OLEH :
KELOMPOK 6
OFFERING C-2017
AHASTI ALDA RAHIMA (170331614062)
DESNA ARDINA (170331614004)
FAIZATUNNISA SUBAIDI (170331614014)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2019
PERCOBAAN 4
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
A. Tujuan Percobaan
Menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu dan menentukan kalor
larutan differensial.
B. Dasar Teori
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut
sampai membentuk larutan jenuh. Cara menentukan kelarutan suatu zat adalah
dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian
menimbang zat yang akan dilarutkan misalnya 5 gram. Jumlah zat yang dilarutkan
harus dapat diperkirakan agar dapat membentuk larutan lewat jenuh yang ditandai
dengan masih terdapatnya zat yang tidak dapat larut. Setelah dicampur, dikocok
dan didiamkan sampai terbentuk kesetimbangan zat yang tidak larut dengan zat
yang larut. Kemudian padatan yang tidak larut disaring, dikeringkan dan
ditimbang, misalnya didapat 1,5 gram. Larutan yang telah disaring itu
mengandung (5-1,5) gram : 3,5 gram/liter, dan dapat dinyatakan dalam mol/liter
dengan mencari molnya terlebih dulu (Syukri, 1999:360).
Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh dan lewat jenuh. Larutan disebut
jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak
zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan
bila lebih disebut lewat jenuh. Zat yang dapat membentuk larutan jenuh,
misalnnya natrium tiosulfat (Sukardjo, 1989:141-142). Kelarutan zat padat dalam
cairan ditentukan bukan hanya oleh gaya antar molekul diantara zat terlarut dan
pelarut tetapi juga oleh titik lebur dan entalpi peleburan zat terlarut sebagai
contoh, hidromatik pada 25ºC, pada suhu 25ºC hidrokarbon aromatik padat
fenantrena sangat mudah larut dalam benzena, kelarutan 20,7 persen mol.
Kebalikannya, hidrokarbon aromatik padat antrasena, sebuah isomer fenantrena,
hanya bisa larut sedikit dalam benzena 25ºC, kelarutannya 0,81 persen mol. Untuk
kedua zat terlarut dan benzena pada hakikatnya identik. Walaupun demikian, titik-
titik lebur kedua zat terlarut sangat berbeda, fenantrena meleleh pada 100ºC
sedangkan antrasena pada 217ºC. Secara umum, dapat diperlihatkan bahwa
apabila faktor-faktor lain dibuat konstan, zat terlarut dengan titik lebur lebih tinggi
memiliki kelarutan lebih rendah. Demikian pula, bila faktor-faktor lain dibuat
lebih konstan, zat terlarut dengan entalpi peleburan lebih tinggi memiliki
kelarutan lebih rendah.
Larutan lewat jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan
tersebut dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat
dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan karena proses pelarutan bersifat
endotermik. Akan tetapi ada zat yang sebaliknya yaitu kelarutan zat padat dalam
larutan bertambah bila suhunya diturunkan yang disebut eksotermik seperti
C2(SO4). Pengaruh kenaikkan suhu pada kelarutan gas berkurang bila suhu
dinaikkan karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Walaupun suhu suatu
zat bisa larut dalam pelarut cair, tetapi jumlah yang dapat larut selalu terbatas.
Batas-batas tersebut disebut kelarutan.
Dalam kesetimbangan kelarutan zat padat dalam cairan, kecepatan melarut
sama dengan kecepatan mengendap. Artinya konsentrasi-konsentrasi suatu zat
dalam suatu larutan akan selalu tetap ada. Jika suatu kesetimbangan terganggu,
misalnya dengan berubahnya temperatur, maka konsentrasi larutan akan berubah.
Hal ini dapat dinyatakan dengan hukum Van’t Hoff. Umumnya panas pelarutan
adalah positif, sehingga menurut Van’t Hoff, makin tinggi temperatur, maka
makin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat yang panas pelarutannya
negatif, makin tinggi temperatur, makin berkurang zat yang dapat
larut.Berdasarkan keadaan fasa zat setelah bercampur, maka campuran ada yang
homogen dan heterogen. Campuran homogen ialah campuran yang membentuk
satu fasa, yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu
bagian dengan bagian lain didekatnya. Campuran homogen lebih umum disebut
larutan. Contohnya air gula dan alkohol dalam air. Sedangkan campuran
heterogen adalah campuran yang mengandung dua fasa atau lebih. Contohnya air
susu dan air kopi.
Dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara molekul-molekul zat
yang larut dan tidak larut. Kesetimbangan tersebut dapat dinyatakan dalam
persamaan reaksi berikut.
