Anda di halaman 1dari 8

II.

GAMBARAN UMUM RENCANA USAHA

2.1 Kondisi Umum Lingkungan

Bisnis ini dirintis di dua daerah yang berbeda yaitu Banyuwangi dan Nganjuk.

Dua daerah ini merupakan daerah tempat tinggal pemilik usaha. Kabupaten

Banyuwangi menjadi salah satu daerah dengan kunjungan pariwisata yang tinggi di

Jawa Timur, tingkat wisatawan yang tinggi ini dapat meningkatkan peluang untuk

membuka usaha baru khususnya di bidang kuliner. Menurut Badan Pusat Statistik

Provinsi Jawa Timur (2018) tingkat produksi uji jalar atau singkong pada tahun

2017 di Kabupaten Banyuwangi mencapai 7215 ton sedangkan di Kabupaten

Nganjuk mencapai 3920 ton. Disetiap proses pemanenan umbi singkong tentunya

menghasilkan daun singkong, yang kemudian oleh petani biasanya daun singkong

ini dapat dijual atau dibiarkan menjadi limbah. Selain menunggu ketika waktu

pemanenan umbi singkong, daun singkong juga dapat dipetik sebelum pemanenan

umbi singkong karena daun singkong mudah tumbuh kembali, sehingga kebutuhan

bahan baku relatif mudah untuk didapatkan.

2.2 Keunggulan Produk

Si Dimsum merupakan bentuk wujud produk dalam upaya diversifikasi

pangan. Produk diversifikasi pangan tentunya memiliki manfaat untuk kesehatan

bila dikonsumsi. Diversifikasi pangan berguna untuk memberikan alternatif bahan

pangan sehingga mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu. Berdasarkan

analisis kandungan zat gizi, tidak ada satu jenis pangan pun yang mengandung zat

gizi lengkap yang mampu memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan manusia. Satu

bahan pangan mungkin kaya akan zat gizi tertentu, namun kurang mengandung zat

gizi lainnya oleh karena itu diperlukan penganekaragaman pangan yang juga

4
diharapkan akan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat, karena

semakin beragam konsumsi pangan maka suplai zat gizi lebih lengkap daripada

mengonsumsi satu jenis bahan pangan saja.

Asupan protein yang rendah pada remaja mempunyai peluang 2,7 kali lebih

besar memiliki status gizi yang tidak normal. Remaja dengan asupan protein yang

tercukupi dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimal

(Utami dkk., 2020). Produk ini mengandung protein sebanyak 8,57% dari hasil uji

nutrisi yang telah dilakukan, mengonsumsi makanan dengan kandungan protein

bermanfaat bagi usia remaja.

2.3 Peluang Pasar

Siomay merupakan makanan yang terkenal dimasyarakat khususnya anak-

anak remaja. Siomay masuk ke dalam kategori camilan atau makanan ringan.

Siomay pada umumnya terbuat dari daging ayam atau ikan dengan penambahan

tepung tapioka dan terigu. Si Dimsum hadir dengan inovasi yang berbeda yaitu

dengan penambahan daun singkong. Keunikan perbedaan ini menjadi peluang Si

Dimsum untuk diperkenalkan kepada masyarakat, umumnya kaum muda mudah

tertarik dengan sesuatu produk yang baru. Analisa SWOT digunakan sebagai dasar

perumusan strategi pemasaran sehingga dapat bersaing dengan produk lain.

Analisis SWOT bertujuan untuk mencegah pengaruh internal dan eksternal

perusahaan yang berpengaruh terhadap kekuatan dan kelemahan perusahaan.

Analisis SWOT juga digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman dengan

membuat strategi pemasaran yang tepat. Perumusan strategi pemasaran dilakukan

dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan internal yang bertujuan untuk

mendapatkan peluang dan mengantisipasi ancaman eksternal, hal tersebut dapat

5
dilakukan melalui analisis SWOT (Strengths, Weaknesess, Opportunities, dan

Threats) (Afrilita, 2013). Adapun analisa SWOT pada usaha Si Dimsum terdapat

pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Analisa SWOT Si Dimsum


Strength/ Kekuatan Wekness/ Kelemahan
1. Bahan baku komoditi lokal 1. Masih ada stigma negatif tentang rasa
2. Desain kemasan yang sederhana dan daun singkong yang pahit
praktis sangat diminati oleh milenial 2. Modal usaha relatif terbatas
3. Proses pengolahan yang mudah dan 3. Perlu dilakukan formulasi yang
sederhana seimbang agar tetap rasa daun
4. Memanfaatkan media sosial untuk singkong tetap dominan
mempromosikan produk
Opportunity/ Peluang Threat/Ancaman
1. Inovasi bisnis lokal 1. Produk masih belum umum di
2. Belum adanya produk olahan daun masyarakat
singkong yang kekinian 2. Bersaing dengan produk yang serupa
3. Adanya peluang bisnis yang
menjanjikan, hal ini karena saingan
untuk usaha ini belum ada
4. Dapat dikonsumsi oleh semua
kalangan
Setelah melakukan analisa SWOT kemudian dilakukan uji hedonik bertujuan

