JALAN RAYA 1
PERENCANAAN GEOMETRIK
JALAN RAYA
DOSEN
JOHN HENDRIK FRANS, ST., MT.
OLEH :
STEFANI R. F. MANGNGI (2006010120)
VIKTORIANUS J. KOTEN (2006010122)
VIRDINIA O. K. F LASIRE (2006010123)
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
OULINE LAPORAN DESAIN GEOMETRIK JALAN RAYA
1
KEMENTERIAN RISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
FAKULTAS SAINS & TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
Jln.Adisucipto–Penfui,Kotakpos104Kupang 85001NTT
Telp.0380-881597,Fax.0380-881557
KARTU ASISTENSI
NAMA : 1. Aldi Ditran Lopo(1906010096)
2. Yakob Andriano Basen(1906010090)
3. Ogris Syantho Kono (1906010111)
MATAKULIAH : JalanRaya1
JohnHendrikFrans
NIP.197506022001121002
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala kasih karunia dan hikmat
akal budi daripada-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan TUGAS BESAR JALAN
RAYA 1 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak JOHN H.
FRANS, ST, MT selaku dosen mata kuliah Jalan Raya 1 yang telah dengan sabar
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas besar ini dengan baik. Tak lupa
juga penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman yang telah mendukung dalam
penyelesaian tugas besar ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas besar ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan tugas besar ini.
Kupang, 2022
Penulis
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 4
BAB I ............................................................................................................................................... 6
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 6
BAB II .............................................................................................................................................. 8
4
3.2 PERENCANAAN ALINEMEN HORIZONTAL ............................................................. 34
BAB IV ........................................................................................................................................... 65
KESIMPULAN ............................................................................................................................... 65
LAMPIRAN .................................................................................................................................... 66
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
1.2 PERMASALAHAN
1. Mengetahui perencanaan geometrik jalan raya
2. Mengetahui cara merancang alinemen horizontal
3. Mengetahui cara merancang alinemen vertikal
4. Mengetahui Tipical Cross Section
5. Mengetahui Trase Jalan (Long Section)
6. Mengetahui penampang melintang jalan
7. Mengetahui perhitungan volume galian dan timbunan (kubikasi)
8. Mengetahui pekerjaan tanah dasar (Volume Galian Timbunan)
7
BAB II
LANDASAN TEORI
8
2. Jalan Kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian, dengan ciri-ciri:
a. Perjalanan jarak sedang
b. Kecepatan rata-rata sedang
c. Jumlah jalan masuk dibatasi
3. Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat, dengan ciri-ciri:
a. Perjalanan jarak dekat
b. Kecepatan rata-rata rendah
c. Jumlah jalan masuk tidak dibatasi
4. Jalan Lingkungan
Jalan yang melayani angkutan lingkungan, dengan ciri-ciri:
a. Perjalanan jarak pendek
b. Kecepatan rendah
c. Status
Pengelompokan jalan menurut status:
1. Jalan Nasional
a. Jalan umum dengan fungsi arteri primer
b. Menghubungkan antar ibu kota propinsi
c. Menghubungkan antar negara
d. Jalan yang bersifat strategis nasional
2. Jalan Propinsi
a. Jalan umum dengan fungsi kolektor primer
b. Menghubungkan ibu kota Propinsi dengan ibu kota Kabupaten atau Kota
c. Menghubungkan antar ibu kota Kabupaten atau antar Kota
d. Jalan yang bersifat strategis regional
3. Jalan Kabupaten
a. Jalan umum dengan fungsi lokal primer
b. Menghubungkan ibu kota Propinsi dengan ibu kota Kecamatan
c. Menghubungkan antar ibu kota Kecamatan
d. Menghubungkan ibu kota Kabupaten dengan Pusat Kegiatan Lokal
e. Menghubungkan antar Pusat Kegiatan Lokal
f. Jalan strategis local di daerah Kabupaten
g. Jaringan jalan sekunder di luar daerah perkotaan
4. Jalan Kota
a. Jalan umum dalam system sekunder
b. Menghubungkan antar Pusat kegiatan Lokal dalam Kota
c. Menghubungkan Pusat Kegiatan Lokal dengan Persil
d. Menghubungkan antar Persil
e. Menghubungkan antar pusat permukiman
f. Berada di Kawasan perkotaan
5. Jalan Desa
a. Jalan umum dalam system tersier
b. Menghubungkan Kawasan di dalam desa dan antar permukiman
6. Jalan Khusus
Disebut sesuai dengan instansi, badan usaha, perorangan atau kelompok
masyarakat
9
d. Kelas Jalan
Pengelompokan jalan menurut Kelas Jalan (pasal 8):
1. Fungsi Jalan
2. Kemampuan menerima muatan rencana sumbu terberat, baik konfigurasi
rencana sumbu kendaraan atau sesuai dengan ketentuan teknologi alat
transportasi.
