Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2021

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PENYAKIT KTM
(KAKI, TANGAN, MULUT)

Disusun Oleh :
Nur Aisyah, S.Ked
105101100420

Pembimbing :
dr. H. Syamsul Nur, M.Kes Sp.A

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Nur Aisyah, S.Ked.

Stambuk : 105101100420

Judul Laporan Referat: Penyakit KTM (Kaki, Tangan, Mulut)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Desember 2021

Pembimbing

dr. H. Syamsul Nur, M.Kes Sp.A

2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas
limpahan rahmat, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan
judul “Penyakit KTM” ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada Rasulullah SAW, yang merupakan Nabi terakhir dan menjadi
suritauladan dalam kehidupan.
Kesempatan kali ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada supervisor pembimbing dr. H. Syamsul Nur,
M.Kes, Sp.A, yang telah memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan yang
sangat membantu dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis
harapkan demi penyempurnaan laporan kasus ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara
umum dan penulis secara khususnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Makassar, Desember 2021

Nur Aisyah, S.Ked

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2

KATA PENGANTAR............................................................................................3

DAFTAR ISI...........................................................................................................4

BAB I.......................................................................................................................5

PENDAHULUAN...................................................................................................5

BAB II.....................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6

A. Defenisi.............................................................................................................6

B. Epidemiologi....................................................................................................6

C. Etiologi.............................................................................................................7

D. Patofisiologi.....................................................................................................9

E. Manifestasi Klinis...........................................................................................9

F. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................13

G. Diagnosis Banding........................................................................................14

H. Komplikasi....................................................................................................15

I. Tata Laksana.................................................................................................15

J. Prognosis........................................................................................................17

K. Edukasi..........................................................................................................17

L. Pencegahan....................................................................................................18

BAB III..................................................................................................................19

KESIMPULAN.....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

4
BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Kaki, Tangan, dan Mulut (KTM), atau Hand, Foot and Mouth
Disease (HFMD) dan dikenal juga dengan istilah “Flu Singapura” adalah penyakit
yang umumnya diderita oleh bayi dan anak-anak di bawah usia 10 tahun. Periode
usia yang terkena yaitu antara usia 6 bulan sampai 3 tahun, namun ada laporan
kasus yang menyebutkan bahwa bayi baru lahir atau usia dewasa di atas 25 tahun
dapat terkena penyakit ini. Di Indonesia, penyakit KTM masih belum mendapat
perhatian besar karena umumnya bersifat self-limiting, sehingga tidak ada data
epidemiologi yang memadai. Dari 48 kasus HFMD yang diterima laboratorium
Virologi Pusat BTDK, Badan Litbang Jakarta, 26 kasus (54%) disebabkan oleh
enterovirus, 3 di antaranya EV-71 (6,25%).1

Penyakit kaki, tangan dan mulut (KTM) adalah infeksi virus yang
biasanya ringan dan selflimiting disease. Hal ini ditandai dengan demam
prodromal singkat, diikuti oleh faringitis, ulkus pada mulut dan ruam pada tangan
dan kaki. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari anggota Enterovirus dari genus
Picornaviridae misalnya Coxsackievirus tipe A (CA) dan Enterovirus 71 (EV71),
dengan gambaran klinis yang berbeda. Transmisi terjadi dari manusia ke manusia
melalui kontak langsung dengan air liur, tinja, cairan tubuh atau droplet dari
saluran napas dari orang yang terinfeksi dan secara tidak langsung melalui benda.2

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Penyakit tangan, kaki dan mulut (KTM) dan Hand-foot-and-mouth
Disease (HFMD) adalah suatu penyakit infeksi sistemik akut, disebabkan oleh
enterovirus, ditandai adanya lesi berbentuk ulkus pada mulut yang dirasakan
sangat nyeri dan perih oleh penderitanya dan eksantema berbentuk vesikel
pada ekstremitas bagian distal yang tidak terasa sakit atau gatal, tapi sedikit
nyeri jika ditekan disertai dengan gejala konstitusi yang ringan dan biasanya
bersifat swasirna. Anak-anak kurang dari 10 tahun paling banyak terkena
penyakit ini dan wabah dapat terjadi di antara anggota keluarga dan kontak
erat. Sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah dan kondisi tempat
tinggal yang padat sangat mendukung dalam penyebaran infeksi.3

