No. A-002/UTC/2018-S0
REVISI KE - 0
PERTAMINA
UPSTREAM TECHNICAL CENTER
DIREKTORAT HULU
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL........................................................................................................... ii
i
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 201818
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 1 dari 68
BAB I UMUM
Disiplin ilmu Geodesi sebagai ilmu pemetaan bumi mempunyai peranan yang penting di
Pertamina Direktorat Hulu dan Anak Perusahaan Hulu (APH) dalam penyediaan data spasial
untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak, gas dan panas bumi. Akurasi penentuan posisi
sangat penting di dunia perminyakan karena menyangkut biaya yang tinggi dalam kegiatan
eksplorasi dan produksi, sebagai contoh ketidaktepatan penentuan dan pengukuran posisi
sumur pemboran eksplorasi dan produksi bisa menyebabkan kegagalan yang merugikan
perusahaan. Terdapat berbagai metode akuisisi data spasial yang dikenal di bidang Geodesi,
termasuk tingkat ketelitian yang beragam. Oleh karena itu diperlukan satu pedoman standar
yang berlaku di Pertamina Direktorat Hulu dan APH.
Dokumen ini berisikan pedoman pelaksanaan pengelolaan survei dan pemetaan yang berlaku di
Pertamina Direktorat Hulu dan menjadi rujukan baku di APH. Pedoman ini dihasilkan dari kajian
akademik dan keperluan praktis dengan mengacu standar dan spesifikasi yang berlaku di
Indonesia maupun internasional.
Maksud dari pedoman ini agar setiap pekerjaan survei dan pemetaan di wilayah kerja Pertamina
Direktorat Hulu dan APH mempunyai acuan yang sama untuk dipatuhi dan dipenuhi.
A. Tujuan
1. Sebagai acuan di Pertamina Direktorat Hulu dan APH mengenai persyaratan minimum
di bidang survei dan pemetaan Geodesi agar pekerjaan survei dan pemetaan di bidang
Geodesi terjamin kualitasnya serta dapat dijadikan acuan bagi Pertamina Direktorat Hulu
dan APH.
2. Sebagai upaya meningkatkan efektifitas pengelolaan survei dan pemetaan dengan tetap
mengutamakan kualitas data baik dari sisi pengukuran maupun efisiensi kerja.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini mengatur kebijakan perusahaan yang terkait dengan
pelaksanaan survei dan pemetaan Geodesi yang meliputi:
3. Pemetaan dengan Foto Udara Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vihecle/ UAV)
Pedoman ini berlaku di lingkungan Pertamina Direktorat Hulu (internal consumption/ internal
used only) dan dapat juga dijadikan acuan bagi Anak Perusahaan Hulu.
C. Pengertian
1. Akurasi adalah derajat kedekatan hasil ukuran terhadap nilai sebenarnya atau nilai yang
dianggap benar.
4. Base station adalah stasiun referensi yang berfugsi mengirim data koreksi waktu ke
stasiun rover.
5. Baseline adalah vektor koordinat relatif tiga-dimensi (dX,dY,dZ) antar dua titik
pengamatan.
6. Baseline trivial adalah baseline yang dapat diturunkan (kombinasi linear) dari baseline-
baseline lainnya dari satu sesi pengamatan.
Keterangan:
Seandainya ada n receiver yang beroperasi secara simultan pada satu sesi pengamatan
maka hanya ada (n-1) baseline bebas yang dapat digunakan untuk perataan jaringan.
8. Bench mark (BM) adalah titik tetap berupa pilar/tugu dengan ukuran tertentu yang
dipasang di lapangan dan memiliki nilai gayaberat, posisi dan elevasi yang berfungsi
sebagai acuan untuk menentukan nilai gayaberat pengukuran.
9. Citra foto udara adalah foto udara dalam bentuk citra yang dihasilkan dari proses
scanning terhadap negatif film dari foto udara analog atau langsung dari penggunaan
kamera digital.
10. Datum adalah sekumpulan parameter yang berfungsi sebagai acuan atau dasar untuk
menghitungan parameter-parameter lain. Datum mendefinisikan posisi dari origin, skala,
dan orientasi dari sumbu-sumbu sistem koordinat.
11. Datum Geodetik adalah datum yang menjelaskan tentang hubungan antara sistem
koordinat terhadap bumi. Yang termasuk di dalam datum geodesi adalah pendefinisian
elipsoid acuan.
12. Datum Vertikal adalah bidang referensi yang digunakan untuk acuan ketinggian atau
kedalaman; untuk sistem tinggi ortometris digunakan geoid.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 3 dari 68
13. DGN '95 adalah datum yang ditetapkan pada tahun 1995, mengacu pada sistem datum
internasional WGS-84 (World Geodetic System 1984) dengan parameter elipsoid :
sumbu panjang a = 6.378.137 m ; faktor penggepengan f = 1/298,25722356
14. Digital Terrain Model (DTM) atau Model Terain Digital adalah representasi numerik
relief permukaan terain dalam format digital. Data digital tersebut memuat titik-titik tinggi
fitur alami permukaan terain di atas tinggi acuan (misalnya muka air laut). Pada
umumnya, istilah DTM mempunyai kesamaan arti dengan DEM maupun DHM dan bare
earth.
15. Dilution of Precision (DOP) adalah bilangan yang merefleksikan kekuatan geometri dari
konstelasi satelit. Bilangan DOP yang kecil menunjukkan geometri satelit yang kuat,
bilangan DOP yang besar menunjukkan geometri satelit yang lemah.
Keterangan:
Terdapat beberapa jenis DOP, yaitu:
GDOP = Geometrical DOP (posisi-3D dan waktu);
PDOP = Positional DOP (posisi-3D);
HDOP = Horizontal DOP (posisi horizontal);
VDOP = Vertical DOP (tinggi);
TDOP = Time DOP (waktu).
16. Elips kesalahan absolut adalah elips yang merepresentasikan daerah kepercayaan
(confidence region) dari ketelitian koordinat suatu titik.
Keterangan:
Elips kesalahan absolut dinamakan juga elips kesalahan titik; dan
bentuk dan ukuran elips kesalahan absolut diturunkan dari varian kovariansi
komponen koordinat yang bersangkutan.
17. Elips kesalahan relative adalah elips yang merepresentasikan daerah kepercayaan
(confidence region) dari ketelitian relatif suatu titik terhadap titik lainnya (ketelitian jarak).
Keterangan:
elips kesalahan relatif dinamakan juga elips kesalahan garis;
bentuk dan ukuran elips kesalahan relatif diturunkan dari nilai varian-kovariansi
komponen beda koordinat dari dua titik yang bersangkutan;
18. Foto Udara adalah produk fotografi yang diambil dari kamera baik analog maupun digital
yang dibawa oleh wahana udara seperti pesawat terbang.
19. Geoid adalah bidang ekipotensial gaya berat bumi yang diasumsikan mendekati muka
laut rerata (MSL) yang tidak terganggu.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 4 dari 68
20. GPS Geodetik adalah tipe receiver GPS yang umumnya digunakan untuk aplikasi-
aplikasi yang menuntut ketelitian tinggi (orde mm sampai dm).
Catatan :
nama formalnya adalah NAVSTAR GPS, kependekan dari "NAVigation Satellite
Timing and Ranging Global Positioning System”.
satelit GPS yang pertama diluncurkan pada tahun 1978, dan secara totalitas sistem
dinyatakan operasional pada tahun 1994.
21. Global Positioning System (GPS) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi
yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat yang dirancang untuk informasi posisi
dan kecepatan tiga dimensi serta waktu secara kontinu di seluruh dunia kepada
pengguna secara simultan tanpa bergantung pada waktu dan cuaca. Nama formalnya
adalah NAVSTAR GPS, kependekan dari "Navigation Satellite Timing and Ranging
Global Positioning System”; satelit GPS diluncurkan pada tahun 1978, dan sistem
operasional pada tahun 1994.
22. GPS/GNSS atau Global Positioning System/ Global Navigation Satellite System
adalah sistem navigasi radio berbasis satelit yang terdiri dari 24 satelit, digunakan untuk
menentukan koordinat target secara tepat di atas permukaan bumi.
23. Grid adalah garis-garis yang bersilangan yang digambar di muka peta agar lebih mudah
dalam membaca koordinat titik-titik yang ada di dalam peta.
24. Ground Spatial Distance (GSD) adalah resolusi spasial merupakan rasio antara nilai
ukuran citra digital (pixel) dengan nilai ukuran sebenarnya (cm) yang dihitung dalam
bentuk cm/pixel.
25. Ground Control Point (GCP)/ Premark/ titik kontrol tanah adalah titik yang diketahui
koordinatnya secara tepat dan dapat terlihat pada foto udara. GCP digunakan untuk
koreksi geometri.
26. Image Motion adalah pergerakan bayangan suatu objek stasioner yang disebabkan oleh
gerakan pesawat.
27. Jaring Kontrol Horizontal adalah sekumpulan titik kontrol horizontal yang satu sama
lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan koordinatnya ditentukan
dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam suatu sistem koordinat
horizontal acuan tertentu
28. Jaring Kontrol Vertikal Nasional adalah serangkaian titik kontrol vertikal yang satu
sama lainnya diikatkan dengan ukuran beda tinggi ortometris dan mengacu pada datum
vertikal nasional. Jjaring kontrol vertikal yang diselenggarakan BAKOSURTANAL belum
dapat disebut jaring kontrol vertikal nasional.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 5 dari 68
29. Kelas adalah atribut yang menunjukkan ketelitian internal (internal accuracy)/ presesi
jaring yang merupakan fungsi dari metode dan alat pengukuran, desain jaring, dan
metode hitungan. Kelas dinilai melalui analisis ketelitian hasil proses perataan terkendala
minimal.
30. Kolimasi adalah sudut yang dibentuk antara garis sumbu optik (garis bidik) dengan
garis referensi, umumnya garis referensi mengacu pada garis datar yang berimpit
dengan bidang nivo.
32. KPV adalah kesalahan penutup vertikal. Kring adalah jalur pengukuran yang
membentuk rangkaian tertutup (berawal dan berakhir pada titik kontrol vertikal yang
sama).
33. Layer adalah suatu sistem pelapisan data yang dikelompokan berdasarkan jenis obyek,
atau diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu, pada proses penggambaran secara
digital.
34. Metode Bowditch adalah metode hitungan posisi, didasarkan pada data hasil ukuran
poligon.
35. Metode Poligon adalah metode penentuan posisi dua dimensi secara terestris dari
rangkaian titik-titik yang membentuk poligon, yang koordinat titik-titik (X,Y) atau (E,N),
ditentukan berdasarkan pengamatan sudut-sudut horizontal di titik-titik poligon serta
jarak horizontal antar titik yang berurutan.
36. Muka peta adalah daerah yang dibatasi garis tepi peta bagian dalam.
37. Multipath adalah Fenomena apabila sinyal dari satelit tiba di antena GPS melalui dua
atau lebih lintasan yang berbeda, dalam hal ini satu sinyal merupakan sinyal langsung
dari satelit ke antena dan yang lainnya merupakan sinyal-sinyal tidak langsung yang
dipantulkan oleh benda-benda di sekitar antena sebelum tiba di antena
Keterangan:
Adanya perbedaan panjang lintasan antara sinyal langsung dan sinyal pantulan
menyebabkan sinyal-sinyal tersebut berinterferensi ketika tiba di antena yang pada
akhirnya menyebabkan kesalahan pada hasil pengamatan GPS, baik pseudorange
maupun fase.
38. Orde adalah atribut yang menunjukkan ketelitian eksternal (external accuracy) jaring
yang merupakan fungsi kelas jaring, kedekatan (kesesuaian) data ukuran terhadap jaring
kontrol yang digunakan untuk ikatan dan ketelitian proses transformasi datum. Catatan :
Orde ini terbagi Orde I, Orde II, dan Orde III. Orde JKV PERTAMINA terbagi menjadi
orde 3 dan orde 4.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 6 dari 68
39. Ortho-rectification (Koreksi Ortofoto) adalah proses rektifikasi pada suatu citra atau
pasangan citra stereo menggunakan titik kontrol tanah (3D) dan data DTM untuk koreksi
posisi sesuai dengan proyeksi ortogonalnya di permukaan bumi. Proses ini akan
menghilangkan distorsi geometrik akibat topografi (relief displacement) dan kemiringan
citra dan akan menghasilkan geometri yang sama dengan proyeksi peta pada umumnya.
40. Orthophoto atau Ortofoto adalah foto udara yang sudah dikoreksi secara geometris
sehingga memiliki skala foto yang seragam.
41. Perataan jaring (network adjustment) adalah Proses pengolahan secara terpadu
dalam suatu jaringan dari vektor-vektor baseline yang telah dihitung sebelumnya secara
sendiri-sendiri, untuk mendapatkan koordinat final dari titik-titik dalam jaringan tersebut.
42. Perataan jaring bebas adalah Perataan jaringan terkendala minimal yaitu perataan
dengan hanya menggunakan satu titik kontrol (titik tetap).
Keterangan:
Perataan jaring bebas dilakukan untuk mengecek konsistensi antar sesama data ukuran
(tingkat presisinya).
43. Perataan jaring terikat adalah perataan jaringan terkendala penuh, yaitu perataan
dengan menggunakan lebih dari satu titik kontrol (titik tetap).
Keterangan:
Perataan jaring terikat dilakukan setelah perataan jaring bebas dianggap sukses;
Koordinat titik-titik yang diperoleh dari perataan jaring terikat dan sukses melalui
proses kontrol kualitas akan dinyatakan sebagai koordinat yang final.
44. Perataan Kuadrat Terkecil (Least Squares Adjustment) adalah metode hitung
perataan (adjustment) yang berprinsip pada minimalisasi jumlah kuadrat dari residual
pengamatan.
45. Perataan terkendala minimal adalah perataan kuadrat terkecil data pengamatan
dengan jumlah kendala (parameter yang dianggap tetap) sebanyak minimal yang
diperlukan untuk mencapai penyelesaian. Dalam hal penentuan tinggi, jumlah kendala
minimal sama dengan satu.
46. Peta Citra Satelit adalah suatu peta yang memuat citra dari permukaan bumi yang
digambarkan pada bidang datar (media kertas peta) dalam suatu sistem proyeksi peta
tertentu. Citra dihasilkan dari pemrosesan registrasi citra satelit resolusi spasial sangat
tinggi, atau tinggi, atau menengah.
47. Peta Garis (Topografi) adalah suatu peta yang memuat gambaran obyek permukaan
bumi dalam bentuk garis dan simbol yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan
sistem proyeksi tertentu.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 7 dari 68
48. Peta Orthoimage adalah suatu peta yang memuat citra dari permukaan bumi yang
digambarkan pada bidang datar (media kertas) dalam suatu sistem proyeksi peta
tertentu. Orthoimage dihasilkan dari pemrosesan ortho-rectification pada citra satelit
resolusi spasial sangat tinggi dan tinggi seperti IKONOS, QuickBird, Kartosat, Geoeye,
yang telah terbebas dari distorsi geometrik akibat dari proyeksi perspektif dan relief
displacement.
49. Peta Ortofoto adalah suatu peta yang memuat citra ortofoto dari permukaan bumi yang
digambarkan pada bidang datar (media kertas peta) dengan sistem proyeksi tertentu.
