Anda di halaman 1dari 11

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA


Alamat : Jalan Kesehatan II Abepura – Jayapura
Telepon : (0967)581267, Email : rsj_abe@yahoo.co.id
Website : papua.go.id/rsjpapua/

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA


NOMOR : / /SK/RSJD/X/2018

TENTANG
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PADA
KONTRUKSI DAN RENOVASI BANGUNAN
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA

DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA

MENIMBANG : a. Bahwa Pekerjaan Konstruksi Bangunan merupakan faktor risiko yang


diakui menyebabkan terjadinya infeksi terkait pelayanan kesehatan
(HAIs) pada pasien, petugas maupun pengunjung Rumah Sakit;
b. Bahwa untuk mencegah terjadinya infeksi bagi stakeholder di
lingkungan Pekerjaan Kontruksi Bangunan di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Abepura, perlu adanya suatu kebijakan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a
dan b, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Abepura.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
4. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010
tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/2007 tentang
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/2007 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya;

MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN :
PERTAMA : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
ABEPURA TENTANG KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI PADA KONTRUKSI DAN RENOVASI
BANGUNAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA.
KEDUA : Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Konstruksi dan
Renovasi Bangunan Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Konstruksi
dan Renovasi Bangunan Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura dilaksanakan
oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Jiwa
Daerah Abepura.

KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Abepura
Pada tanggal : 01 Oktober 2018
Direktur RSJD Abepura

Daniel L. Simunapendi, SKM, MM


Nip. 19720823 199312 1 001

Lampiran 1
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura
No. /RSJD/SK-DIR/X/2018

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


PADA KONSTRUKSI DAN RENOVASI BANGUNAN
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA

Kebijakan Umum
1. Konstruksi merupakan faktor risiko yang diakui untuk infeksi terkait pelayanan
kesehatan (HAIs), baik pada pasien, petugas maupun pengunjung rumah sakit.
2. Gangguan debu, infiltrasi udara luar tanpa filter, gangguan fungsi sistem ventilasi
pengaturan udara (air conditioner) dan kebocoran air yang mengakibatkan pertumbuhan
jamur yang dapat menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa dan mematikan seperti
Aspegillus, Fusarium, Scedosporium, zygomycetes, dan soil-borne bacteria seperti
Nocardia.
3. Gangguan sistem penyaluran air dapat mengakibatkan infeksi dari bakteri yang
ditularkan melalui air seperti Legionella.
4. Suatu usulan untuk pekerjaan Kontruksi Bangunan di lingkungan Rumah Sakit Jiwa
Daerah Abepura yang akan diajukan kepada Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura
harus disertai tembusan kepada Ketua Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit (PPIRS).
5. Ketua Tim PPIRS harus selalu dihadirkan ketika ada kegiatan pembahasan mengenai
perencanaan pekerjaan konstruksi bangunan yang akan dilaksanakan di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Abepura.
6. Suatu rancangan atau kerangka acuan kegiatan untuk Pekerjaan Kontruksi yang telah
disahkan belum dapat dimulai sebelum memperoleh surat perintah melakukan pekerjaan
dan surat izin memasuki area pekerjaan.
7. Surat perintah melakukan pekerjaan dan surat izin memasuki area pekerjaan harus
mempertimbangkan hasil penilaian resiko/Infection Control Risk Assesment (ICRA) dan
rekomendasi yang dikeluarkan oleh Tim PPIRS Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura
sesuai dengan jenis pekerjaan konstruksi bangunan yang akan dilakukan terutama untuk
kegiatan kelas III dan IV.
8. Selama pelaksanaan pembangunan dan renovasi Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Abepura menunjuk salah seorang Perawat Pencegahan & Pengendalian Infeksi (IPCN)
menjadi salah satu dalam Tim Pengawasan Teknis pekerjaan tersebut.
9. Tim PPIRS melalui IPCN melakukan pemeriksaan terhadap jalannya upaya pengurangan
resiko infeksi sesuai rekomendasi Tim PPIRS, menggunakan formulir observasi dan
catatan narasi setiap kali kunjungan.
10. IPCN memastikan bahwa:
a. Rambu-rambu dan tanda peringatan dipasang secara yang tepat yang mengatur agar
lalu lintas publik pejalan kaki terpisah dengan lalu-lintas kru dan material bangunan.
b. Terpasang penanda batas zona konstruksi
c. Terdapat fasilitas toilet dan mencuci tangan bagi pekerja konstruksi
d. Terpasang dinding pembatas antara daerah konstruksi dan daerah perawatan pasien
yang bersebelahan yang terbuat dari bahan yang kuat ketinggian minimal 1,8 meter
atau terdapat pita pembatas yang mengindikasikan bahwa akses terbatas.
e. Puing bangunan dibuang ke tempat sampah dengan sistem tertutup rapat
pengangkutan mematuhi lalu lintas yang ditentukan.
f. Membasahi bawah tanah di lokasi konstruksi secara berkala untuk meminimalkan
debu berterbangan
g. Penutupan atau pengisolasian sistem HVAC antara area konstruksi dan area lain
pada daerah yang menggunakan sistem HVAC sentral dan pengembalian sistem
setelah semua pekerjaan selesai
h. Pola aliran udara untuk meminimalkan penyebaran debu dimana filter ventilasi
diperiksa terhadap sumbatan atau kebocoran selama dan setelah selesainya bangunan
dan konstruksi, untuk memastikan bahwa tidak ada resirkulasi udara dari bangunan
dan konstruksi daerah ke seluruh rumah sakit.
i. Setelah menyelesaikan kegiatan pembangunan, konstruksi, atau pembongkaran,
harus dilakukan pembersihan awal tempat tersebut oleh kontraktor pelaksana atau
petugas cleaning service dan memastikan bahwa semua puing-puing, debu dan
kotoran telah diangkat.
j. Setelah tingkat kebersihan memuaskan, Tim PPIRS menerbitkan rekomendasi
tertulis dan menginformasikan manajer terkait bahwa tempat atau bangunan tersebut
sudah layak digunakan untuk bekerja.
Kebijakan khusus

