnik metode yang dapat digunakan untuk identifikasi risiko antara lain
adalah:
a. Inspeksi
b. Check list
c. Hazops (Hazard and Operability Studies)
d. What ife. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
f. Audits
g. Critical IncidentAnalysis
h. Fault Tree Analysis
i. Event TreeAnalysis
j. Dan lain-lain dalam memilih metode yang digunakan tergantung pada tipe dan
ukuran risiko.
2. Penilaian Risiko
Terdapat 3 ( tiga) sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan penilaian risiko di
tempat kerja yaitu untuk :
a. Mengetahui, memahami dan mengukur risiko yang terdapat di tempat kerja;
b. Menilai dan menganalisa pengendalian yang telah dilakukan di tempat kerja;
c. Melakukan penilaian finansial dan bahaya terhadap risiko yang ada;
d. Mengendalikan risiko dengan memperhitungkan semua tindakan penanggulangan
yang telah diambil.
3. Pengendalian Risiko
Pengendalian dapat dilakukan dengan hirarki pengendalian risiko sebagai berikut:
1) Eliminasi menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya
2) Substitusi
a. Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta
b. Proses menyapu diganti dengan vakum
c. Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen
d. Proses pengecatan spraydiganti dengan pencelupan
3) Rekayasa Teknik
a. Pemasangan alat pelindung mesin (machine guarding)
b. Pemasangan general dan local ventilation
c. Pemasangan alat sensor otomatis
4) Pengendalian Administratif
a. Pemisahan lokasi
b. Pergantian shift kerja
c. Pembentukan sistim kerja
d. Pelatihan karyawan
5) Alat Pelindung Diri
BAB II
PELAKSANAAN

2.1 Tanggal dan Waktu


Kunjungan perusahaan ke PT ITI dilakukan pada hari Rabu, tanggal 03 Mei 2023
pukul 13.00 - 15.00 WIB.
2.2 Lokasi Pengamatan
PT ITI, Bandung, JAWA BARAT
BAB III
HASIL PENGAMATAN

3.1 Mesin, Pesawat dan Alat Kerja yang digunakan

No Mesin, Pesawat, & Keterangan


Alat Kerja

1 Material bahan tabung Material dasar pembuatan tabung Gas


(plat Baja)

2 FC Inside Proses pemasukan material plat besi

3 Mesin Blanking Digunakan untuk proses pemotongan sheet metal


tujuan untuk mendapatkan hasil potongnya atau blank.
Sisanya akan dibuang sebagai sampah (scrap skeleton)

4 Mesin Pressing (Deep Digunakan untuk mengepress plat baja menjadi bentuk
Drawing) seperti mangkuk. Pembentukannya dengan cara
melakukan penekanan dengan sebuah penekan (punch)
ke dalam rongga cetakan (dies)

5 Mesin Flanging Digunakan untuk proses pembengkokan dimana


bagian ujung lembaran logam ditekuk dengan sudut 90
derajat, penekukan tepi atau ujung biasanya untuk
membentuk flensa dan berfungsi untuk memperkuat
lembaran logam (baja)

6 Mesin Footring Welding Digunakan untuk proses pengelasan pada bagian kaki
tabung

7 Mesin Handgruad Digunakan untuk proses pengelasan pada bagian


Welding handle

8 Mesin Neckring Welding Digunakan untuk proses pengelasan rumah valve pada
bagian upper

9 Mesin Crycumferensial Digunakan untuk proses pengelasan melingkar antara


Welding button dengan upper

10 Mesin Batt Welding Digunakan untuk proses pembentukan pengelasan


bentuk ring untuk kaki tabung

11 Mesin Joggling Digunakan untuk proses pembuatan jog atau tangga


pada bottom tube agar pada proses pengelasan mudah
dan lebih kuat

12 Mesin Feeding to HT Digunakan untuk proses pengerasan material

13 X-Ray Untuk mengetahui hasil pengelasan


14 Annealing Mengembalikan kondisi material setelah selesai
pengelasan (perlakuan bebas tegangan)

15 Short Finish Untuk membuat pori-pori sebagai daya rekat powder

16 Alat Hidrostatik Digunakan menguji kekuatan dan mengetahui


Test/Leak Test kebocoran pada bagian yang dilas. Pengujian
melibatkan pengisian tabung dengan cairan, biasanya
air yang dicelup untuk membantu dalam deteksi
kebocoran visual, dan tekanan pada bejana dengan
tekanan uji yang ditentukan

