Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

VARISELA

Oleh

Catur Eka Sukma 21904101072

Dosen Pembimbing

dr. Tewu K.L Walangare, Sp.KK


LABORATORIUM ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
KEPANITRAAN KLINIK MADYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020

Tanda tangan,

(Catur Eka Sukma)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat serta salam
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah,
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Varisela”.
Dalam penyelesaian referat ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada dr. Tewu K.L Walangare, Sp.KK.
Juga kepada seluruh tenaga medis maupun non-medis RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
Bangkalan dan seluruh teman-teman dokter muda di RSUD, Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan
atas dukungan serta doanya.
Referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga referat ini dapat
menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bangkalan, 20 Juni 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar..........................................................................................................................2

Daftar Isi...................................................................................................................................3

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................5

1.3 Tujuan ................................................................................................................................5

1.4 Manfaat ..............................................................................................................................5

Bab II. Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi..................................................................................................................................6

2.2 Epidemiologi.........................................................................................................................6

2.3 Eriologi..................................................................................................................................6

2.4 Patofisiologi..........................................................................................................................7

2.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis........................................................................................11

2.6 Diagnosa................................................................................................................................19

2.7 Pemeriksaan Penunjang........................................................................................................22

2.8 Diagnosa Banding.................................................................................................................24

2.9 Penatalaksanaan....................................................................................................................25

2.10 Rehabilitasi..........................................................................................................................30

2.11 Prognosis.............................................................................................................................30

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................32

3.2 Saran...................................................................................................................................31

Daftar Pustaka........................................................................................................................31

3
BAB I

PNDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Varisela merupakan suatu penyakit infeksi akut primer menular yang disebabkan oleh Varicella
Zooster Virus (VZV). Virus tersebut menyerang kulit dan mukosa yang ditandai dengan adanya
vesikel-vesikel. Di negara barat, kejadian varisela meningkat pada saat musim dingin dan awal
musim semi. Sedangkan di Indonesia, virus dapat menyerang pada saat peralihan antara musim
panas ke musim hujan ataupun sebaliknya. Namun, varisela dapat menjadi penyakit yang musiman
akibat dari penularan seorang penderita yang tinggal di suatu populasi padat, ataupun menyebar di
dalam suatu sekolah1,2.
Varisela terutama menyerang anak-anak dibawah 10 tahun dengan kejadian terbanyak terjadi
pada usia 5-9 tahun. 75% kasus yang terjadi pada anak-anak akibat dari penularan oleh seorang
penderita melalui sekret saluran pernapasan, adanya kontak dengan cairan vesikel dan pustula,
percikan ludah, dan secara transplasental. Masa inkubasi terjadi selama 11-21 hari. Pasien menjadi
sangat infektif sekitar 24-48 jam sebelum timbulnya lesi hingga lesi menjadi krusta biasanya 5 hari.
Infeksi mula-mula terjadi pada selaput lendir saluran pernapasan atas yang kemudian menyebar dan
terjadi viremia primer. Selanjutnya, viremia primer tersebut menyebar melalui peredaran darah dan
sistem limfa1,2,3. Pada anak sehat penyakit ini biasanya bersifat jinak, jarang menimbulkan
komplikasi, tetapi pada status imunitas yang menurun, seperti bayi baru lahir, imunodefisiensi,
tumor ganas, dan orang dewasa yang mendapat pengobatan imunosupresan sering menimbulkan
komplikasi bahkan menyebabkan kematian4.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dan etiologi dari varisela?
2. Bagaimana patofisiologi, penegakan diagnosa, dan tatalaksana dari varisela?

4
1.3 Tujuan

Mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, penegakan diagnosa, dan tatalaksana dari


varisela.

1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis
Penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang definisi,
etiologi, patofisiologi, diagnosa, serta tatalaksana varisela.
2. Manfaat Praktis
Penulis dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinis dalam menangani pasien varisela.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Varicella


Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, disebabkan oleh Varicella
Zooster Virus (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa. Varisela ditandai dengan adanya
vesikel-vesikel5.

