NIM : 19/439180/PA/19003
Proses pembuatan jamu yang dimulai dari pemilihan bahan baku, pencucian,
pengolahan dan penyajian dengan cara yang masih sangat sederhana tidak menutup
kemungkinan apabila jamu-jamu tersebut tercemar oleh mikroorganisme (Susanti dan
Aprilliyani, 2018). Jamu baik tradisional dan modern yang beredar dan dikonsumsi oleh
masyarakat harus memenuhi standar kualitas dan keamanannya secara mikrobiologis untuk
dikonsumsi. Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 32 Tahun
2019 yang berkaitan dengan batas cemaran mikroba pada obat tradisional minuman serbuk,
batas cemaran kapang dan khamir pada produk tersebut adalah ≤ 5 x 105 koloni/g. Hal ini
dikarenakan kapang dan khamir merupakan mikroba yang bersifat pathogen.
Apabila angka batas cemaran kapang dan khamir terlampaui, maka produk minuman
jamu serbuk instan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Efek samping dari mengkonsumsi
jamu seperti keracunan yang ditandai dengan muntah-muntah, diare, pusing, perut terasa panas.
Hal ini dikarenakan kapang dan khamir merupakan mikroba yang bersifat pathogen. Kapang
merupakan mikroorganisme fungi multiseluler yang dapat menyebabkan karsinogenik
(menyebabkan kanker) yang berbahaya bagi manusia dan beberapa kapang merupakan
penyebab berbagai infeksi pernafasan dan kulit pada manusia. . Mikroba ini membentuk spora
sebagai salah satu alat perkembangbiakannya. Kapang juga dapat membentuk mikotoksin yang
telah dikenal sebagai penyebab keracunan. Khamir yang bersifat patogen untuk manusia yaitu
Candida albicans, Sachromyceses, Cryptococcus neoformans khamir tersebut dapat diisolasi
dari air sehingga memungkinkan terjadi kontaminasi oleh khamir yang ada
Jamu dapat tercemar oleh mikrobilogi seperti kapang dan khamir karena beberapa
faktor. Kapang/khamir dapat mencemari jamu melalui bahan baku yang digunakan dalam
pengolahan jamu seperti pada rimpang kunyit yang pada umumnya tumbuh di dalam tanah.
Kapang khamir terdapat di dalam tanah. dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kelembaban dan kadar air. Rimpang yang ditumbuhkan dalam kondisi tanah yang lembab dapat
memicu pertumbuhan kapang dan khamir. Hal ini sesuai dengan Mirawati (2016), bahwa
kelembaban pada perkebunan merupakan kelembaban yang optimum untuk pertumbuhan dan
perkembangan jamur karena pada umumnya jamur akan tumbuh dan berkembang pada
kelembaban lebih dari 19% sehingga pencucian bahan baku menjadi faktor penting untuk
mengurangi adanya kapang tanah yang mengontaminasi bahan baku. Kontaminasi khamir pada
jamu juga dapat disebabkan karena kandungan nutrisi yang terdapat di komposisi produk jamu
seperti gula dapat dimanfaatkan oleh khamir kontaminan sebagai media pertumbuhan karena
kaya akan sumber nutrisi. Hal ini sesuai dengan Stratford (2006) bahwa khamir membutuhkan
nutrisi berupa sumber karbon seperti gula, sumber nitrogen, vitamin, dan mineral sehingga
tidak menjadi suatu hal yang mengejutkan bahwa produk makanan menjadi pendukung dalam
pertumbuhan khamir tersebut.
Uji Angka Kapang/Khamir (AKK) adalah suatu uji cemaran mikroba yang dilakukan
dengan menghitung jumlah koloni kapang dan khamir yang terdapat dalam sampel yang
diperiksa setelah cuplikan diinokulasikan pada media yang sesuai dan mengalami inkubasi
pada suhu 25℃ selama 3-5 hari dengan metode dan analisa hasil sesuai. Penentuan jumlah
kapang dan khamir dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode cawan agar tuang ( pour
plate) dan atau cawan agar sebar (spread plate).
dihomogenisasi menggunakan
stomacher dengan kecepatan 300
rpm selama 30 detik.
5. Pengenceran Sampel
Dipilih cawan petri dari satu Jumlah koloni dari kedua cawan
pengenceran yang petri dihitung kemudian dikalikan
menunjukkan jumlah koloni dengan faktor pengencerannya.
antara 40-60.
Petunjuk perhitungan
1. Bila hanya salah satu dari kedua cawan petri dari pengenceran yang sama
menunjukkan jumlah koloni antara 40-60 buah, dihitung jumlah koloni dari kedua
cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.
2. Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat koloni lebih besar dari dua
kali jumlah koloni pada pengenceran dibawahnya, maka dipilih tingkat
pengenceran terendah.
3. Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satu pun yang menunjukkan jumlah antara
40-60 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran terendah
dan dihitung sebagai angka kapang/khamir perkiraan.
4. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan bukan disebabkan factor inhibitor,
maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor
pengenceran (Departemen Kesehatan tahun 1992).