Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wanita sejak dahulu sudah aktif dalam kegiatan ekonomi dan sosial baik sebagai
petani, pedagang, pekerja ( disektor informal ), dan sebagai ibu rumah tangga. Namun,
kebanyakan mereka belum menikmati penghargaan dan penghormatan yang sama dengan
laki-laki sesuai dengan apa yang mereka sumbangkan. Hal ini merupakan dampak dari
diskriminasi terhadap perempuan.
Dewasa ini, diskriminasi terhadap perempuan itu masih sangat tampak dalam dunia
kerja. Banyak sekali wanita yang tidak mendapatkan hak dalam bekerja. Contohnya bisa
kita lihat dalam struktur perusahaan, jarang sekali kita melihat wanita yang mendapatkan
tempat sebagai pemimpin, selain itu dalam penerimaan pekerja wanita perusahaan-
perusahaan banyak meletakkan syarat-syarat tertentu, seperti berpenampilan menarik,
belum menikah, harus tinggal di asrama dan lain sebagainya. Gaji mereka pun kadang-
kadang berbeda dengan pekerja laki-laki.
Masalah tentang diskriminasi ini diperparah lagi oleh perusahaan yang tidak
menerapkan undang-undang tenaga kerja yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Selain
itu masih banyak lagi kasus-kasus lain, baik dalam maupun diluar negeri. Dalam masalah
itu tampaknya pemerintah juga tidak bisa berbuat banyak terhadap para pengusaha
tersebut.
Diskriminasi terhadap para pekerja wanita itu terjadi disebabkan oleh beberapa factor
seperti masalah pendidikan, kesehatan, fisik, biologis, sosio kultural dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa itu diskriminasi?
2. Apa saja teori-teori tentang tenaga kerja wanita dilihat dari sosiologi?
3. Apa faktor- faktor yang mempengaruhi diskriminasi terhadap pekerja wanita?
4. Apa saja bentuk-bentuk diskriminasi terhadap pekerja wanita.
5. Bagaimana peran pemerintah terhadap pekerja wanita?

1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Agar para pembaca mengetahui apa itu diskriminasi terhadap pekerja wanita.
2. Agar para pembaca mengetahui teori-teori dan factor-faktor apa saja yang
mempengaruhi diskriminasi terhadap pekerja wanita.
3. Agar para pembaca mengetahui apa saja peran dari pemerintah untuk mengatasi
masalah diskriminasi terhadap para pekerja wanita ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diskriminasi Terhadap Pekerja Wanita


Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, pengucilan yang langsung atau tak
langsung didasarkan pada perbedaan manusia atau dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status social, status ekonomi,jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang
berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan, atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual
maupun kolektif dalam bidang politik,ekonomi, hokum, social, budaya, dan aspek kehidupan
lainnya.
Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan
pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain
sebagainya yang terjadi di tempat kerja atau diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah
seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang
dimilikinya. Diskriminasi ini banyak terjadi kepada pekerja wanita. Oleh karena itu disebut
dengan diskriminasi terhadap pekerja wanita.

2.2 Teori-teori Tentang Pekerjaan Wanita Dilihat Dari Sosiologi

Dalam pola-pola ekonomi menunjukkan bahwa wanita dan laki-laki merupakan


kelompok-kelompok yang berbeda dalam pasar tenaga kerja. Banyak teori yang menyebutkan
atau membahas masalah tersebut mulai dari model-model fungsionalis yang menekankan
stabilitas institusi-institusi ekonomi dan pendidikan yang terintegrasi, hingga model-model
konflik yang merupakan model pertarungan dinamis antar kelompok kepentingan yang
berkompetisi, termasuk wanita dan laki-laki.

2.2.1 Model-model Fungsionalis Mengenai Ketidakmerataan Dalam Pertukaran.


Model ini bermula dari memfokuskan pada modal manusia ( keahlian ) yang dibawa laki-
laki dan wanita ke pasar. Para teoritis modal manusia menegaskan, bahwa upah merupakan
indicator sumbangan-sumbangan produktif ( atau nilai tukar ) individu atau kelompok. “
Wanita, dengan demikian, kalah dalam kompetisi dengan laki-laki…[ sebab ] sosialisasi jenis
kelamin yang berbeda berfungsi mereproduksi ketidaksamarataan, karena kegagalannya
mempersenjatai wanita dengan karakteristik personal yang dibutuhkan untuk keberhasilan
kompetisi dengan laki-laki di pasar tenaga kerja” ( Chafetz, 1988:100 ).

