PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
SEPTINA MEGARIA
NIM. 02202204158
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh latihan pasif ekstremitas bawah
terhadap percepatan Bromage Score pada pasien post operasi anestesi
spinal di Rumah Sakit Bhayangkara Lampung.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Mendeskripsikan karakteristik pasien Rs.Bhayangkara lampung.
b. Mendeskripsikan nilai Bromage Score pada pasien post operasi
anestesi sebelum dan setelah dilakukan latihan Rom pasif
bawah .di RS.Bhayangkara lampung
c. Menganalisis pengaruh latihan pasif ekstremitas bawah terhadap
bromage score pada pasien post operasi anestesi spinal di
Rs.Bhayangkara lampung.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit. Sebagai kontribusi untuk menginformasikan
khususnya ruang operasi Rs.Bhayangkara lampung untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan dan memberikan gambaran yang lebih konkrit dapat
dijadikan sumber pijakan atau input bagi tenaga profesi keperawatan
dalam mengelola pasien post operasi di ruang pulih sadar.
2. Bagi Instansi diharapkan dapat menjadi referensi untuk menambah
ilmu pengetahuan.
3. Bagi Tenaga Kesehatan. Sebagai masukan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan, terutama dalam upaya meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan pada pasien post operasi.
E. Keaslian Penelitian
1. Faktor penyebab terlambatnya pindah (Delayed Discharged) Pasien
Pasca Operasi Elektif di Ruang Pulih Bedah Pusat Terpadu RS.Advand
2. Pengaruh Pengaturan Posisi Terhadap Lama Pemulihan keadaan
Pasien Post Operasi di Rumah Sakit Pringsewu
Keaslian Penelitian
No Nama Peneliti & Tahun Judul
1. Melati (2015) faktor penyebab terlambatnya pindah
(Delayed Discharged) Pasien Pasca
Operasi Elektif di Ruang Pulih Bedah
Pusat Terpadu RS.Advand
Desain Penelitian & Varibel Kuantitatatif
Penelitian Variabel Indepen : Pasif Bawah Bromage
Score
Variabel Dependen: Anestesi Spinal
A. Landasan Teori
2. Bromage Score
a. Pengertian Bromage Score
Bromage score merupakan salah satu indikator respon motorik pasca
anestesi. Gerakan merupakan kemampuan sesorang untuk
menggerakkan bagian tubuhnya secara bebas dengan menggunakan
koordinasi sistem saraf dan muskuloskletal. Pengukuran blok motorik
yang paling sering digunakan adalah dengan skala bromage score. Jika
nilai bromage score kurang dari sama dengan 2 maka pasien dapat
pindah ke ruangan. Skala pengukuran ini untuk mengukur kemampuan
pasien untuk menggerakkan ekstermitas bawah. Penelitian Nuriyadi
(2012),
Bromage score adalah suatu cara menilai perkembangan
pergerakan kaki pada pasien pasca operasi spinal anestesi dengan hasil
penelitian ada perbedaan lama waktu pencapaian bromage score dengan
anestesi bupivacain 0,5% 20 mg memerlukan waktu pencapaian
bromage score 2 pada menit ke 190-235, dan bupivacain 0,5% 15 mg
pada menit ke 155-195 pada pasien sectio saecaria di RSUD Muntilan
Menurut Basuki (2014) bahwa hal yang terjadi setelah obat
dimasukkan yang pertama dipengaruhi adalah saraf simpatis dan
parasimpatis diikuti dengan saraf dingin, panas, raba, dan tekan dalam.
Sedangkan yang terakhir adalah serabut motoris, rasa getar (vibrator
sense) dan proprioseptif. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi
dengan urutan yang sebaliknya yaitu fungsi motoris yang akan kembali
pulih. Lamanya anestesi tergantung pada kecepatan obat meninggalkan
cairan serebrospinal Gerakan otot kaki pasien pasca spinal anestesi
umumnya dipenngaruhi oleh :
1. Jenis Obat
Obat anestesi lokal yang ideal mempunyai mula kerja yang
cepat, durasi kerja dan juga tinggi blokade dapat diperkirakan
sehingga dapat disesuaikan dengan lama operasi, tidak
neurotoksik, serta pemulihan blokade motorik pasca operasi yang
cepat sehingga mobilisasi dapat lebih cepat dilakukan (Nainggolan,
2014). Anestesi spinal bila jenis obat lebih besar dari CSF
(hiperbarik) menyebabkan cairan hiperbarik cenderung kebawah
karena gravitasi bumi, sehingga akan mempengaruhi pergerakan
ekstermitas bawah setelah pasien sadar dari anestesi. Sebaliknya
jika lebih kecil (hipobarik) maka obat akan berada di area
penyuntikan tersebut.
2. Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu makhluk, baik yang hidup maupun yang mati.
Menurut penelitian Fitra (2018) bahwa ada hubungan antara usia
dengan waktu pencapaian bromage score. Pada usia lanjut akan
terjadi peningkatan-peningkatan sensitifitas terhadap obat anestesi
bila ini terjadi maka akan memperlambat metabolisme dan pulih
sadar pasca anestesi akan tertunda. Meningkatnya usia
menyebabkan kapasitas klien untuk beradaptasi dengan stress
pembedahan terhambat karena mundurnya beberapa fungsi tubuh
tertentu.
Fitria (2018) responden yang diikutkan dengan umur 18-45
tahun lebih cepat dalam mencapai bromage score. Hal ini berkaitan
dengan semakin tua usia maka semakin turunnya fungsi tubuh
tertentu seperti menurunnya fungsi ginjal dan metabolisme hati,
meningkatnya risiko lemak air dan berkurangnya sirkulasi darah,
sehingga metabolisme obat menjadi turun. Menurut Harahap
(2014), pasien lanjut usia (lansia) termasuk ke dalam golongan usia
ekstrim. Sehingga bertambahnya usia, volume dari ruang spinal
dan epidural akan berkurang. Adapun orang dewasa muda lebih
cepat pulih dari efek anestesi karena fungsi organ yang optimal
terhadap obat anestesi.
3. Anestesi Spinal
a. Pengertian Anestesi Spinal
Anestesi spinal/subarachnoid block adalah teknik anestesi
regional dengan menyuntikkan obat analgetik okal ke dalam ruang
subarachnoid di daerah antara vertebrae L2- L3 / L3 - L4 (obat lebih
mudah menyebar menyebar ke kranial) atau L4-5 (obat lebih
cenderung berkumpul di kaudal) (Wulandari, 2017). Obat yang
dimasukkan ke dalam ruang subarachnoid akan memblok impuls
sensorik, autonom dan motorik pada serabut saraf anterior dan
posterior yang melewati cairan serebrospinal. Penyebaran agen
anestetik dan tingkat anestesia bergantung pada jumlah cairan yang
disuntikkan, kecepatan obat tersebut disuntikkan, posisi pasien
setelah penyuntikan, dan berat jenis agen. Jika berat jenis agen lebih
besar dari berat jenis cairan serebrospinal (CSS), agen akan bergerak
ke posisi dependen spasium subarakhnoid; jika berat jenis agen
anestetik lebih kecil dari CSS, maka anestetik akan bergerak
menjauhi bagian dependen (Brunner & Sudarth, 2013)
Spinal anestesi atau ubarachniod Blok (SAB) adalah salah satu
teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan
obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan
analgesia setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka.
Untuk dapat memahami spinal anestesi yang menghasilkan blok
simpatis, blok sensoris dan blok motoris maka perlu diketahui
neurofisiologi saraf, mekanisme kerja obat anestesi lokal pada spinal
anestesi dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya. Derajat anestesi
yang dicapai tergantung dari tinggi rendah lokasi penyuntikan, untuk
mendapatkan blockade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke
atas, dan hal ini tergantung banyak faktor antara lain posisi pasien
selama dan setelah penyuntikan, barisitas dan berat jenis obat
(Gwinnutt, 2014).
