Tim Penyusun:
Dr. Pintaka Kusumaningtyas, S.Pd., M.Si.
Dr. H. Usman, S.Si., M.Si.
Prof. Dr. Muh. Amir M., M.Kes.
NAMA :
Photo
NIM :
3 x 4 cm
KELOMPOK :
PROG. STUDI : PENDIDIKAN KIMIA
KELAS : REGULER PAGI / SORE / A / B
LABORATORIUM KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah subhanahuwata’ala, yang
telah melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya sehingga Penuntun Biokimia Edisi Revisi ini
dapat terselesaikan. Penuntun praktikum ini disusun berdasarkan penuntun yang ada
sebelumnya, namun terdapat beberapa perubahan pada metode yang digunakan dalam
percobaan. Setiap percobaan berisi teori singkat sebagai pengantar untuk memahami
percobaan, prosedur kerja dan lembar pengamatan. Tim penyusun menyadari bahwa buku
penuntun praktikum Biokimia ini masih memiliki kekurangan.Untuk itu, dengan senang hati
kami akan menerima kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan dan revisi pada masa
mendatang. Akhirnya, kami berharap semoga buku ini bermanfaat dan dapat dipahami
mahasiswa guna kelancaran dalam penyerapan ilmu pengetahuan sebagai upaya memajukan
pendidikan khususnya ilmu kimia.
Sebelum Praktikum
5. Praktikan sudah memahami dan menguasai materi praktikum yang akan dilaksanakan yang dinyatakan
lulus responsi dan diwajibkan telah menyelesaikan laporan dari tujuan hingga prosedur kerja pada buku
laporan praktikum.
6. Praktikan diwajibkan membawa pulpen, penghapus pulpen, pensil, penghapus pensil, penggaris,
kalkulator, buku penuntun praktikum dan buku laporan praktikum.
7. Setiap kelompok diwajibkan membawa lap kasar (2), lap halus (2), tissue gulung (2), sikat tabung (2) dan
pipet tetes (12).
8. Setiap kelompok diwajibkan mengisi bon alat dan meminjam alat yang dibutuhkan kepada koordinator
asisten praktikum atau laboran.
9. Setiap kelompok diwajibkan memeriksa kelengkapan alat dan bahan praktikum, bila ada
kekurangan/kerusakan laporkan pada asisten praktikum.
Praktikum
10. Praktikan diwajibkan memakai jas lab, identitas (nama dada), sarung tangan dan masker.
11. Praktikan tidak diperbolehkan mengenakan sandal/sepatu sandal, sepatu hak tinggi, kaos oblong, pakaian
yang sempit, perhiasan dan memelihara kuku yang panjang.
12. Praktikan dilarang merokok, makan dan minum, serta membuat keributan atau hal-hal yang dapat
mengganggu praktikum.
13. Praktikan wajib bersikap tenang dan sopan.
14. Nada dering Hp dinonaktifkan dan tidak diperbolehkan menggunakan Hp sebagai alat hitung dan lain
sebagainya.
15. Praktikan hanya diperbolehkan menggunakan alat dan bahan yang ada di meja masing-masing dan
dilarang mengambil&/menukar alat &/bahan dari&/ke meja lain tanpa izin/sepengetahuan dari asisten
praktikum.
16. Kelompok yang merusakkan/memecahkan alat diwajibkan mengganti alat tersebut paling lambat dua
pekan setelah tanggal pemecahan sesuai surat pernyataan (dapat diminta pada asisten/koordinator
asisten/laboran).
17. Praktikan harus menjaga meja agar supaya tidak kotor, basah atau penuh dengan barang-barang yang
tidak perlu.
18. Praktikan dilarang membuang sampah/bahan padatan ditempat cuci, buanglah sampah pada tempatnya.
19. Praktikan dilarang meninggalkan laboratorium tanpa seizin asisten praktikum.
Usai Praktikum
20. Praktikan diwajibkan mencuci/membersihkan peralatan praktikum dan mengembalikannya kepada
koordinator asisten praktikum / laboran dalam keadaan baik, bersih dan kering.
21. Praktikan diwajibkan membersihkan dan merapikan meja praktikum masing-masing, merapikan botol-
botol zat dan tempat duduk pada keadaan semula.
