Anda di halaman 1dari 3

Kerajaan-Kerajaan Maritim Islam di Nusantara

1. Samudera Pasai

Pulau paling barat di Indonesia yaitu Sabang. Pulau Sabang ada di Aceh, lokasi kerajaan
Islam pertama di Nusantara. Nama kerajaannya Samudra Pasai. Berdiri sejak tahun 1128 dan
terletak di pantai timur Sumatra, Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan maritim karena
didukung kawasan Selat Malaka yang strategis. Hal ini membuat Samudra Pasai banyak
dijadikan tempat singgah dan menetap oleh banyak pedagang, bukan hanya Sriwijaya saja
yang jadi pusat belajar agama Buddha. Samudra Pasai juga menjadi pusat studi Islam di Asia
Tenggara ada awal abad ke-14 Para elite kerajaan menjadikan lingkungan kerajaan sebagai
tempat diskusi ulama dengan elite atau antarulama.

Perdagangan merupakan bagian dari kehidupan ekonomi Samudra Pasai yang cemerlang.
Untuk mendukung perekonomian, masyarakat Samudra Pasai menggunakan alat tukar berupa
koin dinar emas dan keueh dari timah. Nilai 1 dinar sama dengan 1.600 keueh. Meski berjaya,
peran Samudra Pasai sebagai pusat dagang di Selat Malaka mulai digantikan oleh pelabuhan-
pelabuhan baru di Semenanjung Malaya. Hal ini menyebabkan kemunduran ekonomi
Samudra Pasai, ditambah kedatangan Portugis yang menguasai dan memonopoli Malaka.