17 Mesin Shootblasting Digunakan untuk proses membersihkan permukaan


tabung gas sebelum dilakukan pengujian hidrostatik
dan pengecatan agar pengecatan menjadi sempurna

18 Mesin Powder Coating Digunakan sebagai pelapisan awal sebelum


pengecatan

19 Mesin Painting Digunakan untuk pengecatan membuat tabung LPG


lebih menarik dan tabung gas menjadi tidak mudah
berkarat, dengan cara melapisinya dengan lapisan anti
karat (cat).

20 Valve Assembling Digunakan untuk pemasangan valve

21 Finishing :
· Mesin Marking · Digunakan untuk pemberian label
· Numerator · Digunakan untuk proses pemberian nomor seri pada
tabung gas

3.2 Bahan dan proses kerja terkait K3

Bahan-bahan baku yang digunakan sudah sesuai dengan standar yang berlaku:

● Badan tabung sesuai dengan SNI 07-3013-2006 (material plat baja SG 295).
● Cincin leher sesuai dengan JIS G 4051 (baja karbon kelas S17C-S45C).
● Cincin kaki sesuai dengan SNI 07-0722-1989 (material plat baja SS 400).
● Pegangan tangan sesuai dengan SNI 07-0722-1989 (material plat baja SS 400).

Proses kerja di bagian produksi terdiri atas beberapa tahapan:

1. Pressing: proses pembentukkan plat menjadi setengah tabung.


2. Flanching: proses pembutan lubang bagian atas tabung.
3. Foot-ring welding: proses pengelasan untuk menyambung plat dudukan ke bagian
tabung bagian bawah.
4. Hand-guard welding: proses pemotongan dan proses pembuatan lubang pada
bagian pegangan atas bagian tabung.
5. Neck-ring welding: pengelasan rumah valve pada bagian atas tabung.
6. Circumferential welding: proses pengelasan melingkar pada bagian tabung atas
dan bawah.
7. Hydrostatic test: pengujian dengan tekanan tertentu menggunakan media air
sebagai pengujinya untuk mengetahui kekuatan suatu material dan adanya
kebocoran.
8. Shotblasting: proses pembersihan dengan cara menembakkan partikel pasir ke
permukaan material, menimbulkan gesekan atau tumbukan sehingga menjadi
bersih dan kasar.
9. Pemasangan valve: proses pengencangan katup pada bagian atas tabung.
10. Leak test: proses pencelupan tabung ke dalam air supaya mengetahui kebocoran
bagian yang dilas.
11. Numerator: pencetakkan nomor pada hand-guard.

Tidak didapatkan informasi cukup mengenai proses kerja di bagian pre, selama, dan post
produksi, terutama yang berkaitan dengan K3.

3.3 Landasan Kerja


Lantai bangunan pabrik tempat bekerja terbuat dari semen tidak tampak lubang,
keretakan, basah/genangan air di lantai dan tidak terlihat licin.
3.4 SOP Kerja

PROSES KEMUNGKINAN UPAYA PENCEGAHAN


KERJA KECELAKAAN KERJA

Pressing (200 Tangan terjepit mesin, gangguan Penggunaan APD (sarung


dan 250 Ton) pendengaran (NIHL), varises tangan dan masker),
penggunaan earplug, adanya
pressing time

Flanching Luka akibat benda tajam, tangan Penggunaan APD (sarung


terjepit mesin, gangguan tangan dan masker), adanya
pendengaran (NIHL) pressing time, penggunaan
earplug

