Anda di halaman 1dari 19

KELOMPOK 1

M. Kemal Selfira Putri Yayu Herlinsa Putri Rahmalia


F1G019043 F1G020002 F1G020003 F1G020006

Darsinda Aura Mahmudanti


Rifdah Ramadhani
F1G020015
Riski Padilah
Tahniya Damaiyana Alia Permata
F1G020021
F1G020033 F1G020041

Nurul Isnaini Meutia


F1G020046
Biofarmasi merupakan cabang ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
dari sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan di mana obat diberikan, dan cara
pemberian terhadap laju dan jumlah absorpsi obat secara sistemik.
Sehingga biofarmasi meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi
(1) perlindungan terhadap aktivitas obat dalam sediaan obat,
(2) pelepasan obat dari sediaan obat,
(3) laju disolusi obat pada tempat absorpsi dan absorpsi sistemik dari obat
(Simanjuntak, 2007)
Proses biofarmasetika merupakan proses penghantaran obat yang
mempengaruhi ketersediaan hayatinya di dalam sirkulasi sistemik. Salah satu proses
biofarmasetika utama yang menjadi fokus studi adalah absorpsi obat secara per
oral melalui saluran gastro-intestinal karena model penghantaran ini yang paling
banyak digunakan dalam terapi menggunakan produk farmasetik.
Karakteristik fisikokimia obat yaitu kelarutan dan permeabilitas. Selain itu,
proses biologis yang kompleks termasuk fluktuasi pH, gerakan lambung dan usus,
laju aliran darah, dan sekresi garam empedu dapat memengaruhi laju penyerapan
obat yang diberikan secara oral (Wong dan Cheng, 2020).
Fisiologi saluran pencernaan memengaruhi penyerapan obat Konsumsi
makanan diketahui mengubah lingkungan gastrointestinal, dan seseorang
biasanya mengonsumsi makanan tiga kali sehari. Hal ini dapat mempengaruhi
frekuensi pemberian obat dan kapan obat tersebut dapat diminum. (Wong dan
Cheng, 2020).
ABSORPSI OBAT PER ORAL
1. Obat yang diberikan secara oral melewati berbagai bagian kanal
enteral, termasuk rongga mulut, kerongkongan, dan berbagai
bagian dari saluran pencernaan Residu akhirnya keluar dari tubuh
melalui anus.
2. Tempat yang paling penting untuk absorpsi obat adalah usus
kecil. Waktu transit usus kecil berkisar dari 3 sampai 4 jam
untuk subyek sehat.
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat penyerapan
obat secara oral. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. sifat fisikokimia suatu obat, termasuk kelarutan, permeabilitas usus, pKa,
lipofilisitas, stabilitas, luas permukaan, ukuran partikel, dan seterusnya.
2. faktor fisiologis, seperti pH gastrointestinal, pengosongan lambung, waktu
transit usus kecil, garam empedu, mekanisme penyerapan dan seterusnya.
3. faktor bentuk sediaan, seperti larutan, kapsul, tablet, suspensi dan
sebagainya..
Rektal atau rektum merupakan salah satu organ dalam saluran pencernaan
yang diketahui sebagai bagian akhir proses ekskresi feses sebelum anus.
Rectal merupakan bagian dari kolon.
Luas permukaan rectal 200-400cm, pada saat kosong rectum mengandung
sejumlah kecil cairan (1-3 ml) dengan kapasitas buffer yang rendah; pH
sekitar 7,2 karena kD(kecepatan disolusi), pH akan bervariasi sesuai obat
yang terlarut di dalamnya.
Panjang dari kolon sekitar 5 kaki (150cm) dan terbagi lagi menjadi 5
segment. Rectum adalah segmen anatomi terakhir sebelum anus yang
merupakan bagian distal usus besar
(Anatomi rektum & Anus ).
Fisiologi saluran pencernaan memengaruhi penyerapan obat Konsumsi
makanan diketahui mengubah lingkungan gastrointestinal, dan seseorang
biasanya mengonsumsi makanan tiga kali sehari. Hal ini dapat
mempengaruhi frekuensi pemberian obat dan kapan obat tersebut dapat
diminum. (Wong dan Cheng, 2020).