3
Para teoretisi dan ekonom sepakat untuk mempertimbangkan sederet factor, sebelum
menyimpulkan bahwa ketidaksamaan upah itu cukup menggambarkan perbedaan nilai kerja
sebuah kelompok atau individu. Factor-faktor tersebut mungkin meliputi pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja, pengalaman kerja, tanggung jawab kepenyeliaan ( supervisory
responsibility ), risiko bagi majikan akibat kerugian investasi dalam pelatihan tenaga kerja
( khususnya karena perpindahan pegawai yang tinggi ), serta kondisi-kondisi kerja.

2.2.2 Model Konflik : Upah dan Pekerjaan


Para teoretis konflik telah menyarankan sederetan kemungkinan penjelasan tentang asal
mula serta kelangsungan ketidakmerataan ekonomi bagi wanita. Kerangka-kerangka penting
ditawarkam kaum Marxis dan feminis sosialis. Menurut hipotesis Marxis wanita adalah
anggota perkawinan, atau upaya individual. Dalam pemikirannya keluarga pekerja industry
terdiri atas seorang wanita yang bekerja dirumah, melakukan reproduksi dan pekerjaan
pelayanan, sedangkan laki-laki bekerja untuk upah. Sedangkan kaum feminis telah merevisi
beberapa model awal yang diajukan Marx dan Engels, untuk memasukkan pengaruh patriarki
serta menerangkan struktur pasar tenaga kerja yang lebih baru.
Menurut Benston wanita merupakan kelompok pekerja cadangan potensial yang bisa
dimanipulasikan oleh pemilik. Karena wanita secara nyata melakukan pekerjaan untuk upah
yang lebih rendah dari laki-rlaki, mereka dapat diambil sebagai buruh murah yang fleksibel
bila diperlukan. Pemisahan dan feminisasi pasar tenaga kerja yang dikemukakan Benston ini
juga telah dipersoalkan oleh para teoritis lain. Apabila kapitalis bisa mendapatkan begitu
banyak laba dengan mempekerjakan wanita dan golongan  minoritas pada tingkat upah yang
lebih rendah, lalu mengapa tidak memenuhi pabrik-pabrik dan kantor-kantor mereka dengan
buruh yang lebih murah.

2.3 Faktor- factor yang Mempengaruhi Diskriminasi Terhadap Pekerja Wanita


Diskriminasi terhadap pekerja itu bukan tanpa sebab. Banyak faktor yang mempengaruhi
hal tersebut, diantaranya :
1. Fisik
Faktor ini dipengaruhi oleh hormonal, biasanya fisik laki-laki lebih kuat dari
pada wanita. Oleh karena itu wanita cenderung bekerja yang ringan-ringan saja seperti
pada bagian perawatan, kesekretariatan, dan lain sebagainya. Selain itu laki-laki
karena mereka merasa lebih hebat dari wanita, mereka seperti berkuasa, tidak mau

4
menuruti yang lemah, ibarat hukum laut yang kuat menang dan yang lemah harus
tunduk terhadap yang kuat.
Selain itu para pengusaha juga memilih-milih karyawan, mereka hanya ingin
wanita yang berpenampilan menarik. Kasus seorang wanita muda yang mengalami
pelecehan karena tanpa diberitahu sebelumnya sewaktu menjalani proses seleksi. Dia
dan sejumlah wanita lainnya harus membuka baju dan diperiksa tanpa busana oleh
dokter pria. Mereka diperiksa seperti itu karena perusahaan ingin mengetahui apakah
mereka masih virgin apa tidak. Perusahaan hanya ingin memperkerjakan wanita yang
virgin.
2. Biologis
Faktor ini lebih difokuskan pada masalah haid, melahirkan, menyusui, nifas dan
lain sebagainya. Secara kodrat wanita itu berbeda dengan laki-laki, oleh karena itu
pelayanan terhadap mereka harus berbeda pula. Dalam masa haid,melahirkan,
menyusui, nifas itu produktivitas wanita berkurang bahkan mereka tidak bisa
beraktivitas sama sekali. Mereka mempertaruhkan nyawa dalam melahirkan tersebut.
Karena kegiatan tersebut mereka banyak tidak masuk kerja dari pada laki-laki.
3. Sosio-kultural
Faktor sosio-kultural yaitu tentang adat istiadat. Banyak adat istiadat di dunia
yang memandang wanita itu sebelah mata, dalam masa jahiliyah dahulu mereka
dianggap sebagai pembawa sial, karena anggapan ini banyak masyarakat Qurais yang
membunuh anak perempuan mereka dan bagi yang tidak mau membunuh anak wanita
mereka harus mengajarkan anak wanita itu cara belajar memanah, menunggang kuda
dan cara berperang. Selain itu wanita harus selalu dirumah dan tugas mereka hanya di
dapur.
4. Peran ganda wanita
Peran ganda ini yaitu wanita mempunyai dua pekerjaan, bekerja dan
mengurusi keluarga. Wanita yang mempunyai peran ganda ini pikiran nya akan
terbagi menjadi dua. Karena pikirannya terbagi menjadi dua biasanya mereka bekerja
tidak maksimal hal ini akan berakibat fatal terhadap perusahaan.

