Anda di halaman 1dari 10

ASI Eksklusif

1.1 Pengertian ASI Eksklusif


ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain,
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan
padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan
mineral dan obat (Roesli, 2000). Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga berhubungan
dengan tindakan memberikan ASI kepada bayi hingga berusia 6 bulan tanpa makanan
dan minuman lain, kecuali sirup obat. Setelah usia bayi 6 bulan, barulah bayi mulai
diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI dapat diberikan sampai 2 tahun
atau lebih (Prasetyono, 2005).
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi
baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur
kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup
hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2004).
ASI adalah sebuah cairan ciptaan Allah yang memenuhi kebutuhan gizi bayi dan
melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat
gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk
paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama ASI juga sangat kaya
akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan
sistem saraf (Yahya, 2007).
1.2 Manfaat ASI eksklusif
Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu formula.
Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang menyusui.
Manfaaat ASI bagi bayi antara lain; ASI sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya
tahan tubuh bayi, mengembangkan kecerdasan, dan dapat meningkatkan jalinan kasih
sayang (Roesli, 2000).
Manfaat ASI bagi bayi adalah sebagai nutrisi. ASI merupakan sumber gizi yang
sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan pertumbuhan
bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas dan kuantitasnya.
Dengan tata laksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup
memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan,
bayi harus mulai diberikan makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2
tahun atau lebih. Negara-negara barat banyak melakukan penelitian khusus guna
memantau pertumbuhan bayi penerima ASI eklslusif dan
terbukti bayi penerima ASI eksklusif dapat tumbuh sesuai dengan rekomendasi
pertumbuhan standar WHO-NCHS (Danuatmaja, 2003).
Selain itu juga, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Dengan
diberikan ASI berarti bayi sudah mendapatkan immunoglobulin (zat kekebalan atau daya
tahan tubuh ) dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut dengan cepat akan
menurun segera setelah kelahirannya. Badan bayi baru lahir akan memproduksi sendiri
immunoglobulin secara cukup saat mencapai usia sekitar 4 bulan. Pada saat kadar
immunoglobulin bawaan dari ibu menurun yang dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum
mencukupi, terjadilah suatu periode kesenjangan
immunoglobulin pada bayi. Selain itu, ASI merangsang terbentuknya antibodi bayi lebih
cepat. Jadi, ASI tidak saja bersifat imunisasi pasif, tetapi juga aktif. Suatu kenyataan
bahwa mortalitas (angka kematian) dan mobiditas (angka terkena penyakit) pada bayi
ASI eksklusif jauh lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI
(Budiasih, 2008). Disamping itu, ASI juga dapat mengembangkan kecerdasan bayi.
Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan otak.
Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang diterima
saat pertumbuhan otak, terutama saat pertumbuhan otak cepat. Lompatan pertumbuhan
atau growt spourt sangat penting karena pada inilah pertumbuhan otak sangat pesat.
Kesempatan tersebut hendaknya dimanfaatkan oleh ibu agar pertumbuhan otak bayi
sempurna dengan cara memberikan nutrisi dengan kualitas dan kuantitas optimal karena
kesempatan itu bagi seorang anak tidak akan berulang lagi (Danuatmaja, 2003).
Air susu ibu selain merupakan nutrient ideal, dengan komposisi tepat, dan sangat
sesuai kebutuhan bayi, juga mengandung nutrient-nutrien khusus yang sangat diperlukan
pertumbuhan optimal otak bayi. Nutrient-nutrient khusus tersebut adalah taurin, laktosa,
asam lemak ikatan panjang (Danuatmaja, 2003).
Mengingat hal-hal tersebut, dapat dimengerti kiranya bahwa pertumbuhan otak
bayi yang diberi ASI secara eksklusif selama 6 bulan akan optimal dengan kualitas yang
optimal pula. Hasil penelitian terhadap 1.000 bayi prematur membuktikan bayi prematur
yang diberi ASI eksklusif mempunyai IQ lebih tinggi 8,3 poin. Hasil penelitian Dr.Riva
(1977) menunjukan bayi ASI eksklusif pada usia 9 tahun mempunyai IQ 12,9 poin lebih
tinggi dibanding anak yang ketika bayi tidak diberi asi eksklusif (Roesli, 2000).
Kemudian yang terakhir adalah ASI dapat menjalin kasih sayang. Bayi yang sering
berada dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat merasakan kasih sayang ibu dan
mendapatkan rasa aman, tenteram, dan terlindung. Perasaan terlindung dan disayangi
inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi bayi, yang kemudian membentuk
kepribadian anak menjadi baik dan penuh percaya diri (Ramaiah, 2006).
Bagi ibu, manfaat menyusui itu dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan.
Apabila bayi disusui segera setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan
setelah melahirkan (post partum) akan berkurang (Siswono 2001). Karena pada ibu
menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk
konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal
ini akan menurunkan angka kematian ibu yang melahirkan. Selain itu juga, dengan
menyusui dapat menjarangkan kehamilan pada ibu karena menyusui merupakan cara
kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif
98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah
melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi merusia 12 bulan (Glasier, 2005).
Disamping itu, manfaat ASI bagi ibu dapat mengurangi terjadinya kanker.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa menyusui akan mengurangi kemungkinan
terjadinya kanker payudara. Pada umumnya bila semua wanita dapat melanjutkan
menyusui sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker
payudara akan berkurang sampai sekitar 25%. Beberapa penelitian menemukan juga
bahwa menyusui akan melindungi ibu dari penyakit kanker indung telur. Salah satu dari
penelitian ini menunjukan bahwa risiko terkena kanker indung telur pada ibu yang
menyusui berkurang sampai 20-25%. Selain itu, pemberian ASI juga lebih praktis,
ekonomis, murah, menghemat waktu dan memberi kepuasan pada ibu
(Maulana, 2007).

