Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN HASIL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE UNTUK


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK TENTANG
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN DUA PECAHAN DENGAN
PENYEBUT BERBEDA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS
VI SD NEGERI BANTARJATI 6 KECAMATAN BOGOR UTARA KOTA
BOGOR SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Yoyoh Rohanah, S.Pd.SD


NIP 19670302 198803 2 006
yoyoh.rohanah.yr@gmail.com

PEMERINTAH KOTA BOGOR


DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH DASAR NEGERI BANTARJAT 6 KECAMATAN BOGOR UTARA
Jalan Taweuran No. 6 RT 02-10 Telp. 0251-8326354 Kelurahan Tegal Gundil
Email : sdn.jati6bgr@yahoo.co.id

TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS ( PTK )

1. Judul Penelitian:
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK TENTANG
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN DUA PECAHAN DENGAN
PENYEBUT BERBEDA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI
KELAS VI SD NEGERI BANTARJATI 6 KECAMATAN BOGOR UTARA
KOTA BOGOR SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2018/2019
2. Peneliti:
Nama : Yoyoh Rohanah, S.Pd. SD
NIP / NUPTK : 19670302 198803 2 006/4634-7456-4730-0042
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 2 Maret 1972
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pend. Terakhir / Jurusan : S1/PGSD
Pangkat/Golongan : Pembina TK I/JV/b
Jabatan Guru : Guru Madya
Unit Kerja : SD Negeri Bantarjati 6 Kec. Bogor Utara Kota Bogor
3. Lama Penelitian : 6 (enam) bulan (dari bulan Juli s.d Desember 2018)

Bogor, Desember 2018


Petugas Perpustakaan Peneliti

Aditya Permana Yoyoh Rohanah, S.Pd. SD


NIP. 19670302 198803 2 006

Mengetahui,
Pengawas Binaan

Dra Rina Rusniar, MM


NIP. 19620808 198305 2 011

i
ABSTRAK

YOYOH ROHANAH, S.Pd.SD TAHUN 2018. PENERAPAN MODEL


PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK TENTANG PENJUMLAHAN DAN
PENGURANGAN DUA PECAHAN DENGAN PENYEBUT BERBEDA PADA
MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VI SD NEGERI BANTARJATI
6 KECAMATAN BOGOR UTARA KOTA BOGOR SEMESTER 1 TAHUN
PELAJARAN 2018/2019
Penelitian ini beranjak dari fenomena yang terjadi di kelas bahwa rendahnya
pemahaman dan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran matematika Tentang
penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda dengan
menggunakan model pembelajaran example non example. Oleh karena itu seorang
guru perlu mempertimbangkan strategi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik.
Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui model pembelajaran example non
example dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik tentang penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda di kelas VI SD Negeri
Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor semester 1 tahun pelajaran
2018/2019. (2) Untuk menggambarkan proses peningkatan hasil belajar peserta didik
tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda
sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran example non example di
kelas VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor semester 1
tahun pelajaran 2018/2019. (3) Untuk mengukur besarnya peningkatan hasil belajar
peserta didik tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut
berbeda setelah menggunakan model pembelajaran example non example di kelas
VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor semester 1 tahun
pelajaran 2018/2019.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran
example non example dapat menjadi variasi pembelajaran yang menyenangkan bagi
peserta didik sehingga terbukti meningkatkan hasil belajar peserta didik di Kelas VI
SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Sebelum menggunakan
model pembelajaran example non example hasil belajar peserta didik hanya
mencapai nilai rata-rata 64,10 kemudian terjadi peningkatan setelah menggunakan
model pembelajaran example non example menjadi 73,08 pada siklus 1 dan 81,28
pada siklus 2
Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran
example non example yang disesuaikan dengan materi pembelajaran dapat
menciptakan situasi belajar yang menyenangkan sehingga terjadi peningkatan hasil
belajar peserta didik. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar penggunaan model
pembelajaran example non example disosialisasikan dan digunakan sebagai alternatif
dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan
Kota Bogor.

Kata – kata kunci : Model Pembelajaran Example Non Example, Hasil Belajar
Peserta Didik, Mata Pelajaran Matematika Tentang
Penjumlahan Dan Pengurangan Dua Pecahan Dengan
Penyebut Berbed

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga
menjadi kebutuhan yang mutlak dan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dalam kehidupan. Dengan demikian pendidikan memiliki andil besar dalam
kemajuan suatu bangsa. Menurut Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar
dan tererncana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Untuk melaksanakan pendidikan harus dimulai dengan pengadaan
tenaga kependidikan sampai pada usaha peningkatan mutu tenaga
kependidikan, Kemampuan guru sebagai tenaga kependidikan, baik secara
personal, sosial, maupun profesional harus benar-benar dipikirkan karena pada
dasarnya guru sebagai tenaga kependidikan merupakan tenaga lapangan yang
langsung melaksanakan kependidikan dan sebagai ujung tombak keberhasilan
pendidikan harus memiliki kompetensi. Sebagaimana yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 sebagai berikut
“Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat
kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, keprI Aadian, sosial, dan
profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru”.
Kompetensi tersebut harus dikembangkan oleh guru agar tujuan pendidikan
mewujdkan bangsa Indonesia dapat bersaing dengan negara lain, sebagaimana

1 1
yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 fungsi
dan tujuan Pendidikan nasional sebagai berikut:
“mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Demikian pula dalam Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang


standar proses. Yang menyatakan
Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar
Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada
Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Proses Pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotvasi pesertadidik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreatvtas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk
meningkatkan efisiensi dan efektvtas ketercapaian kompetensi
lulusan.

Namun realitas di lapangan masih banyak kita jumpai guru-guru yang


cara mengajarnya belum memanfaatkan seluruh kemampuan dan potensi yang
dimiliki nya dalam kegiatan proses belajar mengajar sehingga hasil kegiatan
belajar mengajar tidak maksimal seperti yang diharapkan .
Guru dalam kegiatan belajar masih terjebak dalam pola pikir
konvensional, yaitu proses belajar mengajar yang berpusat pada guru.
Indikator dari fakta tersebut adalah proses pembelajaran masih didominasi
metode ceramah.
Penggunaan metode ceramah yang dominan menyebabkan peserta
didik kurang aktif selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung.

2
Peserta didik pada umumnya hanya mendengarkan, membaca, serta menghapal
informasi yang diperoleh dari gurunya. Dalam kegiatan proses belajar
mengajar seperti ini berdampak kurang terjadinya saling interaksi antara
peserta didik dengan peserta didik lainnya, ,juga antara peserta didik dengan
guru. Jika keadaan ini berlangsung secara terus menerus maka dapat
dipastikan kualitas dan hasil pembelajaran menjadi rendah. Hal ini sangat
disayangkan karena proses belajar mengajar sesungguhnya diartikan sebagai
serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif yang saling menyenangkan .
Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik
yang menyenamgkan merupakan salah satu penunjang keberhasilan dalam
suatu proses belajar mengajar. Proses interaksi dalam proses belajar mengajar
sesungguhnya mempunyai arti yang lebih luas tidak hanya sekedar hubungan
antara guru dan peserta didik saja serta penyampaian materi pelajaran, tetapi
berupa interaksi yang edukatif dengan menanamkan sikap percaya diri,
menghargai proses pembelajaran dan bermakna dalam kehidupan sehari-
hari. Salah satu penyebab kualitas hasil belajar yang rendah adalah
ketidakmampuan guru dalam menganalisis bahan ajar dan penerapan model
pembelajaran yang cocok dan sesuai dengan materi ajar.
Pengertian Kurikulum 2013, sebuah kurikulum yang terintegrasi,
maksaud dari integrasi ini adalah sebuah kurikulum yang mengintegrasikan
Skill, Theme, Concepts, And Topic baik dalam bentuk Within Sigle disciplines,
Acrous several disciplines and Within and Acrous Learners.
dengan kata lain bahwa kurikulum 2013 ialah kurikulum yang terpadu
sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai sebuah sistem atau pendekatan
pembelajaran yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk memberikan
pengalaman yang bermakna dan luas kepada peserta didik
Tujuan kurikulum 2013 mencakup empat kompetensi inti (KI), yaitu (1)
kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4)
keterampilan. Kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran
intrakurikuler, kokurikuler, dan/atau ekstrakurikuler. Rumusan Kompetensi
Sikap Spiritual yaitu, “Menerima dan menjalankan ajaran agama yang