untuk mengetahui penilaian masyarakat terkait produk Si Dimsum. Hasil dari uji

hedonik nantinya ini digunakan untuk menentukan formula terbaik yang akan dijual

berdasarkan kesukaan konsumen. Uji hedonik dilakukan dengan 6 penilaian

parameter yaitu penampilan, warna, aroma, tekstur, rasa, dan kesukaan. Disetiap

parameter memiliki nilai atau score dengan rentan nilai mulai dari 1 hingga 9, untuk

tabel penilaian dapat dilihat pada formulir uji hedonik pada lampiran 1. Hasil uji

hedonik yang telah dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

6
9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
Penampilan Warna Aroma Tekstur Rasa Kesukaan
K1S1 4,03 1,5 7,68 8,13 6,73 6,73
K2S2 4,73 4,98 7,05 7,43 6,83 6,83
K3S3 6,13 6,33 6,15 6,65 7,25 7,13
K4S4 5,93 6,8 5,35 6,4 6,78 6,55
K5S5 3,55 7,7 4,1 5,68 5,73 5,53
K6S6 2,35 8,35 3,23 4,63 4,35 4,23

K1S1 K2S2 K3S3 K4S4 K5S5 K6S6

Gambar 1. Histogram Hasil Uji Organoleptik

Berdasarkan hasil uji hedonik yang telah dilakukan pada 40 orang panelis

didapatkan hasil seperti pada Gambar 1. Hasil penilaian pada parameter penampilan

didapatkan hasil nilai tertinggi pada formula K3S3 sebear 6,13 (cukup menarik).

Hasil penilaian pada parameter warna didapatkan hasil nilai tertinggi pada formula

K3S3 sebesar 6,33 (cukup hijau). Hasil penilaian pada parameter aroma didapatkan

hasil nilai tertinggi pada formula K1S1 sebesar 7,68 (sangat harum). Hasil penilaian

pada parameter tekstur didapatkan hasil nilai tertinggi pada formula K1S1 sebesar

8,13 (sangat empuk). Hasil penilaian pada parameter rasa didapatkan hasil nilai

tertinggi pada formula K3S3 sebesar 7,25 (enak). Hasil penilaian pada parameter

kesukaan didapatkan hasil nilai tertinggi pada formula formula K3S3 7,13 (suka),

formula K4S4 6,55 (cukup suka). Dari data hasil uji hedonik yang telah dilakukan,

pada hasil nilai parameter rasa dan kesukaan kemudian digunakan sebagai dasar

7
pemilihan formulasi terbaik yang digunakan untuk komersialisasi Si Dimsum untuk

diperjualkan. Berdasarkan hasil uji hedonik pada parameter rasa dan kesukaan

dapat dilihat pada histogram diatas bahwa pada formula K3S3 memiliki hasil yang

paling tinggi dibanding formula yang lain dengan nilai parameter rasa sebesar 7,25

(enak), sedangkan pada parameter kesukaan sebesar 7,13 (enak). Terkait skor

penilaian dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.4 Analisa Kelayakan Usaha

Analisa kelayakan usaha pada produk Si Dimsum meliputi analisa Break

Event Point (BEP) Revenue Cost (R/C) Ratio, Return of Investment (ROI), dan

Payback Periode (PP). Biaya yang diperlukan dalam analisa ini yaitu biaya

investasi, biaya produksi, dan biaya operasional. Berikut ini adalah rincian biaya

yang digunakan selama proses produksi Si Dimsum.

2.4.1 Break Even Point (BEP)

Break Event Point (BEP) atau analisis impas adalah cara untuk mengetahui

jumlah minimum penjualan agar usaha tidak mengalami kerugian, namun belum

mendapatkan laba. Analisis BEP membutuhkan informasi terkait jumlah

pengeluaran dan pendapatan. Laba bersih didapatkan apabila jumlah pendapatan

lebih besar dari jumlah pengeluaran, sedangkan kerugian terjadi apabila jumlah

pendapatan hanya dapat menutupi sebagian biaya pengeluaran, atau kurang dari

titik impas. Selain memberikan informasi terkait keadaan impas atau tidak, analisis

BEP juga membantu dalam manajemen perencanaan dan pengambilan keputusan

(Maruta, 2018).