1. Penilaian Resiko/Infection Control Risk Assesment (ICRA)


a. Tim Pengawas Teknis Proyek terlebih dahulu harus melengkapi pengisian matrix
awal pada formulir penilaian resiko infeksi/ICRA yang pekerjaan
demolisi/perombakan atau pembangunan konstruksi baru atau renovasi yang
memakai jasa pihak ketiga (proyek). Sedangkan bagi pekerjan swakelola, matrix
awal pada formulir penilaian resiko infeksi/ICRA diisi oleh Kepala Instalasi
Pemeliharaan Sarana Non Medik segera setelah rancangan pekerjaan disahkan.
Kemudian formulir ICRA yang telah diisi disampaikan kepada Ketua Tim PPIRS
sebagai bahan pertimbangan untuk menerbitkan rekomendasi.
b. Proses pengisian matrix diawali dengan menentukan Jenis/tipe Konstruksi
sebagaiberikut:
Tipe A
Kegiatan inspeksi dan non-invasif: Ini termasuk, namun tidak terbatas pada kegiatan
yang memerlukan pembongkaran plafon atau langit-langit untuk inspeksi visual
(maksimal 60 cm2 dalam area 15 m2), pengecatan tetapi tidak pengamplasan,
pekerjaan pelapisan dinding (wall covering), pekerjaan listrik, pekerjaan perbaikan
pipa kecil yang mengganggu pasokan air ke daerah perawatan pasien lokal
[misalnya satu ruangan] dengan durasi kurang dari 15 menit, pekerjaan mengakses
saluran lantai, dan kegiatan pemeliharaan lainnya yang tidak menghasilkan debu
atau memerlukan pembongkaran dinding atau akses ke langit-langit selain untuk
pemeriksaan visual.
Tipe B
Pekerjaan skala kecil, aktivitas durasi pendek yang membuat debu minimal. Ini
termasuk, tetapi tidak terbatas pada kegiatan yang membutuhkan akses ke ruang
saluran, pemotongan dinding atau langit-langit di mana migrasi debu dapat dikontrol
seperti pekerjaan instalasi atau perbaikan listrik skala kecil, pekerjaan komponen
ventilasi, pekerjaan kabel telepon atau kabel komputer, dan pengamplasan
pengecatan dinding atau pemasangan lapisan penutup dinding (wall covering) skala
kecil. Ini juga mencakup pekerjaan pipa yang menimbulkan gangguan terhadap
pasokan air lebih dari satu perawatan pasien daerah (> dua kamar) untuk pekerjaan
yang kurang dari 30 menit. Tipe C
Setiap pekerjaan yang menghasilkan debu moderat sampai tingkat tinggi atau
memerlukan pembongkaran atau penghapusan komponen bangunan utama atau
pekerjaan bongkar-pasang/perakitan bangunan seperti counter tops, lemari, dan sink.
Ini termasuk, namun tidak terbatas pada kegiatan yang pengamplasan dinding untuk
pengecatan atau pemasangan pelapis dinding, pembongkaran penutup lantai,
plafon/langit-langit, pekerjaan konstruksi dinding baru, pekerjaan skala kecil
terhadap saluran atau listrik di atas plafon/langit-langit, pekerjaan kabel utama, dan
kegiatan yang tidak dapat diselesaikan dalam satu shift kerja. Hal ini juga termasuk
pekerjaan pipa yang membutuhkan gangguan terhadap pasokan air lebih dari satu
ruangan perawatan pasien (> dua kamar) selama lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari satu jam. Tipe D
Pekerjaan proyek pembongkaran, konstruksi dan renovasi skala besar. Ini termasuk,
namun tidak terbatas pada kegiatan yang melibatkan pembongkaran berat atau
penghapusan sistem kabel lengkap dan pembuatan konstruksi baru yang
membutuhkan shift kerja yang berturut-turut untuk menyelesaikannya. Hal ini juga
termasuk pekerjaan pipa yang mengakibatkan gangguan terhadap pasokan air lebih
dari satu ruangan perawatan pasien (> dua kamar) selama lebih dari satu jam.