Citra ortofoto dihasilkan dari pemrosesan (koreksi ortofoto) Foto Udara yang telah
terbebas dari distorsi geometrik akibat dari proyeksi sentral/perspektif dan relief
displacement.
50. Presisi adalah derajat kesesuaian atau kedekatan hasil-hasil ukuran berulang satu
terhadap yang lain. Presisi menunjukkan konsistensi internal.
51. Proyeksi UTM adalah sistem proyeksi peta yang menggunakan bidang silinder sebagai
bidang proyeksi.
52. Raw Data adalah data hasil pengambilan foto udara yang belum melalui proses apapun.
53. Receiver GPS adalah Alat untuk menerima dan memproses sinyal dari satelit GPS.
Keterangan :
Berdasarkan peningkatan kualitasnya dikenal tiga tipe receiver GPS, yaitu tipe navigasi,
tipe pemetaan dan tipe geodetik.
54. Registrasi Citra adalah proses rektifikasi citra yang meliputi hitungan transformasi
koordinat citra ke sistem koordinat tertentu, dan resampling piksel untuk memberikan
nilai derajat keabuan (grayvalue) pada posisi piksel tersebut.
55. Root Mean Square (RMS) Error adalah ketelitian statistik suatu ukuran yang
mengindikasikan sekumpulan nilai ukuran ada di sekitar nilai yang benar.
56. Rover adalah stasiun pengamatan GPS yang bergerak mengikuti obyek yang diukur.
57. Seksi adalah jalur pengukuran antara dua Titik Tinggi Geodesi (TTG) atau Bench mark
(BM) yang berurutan. Satu seksi pada umumnya terdiri dari beberapa slag.
58. Slag adalah jalur pengukuran sipat datar antara dua titik berdiri rambu ukur dengan
sekali berdiri instrument.
59. Sistem koordinat adalah sistem untuk mendefinisikan koordinat dari suatu titik, yang
sistem koordinat itu sendiri didefinisikan dengan menspesifikasi tiga parameter berikut,
yaitu lokasi titik asal (titik nol) dari sistem koordinat, orientasi dari sumbu-sumbu
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 8 dari 68
koordinat, dan besaran (jarak dan/atau sudut) yang digunakan untuk mendefiniskan
posisi suatu titik dalam sistem koordinat tersebut.
60. Standar deviasi adalah nilai yang digunakan sebagai tolok ukur untuk menunjukkan
tingkat ketelitian parameter yang diukur.
61. Survei GPS adalah survei penentuan posisi dengan pengamatan satelit GPS, yang
merupakan proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah titik
yang telah diketahui koordinatnya dengan menggunakan metode penentuan posisi
diferensial (differential positioning) serta data pengamatan fase (carrier phase) dari sinyal
GPS.
62. Tanda Tinggi Geodesi (TTG) adalah titik tetap di lapangan yang berupa pilar dengan
ukuran tertentu, yang menandai nilai tinggi, sebagai bagian dari jaring kontrol vertikal.
Tanda tinggi geodesi disebut juga tanda tinggi tetap (bench mark).
63. Telemetri adalah alat untuk memberikan informasi seperti posisi, ketinggian, kemiringan
serta arah secara real time pada saat pesawat udara dioperasikan.
64. Titik Datum adalah titik yang mempunyai nilai tinggi yang didefinisikan terhadap datum
vertikal dan ditetapkan sebagai titik pangkal (origin) untuk jaring kontrol vertikal.
65. Titik Fiducial adalah titik bidang fokus kamera udara yang berfungsi untuk menentukan
titik utama foto udara.
66. Tinggi Geometris adalah tinggi terhadap bidang elipsoid referensi sepanjang normal
elipsoid.
67. Titik Kontrol Geodetik adalah titik yang dimanifestasikan di lapangan dalam bentuk
monumen, dan koordinatnya ditentukan dengan metode pengukuran geodetik serta
dinyatakan dalam sistem referensi koordinat tertentu.
68. Titik kontrol vertikal adalah titik kontrol elevasi yang tingginya diketahui terhadap suatu
titik referensi (datum) yang digunakan untuk pengamatan pasut atau sebagai titik
referensi untuk pengukuran sipat datar.
69. Titik kontrol horizontal adalah titik kontrol yang koordinatnya dinyatakan dalam sistem
koordinat horizontal yang sifatnya dua-dimensi.
Keterangan:
Dalam hal ini ada dua jenis koordinat horizontal yang umum digunakan: koordinat
geodetik dua-dimensi, yaitu φ (lintang) dan λ (bujur), serta koordinat dalam bidang
proyeksi peta, yaitu E (Timur) dan N (Utara).
70. Tinggi Ortometris adalah tinggi terhadap geoid sepanjang garis unting-unting.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 9 dari 68
71. Titik Referensi adalah titik acuan untuk pengikatan gayaberat yang berfungsi sebagai
titik kontrol untuk jaring orde yang lebih rendah.
72. Total station (TS) adalah perpaduan antara alat ukur jarak dan sudut elektronik yang
dilengkapi dengan sistem memori dan micro komputer untuk melakukan hitungan-
hitungan sederhana.Trigonometri Levelling adalah salah satu metode penentuan beda
tinggi yang didasarkan pada hasil ukuran sudut vertikal dan jarak antara dua titik yang
akan ditentukan beda tingginya.
73. Tripod adalah suatu alat yang memiliki tiga kaki dengan plat datar di bagian atas, yang
digunakan untuk menyangga alat ukur pada saat digunakan di lapangan.
74. Undulasi Geoid adalah jarak vertikal permukaan elipsoid terhadap permukaan geoid
diukur sepanjang garis normal elipsoid.
75. WGS 84 (World Geodetic System 1984) adalah CTS yang didefinisikan dan
direalisasikan serta dipelihara/dipantau oleh NIMA (National Imagery and Mapping)
Amerika Serikat. Sistem ini digunakan oleh sistem satelit navigasi GPS (Global
Positioning System).
D. Referensi
1. Undang-Undang No.4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
2. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 3/1997, tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Sistem referensi menyangkut datum, sistem koordinat dan sistem tinggi yang digunakan di
Pertamina.
A. Datum
1. Datum Horizontal
Datum geodetik yang digunakan di Pertamina Direktorat Hulu dan APH adalah sebagai
berikut:
a. Koordinat titik-titik kontrol horizontal di wilayah kerja Pertamina Direktorat Hulu dan
APH harus dinyatakan dalam Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95) atau Sistem
Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013.
2. Datum Vertikal
Datum Vertikal yang digunakan di Pertamina Direktorat Hulu dan APH adalah sebagai
berikut:
a. Titik kontrol vertikal mengacu terhadap model bumi fisis yang dinamakan geoid.
b. Titik kontrol vertikal direferensikan terhadap muka laut rata-rata (MSL) yang diukur
pada kurun waktu tertentu, sekitar 18,6 tahun, yang selanjutnya ditetapkan sebagai
titik datum vertikal.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 11 dari 68
c. Wilayah yang tidak memungkinkan untuk pengikatan terhadap datum vertikal yang
ada, dapat dilakukan pendefinisian datum vertikal pendekatan.
B. Sistem Koordinat
1. Sistem koordinat yang digunakan dalam koordinat kartesian 3-dimensi (X,Y,Z) atau
koordinat geodetik (φ, λ, h) dan koordinat 2 Dimensi (Easting, Northing atau X,Y).
3. Jika diperlukan, system koordinat yang digunakan dapat menggunakan sistem proyeksi
Transverse Mercator atau sistem proyeksi lain sesuai kebutuhan operasional.
C. Sistem Tinggi
Sistem Tinggi di Pertamina Direktorat Hulu sebagai berikut:
1. Sistem tinggi yang digunakan adalah tinggi ortometris, yaitu tinggi dengan bidang acuan
geoid atau MSL.
2. Tinggi geometris harus ditranformasi menjadi tinggi ortometris menggunakan data tinggi
geoid/undulasi. Hubungan antar tinggi ortometris dan tinggi geometris dapat dilihat pada
Gambar 1.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 12 dari 68
Permukaan bumi
h H
Geoid (MSL)
N
Ellipsoid
h : Tinggi geometris.
H : Tinggi ortometris.
N : Tinggi/undulasi geoid.
Rumus yang digunakan untuk penentuan tinggi dengan hasil yang relatif lebih
teliti adalah sebagai berikut:
dH = dh – dN .................................................... (2)
dengan,
dh : hB - hA.
dH : HB - HA.
dN : NB - NA.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 14 dari 68
f. Jumlah minimal titik ikat untuk penetapan Orde-0, Orde-1, Orde-2 dan Orde-3
sebanyak 3 buah.
g. Jika kondisi lapangan tidak memungkinkan. Status kondisi lapangan dikatakan tidak
memungkinkan dinyatakan oleh pejabat berwenang di Pertamina Direktorat Hulu dan
APH. Pada kondisi ini titik ikat yang digunakan untuk penetapan Orde-0, Orde-1, Orde-
2 dan Orde-3 diperbolehkan menggunakan 2 buah titik ikat.
h. Jumlah minimal titik ikat untuk penetapan Orde-4 metode poligon sebanyak 4 buah (2
titik yang saling berpasangan).
i. Jika kondisi lapangan tidak memungkinkan, status kondisi lapangan dikatakan tidak
memungkinkan dinyatakan oleh pejabat berwenang di Pertamina Direktorat Hulu dan
APH. Pada kondisi ini titik ikat yang digunakan untuk penetapan Orde-4 diperbolehkan
menggunakan 2 buah titik ikat.
k. Sistem satuan derajat yang digunakan pada pembangunan dan pengembangan JKH
Pertamina Direktorat Hulu dan APH adalah sebagai berikut:
1) Satuan dalam derajat, menit, sekon (°, ’, ”). Angka desimal pada bagian sekon
minimal dinyatakan dalam 5 angka dibelakang koma.
2) Satuan dalam meter (m) dengan minimal 3 angka dibelakang koma. Contoh
sistem satuan derajat dan panjangan disajikan dalam bagan berikut:
c. Pembangunan dan pengembangan JKH dengan GPS/GNSS yang diikatkan lebih dari
1 titik ikat dan JKH dengan metode Poligon yang diikatkan lebih dari 2 titik ikat yang
saling berpasangan, maka ketelitian yang dicapai dapat diklasifikasikan sampai orde.
Dengan demikian orde merepresentasikan tingkat presisi dan akurasi titik (kualitas
pengukuran dan pengikatan).
d. Kelas JKH yang dibangun dan dikembangkan tidak boleh lebih tinggi dari kelas/orde
titik ikat yang digunakan.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 16 dari 68
e. Orde JKH yang dibangun dan dikembangkan tidak boleh lebih tinggi dari kelas/orde
titik ikat yang digunakan.
a. Kelas ketelitian titik kontrol horizontal ditentukan berdasarkan hasil hitung perataan
jaring berkendala minimal.
b. Untuk Kelas-2A, Kelas-A, Kelas-B dan Kelas-C, kelas ketelitian titik kontrol horizontal
ditentukan berdasarkan panjang setengah sumbu panjang (semi-major axis) dari
setiap elips kesalahan titik (absolut) dengan tingkat kepercayaan (confidence level)
95%.
c. Khusus untuk Kelas-D yang dibangun dan dikembang dengan GPS/GNSS, kelas
ketelitian titik kontrol horizontal ditentukan berdasarkan panjang setengah sumbu
panjang (semi-major axis) dari setiap elips kesalahan baseline (relatif) dengan tingkat
kepercayaan (confidence level) 95%.
d. Besarnya panjang maksimum dari setengah sumbu panjang elips kesalahan absolut
atau relatif dengan tingkat kepercayaan 95% yang diperbolehkan adalah:
dengan:
e. Standar kelas ketelitian titik kontrol horizontal disajikan pada Tabel 2. (Keterangan
lebih detil lihat Lampiran 1.1 s/d Lampiran 1.5.)
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 17 dari 68
D Maksimum r
Kelas C Jenis Aplikasi
(km) (mm)
2A 0,1 700-1000 100 o Titik kontrol pemetaan wilayah Pertamina
400- 700 70 Direktorat Hulu dan APH secara nasional
100– 400 40 o Penyatuan datum/peta Pertamina
Direktorat Hulu dan APH secara nasional
A 1 75 - 100 100 o Titik kontrol pemetaan wilayah regional
50 - 75 75 Pertamina Direktorat Hulu dan APH
20 – 50 50 o Penyatuan datum/peta di Pertamina
Direktorat Hulu dan APH secara regional
B 10 15 - 20 202 o Titik kontrol pemetaan daerah operasi
10 - 15 152 Pertamina Direktorat Hulu dan APH
5 – 10 102 o Titik kontrol pemetaan daerah eksplorasi
dan eksploitasi Pertamina Direktorat Hulu
dan APH
C 30 4–5 156 o Titik kontrol pemetaan daerah eksplorasi
3-4 126 dan eksploitasi Pertamina Direktorat Hulu
2-3 96 dan APH (sumur bor dan akses jalan)
1–2 66 o Titik kontrol pemetaan jalur pipa
D 50 0 – 0,2 20 o Titik kontrol pemetaan daerah eksplorasi
0,2 – 0,4 30 dan eksploitasi Pertamina Direktorat Hulu
0,4 – 0,6 40 dan APH (sumur bor dan akses jalan)
0,6 – 0,8 50 o Titik kontrol pemetaan jalur pipa
0,8 – 1,0 60 o Titik kontrol pemetaan seismik
Tabel 2. Standar Kelas Ketelitian Titik Kontrol Horizontal
a. Orde ketelitian titik kontrol horizontal ditentukan berdasarkan hasil hitung perataan
berkendala penuh.
b. Orde ketelitian titik kontrol horizontal ditentukan berdasarkan panjang setengah sumbu
panjang (semi-major axis) dari setiap elips kesalahan titik dengan tingkat kepercayaan
(confidence level) 95%.
c. Besarnya panjang maksimum setengah sumbu panjang elips kesalahan titik yang
diperbolehkan dihitung berdasarkan persamaan di bawah:
dengan:
r = nilai maksimum setengah sumbu panjang elips kesalahan
absolut/relatif (mm).
c = faktor empirik yang menggambarkan tingkat akurasi titik kontrol
horizontal.
d = jarak antar titik (dalam km).
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 18 dari 68
d. Orde ketelitian titik kontrol horizontal disajikan pada Tabel 3. (Keterangan lebih detil
lihat Lampiran 1.6 s/d Lampiran 1.9.)