B. Epidemiologi
Wabah HFMD telah dilaporkan sejak tahun 1970-an. Selama dekade
terakhir, epidemi HFMD semakin meningkat di negara-negara dari Kawasan
Pasifik Barat, yang merupakan wilayah yang paling parah terkena dampak
HFMD di dunia, termasuk Jepang, Malaysia, dan Singapura, Thailand, dan
China. Negara-negara lain yang juga juga terkena dampak HFMD adalah,
Taiwan, Hong Kong, Republik Korea, Vietnam, Kamboja, Brunei dan
Mongolia. HFMD juga telah berkembang menjadi penyebab utama morbidits
dan mortalitas di beberapa negara berkembang.

HFMD sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. HFMD
adalah penyakit umum yang menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5
tahun (kadang sampai 10 tahun). Orang dewasa umumnya kebal terhadap
enterovirus, meskipun kasus pada orang dewasa dilaporkan. Infeksi HFMD
lebih berat pada bayi dan anak dibandingkan orang dewasa, tetapi umumnya,
penyakit ini memiliki manifestasi ringan. Tidak ada predileksi ras untuk
penyakit infeksi ini. Rasio penderita laki-laki dan perempuan adalah 1:1.

6
Di Indonesia, penyakit HFMD masih belum mendapat perhatian besar
karena umumnya bersifat self-limiting, sehingga tidak ada data epidemiologi
yang memadai. Dari 48 kasus HFMD yang diterima laboratorium Virologi
Pusat BTDK, Badan Litbang Jakarta, 26 kasus (54%) disebabkan oleh
enterovirus, 3 di antaranya EV-71 (6,25%).1

C. Etiologi
Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus RNA yang masuk dalam family Picornaviridae, Genus Enterovirus.
Genus yang lain adalah Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam
Genus enterovirus terdiri dari Coxsackie A virus, Coxsackie B virus.
Penyebab KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah
Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena
keadaannya lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah
Enterovirus 71. Coxsackie virus yang dipisahkan menjadi dua kelompok
yaitu A dan B, yang didasarkan pada pengaruhnya terhadap tikus yang
baru lahir (Coxsackie A menyebabkan cedera otot, kelumpuhan, dan
kematian, Coxsackie B mengakibatkan kerusakan organ, tetapi hasil
kurang parah). Ada lebih dari 24 berbeda serotipe virus dimana masing-
masing virus memiliki protein yang berbeda pada permukaannya. Virus
Coxsackie menginfeksi sel inang dan menyebabkan sel inang menjadi
lisis.4

7
Gambar 1: Virus Coxsackie A 16 di bawah mikroskop binokuler biasa
(kiri) dan dilihat dengan menggunakan mikroskop electron (kanan)

