NIM : 122011133006
Linguistik Bandingan A
RESUME BAB IV
METODE PERBANDINGAN
A) Hukum Bunyi
Masalah bahasa telah dipersoalkan lebih dari dua ribu tahun yang lalu dalam masa Plato
(429-348 SM) hingga masa Aristoteles (384-322 SM) masih mempersoalkan hal yang
sama. Persoalan itu mengenai apakah lahirnya (bunyi) bahasa itu karena sesuatu
hubungan alamiah dengan barangnya yang ada di alam atau tidak. Aristoteles
berpendapat bahwa tidak perlu mempersoalkan hubungan antara pemberian nama dan
sifat barangnya, karena nama itu diberikan berdasarkan suatu kesepakatan (Bloomfield,
1962: hal.4).
a) Fonem /ә/
Fonem /ә/ Austronesia Purba dipantulkan dalam fonem-fonem kerabat berikut :
Bahasa Jawa Kuno dan Karo /ә/
Bahasa Makassar dan Minangkabau menjadi /a/
Bahasa Dayak menjadi /e/
Bahasa Tagalog menjadi /i/
Bahasa Toba dan Bisaya menjadi /o/
b) Fonem Trill
Terdapat dua macam fonem trill, yaitu trill apikal dan trill uvular yang masing-
masing dilambangkan dengan /r/ dan /R/.
3. Bahasa Malagasi
Bahasa Malagasi masih memperlihatkan korespondensi fonemis yang teratur
dengan bahasa Austronesia laiinya. Korespondensi tersebut sebagai berikut:
- Dalam bahasa-bahasa Austronesia lainnya terdapat konsonan /h/, maka dalam
bahasa Malagasi konsonan itu hilang.
- Bunyi nasal pada akhir kata pada bahasa-bahasa lain akan menjadi /na/ dalam
bahasa Malagasi.
- Bunyi /l/ yang didahului oleh vokal /i/ dalam bahasa-bahasa Austronesia lainnya
akan menjadi /d/ dalam bahasa Malagasi
- Konsonan /t/ pada bahasa Austronesia akan menjadi /trǎ/ dalam bahasa
Malagasi.
- Fonem /j/ yang mengikuti bunyi nasal dalam bahasa Austronesia menjadi /d z/
- Bunyi /k/ pada akhir kata menjadi /ka/ dalam bahasa Malagasi.
- Konsonan /p/ pada Austronesia menjadi /f/, kecuali /p/ mengikuti nasal.
1) Rekurensi Fonemis
Prosedur untuk menemukan perangkat bunyi itu yang muncul secara berulang-
ulang dalam sejumlah pasang kata yang lain disebut rekurensi fonemis.
Penetapan perangkat korespondensi fonemis dapat dilakukan pada pasangan-
pasangan lain. Semakin banyak data yang diteliti dan diperbandingkan semakin
terbuka kemungkinan. Melalui rekurensi fonemis dapat ditetapkan secara
meyakinkan adanya sebuah korespondensi fonemis.
2) Ko-okurensi
Sebuah perangkat korespondensi selalu diturunkan dari kata-kata yang mirip
bentuk dan maknanya. Karena adanya prinsip bentuk dan makna ini, dapat
terjadi bahwa bentuk-bentuk tertentu diabaikan sebagai bentuk yang mirip
dengan bentuk-bentuk lain dalam bahasa kerabat. Yang dimaksud dengan ko-
okurensi aalah gejala-gejala tambahan yang terjadi sedemikian rupa pada kata-
kata kerabat yang mirip bentuk dan maknanya, sehingga dapat mengaburkan
baik kemiripan bentuk-maknanya maupun korespondensi fonemisnya dengan
kata-kata lain dalam bahasa kerabat lainnya.
Dalam menetapkan korespondensi fonemis harus diperhatikan pula apakah
sepasang kata yang tampaknya tidak sama itu sebenarnya mengandung gejala
lain yaitu ko-okurensi, gejala-gejala yang timbul dalam kata itu sehingga sudah
mengubah bentuk kata itu. Bila ada, maka kedua kata itu tetap dimasukkan
dalam kata yang identik atau mirip.
3) Analogi
Menghilangnya /h/ antar vokal yang berasal dari /r/ antar vokal dalam bahasa
Bali dan Lamalera terjadi karena analogi. Analogi merupakan suatu proses
pembentukan kata mengikuti contoh-contoh yang sudah ada. Analogi dapat
muncul dalam situasi peralihan yang lain, dalam hubungan dengan bahasa-
bahasa non-kerabat. Pola perubahan anatara bahasa kerabat dapat digunakan
sebagai dasar untuk mengubah bentuk-bentuk dari bahasa non-kerabat sehingga
dapat diterima dalam bahasa sendiri.