Minimal d Maksimum r
Orde C Jenis Aplikasi
Kelas (km) (mm)
0 2A 0,1 700- 1000 100 o Titik kontrol pemetaan wilayah
400 - 700 70 Pertamina Direktorat Hulu dan APH
100 - 400 40 secara nasional
o Penyatuan datum/peta Pertamina
Direktorat Hulu dan APH secara
nasional
1 A 1 75 - 100 100 o Titik kontrol pemetaan wilayah
50 - 75 75 regional Pertamina Direktorat Hulu
20 - 50 50 dan APH
o Penyatuan datum/peta di Pertamina
Direktorat Hulu dan APH secara
regional
2 B 10 15 - 20 202 o Titik kontrol pemetaan daerah
10 - 15 152 operasi Pertamina Direktorat Hulu
5 - 10 102 dan APH
o Titik kontrol pemetaan daerah
eksplorasi dan eksploitasi Pertamina
Direktorat Hulu dan APH
3 C 30 4-5 156 o Titik kontrol pemetaan daerah
3-4 126 eksplorasi dan eksploitasi Pertamina
2-3 96 Direktorat Hulu dan APH (sumur bor
1-2 66 dan akses jalan)
o Titik kontrol pemetaan jalur pipa
Tabel 3. Standar Orde Ketelitian Titik Kontrol Horizontal
Orde 0 1 2 3 4
Jenis Receiver Geodetik 2- Geodetik 1-
frekuensi frekuensi
Pengukur metereologis (termometer, barometer, dan Ya Tidak
hygrometer)
Antena dilengkapi ground plate Ya
Tripot dengan centering optis Ya
Jumlah minimum receiver 4 3 2
Perangkat lunak pengolah data GPS Ilmiah Komersial
Tabel 4. Spesifikasi Teknis Peralatan untuk Pembangunan JKH dengan GPS/GNSS
1) Receiver GPS yang digunakan harus mampu mengamati secara simultan semua
satelit yang berada di atas horison.
2) Antena receiver GPS berikut kelengkapannya (seperti kabel dan alat pengukur
tinggi antena) merupakan satu kesatuan dari tipe dan jenis receiver yang
digunakan sesuai standar pabrik.
3) Receiver GPS yang digunakan harus mampu melayani metode survei statik dan
statik singkat.
4) Receiver GPS yang digunakan harus mampu mengamati minimal 4 (empat) satelit
sekaligus pada setiap epoknya, dan sebaiknya mempunyai kemampuan untuk
mengamati seluruh satelit yang berada di atas horison secara simultan.
5) Semua antena dan receiver GPS yang digunakan sebaiknya dari merek, model,
dan tipe yang sama (seragam).
a. Setiap jaringan harus terikat minimal ke satu buah titik kontrol dari jaringan yang
kelas/ordenya lebih tinggi.
b. Konfigurasi jaringan yang hanya menggunakan satu titik ikat ini hanya dapat
ditetapkan ketelitian kelas saja, ketelitian orde tidak dapat ditetapkan.
c. Jika kondisi memungkinkan maka jaringan harus diikatkan ke beberapa titik ikat yang
ordenya lebih tinggi agar ordenya dapat ditetapkan. Jumlah titik ikat ditetapkan pada
spesifikasi teknis.
e. Tiap titik dalam jaringan harus terikat minimal ke beberapa buah titik lainnya dalam
jaringan tersebut, yang jumlahnya seperti ditetapkan pada spesifikasi teknis.
1) Desain jaringan harus dibuat di atas peta topografi atau peta rupabumi dengan
skala yang memadai sehingga dapat menunjukkan desain, geometri, dan
kekuatan jaringan sedemikianrupa sehingga spesifikasi ketelitian yang diinginkan
dapat terpenuhi.
2) Seluruh baseline dalam jaringan harus terdistribusi secara relatif homogen, yang
ditunjukkan dengan panjang baseline yang relatif sama.
D/4
Kelas/Orde 2A/0 A/1 B/2 C/3
GPS Poligon
Jarak maksimum titik terhadap titik ikat 1000 100 20 5 1 1
(km)
Jarak maksimum antar titik dalam jaringan 500 50 10 3 1 0,2
(km)
Jumlah minimum titik ikat 1/3 1 2/4
Koneksi titik ke titik-titik lainnya minimum 3 1 2
Jumlah common baseline minimum 20% 5% - -
Jumlah baseline dalan satu loop 4 - -
Tabel 6. Spesifikasi Teknis Konfigurasi JKH
h. Contoh konfigurasi JKH pada aplikasi jaringan yang melebar dan jaringan koridor
dapat dilihat pada Lampiran 1.13.
a. BM harus dibuat dari campuran semen, pasir, dan kerikil (1:2:3), atau material dari
pipa (galvanis, paralon),sesuai dengan desain, ukuran dan konstruksi yang ditentukan,
menyesuaikan dengan area pembuatan BM. Spesifikasi desain, ukuran dan konstruksi
BM dapat dilihat pada Lampiran 1.15 s/d Lampiran 1.19.
b. Setiap BM harus dilengkapi dengan tablet berupa brass logam atau marmer yang
berisi informasi tentang identitas titik dan tanda garis silang untuk centering
pengukuran dan dipasang di atas tugu BM. Spesifikasi desain, ukuran dan konstruksi
brass tablet dapat dilihat pada Lampiran 1.20.
c. Untuk membedakan jenis BM dari setiap kelas/orde jaringan titik kontrol dan untuk
sistemisasi pengarsipan, titik-titik kontrol harus diberi nomor berdasarkan suatu sistem
yang baku. Nomor titik harus merefleksikan kelas/orde jaringan serta lokasi dari titik
tersebut. Penomoran BM merupakan kewenangan pihak Pertamina Direktorat Hulu
dan APH.
d. Setiap BM yang dibangun harus dibuatkan sketsa lapangan, deskripsi lokasi, dan foto
dari empat arah (utara, timur, selatan, dan barat). Spesifikasi untuk formulir-formulir
deskripsi titik, sketsa lokasi serta foto BM dapat dilihat pada Lampiran 1.22 s/d
Lampiran 1.25.
1) pada akhir hari pengamatan, seluruh data yang diamati pada hari tersebut harus
diunduh (download) ke komputer dan disimpan sebagai cadangan (back-up)
dalam flashdisk dan CD ROM;
3) perangkat lunak yang digunakan harus perangkat lunak ilmiah, seperti Bernesse,
GIPSY, GAMIT atau perangkat lunak ilmiah yang setara;
5) eliminasi kesalahan dan bias yang melekat pada data pengamatan dilakukan baik
dengan cara diferensial maupun estimasi;
1) Pengolahan data untuk memperoleh koordinat titik pada Kelas-A, Kelas-B dan
Kelas-C harus berbasiskan pada hitung perataan kuadrat terkecil berkendala
minimal.
2) Pengolahan data untuk memperoleh koordinat titik pada Orde-1, Orde-2 dan
Orde-3 harus berbasiskan pada hitung perataan kuadrat terkecil berkendala
penuh.
5) Untuk Kelas-A/Orde-1, eliminasi kesalahan dan bias yang melekat pada data
pengamatan dilakukan baik dengan cara differencing maupun estimasi;
sedangkan untuk Kelas-B/Orde-2, Kelas-C/Orde-3, eliminasi kesalahan dan bias
dilakukan baik dengan cara differencing.
6) Untuk Kelas-A, Kelas-B dan Kelas-C, tahapan penentuan koordinatnya terdiri dari
2 tahap, yaitu pengolahan baseline dan perataan jaring bebas (perataan
berkendala minimal).
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 25 dari 68
7) Untuk Orde-1, Orde-2 dan Orde-3, tahapan penentuan koordinatnya terdiri dari 3
tahap, yaitu pengolahan baseline, perataan jaring bebas (perataan berkendala
minimal) dan perataan jaring terikat (perataan berkendala penuh).
- Tinggi alat harus diedit sesuai dengan hasil pengukuran tinggi alat rerata.
- Nama dan nomor pilar harus sesuai dengan nama dan nomor pilar yang
diukur.
- Penyambungan data pengamatan, hal ini perlu dilakukan jika saat sesi
pengamatan tersebut terputus-putus mungkin karena catu daya habis,
receiver berhenti me-record saat pengamatan.
e. Kriteria yang digunakan sebagai kontrol kualitas pengolahan baseline adalah suatu
bilangan yang dinyatakan dalam ppm (part-per-million = 10-6).
a
B .................................................... (5)
SB
dengan:
2) Untuk Kelas-A/Orde-1, nilai numerik ketelitian baseline yang diperoleh tidak boleh
lebih besar dari 1 ppm (10-6).
3) Untuk Kelas-B/Orde-2 nilai numerik ketelitian baseline yang diperoleh tidak boleh
lebih besar dari 10 ppm (10-5).
4) Untuk Kelas-C/Orde-3 nilai numerik ketelitian baseline yang diperoleh tidak boleh
lebih besar dari 30 ppm (3.10-5).
5) Untuk Kelas-D/Orde-4 nilai numerik ketelitian baseline yang diperoleh tidak boleh
lebih besar dari 50 ppm (5.10-5).
3) Koordinat definitif titik-titik jaring diterima jika pada uji statistik dengan tingkat
kepercayaan 95% dinyatakan lolos dan memenuhi standar kelas ketelitian yang
disyaratkan.
1) Perataan dilakukan dengan menggunakan semua titik ikat yang ada dan titik
dianggap tidak mempunyai kesalahan.
2) Perataan jaring terikat dilakukan setelah perataan jaring bebas dan data baseline
yang digunakan adalah baseline-baseline sudah memenuhi/lolos pada tahap
perataan jaring bebas.
3) Koordinat definitif titik-titik jaring diterima jika pada uji statistik dengan tingkat
kepercayaan 95% dinyatakan lolos dan memenuhi standar orde ketelitian yang
disyaratkan.
5) Hasil uji-uji statistik pada pengolahan baseline, perataan jaring bebas dan
perataan jaring terikat.
k. Khusus untuk Orde-4 (poligon) minimal menggunakan metode Bowdith, kecuali pada
aplikasi untuk pemetaan seismik minimal pengolahan menggunakan metode kuadrat
terkecil.
l. Koordinat definitif dari titik kontrol orde-4 harus dinyatakan dalam datum DGN95 dalam
sistem koordinat proyeksi UTM.
Trigonometri C 3 -
D 4 - Titik kontrol pemetaan daerah eksplorasi dan
eksploitasi Pertamina Direktorat Hulu dan APH
(sumur bor dan akses jalan)
- Titik kontrol pemetaan seismik
AA 0 -
A 1 -
B 2 -
C 3 - Titik kontrol pemetaan daerah eksplorasi dan
eksploitasi Pertamina Direktorat Hulu dan APH
GPS (sumur bor dan akses jalan)
- Titik kontrol pemetaan seismik
D 4 - Titik kontrol pemetaan daerah eksplorasi dan
eksploitasi Pertamina Direktorat Hulu dan APH
(sumur bor dan akses jalan)
- Titik kontrol pemetaan seismik
Tabel 12. Hubungan Antara Kelas dan Orde serta Aplikasinya di Pertamina Direktorat Hulu dan
APH
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 29 dari 68
2. Penjenjangan kelas dan ketelitian tinggi untuk metode sipat datar, trigonometri dan GPS
heighting ditunjukkan pada Tabel 13 s.d Tabel 15. Secara grafis standar ketelitian dalam
klasifikasi Kelas untuk masing-masing metode terdapat pada Lampiran 2.1 s.d Lampiran
2.6.
Sipat Datar
r = c √d
Kelas C (untuk 1σ) Jarak spasi maksimum (Km) Ketelitian untuk jarak
maksimum (mm)
LAA 2 0 – 60 15
60 – 120 21
120 – 180 26
180 – 240 30
240 – 300 34
LA 4 0 – 20 17
20 – 40 25
40 – 60 30
60 – 80 35
80 – 100 40
LB 8 0 – 10 25
10 – 20 35
20 – 30 43
3 – 40 50
40 – 50 56
LC 12 0–5 26
5 – 10 37
10 – 15 46
15 – 20 53
20 – 25 60
LD 18 0–2 25
2–4 36
4–6 44
6–8 50
8 – 10 56
Tabel 13. Penjenjangan Kelas dengan Sipat Datar dan Ketelitian Tinggi
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 30 dari 68
Trigonometri
r = c(d + 0.2)
(ICSM,1996)
Kelas C (untuk 1σ) Jarak spasi maksimum (Km) Ketelitian untuk jarak
maksimum (mm)
AA 3 0 – 60 180
60 – 120 360
120 – 180 540
180 – 240 720
240 – 300 900
A 7.5 0 – 20 151
20 – 40 301
40 – 60 451
60 – 80 601
80 – 100 751
B 15 0 – 10 153
10 – 20 303
20 – 30 453
30 – 40 603
40 – 50 753
C 30 0–5 156
5 – 10 306
10 – 15 456
15 – 20 606
20 – 25 756
D 18 0–2 39
2–4 75
4–6 111
6–8 147
8 – 10 183
Tabel 14. Penjenjangan Kelas dengan Trigonometri
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 31 dari 68
GPS
r = c(d + 0.2)
(ICSM, 1996)
Kelas C (untuk 1σ) Jarak basis maksimum (Km) Ketelitian untuk jarak
maksimum (mm)
AA 3 0 – 80 240
80 – 160 480
160 – 240 720
240 – 320 960
320 – 400 1200
A 7.5 0 – 20 151
20 – 40 301
40 – 60 451
60 – 80 601
80 – 100 751
B 15 0–6 93
6 – 12 183
12 – 18 273
18 – 24 363
24 – 30 453
C 30 0–1 36
1–2 66
2–3 96
3–4 126
4–5 156
D 18 0 – 0.2 7
0.2 – 0.4 10
0.4 – 0.6 14
0.6 – 0.8 18
0.8 – 1 21
Tabel 15. Penjenjangan Kelas dengan GPS
a. Nilai r pada pengukuran dengan sipat datar adalah nilai standar deviasi maksimal
tinggi titik, paling tidak pada satu pengukuran pergi pulang selisihnya tidak melebihi
c√d. Sedangkan untuk metode trigonometri dan GPS merupakan standar deviasi hasil
hitungan perataan tinggi.
b. Terdapat dua faktor yang paling berpengaruh pada ketelitian penentuan tinggi dengan
GPS heighting, yaitu ketelitian pengukuran tinggi geometris dengan GPS dan ketelitian
tinggi/undulasi geoid. Untuk keperluan pekerjaan Pertamina Direktorat Hulu dan APH
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 32 dari 68
(dengan klasifikasi Orde-3 dan Orde-4), maka ketelitian yang diperlukan untuk kedua
faktor tersebut ditunjukkan pada Tabel 16.
a. Pengembangan JKV harus mengikuti kaidah hirarki kelas dan orde yang
mengharuskan suatu jaring orde diikatkan pada jaring orde yang lebih tinggi, sehingga
suatu segmen JKV harus berawal dan berakhir pada Tanda Tinggi Geodesi (TTG)
yang memiliki orde yang lebih tinggi.
b. Jaring Kontrol Vertikal Pertamina Direktorat Hulu dan APH dikembangkan per wilayah
operasional dengan fokus pada perapatan Orde-3 dan Orde-4 dengan mengikat pada
TTG Nasional Orde-2 yang sudah ada.
c. Untuk wilayah yang tidak terdapat TTG Nasional Orde-2, maka setiap wilayah
operasional menjadi sub JKV dan menerapkan datum vertikal lokal sendiri.
d. Untuk mengembangkan sub-JKV dari awal (di wilayah yang tidak/belum tersedia TTG
nasional Orde-2), maka pengukuran dilakukan berdasar kelas pengukuran tertinggi.
