Anda di halaman 1dari 1

Rakyat Sultra

8 Bahasa, Sastra, dan Budaya KERJA SAMA KANTOR BAHASA PROVINSI SULAWESI TENGGARA DAN HARIAN RAKYAT SULTRA Senin, 7 November 2022

PUISI ARTIKEL
- Effendi Kadarisman - Tercerai dengan Bahasa Persatuan
Ajari Hamba bahasa Indonesia akhirnya lahir
sebagai bahasa persatuan pada tanggal
ini, yang bahkan dengan satu bahasa
semisal sekarang pun rumitnya bukan
terlihat–selalu–marah.
Hampir di semua media sosial,
28 Oktober, 94 tahun yang lalu. Ia main. kita selalu berkelahi menggunakan
Tuhan, terdapat pada butir ketiga di dalam satu Bahasa Indonesia Riwayatmu Kini bahasa persatuan dengan tujuan
Ajari hamba ikrar, satu sumpah yang kemudian kita Bangsa ini tertolong oleh ide-ide saling meng-aku. Ego sektoral selalu
bicara seadanya
Tanpa buih di mulut kenal dengan Sumpah Pemuda, “Kami brilian dan kearifan yang dimiliki menjadi yang terdepan dan seakan
Putra dan Putri Indonesia, mengaku para pendirinya. Bangsa ini merdeka kita melupakan atau kita hanya pura-
Ajari hamba, Oleh : bertumpah darah yang satu, tanah dan besar dengan para pemuda pura lupa bahwa bahasa Indonesia
hadir di depan siapa saja Hubbi S. Hilmi air Indonesia. Kami Putra dan Putri yang mengelu-elukan bahasa yang dikadirkan untuk menyatukan kita yang
sebagai sesama Indonesia, mengaku berbangsa yang mempersatukannya, bahasa Indonesia. terlahir tidak sama. Bahasa Indonesia
Lahir di Labuhan Haji, Lombok, NTB. satu, bangsa Indonesia. Kami Putra dan Dari zaman ke zaman, bahasa Indonesia kian beragam dengan kosakata baru
Tamparlah hamba Cerpen, esai, dan resensinya pernah muat
di sejumlah media nasional maupun lokal. Putri Indonesia, menjunjung bahasa terus memugar diri agar menjadi yang mencerminkan suatu kemarahan.
bila kurang ajar Buku kumpulan esai pertamanya terbit persatuan, bahasa Indonesia.” bahasa yang lebih baik, efektif, dan Setiap hari kita selalu memperoleh
bila kurang wajar dengan judul Silsilah Percakapan (2022) Tengah malam di bulan Oktober efisien serta dapat digunakan oleh kosakata baru untuk saling menghujat,
dan sedang menyiapkan buku kumpulan ini, saya hanya mampu membayangkan siapa pun dan dimana pun. Sejumlah saling menjatuhkan satu dengan yang
Hiaskan senyuman di wajahku cerpen perdananya yang berjudul
bila menghadap wajah-Mu Buku Panduan Wisata. Ia merupakan jerih payah perjuangan para pemuda riwayat mencatat perubahannya, mulai lain. Kita seakan berperang dengan
mahasiswa doktoral Prodi Pendidikan pada saat itu. Konon, pada tahun 1928, yang kita kenal dengan nama Ejaan diri sendiri, dengan saudara sebangsa
Luruskan langkah hamba Bahasa Indonesia, Universitas Sebelas negara kita sedang dijajah Belanda. van Ophuijsen kemudian setelah yang disatukan dengan satu bahasa.
menuju cinta Maret Surakarta, dan tenaga pengajar di Namun, para pemudanya tidak hanya kemerdekaan berganti menjadi Ejaan Bahasa itu pulalah yang kemudian kita
Universitas Khairun Ternate.
menuju Cinta berjuang dengan raga dan materi untuk Republik atau Soewandi. Lalu, beralih manfaatkan untuk saling menghinakan.