1.3 Fisiologi Pengeluaran ASI


Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Kemampuan ibu dalam
menyusui/laktasipun berbeda-beda. Sebagian mempunyai kemampuan yang lebih besar
dibandingkan yang lain. Laktasi mempunyai dua pengertian yaitu pembentukan ASI
(Refleks Prolaktin) dan pengeluaran ASI (Refleks Let Down/Pelepasan ASI)
(Maryunani, 2009).
Pembentukan ASI (Refleks Prolaktin) dimulai sejak kehamilan. Selama kehamilan
terjadi perubahan-perubahan payudara terutama besarnya payudara, yang disebabkan
oleh adanya proliferasi sel-sel duktus laktiferus dan sel-sel kelenjar pembentukan ASI
serta lancarnya peredaran darah pada payudara. Proses proliferasi ini dipengaruhi oleh
hormon-hormon yang dihasilkan plasenta, yaitu laktogen, prolaktin, kariogona dotropin,
estrogen, dan progesteron. Pada akhir kehamilan, sekitar kehamilan 5 bulan atau lebih,
kadang dari ujung puting susu keluar cairan kolostrum. Cairan kolostrum tersebut keluar
karena pengaruh hormon laktogen dari plasenta dan hormon prolaktin dari hipofise.
Namun, jumlah kolostrum tersebut
terbatas dan normal, dimana cairan yang dihasilkan tidak berlebihan karena kadar
prolaktin cukup tinggi, pengeluaran air susu dihambat oleh hormon estrogen (Maryunani,
2009).
Setelah persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun dengan lepasnya plasenta,
sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi hambatan terhadap prolaktin
oleh estrogen. Hormon prolaktin ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk
membuat air susu ibu (Maryunani, 2009).
Penurunan kadar estrogen memungkinan naiknya kadar prolaktin dan produksi ASI pun
mulai. Produksi prolaktin yang berkesinambungan disebabkan oleh bayi menyusui pada
payudara ibu. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat pada keadaan : stress
atau pengaruh psikis,anestesi, operasi, rangsangan puting susu, hubungan kelamin,
pengaruh obat-obatan. Sedangkan yang menyebabkan prolaktin terhambat
pengeluarannya pada keadaan: ibu gizi buruk, dan pengaruh obat-obatan (Badriul, 2008).
Pengeluaran ASI (Refleks Letdown/pelepasan ASI) merupakan proses pelepasan ASI
yang berada dibawah kendali neuroendokrin, dimana bayi yang menghisap payudara ibu
akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel.
Kontraksi dari sel-sel ini akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan
masuk ke sistem duktus untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke
mulut bayi sehingga ASI tersedia bagi bayi (Maryunani, 2009).
Faktor-faktor yang memicu peningkatan reflex”letdown/pelepasan ASI” ini yaitu pada
saat ibu : melihat bayinya, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan
untuk meyusui bayi. Sementara itu, faktor-faktor yang menghambat
reflex”letdown/pelepasan ASI yaitu stress seperti : keadaan bingung/psikis kacau, takut,
cemas, lelah, malu, merasa tidak pasti/merasakan nyeri. Oksitosin juga mempengaruhi
jaringan otot polos uterus berkontraksi sehingga mempercepat lepasnya plasenta dari
dinding uterus dan membantu mengurangi terjadinya perdarahan. Oleh karena itu, setelah
bayi lahir maka bayi harus segera disusukan pada ibunya (Inisiasi Menyusui Dini ).
Dengan seringnya menyusui, penciutan uterus akan terjadi makin cepat dan makin baik.
Tidak jarang perut ibu akan terus terasa mulas yang sangat pada hari-hari pertama
menyusui, hal ini merupakan mekanisme alamiah yang baik untuk kembalinya uterus ke
bentuk semula (Maryunani, 2009).