Dalam hal ini untuk keperluan Pertamina Direktorat Hulu dan APH adalah KELAS B.
e. Pengukuran dilaksanakan dengan bentuk jaring tertutup (kring), yang dimulai dan
diakhiri pada titik datum lokal yang telah ditetapkan. Setelah uji kesesuaian kelas
pengukuran dengan perataan jaring terkendala minimal, maka ditetapkan kelas
pengukuran JKV tersebut. Kemudian orde JKV ditetapkan atau diasumsikan (sebagai
Orde lokal) berdasarkan kelas pengukuran.
f. Pada pengukuran tinggi dengan metode sipat datar dan trigonometri, spasi antara dua
jalur pengukuran dan spasi antara titik-titik simpul berturutan, sesuai dengan orde
jaringnya, seperti pada Tabel 17. Dalam hal ini, Spasi antar pilar TTG disesuaikan
dengan kemampuan pengukuran sipat datar pergi-pulang dalam satu hari dan kondisi
topografi daerah pengukuran.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 33 dari 68
g. Konfigurasi jaring untuk penentuan tinggi dengan metode GPS heighting, untuk
masing-masing orde atau kelas pada dasarnya sama dengan konfigurasi dan jarak
basis/spasi pada Jaring Kontrol Horizontal (JKH), seperti ditunjukkan pada Tabel 18.
h. Aplikasi konfigurasi jaringan dan pengikatan kontrol vertikal untuk Kelas-C/Orde-3 dan
Kelas-D/Orde-4 untuk Pemetaan Daerah Eksploitasi (Sumur Bor) ditunjukkan pada
Lampiran 2.7. Sedangkan untuk aplikasi pemetaan jalur pipa ditunjukkan pada
Lampiran 2.8.
4. Sistem satuan tinggi yang digunakan dalam pembangunan dan pengembangan JKV di
Pertamina Direktorat Hulu dan APH dan Anak Perusahaannya yaitu meter (m) dengan
minimal tiga (3) angka di belakang koma.
b. Pola jaring dalam satu sub-sistem jaringan (satu wilayah operasi) harus dalam bentuk
rangkaian tertutup atau terikat sempurna pada TTG (di titik awal dan akhir jalur
pengukuran).
d. Daerah yang tidak terdapat titik ikat diharuskan mendefinisikan titik datum tinggi
pendekatan/lokal.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 34 dari 68
a. Jika pendefinisian datum tidak bisa dilakukan dan jumlah titik ikat yang tersedia tidak
mencukupi, maka pengukuran JKV diklasifikasikan berdasarkan kelas, dengan bentuk
jaringan rangkaian tertutup.
b. Spesifikasi teknis yang digunakan dalam desain JKV dijelaskan pada Tabel 19.
Orde 3 4
Jarak antar titik ikat (km) 25 10
Jarak antar BM (km) 2 0,5
Jumlah minimum titik ikat 2 2
Tabel 19. Spesifikasi Teknis Konfigurasi Jaringan Titik Kontrol
8. Metode sipat datar digunakan terutama untuk TandaTinggi Geodesi (TTG) pada
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi dan realitas fisik di permukaan
bumi, seperti untuk keperluan rekayasa sipil: jalan, jalur pipa, bangunan. Untuk keperluan
Pertamina Direktorat Hulu dan APH dan Anak Perusahaannya, orde/kelas jaringan yang
digunakan adalah Orde/Kelas 3/LC dan Orde/Kelas 4/LD. Sedangkan orde/kelas 2/LB
dibahas juga, apabila suatu saat diperlukan. Penetapan orde dan kelas tergantung dari
jenis pekerjaannya.
a. Karakteristik alat pada metode sipat datar dapat dilihat pada Tabel 20.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 35 dari 68
KELAS LB LC LD
Syarat minimum sipat datar digital, Sipat datar digital, Sipat datar
sipat datar dengan deviasi dengan deviasi otomatik/spirit
standar maksimum 1,5 standar maksimum 3 level
mm/km, pencatatan mm/km, pencatatan
rambu rambu terkecil rambu terkecil 1 mm
0,1 mm
Pemakaian alat ukur Ya Tidak Tidak
gaya berat
(gravimeter)
Rambu Barcode Barcode Teleskopik/kayu
(lipat), interval 10
mm
Konstruksi Tripod Kaku Kaku Kaku atau
Teleskopik
Pemakaian nivo Ya Ya Kondisional
rambu
Pemakaian sepatu Ya Ya Ya
rambu
Pemakaian payung Ya Ya Ya
Sensitivitas nivo alat 10’ 10’ 10’
Sensitivitas nivo 10’ 10’ 10’
rambu
Tabel 20. Spesifikasi Alat Metode Sipat Datar Berdasarkan Kelas Pengukuran
b. Spesifikasi kalibrasi alat untuk metode sipat datar seperti ditunjukkan pada Tabel 21.
Secara detail prosedur pengecekan kesalahan kolimasi ditunjukkan pada Lampiran
2.17.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 36 dari 68
KELAS LB LC LD
Simpangan 4” 10” -
baku
maksimum uji
sistem
Cek Tiap hari Seminggu sekali Jika diperlukan
kesalahan
kolimasi
Kesalahan 4” atau 1,5 mm pada jarak 10” atau 4 mm pada -
kolimasi 80 m jarak 80 m
maksimum
Uji benang Ya Ya Jika diperlukan
silang
Kalibrasi 1 tahun sekali Kondisional Kondisional
rambu
Ketelitian 1° 1° Kondisional
termometer
Tabel 21. Spesifikasi Teknis Kalibrasi Alat Sipat Datar Berdasarkan Kelas Pengukuran
c. Spesifikasi metode pengukuran sipat datar dijelaskan pada Tabel 22. Hal-hal yang
perlu dicatat selama pelaksanaan pengukuran dan formulir pengukuran dapat dilihat
pada Lampiran 2.19.
KELAS LB LC LD
Pengaturan sumbu I vertikal Ya Ya Ya
Arah berdiri rambu pada Ya Ya Ya
pengukuran dengan sistem
lompat katak
Pencatatan pembacaan rambu 0,1 mm 1 mm 1 mm
terkecil
Pencatatan pembacaan Awal dan akhir Jika terjadi perubahan _
temperatur pengukuran seksi suhu mencolok
Jarak pandang maksimum 60 70 m 70 m
antara alat ukur sipat datar dan
rambu
Tinggi garis bidik terendah 0,5 0,3 m 0,2 m
Pengukuran jarak antar rambu Digital Digital optik
Beda jarak maksimum sipat 2% 2% 5%
datar ke rambu muka dan
belakang dalam satu slag
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 37 dari 68
KELAS LB LC LD
Beda jumlah jarak maksimum 2% 2% 5%
sipat datar ke rambu muka dan
belakang dalam satu seksi
Waktu pengukuran <11.00 dan >14.00 Setiap waktu Setiap
WIB waktu
Pengukuran pergi dan pulang Ya Ya Ya
Jumlah pengukuran ulang 5x 3x Double
stand / 2
Pengukuran dalam satu seksi Ya Ya Opsional
dengan jumlah slag genap
Jumlah titik sekutu minimum 2 2 1
untuk pengukuran yang ditunda
Jumlah titik sekutu minimum 3 1 -
untuk pengukuran yang ditunda
lebih dari 5 hari
Kesalahan penutup maksimum 8√d 12√d 18√d
pengukuran pergi pulang (mm) d (km) d (km) d (km)
meliputi seksi dan kring
Jumlah titik BM minimum yang 3 3 2
dipakai untuk pengecekan
datum
Titik datum diukur ulang Ya Ya Ya
Kesalahan penutup maksimum 8√d 12√d 18√d
pada pengukuran titik datum d (km) d(km) d(km)
(mm)
Pengukuran gaya berat Ya Interpolasi Tidak
Koreksi ortometris Ya Ya Tidak
Tabel 22. Spesifikasi Teknis Pengukuran Tinggi dengan Metode Sipat Datar Berdasarkan
Kelas Pengukuran
e. Pengolahan data hasil pengukuran metode sipat datar ditunjukkan pada Tabel 23.
Secara detail strategi pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 2.21.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 38 dari 68
KELAS LB LC LD
Hitungan selisih beda 8√D D = 1 km, 12√D D = 1 km, 18√D D = 1 km,
tinggi pergi dan pulang ketelitian = ketelitian = ketelitian =
8mm 12mm 18mm
Hitungan selisih jumlah <2% <2% <2%
jarak ke rambu muka
dan rambu belakang
pada setiap seksi
pengukuran.
hitungan koreksi Ya Ya -
ortometris;
hitungan perataan jaring Ya Ya Ya
terkendala minimal;
uji statistik penetapan 8√D D = 1 km, 12√D D = 1 km, 18√D D = 1 km,
kelas pengukuran; ketelitian = ketelitian = ketelitian =
8mm 12mm 18mm
hitungan perataan jaring Ya Ya Ya
terkendala penuh;
uji statistik penetapan 8√D D = 1 km, 12√D D = 1 km, 18√D D = 1 km,
orde JKV ketelitian = ketelitian = ketelitian =
8mm 12mm 18mm
Tabel 23. Spesifikasi Teknis Pengolahan Data Tinggi dengan Metode Sipat Datar Berdasarkan
Kelas Pengukuran
Kelas LC LD
Bentuk laporan Buku dan softcopy dalam DVD
Isi laporan - pendahuluan, perencanaan, persiapan, desain jaring, pelaksanaan
pengamatan, pengolahan data dan analisis, tabel ringkasan ukuran beda
tinggi beserta koreksinya, tabel ringkasan tinggi titik beserta ketelitian
hasil perataan terkendala minimal, tabel ringkasan tinggi titik dan
ketelitian hasil perataan jaring terkendala penuh
- Lampiran:
o peta distribusi titik kontrol
o buku tugu yang berisi: deskripsi lokasi, sketsa lokasi, foto pilar dari
4 arah (utara, timur, barat, selatan), daftar tinggi titik kontrol
Data Pengamatan Berupa : data pengamatan beda tinggi (hardcopy buku ukur)
Hasil pengolahan Hasil pengolahan kesalahan penutup tinggi, hasil perataan jaring terkendala
minimum dan hasil perataan jaring terkendala penuh (hardcopy dan softcopy
dalam DVD)
Koordinat yang Tinggi ortometris dengan koreksi Tinggi ortometris atau tinggi
dilaporkan ortometris geometris
Ketelitian yang Kelas jaringan dan matrik varian matrik varian kovarian atau nilai
dilaporkan kovarian kesalahan linear
Tabel 24. Spesifikasi Teknis Pelaporan Pengukuran JKV dengan Metode Sipat Datar
Berdasarkan Kelas Pengukuran
KELAS D
Total station (TS) σZD : 1”
Σ D : 5mm + 5 ppm
Target Posisi target jarak dan sudut sama
Target poles -Material pole sama,
-panjang 2 – 2.5 m
-dilengkapi nivo dengan sensitivitas <20’
Tripod Fixed legs
Tabel 25. Spesifikasi Teknis Alat Metode Trigonometri Berdasarkan Kelas Pengukuran
b. Kalibrasi alat dilakukan secara teratur, dengan spesifikasi teknis ditunjukkan pada
Tabel 26. Prosedur pengecekan ketelitian jarak dapat dilihat pada Lampiran 2.18.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 40 dari 68
KELAS D
Cek ketelitian jarak Sekali sebelum pengamatan
Kesalahan indeks vertikal Sekali sebelum pengukuran
Nivo rambu Jika diperlukan
Konstanta offset reflector Dicek tiap tahun, harus mendekati sama
Tabel 26. Spesifikasi Kalibrasi Alat Metode Trigonometri Berdasarkan Kelas Pengukuran
c. Prosedur pengukuran Orde-4 dengan metode trigonometri dijelaskan pada Tabel 27.
KELAS D
Cek kesalahan indeks vertikal Sekali sebelum pengukuran
Tinggi Tripod Diukur setiap mulai dan selesai pengamatan
Tinggi target Diukur setiap mulai dan selesai pengamatan
Mengukur suhu dan tekanan- masukkan Setiap hari pada awal pengamatan
koreksi ppm ke alat
Pengamatan sudut vertikal minimum 2 B + 2LB
Batas penolakan bacaan sudut (ditolak 10’’
jika perbedaan dengan rata-ratanya
melebihi)
Pengukuran jarak ke muka dan ke Setiap hari
belakang
Rata-rata kesalahan standar sudut 1,5”
Selisih beda tinggi untuk masing-masing 4 mm
set up tidak boleh lebih dari
Jarak pengukuran maksimum 100 m
Jarak pandang minimum (ground 1 m
clearance)
Selisih pengukuran jarak ke muka dan ke 10 m
belakang tidak boleh lebih dari
Tabel 27. Spesifikasi Pengukuran Tinggi dengan Metode Trigonometri Berdasarkan Kelas
Pengukuran
10. Pelaporan Orde-4/kelas-D dengan metode trigonometri ditunjukkan pada Tabel 29.
Orde 4
Bentuk laporan Buku dan softcopy dalam CD
Isi laporan - pendahuluan, perencanaan, persiapan, desain jaring, pelaksanaan
pengamatan, pengolahan data dan analisis, tabel ringkasan
pengukuran beda tinggi beserta koreksinya, tabel ringkasan tinggi titik
beserta ketelitiannya hasil perataan jaring terkendala minimum, tabel
ringkasan tinggi titik dan ketelitiannya hasil perataan jaring terkendala
penuh.
- Lampiran:
- peta distribusi titik kontrol
- buku tugu yang berisi : diskripsi lokasi, sketsa lokasi, foto pilar
dari 4 arah (utara, timur, barat, selatan), daftar tinggi titik kontrol
Data Pengamatan Berupa: data pengamatan beda tinggi (hardcopy buku ukur)
Hasil pengolahan Hasil pengolahan kesalahan penutup tinggi, hasil perataan jaring terkendala
minimum dan hasil perataan jaring terkendala penuh (hardcopy dan
softcopy dalam CD)
Tinggi yang Tinggi ortometris
dilaporkan
Ketelitian yang Kelas jaringan dan matrik varian kovarian
dilaporkan
Tabel 29. Spesifikasi Pelaporan Pengukuran JKV Metode Trigonometri Berdasarkan Kelas
Pengukuran
11. Metode GPS heighting ini digunakan terutama untuk pengikatan titik tinggi untuk wilayah
yang tidak memungkinkan untuk melakukan pengikatan menggunakan sipat datar.
12. Metode GPS heighting digunakan untuk jaring kerangka, sedangkan survei datar masih
menggunakan sipat datar.
13. Untuk keperluan Pertamina Direktorat Hulu dan APH orde/kelas jaringan yang digunakan
adalah Orde-3/Kelas-C dan Orde-4/Kelas-D.
14. Penetapan orde dan kelas tergantung dari jenis pekerjaan dan ketersediaan titik kontrol
tinggi di lapangan.
15. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode GPS heighting
adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik alat yang digunakan untuk keperluan penentuan Kelas-C dan Kelas-D
dapat dilihat pada Tabel 30.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 42 dari 68
Orde C D
Jenis Receiver Geodetik
1-frekuensi
Pengukur metereologis (termometer, barometer, dan hygrometer) Tidak Tidak
Antena dilengkapi ground plate Ya Ya
Tripot dengan centering optis Ya Ya
Jumlah minimum receiver 3 2
Perangkat lunak pengolah data GPS Komersial
Tabel 30. Spesifikasi Teknis Alat Metode GPS Heighting Berdasarkan Kelas Pengukuran
2) Sebaiknya ditempatkan di tanah milik Pertamina Direktorat Hulu dan APH atau
negara.
3) Lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang terbaik untuk penempatan titik-titik
kontrol di lapangan.
4) Lokasi dan distribusi titik-titik yang dipilih diusahakan sesuai dengan desain
jaringan yang dibuat sebelumnya.
7) Mudah dicapai (lebih baik dengan kendaraan bermotor) dan ditemukan kembali.
8) Ditempatkan pada lokasi sehingga BM tidak mudah terganggu atau rusak, baik
akibat gangguan manusia, binatang, ataupun alam.
10) Ruang pandang langit yang bebas ke segala arah di atas elevasi 150.
11) Jauh dari objek-objek reflektif yang mudah memantulkan sinyal GPS, untuk
meminimalkan atau mencegah terjadinya Multipath.
12) Jauh dari objek-objek yang dapat menimbulkan interferensi elektris terhadap
penerimaan sinyal GPS.
13) Titik-titik harus dapat diikatkan minimal ke satu titik yang telah diketahui tingginya
dari orde yang lebih tinggi, hal ini untuk keperluan perhitungan, pendefinisian
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 43 dari 68
datum, serta penjagaan konsistensi dan homogenitas dari datum dan ketelitian
titik-titik dalam jaringan.
14) Hasil rekonaisans pada setiap titik ini harus diisi dalam formulir rekonaisans,
seperti ditunjukkan pada Lampiran 2.12.
- Keberadaan titik,
- Diagram lokasi yang akurat,
- Diagram aksesibilitas (pencapaian) lokasi
- Diagram obstruksi.
16) Jika pada proses rekonaisans posisi titik kontrol yang telah direncanakan harus
dipindah karena lokasinya tidak baik untuk pengamatan, pihak pelaksana harus
membuat laporan kepada Pertamina Direktorat Hulu dan APH untuk memastikan
bahwa perubahan tersebut tidak akan mempengaruhi fungsi titik kontrol.
d. Pada akhir hari pengamatan, seluruh data yang diamati pada hari tersebut harus di
download ke komputer dan disimpan sebagai cadangan (backup) dalam flashdisk dan
CD ROM;
f. Spesifikasi teknis untuk metode dan strategi pengolahan data untuk pengadaan jaring
titik kontrol vertikal Orde-3 sampai dengan Orde-4 yang berbasiskan pada
pengamatan satelit GPS ditunjukkan pada Tabel 32. Secara detail strategi
pengolahan data GPS dapat dilihat pada Lampiran 2.22.
Orde
Spesifikasi
3 4
Tipe perangkat lunak Komersial Komersial
Tipe orbit satelit yang digunakan Precise Broadcast
Ambiguitas fase Fixed Fixed
Eliminasi kesalahan dan bias Differencing Differencing
Tahap penentuan koordinat Pengolahan baseline, Perataan jaring terkendala
minimal dan terkendala penuh
Kontrol kualitas Uji global, data snooping, uji ketelitian koordinat (elips
kesalahan)
Tabel 32. Spesifikasi Teknis Pengolahan Tinggi Metode GPS Heighting
- Pengolahan data untuk memperoleh koordinat titik pada Orde-3 dan Orde-
4 harus berbasiskan pada hitung perataan kuadrat terkecil berkendala
penuh.
- Pengolahan data dapat menggunakan perangkat lunak komersial, seperti
SKI, LGO, TGO, Geogenius, GPSurvei, TBC atau perangkat lunak
komersial yang setara.
3) Spesifikasi teknis perataan jaring bebas dalam penentuan kelas jaringan, adalah
sebagai berikut:
- Koordinat definitif titik-titik jaring diterima jika pada uji statistik dengan
tingkat kepercayaan 95% dinyatakan lolos dan memenuhi standar
ketelitian kelas yang disyaratkan.
4) Spesifikasi teknis perataan jaring terikat untuk penentuan orde jaringan adalah
sebagai berikut:
- Perataan dilakukan dengan menggunakan semua titik ikat yang ada dan
titik dianggap tidak mempunyai kesalahan.
- Perataan jaring terikat dilakukan setelah perataan jaring bebas dan data
baseline yang digunakan adalah baseline-baseline sudah memenuhi/lolos
pada tahap perataan jaring bebas.
- Koordinat definitif titik-titik jaring diterima jika pada uji statistik dengan
tingkat kepercayaan 95% dinyatakan lolos dan memenuhi standar
ketelitian orde yang disyaratkan.
5) Hasil pengolahan data JKV dari survei GPS/GNSS minimal memuat informasi
tentang:
g. Reduksi tinggi geometris hasil pengukuran GPS ke tinggi ortometris dapat ditentukan
melalui cara-cara prioritas, sebagai berikut :
1) Model geoid lokal dari gabungan data model gayaberat global, gayaberat dan
model terain digital (DTM). Untuk daerah luas dan terutama daerah dengan variasi
topografi yang tinggi perlu dilakukan koreksi undulasi dengan menggunakan
model geoid lokal.
2) Model geoid lokal interpolasi dari TTG yang ada di area pengukuran. Untuk
daerah yang tidak terlalu luas dan tersedia sejumlah TTG disekitar area
pengukuran, maka dapat dihitung model geoid lokal dari interpolasi tinggi geoid
dititik yang diketahui. Metode interpolasi dapat dilihat pada Lampiran 2.23.
3) Model geoid global EGM96 dan EGM2008 Grid 1’ x 1’.
Kedua model geoid global tersebut dapat diunduh dari tautan berikut
http://www.trimble.com/globalTRL.asp?Nav=Collection-22914.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 47 dari 68
C. Pemetaan dengan Foto Udara tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/ UAV)
1. Peralatan
a. Wahana Udara
1) Memiliki sistem dudukan kamera untuk kestabilan kamera.
2) Jenis wahana udara yang dapat digunakan adalah yang memiliki kemampuan
terbang 25 – 500m di atas permukaan tanah.
Objek Kalibrasi
Posisi kamera
saat
- Sertifikat hasil kalibrasi kamera metrik dan non metrik masih berlaku dengan
usia maksimal 20.000 exposure atau 5 tahun, mana yang lebih dulu dicapai.
- Hasil kalibrasi pada penggunaan kamera digital non-metrik memenuhi kaidah
sebagai berikut:
• Model distorsi lensa yang digunakan memiliki komponen distorsi radial
dan tangensial. Nilai RMS error hasil hitungan kalibrasi maksimal
adalah 10 mikron atau 1 piksel.
• Grafik poladistorsi lensa pada arah diagonal citra foto harus memenuhi
bentuk polynomial pangkat 2 yang smooth dengan 1 kali osilasi.
- Laporan hasil kalibrasi harus memuat parameter pokok: panjang fokus,
principal point, parameter distorsi lensa, ukuran 1 piksel CCD, dan presisi
hitungan.
e. Resolusi radiometrik pada foto udara minimal 8 bit. Pada foto udara berwarna (RGB)
nilai radiometrik minimal 24 bit.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 49 dari 68
f. Nilai image motion tidak lebih dari 1 piksel pada citra digital atau <12 mikron pada foto.
Kontrol terhadap nilai image motion dapat diperoleh berdasarkan rumus:
g. Foto udara dari kamera digital dapat teresimpan dalam format TIFF atau JPEG
dengan sistem penamaan file tertentu.
3. Perencanaan Terbang.
b. Garis jalur terbang dan titik eksposur digambarkan pada Peta Rupabumi atau
Topografi atau Citra Satelit atau pada sistem Google Earth dengan format data KML.
e. Jalur terbang pertama dan terakhir harus berada di luar area pekerjaan.
f. Pada setiap awal dan akhir dari setiap jalur pemotretan ditambahkan 2 titik eksposur
di luar batas perimeter area yang akan dipetakan.
a. Titik Kontrol tanah terdiri dari titik kontrol utama dan titik cek.
1) Akurasi titik kontrol maksimal adalah untuk akurasi posisi Horizontal: 45 mikron x
skala foto dan untuk posisi Vertikal: 65 mikron x skala foto.
2) Datum dan Sistem koordinat yang digunakan mengikuti standarisasi pedoman ini.
3) Teknik Survei yang dapat digunakan adalah survei terestris, GPS, dan levelling.
5) Pola sayap pre-marking adalah sayap 3 atau sayap 4 (lihat Contoh Gambar 4).
7) Apabila titik kontrol atau titik cek tidak tampak pada hasil foto udara, maka harus
dilakukan pengukuran ulang menggunakan metode post marking di lokasi
terdekat dengan titik tersebut.
8) Obyek yang dapat digunakan sebagai post marking adalah memenuhi kriteria
sebagai berikut:
- Obyek mudah, jelas untuk diinterpretasi, dan statik (bukan benda bergerak).
- Ukuran obyek post-marking minimal 5 piksel.
- Obyek berupa bayangan tidak dapat digunakan.
- Obyek menempel atau berada dekat dengan tanah.
9) Jumlah dan distribusi titik kontrol memenuhi kondisi sebagai berikut:
- Setiap 6 buah foto overlaping terdapat 1 titik kontrol Horizontal.
- Setiap 6 jalur terbang terdapat 1 titik kontrol Vertikal.
- Pada blok area yang kurang dari 10 x10 frame foto, jumlah titik kontrol
horizontal dan vertikal minimal 9 buah yang terdistribusi merata.
- Posisi titik kontrol berada pada area overlap.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 51 dari 68
Peta plotting posisi titik kontrol yang tergambar pada Peta yang sama dengan Peta
Jalur terbang. Pada peta tersebut harus terdapat plotting posisi titik eksposur juga.
Peta diberikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy.
a. Orientasi Dalam.
1) Informasi yang diperlukan untuk proses orientasi dalam diperoleh dari hasil
kalibrasi, yaitu: posisi titik fiducial, principal point, panjang fokus, ukuran sensor
Film atau CCD.
2) Titik fiducial mark yang digunakan tergantung pada model kamera, yaitu:
3) Kemampuan pembacaan koordinat citra untuk setiap titik fiducial adalah 0.5
piksel.
4) Persamaan yang dapat digunakan untuk proses transformasi dari koordinat citra
menjadi koordinat foto adalah transformasi Affine 2D.
6) Hasil proses hitungan orientasi dalam untuk setiap frame foto dilaporkan.
b. Tie-point.
1) Obyek yang dapat dipilih menjadi tie-point adalah obyek yang terlihat jelas dan
cukup kontras terhadap sekitarnya.
2) Bobot bacaan koordinat citra adalah 1 piksel. Bobot untuk titik kontrol adalah
sesuai dengan presisi titik kontrol tersebut.
3) Nilai posteriori varian (sigma nought) hasil perataan lebih kecil dari 1.5 piksel.
4) Nilai residual maksimum posisi x, dan y untuk setiap titik adalah 3 piksel.
8) Penggambaran Manuskrip.
- Pada obyek linier seperti jalan, sungai, bangunan, dan sejenisnya yang tidak
terlihat akibat tertutup pepohonan dapat dilakukan proses interpretasi.
- Bentuk obyek adalah:
Titik (point) : spot hight, pohon, utilitas.
Garis : tepi jalan, sungai, batas persil.
Area : bangunan.
- Kartografi dan Reproduksi.
Penjelasan tentang kartografi dan reproduksi dapat dilihat pada Sub-Bab
Kartografi dan Reproduksi.
- Skala penggambaran 1:2000
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 55 dari 68
2. Koordinator Survei
5. Senior Surveyor
6. Junior Surveyor
9. Engineer Fotogrametri/UAV/LIDAR
11. Pilot
Kualifikasi Personel
Jabatan
Orde 0 Orde 1 Orde 2 Orde 3 Orde 4
Koordinator Tim Pelaksana/
Team Leader minimum S1 Geodesi,
minimum S1 Geodesi dengan
pengalaman menguasai
Koordinator Survei pengalaman minimal 5 tahun di
software ilmiah GPS
bidang survei GPS
minimum 5 tahun
Koordinator Pengolahan Data
Senior Surveyor minimum S1 Geodesi dengan pengalaman minimal 3 tahun
Pengolah data senior di bidang survei GPS
Junior Surveyor minimum S1 Geodesi dengan pengalaman minimal 1 tahun,
D3 Geodesi dengan pengalaman minimal 2 tahun atau
Pengolah data junior
SMK/SMA yang sederajat dengan minimal 3 tahun di
Administration and Reporting bidang survei GPS
2. Secara detil kualifikasi personel pelaksana pekerjaan JKV disajikan pada Tabel 59.
Kualifikasi Personel
Jabatan
Orde 2 Orde 3 Orde 4
Koordinator Tim Pelaksana/
Team Leader
minimum S1 Geodesi dengan pengalaman
Koordinator Survei
minimal 5 tahun di bidang survei Geodesi
Koordinator Pengolahan Data
Surveior Senior minimum S1 Geodesi dengan pengalaman
Pengolah data Senior minimal 3 tahun di bidang survei Geodesi
Surveyor Junior minimum S1 Geodesi dengan pengalaman
minimal 1 tahun, D3 Geodesi dengan
Pengolah data Junior pengalaman minimal 2 tahun atau
SMK/SMA yang sederajat dengan minimal 3
Administration and Reporting tahun di bidang survei Geodesi
Tabel 34. Susunan Personel Pelaksana Pekerjaan JKV
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 59 dari 68
D. Pemetaan dengan Foto Udara Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vihecle/ UAV)
Personel minimum yang terlibat mengikuti ketentuan berikut:
1. Organisasi personel untuk melaksanakan pekerjaan pemetaan Foto Udara Tanpa Awak
(Unmanned Aerial Vehicle/ UAV) disajikan pada Gambar 19.
Gambar 8. Struktur Organisasi Pelaksana Pekerjaan Pemetaan Foto Udara Tanpa Awak
(Unmanned Aerial Vehicle/ UAV)
2. Secara detil kualifikasi personel pelaksana pekerjaan pemetaan Foto Udara Tanpa Awak
(Unmanned Aerial Vehicle/ UAV) disajikan pada Tabel 62.
Tabel 35. Susunan Personel Pelaksana Pekerjaan Pemetaan Foto Udara Tanpa Awak
(Unmanned Aerial Vehicle/ UAV)
Proses pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan Jasa Pihak Ketiga sebagai berikut.
1. Membuat Surat Tugas untuk pelaksanaan pekerjaan kepada jasa pihak ketiga dan
diajukan persetujuannya kepada Chief Fungsi Terkait. Surat tugas berisi nama, lokasi
dan ruang lingkup pekerjaan.
2. Memastikan memiliki kualifikasi personel sesuai kualifikasi pelaksana pada poin III.B,
III.C dan III.D (disesuaikan dengan jenis pekerjaan).
3. Memastikan alat yang digunakan handal dan berfungsi dengan meminta catatan atau
sertifikat kalibrasi.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 61 dari 68
4. Memberikan informasi detil kepada Tim Pelaksana mengenai pekerjaan yang akan
dilakukan, antara lain tata waktu, alat yang digunakan, dan aspek keselamatan dalam
bekerja.
5. Memberikan informasi kepada pemberi kerja mengenai jasa pihak ketiga yang terlibat.
Jika ada perubahan personel, informasikan kepada pemberi kerja.
6. Pada pekerjaan survei, Koordinator Tim Pelaksana/ Team Leader melakukan monitoring
atau supervisi pekerjaan yang dilakukan jasa pihak ketiga, yaitu pada saat awal
dimulainya pekerjaan dan pertengahan pekerjaan.