Klasifikasi Jalan menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota (TPGJAK) No . : 038/T/BM/1997, disusun pada tabel berikut
10
2.2.2 Kecepatan Rencana
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan
dibagi waktu tempuh Biasanya dinyatakan dalam km/jam. Kecepatan ini
menggambarkan nilai gerak dari kendaraan. Perencanaan jalan yang baik tentu saja
haruslah berdasarkan kecepatan yang dipilih dan keyakinan bahwa kecepatantersebut
sesuai dengan kondisi dan fungsi jalan yang diharapkan.
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan perencanaan
setiap bagian jalan raya seperti tikungan kemiringan jalan, jarak pandang dan lain-
lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi menerus dimana
kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnya tergmtung dari
bentuk jalan.
Hampir semua rencana bagian jalan dipengaruhi oleh kecepatan rencana, baik
secara langsung seperti tikungan horizontal, kemiringan melintang di tikungan jarak
pandangan maupun secarabtak langsung seperti lebar lajur, lebar bahu, kebebasan
melintang dll. Oleh karena itu pemilihan kecepatan rencana sangat mempengaruhi
keadaan seluruh bagian-bagian jalan dan biaya untuk pelaksanaan jalan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana adalah :
Keadaan terrain, apakah datar, berbukit atau gunung
Sifat dan tingkat penggunaan daerah
11
LHRT dinyatakan dalam SMP/hari/2 arah atau kendaraan/hari/2 arah untuk jalan 2
jalur 2 arah, SMP/hari/1 arah atau kendaraan/hari/l arah untuk jalan berlajur banyak
dengan median.
Lalu-lintas harian rata-rata (LHR)
Untuk dapat menghitung LHRT haruslah tersedia data jumlah kendaraan yang terus
menerus selama 1 tahun penuh. Mengingat akan biaya yang diperlukan dan
membandingkan dengan ketelitian yang dicapai serta tak semua tempat di Indonesia
mempunyai data volume lalu lintas selama 1 tahun, maka untuk kondisi tersebut pula
dipergunakan satuan "Lalu Lintas harian Rata-Rata (LHR)"
LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang selama pengamatan dengan lamanya
pengamatan.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑎𝑙𝑢 𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎
LHR = 𝐿𝑎𝑚𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
12
2.2.5 Kapasitas
Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu
penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu lintas
tertentu.
Perbedaan antara VJP dan kapasitas adalah VJP menunjukkan jumlah arus lalu
lintas yang direncanakan akan melintasi suatu penampang jalan selama satu jam,
sedangkan kapasitas menunjukkan jumlah arus lalu-lintas yang maksimum dapat
melewati penampang tersebut dalam waktu 1 jam sesuai dengan kondisi jalan (sesuai
dengan lebar lajur, kebebasan samping, kelandaian, dll).
Nilai kapasitas dapat diperoleh dari penyesuaian kapasitas dasar/ ideal dengan
kondisi dari jalan yang direncanakan.
13
Dilihat dari kegunaannya jarak pandangan dapat dibedakan atas :
jarak pandangan henti yaitu jarak pandangan dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraannya.
jarak pandangan menyiap yaitu jarak pandangan dibutuhkan untuk dapat
menyiap kendaraan lain berada pada lajur jalannya dergan menggunakan untuk
arah yang berlawanan.
1. Jarak pandangan henti
Jarak pandangan henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk dapat
menghentikan kendaraannya. Guna memberikan keamanan pada pengemudi
kendaraan, maka pada setiap panjang Jalan haruslah dipenuhi paling sedikit jarak
pandangan sepanjang jarak pandangan henti minimum. Jarak pandangan henti
minimum adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraan
yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada lajur jalannya. Rintangan itu
dilihat dari tempat duduk pengemudi dan setelah menyadari adanya rintangan,
pengemudi mengambil keputusan untuk berhenti. Jarak pandangan henti
minimum merupakan jarak yang ditempuh pengemudi selama menyadari adanya
rintangan sampai menginjak renL ditambah jarak untuk. mengerem. Waktu yang
dibutuhkan pengemudi dari saat dia menyadari adanya rintangan sampai dia
mengambil keputusan disebut waktu PIEV. Jadi waktu PIEV adalah waktu yang
dibutuhkan untuk proses deteksi. pengenalan dan pengambilan keputusan.
Besarnya waktu ini dipengaruhi oleh kondisi jalan, mental pengemudi, kebiasaan.
keadaan cuaca, penerangan, dan kondisi fisik pengemudi. Untukpcrencanaan
AASHTO '90 mengambil waktu PIEV sebesar 1,5 detik.