T
mengusir para penjajah, tetapi juga menjadi Ejaan Pembaharuan kemudian Bahasa Indonesia tidak lagi arif, ia
Doa untuk doaku engah malam di bulan Oktober, berjuang menyisihkan ego kesukuannya bergeser menjadi Ejaan Melindo. (baca: bahasa Indonesia) terlihat begitu
kepada-Mu saya tiba-tiba berusaha masing-masing. Lalu, mereka berbesar Setelah itu, diubah lagi menjadi Ejaan naif.
jangan berakhir hampa, mengingat wajah Mohammad
sia-sia hati merelakan bahasa etnis mereka Baru Lembaga Bahasa dan Kasustraan Sebagai bahasa alternatif yang
Tabrani Soerjowitjirto atau melebur menjadi satu, menjadi bahasa (LBK) dan berubah lagi menjadi Ejaan kedua, bahasa Indonesia belakangan
Di ujung yang suwung ketika masih sekolah, guru saya Indonesia. Segalanya dilakukan demi Yang Disempurnakan (EYD). Setelah telah berubah menjadi bahasa alternatif
Tuhan, sering kali menyebutnya dengan persatuan bangsa. Bayangkan saja jika itu, diganti lagi menjadi Ejaan Bahasa dalam pengertian sesungguhnya. Dalam
Ajari hamba M. Tabrani saja. Seorang wartawan M. Tabrani dahulu tak seberani itu atau Indonesia (EBI). Selanjutnya, kabar di dunia digital, bahasa Indonesia telah
jadi manusia kelahiran Pamekasan, Madura–yang mungkin bayangkan saja jika M. Yamin terakhir kembali lagi berganti menjadi kalah telak. Ia kalah karena dianggap
jadi sekuntum kata yang harum berdasarkan cerita guru saya dahulu– bersikeras dan ngotot menginginkan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). memiliki prestise jauh di bawah bahasa
di sunyi puisi-Mu memiliki cita-cita sangat tinggi. Dia bahasa Melayu sebagai bahasa Sungguh jalan yang rumit, berliku, asing. Bukan menjadi rahasia lagi
Amien ingin mempersatukan negerinya yang persatuan. Apakah mungkin bunyi ikrar dan panjang bagi perjalanan bahasa bahwa bahasa asing menjadi bahasa
beragam suku bangsa dengan hanya Sumpah Pemuda yang ketiga menjadi persatuan bangsa ini. perjalanannya pilihan yang sering kali digunakan
Malang, 6 Oktober 2022 satu nama bahasa dan satu bahasa. Guru berbeda? Semisal menjadi Kami Putra penuh perjuangan dan penuh kearifan. para warganet dalam membubuhi
*suwung (Bahasa Jawa) = kosong/hampa saya menerangkan, bahasa itu kemudian dan Putri Indonesia, menjunjung Namun, pada era yang demikian postingannya di media sosial. Mereka
diberi nama bahasa Indonesia, bahasa bahasa persatuan, bahasa Melayu? canggihnya ini, pada era yang para memilih mengucap caption daripada
persatuan kita. Beralih dari perihal bayang- pemudanya tak berjuang lagi melawan kata takarir. Padahal, kata takarir telah
Jembatan Kabarnya, perjuangan M. Tabrani
tak mudah. Ia sempat bersitegang dengan
membayangkan, satu yang pasti,
bahwa setiap pemuda kala itu berjuang
kolonialisme, pada era yang serba cepat
ini, bahasa Indonesia tampaknya beralih
ada dalam KBBI sebagai padanan kata
caption.
Gempa yang menggempur dan jembatan M. Yamin yang juga menginginkan dan menyisihkan ruahnya perbedaan fungsi dan perannya pun kian memudar. Rupa-rupanya, kita begitu sulit
itu roboh. Juga banjir bandang, menggunakan nama bahasa Melayu demi menjadi satu, demi Indonesia Pada era jempol ini, kita dapat melihat berbangga berbahasa Indonesia
sungai meradang, merenggut jembatan sebagai nama bahasa pergaulan bangsa. merdeka. Hal itu demi melahirkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya sehingga kita selalu menyisihkannya.