c. Kemudian, ditentukan kelompok risiko infeksi berdasarkan lokasi/daerah


pelaksanaan pekerjaan pembangunan atau renovasi yang akan dilakukan.
Kelompok satu (resiko rendah)
• Area perkantoran
• Area Umum/Pengunjung
• Area perbengkelan/Workshop
Kelompok dua (resiko sedang)
• Klinik rawat jalan (kecuali klinik bedah)
• Ruangan Tata Usaha Rawat Pasien Masuk/Pulang
• Laboratorium Sentral
Area pelayanan penunjang, namun tak terbatas pada:
- Unit Gizi
Kelompok tiga (resiko sedang sampai tinggi)
Seluruh area perawatan pasien dinyatakan sebagai kelompok 3 dan 4. Kelompok 3
meliputi, namun tak hanya terbatas pada:
• Semua ruangan di UnitRawat Inap kecuali yang disebutkan pada kelompok 4
• Unit Rawat Inap Anak
• Ruangan Bayi Normal
• Unit Gawat Darurat
• Sepanjang jalan/rute transportasi pasien kategori di atas.
• Unit Radiologi dan Kedokteran Nuklir
• Post anaesthesia care unit
• Kamar Bersalin
• Laboratorium klinik
• Klinik gigi
Kelompok keempat (Resiko Sangat Tinggi)
• HCU
• Unit Bedah Sentral
• Unit Farmasi
• CSSD