2. Tahanan pengereman (skid resistance)
Tahanan pengereman dipengaruhi oleh tekanan ban, bentuk ban, bunga ban
kondisi ban permukaan dan kondisi jalan dan kecepatan kendaraan. Besarnya
tahanan pengereman ini dinyatakan dalam "koefisien gesekan memanjang" jalan,
fm atau "bilangan geser", N. Koefisien gesekan memanjang jalan, fm adalah
perbandingan antara gaya gesekan memanjang jalan dan komponen gaya tegak
lurus muka jalan sedangkan bilangan geser, N, adalah 100 fm’ Koefisien gesekan
atau bilangan geser lebih rendah pada kondisi jalan basalq sehingga untuk
perencanaan sebaiknya mempergunakan nilai dalam keadaan basah. Sedangkan
kecepatan pada kondisi basah dapat diambil lebih kecil (±90%) atau sama dengan
kecepatan rencana khususnya pada jalan dengan kecepatan tinggi.
3. Jarak pandangan menyiap untuk jalan 2 lajur 2 arah
Pada umumnya untuk jalan 2 lalur 2 arah kendaraan dengan kecepatan tinggi
sering mendahului kendaraan lain dengan kecepatan yang lebih rendah sehingga
pengemudi tetap dapat mempertahankan kecepatan sesuai dengan yang
diinginkannya. Gerakan menyiap dilakukan dengan mengambil lajur jalan yang
diperuntukan untuk kendaraan dari arah yang berlawanan. Jarak yang dibutuhkan
pengemudi sehingga dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat
melihat kendaraan dari arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandangan
menyiap. Jarak pandangan menyiap standar dihitung berdasarkan atas panjang
jalan yang diperlukan untuk dapat melakukan gerakan menyiap suatu kendaraan
14
dengan sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil. Apabila dalam
suatu kesempatan dapat menyiap dua kendaraan sekaligus, tidaklah merupakan
dasar dari perencanaan suatu jarak pandangan menyiap total. Jarak pandangan
menyiap standar pada jalan dua lajur 2 arah dihitung berdasarkan beberapa asumsi
terhadap sifat arus lalu lintas yaitu:
Kendaraan yang akan disiap harus mempunyai kecepatan yang tetap. Sebelum
melakukan gerakan mantap, kendaraan harus mengurangi kecepatannya dan
mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang sama. Apabila
kendaraan sudah berada pada lajur untuk menyiap, maka pengemudi harus
mempunyai waktu untuk rnenentukan apakah gerakan menyiap dapat diteruskan
atau tidak. Kecepatan kendaraan yang menylap mempunyai perbedaan sekitar l5
km/jam dengan kecepatan kendaraan yang disiap pada waklu melakukan gerakan
menyiap. Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada lajur
jalannya, maka harus tersedia cukup jarakdengan kendaraan yang bergerak dari
arah yang berlawanan. Tinggi mata pengemudi diukur dari permukaan perkerasan
menurut AASHTO'90 : 1.06 m (3.5 ft) dan tinggi objek yaitu kendaraan yang akan
disiap adalah 1.25 m (4.25 ft), sedangkan Bina Marga (urban) mengambil tinggi
mata pengemudi sama dengan tinggi objek yaitu 1.00 m. Kendaraan yang
bergerak dari arah yang berlawanan mempunyai kecepatan yang sama dengan
kendaraan yang menyiap.
Jarak pandangan menyiap standar, untuk jalan dua lajur 2 arah terdiri dan 2 tahap
yaitu:
15
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen horizontal, yaitu :
Penentuan nilai Fmaks bertolak ukur pada tabel 4.1 yang tercantum dalam Buku Dasar –
Dasar Perencanaan Geometrik Jalan.
Tabel 4.1 Besar R min dan D mak untuk beberapa kecepatan rencana
16
Menentukan nilai Rc berdasarkan tabel 13 RSNI-2004
Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan topografi. Hal ini akan
memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara jalan dan alam dan biaya yang
murah.
Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul pada jalan
yang relative lurus dan panjang, agar pengemudi tidak terkejut dan mempunyai
kesempatan memperlambat kecepatannya.
Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu sehingga jalan
tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan fungsi jalan.
Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda, yaitu gabungan dua tikungan searah
dengan jari-jari berlainan (Gambar 1).
17
Hindari lengkung berbalik yang mendadak (Gambar 2), pada keadaan ini pengemudi
kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada jalur jalannya dan juga kesukaran
dalam pelaksanaan kemiringan melintang jalan.
Pada tikungan gabungan harus dilengkapi lengkung peralihan sepanjang paling tidak 20 m
(Gambar 3 dan 4).
Pada sudut-sudut tikungan kecil, panjang lengkung yang diperoleh dari perhitungan sering
kali tidak cukup panjang sehingga memberi kesan patahnya jalan tersebut.