A(s) → A(aq)
Keterangan :
A(s) : molekul zat yang tak larut
A(aq) : molekul zat yang larut
Tetapan kesetimbangan pelarutan tersebut adalah :
az
K=
az
a z∗¿ = γ z m z …………………….Persamaan 1 ¿
1
Keterangan :
az : aktifitas zat yang larut
az* : aktifitas zat yang tidak larut (berharga 1)
γ : koefisien keaktifan zat yang larut
mz : Konsentrasi zat yang larut
Hubungan antara tetapan kesetimbangan pelarutan dengan suhu
ditunjukkan oleh faktor Van’t Hoff :
[ ]
∂ ln k
∂T P
=
∆H°
RT
2
…………………..Persamaan 2
Keterangan :
ΔH° : perubahan entalpi proses
R : tetapan gas ideal
Substitusi persamaan 1 ke persaamn 2 menghasilkan :
[ ∂ ln γ z m z
∂T ]
P
=
∆ HDS
R T2
……………………Persamaan 3
∂ ln γ z ∆ HDS
+ 1= ……………….Persamaan 4
∂ ln m z R T2
∂ ln γ z
Dalam hal ini ∂ln mz dapat diabaikan sehingga didapat persamaan sebagai
berikut:
d ln m z ∆ HDS
+ 1= …………….Persamaan 5
dT R T2
Dengan demikian
ΔH DS dapat ditentukan dari arah garis singgung pada
kurva log mz terhadap1/T.
Integrasi persamaan 5 antara suhu T1 dan T2 memberikan persamaan :
m z (T2) ∆ HDS T2-T1
log = ( )…………..Persamaan 6
m z ( T1 ) 2,3R T2.T1
Apabila grafik ΔHDS tidak bergantung pada suhu, maka grafik log mz terhadap 1/T
akan linier.
Dibuat ± 50 mL atau ½ tabung reaksi besar larutan jenuh dari asam oksalat
Diisi dengan air ke dalam tabung reaksi hingga volume ± sepertiga dari tabung
reaksi
Dilarutkan zat tersebut sampai larutan menjadi jenuh (tidak larut lagi)
Dimasukkan tabung besar A yang berisi larutan jenuh kedalam beaker kecil B
Dilakukan pengambilan yang serupa pada suhu 30°C, 20°C, dan 10°C
Dibungkus ujung pipet dengan kertas saring agar zat padat tidak mamasuki pipet
E. Data/Hasil Percobaan
F. Analisa Data
Berikut perhitungan kelarutan pada suhu 40⁰C, 30oC, 20oC, dan 10oC.
1. Suhu 313 K
Diketahui : M NaOH =1M=1N
Volume rata-rata NaOH = 4,00 mL
Volume Asam Oksalat = 10 mL
Konsentrasi H2C2O4 sesudah pengenceran
2NaOH(aq) + H2C2O4(aq) Na2C2O4(aq) + H2O(l)
N H ❑ C O ×V H
2 2 4 2 C 2 O4 =N NaOH × V NaOH N H ❑ C O ×10 mL=1 N × 4,30 mL
2 2 4
1 N ×4,30 mL N
N H❑ C O = =0,430 N M H ❑ C O =
2 2 4
10 mL 2 2 2 4
0,430 N
¿
2
¿ 0,2150 M
Konsentrasi H2C2O4 sebelum pengenceran
M 1 × V 1=M 2 × V 2 M 1 × 10 mL=0,2150 M ×100 mL
0,2150 M ×100 mL
M 1=
10 mL
¿ 2,150 M
2. Suhu 303 K
Diketahui : M NaOH =1M=1N
Volume rata-rata NaOH = 3,65 mL
Volume Asam Oksalat = 10 mL
Konsentrasi H2C2O4 sesudah pengenceran
2NaOH(aq) + H2C2O4(aq) Na2C2O4(aq) +H2O(l)
N H ❑ C O ×V H ❑ C O =N NaOH × V NaOH N H ❑ C O ×10 mL=1 N × 3 , 65 mL
2 2 4 2 2 4 2 2 4
1 N ×3 , 65 mL N
N H❑ C O = =0,365 N M H ❑ C O =
2 2 4
10 mL 2 2 2 4
0,365 N
¿
2
¿ 0,1825 M
Konsentrasi H2C2O4 sebelum pengenceran
M 1 × V 1=M 2 × V 2 M 1 × 10 mL=0,1825 M ×100 mL
0,1825 M ×100 mL
M 1=
10 mL
¿ 1,825 M
3. Suhu 293 K
Diketahui : M NaOH =1M=1N
Volume rata-rata NaOH = 2,90 mL
Volume Asam Oksalat = 10 mL
Konsentrasi H2C2O4 sesudah pengenceran
2NaOH(aq) + H2C2O4(aq) Na2C2O4(aq) +H2O(l)