22. Setiap kelompok diwajibkan membersihkan ruangan sesuai dengan jadwal piket yang telah ditentukan
oleh asisen praktikum.
23. Setiap kelompok diwajibkan membuat laporan sementara yang disahkan oleh asisten praktikum dan
salinannya diserahkan kepada asisten praktikum.
Sanksi
24. Pelanggaran dari ketentuan-ketentuan di atas dapat mengakibatkan sanksi akademis (skorsing praktikum,
tidak diperbolehkan mengikuti ujian semester dan lain-lain).
3 Penuntun Praktikum Biokimia
PETUNJUK KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM
1. Semua pekerjaan dan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dengan uap beracun atau
merangsang harus di lakukan di dalam almari asam.
2. Hati-hati dengan semua pekerjaan pemanasan. Hindarkan percikan cairan atau terhisapnya uap
selama bekerja.
3. Jauhkan semua senyawa organik yang mudah menguap, seperti: alkohol, eter, kloroform,
aseton, dan spirtus, dari api secara terbuka karena bahan-bahan demikian mudah terbakar.
Sebaiknya, gunakan pemanasan dengan waterbath.
4. Bila pemanasan menggunakan api terbuka, nyalakan lampu pembakar spirtus dengan korek api
biasa. Jangan menyalakan api spirtus dengan lampu spirtus lain yang sudah menyala untuk
menghindari terjadinya letupan api.
5. Matikan api pada lampu spirtus dengan menutup sumbunya. Jangan mematikan lampu dengan
meniup untuk mencegah terjadinya kebakaran atau letupan api.
6. Jangan mencoba mencicipi bahan kimia atau mencium langsung asap atau uap dari mulut
tabung. Namun, kipaslah terlebih dahulu uap ke arah muka.
7. Jangan sekali-kali menghisap pipet melalui mulut untuk mengambil larutan asam atau basa kuat,
seperti: HNO3, HCl, H2SO4, Asam asetat glasial, NaOH, NH4OH, dan lain-lain. Gunakan pipet
dengan bola isap untuk memindahkan bahan-bahan demikian atau bahan beracun lainnya ke
dalam alat yang akan digunakan.
8. Segera tutup kembali bahan kimia yang disediakan dalam botol tertutup untuk mencegah
terjadinya inhalasi bahan-bahan.
9. Jangan sampai menumpahkan bahan-bahan kimia, terutama asam atau basa pekat, di meja kerja
atau pada lantai. Bila hal ini terjadi, segera laporkan pada dosen atau asisten.
10. Bila terjadi kontak dengan bahan-nahan kimia berbahaya; korosif; atau beracun, segera bilas
dengan air sebanyak-banyaknya. Selanjutnya, segera laporkan kepada dosen atau asisten.
11. Jangan menggosok-gosok mata atau anggota badan lain dengan tangan yang mungkin sudah
terkontaminasi bahan kimia.
12. Berhati-hatilah bila bekerja dengan bahan uji yang berasal dari bahan biologis, seperti saliva,
karena mungkin dapat terinfeksi kuman atau virus berbahaya seperti hepatitis.
a. Sebaiknya, gunakan sarung tangan karet sekali pakai, terutama bila ada luka.
b. Cuci segera tangan atau anggota badan yang kontak atau terpecik bahan tersebut.
c. Cuci alat-alat praktikum dengan sabun dan sterilisasi dengan merendamnya dalam larutan
Natrium hipoklorit 0,5% selama 30 menit.
d. Bersihkan meja laboratorium dengan air sabun dan dengan larutan natrium hipoklorit 0,5%.
13. Buangalah cairan atau larutan yang telah selesai digunakan untuk percobaan melalui bak
pencuci. Selanjutnya, bilas dan cuci dengan air hingga bersih.
14. Penanganan jika terjadi kebakaran, kebakaran tergolong menjadi 4 jenis, yaitu:
a. Kebakaran A, yaitu kebakaran akibat bahan yang mudah terbakar seperti kayu, kertas dan
plastik. Kebakaran jenis ini dapat dipadamkan dengan air atau pemadam kebakaran lainnya.
b. Kebakaran B, yaitu kebakaran yang diakibatkan oleh zat cair yang mudah terbakar seperti
alkohol dan minyak tanah. Kebakaran jenis ini dapat dipadamkan dengan selimut,
pemadam CO2, pemadam serbuk seperti pasir. Tidak diperbolehkan memadamkan
kebakaran ini dengan air.
c. Kebakaran C, kebakaran akibat arus listrik. Langkah yang dilakukan adalah memutuskan
aliran listrik dan memadamkan kebakaran dengan pemadam jenis CO2.
d. Kebakaran D, kebakaran akibat logam. Kebakaran ini dengan cara menghentikan
ketersediaan bahan yang bereaksi dengan logam (oksigen), dapat dipadamkan dengan
pemadam serbuk.