1.4 Komposisi ASI


ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5%, oleh karena itu bayi yang
mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat yang
suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu
formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya
diare pada bayi yang mendapat susu formula.Komposisi ASI yaitu : karbohidrat, protein,
lemak,mineral,vitamin (Hubertin, 2004 ).
Di dalam ASI terdapat laktosa, laktosa ini merupakan karbohidrat utama dalam
ASI yang berfungsi sebagai salah satu sumber untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat
dalam ASI hampir dua kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu formula.
Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat
terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah melewati masa
ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. (Badriul, 2008).
Selain karbohidrat, ASI juga mengandung protein. Kandungan protein ASI cukup
tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula.
Protein dalam ASI dan susu formula terdiri dari protein whey dan casein.
Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh
usus bayi, sedangkan susu formula lebih banyak mengandung protein casein yang lebih
sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI hanya 30%,
dibanding susu formula yang mengandung protein dalam jumlah yang tinggi (80%)
(Badriul, 2008). Disamping itu juga, ASI mempunnyai asam amino yang lengkap yaitu
taurin. Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena asam
amino ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang sedang
berkembang.
ASI juga mengandung lemak, kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah
kemudian meningkat jumlahnya (Husaini, 2001). Lemak ASI berubah kadarnya setiap
kali diisap oleh bayi yang terjadi secara otomatis. Selain jumlahnya yang mencukupi,
jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang merupakan
lemak kebutuhan sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah
yang cukup tinggi. Dalam bentuk Omega 3, Omega 6, DHA (Docoso Hexsaconic Acid)
dan Acachidonid acid merupakan komponen penting untuk meilinasi bayi (Hubertin,
2004).
Disamping karbohidrat, lemak, protein, ASI juga mengandung mineral, vitamin K,
vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin yang larut dalam air.
Hampir semua vitamin larut dalam air seperti vitamin B, asam folat, vitamin C terdapat
dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam
ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan
asam folat mungkin rendah pada ibu dengan gizi kurang (Badriul, 2008).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakberhasilan ASI Eksklusif
Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat bervariasi. Namun
yang sering diungkapkan sebagai berikut (Danuatmaja, 2003).
2.1 Faktor Internal
2.1.1 Ketersediaan ASI
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah 1) tidak melakukan
inisiasi menyusui dini 2) menjadwal pemberian ASI 3) memberikan minuman
prelaktal (bayi diberi minum sebelum ASI keluar ), apalagi memberikannya dengan
botol/dot 4) kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui (Badriul,
2008 ).
Inisiasi menyusui dini adalah meletakkan bayi diatas dada atau perut ibu segera
setelah dilahirkan dan membiarkan bayi mencari puting ibu kemudian menghisapnya
setidaknya satu jam setelah melahirkan. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini
disebut baby crawl. Karena sentuhan atau emutan dan jilatan pada puting ibu akan
merangsang pengeluaran ASI dari payudara. Dan apabila tidak elakukan inisiasi
menyusui dini akan dapat mempengaruhi produksi ASI (Maryunani, 2009).
Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI. Menyusui paling baik dilakukan
sesuai permintaan bayi (on demand ) termasuk pada malam hari, minimal 8 kali
sehari. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusui. Makin jarang
bayi disusui biasanya produksi ASI akan berkurang. Produksi ASI juga dapat
berkurang bila menyusui terlalu sebentar. Pada minggu pertama kelahiran sering kali
bayi mudah tertidur saat menyusui. Ibu sebaiknya merangsang bayi supaya tetap
menyusui dengan cara menyentuh telinga/telapak kaki bayi agar bayi tetap menghisap
(Badriul, 2008).
Seringkali sebelum ASI keluar bayi sudah diberikan air putih, air gula, air madu, atau
susu formula dengan dot. Seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan karena selain
menyebabkan bayi malas menyusui, bahan tersebut mungkin menyebabkan reaksi
intoleransi atau alergi. Apabila bayi malas menyusui maka produksi ASI dapat
berkurang, karena semakin sering menyusui produksi ASI semakin bertambah
(Danuatmaja, 2003).
Meskipun menyusui adalah suatu proses yang alami, juga merupakan keterampilan
