Anda di halaman 1dari 12

INDEKS

Indeks …………………………………………………………………………………… 1
Perspektif Mahasiswa FISIP UAI Mengenai Fenomena Bullying
Latar Belakang ………………………………………...………………………… 2
Metode Jajak Pendapat …………………………………………...……………… 3
Responden ………………………………………………………...……………… 3
Hasil Jajak Pendapat …………………………………………………...………… 3
Simpulan ………………………………………………………………………… 11

1
Latar Belakang
Bukanlah hal yang asing lagi saat ini jika mendengar dan melihat kasus yang
berkaitan dengan perundungan atau yang biasa kita sebut sebagai bullying. Bullying
merupakan masalah psikososial yang disebabkan oleh penghinaan dan merendahkan dari
orang lain secara terus-menerus, yang mengakibatkan dampak yang negatif bagi pelaku dan
korban bullying karena pelaku merasa lebih kuat daripada korban. 1
Dampak dari yang dirasakan oleh korban perilaku bullying sangat negatif terhadap
kesehatan mental orang tersebut, bahkan untuk beberapa kasus ada yang mengakhiri
hidupnya karena perilaku bullying tersebut. Riana Nurhayati, S.Pd., M.Pd, menjelaskan
bahwa terdapat beberapa dampak negatif bagi korban bullying seperti mengalami gangguan
kesehatan mental (depresi) hingga berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya, karena tidak
dianggap atau dihargai ia merasa tidak berharga sehingga berpengaruh pula pada kemampuan
sosial emosional bahkan prestasinya di sekolah, mengalami kesulitan dalam menemukan jati
serta cemas yang berlebihan terhadap diri sendiri maupun masa depan, dan menarik diri dari
lingkungan sekitar.2
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KemenPPPA) per tanggal 1 Januari 2022 hingga 25 Juli 2022, tercatat
kasus bullying masih mencapai 13.013 kasus di Indonesia dengan pelaku bullying lebih
banyak laki-laki sedangkan perempuan lebih banyak banyak menjadi korban. 3
Fenomena bullying pada remaja di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.
Perilaku bullying rentan terjadi pada lingkup remaja, terutama bagi mereka yang baru
memasuki proses adaptasi dan rentan untuk menentukan jati diri sesungguhnya.
Oleh karena itu, melalui jajak pendapat yang dilakukan, kami dengan beranggotakan
empat orang dalam satu kelompok melakukan survey kepada 100 responden yang menjadi
mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia untuk
mengetahui apakah mereka mengetahui informasi mengenai fenomena bullying.

1
Darmayanti, K. K. H., Kurniawati, F., & Situmorang, D. D. B. (2019). Bullying di sekolah: Pengertian,
dampak, pembagian dan cara menanggulanginya. PEDAGOGIA, 17(1), 55-66.
2
Mahar Prastiwi. (2021). Dosen UNY: Ini Dampak Bullying bagi Korban dan Pelaku, Berikut Pencegahannya.
https://www.kompas.com/edu/read/2021/02/28/183055371/dosen-uny-ini-dampak-bullying-bagi-korban-dan-
pelaku-berikut-pencegahannya?page=all. Diakses Minggu, pukul 21.55 WIB.
3
no name). (n.d). Waktu Input 2022-SIMFONI-PPA. Waktu Input 2022 -SIMFONI-
PPAhttps://kekerasan.kemenpppa.go.id ›ringkasan. Diakses Minggu, pukul 18.20 WIB.

2
Metode Jajak Pendapat
Kami menggunakan metode kuantitatif dengan cara pengumpulan data melalui
pengisian google form yang disebar kepada mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
politik Universitas Al-Azhar Indonesia dalam satu hari pada Kamis, yakni 21 Juli 2022.

Responden
Para mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Al-Azhar Indonesia yang berkontribusi menjadi
responden survey ini mayoritas berjenis kelamin perempuan
dengan presentase sebanyak
78,0%, dan sisanya 22,0%
laki-laki.
R
entang usia responden kami
secara garis besar berusia 21 - 25 tahun dengan persentase
59,0% dan untuk usia 17 - 20 tahun memiliki persentase
41,0%.
Berdomisili di wilayah Jabodetabek, sebanyak
67% responden kami tinggal di daerah Jakarta, 9,0% di
Tangerang Selatan, 8,0% di Tangerang Kota, 7,0% di
Depok dan Bekasi, sementara 2,0% lainnya di Bogor.