1 N ×2,00 mL N
N H❑ C O = =0,290 N M H ❑ C O =
2 2 4
10 mL 2 2 2 4
0,290 N
¿
2
¿ 0,145 M
Konsentrasi H2C2O4 sebelum pengenceran
M 1 × V 1=M 2 × V 2 M 1 × 10 mL=0,145 M ×100 mL
0,145 M ×100 mL
M 1=
10 mL
¿ 1,45 M
4. Suhu 283 K
Diketahui : M NaOH =1M=1N
Volume rata-rata NaOH = 1,65 mL
Volume Asam Oksalat = 10 mL
Konsentrasi H2C2O4 sesudah pengenceran
2NaOH(aq) + H2C2O4(aq) Na2C2O4(aq) +H2O(l)
N H ❑ C O ×V H ❑ C O =N NaOH × V NaOH N H ❑ C O ×10 mL=1 N × 1,65 mL
2 2 4 2 2 4 2 2 4
1 N ×1,65 mL N
N H❑ C O = =0,165 N M H ❑ C O =
2 2 4
10 mL 2 2 2 4
0,165 N
¿
2
¿ 0,0825 M
Konsentrasi H2C2O4 sebelum pengenceran
M 1 × V 1=M 2 × V 2
M 1 × 10 mL=0,0825 M ×100 mL
0,0825 M ×100 mL
M 1= =0,825 M
10 mL
Konsentrasi
Suhu (K) log M -log M 1/T
H2C2O4(M)
1 f(x) = 1199.71819960861
0.8386 x − 3.19595385518591
0, R² = 0.928391833668966
0.7387
0.8
-log M
-log M
0.4
0.2
0
0.0031 0.0032 0.0033 0.0034 0.0035 0.0036
1/T
Konsentrasi
Suhu (K) log M -log M 1/T
H2C2O4(M)
-0.3 -0.3324
-0.4
1/T
1,825 ∆ H DS 303−313
log = x
2,15 2,303 x 8,314 303 x 313
∆ H DS −10
log 0,85¿ x
2,303 x 8,314 94839
∆ H DS = 12.816, 79 J/mol
2. Pada saat T1 = 303 K dan T2 = 293 K
m z (T 2) ∆ H DS T 2−T 1
log = x
m z (T 1) 2,303 R T 2 x T 1
1,45 ∆ H DS 293−303
log = x
1,825 2,303 x 8,314 293 x 303
∆ H DS −10
log 0,79 ¿ x
2,303 x 8,314 88779
∆ H DS = 17.402,00 J/mol
3. Pada saat T1 = 293 K dan T2 = 283 K
m z (T 2) ∆ H DS T 2−T 1
log = x
m z (T 1) 2,303 R T 2 x T 1
0,825 ∆ H DS 283−293
log = x
1,45 2,303 x 8,314 283 x 293
∆ H DS −10
log 0,57¿ x
2,303 x 8,314 82919
∆ H DS = 38.758,82 J/mol
G. Pembahasan
Percobaan kali ini memliliki tujuan untuk menentukan kelarutan zat pada
berbagai suhu dan menentukan kalor larutan differensial. Pada larutan jenuh
terjadi kesimbangan dinamis, keseimbangan tersebut akan dapat bergeser bila
suhu dinaikkan. Zat yang digunakan pada percobaan adalah asam oksalat, karena
kelarutan asam oksalat sangat sensitif terhadap suhu. Sehingga dengan
berubahnya suhu, kelarutannya juga akan berubah. Selain itu asam oksalat
memiliki kelarutan yang kecil bila dilarutkan dalam air. Asam oksalat merupakan
asam dikarboksilat dengan rumus kimia H2C2O4, padatan kristal tak berwarna dan
bersifat racun.
Larutan jenuh asam oksalat ketika dipindahkan kedalam tabung reaksi dari
gelas beaker harus meimiliki suhu diatas 313 K karena sampel tersebut diukur
kelarutannya pada suhu 313 K. Sampel larutan asam oksalat dimasukkan kedalam
tabung reaksi yang besar untuk didinginkan dan ditunggu suhu larutan jenuh
sampai mencapai 313 K. Pada tabung reaksi yang berisi larutan jenuh harus
dimasukkan juga termometer untuk mengukur suhu larutan jenuh tersebut.
Siapkan juga es batu yang berfungsi menurunkan suhu karena pada percobaan ini
dilakukan pada suhu 313 K, 303 K, 293 K, 283 K. Semakin rendah suhu larutan
jenuh maka jumlah kristal H2C2O4 yang mengendap akan semakin banyak dengan
membentuk endapan di dasar tabung.