Gambar 2 : Enterovirus 71, dilihat dibawah mikroskop dengan


pewarnaan (kiri) dan dalam rekonstruksi 3 dimensi (kanan)
Tipe A virus penyebab Herpangina (lepuh menyakitkan di mulut,
tenggorokan, tangan, kaki, atau di semua bidang). Tangan, kaki, dan
penyakit mulut (HFMD) adalah nama umum dari infeksi virus. Coxsackie
A 16 (CVA16) menyebabkan sebagian besar infeksi. HFMD di AS Ini
biasanya terjadi pada anak-anak (usia 10 dan di bawah), tetapi orang
dewasa juga dapat mengembangkan kondisi. Ini penyakit anak-anak tidak
harus bingung dengan "penyakit kaki dan mulut" biasanya ditemukan pada
hewan dengan kuku (misalnya, pada sapi, babi, dan rusa). Tipe A juga
menyebabkan konjungtivitis (peradangan pada kelopak mata dan area
putihmata). Tipe B menyebabkan epidemi virus pleurodynia (demam,
paru-paru, dan nyeri perut dengan sakit kepala yang berlangsung sekitar
dua sampai 12 hari dan resolve). Pleurodynia juga disebut penyakit
Bornholm. Ada enam serotipe dari Coxsackie B (1-6, dengan B 4
dianggap oleh beberapa peneliti sebagai kemungkinan penyebab diabetes
di sejumlah individu). Kedua jenis virus (A dan B) dapat menyebabkan
meningitis, miokarditis, dan perikarditis, tetapi ini jarang terjadi dari
infeksi Coxsackie. Beberapa peneliti menyarankan virus Coxsackie
(terutama Coxsackie B4) memiliki peran dalam pengembangan tipe onset
akut I (sebelumnya dikenal sebagai juvenile) diabetes, namun hubungan

8
ini masih dalam penyelidikan. Virus Coxsackie dan enterovirus lainnya
dapat menyebabkan penyakit anak dari tangan, kaki, dan penyakit mulut.
Namun, sebagian besar anak-anak dengan infeksi virus Coxsackie
sepenuhnya menyelesaikan gejala dan infeksi dalam waktu sekitar 10-12
hari.4,5

D. Patofisiologi
HFMD mempunyai masa inkubasi 3-6 hari. Selama masa
epidemik, virus menyebar dengan sangat cepat dari satu anak ke anak yang
lain. Setelah virus masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi
replikasi awal pada faring dan usus, kemungkinan dalam sel M mukosa.
Replikasi awal pada faring dan usus diikuti dengan multiplikasi pada
jaringan limfoid seperti tonsil, Peyer patches dan kelenjar limfe regional.
Penyebaran ke kelenjar limfe regional ini berjalan dalam waktu 24 jam
yang diikuti dengan viremia. Adanya viremia primer (viremia minor)
menyebabkan penyebaran ke sistem retikuloendotelial yang lebih jauh
termasuk hati, limpa, sumsum tulang dan kelenjar limfe yang jauh. Respon
imun dapat membatasi replikasi dan perkembangannya di luar sistem
retikuloendotelial yang menyebabkan terjadinya infeksi subklinis.6

Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus berlangsung di sistem


retikuloendotelial dan virus menyebar melalui viremia sekunder (viremia
mayor) ke organ target seperti susunan saraf pusat (SSP), jantung dan
kulit. Kecenderungan terhadap organ target sebagian ditentukan oleh
serotipe yang menginfeksi. Coxsackievirus, echovirus dan EV 71
merupakan penyebab tersering penyakit virus dengan manifestasi pada
kulit. HFMD yang disebabkan oleh coxscakievirus A16 biasanya berupa
lesi mukokutan ringan yang menyembuh dalam 7–10 hari dan jarang
mengalami komplikasi. Namun enterovirus juga dapat merusak berbagai
macam organ dan sistem. Kerusakan ini diperantarai oleh nekrosis lokal
dan respon inflamasi inang.6

9
E. Manifestasi Klinis
Penyakit tangan, kaki dan mulut yang ringan biasanya disebabkan
oleh Coxsackievirus. Anak usia di bawah 5 tahun sering terkena infeksi
virus ini, meskipun pada orang dewasa dapat juga terjadi. Infeksi
Coxsackievirus mungkin sama sekali tidak menunjukkan gejala atau hanya
ringan.2

Gejala penyakit diawali dengan demam tidak tinggi 2-3 hari,


diikuti nyeri tenggorokan atau faringitis, sulit makan dan minum karena
nyeri akibat luka di mulut dan lidah. Kadang disertai sedikit pilek atau
gejala seperti flu. Timbul lepuhan atau vesikel yang kemudian pecah
selama 5-10 hari. Lepuhan di mulut berukuran 2-3 mm yang segera pecah
dan membentuk ulkus yang dirasakan sangat perih terutama saat
makan/minum, sehingga sukar untuk menelan. Jumlah ulkus di mulut
mencapai 5-10 yang tersebar di daerah bukal, palatal, gusi, dan lidah
seperti ditunjukkan pada gambar.2,3

