Anda di halaman 1dari 7

Apakah Kematian itu merupakan

tanda Kegembiraan ataukah Kesedihan ?

Pada dasarnya kematian adalah takdir seluruh makhluk, manusia ataupun jin, hewan
ataupun makhluk-makhluk lain, baik lelaki atau perempuan, tua ataupun muda, baik orang
sehat ataupun sakit. Seperti dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.”

Semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-
Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti akan mati meski tanpa sebab, dan siapapun yang
dikehendaki tetap hidup pasti akan hidup.Dan sebab apapun yang datang menghampiri tidak
akan membahayakan yang bersangkutan sebelum ajalnya tiba karena Allah Ta’ala telah
menetapkan dan menakdirkannya hingga batas waktu yang telah ditentukan. Tidak ada
satupun umat yang melampaui batas waktu yang telah ditentukan. Ibnu Utsaimin
rahimahullah berkata, “Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati
dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang
seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang
manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang
seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat
pemandian mayatnya (karena mati). Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita
untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan taubat kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada
Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.”
(Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).

Ketika menghadapi kematian diharuskan selalu berprasangka baik. Kewajiban


seorang muslim adalah hidup antara rasa takut dan penuh harap. Takut dari azab dan
kemarahan Allah. Mengharapkan ampunan dan rahmat-Nya. Namun, ketika sedang
sakratulmaut, hendaknya dia lebih mengedepankan aspek harapan dan menambah prasangka
baik terhadap Allah, mengharapkan rahmat dan ampunan-Nya, sehingga hal itu bisa
menghalanginya dari rasa putus asa dari rahmat Allah dalam kondisi tersebut.  
‫وت ََّن‬77‫ «ال يَ ُم‬:‫ول‬77‫ يق‬،‫ام‬77‫ة أي‬77‫ه بثالث‬77‫ل موت‬77‫لم قب‬77‫ أنه سمع رسول هللا صلى هللا عليه وس‬: ‫عن جابر بن عبد هللا رضي هللا عنهما‬
‫» أحدُكم إال وهو يُحسنُ الظَّ َّن باهلل عز وجل‬.

Dari Jabir bin Abdullah -raḍiyallāhu 'anhumā- bahwasanya ia pernah mendengar


Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tiga hari sebelum wafat bersabda, “Janganlah
seorang dari kalian mati kecuali ia dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah 'Azza wa
Jalla!”

Ada kegembiraan yang menjadi kabar baik manusia, yakni ketika Manusia meninggal
akan terputus semua hal kecuali 3 perkara, antaralain: Pahala Shodaqoh jariyah, Pahala Ilmu
yang bermanfaat dan anak shaleh yang mau mendoakannya.

‫ح َي ْدعُو لَهُ – رواه مسلم‬ َ ‫ص َدقَ ٍة َجا ِريَ ٍة َأ ْو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع ِب ِه َأ ْو َولَ ٍد‬
ٍ ِ‫صال‬ َ ‫ِإ َذا َماتَ اِإْل ْن‬
َ ْ‫ ِإاَّل ِمن‬:‫سانُ ا ْنقَطَ َع َع ْنهُ َع َملُهُ ِإاَّل ِمنْ ثَاَل ثَ ٍة‬
‫ي وأبو داود والنسائ ّي وابن حبّان عن أبي هريرة‬
ّ ‫والترمذ‬

Artinya: Ketika seorang manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga hal,
yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mau mendoakannya.
Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi, Imam Abu Dawud, Imam an-
Nasa`i, dan Imam Ibnu Hibban bersumber dari Sayyidina Abu Hurairah ra.

Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, semua amal manusia pasti
terputus manakala ia meninggal dunia. Sedangkan tiga hal yang disebutkan dalam hadits
tersebut akan tetap mengalir pahalanya karena pelakunya adalah penyebab terjadinya ketiga
hal itu. Ketiga hal yang dimaksud adalah amalan (aktivitas) yang telah dikerjakan oleh si
mayit ketika masih hidup tetapi manfaatnya masih dirasakan oleh orang-orang yang hidup
setelahnya, sehingga ia pun patut menerima pahala kebaikan atas amalnya itu. Hadits tersebut
berisi informasi bahwa semua aktivitas, perjuangan, dan berbagai amalan (amal) akan
terhenti bersamaan dengan terhentinya nyawa kecuali tiga amalan (aktivitas) yang pernah
dilakukan (dimiliki).