Zat yang terdapat di laboratorium kimia sering disertai dengan lambang tertentu pada
label/etiket kemasannya, terutama dimaksudkan pada bahaya atau akibat yang dapat ditimbulkan
oleh zat yang bersangkutan. Beberapa lambang yang sering dijumpai pada berbagai macam
kemasan zat adalah sebagai berikut:
A. Tujuan
Menentukan kadar air dari suatu bahan makanan dengan metode oven (SNI 01-2891-1992)
B. Teori Singkat
Prinsip penentuan kadar air dengan metode oven adalah penguapan air yang ada dalam
bahan pangan dengan jalan pemanasan, kemudian dilakukan penimbangan terhadap bahan
hingga berat konstan yang mengindikasikan bahwa semua air yang terkandung dalam bahan
sudah teruapkan semua. Bahan yang telah dikeringkan biasanya memiliki sifat higroskopis lebih
tinggi daripada bahan asalnya, sehingga pendinginan bahan setelah pengeringan sebelum
penimbangan perlu dilakukan, yaitu pendinginan di desikator yang telah diberi zat penyerap
air, seperti silica gel.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Botol timbang bertutup
b. Desikator
c. Oven
d. Neraca analitik
e. Penjepit cawan
2. Bahan
a. Sampel
D. Prosedur Kerja
1. Botol timbang beserta tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit
dan didinginkan dalam desikator selama 10 – 20 menit. Botol timbang kemudian ditimbang.
Pengeringan botol timbang diulangi sampai diperoleh berat konstan dari botol timbang dan
tutupnya.
2. Timbang dengan seksama 1 – 2 g sampel pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah
diketahui bobotnya. Untuk sampel berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan
pengaduk dan pasir kuarsa/kertas saring berlipat.
3. Dalam keadaan terbuka, botol timbang beserta tutup cawan dikeringkan dalam oven pada
suhu 105oC selama 6 jam. Botol timbang diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyentuh dinding dalam oven. Untuk bahan yang tidak terdekomposisi dengan pemanasan
yang alam, dapat dikeringkan dalam oven selama 1 malam (16 jam).
E. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil penentuan kadar air dalam sampel
Berat sampel sebelum Berat botol Berat botol timbang dan sampel
Sampel
dikeringkan (gram) timbang (gram) setelah dikeringkan (gram)
A. Tujuan
Menentukan kadar abu dari suatu bahan makanan dengan metode pengabuan langsung/
pengabuan kering (SNI 01-2891-1992)
B. Teori Singkat
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu suatu
bahan erat kaitannya dengan kandungan mineral bahan tersebut. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan 2 macam garam, yaitu garam organik dan garam anorganik.
Tujuan penentuan kadar abu total biasanya digunakan untuk beberapa hal, yaitu: menentukan
baik atau tidaknya proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan
menentukan parameter nilai gizi bahan makanan. Pada proses pengabuan, zat-zat organik
diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan anorganik tidak. Penentuan kadar abu cara
pengabuan kering mempunyai prinsip, yaitu mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi
(sekitar 500 – 600oC) dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap-tiap bahan berbeda, berkisar antara 2 – 8 jam.
Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan berwarna putih abu-abu dan
memiliki berat konstan.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Cawan porselin,
b. Tanur listrik atau furnace,
c. Neraca analitik
d. Desikator
e. Penjepit
2. Bahan
a. Sampel
D. Prosedur Kerja
1. Cawan porselin beserta tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit
dan didinginkan dalam desikator selama 10 – 20 menit. Cawan kemudian ditimbang.
Pengeringan cawan diulangi sampai diperoleh berat konstan dari cawan dan tutupnya.