Ulkus di lidah paling lama sembuh. Ulkus juga dapat menyebar


hingga saluran cerna yang lebih dalam sampai ke lambung. Pada kondisi
pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang baik, seluruh gejala dapat
membaik selama 5 –7 hari. Bersamaan dengan itu timbul rash atau ruam
atau vesikel (lepuh kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel
yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki. Kadang-kadang rash atau ruam
(makulopapul) ada pada daerah bokong. Pada bayi atau anak usia di bawah
5 tahun yang timbul gejala berat harus dirujuk ke rumah sakit. Gejala yang
dianggap berat adalah hiperpireksia (suhu lebih dari 39oC) atau demam
tidak turun-turun, takikardi, sesak, anoreksia, muntah atau diare dengan
dehidrasi, badan sangat lemas, kesadaran menurun dan kejang.2,3

10
Gambar 2. Lepuhan pada bibir dan lidah.
Lepuhan atau vesikel di kaki dan tangan dijumpai pada 2/3
penderita, yang terutama tumbuh di bagian dorsal dan sisi-sisi jari serta
telapak tangan seperti ditunjukkan pada gambar 3. Lepuhan/vesikel yang
dikenal dalam istilah kedokteran sebagai erythema multiforma ini secara
khas berbentuk bulat atau elips yang akan mengering sendiri selama 3-7
hari.2,3

Gambar 3. Lepuhan pada telapak tangan

11
Permasalahan utama pada anak-anak dan balita adalah kesulitan
untuk makan dan minum yang dengan beberapa bentuk komplikasi seperti
mual, muntah, dan diare akibat ulkus di saluran pencernaan, serta demam
panas, dapat menyebabkan dehidrasi. Di samping itu kemungkinan
terjadinya superinfeksi oleh mikroba lain dapat memperparah penyakit dan
menyebabkan berbagai komplikasi.2,3

Seorang anak laki-laki berumur 4 tahun dengan riwayat demam


ringan sejak 5 hari, malaise dan riwayat timbul ruam vesikular sejak 3
hari. Terdapat ruam pada telapak tangan (gambar A), telapak kaki (gambar
B), lidah (gambar C), dan bokong. Gambaran klinis ini sangat karakteristik
pada tangan, kaki, dan mulut. Lesi khas pada kulit berupa vesikel elips
dikelilingi oleh halo eritematosa.

Gambar 3. Terdapat lesi berupa vesikel elips dikelilingi


eritematosa pada telapak tangan.

12
Gambar 4. Terdapat ruam pada telapak kaki.

Gambar 5. Terdapat ruam pada lidah

F. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan serologis jarang dilakukan karena tidak dapat
menunjukkan serotipe yang spesifik dari enterovirus. Standar kriteria
untuk mendiagnosis infeksi enterovirus adalah dengan isolasi virus.
Virus dapat diisolasi dan didentifikasi melalui kultur dan teknik
immunoassay dari lesi kulit, lesi mukosa atau bahan feses.

13
 Polymerase chain reaction (PCR) memberikan hasil yang cepat dalam
mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus. Pemeriksaan ini
menjadi uji diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh
ketersediaannya dan biayanya yang relatif mahal.
 Pungsi lumbal merupakan pemeriksaan yang penting jika terjadi
meningitis. Profil dari cairan serebrospinalis pada penderita dengan
meningitis aseptik akibat enterovirus adalah lekosit yang sedikit
meningkat, kadar gula yang normal atau sedikit menurun, sedangkan
kadar protein normal atau sedikit meningkat.2,6