d. Penilaian awal dilanjutkan dengan melakukan perkalian silang antara Tipe Konstruksi dengan
Kelompok Resiko Infeksi untuk menentukan Kelas Kewaspadaan Pengendalian Infeksi
diperlukan.
Kelompok Resiko Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D
1. Resiko Rendah I II II III/IV
2. Resiko Sedang I II III IV
3. Resiko Sedang-Tinggi I II III/IV IV
4. Resiko Sangat Tinggi II III III/IV IV
Persetujuan dan rekomendasi dari Tim PPIRS hanya diperlukan jika jenis Konstruksi
menunjukkan bahwa risiko terhadap Infeksi berada pada Kelas III atau kelas IV.
Proyek Kelas I atau II tidak akan membutuhkan persetujuan atau rekomendasi khusus
dari Tim PPIRS.
2. Izin memulai pelaksanaan Konstruksi dari Tim PPIRS
Untuk semua proyek kelas III atau IV, Tim Pengawas Teknis Proyek terlebih dahulu
harus melengkapi pengisian matrix awal pada formulir penilaian resiko infeksi/ICRA
yang pekerjaan demolisi/perombakan atau pembangunan konstruksi baru atau renovasi
yang memakai jasa pihak ketiga (proyek). Sedangkan bagi pekerjan swakelola, matrix
awal pada formulir penilaian resiko infeksi/ICRA diisi oleh Kepala Instalasi
Pemeliharaan Sarana Non Medik segera setelah rancangan pekerjaan disahkan.
Kemudian formulir ICRA yang telah diisi disampaikan kepada Ketua Tim PPIRS
sebagai bahan pertimbangan penerbitan rekomendasi untuk disetujui.
3. Rekomendasi Pra-Konstruksi
Kegiatan berikut ini harus dilakukan oleh dan menjadi tanggungan bagi pelaksana
proyek:
a. Tentukan jalur masuk dan keluar kru pembangunan agar tidak mengganggu area
publik, staf, pasien, dan pengunjung. Jika memungkinkan buatkan jalur khusus untuk
keluar masuk kru dan material bangunan dan jalan khusus bagi publik, staf, pasien,
dan pengunjung.
b. Pasang garis penanda lantai dengan warna kuning terang yang menandakan area
terbatas zona konstruksi pada pintu masuk.
c. identifikasi jalur sistem air conditioner yang melayani area konstruksi dan daerah lain
rumah sakit, lakukan isolasi sistem dari zona konstruksi.
d. Buat sarana untuk mengisolasi area konstruksi agar tidak mengkontaminasi area
sekitar dengan melakukan pembuatan dinding/pagar pembatas ketinggian minimal 1,8
meter dan jika memungkinkan kembangkan sistem tekanan negatif di zona konstruksi
yang memiliki filter pada saluran pembuangan.
4. Rekomendasi Selama Konstruksi
Kegiatan berikut ini juga harus dilakukan oleh dan menjadi tanggungan bagi pelaksana
proyek:
a. Menjamin garis penanda lantai yang menandakan area terbatas zona konstruksi pada
pintu masuk ke area konstruksi selalu terpasang.
b. Memastikan bahwa semua material yang keluar dan masuk zona konstruksi dikemas
dengan aman dan terdapat sarana penampungan sampah sementara yang tertutup dan
tabung seluncuran sampah.
c. Semua bahan yang dibawa melewati area pasien, petugas dan publik rumah sakit
harus dikemas secara tertutup dan tidak ada tumpahan.
d. Memastikan bahwa kru konstruksi hanya menggunakan jalur yang ditunjuk untuk
zona konstruksi.
e. Jika kru konstruksi terpaksa harus memasuki daerah non-konstruksi untuk ke warung
atau toilet, maka disarankan terlebih dahulu memakai jas pelindung khusus keluar dari
zona konstruksi (jika ada) yang disediakan di anteroom zona konstruksi
f. Memastikan saluran udara di zona konstruksi disegel dengan saluarn udara zona lain
untuk mencegah kontaminasi pada sistem HVAC dan sekitarnya.
g. Memastikan bahwa zona konstruksi diisolir dengan dinding pembatas atau jika perlu
dalam tekanan negatif terhadap daerah sekitarnya.
5. Pembersihan Pasca konstruksi
Kegiatan berikut ini harus dilakukan dan tetap menjadi tanggung jawab pelaksana
proyek:
a. Buang semua puing-puing dan debu yang dihasilkan pekerjaan konstruksi, jaga agar
tidak bertebaran jika memungkinkan gunakan vacuum HEPA-filter. Bersihkan langit-
langit, dinding, rongga shafts, dan utility chases yang menjadi bagian dari proyek
konstruksi.
b. Lakukan pembersihan semua permukaan di zona konstruksi: lantai, langit-langit,
dinding, lemari dan furniture.
6. Peran dan Mekanisme Kerja
a. Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura mengangkat salah satu IPCN sebagai
bagian dalam Tim Pengawas Teknis Proyek Pembangunan untuk pekerjaan
konstruksi kelas III dan IV.
b. Tim PPIRS akan melakukan penilaian setiap aspek PPI dari pekerjaan konstruksi
tersebut.
c. Pejabat Pembuat Komitmen melalui Tim Pengawasan Teknis memastikan bahwa:
1) Mengkoordinasikan masukan para anggota dalam mengembangkan rencana
manajemen proyek yang komprehensif
2) Mencegah eksposur agen infeksi terhadap pasien, pengunjung, dan petugas
3) Mengawasi semua aspek pengendalian infeksi dalam kegiatan konstruksi
4) Menetapkan protokol pengendalian infeksi spesifik untuk daerah khusus
5) Memberikan pendidikan tentang dampak infeksi konstruksi untuk staf dan
pekerja konstruksi
6) Memastikan kepatuhan terhadap standar teknis, ketentuan kontrak, dan peraturan
7) Menetapkan mekanisme untuk mengatasi dan memperbaiki masalah dengan cepat
8) Mengembangkan rencana kontingensi untuk gangguan listrik, gangguan pasokan
air, kebakaran, penundaan jangka pendek atau panjang (karena aksi industri atau
penundaan material) dan darurat
9) Merumuskan perencanaan untuk mengantisipasi gangguan pengelolaan air
(termasuk protokol pengeringan) untuk penanganan banjir, kebocoran, dan
kondensasi
10) Mengembangkan rencana perawatan selama serta sesudah berakhirnya pekerjaan
konstruksi.

Ditetapkan di : Abepura
Pada tanggal : 01 Oktober 2018
Direktur RSJD Abepura

Daniel L. Simunapendi, SKM, MM


Nip. 19720823 199312 1 001

Anda mungkin juga menyukai