Penjelasan mengenai ke Tiga hal itu sebagai berikut, yang pertama ialah Sedekah
Jariyah (shadaqah jariyah); yaitu sesuatu yang diberikan dalam bentuk apapun yang memberi
manfaat yang panjang tiada putus bagi orang lain. Contohnya adalah wakaf tanah, biaya
(infaq) pembangunan masjid, wakaf buku untuk perpustakaan, pembangunan lembaga
pendidikan, menggali sumur untuk umum, mencetak buku yang bermanfa’at bagi orang
banyak, dan lain-lain. Sedekah jariyah merupakan kegiatan berbagi untuk memberikan
banyak manfa’at bagi orang lain, sehingga pahalanya pun akan senantiasa mengalir kepada
orang yang melakukannya meskipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia. Tentu
saja, inti dari sekedah ini adalah niat yang tulus serta ikhlas, bukan karena mengharap pujian
(riya) dari pihak lain dan bukan untuk kebanggaan dari pandangan manusia belaka. Yang
kedua, llmu yang bermanfaat; seperti mengajarkan ilmu atau keterampilan kepada orang lain
(siswa), menulis buku atau artikel dalam jurnal, dan lain sebagainya. Ilmu yang bermanfaat
ini adalah ilmu yang berguna bagi orang lain dalam hal kebaikan. Selama ilmu yang
diajarkan tersebut masih digunakan dan dimanfaatkan oleh orang lain setelahnya maka
selama itu pula pahalanya tiada henti mengalir kepadanya meski telah meninggal dunia. Ilmu
yang bermanfa’at bisa berupa usaha menunjukkan seseorang ke jalan yang baik seperti
beribadah, menuntut ilmu, mencintai al-Qur`an, mencintai Rasul, dan sebagainya. Dalam
konteks ini sabda Nabi riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Sayyiduna Abu
Hurairah ra:

‫ُأ‬ ‫ُأ‬
ِ ‫ َم ْن َدعَا ِإلَى هُدًى َكانَ لَهُ ِمنَ اَأْلجْ ِر ِم ْث ُل ج‬:‫ال‬
ِ 7‫كَ ِم ْن ُج‬77ِ‫ُور َم ْن تَبِ َعهُ اَل يَ ْنقُصُ َذل‬
‫ور ِه ْم‬7 َ ِ‫َأ َّن َرسُو َل هللا‬
َ َ‫ ق‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ك ِم ْن آثَا ِم ِه ْم َش ْيًئا – رواه مسلم‬ َ ِ‫ اَل يَ ْنقُصُ َذل‬،ُ‫ضاَل لَ ٍة َكانَ َعلَ ْي ِه ِمنَ اِإْل ْث ِم ِم ْث ُل آثَ ِام َم ْن تَبِ َعه‬
َ ‫ َو َم ْن َدعَا ِإلَى‬،‫َش ْيًئا‬

Artinya: (Sesungguhnya Rasul Allah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menyeru kepada
petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang
mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa
menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang
mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun”). Hadits diriwayatkan
oleh Imam Muslim. Yang terakhir ialah Anak shaleh yang mau mendoakannya Anak yang
shaleh adalah anak yang dididik dengan sangat baik oleh orangtuanya sehingga anak tersebut
menjadi anak yang taat kepada Allâh SWT mampu dan mau mendoakan kedua orangtuanya,
taat dan bermanfaat bagi orang tuanya, agama, nusa, dan bangsa.

Hadist diatas merupakan suatu kabar gembira, yang dimana orang yang meninggal
diberi kabar gembira perihal 3 amalan yang tidak akan terputus walaupun ia sudah
meninggal, dengan syarat ia dimasa hidupnya mempunya amalan Shodaqoh jariyah, Ilmu
yang memanfaati orang lain dan mempunyai anak sholeh yang senantiasa mendoakan kita
semisal sudah menjadi orang tua.