Sebaiknya hindari lengkung tajam pada timbunan yang tinggi(RSNI. T-14-2004), dengan
jumlah lengkungan dengan rincian :
1. Lengkungan spiral-spiral
Gambar 6. Spiral-spiral
θs = ½ ∆……………………………………………………………(1.1)
∆c = 0………………………………………………………………(1.2)
Lc = 0………………………………………………………………(1.3)
Yc = Ls²/6R………………………………………………………..(1.4)
Xc = Ls – (Ls³/40R²)………………………………………………(1.5)
18
k = Xc – R Sin θs………………………………………………….(1.6)
p = Yc – R (1- cosθs )……………………………………………..(1.7)
Ts = (R+p) tan ∆/2 + k…………………………………………….(1.8)
Es = ((R+p)/cos ∆/2) – R………………...………………………..(1.9)
L total = 2Ls……………………………………………… ……..(1.10)
2. Lengkungan spiral-circle-spiral
Gambar 7. spiral-circle-spiral
θs = Ls/2R * 360/2π……………………………………………….(2..1)
∆c = ∆- 2 θs ……………………………………………………….(2.2)
Lc = (∆c /360) *2πR……………………………………………….(2.3)
Yc = Ls²/6R…………………………..……………………………(2.4)
Xc = Ls – (Ls³/40R²)……………...……………………………….(2.5)
k = Xc – R Sin θs……...…………………………………………..(2.6)
p = Yc – R (1- cos θs )……...……………………………………..(2.7)
Ts = (R+p) tan ∆/2 + k….…………………………………………(2.8)
Es = ((R+p)/cos ∆/2) – R………………………………………….(2.9)
L total = Lc + 2Ls………..……………………………………….(2.10)
19
3. Lengkungan Full Circle
Tc = R tan ½ ∆…………………………………………………………(3.1)
Lc = (∆/360˚) 2πR……………………………………………………...(3.2)
Ec = (R/cos ∆/2) – R…………………………………………………...(3.3)
Ec = Tc tan ¼ ∆………………………………………...……………...(3.4)
Alinyemen vertikal disebut terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis
lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasanya disebut berlandai.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen horizontal,
yaitu :
Penentuan panjang kritis untuk kelandain yang melebihi kelandaian maksimum standar,
berdasarkan tabel 5.2 pada buku Dasar – Dasar Perencanaan Geometrik Jalan
20
Ada 2 jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus
(tangen) adalah :
Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangent berada dibawah permukaan jalan.
Panjang lengkung cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan beberapa hal
antara lain :
Jarak penyinaran lampu kendaraan. Jarak ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan < L
21
b. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan > L
(RSNI. T-14-2004)
(RSNI. T-14-2004)
Pada lengkung ini direncanakan berdasarkan jarak pandang, dibagi atas 2 keadaan, yaitu :
(RSNI. T-14-2004)
22
2. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S > L
(RSNI. T-14-2004)
Suatu alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besar biaya pembangunan dan mengikuti
muka tanah asli untuk mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan
jalan itu terlalu banyak tikungan. Pada daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya
penampang jalan diletakkan diatas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan atau pegunungan
diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga
keseluruhan biaya yang dibutuhkan dapat tetap dipertanggungjawabkan.
Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti :
1. Kondisi tanah dasar.
2. Keadaan medan.
3. Fungsi jalan.
4. Muka air banjir.
5. Muka air tanah.
6. Kelandaian yang masih memungkinkan.
(Silvia Sukirman, 1999)
23
Landai Jalan
Landai jalan menunjukan besarnya kemiringan dalam suatu jarak
horizontal yang dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor
akan mampu menanjak dalam batas-batas landai tertentu. Kemampuan
menanjak ini, selain dipengaruhi oleh besarnya landai jalan juga
dipengaruhi oleh panjangnya landai jalan. Jadi, ada batas landai jalan yang
disebut landai maksimum yaitu besarnya harus disesuaikan dengan
panjang landai yang disebut panjang kritis.
Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan untuk jalan luar kota
dari Bina Marga (rancangan Akhir) dengan ketentuan sebagai berikut
Tabel 1. Spesifikasi kemiringan standar bina marga
Datar <3%
Perbukitan 3 – 25 %
Perhitungan landai jalan dalam perancanaan ini, dapat dilihat dalam tabel
perhitungan patok, dimana menggunakan rumus :
BT
Kemiringan * 100 .........................................( 2 )
JL
Profil Melintang
Penampang melintang jalan merupakan potongan jalan dalam arah melintang. Fungsinya,
selain untuk memperlihatkan bagian-bagian jalur jalan juga untuk membantu menghitung
banyaknya tanah (m3) yang harus digali maupun banyaknya tanah (m3) yang akan digunakan
untuk menimbun jalan agar jalan yang dibuat itu dapat sesuai dengan jalan yang direncanakan
dengan menghitung luas profil melintang jalan.
24
Gambar 14. Profil melintang jalan
(RSNI. T-14-2004)
Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, yang dibatasi oleh marka lajur
jalan, memiliki lebar yang cukup dilewati oleh suatu kendaraan sesuai kendaraan
rencana.