Footring Trauma gram gerinda pada mata, Penggunaan APD (sarung


Welding luka bakar, luka akibat benda tangan, goggles, masker),
tajam, gangguan pendengaran penggunaan earplug
(NIHL), trauma inhalasi
Handguard Trauma gram gerinda pada mata, Penggunaan APD (sarung
Welding luka bakar, luka akibat benda tangan, goggles, masker),
tajam, trauma inhalasi, varises adaya tempat duduk untuk
istirahat

Necking Trauma gram gerinda pada mata, Penggunaan APD (sarung


Welding luka bakar, luka akibat benda tangan, goggles, masker)
tajam, trauma inhalasi

Circumferential Trauma mata, tangan terjepit Penggunaan APD (sarung


Welding mesin, luka bakar, luka akibat tangan, goggles, masker),
benda tajam, trauma inhalasi pemeriksaan mesin berkala

Hydrostatic Test Tertimpa tabung gas, jatuh Penggunaan APD (sarung


terpeleset, varises tangan, sepatu boots)

Short Blasting Tangan terjepit mesin, luka akibat Penggunaan APD (sarung
benda tajam, trauma mata, tangan, goggles, masker),
keracunan, varises, nyeri pemeriksaan mesin berkala
punggung bawah (Low Back Pain)

Pasang Valve Tangan terjepit mesin Penggunaan APD (sarung


tangan, goggles, masker,
sepatu boots)

Leak Test Tertimpa tabung gas, jatuh Penggunaan APD (sarung


terpeleset tangan, sepatu boots)

Numerator Tertimpa tabung gas, jatuh Penggunaan APD (sarung


terpeleset, tangan terjepit mesin tangan, goggles, masker,
sepatu boots)

3.5 Instalasi Listrik


Jaringan perlengkapan listrik yang membangkitkan, memakai, mengubah, mengatur,
mengalihkan,mengumpulkan atau membagikan tenaga listrik — Permenaker Nomor 12
tahun 2015. Kemungkinan kecelakaan kerja yaitu:

1. Sengatan listrik, upaya yang harus dilakukan adalah pemeriksaan dan pengujian
berkala instalasi listrik.

2. Kebakan/ledakan, upaya yang harus dilakukan adalah Pemasangan dan penataan


instalasi listrik pada tempat yang jauh dari kegiatan yang dapat memicu kecelakaan
akibat arus listrik.

