Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kewaspadaan universal atau "universal precaution" merupakan upaya pencegahan
infeksi yang telah mengalami perjalanan panjang, dimulai sejak dikenalnya infeksi yang
ditimbulkan dari tindakan medis yang telah menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan
pasien.
Pada tahun 1847 diketahui bahwa tindakan medis dapat menularkan infeksi, yaitu
melalui pengamatan Dr.1gnac F.Semmelweis, pada satu bagian di rumah sakit umum
Vienna dimana ia bekerja. Pada pengamatannya menemui bahwa sebanyak 600-800 ibu
meninggal setiap tahun akibat demam setelah persalinan. Sementara dibagian lain, rata-rata
kematian ibu berkisar 60 orang pertahun. Melalui penelitian yang seksama Dr.Semmelweis
menemukan bahwa sumber infeksi berasal dari tangan petugas kesehatan yang menolong
persalinan. Pada dokter menyebarkan infeksi karena tidak mencuci tangan setelah
melakukan bedah mayat dan sebelum menolong persalinan. Sedang dibagian lain,
pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan yang tidak melaksanakan bedah mayat.
Setelah petugs diharuskan mencuci tangan menggunakan larutan klorin, rata-rata kematian
ibu bisa ditekan hingga 11,4% pada bagian pertama dan 2,7% pacia bagian kedua. Pada
1889, sarung tangan diperkenalkan pertama kali sebagai salah satu prosedur perlindungan
dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi petugas kesehatan, sarung tangan juga
mengurangi penyebaran infeksi pada pasien.
Penerapan Universal precautions pada setiap pasien dapat menggantikan sebagian
tindakan isolasi yang berlaku selama ini, namun untuk kasus-kasus tertentu isolasi masih
diperlukan misalnya untuk pasien yang diduga atau diketahui terinfeksi oleh kuman
patogen yang dapat menular melalui udara, droplet (isolasi respiratorik), atau kontak, dan
juga tidak berlaku untuk kasus-kasus yang memerlukan isolasi ketat

Adapun penerapan tingkatan kewaspadaan yaitu :


a. Standart precaution atau kewaspadaan standar sebagai kewaspadaan tingkat
pertama yang merupakan kombinasi antara universal precaution secara garis besar
dengan body substance isolations yang menekankan kewaspadaan terhadap bahan
bahan berupa darah, semua cairan tubuh, sekreta, sekreta ( tanpa memandang apakah
dia mengandung darah atau tidak) , kulit dan mukosa yang tidak utuh. Selanjutnya
disebut juga sebagai universal precautions atau dikenal sebagai kewaspadaan universal
yang bersifat umum, dan diterapkan kepada semua pasien tanpa memandang status
diagnosisnya.

1
b. Transmission based precautions adalah kewaspadaah tingkat kedua yaitu
kewaspadaan terhadap infeksi berdasarkan cara dari penularan: dirancang sebagai
tambahan dari kewaspadaan universal tersebut diatas kalau diperlukan dan untuk
diterapkan kepada pasien yang terbukti atau diduga berpenekret, dropletyakit menular
yang secara epidemiologis bermakna mengidap kuman patogen atau terinfeksi secara
khusus lebih dari kewaspadaan universal untuk mencegah transmisi silangnya.
Angka pengidap HIV di indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus
yang sangat bermakna. Sampai dengan 31 maret 2005 jumlah penderita AIDS yang
dilaporkan sebanyak 3.121 kasus. Sedangkan prevalens HIV pada kelompok berisiko
tinggi dibeberapa sentinel site berkisar antara 0-16,7%(WPS), IDUS 0-83,3%, NAPI 0-
22%. Ledakan kasus HIV/AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke
masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan dimayarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung, penyalahgunaan nafza
suntik yang semakin marak, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum
diterapkannya kewaspadaan universal dengan baik, penggunaan bersama peralatan yang
menembus kulit, misalnya : tato, tindik dan lain-lain.
Penyakit hepatis B dan C keduanya potensial untuk menular melalui tindakan pada
pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukan bahwa menurut data PMI angka
kesakitan hepatis B di indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan
angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%.
Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak membenican
gejala.
Hasil survei tentang upaya pencegahan infeksi di puskesmas (Bachroen, 2000)
menunjukkan masih ditemukannya beberapa tindakan petugas yang potensial
meninekatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan
masyarakat luas yakni :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan sarung tangan yang tidak tepat
3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman
4. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
5 Teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan tidak tepat.
Hal tersebut dapat saja meningkatkatkan risiko petugas kesehatan tertular karena
tertusuk jarumatau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien dapat
tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah
yang mengandung virus.