gantung M. Tabrani bersikeras. Ia berlogika salah satu sarana perjuangan yang dan dalam jumlah yang tak terhingga Jangan-jangan—ini kecurigaan saya
Tinggal terali baja, meranggas bahwa jika tanah air kita Tanah Air
terayun-ayun sangat ampuh, yakni bahasa Indonesia. bahwa bahasa Indonesia sekarang saja—kita sudah lupa cara berbahasa
Indonesia, bahasa juga semestinya Apa jadinya jika bahasa Indonesia tak sebagai bahasa alternatif. yang ramah dan arif sehingga kita selalu
Gempa yang meruntuhkan jiwamu menggunakan nama bahasa Indonesia. pernah lahir dan para pemuda yang Sebagai bahasa alternatif yang saling menghinakan. Adakalanya kita
Api dendam. Pohon riwayat itu Sebagai seorang wartawan, M. Tabrani beragam suku dan bahasa yang hadir pertama, bahasa Indonesia kita gunakan perlu menengok sejarah para pahlawan
terbakar habis. Puisimu tinggal abu menggelorakan gagasannya melalui pada saat Kongres Pemuda saat itu satu sebagai bahasa untuk bercerai. Bahasa bangsa yang dengan jerih payahnya
Kisah jembatan patah salah satu kolom surat kabar yang ia dengan yang lainnya bersikeras tak Indonesia sangat sering kita gunakan kita dapat merdeka. Kita merdeka
di antara tulang rusuk sejarah asuh. Melalui kolom Kepentingan di mau menyisihkan bahasa daerahnya? sebagai alat untuk saling menegasikan, bermain media sosial tanpa takut
Tunggul Ametung ditikam surat kabar Hindia Baru tempatnya Mungkin saja kita masih dijajah atau saling berbalah, saling menyalahkan digempur Belanda atau pun Jepang.
Ken Arok ditikam bekerja, M. Tabrani tercatat setidaknya mungkin juga dari Sabang sampai hingga saling “tikam” di media sosial. Pun dengan jerih payahnya, kita dapat
Anusapati ditikam ... dua kali memperjuangkan penggunaan
Api dan sakit hati tak pernah padam Merauke tidak pernah terikat dalam Bahasa Indonesia telah kehilangan saling mengerti, saling memahami
nama bahasa Indonesia dan bahasa satu negara. Pun jika berhasil menjadi kearifannya. Tak ada lagi kesan bahasa di dalam segenap perbedaan kita.
Di ujung ini, apa yang kau cari? Indonesia sebagai bahasa pergaulan satu negara tanpa bahasa Indonesia Indonesia pernah diperjuangkan oleh Segalanya berkat mereka, berkat bahasa
Jembatan, dari bumi ke Langit bangsa di surat kabar kala itu. misalnya, tanpa menyisihkan ego para intelektual muda cum berbudi Indonesia. Selamat memperingati Hari
Ada ribuan surat dengan alamat: Melalui perjuangan yang cukup kedaerahannya masing-masing, dapat luhur. Bahasa Indonesia kini tak lagi Sumpah Pemuda dan kata guru saya,
Adinda Dewi Cinta panjang dan diperjuangkan oleh para dibayangkan betapa rumitnya negeri ramah, ia (baca: bahasa Indonesia) “Jasmerah!” Tabik.
di Surga pemuda yang arif dan berbudi luhur,

C E R P EN
Malang, 17 Juni 2022

Sajak Jalan Pesan Terakhir Ayah


Yang paling heran tentu jalan raya Oleh : Reni Asih Widiyastuti
di kota, tak henti menyaksikan ratusan
kendaraan berbagai mèrek, saling pamer, “Menikahlah dengan Ayu, Satrio. kami. Malam ini, takada angin, takada kasih dari siapa saja untuk bertahan Saat hampir putus asa itulah,
saling jor-joran Dia wanita yang sangat baik. hujan, tiba-tiba kami bertengkar hebat. hidup. Tak jarang mobil mewah kerap seseorang tiba-tiba menepuk
Ayah pastikan kamu akan bahagia Ayu pergi. Namun, aku kali mampir—memberinya sembako. pundakku. Aku terkesiap, berusaha
Yang paling sombong pasti jalan tol, kalau hidup bersamanya.”
mampu mengantarmu melesat dari kota memutuskan untuk mengikuti ke Temanku juga bilang, akhir-akhir ini membangkitkan kesadaran.