b. Anatomi Fisiologi Lumbal Vertebra
Pengetahuan yang baik tentang anatomi kolumna vertebralis
merupakan salah satu faktor keberhasilan tindakan anetesi spinal. Di
samping itu, pengetahuan tentang penyebaran analgesia lokal dalam
cairan serebrospinal dan level analgesia diperlukan untuk menjaga
keamanan tindakan anestesi spinal. Tulang belakang memiliki 5
segmen lumbal, vertebra lumbalis merupakan vertebra yang paling
penting dalam spinal anestesi, karena sebagian besar penusukan pada
spinal anestesi dilakukan pada daerah ini. Pada saat berbaring daerah
tertinggi adalah L3, sedangkan daerah terendah adalah T5 (Morgan,
2013). Medulla spinalis dibungkus oleh tiga jaringan ikat yaitu
duramater, arakhnoid dan piameter yang membentuk tiga ruangan :
ruang epidural, ruang subdural, dan ruang subarachnoid. Ruang
subarachnoid terdiri dari trebekel, saraf spinalis dan cairan
serebrospinal (Mangku, 2010). Otak dan korda spinalis dikelilingi
oleh cairan serebrospinal (LCS) dalam ruang subarachnoid yang
sekaligus melindunginya dari trauma akibat gerakan tiba-tiba.
Sebagian besar hingga 90% LCS diproduksi dari darah dalam plexus
choroids diventrikelateral III dan IV dengan kecepatan 0,3 – 0,4
ml/menit dan diabsorpsi kembali kedalam darah oleh granulasi
arakhnoid. Volume cairan serebrospinal yang dibentuk setiap hari
sekitar 150 cc. Jika cairan berkurang (misalnya karena lumbal
pungsi) dapat diproduksi lagi untuk menggantikan kehilangan
tersebut (Salinas, 2014). Suplai darah pada korda spinalis dan akar
saraf berasal dari sebuah arteri spinalis anterior dan pasangan arteri
spinalis posterior. Arteri spinalis anterior dan posterior menerima
tambahan aliran darah dari arteri interkostalis di toraks dan arteri
lumbar di abdomen (Morgan, 2013).
Pada tulang belakang terdapat serabut-serabut saraf yang
menghubungkan antara otak dan organ-organ dibawahnya. Jika
dilakukan pada bagian-bagian tertentu pada medulla spinalis maka
akan terjadi bloakde pada saraf organ-organ dibawahnya (Salinas,
2015). Berikut saraf-saraf yang di blok saat dilakukan spinal anestesi
menurut Morgan (2013) :
1. Saraf Spinal
Nervus lumbal bawah, sakral dan koksigea bersama-sama
dengan fillum terminale membentuk kauda equine, dibagian
bawah berakhirnya medulla spinalis. Pada bagian ini anestesi
spinal dilakukan karena jarum spinal tidak akan merusak medulla
spinalis karena saraf-saraf yang membentuk kauda equine dapat
bergerak bebas dalam LCS. Didalam ruang subarachnoid, saraf
spinalis terbagi menjadi serabut-serabut saraf yang lebih kecil
dan dibungkus hanya dengan sebuah lapisan piameter. Ini
berbeda dengan yang di ruang epidural, yang berupa gabungan
saraf besar dengan banyak jaringan penghubung didalam maupun
diluar sarafnya. Hal ini menunjukkan perlunya dosis anestesi
yang lebih besar pada epidural daripada spinal anestesi
2. Saraf Somatik
Saraf somatik mengatur semua gerakan sadar, seperti
berjalan, berbicara, dan lain-lain. Semua aktivitas tubuh diatur
pada dasarnya melalui jaringan saraf dengan menghubungkan
serabut saraf, yang berasal dari sistem saraf pusat dan membuat
sistem saraf perifer. Ada tiga jenis serabut saraf; saraf sensorik,
saraf motorik, dan saraf penghubung. Saraf ini diperbolehkan
untuk mentransfer impuls sensorik dan motorik dalam sistem
saraf. Spinal anestesi dapat mem secara luas, baik pada saraf
motorik dan sensorik ekstremitas bawah. Sehingga menyebabkan
parathesia dan relaksasi otot rangka yang bersifat reversible serta
menimbulkan efek analgesia yang kuat.
3. Saraf Simpatis
Sistem saraf simpatis memiliki ganglion yang terletak di
sepanjang tulang belakang yang menempel pada sumsum tulang
belakang, sehingga memilki serabut pra-ganglion pendek dan
serabut post ganglion yang panjang. Serabut pra-ganglion adalah
serabut saraf yang yang menuju ganglion dan serabut saraf yang
keluar dari ganglion disebut serabut post-ganglion.