Hasil Jajak Pendapat

Mahasiswa FISIP UAI Lebih Mengetahui Jenis


Bullying Secara Verbal

3
Dari keseluruhan total responden, 47,0% diantaranya mengetahui jenis bullying
secara verbal, 31,0% responden mengetahui jenis bullying secara fisik, 15,0% responden
mengetahui jenis bullying perundungan sosial, 4,0% responden mengetahui jenis bullying
perundungan dunia maya, sementara 3,0% responden lainnya mengetahui jenis bullying
perundungan seksual.
Jenis bullying secara verbal lebih banyak diketahui oleh kalangan mahasiswa karena
jenis bullying ini sering terjadi tanpa disadari. Orang yang melakukan bullying biasanya
mengeluarkan kata-kata yang tidak baik, seperti menertawakan perbedaan fisik seseorang,
berbicara secara rasis, dan berbicara dengan kasar.

Bullying Rentan Terjadi Pada Lingkungan Pertemanan


Hasil riset menunjukkan bahwa mayoritas
mahasiswa mahasiswi FISIP UAI pernah melihat
kejadian bullying di sekitar lingkungannya. Dari
total responden, 94,0% diantaranya pernah melihat
bullying pada teman, 1,0% pada pengalaman pribadi,
1,0% pada diri sendiri, 1,0% pada sekolah, 1,0%
pada film, sementara 2,0% lainnya melihat bullying
di sosial media.
Hal ini sering terjadi pada lingkungan
pertemanan anak-anak dan remaja bisa terjadi karena
mereka lebih sulit untuk mengenali dirinya sendiri dan orang lain sehingga mereka kurang
memiliki sikap empati. Selain itu pola asuh yang kurang tepat juga dapat menyebabkan anak-
anak menjadi pelaku bullying. Bagi orang dewasa maupun orang tua merka melakukan
bullying di lingkungan pertemanan bisa disebabkan karena adanya kecemburuan sosial dan
rasa kurang percaya diri. Bullying di ruang lingkup pertemanan biasanya terjadi karena
pelaku merasa iri, terhadap temannya yang mempunyai kelebihan lain dibanding dirinya, baik
itu kemampuan, kepintaran, kepunyaan, atau karena sering merasa dibanding-bandingkan
oleh orang lain.

Name-Calling Merupakan Contoh Bullying yang Dikenali


Hasil riset menunjukkan bahwa 44,0% mahasiswa mahasiswi FISIP UAI pernah
melihat bullying berupa name-calling (memberi panggilan nama). 34,0% responden pernah
melihat bullying berupa makian, 7,0% berupa ancaman dan memalak, 5,0% berupa rekaman

4
video intimidasi, sementara 3,0% responden
lainnya pernah melihat bullying berupa
penjegalan.

Bullying merupakan fenomena yang sering


terjadi di lingkungan sekitar kita. Salah satunya
adalah verbal bullying dalam bentuk name
calling. Pelabelan melalui nama panggilan atau
julukan yang terkesan meledek, merendahkan,
dan mengejek merupakan bentuk bullying yang
sering tidak disadari, namun menjadi salah satu contoh bullying yang banyak dilakukan.

Faktor Terjadinya Bullying adalah Tidak Dibekali Pendidikan Empati

Dari total responden, 34,0% diantaranya


beranggapan seseorang dapat melakukan
bullying karena tidak dibekali pendidikan
empati, 26,0% berupa kebiasaan dari sering
mengejek orang lain, 23,0% bullying terjadi
karena pelaku haus akan kekuasaan, 11,0%
berupa pernah menyaksikan dan merasakan
kekerasan, sementara 6,0% lainnya akibat
merasa tidak nyaman berada di rumah.
Minimnya bekal pendidikan empati dapat
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya bullying. Tanpa empati, anak tidak bisa atau
bahkan tidak mau mengerti apa yang dirasakan oleh orang lain. Mereka pun bisa
menyalahkan korban-korbannya. Kurangnya rasa empati ini dapat membuat anak-anak
merasa bahwa tindakan bullying-nya hanyalah candaan semata, di saat orang lain merasa
sakit hati akibat tindakan tak terpuji itu. Tanamkan anak untuk mengerti terhadap perbedaan.

Depresi Menjadi Dampak Negatif Paling Mengkhawatirkan


Dari keseluruhan total responden, 44,0% mahasiswa mahasiswi FISIP UAI
berpendapat bahwa depresi merupakan dampak yang paling mengkhawatirkan. 16,0%

5
responden memilih tidak percaya terhadap orang lain dan merasa terisolasi, 13,0% responden
memilih tidak berempati dan berpikir bullying adalah hal yang biasa, sementara 7,0%
responden lainnya berpendapat bahwa berpotensi melakukan tindak kriminal merupakan
dampak yang paling mengkhawatirkan.
Depresi merupakan suatu kondisi medis
berupa munculnya perasaan sedih yang sangat
berdampak negatif terhadap pikiran, tindakan,
perasaan, dan kesehatan mental dalam diri
seseorang. Depresi sering kali sangat berakibat pada
kematian seseorang, karena orang yang mengalami
situasi dan kondisi depresi bisa berakibat fatal jika
tidak tertangani dengan baik. Dan sangat perlu untuk
kita sadari, bahwa tindakan bullying terhadap
seseorang akan berakibat fatal jika terjadi secara
terus-menerus. Sebab, tindakan bullying akan
menyebabkan korban mengalami depresi yang amat berkepanjangan dan butuh penanganan
yang serius. Efek negatif yang muncul dapat beragam, mulai dari masalah pencernaan hingga
penyakit jantung. Dengan kata lain, depresi adalah gangguan kesehatan mental yang dapat
memengaruhi emosi, cara berpikir, dan perilaku penderitanya.