7. Apabila ada perubahan ruang lingkup atau tata waktu yang terjadi di lapangan ataupun
kendala yang muncul saat pekerjaan berlangsung, Koordinator Jasa Pihak Ketiga
berkoordinasi dengan Koordinator Tim Pelaksana/ Team Leader.
8. Pada pekerjaan pengolahan data, Koordinator Tim Pelaksana/ Team Leader melakukan
monitoring atau supervisi pekerjaan yang dilakukan jasa pihak ketiga minimal 2 (dua) kali,
yaitu saat awal data diolah dan ….
9. Koordinator Jasa Pihak Ketiga membuat draft laporan hasil pelaksanaan pekerjaan yang
akan di-review oleh fungsi terkait.
10. Pada saat Internal Review atau Peer Review, Koordinator Jasa Pihak Ketiga dan/atau
Tim Pelaksana Jasa Pihak Ketiga diundang untuk melakukan presentasi hasil pekerjaan
dengan didampingi Koordinator Tim Pelaksana/ Team Leader.
11. Koordinator Jasa Pihak Ketiga membuat Laporan Final dan menyerahkan kepada
Koordinator Tim Pelaksana/ Team Leader.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 62 dari 68
Pembuatan laporan setiap pekerjaan survei dan pemetaan geodesi terdiri dari 3 jenis laporan
yaitu :
1. Laporan Pendahuluan merupakan laporan awal yang isinya memuat pekerjaan mengenai
persiapan, mobilisasi personel dan peralatan, rencana dan jadwal pekerjaan serta desain
jaring.
2. Laporan Kemajuan merupakan laporan kemajuan pekerjaan dan dilaporkan pada
pertengahan pekerjaan.
3. Laporan Akhir merupakan laporan seluruh pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana.
Detil laporan mengikuti ketentuan di bawah ini. Soft copy setiap laporan diserahkan ke fungsi
Geomatika UTC Direktorat Hulu.
a. Laporan Pendahuluan.
b. Laporan Kemajuan.
c. Laporan Akhir.
2. Laporan Pendahuluan merupakan laporan awal yang isinya memuat pekerjaan mengenai
persiapan, mobilisasi personel dan peralatan, rencana dan jadwal pekerjaan serta desain
jaring.
4. Laporan Akhir merupakan laporan seluruh pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana.
8. Dokumentasi yang harus dilaporkan adalah Buku Tugu. Buku tugu ini dimaksudkan untuk
dokumentasi BM titik kontrol yang telah dipasang.
9. Isi dari buku tugu berupa deskripsi, sketsa lokasi, foto dan daftar koordinat titik kontrol.
10. Informasi yang harus dimuat dalam buku tugu dapat dilihat pada lampiran 1.22 s/d
lampiran 1.23.
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 64 dari 68
Orde 0 1 2 3 4
Bentuk Buku dan softcopy dalam CD
laporan
Isi laporan Pendahuluan, perencanaan, persiapan, desai jaring, pelaksanaan
pengamatan, pengolahan data dan analisis, tabel ringkasan baseline
beserta ketelitiannya, tabel ringkasan koordinat beserta ketelitiannya
hasil perataan jaring bebas, tabel ringkasan koordinat dan ketelitiannya
perataan jaring terikat
Lampiran:
o peta distribusi titik kontrol
o buku tugu yang berisi : diskripsi lokasi, sketsa lokasi, foto pilar dari 4
arah (utara, timur, barat, selatan), daftar koordinat titik control
Data Berupa : format raw data dan RINEX (softcopy dalam CD)
Pengamatan
Orde 0,1, 2 dan 3 Orde 4
Hasil Hasil pengolahan baseline Hasil pengolahan baseline
pengolahan Hasil perataan jaring bebas dalam softcopy dalam CD (jika
Hasil perataan jaring terikat (jika dilakukan dengan GPS)
penetapan jaring sampai orde) Hasil pengolahan koordinat
Semua hasil dalam bentuk softcopy dalam CD (jika dilakukan
dalam CD dengan poligon)
Koordinat Koordinat geodetik dalam datum Koordinat geodetik, kartesian
yang DGN95 3-D dan UTM dalam datum
dilaporkan Koordinat kartesian 3-D dalam DGN95 (jika dilakukan dengan
datum DGN95 GPS)
Koordinat UTM dalam datum Koordinat UTM dalam datum
DGN95 DGN95 (jika dilakukan dengan
poligon)
Ketelitian Matrik varian-kovarian koordinat Matrik varian-kovarian baseline
yang Kelas jaringan yang dihasilkan atau koordinat (jika dilakukan
dilaporkan Orde jaringan yang dihasikan (jika dengan GPS)
penetapan sampai orde) Nilai kesalahan linear (jika
Semuanya dalam bentuk hardcopy dilakukan dengan poligon)
dan softcopy dalam CD
Tabel 36. Spesifikasi Teknis Pelaporan JKH
Kelas LC LD
Bentuk Buku dan softcopy dalam CD
laporan
Isi laporan - pendahuluan, perencanaan, persiapan, desain jaring, pelaksanaan
pengamatan, pengolahan data dan analisis, tabel ringkasan ukuran beda
tinggi beserta koreksinya, tabel ringkasan tinggi titik beserta ketelitian hasil
perataan terkendala minimal, tabel ringkasan tinggi titik dan ketelitian hasil
perataan jaring terkendala penuh
- Lampiran:
o peta distribusi titik kontrol
o buku tugu yang berisi: diskripsi lokasi, sketsa lokasi, foto pilar dari 4
arah (utara, timur, barat, selatan), daftar tinggi titik kontrol
Data Berupa : data pengamatan beda tinggi (hardcopy buku ukur)
Pengamatan
Hasil Hasil pengolahan kesalahan penutup tinggi, hasil perataan jaring terkendala
pengolahan minimum dan hasil perataan jaring terkendala penuh (hardcopy dan softcopy
dalam CD)
LC LD
Koordinat Tinggi ortometri dengan Tinggi ortometris
yang koreksi ortometris
dilaporkan
Ketelitian Kelas jaringan dan matrik matrik varian kovarian atau nilai kesalahan linear
yang varian kovarian
dilaporkan
Tabel 37. Spesifikasi Teknis Pelaporan Pengukuran JKV Dengan Metode Sipat Datar
Berdasarkan Kelas Pengukuran.
Orde 4
Ketelitian yang Kelas jaringan dan matrik varian kovarian
dilaporkan
Tabel 38. Spesifikasi Pelaporan Pengukuran JKV Metode Trigonometri Berdasarkan Kelas
Pengukuran
Orde 3 4
Bentuk Buku dan softcopy dalam CD
laporan
Isi laporan - pendahuluan, perencanaan, persiapan, desai jaring, pelaksanaan
pengamatan, pengolahan data dan analisis, tabel ringkasan baseline
beserta ketelitiannya, tabel ringkasan tinggi titik beserta ketelitiannya
hasil perataan jaring bebas, tabel ringkasan tinggi titik dan ketelitiannya
hasil perataan jaring terikat
- Lampiran :
- peta distribusi titik kontrol
- buku tugu yang berisi : diskripsi lokasi, sketsa lokasi, foto pilar
dari 4 arah (utara, timur, barat, selatan), daftar tinggi titik kontrol
Data Berupa : format raw data dan RINEX (softcopy dalam CD)
Pengamatan
Hasil Hasil pengolahan baseline, hasil Hasil pengolahan baseline (softcopy
pengolahan perataan jaring bebas dan hasil dalam CD)
perataan jaring terikat (softcopy
dalam CD)
Tinggi yang Tinggi geodetik, tinggi undulasi, dan Tinggi geodetik, tinggi undulasi, dan
dilaporkan tinggi ortometris beserta tinggi ortometris beserta ketelitiannya
ketelitiannya
Metode Model geoid yang dipakai Model geoid yang dipakai
Reduksi
geoid
Ketelitian Kelas jaringan dan matrik varian matrik varian kovarian atau nilai
yang kovarian kesalahan linear
dilaporkan
Tabel 39. Spesifikasi Teknis Pelaporan Pengukuran JKV Metode GPS Heighting
STANDAR
FUNGSI : UPSTREAM TECHNICAL CENTER – NOMOR : A-002/UTC/2018-S0
DIREKTORAT HULU REVISI KE :0
JUDUL : PELAKSANAAN SURVEI DAN PEMETAAN BERLAKU TMT : 21 September 2018
GEODESI & GEOMATIKA HALAMAN : 67 dari 68
C. Pemetaan dengan Foto Udara Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vihecle/ UAV)
Hasil pekerjaan pemotretan dan pengadaan foto udara harus dilaporkan dan disertai beberapa
material sebagai berikut:
UAV
Bentuk laporan Buku, peta dan softcopy dalam CD
Isi laporan Tim pelaksana
Dokumen spesifikasi sistem navigasi dan penentuan posisi yang
digunakan
Dokumen spesifikasi kamera, parameter dan hasil kalibrasinya
Peta rencana terbang dan flight index dilaporkan dalam bentuk hardcopy
dan softcopy
Plotting hasil mid expore foto saat proses pemotretan. Data digital dan
plotting disusun berdasarkan waktu penerbangan
Data Pengamatan - raw data foto
- raw data pengukuran GCP dan CP
Hasil pengolahan - Ortofoto
- DTM (DSM dan atau DEM)
- Data kontur
- Koordinat pengukuran GCP dan CP
Tabel 40. Spesifikasi Teknis Penyajian Laporan Fotogrametri dan Penginderaan Jauh
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 1000 km.
2) Jarak maksimum antar titik sebaiknya tidak melebihi 500 km
3) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 100 – 400 km dari titik
ikat adalah 40 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 400 – 700 km dari titik
ikat adalah 70 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 700 – 1000 km dari titik
ikat adalah 100 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 100 km.
2) Jarak maksimum antar titik sebaiknya tidak melebihi 50 km.
3) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 20 – 50 km dari titik ikat
adalah 50 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 50 – 75 km dari titik ikat
adalah 75 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 75 – 1000 km dari titik
ikat adalah 100 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 20 km.
2) Jarak maksimum antar titik sebaiknya tidak melebihi 10 km.
3) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 5 – 10 km dari titik ikat
adalah 102 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 10 – 15 km dari titik ikat
adalah 152 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 15 – 20 km dari titik
adalah 202 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 5 km.
2) Jarak maksimum antar titik sebaiknya tidak melebihi 3 km.
3) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 1 – 2 km dari titik ikat
adalah 66 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 2 – 3 km dari titik ikat
adalah 96 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 3 – 4 km dari titik ikat adalah
126 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
6) Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 4 – 5 km dari titik ikat adalah
156 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 1 km.
2) Jarak maksiumum antar titik sebaiknya tidak melebihi 0,2 km.
3) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 0.2 km dari titik ikat
adalah 20 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0.2 – 0.4 km dari titik
ikat adalah 30 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0.4 – 0.6 km dari titik
ikat adalah 40 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
6) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0.6 – 0.8 km dari titik
ikat adalah 50 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
7) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0.8 – 1.0 km dari titik
ikat adalah 60 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 1000 km.
2) Jarak maksimum antar titik sebaiknya 500 km.
3) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 100 – 400 km dari titik
ikat adalah 40 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 400 – 700 km dari titik
ikat adalah 70 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 700 – 1000 km dari titik
ikat adalah 100 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 100 km.
2) Jarak maksimum antar titik sebaiknya 50 km.
3) Besarnya nilai r yang diiperbolehkan untuk titik berjarak 20 – 50 km dari titik
ikat adalah 50 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 50 – 75 km dari titik ikat
adalah 75 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 75 – 1000 km dari titik ikat
adalah 100 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 20 km.
2) Jarak maksimum antar titik sebaiknya 10 km.
3) Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 5 – 10 km dari titik ikat
adalah 102 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 10 – 15 km dari titik ikat
adalah 152 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 15 – 20 km dari titik ikat
adalah 202 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 5 km.
2) Jarak maksimum antar titik sebaiknya 3 km.
3) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 1 – 2 km dari titik ikat
adalah 66 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
4) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 2 – 3 km dari titik ikat
adalah 96 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
5) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 3 – 4 km dari titik ikat
adalah 126 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
6) Besarnya nilai r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 4 – 5 km dari titik ikat
adalah 156 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Kumpulan dari (n-1) baseline bebas yang digunakan akan mempengaruhi kualitas
dari posisi titik dalam jaringan yang diperoleh. Beberapa karakteristik baseline
yang sebaiknya dilakukan pada survei GPS antara lain:
1) Amati baseline antara titik-titik yang berdampingan. Hal ini dapat menjaga
panjang baseline yang relatif pendek (membantu untuk mendapatkan baseline
yang relatif teliti).
2) Secara umum, baseline-baseline sebaiknya tidak terlalu panjang (< 20 km),
karena semakin panjang baseline, pengaruh kesalahan orbit dan refraksi
ionosfir akan semakin besar.
3) Sebaiknya baseline yang diamati saling menutup dalam suatu loop (jaringan)
dan tidak terlepas secara radial, hal ini untuk menjaga kekuatan jaringan dan
kontrol kualitas. Lihat Gambar 3.
4) Jika karena sesuatu hal, pengamatan baseline harus dilakukan secara terlepas
(metode radial), maka sebaiknya setiap baseline diamati minimal 2 kali pada 2
sesi pengamatan yang berbeda, sehingga ada mekanisme kontrol kualitas.
5) Loop yang terlalu besar (terdiri dari banyak baseline) tidak terlalu baik secara
geometris, meskipun dilihat dari lamanya pengamatan yang diperlukan akan
lebih menguntungkan. Usahakan untuk menjaga bentuk loop yang relatif tidak
terlalu besar. Dengan kata lain jumlah baseline dalam suatu loop sebaiknya
jangan terlalu banyak. Lihat Gambar 4.
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Gambar 2. Baseline yang Menutup (Jaringan/Loop) dan Baseline Saling Lepas (Radial)
(Abidin, 2002).
Jumlah receiver GPS yang digunakan serta jumlah baseline bebas yang akan
diamati, akan mempengaruhi pergerakan tim-tim dari titik ke titik. Gambar 5
merupakan contoh pergerakan 3 tim (setiap tim membawa satu receiver GPS) dari
satu sesi pengamatan ke sesi pengamatan lainnya sehingga seluruh 8 (delapan)
baseline bebas semua teramati. Jumlah baseline bebas yang digunakan dalam
suatu jaringan, tidak hanya hanya mempengaruhi kualitas jaringan, tetapi juga
mempengaruhi mekanisme operasional survei seperti logistik, transportasi,
akomodasi, maupun komunikasi.
