PENDAHULUAN
1
tidak enak dari racun yang digunakan. Pengendalian tikus sampai saat ini masih
banyak mengalami kendala, terutama pada pengendalian dengan menggunakan
rodentisida. Salah satunya dengan adanya kejeraan tikus dan trauma dengan
kegagalan dalam pengendalian. Selain itu, umpan beracun kurang disukai dan kurang
menarik perhatian tikus karena di lapangan terdapat makanan tikus yang melimpah,
sehingga perlu dilakukan penelitian rodentisida yang efektif dibandingkan dengan
umpan dasar untuk mengendalikan tikus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rodentisida
Rodentisida merupakan bahan kimia yang digunakan dalam mengendalikan
tikus. Jika ditinjau dari cara penggunaannya, terdapat dua macam rodentisida yang
umum digunakan yaitu fumigasi dan umpan beracun. Fumigasi bersifat racun nafas
dan bahan yang umumnya digunakan adalah belerang oksida, sedangkan rodentisida
umpan beracun bersifat racun perut yang berdasarkan kecepatan kerjanya dibagi
menjadi dua jenis yaitu racun akut (bekerja cepat) dan racun kronis (bekerja lambat)
(Prakash 1998).
Racun akut adalah jenis racun kelompok rodentisida yang dapat menyebabkan
kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu kurang dari 24 12 jam atau kurang
(Buckle dan Smith 1996). Racun akut merupakan racun yang sangat berbahaya dan
tidak memiliki antidot yang spesifik, oleh karena itu jenis rodentisida ini dibatasi
keberadaannya di beberapa negara dan hanya diizinkan digunakan oleh profesional.
Contoh bahan aktif rodentisida yang tergolong racun akut adalah seng fosfida,
brometalin, crimidine, dan arsenic trioksida yang bekerja secara cepat dengan cara
merusak jaringan syaraf dalam saluran pencernaan dan masuk ke dalam aliran darah
(Priyambodo 2009).
Racun kronis merupakan kelompok rodentisida yang bekerja secara lambat
dengan cara mengganggu metabolisme vitamin K yang dapat menghambat
pembentukan protrombin, bahan yang di dalam darah bertanggung jawab terhadap
pembekuan darah dan merusak pembuluh kapiler sehingga merusak pembuluh darah
internal (Sunarjo 1992).
Yang tergolong ke dalam racun kronis antara lain bahan aktif kumatetralil,
warfarin, fumarin, dan pival yang termasuk racun antikoagulan generasi I, serta
brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen yang termasuk racun antikoagulan
generasi II (Priyambodo 2009).
Racun akut bekerja lebih cepat dalam membunuh tikus dengan cara merusak
sistem syaraf dan melumpuhkannya, sedangkan racun kronis (antikoagulan) bekerja
lebih lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah
serta memecah pembuluh darah kapiler (Priyambodo 2009). Racun kronis lebih sering
digunakan dibandingkan dengan racun akut dalam pengendalian tikus karena dapat
3
mengurangi sifat curiga dari tikus yang lain. Bahan aktif dari racun kronis bekerja
dalam tubuh tikus dengan lambat sehingga tikus tidak langsung mati di tempat setelah
mengonsumsi racun.
4
Rodentisida antikoagulan brodifakum lebih efektif dalam mengendalikan tikus
rumah dan tikus pohon, karena kedua spesies tikus ini kurang mengenali dan tidak
mengalami kecurigaan terhadap rodentisida tersebut. Untuk pengendalian tikus sawah
dengan menggunakan rodentisida brodifakum kurang efektif, karena tikus sawah
sudah mengenali dan mencurigai rodentisida tersebut sebelumnya di lapang. Tikus
sawah mempunyai tingkat kecurigaan yang tinggi dibandingkan dengan tikus rumah
dan tikus pohon.
5
adalah biji-bijian serealia terutama beras dan jagung karena makanan ini yang
paling disukai oleh tikus.
Bahan pemikat (attractant) merupakan bahan yang ditambahkan pada umpan
tikus dengan tujuan untuk menarik tikus agar mau makan umpan tersebut. Bahan
penarik ini biasaya berupa gula atau vetsin (bumbu masak) atau bahan-bahan lain
yang merupakan hasil penelitian perusahaan pestisida dan biasanya tidak
diberitahukan kepada masyarakat umum.