2.4 Bentuk-bentuk Diskriminasi Terhadap Pekerja Wanita


Dalam pasal 11 Konvensi Wanita yang diteliti oleh para ilmuwan banyak sekali
kasus-kasus tentang diskriminasi tersebut. Menurut irianto berdasarkan kasus-kasus yang
terungkap bahwa diskriminasi terhadap dunia kerja dapat terajadi yaitu :
5
1. Dalam hal mendapatkan kesempatan yang sama dengan pria seperti kebebasan
memilih profesi, pekerjaan, promosi, dan pelatihan.
Seperti kita ketahui bahwa banyak tersaji di koran-koran, majalah, media elektronik
bahwa kebebasan untuk memilih belum sepenuh nya di terapkan. Perusahaan-
perusahaan masih membatasi para pekerja wanita untuk mendapatkan itu. Mereka
masih banyak diperkerjakan diperusahaan pengolahan makanan, garmen dan sepatu,
kebanyakan mereka itu adalah buruh dan kurang diperhatikan.
Kasus mulyati diungkapkan berkaitan diskriminasi jender dalam promosi tenaga kerja.
Tenaga kerja ini menyampaikan dalam suara pembaharuan 20-4-1994, bahwa di
perusahaan dimana ia bekerja, perhatian kepada tenaga pria lebih besar dibandingkan
dengan keadaan tenaga kerja wanita. Pegawai pria lebih cepat diangkat sebagai pegawai
tetap, sedangkan wanita yang sudahbekerja bertahun-tahun tetap saj berstatus pegawai
honorer. Mulyati sudah bekerja lima tahun : ia tetap saja berstatus pegawai borongan,
sehingga tidak mempunyai hak atas jaminan kesehatan dan hari tua. ( Irianto 1994, hal
20 )
2. Dalam hal mendapatkan upah.
Upah itu biasanya tergantung dengan tingkat atau golongan kerja. Mereka yang
terdapat ditingkat atau golongan yang rendah pasti mendapatkan gaji yang rendah juga.
Irianto mencatat bahwa secara umum upah buruh rendah, dan menurut pengakuan
sejumlah tenaga kerja hanya cukup untuk makan saja. Tidak mungkin mereka mencita-
citakan akan dapat membiayai tempat tinggal, misalnya dari upah rendah itu. Dan untuk
tenaga kerja wanita upah sudah rendah itu lebih rendah lagi, karena pada umumnya
upah tenaga kerja wanita lebih rendah dari pria. Diskriminasi jender yang lain adalah
bahwa tenaga kerja wanita selalu dianggap lajang, karena asumsi yang melatarbelakangi
ini adalah : upah dari tenaga kerja wanita adalah pelengkap saja bagi penghasilan
suami.

3. Dalam hal menikmati jaminan sosial.


Wanita yang sudah berstatus bukan lajang selalu saja dicemaskan bahwa suatu saat
akan menerima tunjangan ganda. Dengan demikian, tunjangan-tunjangan pengobatan
untuk keluarga tidak diterima oleh wanita, sehingga hal itu sama saja tidak memberikan
jaminan sosial terhadap mereka dan keluarga meraka.

6
4. Hak terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
Hak ini adalah yang paling diutamakan karena kalau mereka sakit maka mereka
tidak bisa bekerja lagi. Tapi banyak juga perusahaan yang kurang memperhatikan
masalah ini. Mereka masih juga mempekerjakan wanita yang sedang hamil, walaupun
mereka mengambil cuti mereka tidak akan mendapat gaji selama mereka cuti, bahkan
mereka bisa saja dipecat.
5. Hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan ( dan tetap mendapatkan tunjangan )
karena kawin dan melahirkan, hak akan cuti haid, cuti hamil dan melahirkan.
Kasus Jumirah asal yogyakarta yang bekerja di sebuah perusahaan tekstil dan
garmen di Jakarta timur. Ia sudah bekerja 3 tahun ( sering sampai malam ) dan
menerima upah Rp.1.800,00 sehari ( tahun 1991 ). Waktu dia hamil anak pertama, cuti
hamilnya tidak diperhitungkan. Ketika beberapa orang buruh berupaya bertemu
pimpinan menanyakan tentang hak-hak yang seharusnya diperoleh buruh, pimpinan
perusahaan menyatakan bahwa wanita yang sudah menikah tidak boleh bekerja
diperusahaannya, dan kalau ada yang hamil harus mengundurkan diri. Bahkan
dikatakan kalau ada yang mau menuntut, dipersilahkan keluar karena wanita lain masih
banyak yang ingin bekerja. Akhirnya, Jumirah dipecat dan tanpa pesangon.