4. Saraf Parasimpatis
Saraf afferent dan efferent dari sistem saraf parasimpatis
berjalan melalui nervus kranial atau nervus sakralis ke 2, 3, 4.
Nervus vagus merupakan saraf kranial paling penting yang
membawa saraf efferent parasimpatis. Saraf parasimpatis terletak
di kraniosakral sehingga dengan adanya vertebra lumbal saraf
parasimpatis tidak ikut ter. Selama proses spinal anestesi, saraf
parasimpatis memiliki peranan dominan sehingga haemodinamik
pasien cenderung menurun dan perlu diperhatikan.
d. Sistem Genitourinari
Spinal anestesi menurunkan 5-100% GFR, saraf yang
menyebabkan kandung kemih atonia mengakibatkan volume urin
yang banyak. Blokade simpatis afferent (T5 – L1) berakibat dalam
peningkatan tonus sphincter yang menyebabkan retensi urin.
Retensi urin post spinal anestesi mungkin secara moderat
diperpanjang karena S2 dan S3 berisi serabut-serabut otonom kecil
dan paralisisnya terlambat lebih lama daripada serabut-serabut
sensoris dan motoris yang lebih besar. Kateter urin harus dipasang
jika anestesi dilakukan dalam waktu lama. Menurut Potter & Perry
(2010), normalnya dalam waktu 6-8 jam setelah anestesi, pasien
akan mendapatkan kontrol fungsi berkemih secara volunter,
tergantung pada jenis pembedahan.
e. Sistem Endokrin
Spinal anestesi tidak merubah fungsi endokrin atau aktifitas
metabolik saat operasi, kecuali peningkatan sedikit gula atau
penurunan katekolamin. tiap jalur afferent dan efferent atau
keduanya, bertanggungjawab terhadap penghambatan perubahan
endokrin dan metabolik oleh stress operasi. Selain mempengaruhi
kelima sistem tersebut, spinal anestesi juga mempengarui sistem
muskoloskeletal, spinal anestesi menyebabkan parathesia hingga
relaksasi otot-otot ekstremitas bawah akibat adanya
motorik/somatik. Dengan menghambat transmisi impuls nyeri dan
menghilangkan tonus otot rangka. Blok sensoris menghambat
stimulus nyeri somatik atau visceral, sedangkan blok motorik
menyebabkan relaksasi otot. Efek anestesi lokal pada serabut saraf
bervariasi tergantung dari ukuran serabut saraf tersebut dan apakah
serabut tersebut bermielin atau tidak serta konsentrasi obat
(Morgan, 2013).
f. Penanganan
Penanganan yang dilakukan pasca spinal anestesi menurut
Majid (2012) adalah posisi berbaring terlentang (tirah baring)
selama 24 jam, hidrasi adekuat, hindari mengejan, dan bila ketiga
cara tersebut tidak berhasil, berikan epidural blood patch yakni
penyuntikan darah pasien sendiri 5-19 ml ke dalam ruang epidural.
Sedangkan menurut Morgan (2013) cara yang bisa dilakukan
antara lain mobilisasi dini setelah tirah baring 24 jam dan diet
TKTP.
B. Kerangka Teori
Langkah –Langkah
Bromage score
1. Fleksi dan ekstensi lutut dan
pinggul dengan cara 1. Jenis Obat
menganggakat kaki dan 2. Usia
bengkokkan lutut 3. Status Fisik
2. Abduksi dan adduksi kaki 4. Berat Badan
dengan cara menggerakkan 5. Konsep
ke samping kiri dan samping Tindakan
kanan menjauh dari pasien Spinal
3. Rotasi pinggul internal dan
ektrenal (Nainggolan, 2014,
4. Fleksi dan ektensi jari-jari Harahap (2014)
kaki Pramono (2015)
5. Intervensi dan eversi telapak Maldini (2013)
kaki
Helmi (2013)
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Keterangan : ( diteliti )
(Tidak diteliti)
C. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Range Of Motion (ROM) Variabel Dependen
Pasif Bromage score
D. Hipotesis
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
2. Desain Penelitian
1. Tempat :
3. Waktu Penelitian :
4. Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan sejak
tanggal dikeluarkannya ijin penelitian dalam kurun waktu kurang lebih 2
(dua) bulan, 1 bulan pengumpulan data dan 1 bulan pengolahan data yang
meliputi penyajian dalam bentuk skripsi dan proses bimbingan berlangsung
1. Populasi
Menurut Handayani (2020), populasi adalah totalitas dari setiap elemen
yang akan diteliti yang memiliki ciri sama, bisa berupa individu dari suatu
kelompok, peristiwa, atau sesuatu yang akan diteliti. Populasi dalam
penelitian ini 20 pasien yang telah dilakukan tindakan anestesi
2. Sampel
Penelitian terhadap populasi dengan jumlah yang besar namun terkendala,
waktu dan sebagainya, maka dapat dilakukan pengambilan sampel. Seperti
yang dijelaskan oleh Sugiyono (2017) Sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar,
dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dna waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambi dari populasi itu.