Orang mukmin akan senantiasa senang jika ia meninggal dalam keadaan mendadak,
yang dimana orang mukmin sudah siap akan ajalnya, mereka sudah mempersiapkan dengan
matang bekal yang akan dibawanya meninggal dan mengapa orang mukmin senang jika
ditakdirkan meninggal mendadak? Karena orang mukmin tidak mau berlama-lama di dunia,
karena orang mukmin takut karena di dunia itu lahannya maksiat. Berdasarkan hadits
riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, "Mati mendadak suatu kesenangan bagi
seorang mukmin dan penyesalan bagi orang durhaka." Hadist tentang kematian bisa datang
kapan saja tanpa diduga ini mengartikan seorang mukmin sudah mempunyai bekal dan
persiapan dalam menghadapi maut setiap saat.

Kegembiraan mengenai kematian sudah terbahaskan, kebalikan dari kegembiraan


yakni kesedihan, kematian bisa membawa kebahagiaan namun juga membawa kesedihan,
didalam hadist dijelaskan, jika orang mukmin itu senang jika meninggal secara mendadak,
beda halnya dengan orang durhaka, orang durhaka sangat ketakutan dan sedih bila
ditakdirkan meninggal secqara mendadak, karena orang durhaka abai dalam hal kematian dan
enggan bertaubat, jadi orang durhaka takut jika mereka ditakdirkan meninggal dalam waktu
mendadak. Berdasarkan hadits riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, "Mati
mendadak suatu kesenangan bagi seorang mukmin dan penyesalan bagi orang durhaka."
Hadist tentang kematian bisa datang kapan saja tanpa diduga ini mengartikan seorang
mukmin sudah mempunyai bekal dan persiapan dalam menghadapi maut setiap saat,
sedangkan orang durhaka tidak.

Semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-
Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti akan mati meski tanpa sebab, dan siapapun yang
dikehendaki tetap hidup pasti akan hidup.Dan sebab apapun yang datang menghampiri tidak
akan membahayakan yang bersangkutan sebelum ajalnya tiba karena Allah Ta’ala telah
menetapkan dan menakdirkannya hingga batas waktu yang telah ditentukan. Tidak ada
satupun umat yang melampaui batas waktu yang telah ditentukan. “Sering-seringlah
mengingat pemutus segala kenikmatan, yaitu KEMATIAN, karena tidaklah seseorang
mengingatnya dalam kesempitan hidup melainkan akan melapangkannya dan tidaklah
seseorang mengingatnya dalam keleluasaan hidup melainkan akan mempersempitnya.” (HR.
Baihaqi, Ibnu Hibban dan Bazzar, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’,
hadist nomor 1222).

Kematian merupakan pengingat akan kekuasaan allah, dengan mengingat kematian, hati
menjadi lebih lapang dan meningkatkan frekuensi ibadah kepada Allah Swt.
‫ذكره‬77‫ فإنه لم ي‬،‫ الموت‬:‫ “أكثروا ذكر هاذم اللذات‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن أنس بن مالك رضي هللا عنه قال‬
‫ وال ذكره في سعة إال ضيقها‬،‫”في ضيق من العيش إال وسعه عليه‬

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena
sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup,
melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam
keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” HR. Ibnu HIbban dan dishahihkan
di dalam kitab Shahih Al Jami’.

Faedah mengingat kematian yang lain adalah dengan tiga hal: “Bersegera taubat, puas
hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan
tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah.

Ad Daqqaq rahimahullah berkata,

“‫ويف‬7‫ تس‬:‫ة‬7‫ل بثالث‬7‫وت عوج‬7‫ى الم‬7‫ ومن نس‬،‫ ونشاط العبادة‬،‫ وقناعة القلب‬،‫ تعجيل التوبة‬7:‫من أكثر ذكر الموت أكرم بثالثة‬
9 ‫ ص‬: ‫ والتكاسل في العبادة” تذكرة القرطبي‬،‫ وترك الرضا بالكفاف‬،‫التوبة‬

Artinya: “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal:
“Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian
diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas
ibadah”

Dengan mengingat kematian seseorang akan menjadi mukmin yang cerdas berakal.