Bahu Jalan
Bahu Jalan adalah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalu lintas, harus
diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang bebas samping dan penyangga
perkerasan jalan, kemiringan yang digunakan 3-5 %
Median
Median adalah bagian jalan yang secara fisk memisahkan jalur lalu lintas yang
berlawanan arah. Namun, dalam perencanaan ini tidak digunakan median.
Saluran Tepi
Saluran Tepi dalah selokan yang berfungsi menampung dan mengalirkan air hujan,
limpasan permukaan jalan dan sekitarnya.
25
Daerah Milik Jalan(Damija)
Daerah Milik Jalan, adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi dengan lebar dan tinggi
tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu, yang merupakan
sejalur tanah diluar Damaja yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keleluasaan
keamanan penggunaan jalan semisal untuk pelebaran Damaja dikemudian hari.
Perhitungan luasan dan perhitungan volume dapat dilihat setelah penggambaran profil
melintang (dapat dilihat pada tabel).
Dalam penentuan ukuran-ukuran pada jalan, diambil perhitungan pada daerah jalan arteri
primer, dimana diperoleh data dari daftar Standar Perencanaan Geometrik Jalan sebagai
berikut :
(RSNI. T-14-2004)
26
BAB III
Tabel . 1.
Kemiringan
No. Jenis Medan Notasi Medan
(%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3 - 25
3 Pegunungan G > 25
Sumber : Bina Marga TPGJK No. 038/T/BM/1997
Berdasarkan sketsa dan data kontur yang ada maka dapat membuat tabel
stationing dan persentase kemiringan.
27
Tabel 2
28
29
Persentase kemiringan yang didapat adalah 0,50%, maka menurut tabel klasifikasi medan
dari Bina Marga jenis medan adalah datar
30
Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelasnya
a. Klasifikasi Jalan dan Volume Jam Rencana (VJR)
b. Tabel 3
31
c. EMP (Ekivalensi Mobil Penumpang)
Sebelum menentukan LHR, maka terlebih dahulu menetapkan ekivalen mobil
penumpang (EMP). Dari jenis medan, maka ekivalensi mobil penumpang (EMP)
didapatkan berdasarkan tabel berikut :
Tabel . 4.
Kondisi Medan
No. Jenis Kendaraan
Datar/Perbukitan Pegunungan
1 Sedan, Jeep, Station Wagon 1 1
2 Pick Up, Bus Kacil, Truk Kecil 1,2 - 2,4 1,9 - 3,5
3 Bus dan Truk Besar 1,2 - 5,0 2,2 - 6,0
4 Sepeda Motor 0.5 0.75
Sumber : Bina Marga TPGJK No. 038/T/BM/1997
32
3.1.2 PENENTUAN DIMENSI JALAN
Berdasarkan tabel standar perencanaan geomtrik penentuan dimensi jalan sebagai
berikut :
Klasifikasi medan Datar , Lalu lintas harian rata-rata (LHR) 6.000 – 20.000 smp,
Kecepatan rencana 80 km/jam, Lebar daerah penguasaan minimum 30 m, Lebar
perkerasan 2 x 3,50 m, Lebar Lereng melintang perkerasan 2 %,Lereng melintang
bahu 6%,Jenis lapisan permukaan jalan Aspal beton, Miring tikungan maksimum 10
%,Jari-jari lengkung Minimum 210 m, Landai maksimum 5%.
33
Truk/Bus
Tanpa 12
Gandengan
Kombinasi 2.5 2 1.5 6.5 4 12
16.5 2.5 2 1.3 4 2.2 12
[ depan]
9
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum; Pedoman Perencanaan Geometrik Jalan Raya; No 13/1970.
Tabel . 7.
Tabel 3. Jarak Pandang
Jari- Batas jari-jari
Jarak Jarak jarilengkung lengkung Landai
Kecepatan pandang pandang minimum tikungan relatif
rencana henti menyiap dimana dimana harus maskimum
(km/jam) (m) (m) miring menggunakan antara tepi
tikungan tak busur perkerasan
Sh Sm perlu (m) peralihan (m)
34
35
Dipilih lintasan dengan elevasi muka tanahnya mendekati pada kontur. Bentuk
lintasan memenuhi persyaratan menghubungkan 2 titik dan membentuk tiga
tikungan, juga memperhitungkan banyaknya galian dan timbunan yang sama daan
atau memenuhi perencanaan desain geometrik jalan raya.
Tabel . 8.
36
Grafik .1.
Tabel . 9.