1. Teknik Sampling
Ada beberapa jenis teknik penarikan sampel, yang akan penulis gunakan
adalah teknik penarikan sampel secara acak atau simple random sampling.
Menurut sugiyono (2017) pengertian dari sampling jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel, hal ini
dilakukan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30, atau
penelitian ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.
Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua populasi dijadikan
sampel
Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang akan dijadikan sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh dari populasi yang diambil, yaitu 20
pasien Post Operasi di ruang pulih Rs.Bhayangkara Lampung
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang memepunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2019) Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel bebas (X)
dan variabel terikat (Y).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut
menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Notoatmodjo, 2017). Pada
bagian awal dari instrumen penelitian ini terdapat data karakteristik responden
yang meliputi nama, umur, jenis operasi . Dilanjutkan dengan lembar
penilaian
1. Tahap Persiapan
a. Pembagian tema dan pencarian kasus
Pada tahap ini peneliti melakukan pencarian kasus yang sesuai dengan
tema dari berbagai referensi penelitian terdahulu.
d. Ujian Proposal
Peneliti melaksanakan ujian proposal sesuai jadwal yang telah ditentukan
dan memaparkan proposal dihadapan tim penguji.
2. Tahapan Penelitian
a. Pengurusan Perizinan
Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian dari institusi kepada
pihak Rumah Sakit Bhayangkara Lampung.
b. Melakukan Penelitian
Peneliti Menentukan sampel penelitian, kemudian memberikan penjelasan
kepada calon responden tentang maksud dan tujuan penelitian. Kemudian
menyerahkan lembar inform concent kepada responden. Kuesioner
pengetahuan perawat dibagikan kepada responden Untuk kuesioner
kedua, peneliti meminta bantuan kepada kepala unit untuk melakukan
observasi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam penerapan standar
patient safety
c. Tahap Penyelsaian
J. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak
yang diteliti (subjek peneliti) dan masyarakat yang akan memperoleh
dampak hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2018) Tujuan etika
penelitian memperhatikan dan mendahulukan hak-hak responden
(Notoatmodjo, 2018)
1) Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Responden harus mendapatkan hak dan informasi tentang tujuan
penelitian yang akan dilakukan. Peneliti juga harus memberikan
kebebasan kepada responden untuk memberikan informasi atau tidak
memberikan informasi. Untuk menghormati harkat dan martabat
responden, peneliti harus mempersiapkan formulir persetujuan (inform
concent).
2) Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Oleh sebab itu
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitad dan
kerahasiaan responden. Peneliti cukup menggunakan inisial sebagai
pengganti identitas responden.
K. Pengolahan Data
Langkah-langkah pengolahan data secara manual menurit Notoatmodjo,
2018 adalah :
a. Editing
Editing adalah pemeriksaan kelengkapan data yang diperoleh atau
dikumpulkan melalui kuesioner. Jika ternyata masih ada data atau
informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan
wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out).
b. Coding
Coding adalah kegiatan setelah data diteliti makan selanjutnya
diberikan kode dengan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/bilangan sehingga memudahkan peneliti dalam
memasukan data ke dalam komputer.
c. Entry
Entry data adalah mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode
atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.
d. Cleaning
Yang membersihkan data yang merupakan kegiatan pengecekan
kembali data yang sudah dimasukan apakah ada kesalahan atau tidak
dalam penelitian ini menghilangkan data yang tidak sesuai dan tidak
diperlukan oleh peneliti.