2
B. Tujuan Pedoman
1. Untuk mengevaluasi pelayanan kesehatan khususnya di Puskesmas
2. Untuk mengetahui kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan
hambatan dari pelayanan kesehatan di puskesmas

AGEN PENYAKIT
INFEKSI

Bakteri, Jamur, Virus,


Reketsia, Parasit

Pejamu Rentan Reservoir

Immunocompromised:pasca Manusia, air dan larutan, obat


beda, luka, bakar, penyakit, peralatan
kronik, bayi, lansia

Tempat masuk Tempat keluar

Lapisan mukosa; Ekskreta, keket, droplet


luka;sal.cerna;sl.kemih;sal nafas

Cara Penularan

Kontak (langsung,tdk langsung,dan


dropet);mel.udara;mel.benda; vector

Gambar 1. Rantai penularan infeksi disarana kesehatan

3
Tubuh Manusia
(reservoir)

Pejamu : (petugas HIV, HBV, Cairan tubuh spt


kesehatan yang darah, cairan vagina
rentan) HCV secret atau cairan
mani

Tusuk jarum, luka dikulit,


luka teriris, percikan
kepermukaan mukosa

Gambar 2 : rantai penularan HIV/hepatitis B/C

C. Sasaran Pedoman
1. Sasaran Kematan Edukasi hand hygiene petugas Puskesmas
Pada tahun 2017 ditetapkan semua petugas Puskesmas mendapatkan edukasi tentang
Hand Hygiene yang diberikan oleh Tim PPI
2. Sasaran Kegiatan Edukasi Hand Hygiene keluarga pasien
Pada tahun 2017 ditetapkan bahwa pasien rawat jalan mendapatkan penyuluhan
tentang Hand Hygiene dan etika Batuk
3. Sasaran Kegiatan Penggunaan APD
Pada tahun 2017 ditetapkan semua petugas selalu menggunakan APD yang sudah
ditentukan sesuai dengan jenis tindakan yang dilakukan.
4. Sasaran Pemilahan Limbah
Pada tahun 2017 ditetapkan tidak ada kesalahan pemilahan limbah/sampah infeksius,
non infeksius dan benda tajam. Tidak ditemukan volume/isi tempat sampah yang
melebihi.
5. Sasaran Kegiatan Pelatihan PPI internal
Pada tahun 2017 ditetapkan seluruh petugas Puskesmas mengikuti Sosialisasi PPI
internal yang diselenggarakan oleh Tim PPI.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi :
 Standart ketenagaan

4
 Standart fasilitas
 Tata laksana pedoman PPI
 Logistik
 Keselamatan kerja petugas
 Pengendalian mutu

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2009 tentang Puskesmas
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tabun 2009 tentang Kesehatan
3. Kepmenkes 875/menkes/SK/VIII/2001 tentang penyusunan upaya pengelolaan
linglamean dan upaya pemantauan lingkungan
4. Kepmenkes 876/menkes/SK/VIII/2001 tentang pedoman teknis analisis dampak
kesehatan lingkungan
5. Kepmenkes RI Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Penceeahan dan
Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Kesehatan lainnya
6. Keputusan Kepala UPT Puskesmas Wringinanom Nomor445/259.4/437.52.18/2015
tentang Pembentukan Tim PPI

5
BAB II
STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Tim pencegahan dan pengendalian infeksi unit pelaksanaan teknis Puskesmas
Wringinanom
1. Yuni Artati
2. Munawaroh
3. Dwi Ismayuli

Tugas Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) :


1. Melakukan Sosialisasi PPI agar kebijakan dapat dipahami
dan dilaksanakan oleh petugas puskesmas.
2. Membuat SOP PPI.
3. Menyusun dan mengevaluasi Pelaksanaan PPI
4. Memberikan konsultasi pada Petugas Puskesmas.
5. Memberikan masukan menyangkut konstruksi bangunan dan
pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi bangunan, cara pemprosesan alat,
penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
6. Melakukan pengawasan terhadap tindakan yang menyimpang
dari standart prosedur/monitoring surveilans proses.
7. Melakukan pengamatan PPI Puskesmas dengan mengunakan
daftar Tilik Pemantauan Pencegahandan Pengendalian Infeksi.