3. Terkena percikan bunga api penggunaan APD, (misalnya: google/ face shield,
baju lengan panjang, sarung tangan, sepatu khusus).
3.6 Prasarana Kerja lain
Pada PT ITI terdapat prasarana kerja lain seperti Pengangkat Tabung ( Forklift ).
Kemungkinan kecelakaan kerja yang terjadi tabung terjatuh mengenai pekerja atau alat
kerja, Forklift menabrak pekerja atau alat kerja.
Upaya pencegahan adalah menghitung kapasitas maksimal beban yang dapat diangkut
forklift, Melakukan pemeriksaan dan perawatan forklift berkala, membuat jalur khusus
forklift, operator forklift harus yang berlisensi, pemeriksaan kesehatan berkala operator
forklift
Forklift adalah kendaraan industri yang memiliki kemampuan untuk mengangkut barang
dan material di bagian depan. Forklift memiliki garpu yang dapat dinaikkan/diturunkan
dan dimasukkan di bawah kargo untuk mengangkat dan memindahkan barang.
Berdasarkan mekanisme yang memungkinkan forklift melakukan fungsi
pengangkatannya terdapat dua forklift yang paling umum : silinder hidrolik dan katrol
rantai rol.
3.7. Konstruksi Tempat Kerja
● Akses keluar-masuk ruangan terlihat terdiri dari 1 (satu) lobi utama dan 3
(tiga) pintu masing-masing di kedua sisi samping dan belakang dua
gedung utama. Tidak didapatkan informasi adanya fitur automatisasi
buka-tutup dan perlindungan terhadap potensi kebobolan di akses-akses
keluar-masuk ini. Terlihat pula adanya akses ke rooftop yang cukup luas.
● Penerangan pada tempat kerja dan lingkungan kerja tampak cukup.
Terdapat jendela kaca di hampir tiap ruang dan lantai, dengan lampu
penerangan yang cukup. Tempat-tempat umum yang sering dilalui orang
seperti lobi, lorong-lorong, dan tangga-tangga, telah dilengkapi dengan
penerangan yang cukup dan jendela kaca yang lebar, beberapa di
antaranya diperalati dengan filter antisurya.
● Terdapat sistem pendingin sentral dan lokal di gedung utama.
● Berdasarkan pengamatan melalui media-media sosial, secara umum
gedung memiliki tata ruang yang rapi, tidak ada barang barang yang
berantakan menghalangi akses jalan, mekipun terdapat beberapa keluhan
yang tertulis di halaman Google Map perusahaan mengenai
kebersihannya.
● Terdapat tempat parkir dan halaman cukup luas di bagian depan gedung
yang berguna sebagai titik kumpul jika terjadi suatu insiden.
● Tampak tanda-tanda peringatan di pintu gerbang utama dan tempat-tempat
tertentu.
● Tempat kerja pada bagian produksi tidak memiliki akses ventilasi ke
ruang terbuka, tetapi tempat kerja telah dilengkapi dengan exhaust
internal yang berguna untuk membuang komponen bahan berbentuk gas,
baik yang berbahaya maupun tidak.
● Terlihat kurangnya penerangan di tempat kerja bagian produksi.
● Tempat makan/kantin dan sanitasi di tempat kerja bagian produksi sulit
dinilai karena kurangnya informasi.
● Tidak terdapat informasi cukup mengenai rencana penanggulangan dan
rute keluar saat kebakaran.
● Tidak didapatkan informasi terhadap jaminan keselamatan peralatan,
bahan dan benda-benda dalam ruangan.