2.2 Epidemiologi
Varisela tersebar di seluruh dunia dan dapat mengenai semua golongan umur, termasuk
neonatus. Varisela sering menyerang anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila
terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi penyakit ini
berlangsung secara aerogen. Varisela sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung,
droplet atau aerosol dan lesi vesikel di kulit ataupun melalui saluran napas, dan jarang melalui
kontak tidak langsung. Pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit
timbul sampai semua lesi timbul krusta atau keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung
dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Seumur hidup seseorang hanya satu kali menderita varisela.
Serangan kedua mungkin berupa penyebaran ke kulit pada herpes zoster6.
Di negara Barat, prevalensi kejadian varisela tergantung dari musim (musim dingin dan awal
musim semi lebih banyak). Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit
virus ini menyerang pada musim peralihan. Angka kejadian di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-
3,5 juta kasus dilaporkan tiap tahun.5

2.3 Etiologi
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini memberi
pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktivasi
menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes
dengan ukuran diameter kira-kira 140-200 nm.1
Varicella Zoster Virus (VZV) diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya
dengan proteotipe kelompok ini yaitu herpes simpleks. Inti virus disebut capsid, terdiri dari

6
protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan
membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan
sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan
sasaran imunitas dan timidin kinase virus yang membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh
aksiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi
klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena
itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah penderita varicella tersebut
sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan Herpes
Zoster.7
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella sehingga
mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio manusia.5

Gam
bar 2.1 Struktur partikel virus varicella zoster

2.4 Patofisiologi
Masa inkubasi varicella 10-21 hari pada anak imunokompeten (rata-rata 14-17 hari) dan pada
anak yang imunokompremais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV masuk ke
dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun
kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari
setelah timbulnya lesi kulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas,
7
orofaring ataupun konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4 yang
berlokasi pada lymh nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit
melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi
pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita terinfeksi, replikasi virus
tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga berlanjut
dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa yang mengakibatkan
terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan
mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi kulit yang khas.
Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari
sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.

2.5 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih
lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan
pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap varicella.1,8
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala seperti
demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform. Stadium
erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi
cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan
cekungan ditengah (unumbilicated).5
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun
(tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian
pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh.
Sementara proses ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal.
Timbul lagi vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan
gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi
bergelombang.5,6

8
Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka
dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian
atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penyakit ini biasanya disertai gatal.6
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih besar
dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam yang seringkali
didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, sakit kepala, nyeri
punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.8
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, dan
kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul
berturut- turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil
di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan lebih banyak terdapat
pada medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan
telapak kaki, dan vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di
daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari 12 jam,
dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel,
pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan
aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis,
dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun
mawar”. Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah
vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga

9
menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu,
meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila
terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah
menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa
minggu/bulan.8,9
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna,
kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat
sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.8,9

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan (terus-
menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective study
menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus
sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena
paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih
lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.8
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam sesuai
dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan
jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang
paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.8,9
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran dapat
menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.6
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat besar, maka
varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan). Diperkirakan 17%
dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varicella ketika hamil akan menderita kelainan
bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia
tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal,
katarak atau kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil
mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang
dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada waktu dilahirkan sampai

10
berumur 5 hari. Biasanya varicella yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan
kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varicella dalam waktu 4-5 hari
sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada
umur 5-10 hari. Disini perjalanan penyakit varicella sering berat dan menyebabkan kematian
sebesar 25- 30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan
varicella dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.5

2.6 Diagnosis Banding


1 Hand, foot and mouth disease: pola penyebaran lebih akral, mukosa lebih banyak terkena,
sel datia berinti banyak tidak ditemukan pada pemeriksaan dengan Tzank test.

Gambar 2.2. Hand, foot and mouth disease (A) A 12-year-old male with classical oval
vesides on palms and fingers. (8) More extensive, almost bullous lesions on palm of another
patient.
2 Reaksi vesikular terhadap gigitan serangga: seringkali berkelompok, pola penyebaran
akral, berupa urtikaria papular dengan titik di tengahnya.

Gambar 2.3 Reaksi vesikular terhadap gigitan serangga


11
3 Erupsi obat variseliformis: biasanya tanpa demam, timbul serentak dan tidak disertai
pembesaran kelenjar getah bening.
4 Dermatitis kontak, skabies impetigenisata, dermatitis herpetiformis, impetigo.