2.5 Peran pemerintah terhadap pekerja wanita


Peran utama pemerintah adalah membuat peraturan-peraturan yang mengatur
penghapusan diskriminasi terhadap pekerja wanita tersebut. Seperti pasal 5 dan 6 Undang-
undang No. 13 Tahun 2003 yang mengatakan bahwa dalam dunia kerja basicly tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pasal 81 Undang-undang No. 13 tahun 2003 yang
mengatakan bahwa pekerja wanita dalam masa haid terdapat dysmenorrhoea dan
memberitahu pada perusahaan tidak wajib bekerja pada hari 1 dan 2 dalam masa haid.
Selain itu pemerintah dapat meminimilisasikan deskriminasi itu dengan cara :
 Melakukan pembinaan terhadap Tenaga Kerja Wanita.
 Penempatan dan pekerjaan yang tepat bagi Tenaga Kerja Wanita.
 Perlindungan bagi Tenaga Kerja Wanita dan penyediaan fasilitas yang diperlukan.
 Mengembangkan motivasi khusus kewanitaan.
 Mendukung program Keluarga Berencana.

7
2.6 Kebijakan Hukum Melarang Diskriminasi
Undang-undang dasar kita yang dirumuskan tahun 1945 sejak semula telah
mencantumkan dalam pasal 27(1) bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di
muka hokum. Jadi sejak tahun 1945 di Negara kita prinsip kesetaran pria dan wanita di depan
hokum telah di akui.
Undang-undang perkawinan(undang-undang no. 1 tahun 1974, pasal 31 (1 )  memuat
kalimat-kalimat yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan
hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama di
masyarakat.
Kebijakan menghapus diskriminasi terhadap wanita bertujuan untuk (antara lain,mengutip
beberapa butir di bawah ini)
1. membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan peraturan lainya termasuk
sangsi-sangsinya dimana perlu melarang semua diskriminasi terhadap wanita.
2. Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak wanita atas dasar yang sama dengan
kaum pria dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan-
badan pemerintah lainnya.
3. Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap wanita dan untuk
menjamin bahwa pejabat-pejabat terhadap wanita , dan untuk menjamin bahwa pejabat-
pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga Negara akan bertindak sesuai dengan
kewajiban ini.
4. Membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk mengubah dan menghapuskan undang-
undang, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang ada, yang
merupakan diskriminasi terhadap wanita.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan yaitu :
1. Diskriminasi terhadap pekerja wanita yaitu segala sesuatu diskriminasi yang berkaitan
dengan pekerjaan mulai dari penempatan kerja, masalah cuti, kesehatan dan
keselamatan kerja, serta jaminan terhadap masalah social.
2. Teori-teori tentang pekerjaan wanita dilihat dari sosiologi yaitu model-model
fungsionalis mengenai ketidakmerataan dalam pertukaran dan model konflik : upah
dan pekerjaan.
3. faktor- factor yang mempengaruhi diskriminasi terhadap pekerja wanita adalah factor
fisik, biologis, sosio-kultural dan peran ganda wanita.
4. Bentuk-bentuk diskriminasi terhadap pekerja wanita yaitu dalam penempatan jurusan
pekerjaan, masalah upah, jaminan social, masalah cuti hamil, melahirkan dan
sebagainya.
5. Peran Pemerintah terhadap pekerja wanita yaitu membuat peraturan dan kebijakan
yang berpihak terhadap pekerja wanita itu.
3.2 Saran
Diskriminasi terhadap tenaga kerja wanita sudah berlangsung sangat lama dan banyak
macamnya. Sudah banyak peraturan yang mengatur tentang diskriminasi itu tapi peraturan-
peraturan tersebut hanya indah diatas kertas saja, pengimpletasian nya masih sangat rendah.
Hendaknya tugas penghapusan terhadap pekerja wanita ini bukan hanya tanggung pemerintah
dan perusahaan tapi juga tanggung jawab masyarakat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung: Jakarta.
Ihromi, Tapi Omas Dkk, 2000. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Alumni:
Bandung.
Ollenburger, Jane C dan Moore, Helen A,2002. Sosiologi Wanita. Rineka Cipta: Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi ( diakses pada tanggal 17 Desember 2016 )

10

Anda mungkin juga menyukai