3.8 Sarana Penanggulangan Kebakaran


Pada PT ITI untuk sarana penanggulangan kebakaran tidak ada.
1. Tidak terlihat APAR
2. Tidak terlihat tanda dilarang merokok, mudah terbakar, dan lainnya
3. Tidak terlihat alat deteksi asap
Kemungkinan kecelakaan kerja : Apabila terjadi kebakaran sulit ditangani dengan cepat,
kebakaran dapat terjadi apabila pekerja merokok, apabila terjadi kebakaran deteksi akan
terlambat
Peraturan Menteri tenaga kerja dan Transmigrasi Nomor 04/MEN/1980 menggolongkan
kebakaran menjadi empat kelas, yakni kelas A,B,C,D. Sementara itu National Fire
Protection Association (NFPA) menggolongkan kebakaran menjadi lima kelas, yaitu
kelas A,B,C,D dan K. Keduanya menggolongkan berdasarkan jenis penyebab kebakaran.
Kelas A
Kebakaran kelas A terjadi pada benda padat, kecuali logam. Misalnya kebakaran
pada plastik, kertas, kain dan kayu. Alat pemadam yang tepat untuk jenis kebakaran ini
adalah busa (foam), CO2, serbuk kimia (dry powder), pasir, air, dan uap air.
Kelas B
Kebakaran kelas B terjadi pada benda cair, gas, dan uap yang mudah terbakar.
Misalnya pada bensin, solar, kerosin, alkohol, minyak tanah, dan elpiji. Kebakaran jenis
ini tidak boleh dipadamkan dengan menggunkan air yang cair dan dapat menjadi media
material yang mudah terbakar untuk mengalir hingga memperluas area kebakaran. Alat
pemadam yang tepat adalah busa (foam), serbuk kimia (dry powder), dan pasir atau tanah
untuk area kebakaran yang kecil.
Kelas C
Kebakaran kelas C terjadi pada instalasi listrik bertegangan. Kebakaran biasanya
terjadi karena korsleting listrik yang memunculkan percikan api sehingga membakar
benda disekitarnya. Kebakaran kelas C tidak boleh dipadamkan dengan menggunakan
air. Hal ini karena air merupakan penghantar listrik yang dapat menyebabkan orang
disekitar tersengat listrik. Jenis pemadam yang tepat adalah CO2 dan serbuk kimia (dry
powder).
Kelas D
Kebakaran kelas D terjadi paa logam padat seperti aluminium, kalium
magnesium, dan sebagainya. Jenis kebakaran ini tergolong berbahaya sehingga media
pemadam yang dapat digunakan terbatas, yaitu serbuk kimia khusus (sodium klorida) dan
grafit.
Kelas K
Kelas kebakaran terjadi pada bahan maknaan dan disebbakan oleh konsentrasi
lemak yang tinggi, jenis kebakaran ini sering terjadi di dapur dan Sebagian besar besar
mengkategorikan dengan kebakaran kelas B karena meyangkut benda cair, gas, dan uap
yang mudah terbakar. Media yang tepat untuk memadamkan menggunakan serbuk kimia
(dry powder) dan CO2.
Untuk menggunakan APAR selalu berpedoman pada istilah PASS :
1. Pull (P) = Tarik pin pengaman pada saat menarik tuas jangan ditekan
2. Aim Nozzle (A) : Arahkan corong kesumbu api
3. Squeeze (S) : Tekan hendle, jangan berhenti menekan sebelum apinya padam
4. Sweep (S) : Sapukan dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri
Gambar 3.1 Petunjuk Penggunaan APAR
3.8 Rambu- Rambu Peringatan
Aspek penentu pemilihan Rambu peringatan
1. Mengidentifikasi bahaya
2. Menentukan kontrol apa yang dibutuhkan
3. Menentukan jenis rambu dan indikator apa yang perlu digunakan
3.9 Alat Pelindung Diri
Pada saat masuk ke bagian produksi perusahaan dapat dilihat bahwa alat pelindung
diri yang dipakai tenaga kerja berupa:
1. Penutup Kepala
Penutup kepala yang digunakan terbuat dari kain dan ada sebagian yang tidak
menggunakan penutup kepala. Seharusnya menggunakan helm (ABS,PE,PP)
2. Masker
Tampak sebagian pekerja tidak menuggunakan masker yang mana akan
meningkatkan penyakit akibat kerja karena pekerja sedang berada di proses
pembuatan tabung gas dari baja.
3. Sarung Tangan
Tenaga kerja menggunakan sarung tangan sebatas pergelangan tangan.
4. Sepatu
Sepatu yang digunakan tenaga kerja sepertinya terbuat dari kain dengan sedikit
bagian karet dibawahnya.
5. Pelindung Mata
Tampak pekerja epertinya sebagian menggunakan kacamata bukan kacamata
standart APD seperti google,eyeware, faceshield. Hal ini bisa menyebabkan
penyakit akibat kerja karena sinar UV dari mesin las baja dan kecelakaan akibat
kerja karena bisa terjadi percikan pengelasan dan percikan cat tabung gas
mengenai mata
Alat pelindung diri yang telah dijelaskan di atas diwajibkan untuk setiap pekerja
untuk menggunakannya dengan baik dan benar. Apabila terdapat pekerja yang tidak
menggunakan APD sesuai dengan ketentuan yang diterapkan atau APD tidak lengkap,
maka ada sanksi sesuai dengan aturan yang ada.