“Tapi, Ayah ....” mana ia pergi. Hingga ketika sampai Ayu memang selalu menyempatkan “Perempuan dan anak yang Anda
ke kota—sambil merogoh dompetmu, dan “Hanya itu permintaan terakhir Ayah
hanya tertawa jika ada sedan terlempar sebelum benar-benar pergi di sebuah jalan, sesekali ia menoleh ke waktu untuk bahkan sekadar cari masuk ke gedung tua sebelah sana.
atau truk terbalik meninggalkan dunia.” belakang. Mungkin memastikan jika mengetahui bagaimana keadaan anak Segera susullah ke sana.”

A
tidak ada yang memata-matainya dan itu. Sebuah ekspresi tersirat setiap kali “Baik. Terima kasih atas
Yang menggerutu adalah jalan kampung, ku melirik Ayu yang sedari keadaan tetap aman. Kupikir urusan Ayu tiba-tiba minggat. Seperti hari ini. informasinya, Pak.”
tak beraspal, tapi harus tetap beramal, ini sangat sederhana, tetapi ternyata “Jangan campuri urusanku!” Seseorang yang kupanggil “Pak”
wajahnya penuh debu kemarau dan kakinya tadi berdiri di sampingku.
Selama Ayah sakit dan tidak. Membiarkannya pergi lebih jauh “Ada hubungan apa kau dengan itu kemudian berlalu dari hadapanku.
berbalut lumpur di musim hujan kelak akan kuketahui sebagai sebuah anak itu, ha!” Tanyaku seraya Berjalan tertatih dan lambat laun
dirawat di rumah sakit ini, ia
Yang selalu menyimak, setahuku, jalan yang melayani segala kebutuhan Ayah. kesalahan terbesar dalam hidup. memegang tangan kananmu dengan menghilang begitu saja. Aku merasa
setapak, setia mendengar percakapan Bahkan, aku tak memungkiri bahwa Ayu berjalan membelah udara erat. ini antara nyata dan mimpi. Namun,
para petani tentang sawah yang gagal panen dengan kehadirannya—sebagai asisten malam yang menggigit tulang. “Lepaskan aku!” entah kenapa ingin mengikuti
dan harga-harga melonjak yang menampar rumah tangga—sangat meringankan Membuat rasa penasaran dalam dadaku Ayu menepis tanganku dan perkataannya. Gedung tua itu tak
wajah mereka beban keluarga kami, terutama dalam membuncah. Mau ke manakah ia pergi? melenggang pergi tanpa menoleh jauh. Berjalan kaki selama 10 menit
hal mengurus dan menjaga Ayah. Atau ia baru saja melakukan sesuatu sedikit pun. Pertengkaran ke sekian pun sampai. Suasana di dalam cukup
Yang selalu merenung hanya jalan sunyi, sehingga harus berkejaran dengan kali. Entah apa yang sedang terjadi terang dengan pencahayaan lampu di
menggandeng tangan para kekasih, Apalagi aku anak semata wayang yang
sehari-hari bekerja sebagai manajer waktu, supaya sampai tepat di suatu pada hatiku. Aku bahkan takberani sana sini. Setelah kira-kira separuh
yang takut terlambat mencapai makrifat, tempat? menyudahi pertengkaran antara perjalanan, mataku tiba-tiba tertumbuk
takut menyapa Cinta tanpa air mata sebuah perusahaan swasta, sedangkan
Ibu sudah lebih dulu menghadap Tuhan Entah sudah berapa lama Ayu dan kami. Aku lebih memilih untuk terus pada sosok Ayu dan anak itu. Hendak
Malang, 1 Oktober 2022 sejak aku masih bayi. Sejak Ibu tiada, aku saling menyisir jalanan lengang. mengamati dan enggan mengucap kata menjerit lantaran terlampau girang,