Keterangan:
1) Kelas dicat dengan warna kuning
2) Orde dicat dengan warna biru
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Kelas dicat dengan warna kuning
2) Orde dicat dengan warna biru
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Kelas dicat dengan warna kuning
2) Orde dicat dengan warna biru
3) Diameter besi beton = 10 mm
4) Campuran beton = 1 : 2 : 3
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Kelas dicat dengan warna kuning
2) Orde dicat dengan warna biru
3) Diameter besi beton = 8 mm
4) Campuran beton = 1 : 2 : 3
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Kelas dicat dengan warna kuning
2) Orde dicat dengan warna biru
3) Diameter besi beton = 6 mm
4) Campuran beton = 1 : 2 : 3
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
7 cm
0,8 cm 5 cm
0,5 cm
5 cm
Cor kuningan
7cm
Plat kuningan
tebal minimal 2 mm
0,6 cm
0,8 cm
Brass Tablet Orde-0 dan Orde-1 Brass Tablet Orde-2, Orde-3 dan Orde-4
Brass Tablet Kelas-2A/Orde-0 dan Brass Tablet Kelas-B/Orde-2, Kelas-
Kelas-A/Orde-1 C/Orde-3 dan
Kelas-D/Orde-4
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Persiapan
Desain Jaring
Rekonaisans
Monumentasi
Desain Pengamatan
Pengamatan/Survei GPS
Pengolahan Baseline
Penetapan Kelas
Penetapan Orde
Pelaporan
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
DATUM DGN95
a = 6378137,0 m f = 1/298,257223563
B. Pengolahan Baseline
Pengolahan baseline bertujuan menghitung vektor baseline (dX,dY,dZ)
menggunakan data fase sinyal GPS yang dikumpulkan pada dua titik ujung dari
baseline yang bersangkutan (lihat Gambar 8).
LAMPIRAN 1 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Proses Awal
Untuk mengecek kualitas dari vektor baseline yang diperoleh, ada beberapa
indikator kualitas yang dapat dipantau, yaitu :
• rms (root mean squares),
• faktor variansi a posteriori,
• matriks variansi kovariansi dari vektor baseline,
• hasil dari test statistik terhadap residual maupun vektor baseline,
• ellips kesalahan relatif dan titik,
• kesuksesan dari penentuan ambiguitas fase serta tingkat kesuksesannya,
• jumlah data yang ditolak, dan
• jumlah cycle slips.
Disamping indikator-indikator kualitas di atas, kualitas suatu vektor baseline
juga dapat dicek pada saat perataan jaringan.
Ilustrasi kegunaan perataan jaring GPS ditunjukkan pada Gambar 12. Pada
Gambar 12 ditunjukkan bahwa sebelum perataan jaring dilakukan, baseline-
baseline belum terintegrasi secara benar dan konsisten serta koordinat titik-titik
juga belum unik. Setelah hitung perataan, baseline-baseline akan terintegrasi
secara benar dan konsisten, titik-titik akan mempunyai koordinat yang unik.
Untuk mengecek kualitas dari koordinat yang diperoleh, ada beberapa indikator
kualitas yang dapat digunakan yaitu:
• rms (root mean squares),
• faktor variansi a posteriori,
• matriks variansi kovariansi koordinat,
• dimensi ellips kesalahan relatif dan absolut,
• hasil dari test statistik terhadap residual maupun koordinat,
• jumlah vektor baseline yang ditolak (outliers), dan
• perbedaan harga-harga statistik antara yang diperoleh dari hitung perataan
jaring bebas dan hitung perataan jaring terikat.
perataan jaring
Keterangan :
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 50 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 10 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 10 km dari titik ikat
adalah 25 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 10 – 20 km dari titik ikat
adalah 35 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 20 – 30 km dari titik ikat
adalah 43 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 30 – 40 km dari titik ikat
adalah 50 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 40 – 50 km dari titik ikat
adalah 56 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan :
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 50 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 10 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 10 km dari titik ikat
adalah 25 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 10 – 20 km dari titik ikat
adalah 35 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 20 – 30 km dari titik ikat
adalah 43 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 30 – 40 km dari titik ikat
adalah 50 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 40 – 50 km dari titik ikat
adalah 56 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan :
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 25 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 5 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 5 km dari titik ikat
adalah 26 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 5 – 10 km dari titik ikat
adalah 37 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 10 – 15 km dari titik ikat
adalah 46 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 15 – 20 km dari titik ikat
adalah 53 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 20 – 25 km dari titik ikat
adalah 60 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan :
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 25 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 5 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 5 km dari titik ikat
adalah 26 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 5 – 10 km dari titik ikat
adalah 37 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 10 – 15 km dari titik ikat
adalah 46 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 15 – 20 km dari titik ikat
adalah 53 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 20 – 25 km dari titik ikat
adalah 60 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 10 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 2 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 2 km dari titik ikat
adalah 25 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 2 – 4 km dari titik ikat
adalah 36 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 4 – 6 km dari titik ikat
adalah 44 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 6 – 8 km dari titik ikat
adalah 50 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 8 – 10 km dari titik ikat
adalah 56 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 10 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 2 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 2 km dari titik ikat
adalah 25 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 2 – 4 km dari titik ikat
adalah 36 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 4 – 6 km dari titik ikat
adalah 44 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 6 – 8 km dari titik ikat
adalah 50 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 8 – 10 km dari titik ikat
adalah 56 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 10 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 2 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 2 km dari titik ikat
adalah 39 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 2 – 4 km dari titik ikat
adalah 75 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 4 – 6 km dari titik ikat
adalah 111 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 6 – 8 km dari titik ikat
adalah 147 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 8 – 10 km dari titik ikat
adalah 183 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan :
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 10 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 2 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 2 km dari titik ikat
adalah 39 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 2 – 4 km dari titik ikat
adalah 75 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 4 – 6 km dari titik ikat
adalah 111 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 6 – 8 km dari titik ikat
adalah 147 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 8 – 10 km dari titik ikat
adalah 183 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan :
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 5 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 1 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 2 km dari titik ikat
adalah 66 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 2 – 3 km dari titik ikat
adalah 96 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 3 – 4 km dari titik ikat
adalah 126 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 4 – 5 km dari titik ikat
adalah 156 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan :
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 5 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 1 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 2 km dari titik ikat
adalah 66 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 2 – 3 km dari titik ikat
adalah 96 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 3 – 4 km dari titik ikat
adalah 126 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 4 – 5 km dari titik ikat
adalah 156 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
a. Jarak titik terhadap titik ikat maksimum 1 km.
b. Jarak maksimum antar titik sebaiknya 0.2 km.
c. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0 – 0.2 km dari titik ikat
adalah 7.2 mm (lihat gambar yang berwarna merah).
d. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0.2 – 0.4 km dari titik ikat
adalah 10.8 mm (lihat gambar yang berwarna hijau).
e. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0.4 – 0.6 km dari titik ikat
adalah 14.4 mm (lihat gambar yang berwarna kuning).
f. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0.6 – 0.8 km dari titik ikat
adalah 18 mm (lihat gambar yang berwarna biru muda).
g. Besarnya r yang diperbolehkan untuk titik berjarak 0.8 – 1 km dari titik ikat
adalah 21 mm (lihat gambar yang berwarna biru tua).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Persiapan
Kalibrasi Alat
Desain Pengamatan
Penetapan Kelas
Penetapan Orde
Koreksi Ortometrik
Pelaporan
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Persiapan
Kalibrasi Alat
Desain Pengamatan
Pengukuran Trigonometri
Penetapan Kelas
Penetapan Orde
Pelaporan
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Persiapan
Desain Jaringan
Rekonaisans
Monumentasi
Desain Pengamatan
Pengamatan/Survei GPS
Editing Data
Pengolahan Baseline
Perataan Jaring
Penetapan Orde
Pelaporan
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan :
1) Kelas dicat dengan warna kuning
2) Orde dicat dengan warna biru
3) Diameter besi beton = 8 mm
4) Campuran beton = 1 : 2 : 3
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
1) Kelas dicat dengan warna kuning
2) Orde dicat dengan warna biru
3) Diameter besi beton = 6 mm
4) Campuran beton = 1 : 2 : 3
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
5 cm
0,5 cm
5 cm
Plat kuningan
tebal minimal 2 mm
0,6 cm
Brass
Brass Tablet
Tablet Orde-2, Orde-3
Kelas-B/Orde-2, dan Orde-4dan
Kelas-C/Orde-3
Kelas-D/Orde-4
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
keterangan:
a0 , c0 : garis bidik mendatar pada kedudukan instrumen di B
a3 , c3 : garis bidik mendatar pada kedudukan instrumen di D;
b. Ukur beda tinggi titik A dan C dengan instrumen berdiri di B;
c. Pindah instrumen ke titik D baca rambu di titik A dan C, ukur beda tinggi titik
A dan C;
d. Jika selisih beda tinggi di B dan beda tinggi di D melebihi toleransi maka
perlu diberikan koreksi sebesar K:
K = 3/2 {a2 – [c2 + (a1 – c1)]}
K = 3/2 [(a2 – c2) – (a1 – c1)];
e. Cara koreksi:
a) pada alat tipe semua tetap tanpa sekrup ungkit arahkan garis bidik pada
angka (a2 – K) pada rambu A dengan memutar sekrup koreksi
diafragma atas dan bawah dengan pen koreksi dan gelombang nivo
teropong tetap seimbang;
b) untuk alat tipe semua tetap dengan sekrup ungkit : koreksi sama dengan
butir a atau dengan cara arahkan garis bidik pada angka (a2–K) pada
rambu A dengan memutar sekrup ungkit. Akibatnya gelombang nivo
teropong menjadi tidak seimbang. Seimbangkan kembali dengan
memutar sekrup koreksi nivo dengan pen koreksi.
2) Uji benang silang vertikal.
Langkah uji benang silang vertikal sebagai berikut :
a. pasang alat ukur sipat datar di atas statif dan buat sumbu I vertikal dengan
mengatur nivo kotak;
b. bidikkan teropong pada tembok dan beri tanda di tembok titik yang berimpit
dengan ujung kiri benang silang mendatar;
c. gerakkan teropong ke kiri dengan memutar sekrup penggerak halus
horizontal. apabila bayangan titik tetap berada pada benang silang
mendatar, berarti benang silang mendatar telah tegak lurus sumbu I;
d. cara koreksi:
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
4) Hitung jarak datar yang didapat dari hasil pengukuran jarak miring dan bacaan
zenith. Kemudian hitung selisih jarak datar hasil ukuran dan hasil hitungan
tersebut.
5) Konstanta penambah alat ukur jarak dapat dihitung dengan cara:
L1 = D1 + C L6 = (D2 + D3) + C
L2 = D2 + C L7 = (D3 + D4) + C
L3 = D3 + C L8 = (D1 +D2 + D3) + C
L4 = D4 + C L9 = (D2 + D3 + D4) +C
L5 = (D1 + D2) + C L10 = (D1 + D2 + D3 + D4) + C
Titik Bacaan Rambu Ukur Jarak Optis (m) Beda Tinggi Keterangan
Belakang Depan Belakang Depan tinggi Thd.
bt ba bt ba (m) Titik
bb bb Nol
(m)
T1 ….C T …...C
T2….C
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
DATA METEREOLOGI
Waktu (UTC) Temperatur Basah Temperatur Kering Tekanan Udara
Awal pengamatan
Tengah pengamatan
Akhir pengamatan
CATATAN PENGAMATAN
Waktu (UTC) Nomor Satelit Memori (%)
DOWNLOAD DATA
Nama File Zip File Unzip File Catatan
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Keterangan:
d = jarak seksi pengukuran
o2 = 1
setelah diperoleh nilai parameter X, dihitung residu pengukuran (matriks V)
dan nilai varian aposteriori ˆ o2 yaitu:
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
XX
02 ( AT PA ) 1
Untuk mengetahui kelas jaring sipat datar yang bersangkutan, maka nilai
simpangan baku tiap parameter tinggi (σ) dibandingkan dengan nilai
toleransi Standar menurut spesifikasi kelas yang telah dibakukan.
4) Perataan jaring terkendala penuh.
Pada gambar 23.2:
a. diketahui tinggi titik A dan B;
b. dilakukan pengukuran seksi pertama pergi = Δh1, pulang = Δh1’, seksi
kedua pergi = Δh2, pulang = Δh2’ dan seterusnya;
c. akan ditentukan tinggi titik 1, 2, dan seterusnya; dan
d. pada penyelesaian perataan jaring terkendala penuh, titik B bukan sebagai
parameter yang akan ditentukan tingginya, tetapi sebagai titik kontrol yang
diketahui tingginya.
Penyelesaian metode parameter:
Model Matematik
pengamatan merupakan fungsi dari parameter (dalam hal jaring sipat
datar pengukuran beda tinggi merupakan fungsi dari parameter tinggi titik)
L = F(X)
untuk n seksi pengukuran:
jumlah pengamatan = 2n (pergi-pulang)
jumlah parameter (tinggi titik belum diketahui) = n-1
jumlah ukuran lebih = r = 2n - (n-1) = n + 1
persamaan pengamatan:
Δh1 = -HA + H1
Δh1’ = HA - H1
Δh2 = -H1 + H2
Δh2’ = H1 - H2
.
.
Δhn = -Hn + HB
Δhn’ = Hn - HB
Δh1 + V1 = -HA + H1
Δh1’ + V1’ = HA - H1
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Δh2 + V2 = -H1 + H2
Δh2’ + V2’ = H1 - H2
.
.
Δhn + V1 = -Hn + HB
Δhn’ + V1’ = Hn - HB
V1 = H1 + ……………… + (- HA - Δh1)
V1’ = -H1 + ……………… + (HA - Δh1’)
V2 = -H1 + H2 + ………… + (- Δh2)
V2’ = H1 - H2 + ……………. + (- Δh2’)
.
.
Vn = ……………………… + (- Hn + HB - Δhn)
Vn’ = ……………………… + (Hn - HB - Δhn’)
Dalam bentuk matriks:
Keterangan:
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
24.3). Pengolahan baseline juga dapat dilakukan sesi per sesi pengamatan,
dengan satu sesi terdiri dari beberapa baseline (single session, multi baseline).
Data pseudorange juga digunakan oleh perangkat lunak pengolahan baseline
sebagai data pembantu untuk penentuan koordinat pendekatan, sinkronisasi
waktu kedua receiver GPS, dan deteksi cycle slips. Secara skematik, tahapan
perhitungan suatu (vektor) baseline ditunjukkan pada Gambar 24.2.
perataan jaring
Misal ada n buah titik yang diketahui tinggi ortometrisnya dan diukur tinggi
geometrisnya dengan GPS, sehingga nilai undulasi geoid bisa ditentukan. Untuk
daerah yang relatif datar, trend surface bisa dianggap linier, maka di daerah
tersebut berlaku persamaan bidang:
N = A + B X + C Y ……………………………………………….. (25.1)
X,Y adalah koordinat titik-titik tersebut yang juga ditentukan dari GPS atau
koordinat lokal. Karena persamaan (25.1) mengandung 3 unknown A,B,C, maka
diperlukan 3 persamaan normal:
n n n
N
i 1
i nA B X i C Yi
i 1 i 1
n n n n
XN
i 1
i i A X i B X i2 C X iYi
i 1 i 1 i 1
n n n n
YN
i 1
i i A Yi B X iY C Yi 2
i 1 i 1 i 1
Surface fitting linier ini mempunyai ketelitian yang cukup untuk daerah yang relatif
datar dengan luasan 50 km x 50 km (King et al., 1985).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Dari Tabel dan dari grafik dapat dilihat bahwa Model Geoid Global yang
mempunyai nilai standar deviasi terkecil secara absolut adalah cg03c(0.765
m), diikuti cg01c (0.807 m), dan egm96(0.942 m). Sedangkan secara relatif
MGG terbaik, yaitu egm96 (1.147 m), cg03c (1.241 m), dan cg01c (1.261 m).