3.7. Tanggap Darurat dan Jalur Evakuasi


Tanda peringatan akan dibunyikan atau dinyalakan apabila terdapat bencana alam
ataupun kebakaran. Selain itu alarm kebakaran automatic dan APAR harus tersedia di
tiap ruangan. Jalur evakuasi adalah rute yang didesain khusus untuk menghubungkan
ruangan atau bangunan pada daerah aman jika terjadi bencana alam atau insiden
kebakaran. Daerah aman jalur evakuasi adalah ruangan terbuka yang jauh dari jangkauan
gedung atau pepohonan besar seperti lapangan maupun lahan parkir. Jalur evakuasi
adalah termasuk rute pendek yang langsung menghubungkan lantai tertentu pada
bangunan ke area terbuka.
Sehubungan dengan itu, menurut Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005
tentang Bangunan Gedung, setiap bangunan di luar rumah tinggal tunggal dan rumah
deret sederhana wajib menyediakan jalur evakuasi. Selain itu, ketentuan tentang jalur
evakuasi adalah Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 07
Tahun 2015 Tentang Rambu dan Papan Informasi Bencana juga membahas terkait
kewajiban memasang sign jalur evakuasi.
Sign atau rambu arah jalur evakuasi digunakan untuk menginformasikan secara
jelas tentang arah titik kumpul. Warna yang dipakai adalah hijau dengan garis tepi,
lambang, warna huruf, atau angka putih. Namun berdasar pengamatan tidak ditemui
adanya tanggap darurat dan jalur evakuasi.
Gambar 3.2 Rambu Arah Jalur Evakuasi

3.11 Kejadian Kecelakaan Kerja


1. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang
dapat menimbulkan korban manusia dan harta benda. (Permenaker No.
Per-03/Men/1998, Bab 1 Pasal 1 ayat 1).
2. Banyak jenis kejadian kecelakaan baik yang tidak menimbulkan korban (nyaris celaka)
atau menimbulkan korban, hendaknya dilaporkan secara benar → mengetahui penyebab
utama seperti aktivitas dan/ atau kondisi yang tidak aman, serta penyebab pendukung
seperti pelaksanaan SMK3 yang kurang, kondisi mental/ fisik pekerja yang kurang baik
→ dilakukan tindak lanjut sebagai upaya pencegahannya.
3. Berdasarkan pengamatan di lapangan ditemukan hal-hal yang berpotensi berbahaya dan
berisiko menimbulkan kecelakaan kerja seperti tangan terjepit mesin, trauma gram
gerinda pada mata, luka bakar, dll, namun sejauh ini belum didapatkan data terkait kasus
kecelakaan kerja di PT ITI (Persero).

3.11.1 Identifikasi Potensi Bahaya


Identifikasi Bahaya
● Bahaya adalah sumber atau keadaan yang berpotensi terjadinya kerugian dalam
bentuk cedera atau penyakit
● Identifikasi bahaya adalah proses mengendalikan adanya suatu bahaya dan
menetapkan karakteristiknya

Daftar Potensi Bahaya


● Terpeleset, jatuh dari ketinggian, kejatuhan benda asing, ruang untuk kepala yang
kurang, bahaya dari mesin, bahaya dari kendaraan, kebakaran dan ledakan, zat yang
terhirup, zat yang mencederai mata, zat yang melukai kulit, bahaya listrik, radiasi,
getaran, bising, pencahayaan, lingkungan terlalu panas, kegiatan kontraktor, huru
hara

3.11.2 Identifikasi Potensi Bahaya


3.12 Personil Keselamatan Kerja
Perseroan senantiasa memandang karyawan sebagai aset yang memiliki peranan
besar dalam mendukung berlangsungnya bisnis usaha di masa depan. Sehingga perseroan
selalu mengupayakan terpenuhinya hak seluruh karyawan baik dalam kesejahteraan,
Kesehatan hingga keselamatan saat bekerja.
Perseroan membentuk tim P2K3 yaitu Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Kompetensi karyawan di bidang K3, khususnya bagi yang memiliki tugas di
bidang K3 terus ditingkatkan dengan dilaksanakannya pelatihan ahli K3 Umum,
pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Panitia tersebut memiliki spesifikasi:
1. Dokter penanggung jawab pelayanan Kesehatan kerja:
Yaitu dokter yang telah ditunjuk oleh pimpinan dan telah mendapat surat
keputusan penunjukan (SKP) sebagai dokter pemeriksa Kesehatan tenaga kerja
dan dirjen pembinaan, pengawasan ketenagakerjaan, departemen tenaga kerja dan
transmigrasi.
2. Tenaga pelaksana Kesehatan kerja yaitu dokter dan paramedis perusahaan
Memiliki sertifikasi pelatihan hiperkes dan keselamatan kerja, (atau sertifikat
lainnya) sesuai peraturan perundangan yang berlaku, bagi dokter memiliki STR
(Surat Tanda Registrasi), dan paramedis bertugas untuk melaksanakan atau
membantu penyelenggaraan tugas higiene perusahaan.
3. Petugas P3K di lapangan
Harus memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K dari kepala instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
BAB IV