Berikut adalah perhitungan BEP dalam unit atau satuan produk yang dijual:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 (𝑢𝑛𝑖𝑡) =
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡

8
Berikut adalah perhitungan BEP dalam rupiah penjualan:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 (𝑅𝑝) =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
1 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

Tabel 2. Break Even Point (BEP) Unit Si Dimsum Per Bulan


Jenis BEP Unit
Kukus 67,04
Goreng 51,99

Berdasarkan perhitungan BEP unit pada Lampiran 3, didaptkan hasil untuk

nilai BEP unit pada varian kukus sebesar 67,04 sedangkan pada varian goreng

sebesar 51,99. Menurut Asnidar dan Asrida (2017) yang mengatakan bahwa suatu

usaha dapat dikatakan berada pada titik impas jika BEP unit sama dengan jumlah

produksi, jika jumlah produksi lebih besar dari BEP unit maka usaha mengalami

keuntungan, sebaliknya jika BEP unit lebih besar dari jumlah produksi maka usaha

berada dalam kondisi tidak menguntungkan.

Tabel 3. Break Even Point (BEP) Rupiah Si Dimsum Per Bulan


Jenis BEP Unit
Kukus 1.191.596
Goreng 1.087.807

Berdasarkan perhitungan BEP unit pada Lampiran 3, didaptkan hasil untuk

nilai BEP unit pada varian kukus sebesar Rp 1.191.596 sedangkan pada varian

goreng sebesar Rp 1.087.807. Perusahaan harus mencapai tingkat penjualan sebesar

Rp 1.191.596 atau setara dengan penjualan 99 unit per bulan untuk varian kukus,

sedangkan Perusahaan harus mencapai tingkat penjualan sebesar Rp 1.087.807 atau

setara dengan penjualan 72 unit per bulan untuk varian goreng. Menurut Asnidar

dan Asrida, 2017) perusahaan dapat dikatakan berada pada titik impas jika BEP

rupiah sama dengan jumlah pendapatan, jika BEP rupiah lebih besar dari jumlah

9
pendapatan maka usaha mengalami keuntungan, sebaliknya jika BEP rupiah lebih

kecil dari jumlah pendapatan maka usaha berada dalam kondisi merugikan.

2.4.2 Revenue/Cost (R/C) Ratio

Menurut Putri, dkk., (2017) R/C ratio merupakan analisis perbandingan

antara penerimaan dan pengeluaran yang digunakan untuk mengetahui suatu usaha

layak untuk dilanjutkan atau tidak. Analisa Return Cost Ratio (R/C) dapat dihitung

Jumlah Penerimaan
menggunakan rumus berikut: R/C = Total Biaya

Tabel 4. Revenue Cost ratio (R/C ratio) Si Dimsum


Jenis R/C
Kukus 1,52
Goreng 1,61

Berdasarkan perhitungan R/C pada Lampiran 4, didaptkan hasil untuk nilai

R/C pada varian kukus sebesar 1,52 sedangkan pada varian goreng sebesar 1,61.

Nilai R/C harus memiliki nilai > 1 agar suatu bisnis mendapatkan keuntungan.

Menurut Putri, dkk (2017) terdapat 3 kemungkinan dari perbandingan antara

penerimaan (R) dengan biaya (C) yang diperoleh, yaitu R/C Ratio > 1 berarti usaha

menguntungkan, R/C Ratio < 1 berarti usaha merugi, R/C Ratio = 1 berarti usaha

mengalami impas.

2.4.3 Return of Investment (ROI)

Return of Investement (ROI) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk

mengetahui kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva

untuk menghasilkan keuntungan bersih (Kusuma dan Priantinah, 2012).

Analisa ROI dapat dihitung menggunakan rumus seperti berikut:

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎
ROI = 𝑥 100%
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎

10
Tabel 5. Return of Investement (ROI) Si Dimsum
Jenis ROI (%)
Kukus 55,55
Goreng 78,07

Berdasarkan perhitungan ROI pada Lampiran 5, didaptkan hasil untuk nilai

ROI pada varian kukus menunjukan bahwa usaha tersebut mendapat 55,55%

keuntungan dari total modal yang dikeluarkan sedangkan pada varian goreng

mendapat keuntungan dari total modal yang dikeluarkan sebesar 78,07%, sehingga

semakin tinggi nilai ROI maka semakin tinggi pula keuntungan yang akan

didapatkan.

2.4.4 Payback Period

Payback Period merupakan metode yang digunakan untuk menghitung

sebesar lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal usaha dari aliran

kas yang masuk secara tahunan yang dihasilkan oleh suatu usaha (M. Giatman,

2017). Adapun perhitungan payback period menurut Dian Wijayanto (2012) adalah

sebagai berikut:

Investasi
Payback Period = x 1 tahun
Modal Usaha

Tabel 6. Payback Period (PP) Si Dimsum


Jenis Payback Period
Kukus 1,52
Goreng 1,02

Berdasarkan perhitungan Payback Periode pada Lampiran 6, didaptkan hasil

untuk nilai PP pada varian kukus sebesar 1,52 sedangkan pada varian goreng

sebesar 1,02. Jadi berdasarkan perhitungan payback periode, dapat diketahui bahwa

usaha ini dapat mengembalikan modal awal dalam jangka waktu 1,52 tahun untuk

varian kukus dan 1,02 tahun untuk varian goreng.

11

Anda mungkin juga menyukai