Pada saat suhu mencapai 313 K larutan diambil sebanyak 10 mL dan
diencerkan dalam labu ukur 100 mL. Hasil dari pengenceran diambil sebanyak 10
mL kemudian ditambah tiga tetes indikator PP, lalu dititrasi dengan larutan NaOH
1 N secara duplo. Dilakukan duplo agar didapatkan volume titrasi NaOH akurat.
Perlakuan ini diulang pada suhu larutan asam oksalat saat 303 K, 293 K, dan 183
K. Konsentrasi asam oksalat pada saat suhu mencapai 313 K adalah 2,15 M. Pada
saat suhu mencapai 303 K, konsentrasi asam oksalat adalah 1,825 M. Selanjutnya
pada saat suhu mencapai 293 K, konstrasi asam oksalat adalah 1,45 M. Pada saat
suhu mencapai 283 K, konsentrasi asam oksalat adalah 0,825 M. Reaksi pada saat
titrasi terjadi reaksi berikut:
H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq) ↔ Na2C2O3(aq) + 2H2O(l)
Berdasarkan data yang diperoleh pada titrasi asam oksalat yang diukur
pada suhu 313 K, 303 K, 293 K, 283 K seiring dengan turunnnya temperatur.
Volume NaOH yang dibutuhkan sebanding dengan banyaknya asam oksalat yang
terlarut yang akan mempengaruhi konsentrasi larutan. Oleh sebab itu jika
konsentrasi titrat atau larutan H2C2O4 tinggi maka titran atau larutan NaOH yang
dibutuhkan pada saat titrasi semakin banyak. Hal ini dibuktikan bahwa semakin
tinggi temperatur larutan maka kelarutan senyawa juga akan semakin besar dan
semakin rendah suhu maka akan tingkat kelarutan senyawanya juga akan semakin
rendah.
Dengan menggunakan grafik dapat dihitung kalor pelarutan differensial
( ∆H DS ¿ sebesar22,971 k J/mol . Kalor pelarutan differensial bernilai positif
menunjukkan proses pelarutan pada percobaan berlangsung secara endoterm.
Kalor mengalir dari lingkungan ke dalam sistem. Jika suhu dinaikkan reaksi
kesetimbangan akan bergeser kearah produk, sehingga semakin tinggi suhu maka
akan semakin banyak zat (asam oksalat) yang larut, dan sebaliknya. Apabila suhu
diturunkan maka kelarutan akan semakin kecil.
Kalor kelarutan differensial juga dapat dihitung menggunakan persamaan
m z (T 2) ∆ H DS T 2−T 1
log = x .Pada percobaan ini didapatkan hasil yang
m z (T 1) 2,303 R T 2x T 1
berbeda pada setiap perubahan suhu. Seharusnya, ∆ H DS pada setiap perubahan
sama. Hal ini dapat dikarenakan kesalahan saat pendinginan dan pengambilan
larutan menggunakan pipet volume memungkinkan kristal asam oksalat terambil
dan mempengaruhi konsentrasi larutan.
H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, “Kelarutan sebagai fungsi suhu” dapat
disimpulkan bahwa :
1. Kelarutan suatu zat akan semakin rendah seiring dengan menurunnya
suhu.
Pada suhu 313 K, konsentrasi asam oksalat sebesar 2,15 M.
Pada suhu 303 K, konsentrasi asam oksalat sebesar 1,825 M.
Pada suhu 293 K, konsentrasi asam oksalat sebesar 1,45 M.
Pada suhu 283K, konsentrasi asam oksalat sebesar 0,825 M.
2. Kalor pelarutan differensial pada percobaan ini sebesar 22,971 kJ/mol
yang berarti proses kelarutan berlangsung secara endoterm.
I. Jawaban Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan kalor pelarutan diferensial?
Jawab: Kalor pelarutan diferensial adalah kalor yang dilepaskan atau
diserap ketika satu mol zat dilarutkan dalam satu mol pelarut
2. Jika proses berupa proses endoterm, bagaimana perubahan harga kelarutan
jika suhu dinaikkan?
Jawab: Proses endoterm adalah suatu proses dimana terjadi perpindahan
kalor dari lingkungan ke sistem (menyerap kalor). Saat sistem menyerap
kalor, maka perubahan entalpi akan bernilai positif, sehingga apabila suhu
dinaikkan maka harga kelarutan akan naik. Oleh karena itu, dapat
dijelaskan bahwa kelarutan berbanding lurus dengan suhu.
J. Daftar Pustaka
Anggraeni, A. 2011. Kelarutan sebagai Fungsi Suhu. Bandung: Institut
Teknologi Bandung
Cahyani, P. dan Rahayu, T. 2011. Jurnal Kelarutan sebagai Fungsi Suhu.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Atkins, PW. 1994. Kimia Fsika. Jakarta: Elangga
Sukardjo, Pr. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta : Yogyakarta
KBK Kimia Fisika. 2018. Petunjuk Pratikum Kimia Fisika. Malang: FMIPA
Universitas Negeri Malang
K. Lampiran Foto