3
dianutnya”. Adapun rumusan Kompetensi Sikap Sosial yaitu, “Menunjukkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam
berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru”. Kedua kompetensi tersebut
dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu
keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan
karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi peserta didik.
Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses
pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru
dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut. Kompetensi
Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan melalui Kompetensi
Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Pembelajaran tematik sesuai Kurikulum
2013 (K13) terdiri mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, PJOK,
dan SBdP
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti,
dan kompetitif
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam
pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi
tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan
berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat
model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsikarkan solusinya.
Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontektual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai
konsep matematika. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 21 Tahun 2016 tujuan mata pelajaran matematika di SD/M agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

4
1. Memahami konsep mantematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh
4. Mengomuniasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah

Sedangkan ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan


pendidikan SD/MI menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 21 tahun 2016 meliputi aspek-aspek "bilangan, geometeri dan
pengukuran, dan pengelohan data”. Adapun Standar Kompetensi Kelulusan
mata pelajaran matematika sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 tahun 2016 sebagai berikut:
1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-
sifatnya, serta mengunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari
2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan
sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahkan masalah kehidupan
sehari-hari
3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume,
sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari
4. Memehami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari
5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel,
gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata
hitung, modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari
6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam
kehidupan
7. Memiliki kemampuan berikir logis, kritis, dan kreatif

Pada mata pelajaran mateamtika khususnya tentang penjumlahan dan


pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda di kelas VI SD Negeri
Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor KKM yang telah ditentukan

5
adalah 75 namun nilai peserta didik selalu rendah. Berdasarkan nilai harian
yang telah dilaksanakan rata-rata memperoleh nilai 64,10. Dari 39 peserta didik
hanya 12 peserta didik atau 30,77% yang memiliki nilai di atas KKM yang
telah ditentukan dan 27 peserta didik atau 69,23% memiliki nilai di bawah
KKM. Hal ini disebabkan guru dalam kegiatan belajar mengajar masih
menggunakan model pembelajaran yang konvensional
Dari data tersebut maka terlihat jelas bahwa belum
tercapainya tujuan pembelajaran matematika tentang penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda. Sehingga diperlukan
untuk merubah proses belajar mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran yang lebih tepat maka peneliti mencoba menggunakan model
pembelajaran Example Non Example Pertimbangan pemilihan model Example
Non Example karena model pembelajaran ini menitikberatkan pada proses
pembelajaran interaktif antara anggota kelompok dalam menyelesaikan
tugas-tugas belajar secara bersama-sama
Model pembelajaran Example non Example adalah strategi
pembelajaran yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi
pembelajaran yang bertujuan mendorong peserta didik untuk belajar berfikir
kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung
dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.  Adapun keuanggulan model
pembelajaran example non example adalah peserta didik harus menganalisis
gambar dan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
B. Rumusan Masalah.
Dari indentifikasi masalah pada latar belakang di atas maka peneliti
merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran example non example dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik tentang penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda di kelas VI SD
Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor semester 1 tahun
pelajaran 2018/2019?
2. Bagaimana proses peningkatan hasil belajar peserta didik tentang
penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda

6
sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran example non
example di kelas VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota
Bogor semester 1 tahun pelajaran 2018/2019?
3. Seberapa besar peningkatan hasil belajar peserta didik tentang
penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda
setelah menggunakan model pembelajaran example non example di kelas
VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor semester
1 tahun pelajaran 2018/2019?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui model pembelajaran example non example dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik tentang penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda di kelas VI SD
Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor semester 1 tahun
pelajaran 2018/2019.
2. Untuk menggambarkan proses peningkatan hasil belajar peserta didik
tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut
berbeda sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran
example non example di kelas VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan
Bogor Utara Kota Bogor semester 1 tahun pelajaran 2018/2019
3. Untuk mengukur besarnya peningkatan hasil belajar peserta didik
tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut
berbeda setelah menggunakan model pembelajaran example non
example di kelas VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota
Bogor semester 1 tahun pelajaran 2018/2019.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk peserta didik, guru dan
peningkatan kualitas pembelajaran di SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan
Bogor Utara Kota Bogor. Secara rinci manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat bagi peserta didik adalah :

7
a. Meningkatkan keinginan peserta didik untuk mempelajari
kompetensi dasar tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan
dengan penyebut berbeda
b. Meningkatnya partisipasi peserta didik dalam proses
pembelajaran
c. Meningkatkan hasil nilai mata pelajaran matematika
khususnya tentang materi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan
dengan penyebut berbeda
d. Peserta didik aktif dalam proses pembelajaran matematika
khususnya materi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan
penyebut berbeda
2. Manfaat bagi Guru adalah :
a. Meningkatkan kemampauan guru dalam proses
pembelajaran sehingga lebih profesional
b. Meningkatkan kualitas pembelajaran
c. Memperbaiki proses pembelajaran matematika khususnya
materi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut
berbeda
d. Meningkatkan menguasaan guru dalam menggunaan alat
peraga pembelajaran khususnya tentang bangun ruang
3. Manfaat bagi sekolah adalah :
a. Memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan
sekolah
b. Memberikan kontrubusi dalam mengembangkan kualitas
pembelajaran dan meningkatkan kemajuan sekolah
c. Meningkatkan kompetensi lulusan SD Negeri Bantarjati 6
Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor
d. Meningkatkan prestasi peserta didik di kelas VI SD Negeri
Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor.

8
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Model Pembelajaran Example Non Example


1.    Pengertian Model Pembelajaran Example Non Example
Model pembelajaran ialah suatu pola yang digunakan untuk
penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru
di kelas (Suprijono, 2009: 46). Menurut Akhmad Sudrajat (2008: 2) model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Joyce (dalam Trianto, 2009: 22) berpendapat bahwa model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
 Model example Non example merupakan salah satu pendekatan
Group investigation dalam pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan meningkatkan perolehan
hasil akademik. Tipe pembelajaran ini dimaksudkan sebagai alternatif
terhadap model pembelajaran kelas tradisional dan menghendaki peserta
didik saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh
penghargaan kooperatif daripada indvdu (Hamdani, 2011 : 3).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang disajikan oleh para
perancang pembelajaran dan para pengajar yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas untuk mencapai

9
tujuan belajar. Arends (dalam Trianto, 2009: 25) menyeleksi enam model
pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu:
presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran
kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah dan diskusi kelas. Dari enam
model pembelajaran di atas, model pembelajaran yang menekankan
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
peserta didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
untuk mencapai tujuan belajar ialah pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran example non example adalah salah satu
metode pembelajran aktif. Suprijono (2009: 111) mengungkapkan bahwa
hakikatnya metode pembelajaran aktif untuk mengarahkan potensi peserta
didik terhadap materi yang dipelajarinya. Pembelajaran aktif merupakan
suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif.
Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi
aktifitas pembelajaran, sehingga bukan hanya guru yang aktif dalam
pembelajaran.
Model Example non Example adalah strategi pembelajaran yang
menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang
bertujuan mendorong peserta didik untuk belajar berfikir kritis dengan jalan
memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-
contoh gambar yang disajikan. Ahli lain mengatakan bahwa,
 Model pembelajaran example non example adalah model
pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh melalui kasus atau gambar
yang relevan dengan Kompetensi Dasar. Melalui model pembelajaran ini
peserta didik diharapkan dapat memilih dan menyesuaikan contoh-contoh
yang ada melalui gambar tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik (Hamzah B. Uno, 2012 : 117).
Model pembelajaran example non example merupakan pendekatan
proses pembelajaran bisa menggunakan vdeo tentang kasus-kasus yang
pernah terjadi atau gambar-gambar yang tentunya relevan dengan
kompetensi dasar yang akan dicapai dalam proses pembelajaran melalui
indikator-indikator yang akan digali. Sehingga peserta didik akan lebih