37
Vrenc.( km / jam ) emaks.( m / m' ) f maks. Rmin.Perhit .m Rmin.Desainm
Dm aks. ..0
40 0,10 0,166 47,363 47 30,48
0,08 51,213 51 28,09
50 0,10 0,160 75,858 76 18,85
0,08 82,192 82 17,47
60 0.10 0,153 112,041 112 12,79
0,08 121,659 122 11,74
70 0,10 0,147 156,522 157 9,12
0,08 170,343 170 8,43
80 0,10 0,140 209,974 210 6,82
0,08 229,062 229 6,25
90 0,10 0,128 280,350 280 5,12
0,08 307,371 307 4,67
100 0,10 0,115 366,233 366 3,91
0,08 403,796 404 3,55
110 0,10 0,103 470,497 470 3,05
0,08 522,058 522 2,74
120 0,10 0,090 596,768 597 2,40
0,08 666,975 667 2,15
Tabel . 10.
Catatan :
LN (lereng jalan normal), diasumsikan sebesar 2 %.
38
LP merupakan lereng luar diputar, sehingga perkerasan mendapat
superelevasi sebesar lereng jalan normal 2 %.
Ls diperhitungkan dengan rumus Shortt, landai relatif maksimum,
jarak tempuh 3 detik dan lebar perkerasan 2 x 3,5 meter.
Tikungan 1
39
Tikungan 2
Tikungan 3
a. Tikungan P1
40
b. Tikungan P2
c. Tikungan P3
C : Tikungan 1
Tipe : Spiral - cyrcle - Spiral
Vr : 80 km/jam
emaks : 10%
en : 2 %
Rrenc : 318 m
Drenc : 4.50 o
B : 3.5 m
: 17 o
41
Rmin : 234.39 m
42
V. Data Alinyemen Horizontal
Tikungan 1 scs
Gambar .2.
43
Gambar .2.
b. Tikungan 2
I. Parameter Desain
44
III. Perhitungan Panjang Lengkung Peralihan
45
Tikungan 2 FC
Gambar .3.
c. Tikungan 3
I. Parameter Desain
46
II. Perhitungan Superelevasi
47
V. Data Alinyemen Horizontal
Tikungan 3 (s-c-s)
48
Gambar .4.
LS = 50 LC = 160.906 LS = 50
e=5.3% kiri
e=-5.3% kanan
LS = 50 LC = 862.100 LS = 50
3 1 1 3
4Ls 4Ls 4Ls 4Ls
e = + 2.8% kiri
e = - 2.8% Kanan
- -
-2% 2% -2% 2%
Superelevasi T2 (F-C)
49
Diagram.2.
LS = 50 LC = 176.020 LS = 50
e=6.3% Kiri
e=-6.3% Kanan
Superelevasi T3 (s-c-s)
Diagram.3.
Ada dua jenis lengkung vertikal yang digunakan pada perencanaan ini :
1. Lengkung Vertikal Cekung :
Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara ke dua tangen berada
dibawah permukaan jalan. Selisih antara kedua gradient garis yang
menghubungkan bernilai negatif (-).
2. Lengkung Vertikal Cembung :
Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara ke dua tangen berada
diatas permukaan jalan. Selisih antara kedua gradient garis yang
menghubungkan bernilai positif (+).
50
3.3.1 PERENCANAAN LENGKUNGAN DAN PENENTUAN ELEVASI
KELENGKUNGAN AS JALAN
Pergantian dari satu landai ke landai yang lain, dilakukan dengan
menggunakan lengkung vertikal. Lengkung tersebut direncanakan sedemikian
rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamananan drainase.
Pengaruh dari kelandaian dapat dilihat dari berkurangnya kecepatan
kendaraan (atau kendaraan mulai menggunakan gigi rendah). Kelandaian
tertentu masih dapat ditolerir, apabila kelandaian tersebut akan mengakibatkan
kecepatan jalan kendaraan lebih besar dari setengah kecepatan rencananya.
Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaran truk terhadap arus
lalu lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk suatu kecepatan rencana
seperti pada tabel berikut ini :
Tabel . 10.
51
Tabel . 11.
52
Gambar .5.
53
86,98 - 86,5
Perhitungan Grade A – PPV = gl = 50
= 0,96% naik
86,98 - 86,00
Perhitungan Grade PPV – B = g2 = 50
= 1,96% turun
L = x V2
380
-1,00 x 6400
=
380
= -16,84 m
3. Syarat Drainase
Lv = 40 x
= 40 x -1
= -40,00 m
Dari ketiga syarat di atas dipilih panjang lengkung vertikal yang terbesar yaitu dengan
Lv = 286,00 m
54
Sta.
Sta PLV = -
PPV ( ½ Lv )
= 675 - 143
= 532
= 0 + 532
A x w
= 86,5 -
800
-0,96% x 286,00
= 86,5 -
800
= 86,84 m
Sta.