yang perlu dipelajari. Ibu seharusnya memahami tata laksana laktasi yang benar
terutama bagaimana posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat
menghisap secara efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal. Banyak sedikitnya
ASI berhubungan dengan posisi ibu saat menyusui. Posisi yang tepat akan
mendorong keluarnya ASI dan dapat mencegah timbulnya berbagai masalah
dikemudian hari (Cox, 2006).
2.1.2 Pekerjaan /aktivitas
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk mendapatkan
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Wanita yang bekerja seharusnya
diperlakukan berbeda dengan pria dalam hal pelayanan kesehatan terutuma karena
wanita hamil, melahirkan, dan menyusui. Padahal untuk meningkatkan sumber daya
manusia harus sudah sejak janin dalam kandungan sampai dewasa. Karena itulah
wanita yang bekerja mendapat perhatian agar tetap memberikan ASI eksklusif
sampai 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun (pusat kesehatan kerja Depkes
RI,2005).
Beberapa alasan ibu memberikan makanan tambahan yang berkaitan dengan
pekerjaan adalah tempat kerja yang terlalu jauh, tidak ada penitipan anak, dan harus
kembali kerja dengan cepat karena cuti melahirkan singkat (Mardiati, 2006).
Cuti melahirkan di Indonesia rata-rata tiga bulan. Setelah itu, banyak ibu khawatir
terpaksa memberi bayinya susu formula karena ASI perah tidak cukup. Bekerja
bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, karena waktu ibu bekerja bayi
dapat diberi ASI perah yang diperah minimum 2 kali selama 15 menit. Yang
dianjurkan adalah mulailah menabung ASI perah sebelum masuk kerja. Semakin
banyak tabungan ASI perah, seamakin besar peluang menyelesaikan program ASI
eklusif (Danuatmaja, 2003).
2.1.3 Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Pengetahuan akan memberikan pengalaman kepada ibu tentang cara
pemberian ASI eksklusif yang baik dan benar yang juga terkait dengan masa lalunya.
Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara sukarela ddan penuh
rasa percaya diri untuk mampu menyusui bayinya. Pengalaman ini akan memberikan
pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan menberi sikap positif terhadap masalah
menyusui (Erlina, 2008).
Akibat kurang pengetahuan atau informasi, banyak ibu menganggap susu formula
sama baiknya , bahkan lebih baik dari ASI . Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat
memberikan susu formula jika merasa ASI kurang atau terbentur kendala menyusui.
Masih banyak pula petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada ibu saat
pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin (Prasetyono, 2005).
Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif , ibu dan keluarganya perlu
menguasai informasi tentang fisiologis laktasi, keuntungan pemberian ASI, kerugian
pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung,cara menyusui yang baik dan
benar, dan siapa harus dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar
menyusui.
2.1.4 Kelainan pada payudara
Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri.
Kondisi ini terjadi akibat adanya bendungan pada pembuluh darah di payudara
sebagai tanda ASI mulai banyak diproduksi. Tetapi, apabila payudara merasa sakit
pada saat menyusui ibu pasti akan berhenti memberikan ASI padahal itu
menyebabkan payudara mengkilat dan bertambah parah bahkan ibu bisa menjadi
demam (Roesli, 2000). Jika terdapat lecet pada puting itu terjadi karena beberapa
faktor yang dominan adalah kesalahan posisi menyusui saat bayi hanya menghisap
pada putting. Padahal seharusnya sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi.
Puting lecet juga dapat terjadi pada akhir menyusui, karena bayi tidak pernah
melepaskan isapan. Disamping itu, pada saat ibu membersihkan puting menggunakan
alkohol dan sabun dapat menyebabkan puting lecet sehingga ibu merasa tersiksa saat
menyusui karena sakit (Maulana, 2007).
2.1.5 Kondisi kesehatan ibu
Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara
eksklusif. Pada keadaan tertentu, bayi tidak mendapat ASI sama sekali, misalnya
dokter melarang ibu untuk menyusui karena sedang menderita penyakit yang dapat
membahayakan ibu atau bayinya, seperti penyakit Hepatitis B, HIV/AIDS, sakit
jantung berat, ibu sedang menderita infeksi virus berat, ibu sedang dirawat di Rumah
Sakit atau ibu meninggal dunia (Pudjiadi, 2001).
Faktor kesehatan ibu yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada
bayi 0-6 bulan adalah kegagalan menyusui dan penyakit pada ibu. Kegagalan ibu
menyusui dapat disebakan karena produksi ASI berkurang dan juga dapat disebabkan
oleh ketidakpuasan menyusui setelah lahir karena bayi langsung diberi makanan
tambahan.