G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang paling dekat adalah enantema pada
herpangina. Kedua panyakit ini disebabkan oleh enterovirus. HFMD
dibedakan dari herpangina berdasarkan distribusi lesi oral dan adanya lesi
kulit. Herpangina berupa enantema tanpa lesi kulit dengan lokasi yang
tersering di plika anterior fossa tonsilaris, uvula, tonsil, palatum molle.
Diagnosis banding yang lain yang perlu dipertimbangkan adalah, varisela,
stomatitis aphthosa, erupsi obat, herpes ginggivostomatitis serta measle.
Stomatitis aphthosa dibedakan dengan HFMD dengan tidak adanya
demam dan tanda sistemik lainnya serta riwayat kekambuhan. Ditandai
dengan adanya lesi ulseratif yang besar pada bibir, lidah dan bagian
mukosa buccal yang sangat nyeri. Penderita herpes ginggivostomatitis
biasanya mengalami lesi yang lebih nyeri dengan limfadenopati leher dan
ginggivitis yang lebih menonjol. Lesi pada`kulit biasanya terbatas perioral
namun dapat mengenai jari tangan yang dimasukkan ke mulut. Berbeda
dengan HFMD, lesi kulit pada varisela lebih luas dengan distribusi
sentrifugal, lesi jarang pada telapak tangan dan kaki serta lebih jarang
dijumpai lesi oral. Lesi pada varisela membaik oleh pembentkan krusta,
sementara vesikel pada HFMD membaik dengan adanya reabsorbsi dari
cairan vesikel. Jika eksantema pada HFMD berbentuk makulopapuler
maka lesi ini harus dibedakan dengan erupsi obat meskipun jarang. Selain

14
adanya lesi makulopapular yang bersifat general, anak-anak yang
mengalami infeksi measle atau campak akan disertai dengan batuk, coryza
dan konjungtivitis, serta koplik spot sering ditemukan pada pemeriksaan
mulut.2

H. Komplikasi
Komplikasi serius jarang terjadi pada penderita HFMD.
Komplikasi paling sering terjadi akibat ulserasi oral yang nyeri, sehingga
dapat mengganggu asupan oral dan menyebabkan dehidrasi. Seperti
halnya penyakit kulit lainnya, infeksi sekunder karena bakteri juga dapat
terjadi pada lesi kulit penderita HFMD. Satu komplikasi yang jarang yaitu
eczema coxsackium terjadi pada individu dengan eksema. Pada penderita
ini berkembang infeksi virus kutan diseminata yang sama dengan yang
terlihat pada eczema herpeticum. Komplikasi serius yang berkaitan dengan
HFMD dan paling banyak ditemui adalah meningitis aseptik. Meningitis
aseptik jarang mengancam jiwa dan pada penderita juga tidak terjadi
komplikasi lanjutan yang permanen. Epidemik EV 71 yang terjadi di
Taiwan berakibat terjadinya bentuk penyakit yang parah seperti ensefalitis,
ensefalomielitis, polio-like syndromes, miokarditis, edema pulmonum,
perdarahan di paru-paru dan kematian. Huang dan kawan-kawan (1999)
mendeskripsikan komplikasi neurologis terkait EV 71 dalam istilah
sindroma neurologik yang terdiri dari aseptic meningitis, acute flaccid
paralysis dan brain stem encephalitis atau rhomboencephalitis.6

I. Tata Laksana
Pada kondisi penderita dengan kekebalan dan kondisi tubuh cukup
baik, biasanya tidak diperlukan pengobatan khusus. Peningkatan
kekebalan tubuh penderita dilakukan dengan pemberian konsumsi
makanan dan cairan dalam jumlah banyak dan dengan kualitas gizi yang
tinggi, serta diberikan tambahan vitamin dan mineral jika perlu. Jika
didapati terjadinya gejala superinfeksi akibat bakteri maka diperlukan
antibiotika atau diberikan antibiotika dosis rendah sebagai pencegahan.