Contoh pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac
supositoria yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan
contoh efek sistemik pada obat aminofilin suppositoria dengan berfungsi
mendilatasi bronkus.
Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dinding rektal yang
melewati sfingter ani interna.
Obat dalam bentuk cairan yang banyak diberikan melalui rektal yang disebut
enema.
Obat tertentu dalam bentuk kapsul yang besar dan panjang (supositoria) juga
dikemas untuk diberikan melalui anus/ rektum.
Pemberian obat rektal efektif digunakan untuk mengobati penyakit local pada
area anorektal juga untuk menghasilkan efek sistemik sebagai alternatif dari
pemberian oral.
A. INDIKASI
1. Konstipasi, Konstipasi berhubungan dengan jalur pembuangan yang kecil,
kering, kotoran yang keras, Ini terjadi karena pergerakan feses melalui
usus besar lambat dimana reabsorbsi cairan terjadi di usus besar.
2. Impaksi Feses (tertahannya feses), impaks feses ditandai dengan adanya
diare dan kotoran yang tidak normal.
3. Persiapan pre operasi, Biasanya pada semua tindakan operasi sebelumnya
di lakukan enema. dengan tujuan untuk mengurangi efek muntah selama dan
setelah operasi, juga mencegah terjadinya aspirasi.
4. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologiPemeriksaan
radiologi seperti colonoscopy, endoscopy, dll.
B. Kontra Indikasi
Irigasi kolon tidak boleh diberikan pada pasien dengan
diverticulitis, ulcerative colitis, Crohn’s disease, post operasi,
pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal,
keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti
hemoroid bagian dalam atau hemoroid besar, tumor rektum
dan kolon.
Dosis dan cara penggunaan.
Cara memberikan obat yaitu dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum,
dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik.
Kelemahan pemberian obat melalui rectum
1. Obat tercampur dengan fases yang ada di rectum yang dapat menghambat
absorpsi obat
2. Absorpsi tidak sempurna, karena cairan dalam rectum untuk disolusi obat
terbatas,
3. Luas permukaan untuk absorpsi juga terbatas,
Absorpsi obat melalui rectum
Mekanisme absorpsi terutama secara difusi pasif. Bioavailabilitas relative rendah,
karena kelemahan-kelemahan yang diuraikan diatas.
Bentuk sediaan obat melalui rectum
1. Padat, suppositoria
2. Cairan, enema, lavement nutritive
3. Kapsul rectum
Obat melalui rectum
Pemberian obat melalui rectum pada umumnya untuk mendapatkan efek
local dari obat (misalnya : hemorrhoid, fisura ani, rhagade ani atau untuk
pengosongan rectum).
Untuk efek sistemik pemberian obat melalui rectum hanya kalau medikasi
oral tidak memungkinkan. Contoh asetosal, parasetamol, indometasin,
teofilin, barbiturate
DAFTAR PUSTAKA
Baviskar, P.dkk. 2013. Drug Delivery on Rectal Absorption: Suppositories. International Journal
of Pharmaceutical Science Review and Research.

Eman G.dkk. 2012. Sustained Release Rectal Suppositories as Drug Delivery Systems
forAtenolol. Journal of American Science 2012.

Prasanna,I Deepthi B. Rama, R. 2012. Rectal drug delivery: A promising route for enhancing
Asian Pharma Press.

Song, N., Zhang, S., dan Liu, C. (2004). Overview of factors affecting oral drug absorption.
Asian Journal of Drug Metabolism and Pharmacokinetics, 4(3): 167-176

Wong, H., dan Cheng,L. (2020). Food Effects on Oral Drug Absorption: Application of
Physiologically-Based Pharmacokinetic Modeling as a Predictive Tool. Pharmaceutics, 12 : 1-8

Anda mungkin juga menyukai