10
aktif, kreatif dan bermakna dalam pembelajaran  melalui audio vsualnya
menganalisa muatan-muatan indikator yang terkandung dalam kompetensi
dasar akan dicapai.
example non example merupakan strategi pembelajaran yang
dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan
untuk mempersiapkan peserta didik secara cepat dengan menggunakan dua
hal yang terdiri dari example dan non example dari suatu definisi konsep
yang ada dan meminta peserta didik untuk mengklasifikasikan keduanya
sesuai dengan konsep yang ada. example memberi gambaran akan sesuatu
yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non
example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari
suatu materi yang sedang dibahas.
example non example merupakan model pembelajaran dengan
mempersiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan
kompetensi, sajian gambar ditempel atau memakai LCD/OHP, dengan
petunjuk guru peserta didik mencermati sajian, diskusi kelompok tentang
sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan,
evaluasi, dan refleksi (Roestiyah, 2001: 73). Sementara itu, Slavn dalam
Djamarah, (2006:1)  menjelaskan bahwa example Non example adalah
model pembelajaran yang menggunakan contoh. Contoh-contoh dapat
diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar.
Lingkungan fisik dalam kelas dapat mendukung atau menghambat
kegiatan belajar aktif. Sehingga perlengkapan kelas perlu disusun ulang
untuk menciptakan formasi tertentu yang sesuai dengan kondisi belajar
peserta didik. Dengan demikian peserta didik tidak merasa bosan dalam
mengikuti pembelajaran. Pembelajaran aktif juga dapat dilakukan di luar
kelas. Aktifitas peserta didik dalam belajar di kelas akan terlaksana dengan
baik apabila terjadi interaksi antar warga kelas, yaitu bisa antara guru dan
peserta didik, bisa juga antara peserta didik dengan peserta didik.
Hubungan timbal balik antar warga kelas yang harmonis dapat
merangsang terwujudnya masyarakat kelas yang gemar belajar, sehingga
peserta didik akan lebih aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian, upaya

11
mengaktifkan peserta didik belajar dapat dilakukan dengan mengupayakan
timbulnya interaksi yang harmonis antar warga di dalam kelas. Interaksi ini
akan terjadi bila setiap warga kelas melihat dan merasakan bahwa kegiatan
belajar tersebut sebagai sarana memenuhi kebutuhannya. Hal-hal yang dapat
dilakukan guru dalam proses pembelajaran aktif, antara lain sebagai berikut.

a. Guru hendaknya selalu berpenampilan menarik dan penuh wibawa.


b. Memanfaatkan pertemuan pertama dengan peserta didik untuk
perkenalan antar warga kelas.
c. Tunjukkan cara-cara belajar yang baik.
d. Buatlah kesepakatan (kontrak) terkait aturan-aturan yang harus dipatuhi
oleh peserta didik selama pembelajaran.
e. Guru menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan di dalam ruang
kelas sebelum memulai pembelajaran.
f. Guru memulailah proses belajar mengajar dengan materi yang ringan
tetapi menantang yang dapat merangsang peserta didik turut aktif
berfikir, kemudian masuk pada materi yang akan kita ajarkan dengan
senantiasa melibatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar.
g. Memberi kesempatan yang sama kepada semua peserta didik untuk
bicara dan jangan mengintrupsi pembicaraan peserta didik.
h. Apabila seorang peserta didik mengemukakan pendapat, jadilah
pendengar yang baik dan selanjutnya berikan kesempatan kepada
peserta didik lain untuk memahaminya dan memberikan komentarnya.
i. Memahami dan menghormati pendapat setiap peserta didik, bila perlu
melancarkan kritik.
j. Gunakan bahasa yang mengayomi, dan bila kritik bersifat pribadi
seyogyanya dilakukan di ruang khusus.
k. Sekali waktu berilah kesempatan kepada peserta didik untuk
memberikan saran atau kritik guna perbaikan proses pembelajaran.
l. Guru menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan peserta didik di
luar kelas

12
1. Model pembelajaran example non example yang merupakan metode
pembelajaran aktif, metode ini menuntut peserta didik untuk aktif
dalam pembelajaran. Pembelajaran harus menumbuhkan suasana
sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
Belajar memang merupakan proses aktif dari peserta didik dalam
membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya mendengarkan
ceramah dari guru tentang pengetahuan. Pembelajaran aktif adalah proses
belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik.
2.   Kerangka Konsep Model Pembelajaran Example Non Example
Model example non example penting dilakukan karena suatu
definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari
segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian
peserta didik terhadap example dan non example diharapkan akan dapat
mendorong peserta didik untuk menuju pemahaman yang lebih dalam
mengenai materi yang ada.
Example Non Example dianggap perlu dilakukan karena suatu
definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari
segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian
peserta didik terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat
mendorong peserta didik untuk menuju pemahaman yang lebih dalam
mengenai materi yang ada.
Guru menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan
membantu peserta didik untuk membangun makna yang kaya dan lebih
mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce and Weil telah memberikan
kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan
metode Example Non example, sebagai berikut.
a. Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dengan non contoh yang
menjelaskan beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari
konsep baru. Menyajikan itu dalam satu waktu dan meminta peserta
didik untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar
tersebut. Selama peserta didik memikirkan tentang tiap example dan

13
non example tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat
kedua daftar itu berbeda.
b. Menyiapkan example dan non example tambahan, mengenai konsep
yang lebih spesifik untuk mendorong peserta didik mengecek hipotesis
yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru.
c. Meminta peserta didik untuk bekerja berpasangan untuk
menggeneralisasikan konsep example dan non example mereka.
Setelah itu meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas
untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap peserta didik
dapat memberikan umpan balik.
d. Sebagai bagian penutup, adalah meminta peserta didik untuk
mendeskripsikan konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan
karakter yang telah didapat dari example dan non example.
Berdasarkan hal di atas, maka penggunaan metode example non
example pada prinsipnya adalah upaya untuk memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada peserta didik untuk menemukan konsep pelajarannya
sendiri melalui kegiatan mendeskripsikan pemberian contoh dan bukan
contoh terhadap materi yang sedang dipelajari.
3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Example non Example
Metode Example non Example  merupakan metode yang
mengajarkan pada peserta didik untuk belajar mengerti dan menganalisis
sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling
banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan
juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri.  Example and Non
example adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi
konsep.
Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik secara cepat dengan menggunakan dua hal
yang terdiri dari example example (memberikan gambaran akan sesuatu
yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan)
dan non-example (memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah
contoh dari suatu materi yang sedang dibahas) dari suatu definisi konsep

14
yang ada, dan meminta peserta didik untuk mengklasifikasikan keduanya
sesuai dengan konsep yang ada.
Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu
definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari
segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian
peserta didik terhadap example dan non example diharapkan akan dapat
mendorong peserta didik untuk menuju pemahaman yang lebih dalam
mengenai materi yang ada.
4. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Example Non Example
Sebagai suatu model mengajar yang menjadi topik pembahasan,
tentunya guru melihat adanya kelebihan dalam model example non example.
Kelebihannya adalah sebagai berikut: (1) kegiatan belajar mengajar lebih
menarik sehingga motvasi belajar peserta didik lebih tinggi, (2) hakikat
belajar akan lebih bermakna sebab peserta didik dihadapkan dengan situasi
dengan keadaan yang sebenarnya atau kenyataannya, (3) bahan-bahan yang
dipelajari lebih kaya serta factual kebenarannya lebih akurat, (4) kegiatan
peserta didik lebih komperhensif dan lebih aktual sebab dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti mendengarkan, memahami, menuangkan
perasaan dan lain-lain, dan (5) peserta didik dapat memahami dan menghayati
aspek-aspek pengetahuan baru yang diperoleh.
Menurut Buehl dalam (Apriani dkk, 2007:219) mengemukakan
kelebihan Example Non Example, antara lain sebagai berikut.
a. Peserta didik berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan
untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan
lebih kompleks.
b. Peserta didik dilibatkan dalam satu proses discovery (penemuan), yang
mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui
pengalaman dari example dan non example.
c. Peserta didik diberikan sesuatu yang berlawanan dalam mengeksplorasi
karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non
example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang

15
merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian
example.
Keunggulan lainnya dalam model pembelajaran example non
example di antaranya (1) Peserta didik lebih berpikir kritis dalam
menganalisa gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar. (2) Peserta
didik mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar yang relevan
dengan Kompetensi Dasar. (3) Peserta didik diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya yang mengenai analisis gambar yang relevan
dengan Kompetensi Dasar.
Selain kelebihan yang telah dipaparkan tersebut di atas, model
example non example ini juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan-
kekurangan tersebut antara lain yaitu: (1) membutuhkan waktu yang cukup
panjang, (2) peserta didik yang kurang pandai akan kesulitan untuk
memahami, (3) kegiatan belajar kurang dipersiapkan sebelumnya, sehingga
menyebabkan peserta didik tidak melakukan kegitan belajar yang diharapkan
ketika melihat gambar yang ditentukan, akibatnya peserta didik hanya
bermain-main dan tidak melaksanakan sepenuhnya perintah guru.
Dalam menjelaskan materi dalam memberikan contoh gambar juga
dijelaskan sedikit materi pelajaran, sehingga tidak hanya menggunakan
gambar. Selain itu, peserta didik tidak memerlukan waktu yang lama dalam
menganalisis gambar karena dikerjakan secara berkelompok.
5. Langkah-langkah Model Pembelajaran Example Non Example
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran
dengan model pembelajaran example non example, agar pembelajaran ini
berjalan dengan baik, yaitu:
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, guru mempersiapkan
gambar yang sesuai dengan contoh puisi yang diberikan guru.
b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP,
usahakan gambar yang ditempel berukuran besar sehingga peserta didik
yang duduk di belakang juga dapat melihat dengan jelas.

16
c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk memperhatikan/ menganalisis gambar, dalam tahap ini guru juga
menjelaskan sedikit tentang materi pembelajaran.
d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari
analisis gambar tersebut dicatat pada kertas, dalam hal ini peserta didik
berkelompok dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru kemudian
menuliskan hasil pekerjaannya.
e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya,
perwakilan dari setiap kelompok maju dan membacakan hasil
pekerjaannya di depan kelas.
f. Mulai dari komentar/ hasil diskusi peserta didik, guru menjelaskan materi
sesuai tujuan yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan, guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil
pembelajaran yang telah dilakukan.
Langkah-langkah dalam metode ini tepat digunakan dalam
pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan dalam metode ini peserta didik
sudah diberi contoh berupa gambar dan petunjuk dalam matematika,
menganalisis gambar menjadi sebuah puisi, kemudian mempresentasikan
hasilnya di depan kelas. Tentang penerapan model pembelajaran example non
example dalam pembelajaran matematika akan penulis paparkan pada bagian
lain dalam tulisan ini.
6. Contoh Penerapan Model Example Non Example Dalam Matematika
Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran example
non example akan melatih peserta didik untuk belajar lebih aktif, karena
metode ini merupakan metode pembelajaran aktif. Dalam hal ini, guru harus
mempersiapkan perlengkapan yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Selain itu, guru juga harus bisa membuat situasi belajar yang dapat membuat
peserta didik lebih aktif selama pembelajaran. Pembelajaran dengan model
pembelajaran example non example dapat dilakukan dengan beberapa
langkah.
a. Langkah pertama, guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam pembelajaran

17
matematika, guru mempersiapkan gambar yang sesuai dengan contoh
bangun ruangdan bangun datar yang diberikan guru, misalnya guru
menempel gambar angun ruang atau bangun datar, maka contoh
matemaika yang diberikan berhubungan dengan bangun datar Gambar
yang diberikan guru adalah gambar lingkungan yang ada di sekitar
sekolah.
b. Langkah kedua, guru menempelkan gambar yang telah dipersiapkan di
papan tulis. Gambar yang ditempel diusahakan berukuran besar sehingga
peserta didik yang duduk di belakang juga dapat melihat gambar tersebut
dengan jelas.
c. Langkah ketiga, guru memberi petunjuk dan tujuan pembelajaran tentang
bangun ruang dan bangun datar. Selain itu, guru juga memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk memperhatikan/ menganalisis
gambar, dalam tahap ini guru juga menjelaskan sedikit tentang materi
pembelajaran tentang bangun ruang dan bangun datar.
d. Langkah ke empat, guru membagi peserta didik ke dalam kelompok kecil
yang masing-masing kelompok terdiri atas 2-3 orang peserta didik.
Kemudian guru menyuruh peserta didik untuk mengamati gambar dan
selanjutnya peserta didik diminta untuk mengamati objek secara
langsung di sekitar sekolah. Hasil pekerjaan tersebut ditulis pada kertas.
e. Langkah kelima, tiap kelompok diberi kesempatan untuk menunjukkan
hasil pekerjaannya yang berupa bangun ruang dan bangun datar. Tidak
harus semua anggota kelompok ikut maju menunjukkan hasil
pekerjaannya, tetapi cukup perwakilan dari setiap kelompok yang maju
dan menunjukkan hasil pekerjaannya di depan keles.
f. Tahap keenam, guru memberikan penguatan kepada peserta didik yang
telah maju, misalnya dengan pujian atau tambahan nilai. Kemudian
peserta didik lain menanggapi gambar yang dilakukan temannya, bisa
berupa kritik atau saran.
g. Tahap ketujuh merupakan tahap terakhir, yaitu guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang kemudahan dan
kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam pembelajaran hari itu.

18
Setelah itu guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran
yang telah dilakukan.
Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi
tentang bangun ruang dan bangun datar dengan model pembelajaran example
non example melalui media objek langsung. Pada proses pembelajaran, guru
memberikan contoh mengambar bangun datar atau bangun ruang sesuai
dengan gambar lingkungan sekolah yang sudah biasa dilihat oleh peserta
didik, sehingga peserta didik akan lebih mudah memperoleh inspirasi dalam
matematika. Kalau hanya menggunakan contoh gambar dalam matematika,
peserta didik yang duduk di belakang kurang jelas dalam melihat gambar.
Dengan menggunakan media objek langsung, semua peserta didik dapat
melihat objek dengan jelas, sehingga peserta didik lebih optimal dalam
matematika.
B. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah
dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan
tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari peserta didik yang
bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Bentuk perubahan tingkah
laku harus menyeluruh secara komprehensif sehingga menunjukkan
perubahan tingkah laku. Aspek perilaku keseluruhan dari tujuan pembelajaran
menurut Benyamin Bloom (1956) (dalam Anitah W, 2009:2-19) yang dapat
menunjukkan gambaran hasil belajar, mencakup kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Romizoswki (1982) (dalam Anitah W, 2009:2-19)
menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat menunjukkan hasil-hasil
belajar yaitu: 1) keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan
membuat keputusan memecahkan masalah dan berpikir logis; 2) keterampilan
psikomotor berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan
perceptual; 3) keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap, kebijaksanaan,
perasaan, dan self control; 4) keterampilan interaktif berkaitan
dengankemampuan sosial dan kepemimpinan.Sedangkan menurut Dimyati
dkk. (2006) (dalam Lapono, 2010:206) dikatakan bahwa hasil belajar dI

19
Aedakan menjadi dua, yaitu dampak pengajaran adalah dampak yang dapat
diukur seperti tertuang dalam rapot, angka dalam ijazah atau kemampuan
meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan
kemampuan dI Aidang lain, yang disebut transfer belajar. Untuk mengetahui
sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat
Winataputra dan Rosita (1997; 191 ) tes hasil belajar adalah salah satu alat
ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan
seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan
keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes
hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam
proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum
dalam kurikulum yang berlaku.
b. Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili
bahan yang telah dipelajari.
c. Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-
aspek tingkat belajar yang diharapkan.
d. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses
belajar mengajar
2. Tipe Hasil Belajar
Menurut Sudjana (1988:49), tujuan pendidikan yang ingin dicapai
dalam suatu pengajaran terdiri dari 3 macam yaitu: bidang kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang
tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil belajar.Sudjana (1988:50-
54) juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek
pengajaran adalah sebagai berikut.
a. Tipe hasil belajar bidang kognitif
Tipe ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar :
1) Pengetahuan hafalan (knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya
faktual. Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar
lainnya.