15
Secara umum, untuk menekan gejala dan rasa sakit akibat
timbulnya luka di mulut dan untuk menurunkan panas dan demam,
digunakan obat-obatan golongan analgetika dan antipiretika. Dari aspek
farmakoterapi, hal penting untuk diperhatikan dalam pengobatan penyakit
KTM adalah bahwa beberapa golongan obat dapat menimbulkan sindroma
Stenven Johnson yang menunjukkan gejala mirip dengan penyakit KTM
dan dapat memperparah ulser. Golongan obat tersebut adalah : barbiturat,
karbamazepin, diflusinal, hidantoin, ibuprofen, penisilin, fenoftalein,
fenilbutazon, propranolol, kuinin, salisilat, sulfonamida, sulfonilurea,
sulindac, dan tiazida.

Antiseptik oral digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi


akibat jamur atau bakteri. Beberapa golongan antasida dan pelapis mukosa
lambung juga digunakan untuk mengatasi ulkus di saluran cerna dan
lambung. Berikut adalah daftar obat-obatan yang bisa digunakan untuk
mengatasi simptomatik Penyakit Kaki Tangan dan Mulut.

1. Antipiretika : digunakan untuk menurunkan demam, misalnya :


asetaminofen. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan golongan
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dapat
menimbulkan gejala sindrom Stenven-Johnson yang menunjukkan
gejala mirip dengan penyakit ini dan dapat memperparah ulser
sehingga disarankan untuk digunakan dengan golongan antasida,
atau jika ada dipilih golongan antipiretika/analgetika yang lain.
2. Antiseptika : berbagai bentuk sediaan kumur, seperti : betadine,
rebusan daun sirih, dan tablet hisap, seperti SP troches, FG troches,
dsb.
3. Antibiotika : lokal atau sistemik, digunakan untuk mencegah atau
mengatasi infeksi karena mikroba pada ulser di mulut dan kulit,
ditentukan oleh dokter, seperti : neosporin (lokal), klindamisin,
eritromisin,dsb.

16
4. Bahan anestetika lokal untuk mengurangi rasa sakit di daerah
mulut.
5. Antihistamin: Inhibisi antihistamin pada reseptor H1 menyebabkan
kontriksi bronkus, sekresi mukosa, kontraksi otot halus, edema,
hipotensi, depresi sususan saraf pusat, dan aritmia jantung.
6. Golongan Antasida dan Antiulser digunakan untuk mengatasi
gastritis, ulser di mulut dan saluran cerna. Biasanya digunakan
untuk kumur, namun jika didiagnosis ada luka di saluran
gastrointestinal maka antasida ditelan.7

J. Prognosis
Secara umum HFMD memiliki prognosis yang baik dan
kebanyakan kasus diharapkan dapat sembuh secara total. Komplikasi
serius jarang terjadi. Komplikasi yang parah dapat timbul jika terjadi salah
diagnosis, tidak dapat memelihara hidrasi yang adekuat dan gagal dalam
mengenali tanda-tanda menuju adanya keterlibatan neurogenik. Belum ada
vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi EV 71. Risiko infeksi dapat
diturunkan dengan tindakan higiene yang bagus dan dengan menghindari
kontak antara individu yang terinfeksi dan individu yang rentan.8

K. Edukasi
1. Virus masih dapat berada di dalam tinja penderita hingga 1 bulan.
2. Isolasi pasien sebenarnya tidak diperlukan, namun perlu istirahat
untuk pemulihan dan pencegahan penularan lebih luas.
3. Selalu mencuci tangan dengan benar untuk mengurangi resiko
penularan.
4. Jangan memecah vesikel.
5. Mencegah kontak dengan cairan mulut dan pernafasan antara
penderita dengan anggota keluarga yang lain.
6. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan sebisa mungkin makan
makanan bergizi, sayur sayuran berkuah, jus buah, segera setelah rasa
nyeri di mulut berkurang.