aku dan Ayah mengelola perusahaan Sesampainya di persimpangan, Ayu maaf kepadanya. Walau aku begitu tetapi aku keliru. Sangat keliru jika saja
bersama-sama. Sampai akhirnya Ayah berbelok ke kanan. Aku memicingkan yakin, betapa ia selalu tak pernah tidur benar-benar melakukannya. Ya, karena
lelah dan sakit selama berbulan-bulan. mata supaya lebih jelas mengamatinya. dengan nyenyak di malam-malamnya yang kudapati hanyalah dua tubuh tak
Ayu menatap ayah dengan mata Beruntungnya, perjalanan bodoh yang setelah itu. Akan tetapi, ia seharusnya bernyawa bersimbah darah. Setelah aku
penuh haru. Seolah tak rela jika Ayah kulakukan ini tidak berujung pada tak perlu khawatir, sebab aku pun sama. tepat berhenti di depannya, tiba-tiba
benar-benar pergi untuk selamanya. kesia-siaan. Aku telah menemukan Sejak pertama kali memutuskan pesan terakhir Ayah—sesaat sebelum ia
Namun, di sisi lain, pasti ia merasa jawaban atas rasa penasaran yang untuk mengawasi Ayu, aku kesulitan meninggal—menggema di telinga,
takenak hati. Apa kata para tetangga kubawa sejak tadi. Ternyata, ia masuk untuk memejamkan mata barang sejenak “Berjanjilah kepada Ayah, Satrio.
jika ia menikah denganku? Seorang ke dalam salah satu rumah kardus. setiap malam. Pikiranku melayang jauh Sayangi Ayu dan tetaplah bersamanya
asisten rumah tangga bersatu dengan Aku mengintip Ayu dari tempat tentangnya dan anak di dalam rumah sampai hanya maut yang memisahkan
manajer. Jujur saja, kami sama-sama yang sangat strategis, agar bisa melihat kardus itu. Siapa sebenarnya anak itu? kalian.”
dalam posisi yang serba salah. Apalagi apa saja yang ia lakukan di dalam Dan ada hubungan apa Ayu dengannya,
aku takada rasa sedikit pun kepada Ayu. rumah kardus itu. Setelah melewati sehingga Ayu terlihat begitu rela untuk
Lalu, aku harus bagaimana? beberapa kubangan air akibat hujan tidak pernah absen menengoknya?
Setelah merundingkan beberapa deras yang tadi sempat mengguyur, Pada akhirnya tidurku tak pernah
hal, termasuk mendatangkan kedua aku bisa melihatnya berbicara dengan nyenyak setelah semua yang terjadi,
orang tua Ayu, akhirnya kami pun seorang anak, dari balik tong sampah meski sudah kucoba berulang kali
Effendi Kadarisman mendapatkan gelar Ph.D. menikah di depan Ayah. Pernikahan tepat di samping rumah kardus. Jika untuk mengenyahkan Ayu dari
di bidang linguistik dari Univeristas Hawai berjalan dengan lancar dan kelegaan kutaksir, mungkin usianya menginjak tempurung otakku yang mulai karatan
tahun 1999 dan sekarang, ia menjadi guru segera terpancar di wajah Ayah. Ia 15 tahun. Ia memiliki lesung pipit dan lantaran sering bergesekan dengan
besar linguistik dan pakar etnopuitika pada memanggilku dan Ayu untuk lebih sangat cantik seperti Ayu. cerita tentangnya. Salah satunya, yaitu
Program Pascasarjana Universitas Islam Malang mendekat kepadanya. Dari bahasa tubuh, mimik muka, dan ketika ia ternyata akan terus menemani
(UNISMA). Selain menekuni linguistik, ia juga nada bicara Ayu, ia seolah menyimpan anak di rumah kardus itu.
mencintai puisi dan telah menerbitkan empat “Berjanjilah kepada Ayah, Satrio.