Bahan pewarna (colouringu) yang biasa digunakan adalah pewarna makanan,
dan pewarna kain yang mudah larut.Walaupun tikus termasuk hewan yang buta
warna, tetapi tikus cenderung tertarik pada warna-warna tertentu, seperti hijau,
kuning dan hitam.
Bahan pengikat (binder) merupakan bahan yang digunakan untuk mengikat
atau melekatkan racun dengan umpan dan bahan-bahan lainnya. Bahan pengikat
yang biasa digunakan adalah minyak nabati (tumbuh-tumbuhan) yang berasal dari
kelapa, jagung atau kacang tanah.
Bahan pengawet (preservative) merupakan bahan digunakan untuk
meningkatkan daya tahan rodentisida baik di tempat penyimpanan maupun selama
diaplikasikan di lapang terhadap gangguan dari luar, baik gangguan dari makhluk
hidup (serangga, cendawan, dan lain-lain) atau gangguan cuaca (hujan, suhu,dan
lain-lain).Bahan pengawet/pelindung dari serangan serangga adalah insektisida,
dari serangan cendawan adalah fungisida.Yang perlu diperhatikan adalah
pemberian pestisida ini dapat mengurangi keinginan tikus utuk memakannya, maka
pemberian pestisida ini harus melalui serangkaian percobaan. Bahan pengawet
terhadap gangguan cuaca adalah lilin atau parafin, dengan perbandingan lilin 30-
40% dan umpan beracun 60-70%.
- Repellent (bahan pengusir) dan attractant (bahan pemikat)
Bahan kimia pengusir ini mula-mula dibuat untuk mengamankan hasil
pertanian yang disimpan di gudang dari serangan tikus dan burung. Dari hasil
pengujian terhadap beberapa bahan kimia, ada beberapa jenis yang dapat berfungsi
sebagai bahan pengusir yaitu naftalen, kapur, bubuk belerang, dan ekstrak buah
cabai.Dalam pelaksanaannya, untuk mengusir tikus-tikus di lapang masih ditemui
beberapa kesukaran.Sedangkan bahan kimia penarik dapat dicampurkan ke dalam
umpan beracun untuk menarik tikus atau dapat digunakan sebagai umpan yang
diletakkan di dalam perangkap tikus.
6
- Chemo-sterilant (bahan pemandul)
Cara kerja bahan ini di dalam tubuh tikus bersifat khusus seperti halnya bahan-
bahan kontrasepsi pada manusia, yaitu :
Menghambat pembentukan sel telur,
Menghambat terjadinya pembuahan (pertemuan sel sperma dengan sel
telur),
Mencegah terjadinya penempelan embrio pada dinding rahim,
Menyebabkan keguguran,
Menghambat pembentukan air susu pada induk tikus, dan
Menjadikan keturunannya tikus mandul.
Dalam prakteknya di lapang, bahan kimia pemandul ini sukar diterapkan karena
dalam pembuatannya membutuhkan biaya yang tinggi dan hasil yang dicapai masih belum
memuaskan.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat
luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh
fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan
ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Rodentisida merupakan bahan kimia yang digunakan dalam mengendalikan tikus. Jika
ditinjau dari cara penggunaannya, terdapat dua macam rodentisida yang umum digunakan
yaitu fumigasi dan umpan beracun. Rodentisida yang dibuat pada program Dosen
Pembimbing Lapang adalah jenis rodentisida antikoagulan, yaitu umpan beracun yang
bekerja lambat dan tikus mati jauh dari tempat umpan sehingga tidak menimbulkan jera
umpan.
3.2 SARAN
Semoga makalah ini bermamfaat dalam proses perkuliahan dan untuk masyarakat.
8
DAFTAR PUSTAKA
Buckle AP, Smith RH. 1996. Rodent Pest and Their Control. Cambridge: UK at the
University Press.
Meehan AP. 1984. Rat and Mice, Their Biology and Control. East Griendstead:
Rentokil limited.
Oudejans DH. 1991. Agro Pesticides, Properties and Function in Integrated Crop
Protection. Economic and Social Commision for Asia and Pasific. Bangkok.
Prakash I. 1998. Rodent Pest Management. United States: CRC Press.
Priyambodo S. 2009. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-4. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Sikora RA. 1981. Rodent Pest and Thei Control. West Germany: Eschbornz.
Sunarjo PI. 1992. Pengendalian Kimiawi Tikus Hama. Di dalam: Prosiding
Seminar Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Bogor, 17-18 Juni. Bogor: Direktorat
Bina Perlindungan Tanaman dan Fakultas Pertanian Institu Pertanian Bogor.