2.7 Pemeriksaan Penunjang10,11


Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu :
1 Tzanck smear
 Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan yaitu hemtoxylin-eosin, giemsa’s, wright’s, toluidine blue ataupun
papanicolaou’s dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cells.
 Pemeriksaa ini sensitifitasnya sekitar 84%.
 Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks
virus.

Gambar 2.4 Sel Datia berinti banyak pada lesi varicella


2 Direct fluorescent assay (DFA)
 Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
 Hasil pemeriksaan cepat
 Membutuhkan mikroskop fluorescence
 Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
 Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.
3 Polymerase chan reaction (PCR)

12
 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
 Dengan metode ini dapat digunakan dengan berbagai jenis preparat seperti scraping
dasar vesikel dan apabila sudah terbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai
preparat, dan CSF.
 Sensitifitasnya berkisar 97-100%
 Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
4 Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel
epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic
infiltrate.

2.8 Diagnosis

Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu penampilan dan
perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar
varicella 2-3 minggu sebelumnya.8
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan atau
bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan. Gambaran
lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada
membrane mukosa. Penularannya berlangsung cepat.12
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan sediaan
hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti), pemeriksaan
mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan material biopsi
(kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).12

2.9 Penatalaksanaan

Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik dengan
antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti
asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin
oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora)
seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
13
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa
salep dan oral. Dapat pula diberikan obat antivirus. VZIG (varicella zoster immunoglobuline)
dapat mencegah atau meringankan varicella, diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah
terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring. 5,6

Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa analog


nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan analog
pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah suatu
analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga
terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir
monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA
polimerase virus. VZV kira- kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir
dibandingkan HSV.8
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai
bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan
frekuensi pemberian obat berkurang.8
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir (dalam
24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis 4 x 20
mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru,
dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan
placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam
cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif
ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak
memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak
menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan (dalam
24 jam setelah timbul ruam), dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga
orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.8
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir dengan
dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang
baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan
dengan placebo.8

14
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang dewasa
muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam
setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800 mg selama 7 hari) secara signifikan
mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan
menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang
dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir,
yang diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000
mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja normal dan
dewasa.
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten dengan
pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah
sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan
takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella pada orang
yang imunokompeten, seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi
okular, sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena.8
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela menunjukkan
bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden komplikasi yang
mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai
timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar perawatan untuk varicella pada pasien
yang disertai dengan imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan
famciclovir atau valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan
kekebalan tubuh, tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada
penyakit berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama 7
hari.8
Asiklovir adalah turunan guanosin. Virus herpes mengandung timidin kinase yang dapat
menambah fosfat baru pada guanosin dan deoksiguanosin. Senyawa ini akan menfosforilasikan
aasiklovir 30-100 kali lebih cepat daripada kinase sel inang. Produknya setelah fosforilasi
menjadi asikloguanosin trifosfat yang menghambat herpes DNA polymerase 10-30 kali lebih
kuat dari pada polymerase sel inang. Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai
gugus glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus,
timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Asiklovir adalah suatu
15
prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi asiklovir
trifosfat. Asiklovir bekerja pada DNA Polimerase virus, seperti DNA polymerase virus herpes.
Sebelum dapat menghambat sintesis DNA virus, asiklovir harus mengalami fosforilasi intra
seluler dalam tiga tahap untuk menjadi bentuk trifosfat. Fosforilasi pertama dikatalisis oleh
timidin kinase virus, proses selanjutnya berlangsung dalam sel yang terinfeksi virus. Langkah
yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat yang dikatalisis oleh
timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus hospes atau vericella zoster atau oleh
fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomeganovirus. Kemudian enzim seluler menambahkan
gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat
menghambat sintesis DNA virus dengan cara berkompetensi dengan 2’-deoksiguanosi trifosfat
sebagai substrat DNA polymerase virus dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan
terminasi rantai DNA yang premature. Jika asiklovir (dan bukan 2’-deoksiguanosi trifosfat)
yang masuk ketahap replikasi DNA virus, sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat
ke DNA virus bersifat irreversible karena enzim eksonuklease tidak dapat memperbaikinya.
Pada proses ini, DNA polymerase virus menjadi inaktif. Timidin kinase yang sudah berubah
atau berkurang dan polymerase DNA telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang
resisten. Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus
atau pada gen DNA polymerase. Pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical. Efek
samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi local dapat terjadi dari pemberian
topical, sakit kepala, diare, mual, dan muntah merupakan hasil pemberian oral, gangguan
fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara
intravena.