2. Timbang dengan seksama 2 – 3 g sampel ke dalam sebuah cawan porselen yang telah
diketahui beratnya. Untuk sampel cairan uapkan di atas penangas air sampai kering.
E. Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil penentuan kadar abu dalam sampel
Berat sampel sebelum Berat cawan Berat cawan kosong dan sampel
Sampel
diabukan (gram) kosong (gram) setelah diabukan (gram)
A. Tujuan
1. Mengidentifikasi monosakarida, disakarida, dan polisakarida menggunakan reaksi warna,
2. Melakukan hidrolisis disakarida dan polisakarida serta mengidentifikasi monosakarida
penyusunnya.
B. Teori Singkat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida dan keton atau turunan dari keduanya.
Karbohidrat secara umum mempunyai rumus empiris CH2O; misalnya glukosa dengan rumus
molekul C6H12O6 (enam kali CH2O). Karbohidrat umumnya digolongkan menurut strukturnya
yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Beberapa senyawa yang termasuk kelompok
karbohidrat terbagi dalam 4 golongan, yaitu monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan
polisakarida.
Monosakarida adalah satuan karbohidrat sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi
molekul karbohidrat yang lebih kecil. Contoh monosakarida yang lazim adalah; glukosa disebut
juga gula darah (karena terdapat dalam darah), gula anggur (karena dijumpai dalam anggur) atau
dektrosa (karena memutar bidang polarisasi ke kanan), fruktosa atau dikenal juga dengan nama
levulosa (karena memutar bidang polarisasi ke kiri) dan galaktosa yang merupakan hasil hidrolisis
dari laktosa.
Disakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari dua unit berulang monosakarida yang
dihubungkan oleh ikatan 1,4-α atau 1,4-β tergantung pada stereokimia pada karbon glikosidanya.
Contoh: maltosa yang terdiri dari dua satuan D-glukopiranosa yang dihubungkan oleh ikatan
glikosida 1,4-α selobiosa terdiri dari satuan D-glukopiranosa yang dihubungkan ikatan 1,4-β
laktosa yang terdiri dari satu unit D-galaktopiranosa dan satu unit D-glukopiranosa yang
dihubungkan dengan ikatan glikosida 1,4-β sukrosa terdiri dari satu unit D-glukopiranosa dan satu
unit D-fruktopiranosa yang dihubungkan oleh ikatan glikosida 1,2- α.
Oligosakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari 3 – 10 unit berulang monosakarida
yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Contoh: rafinosa, yang terdiri dari 3 molekul
monosakarida, yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa. Polisakarida terdiri atas banyak satuan
monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Contohnya; selulosa, pati (amilum,
amilopektin, dan glikogen) dan kitin.
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama
dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi
karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehid
2. Hidrolisa disakarida
Tabel 3.2 Hasil uji hidrolisis disakarida
No Sampel Hasil Tes Seliwanoff Hasil Tes Benedict
1 Hidrolisat Sukrosa
2 Hidrolisat Laktosa
3 Hidrolisat Maltosa
3. Hidrolisa polisakarida
Tabel 3.3 Hidrolisis amilum
No Waktu Pemanasan (menit) Hasil Tes Iodium
1 0
2 3
3 6
4 9
5 12
… …
4. Persamaan reaksi
…..
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam
suatu bahan adalah dengan Metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl adalah metode yang
berdasarkan proses reduksi dari larutan Luff Schoorl oleh gula-gula pereduksi (semua
monosakarida, laktosa dan maltosa). Hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat
mereduksikan Cu2+ menjadi Cu+. Prinsip kerjanya, yaitu:
a. Sebelum Inversi :
Gugus aldehid dari gula sederhana dioksidasi oleh Cu2+ berlebih pada suasana basa menjadi
senyawa karboksilat, kemudian kelebihan Cu2+ direaksikan dengan KI pada suasana asam.
Selanjutnya, I2 yang terbentuk dititrasi oleh larutan Na2S2O3 standar dengan indikator amilum
hingga titik akhir titrasi yang ditandai dengan warna biru tepat menghilang.