20
2) Pemahaman (conprehention), kemampuan menangkap makna atau arti
dari suatu konsep.
3) Penerapan (aplication), yaitu kesanggupan menerapkan dan
mengabtraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang
baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus
tertentu.
4) Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas
(kesatuan yang utuh) menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti.
5) Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi
satu integritas.
6) Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai
sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang
dipakainya
b. Tipe hasil belajar afektif
Bidang afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang
diperhatikan oleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini
didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai
bidang kognitif tingkat tinggi. Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai
tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke yang lebih kompleks
yaitu :
1) Recevng atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan dari luar yang datang pada peserta didik, baik dalam bentuk
masalah situasi dan gejala.
2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang dI Aerikan seseorang
terhadap stimulus dari luar .
3) valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap stimulus.
4) Organisasi,yakni pengembangan nilai ke dalam system organisasi,
termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan
kemantapan prioritas yang dimilikinya .

21
5) Karakteristik nilai atau internalisasi,yakni keterpaduan dari semua nilai
yang dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola keprI Aadian dan
tingkah lakunya
c. Tipe hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk
ketrampilan, kemampuan bertindak indvdu. Ada 6 tingkatan ketrampilan
yaitu :
1) Gerakan refleks yaitu ketrampilan pada gerakan tidak sadar.
2) Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar.
3) Kemampuan perseptual termasuk didalamnya membedakan vsual ,
adaptif, motorik, dan lain-lain.
4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan
ketetapan.
5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sederhana sampai pada
ketrampilan yang kompleks .
6) Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi non decorsve seperti
gerakan ekspresif, interpretatif,tetapi terpadu secara utuh yang dapat
diukur melalui tes formatif. Dengan demikian yang dimaksud dengan
hasil belajar pada penelitian ini adalah perubahan perilaku secara
menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja. Aspek hasil belajar
meliputi kognitif, afektif dan psikomotor.
3. Tujuan Hasil Belajar
Tujuan hasil belajar memiliki penilaian atau evaluasi masing-masing
yang bertujuan untuk daapat mencapai kualitas dalam proses belajar mengajar
selain itu untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh peserta
didik dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu, untuk mengetahui
posisi seseorang peserta didik dalam kelompok kelasnya dan lain-lain yang
bertuju pada target kurikulum.
Tujuan hasil belajar penilaian untuk menilai pencapaian yang telah
ditentukan dalam proses pelaksanaan mengajar. Sukmadinata (2005:110)
berpendapat bahwa penilaian atau evaluasi ditujukan untuk menilai

22
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses
pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
Tujuan hasil belajar yaitu menentukan sejauh mana peserta didik
dapat mencapai kualitas atau target kurikulum yang kemudian melihat
kedudukan peserta didik melalui kelompoknya masing-masing. Zainal
(2010:6) menjelaskan bahwa tujuan hasil belajar yaitu untuk menentukan
kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti. “Penilaian
hasil belajar untuk mengukur sejauh mana peserta didik dapat mencapai
target kurikulum yang kemudian memiliki arti untuk melihat kedudukan
peserta didik melalui kelompoknya (Sanjaya 2009:347).
Selain pendapat para ahli diatas, Muhibbin (2010:140) memiliki
pandangan yang lebih luas mengenai tujuan hasil belajar yaitu:
a. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik
dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.
b. Untuk mengetahui posisi seseorang peserta didik dalam kelompok
kelasnya.
c. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan peserta didik dalam
belajar.
d. Untuk mengetahui segala upaya peserta didik dalam mendayagunakan
kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk
keperluan belajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar
merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup
segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Hasil belajar memiliki
beberapa jenis-jenis dan tujuan yang harus dilaksanakan untuk mencapai
suatu proses pelaksanaan pengajaran berlangsung.
4. Jenis-Jenis Hasil Belajar
Jenis-jenis hasil belajar merupakan ketentuan – ketentuan dasar pada
pelaksanaan hasil belajar, ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan
di dalam menyusun jenis hasil belajar agar hasil belajar tersebut benar-benar
dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan. Purwanto
(2009:23)berpendapat jenis-jenis hasil belajar, sebagai berikut:

23
a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang
telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
b. Mengukur sampel yang representatve dari hasil belajar dan bahan
pelajaran yang telah diajarkan. Tes yang disusun haruslah mencakup soal-
soal yang dianggap dapat mewakili performance hasil belajar peserta didik
sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan.
c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk
mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan. Untuk dapat
mengukur bermacam-macam performance hasil belajar yang sesuai
dengan tujuan pengajaran yang diharapkan, diperlukan kecakapan
menyusun berbagai macam bentuk soal dan alat evaluasi.
d. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Kita mengenal bermacam-macam kegunaan tes sesuai dengan
tujuannya masing-masing. Khususnya di dalam evaluasi pendidikan yang
menyangkut hasil belajar.
e. Dibuat seandal (reliable) mungkin sehingga mudah diinterpretasikan
dengan baik. Suatu evaluasi dikatakan andal (reliable) jika alat tersebut
dapat manghasilkan suatu gambaran (hasil pengukuran) yang benar-banar
dapat dipercaya.
f. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara
mengajar guru.
Senada dengan hal itu Arifin (2011:30) mengungkapkan jenis-jenis
hasil belajar untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka kegiatan
evaluasi harus bertitik tolak dari prinsip-prinsip umum sebagai berikut:
a. Kontinuitas. Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental karena
pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu,
evaluasi harus dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh
pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada
waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan
berarti tentang peserta didik.
b. Komprehensif. Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru
harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika

24
objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian
peserta didik itu harus dievaluasi.
c. Adil dan objektif. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan
fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa.
d. Kooperatif. Kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua
pihak, seperti orang tua peserta didik, sesame guru, kepala sekolah,
termasuk dengan peserta didik itu sendiri.
e. Praktis. Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh guru itu
sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan
menggunakan alat tersebut.
Pada setiap pelaksanaan tes hasil belajar sangatlah harus diperhatikan
hal – hal yang mendasari tes tersebut. Jenis-jenis hasil belajar dapat dikatakan
terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang
pada tiga prinsip dasar yaitu prinsip keseluruhan, prinsip kesinambungan dan
prinsip obyektvtas.
5. Fungsi Penilaian Hasil Belajar
Dalam dunia pendidikan, penilaian hasil belajar mempunyai makna
yang ditinjau dari berbagai segi. Dengan diadakannya penilaian hasil belajar
peserta didik dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti
pelajaran yang diberikan oleh guru. Apabila tujuan penilaian hasil belajar
sudah dapat dicapai, maka hasilnya dapat difungsikan dan ditujukan untuk
berbagai keperluan. Kementrian Pendidikan Nasional (2011:5) menjelaskan
bahwa “fungsi penilaian hasil belajar merupakan bahan pertimbangan dalam
menentukan kenaikan kelas, umpan balik perbaikan dalam menentukan
kenaikan kelas, peningkatan motvasi belajar peserta didik, dan evaluasi diri
terhadap kinerja peserta didik”.
Apabila peserta didik mengetahui memperoleh hasil nilai yang
memuaskan tentu peserta didik tersebut akan mempunyai keinginan untuk
mendapatkannya lagi pada kesempatan yang lain sehingga dapat
meningkatkan motvasi belajar peserta didik. Sedangkan bila peserta didik
mendapat nilai hasil belajar kurang ia akan berusaha agar hal tersebut tidak
terulang lagi dan memperbaiki hasil belajarnya.