2.2 Faktor Eksternal


2.2.1 Faktor petugas kesehatan
Program laktasi adalah suatu program multidepartemental yang melibatkan
bagian yang terkait, agar dihasilkan suatu pelayanan yang komrehensif dan terpadu
bagi ibu yang menyusui sehingga promosi ASI secara aktif dapat dilakukan tenaga
kesehatan. Dalam hal ini sikap dan pengetahuan petugas kesehatan adalah faktor
penentu kesiapan petugas dalam mengelola ibu menyusui. Selain itu sistem pelayanan
kesehatan dan tenaga kesehatan juga mempengaruhi kegiatan menyusui (Arifin,
2004).
Perilaku tenaga kesehatan biasanya ditiru oleh masyarakat dalam hal perilaku sehat.
Promosi ASI eksklusif yang optimal dalam setiap tumbuh kembangnya sangatlah
penting untuk mendukung keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya (Elza, 2008).
Selain itu adanya sikap ibu dari petugas kesehatan baik yang berada di klinis maupun
di masyarakat dalam hal menganjurkan masyarakat agar menyusui bayi secara
eksklusif pada usia 0-6 bulan dan dilanjutkan sampai 2 tahun dan juga meningkatkan
kemampuan petugas kesehatan dalam hal memberikan penyuluhan kepada masyarakat
yang luas (Erlina, 2008).
2.2.2 Kondisi kesehatan bayi
Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara
eksklusif. Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit
bawaan tidak dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada
ASI (Pudjiadi, 2001).
Faktor kesehatan bayi adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan ibu
memberikan makanan tambahan pada bayinya antara lain kelainan anatomik berupa
sumbing pada bibir atau palatum yang menyebakan bayi menciptakan tekanan negatif
pada rongga mulut, masalah organik, yaitu prematuritas, dan faktor psikologis dimana
bayi menjadi rewel atau sering menangis baik sebelum maupun sesudah menyusui
akibatnya produksi ASI ibu menjadi berkurang karena bayi menjadi jarang disusui
(Soetjiningsih, 1997)
2.2.3 Pengganti ASI (PASI) atau susu formula
Meskipun mendapat predikat The Gold Standard, makanan paling baik, aman,
dan satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan
(terjangkau, tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah). Sejarah
menunjukkan bahwa menyusui merupakan hal tersulit yang selalu mendapat
tantangan, terutama dari kompetitor utama produk susu formula yang mendisain susu
formula menjadi pengganti ASI (YLKI, 2005).
Seperti di Indonesia sekitar 86% yang tidak berhasil memberikan ASI eksklusif
karena para ibu lebih memilih memberikan susu formula kepada bayinya. Hal ini
dapat dilihat dari meningkatnya penggunaan susu formula lebih dari 3x lipat selama 5
tahun dari 10,8% pada tahun 1997 menjadi 32,5% tahun 2002 (Depkes, 2006).
2.2.4 Keyakinan
Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus
kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama umum dilakukan. Kebiasaan ini
seringkali dimulai saat bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota
Lima, Peru menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh dalam bulan
pertama. Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir, dan Guatemala
melaporkan bahwa lebih dari 60% bayi baru lahir diberi air manis dan/atau teh. Nilai
budaya dan keyakinan agama juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai
minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan
bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu
kebutuhan batin maupun fisik sekaligus (LINKAGES, 2002).

Anda mungkin juga menyukai