Mahasiswa FISIP UAI Lebih Memilih Untuk Mencegah Pelaku Bullying


Dari keseluruhan total responden, 49,0% responden memilih mencegah pelaku
melakukan bullying ketika mereka melihat fenomena bullying, 37,0% responden memilih
untuk melindungi korban bullying, 11,0% responden memilih untuk melaporkan kepada
polisi atau dosen, sementara 3,0% responden lainnya memilih untuk diam ketika mereka
melihat fenomena bullying.
Kasus bullying menjadi masalah yang
serius dan bisa dialami oleh siapa saja. Tidak
hanya dialami oleh siswa-siswi yang duduk di
bangku sekolah saja, perundungan juga bisa
terjadi di lingkungan kuliah, kerja, maupun
tetangga. Ibarat sedia payung sebelum hujan,
agar bullying tidak menjadi budaya yang

6
berkepanjangan maka alangkah lebih baik kita mencegah terjadinya bullying sedini mungkin
dengan menamkan dan menciptakan hal-hal baik di dalam benak anak-anak.

Mengedukasi Orang Terdekat Untuk Tidak Melakukan Bullying


Dari keseluruhan total responden, 63,0% responden memilih untuk mengedukasi
orang terdekat untuk tidak melakukan bullying setelah mengetahui bahaya bullying, 20,0%
responden memilih untuk ikut menyuarakan kampanye anti bullying, sementara 17,0%
memilih untuk menginformasikan bahaya bullying melalui media sosial yang mereka miliki.
Bullying merupakan aksi penindasan atau
penggencetan oleh satu atau sekelompok orang yang
merasa memiliki kekuatan atau kekuasaan pada
orang yang menjadi objeknya. Seringkali objek ini
merupakan mereka yang rentan secara mental
(seperti mudah merasa takut, pendiam, punya
trauma atau permisif) dan bahkan kondisi ini bisa
terdapat pada siapapun. Aksi ini sangat berbahaya
karena bila terjadi pembiaran, dapat terjadi
kekerasan yang lebih ekstrem atau kecenderungan bunuh diri. Selain bisa berpengaruh secara
langsung kepada korban, pelaku bullying sebenarnya juga mengalami efeknya. Dan tanpa
disadari, pihak yang menjadi saksi tindakan perundungan tersebut juga bisa mengalami
imbasnya. Oleh karena, peran kita sebagai pihak yang menjadi saksi bullying dapat
berpengaruh terhadap korban maupun pelaku, salah satu cara mengatasi hal tersebut adalah
bisa dengan mengedukasi orang terdekat untuk tidak melakukan bullying.

Sanksi Sosial Diberikan Kepada Pelaku Bullying

Dari total responden, 56,0% responden


diantaranya memilih untuk memberikan sanksi
sosial bagi para pelaku bullying, sementara
44,0% responden lainnya memilih untuk
memberi sanksi hukum bagi para pelaku
bullying.

7
Sanksi sosial dalam hal ini dinilai sebagai alternatif hukuman yang efeknya tidak
kalah dahsyat dengan hukuman penjara, terutama rasa malu Si Terdakwa atau Terpidana.
Sanksi sosial merupakan bentuk hukuman yang bertujuan memberikan rasa rendah diri bagi
pelaku yang melanggar nilai, norma, moralitas yang berlaku di masyarakat. Sanksi sosial bisa
menjadi lebih berat karena ketika mendapatkan sanksi tersebut pelaku akan mendapatkan
hujatan dan dikucilkan masyarakat, maka untuk dapat mengembalikan kepercayaan
masyarakat perlu membutuhkan waktu.