B. Jadwal Kegiatan
Bulan/ Tahun 2016
KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Edukasi Hand Hygiene kepada V V V V V V
petugas puskesmas
Edukasi hand hygiene kepada V V V V V V
pasien
Pemantauan penggunaan APD V V V V V V V V V V V V
Sosialisasi PPI V
Penilaian Limbah V V V V V V V V V V V V

6
BAB III
STANDART FASILITAS

A. Denah Ruangan

KOMPOR UNTUK STERILISASI

B. Standart Fasilitas
Persyaratan ruangan yang di butuhkan untuk ruangan sterilisasi :
1. Kontrol penerimaan dan area desinfeksi
Ruang kerja dan peralatan di perlukan untuk pembersihan dan desinfeksi instrumen
medis dan bedah yang disorter, dikumpulkan dan lewat melalui washer disinfektor
area bersih
2. Fasilitas untuk mencuci dan keranjang sanitasi
3. Area kerja bersih Ruangan untuk menyiapkan instrumen spesial; memeriksa dan
menguji instrumen, peralatan dan linen, untuk merakit isi nampan yang di bongkar
dan mengemas linen
4. Area penyimpanan persediaan
5. Ruangan yang cukup untuk memuat keranjang steril dan troli sebelum ke sterilisasi
atau troli
6. Penyimpanan alat steril
7. Area penyimpanan kranjang bersih

7
BAB IV
TATA LAKSANA

A. Lingkup Kegiatan
Perebusan atau Pengukusan menggunakan panas untuk membunuh
mikroorganisme. Pengukusan menpunyulan terhadap beberapa keunggulan terhadap
merebus untuk proses akhir sarung tangan dan alat-alat lain, seperti kanula plastik dan
semprit. cara ini mengurangi perusakan dan lebih efektif ditijau dari sudut biaya.
Misalnya, hanya diperlukan air 1 liter untuk mengukus sarung tangan atau instrumen,
sedangkan untuk merebus perlu 4-5 liter. Juga perubahan wama alat karena kalsium dan
logam berat lain yang terdapat pada air pipa tidak terdapat pada penguapan, karena uap
hanya mengandung molekul-molekul air murni. Akhirnya, walaupun perebusan dan
pengukusan sama-sama mudah dilakukan, pengeringan sarung tangan yang direbus
tidak praktis karena kontaminasi susah dicegah. Dengan pengukusan, sarung tangan
tidak perlu dikeringkan diluar karena ini tetap berada dalam kukusan, sehungga
kemungkinan terkontaminasi kurang.
Pengurangan pengukusan adalah kukusan yang tersedia umumnya kecil, sehingga
hanya cukup untuk alat-alat dalam jumlah terbatas. Agar cukup efektif, kukusan bagian
bawah harus terisi cukup air agar tetap mendidih selama proses penguapan. Sebaliknya,
dandang yang cukup besar lebih mudah digunakan untuk peralatan logam dan tidk perlu
dipantau sepanjang waktu.
Beberapa keuntungan dan kerugian perebusan dan penguapan terhadap DTT
kimia sebagai berikut :
a. Keuntungan :
✓ Mudah
✓ Mudah diajarkan pada petugas kesehatan
✓ Tidak memerlukan bahan kimiaawi atau larutan khusus
✓ Sumber panas (pemasak atau dandang) tersedia dimana-mana
b. Kerugian :
✓ Waktu pemrosesan harus diatur dengan seksama. Sekali mulai tidak boleh
menambahkan air atau alat-alat lain.
✓ Objek tidak dapat dipakai sebelum di DTT, sehingga kemungkinan kontaminasi
lebih besar.