PEMECAHAN MASALAH

No. Unit Kerja Permasalahan Dasar Hukum Saran

· Perusahaan
1. Alat pelindung Dari hasil Peraturan menteri menyediakan
diri (APD) pengamatan tenaga kerja dan Alat
didalam video, transmigrasi RI Perlindungan
ditemukan No. PER. Diri (APD)
beberapa pekerja 8/MEN/VII/2010 yang sesuai
yang hanya tentang Alat standar.
memakai APD Perlindungan Diri. · Perusahaan
yang kurang melakukan
lengkap dan tidak penyuluhan
sesuai dengan rutin tentang
standar dan juga penggunaan
terlihat ada APD yang
beberapa pekerja baik dan
yang tidak benar kepada
menggunakan pekerja.
APD. · Melakukan
pengukuran
tingkat
kebisingan
dan evaluasi
hasilnya
dengan
metode yang
sesuai.

· Perusahaan
2. Keselamatan kerja Dari hasil Peraturan membentuk
pengamatan video, perundang divisi
tidak ditemukan undangan UU No. dibidang P3K.
adanya kotak P3K 1 Tahun 1970 · Perusahaan
dimasing-masing (pasal 10 ayat 1,2) menyediakan
departemen. yang mewajibkan kotak P3K
perusahaan untuk dimasing-
membentuk P3K. masing
departemen
kerja, agar
dapat
digunakan
sebagai
pertolongan
pertama saat
terjadi
kecelakaan
kerja.

· Perusahaan
3. Sarana Dari hasil Permenakertrans menyediakan
pennggulangan pengamatan video, RI APAR
kebakaran dilokasi tidak No.4/MEN/1980 disetiap lokasi
terlihat adanya tentang syarat- terkhususnya
alat APAR. syarat pada lokasi
pemasangan dan yang rentan
pemeliharaan terjadinya
APAR. kebakaran.
· Perusahaan
melakukan
penyuluhan
petunjuk cara
penggunaan
APAR.

· Perusahaan
Dari hasil PERMENAKER menyediakan
pengamatan video, tahun 1999 sarana
terilihat dilokasi tentang unit evakuasi, alat
belum memiliki penanggulangan pendeteksi
alat pendeteksi kebakaran pasal 2 kebakaran,
kebakaran, alarm ayat 2 tentang serta alarm
dan sarana kewajiban kebakaran
evakuasi. mencegah, agar
menanggulangi memberikan
dan memadamkan kemudahan
kebakaran kepada
ditempat kerja pekerja jika
yaitu dengan terjadi situasi
menyediakan darurat.
sarana deteksi, · Perusahaan
alarm pemadam melakukan
penyuluhan
kebakaran dan rutin kepada
sarana evakuasi pekerja
per-04 MEN tentang
1980. kebakaran.