LAMPIRAN 2 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
DATUM DGN95
a = 6378137,0 m f = 1/298,257223563
b. Peralatan
Spesifikasi teknis peralatan yang digunakan untuk pembangunan dan
pengembangan JKH Orde-3 dan Orde-4 dengan GPS/GNSS dijelaskan
pada Tabel 5.2., sedangkan untuk Orde-4 dengan poligon dijelaskan pada
Tabel 5.3.
Orde 3 4
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Orde 3 4
Metode pengamatan Survei GPS
Lama pengamatan persesi 1 jam 0,5 jam
minimum
Data utama minimum Fase satu frekuensi
Moda pengamatan Jaring Radial
Interval pengamatan 15 detik
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Orde 3 4
Jumlah minimum satelit 4 satelit
Nilai PDOP minimum Lebih kecil dari 10
Elevasi satelit minimum 15o
Pengamatan data metereologi tidak
Jumlah receiver minimal 3 2
Kapasitas penyimpan data 24 jam
minimal
Pengukuran tinggi antena 3 kali (perbedaan antar pengukuran tidak
minimal lebih 2 mm, diukur sebelum, tengah dan
akhir pengamatan)
Tabel 5.4. Spesifikasi Teknis Metode dan Strategi Pengamatan JKH dengan GPS
Hal-hal lain yang harus dilakukan adalah:
a) Pada akhir hari pengamatan, seluruh data yang diamati pada hari
tersebut harus di-download ke komputer dan disimpan sebagai
cadangan (backup) dalam flashdisk dan CD ROM;
b) Pada sesi pengamatan untuk jaring Kelas-2A/Orde-0 dan Kelas-A/Orde-
1, pengukuran data meteorologi dilaksanakan minimal tiga kali, yaitu
pada awal, tengah, dan akhir pengamatan; dan
c) Setiap kejadian selama pengamatan berlangsung yang diperkirakan
dapat mempengaruhi kualitas data pengamatan yang harus dicatat pada
formulir pengamatan.
Orde 3 4
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
b) Pola jaring dalam satu sub-sistem jaringan (satu wilayah operasi) harus
dalam bentuk rangkaian tertutup atau terikat sempurna pada TTG (dititik
awal dan akhir jalur pengukuran).
c) Titik ikat harus mempunyai orde/kelas lebih tinggi.
d) Daerah yang tidak terdapat titik ikat diharuskan mendefinisikan titik
datum tinggi pendekatan/lokal.
Untuk wilayah operasi disekitar pantai/sungai, titik datum didefinikan
dengan prioritas :1) pengamatan pasut selama 1 tahun, 2) peil
pelabuhan dengan informasi MSL, dan 3) pengamatan pasut 1
piantan.
Untuk wilayah operasi jauh dari pantai, dengan prioritas : 1) Model
geoid lokal, dan 2) kombinasi GPS dan model geoid global
e) Jika pendefinisian datum tidak bisa dilakukan dan jumlah titik ikat yang
tersedia tidak mencukupi, maka pengukuran JKV diklasifikasikan
berdasarkan kelas, dengan bentuk jaringan rangkaian tertutup.
f) Spesifikasi teknis yang digunakan dalam desain JKV dijelaskan pada
Tabel 5.8
Orde 3 4
Jarak antar titik ikat (km) 25 10
Jarak antar BM (km) 2 0,5
Jumlah minimum titik ikat 2 2
Tabel 5.8. Spesifikasi Teknis Konfigurasi Jaringan Titik Kontrol Vertikal
KELAS LB LC LD
Syarat minimum sipat sipat datar digital, Sipat datar digital, Sipat datar
datar dengan deviasi dengan deviasi otomatik/spirit
standar standar level
maksimum 1,5 maksimum 3
mm/km, mm/km,
pencatatan rambu pencatatan rambu
rambu terkecil 0,1 terkecil 1 mm
mm
Pemakaian alat ukur Ya Tidak Tidak
gaya berat
(gravimeter)
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
KELAS LB LC LD
Rambu Barcode Barcode Teleskopik/kayu
(lipat) ,interval
10 mm
Konstruksi tripod Kaku Kaku Kaku atau
Teleskopik
Pemakaian nivo Ya Ya Kondisional
rambu
Pemakaian sepatu Ya Ya Ya
rambu
Pemakaian payung Ya Ya Ya
Sensitivitas nivo alat 10’ 10’ 10’
Sensitivitas nivo 10’ 10’ 10’
rambu
Tabel 5.9. Spesifikasi Alat Metode Sipat Datar Berdasarkan Kelas Pengukuran
b) Kalibrasi alat
Kalibrasi alat perlu dilakukan untuk mengontrol kesesuaian kondisi alat
terhadap spesifikasinya. Spesifikasi kalibrasi alat seperti ditunjukkan
pada Tabel 5.10.
KELAS LB LC LD
Simpangan baku 4” 10” -
maksimum uji sistem
Cek kesalahan Tiap hari Seminggu sekali Jika diperlukan
kolimasi
Kesalahan kolimasi 4” atau 1,5 mm 10” atau 4 mm pada -
maksimum pada jarak 80 m jarak 80 m
Uji benang silang Ya Ya Jika diperlukan
Kalibrasi rambu 1 tahun sekali Kondisional Kondisional
Ketelitian termometer 1° 1° Kondisional
Tabel 5.10. Spesifikasi Teknis Kalibrasi Alat Sipat Datar Berdasarkan Kelas Pengukuran
c) Prosedur pengukuran
Spesifikasi teknis metode pengukuran yang digunakan untuk
pembangunan dan pengembangan JKV PERTAMINA kelas LC dan
kelas LD dengan sipat datar dijelaskan pada Tabel 5.11.
KELAS LB LC LD
Pengaturan sumbu I vertikal Ya Ya Ya
Arah berdiri rambu pada Ya Ya Ya
pengukuran dengan sistem lompat
katak
Pencatatan pembacaan rambu 0,1 mm 1 mm 1 mm
terkecil
Pencatatan pembacaan temperatur Awal dan akhir Jika terjadi _
pengukuran perubahan suhu
seksi mencolok
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
KELAS LB LC LD
Jarak pandang maksimum antara 60 60 m 60 m
alat ukur sipat datar dan rambu
Tinggi garis bidik terendah 0,5 0,3 m 0,2 m
Pengukuran jarak antar rambu Digital Digital Optic
Beda jarak maksimum sipat datar ke 2% 2% 5%
rambu muka dan belakang dalam
satu slag
Beda jumlah jarak maksimum sipat 2% 2% 5%
datar ke rambu muka dan belakang
dalam satu seksi
Waktu pengukuran <11.00 dan Setiap waktu Setiap
>14.00 WIB waktu
Tabel 5.11. Spesifikasi Teknis Pengukuran Tinggi dengan Metode Sipat Datar Berdasarkan
Kelas Pengukuran.
d) Pengolahan data
Spesifikasi teknis pengolahan data yang digunakan untuk
pembangunan dan pengembangan JKV PERTAMINA Kelas-LC dan
Kelas-LD hasil pengukuran metode sipat datar seperti ditunjukkan pada
Tabel 5.12.
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
KELAS LB LC LD
Hitungan selisih beda 8√D D = 1 km, 12√D D = 1 km, 18√D D = 1 km,
tinggi pergi dan ketelitian ketelitian ketelitian
pulang = 8mm = 12mm = 18mm
Hitungan selisih <2% <2% <5%
jumlah jarak ke rambu
muka dan rambu
belakang pada setiap
seksi pengukuran.
hitungan koreksi Ya Ya -
ortometris;
hitungan perataan Ya Ya ya
jaring terkendala
minimal;
c. Metode Trigonometri
Metode trigonometri ini hanya digunakan untuk penentuan JKV Orde-
4/Kelas-D dan digunakan terutama untuk pengikatan tinggi pada pekerjaan-
pekerjaan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi dan tidak
memungkinkan/ekonomis dilakukan pengukuran sipat datar.
a) Karakteristik alat
Spesifikasi teknis alat yang digunakan untuk keperluan penentuan
kelas-D dengan menggunakan metode trigonometri dapat dilihat pada
Tabel 5.13.
KELAS D
Total Station (TS) σZD : 0,5”
σ D : 5mm + 5 ppm
Target Posisi target jarak dan sudut sama
Target poles -Material pole sama,
-panjang 2 – 2.5 m
-dilengkapi nivo dengan sensitivitas <20’
Barometer Akurasi 0,5 inch
Termometer Akurasi 0,5 derajat
Tripod Fixed legs
Tabel 5.13. Spesifikasi Teknis Alat Metode Trigonometri
Berdasarkan Kelas Pengukuran.
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
b) Kalibrasi alat
Untuk mengontrol spesifikasi dari TS yang digunakan untuk penentuan
JKV ini, perlu dilakukan kalibrasi alat secara teratur, dengan spesifikasi
teknis ditunjukkan pada Tabel 5.14.
KELAS D
Cek ketelitian jarak Sekali sebelum pengamatan
Kesalahan indeks vertikal Sekali sebelum pengukuran
Nivo rambu Jika diperlukan
Konstanta offset reflector Dicek tiap tahun, harus
mendekati sama
Tabel 5.14. Spesifikasi Kalibrasi Alat Metode Trigonometri
Berdasarkan Kelas Pengukuran.
c) Prosedur pengukuran
Spesifikasi teknis metode pengukuran yang digunakan untuk
pembangunan dan pengembangan JKV PERTAMINA Orde-4 dengan
metode trigonometri dijelaskan pada Tabel 5.15.
KELAS D
Cek kesalahan indeks vertikal Sekali sebelum pengukuran
Tinggi tripod Diukur setiap mulai dan selesai
pengamatan
Tinggi target Diukur setiap mulai dan selesai
pengamatan
Mengukur suhu dan tekanan- masukkan koreksi Setiap hari pada awal
ppm ke alat pengamatan
Pengamatan sudut vertikal minimum 2 B + 2LB
Batas penolakan bacaan sudut (ditolak jika 10’’
perbedaan dengan rata-ratanya melebihi)
Pengukuran jarak ke muka dan ke belakang Setiap hari
Rata-rata kesalahan stndar sudut 1,5”
Selisih beda tinggi untuk masing-masing set up 4 mm
tidak boleh lebih dari
Jarak pengukuran maksimum 100 m
Jarak pandang minimum (ground clearance) 1m
Selisih pengukuran jarak ke muka dan ke 10 m
belakang tidak boleh lebih dari
Tabel 5.15. Spesifikasi Pengukuran Tinggi dengan Metode Trigonometri
Berdasarkan Kelas Pengukuran.
d) Pengolahan data
Spesifikasi pengolahan data untuk penentuan JKV PERTAMINA Orde-
4/Kelas D dengan metode trigonometri ditunjukkan pada Tabel 5.16.
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
d. GPS Heighting
Metode GPS heighting ini digunakan terutama untuk pengikatan titik tinggi
untuk wilayah yang tidak memungkinkan untuk melakukan pengikatan
menggunakan sipat datar. Sedangkan untuk keperluan rekayasa dan
memerlukan realisasi fisik bumi ketelitian tinggi tidak disarankan kecuali
sudah tersedia data geoid lokal dengan teliti. Untuk keperluan Pertamina
orde/kelas jaringan yang digunakan adalah Orde-3/Kelas-C dan Orde-
4/Kelas-D. Penetapan orde dan kelas tergantung dari jenis pekerjaan dan
ketersedian titik kontrol tinggi di lapangan.
Pada prinsipnya, spesifikasi pengukuran GPS untuk penentuan tinggi
hampir sama dengan spesifikasi pengukuran GPS untuk penentuan jaring
kontrol horizontal (JKH). Sehingga pelaksanaan pengukuran GPS bisa
untuk pembangunan sekaligus baik JKV maupun JKH. Untuk mengurangi
efek-efek yang menyebabkan rendahnya ketelitian komponen tinggi GPS,
yang terutama disebabkan oleh pengaruh troposfir, dan ketelitian
penentuan tinggi alat, terdapat beberapa kekhususan dalam survei GPS
untuk penentuan JKV. Spesifikasi teknis lebih mendetil mengenai metode
GPS Heighting dapat dilihat pada Standarisasi dan spesifikasi teknis Jaring
Kontrol Geodesi.
2. Prosedur pengecekan alat Total Station
Persyaratan alat Total Station meliputi pendataran sistem, persyaratan pengukur
sudut dan persyaratan pengukur jarak.
1) Pengecekan pendataran sistem
Sumbu -1 teodolit adalah sumbu dimana instrumen dapat berputar pada arah
horizontal. Setiap kali instrument didirikan untuk melakukan pengukuran,
pekerjaan membuat sumbu-1 vertikal harus dilakukan.
a b
Gambar 5.1. Pengaturan Sumbu-1
Pada teodolit presisi (kelas menengah-teliti) untuk pendataran instrumen
(sumbu-1 vertikal), pada umumnya digunakan 2 buah nivo, yaitu nivo tabung
dan nivo kotak. Nivo kotak digunakan untuk pendekatan, sedangkan nivo
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-002/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
Judul Peta:
GAMBAR SITUASI LAPANGAN
LOKASI GNK P1
GUNUNG KEMALA
ARAH UTARA
LEGENDA:
WILAYAH :
DESA :
KEC. :
KAB/KOTA :
Instansi Pemilik Peta:
Simbol : PT PERTAMINA
TOP – SIP
PRABUMULIH
TANGGAL
DIUKUR
DIGAMBAR
DIPRIKSA
DISETUJUI
PR NO
TGL REVISI PARAF
DAFTAR KOORDINAT
DATUM : WGS ‘84
SISTEM PROYEKSI : UTM
LOKASI : Titik
E (East)
N (North)
LOKASI : Sumur
E (East)
N (North)
LOKASI: titik – sumur
Azimuth
Jarak
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-001/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
P MEMANJANG
BIDANG PERSAMAAN
PATOK
ELEVASI TANAH
JARAK
P BAK LUMPUR
BIDANG PERSAMAAN
SIMBOL PERTAMINA PRABUMULIH TOP SIP
PATOK
GAMBAR SITUASI
ELEVASI TANAH PROFIL MEMANJANG DAN MELINTANGSITE LOKASI GNK P1
SKALA P. 1:1000 T. 1:100
JARAK
Digambar : Tanggal : PR No :
Diperiksa :
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-001/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
2) Profil melintang
P MELINTANG
BIDANG PERSAMAAN
PATOK
ELEVASI TANAH
JARAK
P MELINTANG
BIDANG PERSAMAAN
SIMBOL PERTAMINA PRABUMULIH TOP SIP
PATOK
GAMBAR SITUASI
ELEVASI TANAH PROFIL MEMANJANG DAN MELINTANGSITE LOKASI GNK P1
SKALA P. 1:1000 T. 1:100
JARAK
Digambar : Tanggal : PR No :
Diperiksa :
LAMPIRAN 3 – Standar No. A-001/UTC/2018-S0 Revisi Ke-0
A = ............................. A = ..................
p2 = ......................... p3 = .........................
p4 = ......................... p5 = .........................
p6 = ......................... N = ......................... m
[I] = ..................
T’ = ............................. U’ = ………..…….
T = XA = …………….. U = YA = ………..…….