2. Aceh Darussalam
Selain Samudra Pasai, di wilayah Aceh juga berdiri kerajaan lainnya. Namanya Aceh
Darussalam dan didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada abad ke-16. Pusat
kerajaannya berada di ujung utara Sumatra yang kini merupakan Kabupaten Aceh Besar.
Kerajaan Aceh berkembang menjadi kerajaan besar sejak Portugis menguasai Malaka dan
banyak pedagang Muslim berpindah ke Aceh. Merasa akan dikalahkan, Portugis kemudian
berusaha menaklukan Aceh. Usaha mereka gagal pada tahun 1521 karena dikalahkan oleh
Sultan Ali Mughayat Syah. Pada tahun 1524 pun, pasukan Aceh berhasil menguasai Samudra
Pasai.
Pada masa pemerintahan Sultan Ikandar Muda, Aceh Darussalam mencapai kejayaan.
Wilayah kekuasaan Aceh mencapai wilayah-wilayah yang saat ini berada di Sumatera Utara,
Riau, hingga Jambi. Kekuatan angkatan laut Aceh yang tangguh ketika masa Sultan Iskandar
Muda mengkhawatirkan Belanda dan Inggris yang ingin menguasai Selat Malaka. Bagai
kehilangan induknya, Aceh mengalami kemunduran setelah Sultan Iskandar Muda wafat.
Pengaruh Belanda dan Inggris mulai mengusik Aceh, dengan menguasai wilayah-wilayah
kerajaan Aceh. Pada tahun 1873 Belanda menyatakan perang terhadap Aceh. Kegigihan
rakyat Aceh mampu menahan serangan Belanda hingga awal abad ke-20. Belanda akhirnya
berhasil mengurangi kekuatan Aceh dan pada tahun 1903, Sultan Muhammad Daud Syah
menyerah.
3. Demak
Tahukah kamu kalau Demak merupakan kerajaan maritim Islam pertama di Jawa? Demak
berdiri di abad ke-16 dan menguasai seluruh pantai utara Jawa. Demak memanfaatkan
kemunduran Majapahit untuk membuat daerah-daerah pesisir melepaskan diri dari Majapahit
dan bergabung dengan Demak. Portugis yang menguasai Malaka sejak tahun 1511 menjadi
ancaman bagi perkembangan Demak. Demak kemudian melakukan ekspansi ke Selat Malaka
yang dipimpin Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor) pada tahun 1512-1513. Sayangnya,
ekspansi tersebut belum berhasil karena dikalahkan Portugis yang memiliki armada lebih
kuat, dan kurangnya perbekalan pasukan Demak.
Demak di masa Sultan Trenggana memperluas kekuasaannya hingga ke seluruh Jawa
Tengah dan Jawa Timur, serta memantapkan penguasaan pesisir Jawa. Hampir seluruh Jawa
berada di bawah kekuasaan Demak. Kerajaan Demak juga mengirim Fatahillah untuk
menyerang Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon pada 1522. Serangan tersebut bertujuan untuk
memutuskan pengaruh Portugis di Pajajaran. Pada tahun 1527, pasukan Demak berhasil
merebut Sunda Kelapa setelah mengalahkan kekuatan Portugis. Fatahillah kemudian
mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Ini dia asal-usul nama Jakarta.
4. Banten
Di ujung barat Pulau Jawa, Kerajaan Banten berdiri sekitar tahun 1552. Wilayah
kekuasaannya meliputi bagian barat Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat.
Kemunculan kerajaan ini berhubungan dengan pengaruh Demak. Sultan Trenggana dari
Demak memberi hadiah berupa wilayah kerajaan kepada Maulana Hasanuddin (putra
Fatahillah). Banten kemudian menjadi kerajaan yang mandiri seiring melemahnya Demak.
Lokasi Banten strategis karena di sekitar Selat Sunda dan Laut Jawa, sehingga
memungkinkan munculnya pelabuhan-pelabuhan besar untuk perdagangan. Banten menjadi
kerajaan maritim yang terbuka, dengan kedatangan para pedagang asing dari Arab, Turki,
Tiongkok, India, Melayu, Portugis, dan Belanda.
Komoditas penting yang diperdagangkan di kerajaan Banten adalah lada. Lada banyak
dihasilkan di Lampung dan Sumatra Selatan yang merupakan vassal kerajaan Banten.
Adapun Kalimantan Barat merupakan penghasil berlian. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa,
Banten mencapai puncak kejayaan. Kejayaan Banten juga dapat menandingi VOC dalam
perdagangan di Selat Sunda dan Laut Jawa
5. Ternate
Ternate terletak di barat Halmahera dan di utara Tidore. Saat menjadi kerajaan Islam di
wilayah Ambon Utara, Ternate merupakan pemasok cengkeh untuk para pedagang dari Jawa,
Banten, Melayu, Makassar, dan Bugis. Di Ternate, pernah terjadi pertempuran dengan
Kesultanan Tidore. Ternate memimpin Uli Lima untuk bersaing dengan Tidore yang
memimpin Uli Siwa. Persaingan itu semakin buruk ketika Portugis dan Spanyol datang
berebut rempah-rempah di Maluku. Portugis semakin ingin menguasai Ternate setelah
Spanyol pergi dari Maluku akibat Perjanjian Saragosa. Sultan Baabullah berhasil membuat
Ternate berjaya. Kora-kora sebagai kapal armada perangnya berhasil memperluas kekuasaan
Ternate. Wilayah kekuasaan Ternate meliputi Maluku Utara, Pulau Buru, Seram, Sulawesi
Utara, dan sekitar Teluk Tomini.

6. Gowa-Tallo (Makassar)
Kerajaan Gowa berawal dari penyatuan sembilan distrik yang disebut bate
salapang oleh Pancalaya (ketua dewan adat), kemudian didirikan kerajaan dengan raja
pertama bernamaTamanurung. Islam masuk ke Gowa pada masa Raja Gowa X, Karaeng
Tunipallangga Ulaweng.  Adapun Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabia (Sultan
Alauddin) merupakan raja pertama yang beragama Islam. Peran orang Makassar dalam
pelayaran di Nusantara berlangsung sejak abad ke-16. Gowa dengan Somba Opu sebagai
pelabuhannya adalah kerajaan dagang yang kuat. Kerajaan ini memperdagangkan rempah-
rempah untuk ditukarkan dengan komoditas dari Jawa dan Malaka, seperti beras, tekstil,
sutra, dan porselen.
Kemajuan perdagangan bebas Makassar mengancam VOC yang sedang berusaha
memonopoli rempah-rempah Nusantara. VOC tidak mau Makassar menandingi perdagangan
VOC di Ambon dan Batavia, sehingga menyebabkan Perang Makassar (1666-1669). Perang
ini akhirnya meruntuhkan politik dan ekonomi Kerajaan Gowa-Tallo. kerajaan-kerajaan
maritim Islam di Nusantara. Hampir semuanya bertumpu pada perdagangan. 

Anda mungkin juga menyukai