‫لَّ َم َعلَى النَّبِ ِّى‬7 ‫ار فَ َس‬


ِ ‫ص‬َ ‫ فَ َجا َءهُ َر ُج ٌل ِمنَ اَأل ْن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ت َم َع َرسُو ِل هَّللا‬ ُ ‫ ُك ْن‬:‫ال‬ َ َ‫ع َِن ا ْب ِن ُع َم َر رضي هللا عنهما َأنَّهُ ق‬
‫ «َأ ْكثَ ُرهُ ْم‬:‫ال‬
َ َ‫ «َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا» قَا َل فََأىُّ ْال ُمْؤ ِمنِينَ َأ ْكيَسُ ق‬:‫ض ُل قَا َل‬
َ ‫ يَا َرسُو َل هَّللا ِ َأىُّ ْال ُمْؤ ِمنِينَ َأ ْف‬:‫ ثُ َّم قَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬-
ُ‫ ُأولَِئكَ اَأل ْكيَاس‬7‫ت ِذ ْكرًا َوَأحْ َسنُهُ ْم لِ َما بَ ْع َدهُ ا ْستِ ْعدَا ًدا‬
ِ ْ‫»لِ ْل َمو‬

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: “Aku pernah bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar
mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya:
“Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?”, beliau menjawab: “Yang
paling baik akhlaknya”, orang ini bertanya lagi: “Lalu orang beriman manakah yang paling
berakal (cerdas)?”, beliau menjawab: “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling
baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal”. (HR. Ibnu Majah dan
dishahihkan di dalam kitab Shahih Ibnu Majah).

Mengingat kematian akan menimbulkan rasa khawatir di dunia yang fana karena kita
akan menuju negeri akhirat yang abadi. Kematian tidak mengenal usia, waktu ataupun
penyakit tertentu agar setiap orang mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Manusia tidak
pernah lepas dari kondisi lapang dan sempit, sehingga dengan mengingat kematian, maka
manusia tidak akan terlena ataupun berputus asa dari takdir. Manusia yang mengingat
kematian akan dimuliakan dalam 3 (tiga) hal, yaitu :

1. Segera bertaubat,

2. Hati qanaah,

3. Giat ibadah.

Bagaimana dengan manusia yang mengharapkan kematian segera datang?. “Janganlah


salah seorang dari kalian mengharapkan kematian karena marabahaya yang menimpa,
kalaupun harus mengharap (mati), hendaklah berdoa : Ya Allah, hidupkanlah aku selama
kehidupan lebih baik bagiku dan matikan aku jika kematian lebih baik bagiku.” (HR. Al-
Bukhari : 567 dan HR. Muslim : 2680). “Janganlah salah seorang kalian mengharapkan dan
berdoa (memohon) kematian sebelum waktunya tiba, sungguh bila salah seorang dari kalian
meninggal dunia, amalnya terputus, sungguh umur orang mukmin itu menambahkan
kebaikan.” (HR. Muslim : 2686). Hendaknya manusia senantiasa bersabar dengan ketetapan
dari Allah Ta’ala dan senantiasa istiqomah dijalan-Nya. Janganlah berputus asa karena
sesungguhnya putus asa itu memberikan peluang kepada setan untuk melemahkan hati
manusia.

Kematian datangnya tidak ada yang tahu, ada yang secara halus dan ada yang datangnya
secara mendadak, kematian ada yang mengandung makna kebahagiaan dan mengandung
makna kesedihan bahkan pengingat dan peringatan, kita sebagai mukmin sudah sewajarnya
menambah tingkat ibadah kepada Allah Swt supaya bekal kita untuk meninggal itu banyak,
sehingga ketika kelak kita dipanggil baik itu secara lama maupun mendadak kita sebagai
mukmin sudah siap siaga tanpa adanya rasa takut terhadap kematian. Wallahu A’lam, semoga
kita senantiasa diberi kebaikan dan kelak dipanggil dengan keadaan Husnul Khatimah,
Aamiin Yra.

Anda mungkin juga menyukai