B. Metode

8
1. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme pathogen dan kotoran
dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai
langkah pertama bagi pengelolaan alat kesehatan bekas pakai atau pengelolaan
pencemaran lingkungan, missalnya tumpahan darah/cairan tubuh. Juga sebagai
langkah pertama pengelolaaan limbah yang tidak di musnahkan dengan cara
insinerasi atau pembakaran dengan alat insinerator, yaitu sebelum alat tersebut
dikubur dengan cara kapurisasi.
Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat
kesehatan atau suatu permukaan benda, misalnya HIV, HBV dan kotoran lain yang
tidak tampak, sehingga dapat melindungi petugas maupun pasien. Salah satu yang
biasa dipakai terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah larutan klorin
0,5 % sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan yang akan di
dekontaminasi . Ada tiga macam pertimbangan dalam memilih cara dekontaminasi ,
yaitu keamanan, efikasi atau efektifitas. dan efisien.
2. Disinfeksi Tingkat Tinggi Dengan Pengukusan
Pengukusan sarUng tangan bedah sebagai langkah akhir dalam pemrsesan
sarong tanizan dilakukan sejak lama di indonesia dan negara-negara asean lainnyA
Pada 1994, penelitian McIntosh dkk membuktikan efektifitas proses ini.
Kukusan yang dipakai dalam penelitian ini terdiri alas :
Panci bawah (berdiameter kurang lebih 31 cm) untuk merebus
air.
Satu, dua, atau tiga panci berlubang-lubang didasarnya (diameter
0,5 cm) untuk melewatkan uap keatas dan air kembali kebawah (kepanci
bawah) dan
Tutup panci.

Dua jenis percobaan dilakukan untuk menentukan apakah sarong tangan dan
benda-benda lain dapat di DTT mengunakan proses ini.

C. Langkah-langkah Kegiatan
1. Dekontaminasi
Jenis dan Alat Kesehatan Proses Dekontaminasi
Jarum dan Samprit Siapkan wadah yang tahan tusukan isi
(sebaliknya jarum dan semprit dipakai dengan klorin 0,5% isi jarum dan
ulang) seruprit dengan larutan klorin dan

9
semprotkan, lakukan sebanyak 3 kali.
Rendam dalam larutan klorin selama
10 menit, atau diinsinerasi bersama
wadahnya

Sarung tangan Sebel um melepas sarung tangan,


Sekali pakai : buang sarung tangan bekas celupkan tangan dalam larutan klorin
pakai di tempat penampungan limbah 0,5% untuk membersihkan permukaan
medis luar sarung tangan dan
Pakai ulang menghilangkan darah dan cairan
Tampung sarung tangan dalam wadah tubuh yang lain.
sementara yang tertutup menunggu untuk Rendam sarung tangan menyentuh
dilakukan dekontaminasi bersama - sama pemukaan I uarnyadengan tangan
telanjang dan segera cuci tangan
Rendam sarung tangandalam larutan
klorin 0,5 % dan biarkan selama 10
menit sebelum dicuci
Untuk mencegah sarung tangan robek
dan berlubang selama proses
dekontaminasi, tempatkan sarung
tangan dalam wadah yang berbeda
dengan wadah yang dipakai untuk
peralatan tajam.
Wadah untuk penyimpanan peralatan Isi wadah dengan larutan klorin 0,5%
dan biarkan selama 10 menit sebelum
dibershkan.
Bilas dan cuci dengan segera.
Permukaan meja yang tidak berpori Gunakan sarung tangan rumah tangga
dan celemek kedap air saat
mengerjakannya.
Siapkan larutan klorin 0.05 % dalam
alat
penyemprot.
Semprotkan larutan tersebut paa
permukaan yang akan
didekontaminasi, biarkan 10 menit.

10
Kemudian lap dengan lap basah yang
bersih berulang kali hingga klorin
terangkat.

Sesudah didekontaminasi instrumen dan alat lainnya dicuci besih, ini siap untuk di
DTT dengan pengukusan:
Langkah 1 : Tempatkan instrumen, kanula AVM plastik dan alat-alat lain di salah
satu panci yang ada lubang didasarnya. Untuk memudahkan
pengeluaran panci, jangan isi panci terlalu penuh
Langkah 2 : ulangi proses ini sampai ketiga panci terisi. Letakkan semua panci
diatas panci bawah yang berisi air untuk dididihkan. Sebuah panci
kosong tanpa lubang disiapkan disamping sumber panas.
Langkah 3 : Tutup panci dan didihkan sampai air mendidih (Oka tidak mendidih,
uap yang dihasilkan sangat sedikit dan suhu tidak cukup tinggi untuk
membunuh mikroorganisme).
Langkah 4 : waktu uap mulai keluar diantara panci dan tutup, mulai mencatat waktu
atau menulis waktu mulainya DTT.
Langkah 5 : kukus selama 20 menit.
Langkah 6 : Angkat panci atas dan tutup panci berikutm.-a. Guncangkan panci agar
air turun dari panci yang baru diangkat.
Langkah 7 : Tempatkan anci yang barn diangkat keatas panci kosong. Ulangi sampai
semua panciditempatkan diatas panci kosong dan tutup panci yang
paling atas (langkah ini membuat semua alat dingin dan kering tanpa
terkontaminasi).
Langkah 8 : Biarkan alat-alat menjadi kering dalam panci (1-2 jam) sebelum dipakai.
Langkah 9 : Dengan menggunakan penjepit yang DTT , pindahkan alat-alat kering
kedalam kontainer yang kering dan telah di DTT., bertutup rapat. Alat-
alat dapat juga disimpan dalam panci uap yang tertutup sebel um
ciigunakan