· Perlunya
4. Konstruksi tempat Dari hasil Undang-Undang dilakukan
kerja pengamatan video, Dasar No.1 tahun perbaikan
didapati luas lahan 1970. serta tata
yang kurang luas ulang ruangan
dibandingkan Undang-Undang
tempat kerja,
dengan kapasitas No.10 tentang jasa
bila perlu
kerja. Kurangnya konstruksi.
perusahaan
penerangan bekerja sama
didalam gedung, dengan divisi
dan penyusunan safety untuk
posisi mesin, memastikan
operator dan ruangan
tumpukan tabung dalam kondisi
gas kosong yang aman bagi
tidak beraturan pekerja.
serta jaraknya · Perusahaan
yang terlalu dekat. perlu
melakukan
penambahan
lampu
penerangan
untuk
memberikan
keamanan
dalam bekerja.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting untuk menjamin kesejahteraan para
pekerja dan keberhasilan perusahaan. Sedangkan kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian
yang tidak diinginkan dan tidak terduga yang dapat menyebabkan kerugian baik dalam bentuk
korban manusia maupun kerusakan harta benda di lingkungan kerja. Identifikasi bahaya juga
merupakan hal yang penting untuk mengontrol suatu bahaya dan menentukan karakteristiknya.
Dokter yang bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan kerja, tenaga kesehatan kerja, dan
petugas P3K di lapangan memainkan peran penting sebagai personel keselamatan kerja.
Secara umum penatalaksanaan K3 di PT. INTI dari penilaian keselamatan kerja
belum berjalan cukup baik. SOP industri yang disiapkan oleh PT. INTI belum sesuai
dengan standar. Keselamatan dari segi kontruksi belum cukup memadai ditandai dengan
tata ruang dan penerangan yang kurang memadai. Belum terbentuknya manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang melibatkan semua elemen.

5.2 Saran

Dari hasil pengamatan, perusahaan belum melakukan penyesuaian manajemen dan


penerapan sistem manajemen K3 yang baik. Hal ini dapat menimbulkan risiko terjadinya PAK
dan lingkungan kerja yang relatif tidak aman dan nyaman, disebabkan oleh letak peralatan yang
tidak tepat, luas lingkungan kerja yang kurang memadai, serta minimnya penerangan di dalam
pabrik.

Oleh karena itu, diperlukan peran serta dari seluruh pihak di dalam pabrik, termasuk
manajemen dan karyawan, dalam meningkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja, serta memastikan kondisi kerja yang aman dengan menaati peraturan dan regulasi yang
berlaku. Perusahaan juga perlu melakukan perbaikan manajemen dan fasilitas, serta menerapkan
kebijakan yang berfokus pada keselamatan dan kesehatan kerja untuk menciptakan lingkungan
kerja yang aman dan sehat, sehingga dapat menghindari terjadinya kecelakaan akibat kerja.

Selain itu, pelatihan karyawan sangat penting dalam meningkatkan kesadaran dan
keterampilan mereka dalam menghadapi situasi yang berpotensi membahayakan keselamatan
kerja. Pelatihan yang berkala dan efektif dapat membantu meminimalkan risiko kecelakaan kerja
dan meningkatkan kinerja keselamatan kerja secara keseluruhan.

Diperlukan peran serta seluruh pihak dari pabrik dalam meningkatkan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja, serta menaati peraturan perundangan mengenai kondisi kerja
secara umum. Peran serta perusahaan untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat kerja dapat
dilakukan dengan perbaikan manajemen dan fasilitas serta melakukan pelatihan dalam
meningkatkan keselamatan kerja.
BAB VI

PENUTUP

Dari pemaparan makalah diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan
dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindugan dan
keamanan dari resiko kecelakaan kerja serta bahaya baik fisik, mental maupun emosional
terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan.

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam
ketenagakerjaan, oleh karena itulah sangat banyak berbagai perturan perundang
undangan yang dibuat untuk mengatur masalah kesehatan dan keselamatan kerja
meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja,
tetapi masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar sehingga kecelakaan kerja
tidak dapat dihindari.

Oleh karena itu, perusahaan perlu meningkatkan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran semua pihak, terkait agar
resiko kecelakaan kerja dapat dihindari serta dapat tercapai peningkatan mutu kerja, mutu
kehidupan dan juga peningkatan produktivitas nasional.

Anda mungkin juga menyukai