Pada titik ekuivalen, m.ekuivalen C–H = m.ekuivalen Cu2+ total - Cu2+ sisa
b. Inversi Lemah :
Sejumlah tertentu sampel, diinversi dalam suasana asam dan pada suhu 70oC untuk
menghidrolisis disakarida menjadi gula sederhana. Gugus aldehid dari gula sederhana tersebut
dioksidasi oleh Cu2+ berlebih pada suasana basa menjadi senyawa karboksilat. Kemudian
kelebihan Cu2+ direaksikan dengan KI pada suasana asam, I2 yang terbentuk dititrasi oleh
larutan Na2S2O3 standar dengan indikator amilum hingga yang ditandai dengan warna biru
tepat menghilang.
Pada titik ekuivalensi, m.ekuivalen C – H = m.ekuivalen Cu2+ total - Cu2+ sisa
2. Penetapan Karbohidrat
a. Ambil 10 mL filtrat pada prosedur 1c dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL, lalu
tambahkan 25 mL larutan Luff Schoorl dan beberapa butir batu didih, serta 15 mL akuades.
Buat blanko, yaitu 25 mL akuades dan 25 mL larutan Luff-Schoorl.
b. Hubungkan Erlenmeyer dengan pendingan tegak, lalu didihkan (usahakan agar larutan
dapat mendidih dalam waktu 3 menit, gunakan stop watch). Didihkan terus hingga 10
menit (dihitung saat mulai mendidih, gunakan stop watch) kemudian didinginkan dengan
cepat dalam bak/wadah berisi es.
c. Setelah dingin, tambahkan 15 mL KI 20% dan 25 mL H2SO4 25% secara hati-hati lewat
dinding Erlenmeyer.
d. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N menggunakan 2–3 mL indikator amilum 0,5%
hingga terjadi perubahan warna pada akhir titrasi dari biru kehitaman menjadi bening.
Catat volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan.
e. Kerjakan untuk blanko.
E. Hasil Pengamatan
Ulangan Volume Na2S2O3 0,1 N (ml) mg. Glukosa
Sampel Blanko Selisih Sampel Blanko Selisih
1
2
mg.Glukosa FP
% Karbohidrat 100 %
mg.Sampel
A. Tujuan
Menentukan kadar serat kasar dari suatu bahan makanan (SNI 01-2891-1992)
B. Prinsip Kerja
Prinsip análisis serat kasar, yaitu sampel yang dihidrolisis dengan asam kuat dan basa kuat
encer, sehingga karbohidrat, protein, dan zat-zat lain terhidrolisis dan larut, kemudian disaring
dan dicuci dengan air panas yang mengandung asam dan alkohol, selanjutnya dikeringkan dan
ditimbang.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Neraca analitik
b. Pendingin tegak
c. Corong Buchner
d. Pompa vakum
2. Bahan
a. Asam sulfat 1,25%
b. NaOH 3,25%
c. Etanol 96%
d. Kertas saring Whatman 54, 541 atau 41
D. Prosedur Kerja
1. Timbang seksama 2 – 4 g sampel.
2. Bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi dengan cara soxhlet atau dengan cara mengaduk
dan mengendap-tuangkan sampel dalam pelarut organic sebanyak 3 kali.
3. Keringkan sampel dalam oven dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL.
4. Tambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25%, kemudian didihkan selama 30 menit dengan
menggunakan pendingin tegak.
5. Tambahkan 50 mL NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30 menit.
6. Dalam keadaan panas, saring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu
Whatman 54, 41 atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.
7. Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25% panas, air
panas dan etanol 96%.
8. Angkat kertas saring beserta isinya, masukkan ke dalam kotak timbang yang telah diketahui
bobotnya, keringkan pada suhu 105oC, dinginkan dan timbang sampai bobot tetap.
Catatan:
Kehalusan partikel sampel harus diperhatikan, disarankan sampel yang halus tersebut
dapat lolos ayakan lebih kurang 1 mm2.
Pembebasan lemak dari sampel dapat diabaikan, bila jumlah lemak dalam contoh
tersebut rendah.
E. Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil penentuan kadar serat kasar
Berat kertas Berat kertas saring Berat
Berat sampel
Sampel saring (gram) dan abu/endapan abu/endapan
(gram)
(gram) (gram)
A. Tujuan
Menentukan kadar minyak/lemak dalam suatu bahan makanan dengan metode ekstraksi
langsung menggunakan alat soxhlet
B. Teori Singkat
Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak. Lemak yang ada di dalam
jaringan, baik hewan maupun tanaman, juga disertai dengan senyawa lain, seperti fosfolipid, sterol
dan beberapa pigmen. Dalam analisis kadar lemak, seringkali disebut sebagai analisis “lemak kasar”,
karena selain asam lemak terikut pula senyawa-senyawa lain. Penentuan kadar minyak atau lemak
suatu bahan dapat dilakukan dengan alat ekstraktor Soxhlet menggunakan pelarut non-polar.
Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut yang digunakan
dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, bahan yang diuji harus cukup
kering, karena jika masih basah selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu
dan akan mempengaruhi dalam perhitungan (Ketaren, 1986).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Alat Soxhlet, i. Alat destilasi
b. timbangan analitik, j. Pemanas listrik / heating mantel
c. oven, k. Statif dan klem
d. desikator,
2. Bahan
a. Sampel c. Petroleum eter atau n-heksana
b. Kertas saring d. Benang
D. Prosedur Kerja
1. Penentuan Kadar Minyak/Lemak
a. Timbang seksama 1 – 2 gram sampel dan bungkus dalam kertas saring bebas lemak yang
telah dikeringkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama
kurang lebih 1 jam.
b. Masukkan ke dalam alat soxhlet extractor, lalu hubungkan dengan labu yang telah berisi
batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.
c. Ekstrak dengan n-heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 2 – 6 jam.
E. Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Hasil penentuan kadar minyak/lemak dalam bahan
Berat labu+ekstrak Berat
Berat sampel Berat labu
Sampel minyak (gram) minyak/lemak hasil
(gram) kosong (gram)
ekstraksi (gram)
A. Tujuan
1. Menguji adanya protein dalam sampel dengan pereaksi Biuret
2. Menguji adanya asam amino dalam sampel dengan pereaksi Ninhidrin
3. Menguji adanya asam amino yang mengandung gugus samping tertentu.
B. Teori Singkat
Protein merupakan senyawa yang tersusun atas rangkaian asam amino yang dihubungkan
dengan ikatan peptida. Ikatan peptide merupakan ciri khusus protein, sehingga dapat digunakan
untuk mendeteksi keberadaan/kandungan protein pada suatu bahan. Adanya ikatan peptida
dibuktikan dengan berbagai reaksi, salah satunya adalah biuret. Reaksi biuret adalah reaksi
untuk protein dan intensitas warnanya tergantung pada banyaknya ikatan peptida.
Hidrolisis protein sempurna dengan asam, basa, atau enzim akan menghasilkan kurang
lebih 20 jenis asam amino yang dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimianya, yaitu
kelompok alifatik, hidrosiklik, asam, basa, aromatik heterosiklik dan asam imino. Reaksi umum
untuk menunjukkan adanya asam amino dengan pereaksi ninhidrin. Berbagai Jenis asam amino
dapat diidentifikasi dengan reaksi warna khusus, karena reaksi warna khusus ini positif untuk
gugus tertentu pada rantai sampingnya (gugus R-nya), bukan untuk gugus karboksil atau
aminanya.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Pipet tetes
c. Penangas air
2. Bahan
a. Sampel protein j. Pereaksi Millon (15% larutan HgSO4 dan
b. Sampel asam amino 15% H2SO4)
c. Akuades k. Pereaksi HgSO4
d. Pereaksi Ninhidrin 0,2% (fresh) l. Larutan NaNO3 1%
e. Fenol 0,1% m. Formaldehida dengan pengenceran 500x
f. Asam nitrat pekat n. Larutan tembaga (II) sulfat 1%
g. Larutan NaOH 40% dan 0,1 N
h. Larutan Pb-asetat
i. Kristal Pb
A. Tujuan
Menentukan kadar protein kasar dalam suatu bahan dengan metode Semimikro Kjeldhal
B. Teori Singkat
Analisis kuantitatif protein dan asam amino dapat dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya adalah dengan metode Semimikro Kjeldahl. Dalam metode ini, senyawa nitrogen
diubah menjadi ammonium sulfat oleh asam sulfat pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk
diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian
dititrasi dengan larutan baku asam.
E. Hasil pengamatan
Tabel 8.1 Hasil penentuan kadar protein kasar dalam sampel
V. HCl 0,01N untuk V. HCl 0,01N untuk
Sampel
titrasi sampel (mL) titrasi blanko (mL)