11
BAB V
LOGISTIK

Setiap Kepala Unit pelayanan memastikan logistik pencegahan infeksi terpenuhi


dengan cara melakukan perencanaan kebutuhan, pengecekan secara berkala dan segera
membuat permintaan kebutuhan logistik yang diperlukan.
Beberapa logistik yang harus tersedia meliputi :
Sarung tangan
Pelindung wajah / masker / kaca mata
Penutup kepala Gaun pelindung (baju kerja / celemek)
Sepatu pelindung (sturdy foot wear)

12
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN

Petugas kesehatan harus menerapkan 5 momen kebersihan tangan untuk keselamatan


dirinya saat bekerja, yaitu :
 Kebersihan tangan mencakup mencuci tangan dengan sabun dan air dengan
menggunakan antiseptik berbasis alkohol
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir ketika terlihat kotor
 Penggunaan APD tidak menghilangkan kkebutuhan untuk kebersihan tangan.
Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan terutama ketika melepas
APD. Pada perawatan rutin pasien, prenguunaan APD harus berpedoman pada penilaian
resiko/ antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka.
Ketika melakukan prosedur yang beresiko terjadi percikan ke wajah dan badan
 Pelindung wajah dengan cara memakai masker medis/ bedah dan pelindung mata
kacamata atau pelindung wajah
 Apron dan sarung tangan bersih

13
BAB V11
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan dan kewaspadaan adalah tonggak yang harus di terapkan di semua


fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman.
Standart keselamatan meliputi kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk
menghindari kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, sekret ( termasuk sekret
pernafasan ) dan kulit pasien yang terluka

14
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Upaya pengendalian mutu meliputi :


1. Kompetensi petugas
Petugas yang sesuai kompetensinya dan petugas diwajibkan untuk selalu mengikuti
standart tindakan yang telah ditetapkan dalam hal : kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan
konsistensi.
2. Efektifitas
Tindakan klinis yang dilakukan di Puskesmas Wringinanom selalu dilakukan sesuai
dengan standart yang ada.
3. Efisiensi
Agar pencegahan infeksi dapat efisien maka pelayanan di Puskesmas Wringinanom
dilakukan sesuai dengan standart yang ada dan proses sterilisasi dapat di lakukan sesuai
dengan standart yang ada sehingga tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu
4. Keamanan
Upaya keamanan bagi petugas dan pasien di Puskesmas Wringinanom sesuai dengan
program keselamatan pasien
5. Kenyamanan
Kenyamanan pasien dan petugas pada scat tindakan di Puskesmas Wringinanom
diupayakan untuk selalu menjaga kebersihan ruangan dan selalu menjaga kelayakan
peralatan medis dan non medis di setiap ruangan

15
BAB IX
PENUTUP

Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh


seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada
prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal
dari pasien maupun petugas kesehatan.
Perawat sebagai petugas kesehatan yang memberikan pelayanan keperawatan dan
melakukan prosedur keperawatan baik yang invansif maupun non invansif untuk memenuhi
kebutuhan passion akan kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh pasien.
Hal ini sangat beresiko terpapar infeksi yang secara potensial membahayakan
jiwanya dan menjadi tempat dimana agen infeksius dapat berkembang biak yang kemudian
menularkan mteksi dad satu pasien ke pasien lain. Oleh karena itu, tindakan kewaspadaan
universal sangat penting dilakukan. Jadi kita harus mengerti dasar pemikiran kewaspadaan
universal dan terns menerus mengadvokasikan untuk penerapannya. Kita harus mengajukan
keluhan jika kewaspadaan universal diterapkan secara pilih-pilih dalam sacara medis, kita
harus protes dan menolak bila ada tes HIV wajib sebelum kita diterima dipuskesmas.

16

Anda mungkin juga menyukai