17
7. Mencegah dehidrasi dengan memasukkan cairan, untuk mengurangi
rasa sakit sebisa mungkin cairan yang isotonis dan isohidris (tidak
terasa asam/terlalu manis).9

L. Pencegahan
Belum ada vaksin atau antivirus yang diketahui efektif mengobati
ataupun mencegah infeksi EV71. Beberapa bahan vaksin EV71 termasuk
formalin-inactivated whole virus vaccine, DNA vaccine, dan recombinat
protein vaccine masih harus disempurnakan sebelum uji klinis.10

Kebiasaan hidup bersih adalah cara terbaik untuk menghentikan


penyebaran virus. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sering
mencuci tangan dengan air dan sabun, terutama setelah mengganti popok
dan dari toilet. Cuci mainan yang terkontaminasi liur, dan menutup mulut
saat bersin dan batuk. Hindari kontak seperti mencium, memeluk, atau
menggunakan bersama peralatan makanan penderita HFMD.10

Penyakit HFMD sangat menular selama tahap akut dan mungkin


lebih lama, karena virus ini bertahan dalam feses selama beberapa minggu
setelah pemulihan. Vesikel harus dibiarkan kering alami, tidak boleh
ditusuk karena cairan di dalamnya dapat menularkan penyakit. Anak-anak
HFMD juga sebaiknya izin dari sekolah untuk optimalisasi proses
penyembuhan dan mencegah penularan.10

18
BAB III

KESIMPULAN
Penyakit KTM adalah penyakit yang disebabkan oleh virus coxsackie A19
dan enterovirus 71. Pencegahan utama yang dilakukan adalah pemutusan rantai
penularan penyakit dengan mencegah kontak dari satu penderita ke penderita yang
lain. Pengobatan secara simptomatik terutama dilakukan untuk menekan rasa
nyeri di mulut, mempercepat penyembuhan ulser di mulut, penekan demam, dan
pencegahan infeksi skunder. Golongan obat yang bisa diberikan : antipiretik,
antasida, antihistamin non steroid, analgetik, dan antiseptik. Di samping itu bisa
diberikan vitamin dan mineral tambahan bagi penderita atau kerabat penderita
untuk membantu meningkatkan kekebalan tubuh.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Susanti N, Herna, Purnamawati S, Setiawaty V. Deteksi penyebab dan
sebaran kasus kejadian luar biasa hand foot and mouth disease (HFMD)
tahun 2008-2012. J Biotek Medisiana Indon. 2014;3:77-84
2. Belazarian L, Lorenzo ME, Pace NC, Sweeney SM, Wiss KM.
Exanthematous viral diseases. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Glicherst BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 1851–72.
3. WHO. 2011. A Guide to Clinical Management and Public Health
Response for Hand, Foot and Mouth Diseaase (HFMD). WHO Library
Cataloguing in Publication Data.
4. Zou, X, Zhuang, X, Wang, B, Qiu, Y. 2012. Etiologic and epidemiologic
analysis of hand, foot, and mouth disease in Guangzhou city: a review of
4,753 cases. Braz J Infect Dis, 1(5): 457-465
5. Samphutthanon, R. 2014. Spatio-Temporal Distribution and Hotspots of
Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) in Northern Thailand. Int. J.
Environ. Res. Public Health, 11: 312-336
6. Andriyani, C, Heriwati, D, Sawitri. 2010. Penyakit Tangan, Kaki dan
Mulut. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, 22(2): 143-150
7. Nugrahani, I. Penyakit Kaki, Tangan dan Mulut dan Pengobatannya. Fak.
Farmasi UPJ
8. Hu, M et all. 2012. Determinants of the Incidence of Hand, Foot and
Mouth Disease in China Using Geographically Weighted Regression
Models. Plus One, 7(6)
9. Zhu, L et all. 2015. The Impact of Ambient Temperature on Childhood
HFMD Incidence in Inland and Coastal Area: A Two-City Study in
Shandong Province, China. Int. J. Environ. Res. Public Health, 12: 8691-
8704

20
10. Centers for Disease Control and Prevention. Hand, foot, and mouth
disease: Prevention and treatment [Internet]. 2015 . Available from: http://
www.cdc.gov/hand-foot-mouth/about/prevention-treatment.html

21

Anda mungkin juga menyukai