Mengedukasi Bahaya Bullying Dianggap Sangat Perlu


Dari total responden, 78,0% responden diantaranya merasa sangat perlu untuk
membuat program khusus untuk mengedukasi bahaya bullying, sementara 22,0% responden
lainnya memilih perlu membuat program khusus untuk mengedukasi bahaya bullying.
Program edukasi atau konselor ini sebagai salah satu upaya bangsa Indonesia dapat
mencegah perilaku bullying. Selama ini beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah bagi
pelaku Bullying, salah satunya dengan cara memberikan hukuman atau sanksi bagi pelaku
bullying. Namun, sejauh ini hasil yang dicapai belum maksimal, karena tidak disertai dengan
perubahan perilaku dan sikap pelaku Bullying. Tujuan yang diharapkan dari program ini
adalah untuk mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara memperkuat perilaku
yang diharapkan dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan, serta membantu
memberitahu dan menemukan cara-cara berperilaku yang tepat.

8
Pilih Media Sosial Sebagai Media Edukasi Bahaya Bullying
Dari total responden, 99,0% responden diantaranya merasa media sosial sebagai
media yang paling tepat untuk melakukan edukasi tentang bahaya bullying, sementara 1,0%
responden lainnya memilih televisi dalam membuat program khusus untuk mengedukasi
bahaya bullying.
Jumlah pengguna media sosial di Indonesia pada awal tahun 2022 setara dengan 68,9
persen dari total populasi. Media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan
pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi,
berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual. Tidak dapat
disangkal bahwa pada saat ini sosial media telah menjadi cara baru masyarakat dalam
berkomunikasi. Hal ini berdampak pada berbagai sisi kehidupan masyarakat. Kehadiran
media sosial telah membawa dampak yang sangat signifikan dalam cara melakukan dan
mengoptimalkan komunikasi.

Kesadaran Akan Bullying Masih Kurang


Dari total responden, 71,0% responden diantaranya merasa bahwa negara Indonesia
masih kurang sadar akan bullying, 28,0% responden merasa negara Indonesia masih sangat
kurang sadar mengenai bullying, sementara 1,0% responden lainnya merasa bahwa negara
Indonesia sudah cukup sadar mengenai bullying.
Dilihat dengan masih banyaknya kasus bullying dapat diartikan bahwa negara
Indonesia masih belum peduli akan sebab dan akibat dari perilaku bullying. Bahkan pada
beberapa kasus sang pelaku dan sang korban tidak menyadari bahwa perilaku tersebut adalah
perilaku bullying. Oleh sebab itu, sang pelaku masih sering melakukan perilaku bullying
dengan berkelanjutan seperti mengejek, mengolok-olok temannya, dan sang korban tidak
berani untuk melawannya, sehingga sang korban cenderung untuk berperilaku asertif.

Pemerintah dan Lembaga Sosial Perlu Membangun Kesadaran Tentang Bullying


Dari total responden, 83,0% responden diantaranya merasa bahwa
pemerintah/lembaga sosial harus fokus membangun kesadaran masyarakat akan bahaya
bullying, 13,0% responden memilih melatih guru-guru dan tenaga kependidikan yang harus
difokuskan, sementara 4,0% responden lainnya merasa pemerintah atau lembaga sosial harus
merubah hukum tentang bullying.
Dikarenakan masih banyak bullying yang dilakukan dalam sekolah, kampus, maupun
lingkungan pekerjaan, salah satu tindakan yang mahasiswa mahasiswi FISIP UAI harapkan

9
untuk mengatasi hal tersebut adalah pemerintah/lembaga sosial memberikan perhatian
terhadap isu bully yang terjadi serta membangun kesadaran masyarakat akan bahaya bullying
yang terjadi di Indonesia.

Keinginan Menyakiti Seseorang Semakin Besar Dengan Adanya Teknologi dan


Jejaring Sosial
Dari total responden, 73,0% diantaranya merasa bahwa dengan adanya teknologi dan
jejaring sosial seseorang membuat keinginan seseorang menjadi lebih besar untuk menyakiti
orang lain, 22,0% memilih biasa saja, sementara 5,0% merasa tidak sama sekali.
Perkembangan teknologi informasi mempengaruhi perilaku masyarakat. Dimana
sekarang banyak sekali manusia menggunakan media sosial untuk berkomunikasi. Di media
sosial banyak orang memposting kata-kata hinaan, ujaran kebencian, dan penyebaran berita
hoax yang merugikan banyak pihak. Krisis etika dalam bermain media sosial kerap terjadi
dalam komunikasi digital. Kasus yang paling sering ditemukan di era modern ini adalah
kasus cyber bullying (perundungan di dunia maya) melalui media sosial yang sudah
memakan banyak korban sehingga korban mengalami depresi. Cyber bullying ialah
bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media
sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel.

10
Kesimpulan
Fenomena bullying masih terjadi di lingkungan sekitar, terutama lingkup pertemanan
pada mahasiswa. Kesadaran akan bullying masih kurang di lingkup sosial, sehingga
dibutuhkan kerja sama dengan pemerintah atau lembaga sosial untuk membangun kesadaran
akan bullying, terutama pada perundungan verbal.

11

Anda mungkin juga menyukai