Sta PTV =
PPV + ( ½ Lv )
= 675 + 143
= 818
= 0 + 818
Gambar .6.
l
C. Perhitungan Alinyemen Vertikal Cekung 1
Data-data Perencanaan Alinyemen
Cekung 1
Vrencana = 80 Km/jam
55
85,92 - 85,99
Perhitungan Grade A – PPV = gl = 25
= -0,28% Turun
85,92 - 86,39
Perhitungan Grade PPV – B = g2 = 25
= -1,88% Naik
Persyaratan
1. Syarat keamanan
Berdasarkan jarak penuangan waktu malam dari grafik PPGJR 13/1970
di dapat Lv minimum = 150 m dengan S > L.Syarat kenyamanan
L = x V2
380
1,60 x 6400
=
380
= 26,95 m
3. Syarat Drainase
Lv = 40 x
= 40 x 1,6
= 64,00 m
Dari ketiga syarat di atas dipilih panjang lengkung vertikal yang terbesar yaitu dengan
Lv = 150,00 m
56
Sta.
Sta PLV = -
PPV ( ½ Lv )
= 475 - 75
= 400
= 0 + 400
A x w
= 85,99 +
800
1,60% x 150
= 85,99 +
800
= 86,29 m
Sta.
Sta PTV =
PPV + ( ½ Lv )
= 475 + 75
= 550
= 0 + 550
57
D. Perhitungan Alinyemen Vertikal Cekung 2
Data-data Perencanaan Alinyemen
Cekung.
Vrencana = 80 Km/jam
86,22 - 86,39
Perhitungan Grade A – PPV = gl = 75
= -0,23% Turun
86,22 - 86,5
Perhitungan Grade PPV – B = g2 = 50
= -0,56% Naik
Persyaratan
1. Syarat keamanan
Berdasarkan jarak penuangan waktu malam dari grafik PPGJR 13/1970
di dapat Lv minimum = 150 m dengan S > L.Syarat kenyamanan
L = x V2
380
0,33 x 6400
=
380
= 5,61 m
3. Syarat Drainase
Lv = 40 x
= 40 x 0,33
= 13,33 m
Dari ketiga syarat di atas dipilih panjang lengkung vertikal yang terbesar yaitu
dengan
58
Lv = 150,00 m
Sta.
Sta PLV = -
PPV ( ½ Lv )
= 625 - 75
= 550
= 0 + 550
A x w
= 86,39 +
800
0,33% X 150
= 86,39 +
800
= 86,45 m
Sta.
Sta PTV =
PPV + ( ½ Lv )
= 525 + 75
= 600
= 0 + 600
59
Gambar .9.
60
diadakan penggalian dan timbunan pada bagian-bagian jalan tertentu.
Potongan melintang jalan dapat dilhat pada lampiran
Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi
rencana (TR), sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh elevasi
untuk menghitung luas dan volume galian dan timbunan.
Stasioning
Titik penting hasil perancangan sumbu jalan perlu dibuat tanda
berupa patok-patok dengan nomor referensi tertentu
Penomoran ini disebut Stasioning, dimana angka yang tercantum
menunjukkan jarak atau lokasi titik tersebut terhadap titik acuan
Format umum stasioning: X+YYY,ZZZ; dimana:
X = besaran kilometer, Y = besaran meter, Z = besaran per
seribuan meter
Contoh: sta1+234,567 artinya titik tersebut terletak pada satu
kilometer dua ratus tiga puluh empat meter lima ratus empat puluh
tujuh millimeterdari titik awal atau titik acuan
Tujuan penggunaan stasioning adalah sebagai tanda atau lokasi
titik-titik penting, seper titik awal, simpang, titikpentingtikungan,
titikawaljembatan, titikakhir, dsb. Selain itu digunakan sebagai
patok atau acuan jarak,
61
E
62
tersebut dan jarak stasiun sebagai lebarnya. Sebagai contoh : jika bentuk
bangun yang dibentuk oleh pekerjaan timbunan adalah segitiga maka,
Volume timbunan = ( Luas timbunan / 2 ) x jarak stasiun.
Tabel.12.
63
Pada perhitungan luasan dan volume daerah galian dan timbunan diatas diambil dari autocad
dengan skala 1: 100 m, diperoleh hasil yaitu
Sta 0+0 sampai Sta 0+1059.4
Luas total untuk daerah galian = 28359,00 m2
Luas total untuk daerah timbunan = 19749,00 m2
Volume total untuk daerah galian = 704287,50 m3
Volume total untuk daerah timbunan= 496662,50 m3
Dari hasil yang diperoleh dari perhitungan luasan dan volume untuk daerah galian dan
timbunan, maka diketahui bahwa perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun K lebih banyak
ditemukan volume galian yaitu sebesar 704287,50 m3 sedangkan untuk daerah timbunan
hanya sebesar 496662,50 m3. Maka selisih pekerjaan tanah 207625 m3
64
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengerjaan tugas Perencanaan Geometrik Jalan Raya I
adalah :
Perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun K dilakukan dengan :
Penentuan titik koridor
Pembuatan trase
Pada perencanaan jalan terdapat 3 buah tikungan yaitu :
Spiral circle spiral ( tikungan)
Full circle ( 1 tikungan)
Spiral spiral ( 1 tikungan )
Dari hasil yang diperoleh dari perhitungan luasan dan volume untuk daerah galian
dan timbunan, maka diketahui bahwa perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun K
lebih banyak ditemukan volume galian sebesar 704287,50 m3 sedangkan untuk
daerah timbunan hanya sebesar 496662,50 m3 . Maka selisih pekerjaan tanah
207625.