25
Fungsi penilaian hasil belajar terdiri dari fungsi formatif, sumatif, dan
diagnostik, hal tersebut diungkapkan oleh Arifin (2001:20) mengatakan
bahwa fungsi penilaian hasil belajar adalah:
a. Fungsi formatif, untuk memberikan umpan balik.
b. Fungsi sumatif, untuk menentukan nilai kemajuan/hasil belajar peserta
didik.
c. Fungsi diagnostik, untuk memahami latar belakang peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar.
d. Fungsi penempatan, untuk menempatkan peserta didik dalam situasi
pembelajaran yang tepat.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat sebelumnya, Dimyati (2006:200)
berpendapat bahwa fungsi hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Untuk diagnostik dan pengembangan, mendiagnosis kelemahan dan
keunggulan peserta didik.
b. Untuk seleksi, menentukan peserta didik-peserta didik yang paling cocok
untuk jenis jabatan atau jenis pendidikan tertentu.
c. Untuk kenaikan kelas, menentukan apakah seorang peserta didik dapat
dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi atau tidak.
d. Untuk penempatan, menempatan peserta didik pada kelompok yang sesuai
dengan tingkat kemampuan dan potensi yang dimiliki.
Definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, tidak jauh berbeda
dengan apa yang dikemukakan oleh Hamdani (2011:302), fungsi penilaian
hasil belajar diantaranya sebagai berikut:
a. Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas;
b. Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar;
c. Meningkatkan motvasi belajar peserta didik;
d. Evaluasi diri terhadap kinerja peserta didik.
Adapula fungsi penilaian hasil belajar menurut Hamalik (2008:159)
bahwa fungsi penilaian hasil belajar sebagai berikut:
a. Untuk diagnostic dan pengembangan.
Hasil evaluasi menggambarkan kemajuan, kegagalan dan tingkat
kesulitan masing-masing peserta didik. Untuk menentukan jenis dan

26
tingkat kesulitan peserta didik serta faktor penyebabnya dapat diketahui
dari hasil belajar atau hasil dari evaluasi tersebut.
b. Untuk seleksi.
Hasil evaluasi dapat digunakan dalam rangka menyeleksi calon peserta
didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru dan melanjutkan ke
jenjang pendidikan berikutnya.

c. Untuk kenaikan kelas.


Hasil evaluasi digunakan untuk menetapkan peserta didik mana yang
memenuhi rangking atau ukuran yang ditetapkan dalam rangka kenaikan
kelas.
d. Untuk penempatan.
Para lulusan yang ingin bekerja pada suatu instansi atau perusahaan perlu
menyiapkan transkip program studi yang telah ditempuhnya, yang juga
memuat nilai-nilai hasil evaluasi belajar.
Berdasarkan kajian teoritik di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah penilaian akhir yang dilakukan oleh guru untuk menentukan
tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran, dengan merujuk pada tiga aspek
yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor.
C. Mata pelajaran Matematika
1. Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar
kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga
peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang
dipelajari.
Matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa, struktur logika, batang
tubuh dari bilangan dan ruang, rangkaian metode untuk menarik kesimpulan,
esensi ilmu terhadap dunia fisik, dan sebagai aktvtas intelektual. Sedangkan
istilah matematika menurut Andi Hakim Nasution (1982:12) berasal dari
Bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari, kata ini
memiliki hubungan yang erat dengan kata Sansekerta, medha atau widya yang
memiliki arti kepandaian, pengetahuan, atau intelegensia BSNP (2006).

27
Ciri utama matematika adalah penalaran atau pola pikir deduktif, artinya
suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya
apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum), kebenaran suatu konsep
atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika
bersifat konsisten.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mengenai logika dan
problem-problem numerik serta perhitungan yang merupakan bagian dari
hidup manusia. Salah satu ciri pengajaran matematika yang disebutkan oleh
Kramer Klas (1978) adalah bahwa untuk menimbulkan minat belajar
matematika, program pengajaran harus kaya dengan teknik-teknik motvasi.
Selain itu, dalam pembelajaran bidang studi matematika sekolah dasar, guru
juga harus memperhatikan obyek belajar (peserta didik), hubungannya
dengan tahap pertumbuhan kecerdasannya (Gagne). Dalam analisis hirarkhis
setiap obyek belajar, periode perkembangan anak usia sekolah dasar adalah
periode operasional konkrit (7/8 hingga 11/12 tahun). Ciri utama kecakapan
berpikir periode ini adalah munculnya kecakapan untuk berpikir logis namun
masih membutuhkan adanya referensi benda-benda konkrit. Operasional
mentalnya sudah sangat tidak bergantung lagi pada subyektifitas (intuisi) dan
keegoannya, melainkan sudah mulai tunduk dengan hukum-hukum logis.
Beberapa pengertian matematika diantaranya:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulatif
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan
berhubungan dengan bilangan
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat
2. Hakikat Mata pelajaran Matematika

28
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang
berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda
disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan
penalaran. Ciri utama Matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran
suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika
bersifat konsisten. (Sutrisna, 2004: 12)
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,
mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar,
dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan
mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui metode matematika yang
dapat berupa kalimat dan persamaan Matematika, diagram, grafik atau tabel.
(Sutrisna, 2004: 17)
3. Karakteristik Matematika
Secara umum matematika mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki objek kajian yang abstrak
b. Berpola pikir deduktif
c. Memiliki simbol yang kosong dari arti
d. Memperhatikan semesta pembicaraan
4. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Matematika
Fungsi pembelajaran matematika adalah:
a. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,
mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang
diperlukan dalah kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan
geometri, aljabar, peluang dan statistika, kalkulus dan trigonometri.
b. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan
mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang berupa
kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel .
Adapun tujuan pembelajaran matematika adalah:

29
a. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, ekspolarasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
b. Mengembangkan aktvtas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran dvergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, seta mencoba-coba
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik,
peta, diagram dalam menjelaskan gagasan
Adapun Tujuan pembelajaran Matematika adalah: (1) Melatih cara
berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan,
konsisten dan inkonsistensi; (2) Mengembangkan aktvtas kreatif yang
melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan
pemikiran dvergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan,
serta mencoba-coba; (3) Mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah; dan (4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi
atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. (Depdiknas, 2002:
102)
5. Ruang Lingkup Mata pelajaran Matematika
Standar kompetensi Matematika merupakan seperangkat kompetensi
matematika yang dilakukan dan harus ditunjukkan oleh peserta didik pada
hasil belajarnya dalam mata pelajaran Matematika. Standar ini dirinci dalam
komponen kompetensi dasar beserta hasil belajarnya, indikator, dan materi
pokok, untuk setiap aspeknya.
Pengorganisasian dan pengelompokkan materi pada aspek tersebut
didasarkan menurut disiplin ilmunya atau didasarkan menurut kemahiran atau
kecakapan yang hendak ingin dicapai. Ruang lingkup materi pada standar
kompetensi Matematika ini adalah bilangan pengukuran dan geometri, aljabar
serta peluang dan statistik.

30
6. Pembelajaran Mata pelajaran Matematika
Kecakapan atau kemahiran Matematika yang diharapkan dapat tercapai
dalam belajar Matematika adalah sebagai berikut: (1) Menunjukkan
pemahaman konsep Matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) Memiliki
kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau
diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah; (3) Menggunakan
penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi Matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan Matematika; (4) Menunjukkan kemampuan strategis dalam
membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan metode
Matematika dalam pemecahan masalah, dan (e) Memiliki sikap menghargai
kegunaan Matematika dalam kehidupan. (Depdiknas, 2002: 121)
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu
unversal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa
ini dilandasi oleh perkembangan Matematika di bidang teori bilangan,
aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan
mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan Matematika yang
kuat sejak dini. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti, dan kompetitif.
D. Materi Tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan
penyebut berbeda
1. Pengertian Pecahan