2.10Komplikasi
Pada anak imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga jarang
dijumpai komplikasi. Komplikasi yang sering dijumpai pada varicella yaitu:
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri.
 Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar antara 5-
10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang virulen dan
apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis dan

16
erysepelas.
 Organisme infeksius yang sering terjadi penyebabya adalah Streptococcus grup A dan
staphylococcus aureus.
2. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau streptococcus
yang berasal dari garukan.
3. Pneumonia
Dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang dapat
menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella pneumonia sekitar
1:400 kasus.
4. Neurologik
 Acute postinfeksius cerebellar ataxia
Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah timbulnya varicella.
Keadaan inidapat menetap selama 2 bulan. Manifestasinya berupa tidak dapat
mempertahankan posisi berdiri hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya
koordinasi dan dysarthria. Insiden berkisar 1:4000 kasus varicella.
 Enchephalitis
Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu beberapa hari setelah
timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan confusion adalah gejala yang sering
dijumpai. Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang
cepat dapat menimbulkan koma yang dalam. Merupakan komplikasi yang serius
dimana angka kematian berkisar 5-20%. Insiden berkisar 1.7/100.000 penderita.
5. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbulnya beberapa
bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zoster virus menetap pada
ganglion sensoris.
6. Reye syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini berhubungan dengan
penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen (antipiretik) secara luas,
kasus reye syndrom mulai jarang ditemukan.

17
2.11Pencegahan

Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif ataupun pasif.
Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari jalur yang telah dilemahkan
(live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster
imun plasma (ZIP).5
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama dengan titer
antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes
zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah kontak dengan dapat mencegah
penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau
penyakit keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna.
Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih besar.5
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes zoster dan
diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah
kontak dengan penderita varicella. Pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau
penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insidens varicella dan merubah
perjalanan penyakit varicella menjadi ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua
kalinya. Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi
tidak mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada bayi
yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda varicella. Ini
dapat dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.5
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada penderita
leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan defisiensi imunologis
untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh varicella. Pada anak
sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan diberikan karena bila anak tersebut terkena
penyakit ini, perjalanan penyakitnya ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan
suatu penyakit laten dan akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan.
Angka serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih.
Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan
setelah 4-6 tahun.5,6

18
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun. Pada
usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis yang
sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan masih
terjadi, karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup sudah
timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi.6
Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh Takahashi pada
awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat dengan penyakit varicella.
Vaksin varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun
1988. Vaksin penderita varicellaini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-
orang usia 12 bulan dan yang lebih tua 8
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku digunting
agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.5

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Varisela merupakan penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster yang menyerang
kulit dan mukosa, terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian
sentral tubuh. Masa inkubasi antara 14-16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai 21 hari.
Biasanya diawali dengan gejala prodormal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, dan
nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula eritematosa yang dalam beberapa jam
berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan berkembang menjadi pustul dan kemudian menjadi
krusta. Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas
bagian atas.

3.2 Saran
Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuan tentang varisela karena referat ini hanya
membahas sebagian kecil dari varisela. Sehingga diharapkan pembaca mampu membaca sumber-
sumber yang lebih terbaru dan terpercaya untuk menambah pengetahuan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap M. Varisela dalam Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Gramedia. Hlm 127-128. 2009
2. Handoko RP. Penyakit Virus dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hlm 107-15. 2010
3. Sterling JC, Kurtz JB. Viral Infction (varicella and zoster). Text book of dermatology 6th
ed. Oxford: Blackwell Science. Pp. 995-1095
4. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. Impact of Varicella vaccine on Varicella zoster virus
dynamics. Clin. Microbiol Rev. Vol 23, No.1. 2010.
5. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-640.
6. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi Keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella.
8. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008.
P.1885-1895.
9. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis; edisi
kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan
Praktik Klinik. 2017. Ruko Gland Salemba.
11. Lusiana et all. Tes Tzanck di Bidang Dermatologi dan Venereologi. Departemen Ilmu
Kesehatan kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia.
12. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
H.94-96.

21

Anda mungkin juga menyukai