65
LAMPIRAN
TRASE&R.TIKNGAN
66
67
68
TABEL PENENTUAN NILAI XYZ
69
GAMBAR TIKUNGAN
Tikungan 1 scs
LS = 50 LC = 160.906 LS = 50
e=5.3% kiri
e=-5.3% kanan
Superelevasi T1 (s-c-s)
70
Tikungan 2 FC
71
LS = 50 LC = 862.100 LS = 50
3 1 1 3
4Ls 4Ls 4Ls 4Ls
e = + 2.8% kiri
e = - 2.8% Kanan
- -
-2% 2% -2% 2%
Superelevasi T2 (F-C)
Tikungan 3 (s-c-s)
72
LS = 50 LC = 176.020 LS = 50
e=6.3% Kiri
e=-6.3% Kanan
Superelevasi T3 (s-c-s)
73
POTONGAN MEMANJANG
0.32 % -0.04 % 1.16 % 0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.00 %
0.48 % 0.24 % 0.16 % 0.04 % -0.12 % -0.16 % -0.16 % 0.00 % 0.16 % 0.28 % 0.28 % 0.24 % 0.52 %
1.76 % 1.40 %
0.40 % 1.28 % 2.24 %
0.16 % -0.44 % 0.36 % -0.04 % -0.28 % -0.16 %
0.76 % 0.76 % -0.64 % -0.52 % -0.20 % 0.24 % 0.52 % 0.60 %
0.00 %
0 + 025 0 + 075 0 + 125 0 + 175 0 + 225 0 + 275 0 + 325 0 + 375 0 + 425 0 + 475 0 + 525 0 + 575 0 + 625 0 + 675 0 + 725 0 + 775 0 + 825 0 + 875 0 + 925 0 + 975 1 + 025 1 + 075 1 + 125
STA
0 + 000 0 + 050 0 + 100 0 + 150 0 + 200 0 + 250 0 + 300 0 + 350 0 + 400 0 + 450 0 + 500 0 + 550 0 + 600 0 + 650 0 + 700 0 + 750 0 + 800 0 + 850 0 + 900 0 + 950 1 + 000 1 + 050 1 + 100 1 + 150
JARAK (m)
0.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 0.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
1,000.00
1,025.00
1,050.00
1,075.00
1,100.00
1,125.00
1,150.00
100.00
125.00
150.00
175.00
200.00
225.00
250.00
275.00
300.00
325.00
350.00
375.00
400.00
425.00
450.00
475.00
500.00
525.00
550.00
575.00
600.00
625.00
650.00
675.00
700.00
725.00
750.00
775.00
800.00
825.00
850.00
875.00
900.00
925.00
950.00
975.00
25.00
50.00
75.00
0.00
91.29
91.48
91.52
91.41
91.25
91.12
91.07
91.13
91.26
91.41
91.50
91.49
91.42
91.38
91.48
91.80
92.36
92.80
93.15
93.27
93.33
93.37
93.38
93.35
93.31
93.27
93.27
93.31
93.38
93.45
93.51
93.64
93.72
93.71
94.00
94.00
94.00
94.00
94.00
94.00
94.00
94.00
94.00
94.00
94.00
94.00
0.00
ELEVASI EXISTING
ELEVASI DESIGN
74
POTONGAN MELINTANG
1. . STA 0+00
2. STA 0+025
3. STA 0+050
75
4. STA 0+075
5. STA 0+100
76
6. STA 0+125
7. STA 0+150
8. STA 0+175
77
9. STA 0+200
78
12. STA 0+275
79
15. STA 0+350
80
19. STA 0+450
81
21. STA 0+500
82
24. STA 0+575
83
27. STA 0+650
84
30. STA 0+725
85
33. STA 0+800
86
36. STA 0+875
87
39. STA 0+950
88
42. STA 0+1025
89
45. STA 0+1100
90
DAFTAR PUSTAKA
Frans, J.H. 2017. Bahan Ajar Mata Kuliah Jalan Raya I. Teknik Sipil Universitas Nusa
Cendana, Kupang.
Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan, 1990. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
RSNI T – 14 – 2004. Geometrik Jalan Perkotaan, Badan Standardisasi Nasional (BSN),
Jakarta.
Tata Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
Sukirman,Silvia.1999.Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan.Nova: Bandung
91