Sayangi Ayu dan tetaplah bersamanya rindu begitu dalam. Ia rengkuh anak itu Malam ini, entah malam ke berapa,
antologi puisi tunggal. Antologi terakhir Selembar ke dalam pelukannya seiring dengan aku tak menemukan Ayu di rumah
Daun Hening (2021) berhasil menjadi salah satu sampai hanya maut yang memisahkan
dari 15 nomine pada lomba Hari Puisi Indonesia kalian.” tangis yang perlahan membanjiri kardus. Begitu juga dengan anak itu.
tahun 2021. Sepanjang tahun 2021 dan 2022, Seusai berkata itulah, Ayah terlihat pipinya. Melihatnya, entah kenapa aku Sempat kutanyakan kepada orang-orang
puisi-puisinya masuk dalam 12 buku antologi kesulitan bernapas. Aku refleks juga ikut meneteskan air mata. di sekitar, tetapi mereka tak mengetahui
puisi bersama, antara lain Dunia: Suara Penyair memanggil dokter. Dokter mengecek “Maaf, Anda sebenarnya siapa?” sedikit pun ke mana kalian pergi.
Mencatat Ingatan, Indonesia dalam Setangkai dan akan segera melakukan tindakan. Ia Sebuah pertanyaan mendadak terlontar Seketika rasa takut mulai menjalari
Puisi, Jazirah Sebelas, Aku dan Chairil, dan meminta kami semua menunggu di luar. dari bibir mungil si anak, membuat hatiku. Mungkinkah Ayu tahu jika aku
Upacara Tanah Puisi. kebisuan berangsur menghilang. mengawasinya selama ini? Dan bisa
Selang 10 menit, dokter pun keluar.
“Kami sudah berusaha semaksimal “Saya orang yang sangat dekat jadi sekarang ia sedang melaporkanku
Redaksi menerima naskah esai, cerpen dan puisi mungkin, tetapi nyawa Bapak Munir denganmu. Semoga kamu bisa bersabar ke polisi. Entahlah.
yang belum pernah dipublikasikan. tidak dapat diselamatkan. Beliau sampai nanti aku bisa memberitahu Sebelum kekhawatiran dalam hati
Naskah dikirimkan ke sebuah rahasia besar kepadamu.” memuncak, aku memutuskan untuk
bastra.kbsultra@gmail.com sudah meninggal,” ucap dokter seraya
meninggalkan kami semua. Si anak tak mengatakan apa pun. Ia meninggalkan rumah kardus. Mencari
Tim Redaksi *** hanya menatap Ayu, seolah memikul Ayu dan anak itu, mulai dari jalan raya,
Sepekan setelah kepergian Ayah, kebingungan yang luar biasa. Mungkin gang sempit, warung, sampai deretan
Penanggung Jawab : Kepala Kantor Bahasa dalam hatinya berkata: rahasia apa yang kios pun kudatangi. Namun, hasilnya Reni Asih Widiyastuti kelahiran
Provinsi Sulawesi kehidupanku dengan Ayu berjalan
Tenggara, hambar. Aku belum bisa mencintainya. perlu kuketahui darimu? nihil. Ayu dan anak itu tetap tak dapat Semarang, 17 Oktober 1990. Karya-
Uniawati, S.Pd., M.Hum. Waktu demi waktu terus merambat dan Hari berganti, sampai ketiga kali kutemukan. Dengan langkah gontai, karya alumnus SMK Muhammadiyah
Pemimpin Redaksi : Cahyo W.P. Antomo tetap sama. Kini, 5 tahun sudah aku Ayu mengunjungi anak itu. Menurut kudaratkan pantat di atas trotoar. 1 Semarang ini telah dimuat di
Redaktur : Untung Kustoro (cerpen) informasi seorang temanku yang Menatap jalanan yang seakan mengejek. berbagai media cetak dan daring. Buku
Syaifuddin Gani (puisi) membina rumah tangga dengannya.
Cahyo W.P. Antomo (esai) Kehambaran diperparah karena tangis tinggal tak jauh dari permukiman Lamunan seketika menyergap bagai tunggalnya telah terbit, yaitu Pagi untuk
Sekretaris Redaksi : Hilda Yuliana bayi tak kunjung meramaikan rumah rumah kardus, anak itu menerima belas laron berkerumun di lampu-lampu. Sam (2019) dan Pijar (2022).

Anda mungkin juga menyukai