31
Pecahan merupakan salah satu kajian inti dari materi matematika yang
dipelajari peserta didik di Sekolah Dasar (SD). Pembahasan materinya
menitikberatkan pada pengerjaan (operasi) hitung dasar yaitu penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian, baik untuk pecahan biasa, desimal,
maupun persen.
Kata pecahan berarti bagian dari keseluruhan yang berukuran sama
berasal dari bahasa Latin fractio yang berarti memecah menjadi bagian‐
bagian yang lebih kecil. Sebuah pecahan mempunyai 2 bagian yaitu
pembilang dan penyebut yang penulisannya dipisahkan oleh garis lurus dan

bukan miring (/). Contoh 1/2, 2/3 dan seterusnya. Pecahan biasa dapat
digunakan untuk menyatakan makna dari setiap bagian dari yang utuh.
Apabila kakak mempunyai sebuah apel yang akan dimakan berempat dengan
temannya, maka apel tersebut harus dipotong‐potong menjadi 4 bagian yang
sama. Sehingga masing‐masing anak akan memperoleh 1/4 bagian dari apel
tersebut. Pecahan biasa 1/4 mewakili ukuran dari masing‐masing
potonganapel. Dalam lambang bilangan 1/4 (dibaca seperempat atau satu
perempat), ”4” menunjukkan banyaknya bagian‐bagian yang sama dari suatu
keseluruhan atau utuh dan disebut ”penyebut”. Sedangkan ”1” menunjukkan
banyaknya bagian yang menjadi perhatian atau digunakan atau diambil dari
keseluruhan pada saat tu dan disebut pembilang.
2. Cara Pengurangan Pecahan Biasa
Mengurangi pecahan biasa adalah dasar dari operasi pengurangan
pecahan. Secara sederhana, pengurangan pecahan dapat dilakukan ketika
penyebut kedua pecahan sama.
a. Mengurangi Pecahan Biasa Penyebut Berbeda
Mengurangi pecahan biasa berbeda penyebut dilakukan dengan
menyamakan penyebut yang dikurangi, berikut langkah-langkahnya.
Contoh Soal
Sebelum belajar pengurangan pecahan campuran, perlu dipahami cara
mengurangi pecahan biasa. Berikut salah satu contoh soal mengurangi
pecahan biasa.

32
b. Menyamakan Penyebut
Menyamakan penyebut dapat dilakukan dengan menghitung KPK
penyebut dari pecahan yang dihitung. Berdasarkan contoh dihitung KPK
dari 4 dan 6. Jika sudah sama, maka langkah ini dapat dilewati.

c. Menghitung Pecahan Senilai


Cari pecahan senilai dengan penyebut KPK-nya dari masing-masing
pecahan yang dikurangi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengalikan
pembilang dan penyebut sehingga diperoleh pecahan senilai yang tepat.
Bagi penyebut KPK dengan penyebut awal untuk menemukan pasangan
perkalian.

d. Mengurangi dengan Pecahan Senilai


Mengurangi pecahan dengan penyebut sama, yang dikurangi hanya
pembilang. Sampai di sini, pengurangan pecahan sudah selesai.

33
Catatan: Jika hasil pengurangan merupakan pecahan tidak biasa, maka
nilai tersebut dapat diubah kebentuk yang lebih sederhana.
3. Pengurangan Pecahan Campuran
Pengurangan pecahan campuran secara umum hampir sama dengan
mengurangi pecahan biasa. Hanya saja pada pecahan campuran, nilai bulat
dan nilai pecahan dipisahkan. Kemudian, nilai pecahan dikurangi terlebih
dahulu.
Contoh Soal Pengurangan Pecahan Campuran

Berikut langkah-langkahnya:
a. Memisahkan Nilai Bulat dan Pecahan
Jika sudah terbiasa, maka dapat dilakukan tanpa menulis pemisahan.

Catatan: pemisahan menghasilkan operasi penjumlahan.


b. Menghitung Nilai Pecahan
Dengan menggunakan cara seperti mengurangi pecahan biasa di atas,
diperoleh.

34
Catatan: untuk beberapa kasus, langkah ini dapat menghasilkan nilai
negatif. 
c. Menghitung Nilai Bulat

d. Menggabungkan Nilai 

35
E. Kerangka Berpikir
1. Kondisi Awal
Kondisi awal yang terjadi dalam pembelajaran matematika pada
peserta didik di kelas VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara
Kota Bogor KKM yang telah ditentukan adalah 75 namun nilai peserta didik
selalu rendah. Berdasarkan nilai harian yang telah dilaksanakan rata-rata
memperoleh nilai 64,10 Dari 39 peserta didik hanya 12 peserta didik atau
30,77% yang memiliki nilai di atas KKM yang telah ditentukan dan 27 peserta
didik atau 69,23% memiliki nilai di bawah KKM. Hal tersebut terjadi karena
guru belum menggunakan model pembelajaran yang lebih variatif dan kreatif
dalam pembelajaran matematika, sehingga pemahaman peserta didik terhadap
penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda masih
rendah yang berdampak pada rendahnya hsil belajar peserta didik. Selain itu,
guru pun kurang melibatkan langsung peserta didik dalam simulasi model
pembelajaran example non example sehingga peserta didik kurang
mendapatkan pengalaman langsung sebagai simulasi dari model pembelajaran
example non example yang diberikan.
2. Tindakan
a. Siklus I
1) Perencanaan (Planning)
Tahap perencanaan adalah rincian operasional tindakan yang ingin
dikerjakan atau perubahan yang akan dilakukan dengan tahapannya
sebagai berikut:
a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran termasuk alat
evaluasi yang diperlukan.
b) Mempersiapkan alat dan bahan yang dipergunakan dalam proses
pembelajaran.
c) Menyiapkan latihan soal.
d) Menyiapkan format pengamatan untuk melihat proses
pembelajaran dan aktvtas peserta didik.
2) Pelaksanaan Tindakan (Action)

36
Pelaksanaan tindakan merupakan pelaksanaan dari perencanaan.
Adapun pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut:
a) Guru memotvasi peserta didik dengan pertanyaan pengarah.
b) Menyampaikan tujuan pembelajaran.
c) Guru memberikan penjelasan kepada peserta didik mengenai
kelengkapan tentang pokok bahasan.
d) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.
e) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
f) Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas,
sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi atau tugas
yang berbeda dari kelompok lain.
g) Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada
secara kooperatif berisi temuan.
h) Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara ketua menyampaikan
hasil pembahasan kelompok
i) Guru memberikan kesimpulan
j) Evaluasi
k) Penutup
3) Pengamatan (Observation)
Tahap observasi dilakukan secara rinci dan seksama. Adapun aspek-
aspek yang diamati adalah sebagai berikut:
a) Adanya proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan.
b) Adanya kerjasama antara peserta didik dalam menjalankan
tugas.
c) Adanya diskusi kelompok dan keikutsertaan seluruh anggota
kelompok dalam melaksanakan tugas.
d) Penguasaan materi pembelajaran oleh peserta didik.
4) Refleksi (Reflection)
Tahapan refleksi merupakan tahapan pengkajian tindakan yang
dilakukan secara menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan
tindakan sampai pengamatan. Jika terjadi permasalahan akan

37
direfleksi sehingga pada pertemuan selanjutnya permasalahan dapat
teratasi dengan baik. Demikian tahap kegiatan terus berulang
sehingga membentuk siklus yang satu ke siklus kedua dan
seterusnya sampai suatu permasalahan dianggap selesai.
b. Siklus 2
Seperti halnya pada siklus 1 peneliti melaksanakan penelitian
tindakan kelas terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi.
3. Kondisi Akhir
Berdasarkan perolehan nilai peserta didik secara keseluruhan pada
saat pelaksanaan siklus II, dapat dinyatakan bahwa penggunaan menggunakan
model pembelajaran example non example dalam mata pelajaran matematika
tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, penelitian ini
dapat dikatakan berhasil dan selesai dilaksanakan sampai dengan siklus II.
Apabila digambarkan dalam sebuah bagan, maka akan diperoleh gambaran
seperti di bawah ini:

Guru masih belum Peserta didik


menggunakan model menunjukka
Kondisi n hasil
Awal pembelajaran example non
example belajar
rendah

Menggunakan model
Tindakan pembelajaran model
Siklus I
pembelajaran example non
example

Terjadi peningkatan hasil


Kondisi Siklus II
belajar
Akhir

Gambar 2.1 Alur Pelaksanaan Penelitian

38
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas, maka
dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas vni adalah
sebagai berikut “ dengan menggunakan model pembelajaran example non
example dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik tentang penjumlahan
dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda pada mata pelajaran
matematika di kelas VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota
Bogor semester 1 tahun pelajaran 2018/2019”

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2018/2019
dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2018. Alasan pelaksanakan pada
semester 1 karena materi tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan
dengan penyebut berbeda harus diajarkan kepada peserta didik kelas VI SD
berdasarkan kurikulum 2013. Adapun jadwal pelaksanakan penelitian dapat
diperhatikan pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Bulan
No Uraian kegiatan Juli Agt Sep Okt Nop Des
I Persiapan
Menyusun
proposal
penelitian
Mengurus izin
penelitian
Membuat
instrumen

39
Bulan
No Uraian kegiatan Juli Agt Sep Okt Nop Des
penelitian
Membuat RPP
siklus I dan II
Menentukan
teman sejawat
II Pelakasanaan
Siklus I
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Siklus II
Pertemuan 1
Pertemuan 2
III Pelaporan
Melaksanakan
seminar
Mengurus surat
pernyataan telah
melaksanakan
penelitian
Penjilidan

B. Subyek Penelitian.
Penelitan ini dilaksanakan di kelas VI SD Negeri Bantarjati 6
Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Ketika guru mengajar tentang
penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda hasil
rata-rata memperoleh nilai 64,10 Dari 39 peserta didik hanya 12 peserta didik
atau 30,77% yang memiliki nilai di atas KKM yang telah ditentukan dan 27
peserta didik atau 69,23% memiliki nilai di bawah KKM. Padahal materi
penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda

40
bahasannya cukup banyak/luas, jika kondisi tersebut tidak diatasi maka makna
dan tujuan pembelajaran ini kurang tercapai
Penelitan ini akan dilaksanan pada semester 1 tahun pelajaran
2018/2019, sebab pada kelas VI penjumlahan dan pengurangan dua pecahan
dengan penyebut berbeda pada semester 1 antara bulan September-Oktober
2018. Adapun subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas VI SD Negeri
Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor berjumlah 39 orang terdiri
dari laki-laki 20 orang dan perempuan 19 orang.
C. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang diperlukan oleh penulis, digunakan
instrumen pengumpulan data sebagai berikut:

1. Tes Uji Kompetensi


Tes uji kompetensi digunakan untuk memperoleh data mengenai hasil belajar
peserta didik yang dilaksanakan setelah pembelajaran berlangsung yaitu
dengan menggunakan model pembelajaran example non example dalam
materi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda.
Tes berupa tes tertulis dengan jumlah soal 15 yang bentuk soalnya pilihan
ganda 10 soal dan isian 5 soal baik siklus I maupun siklus II. Perangkat uji
kompetensi yang terdiri dari master soal, kunci jawaban dan pedoman
penelitian di validasi oleh tim ahli, tim ahli terdiri dari Kepala Sekolah SD
Negeri Bantarjati 6 dan Pengawas Binaan. Adapun format validasi
sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 3.2
Format validasi Naskah Soal
Nama : .................................................
Jabatan : .................................................
Unit kerja : .................................................

Nilai
No Aspek
SK K C B SB
Kesesuaian ruang lingkup soal dengan
1
indikator pembelajaran

41
Kesesuaian isi tes dengan usia peserta
2
didik
3 Bahasa yang digunakan pada butir soal
4 Kesusian materi dengan kurikulum

Keterangan:
SK : Sangat kurang
K : Kurang
C : Cukup
B : Baik
SB : Sangat Baik

2. Lembar Observasi
Lembar observasi disusun untuk memperoleh gambaran langsung
tentang kondisi pelaksanaan model pembelajaran example non example di
kelas. Observasi tindakan dilakukan oleh guru lain yang bertindak sebagai
observer adalah Bapak Tatang Suryana, S.Pd, beliau guru SD Negeri
Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Lembar observasi
disusun untuk mengamati peneliti dalam melaksanakan tindakan kelas,
kondisi kelas dan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Adapun lembar observasi dapat diperhatikan pada tabel berikut:
Tabel 3.3
Lembar Observasi Aktifitas Peserta Didik
Perhatian Peserta didik
No. Nama Peserta didk
B C K
1
2
3
4
5

Keterangan:

42
B = Baik jika selalu aktif dalam pembelajaran
C = Cukup jika sering aktif dalam pembelajaran
K = Kurang jika kadang-kadang aktif dalam pembelajaran
Tabel 3.4
Lembar Observasi Aktvtas Guru
No Aspek Yang Diamati Penilaian
Baik Cukup Kurang
1 Pendahuluan
a. Memotvasi peserta didik
b.Apersepsi
2 Kegiatan Inti
- Bahan-bahan pembelajaran yang
disajikan sesuai dengan yang
direncanakan
- Kesesuaian pelaksanaan model
pembelajaran example non example
dengan materi
- Kemampuan mengoptimalkan
pelaksanaan pelaksanaan model
pembelajaran example non example
- Antusiasme dalam menanggapi
pertanyaan perta didik
- Membantu meningkatkan proses
pembelajaran peserta didik
- Mengarahkan peserta didik untuk
mengerjakan latihan soal
- Mengamati proses belajar peserta
didik
3 Penutup
- Penilaian
- Refleksi
4 Pengelolaan waktu

43
No Aspek Yang Diamati Penilaian
Baik Cukup Kurang
5 Penggunaan media pembelajaran
6 Suasana kelas
a. Semangat guru
b.Semangat peserta didik
Prosentase (%)
Keterangan:
Baik = Jika Selalu menggunakan aspek
Cukup = Jika sering menggunakan aspek
Kurang = Jika kadang-kadang menggunakan aspek
D. Prosedur Penelitian
Prosedur tindakan kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem
yang berdaur ulang dari berbagai kegiatan pembelajaran yang terdiri atas empat
tahap yang saling terkait dan bersinambungan. Tahap-tahap tersebut yaitu (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, 3 (pengamatan, dan (4) refleksi. Secara vsual,
tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini:

Refleksi
Rencana

Observasi

Tindaka
Yang direvsi
Rencana

Refleksi

Observasi

Tindakan

44
Gambar 3.1
Desain Penelitian menurut Kemmis dan Mc Taggart
Secara umum kegiatan penelitian ini dapat dibedakan dalam dua tahap,
yaitu tahap pendahuluan dan tahap pelaksanaan tindakan
1. Tahap Pendahuluan/Refleksi Awal
Penelitian ini dimulai dengan tindakan, pendahuluan atau refleksi
awal. Pada refleksi awal kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah
sebagai berikut :
a. Melakukan dialog dengan Kepala Sekolah tentang penelitian yang
akan dilakukan.
b. Melakukan dialog dengan guru SD Negeri Bantarjati 6 Kota Bogor
tentang penerapan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran example non example pada mata pelajaran Matematika
pada penelitian yang akan dilakukan.
c. Menentukan sumber data
d. Menentukan subjek penelitian
e. Membuat soal tes awal
f. Melakukan tes awal.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan mengikuti
alur tindakan yang meliputi kegiatan:
a. Tahap Perencanaan (Plan)
1) Membuat Rencana Pembelajaran
2) Menyiapkan materi pelajaran yang akan disajikan
3) Menyiapkan lembar observasi yang akan digunakan pada saat
pelaksanaan tindakan di kelas.
4) Menentukan tujuan pembelajaran
5) Menyiapkan perangkat tes akhir terhadap hasil belajar.
b. Tahap Pelaksanaan (Action)
Melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui model
pembelajaran Example non example sesuai dengan rencana
pembelajaran yang telah dipersiapkan sebelumnya, serta memeriksa

45
tes akhir pada akhir tindakan untuk mengetahui tingkat pemahaman
peserta didik pada mata pelajaran Matematika.
Adapun rencana tindakan dalam proses pernbelajaran adalah
sebagai berikut:
1) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran
2) Mengadakan tes awal
3) Pada akhir pembelajaran dilakukan evaluasi (soal sesuai dengan
kompetensi dasar yang terdapat di rencana pembelajaran)

c. Tahap Observasi (Observe)


Kegiatan observasi adalah pengumpulan data dengan
mengamati semua aktvtas peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan format observasi atau penilaian
yang telah disusun. Juga pengamatan secara cermat pelaksanaan
skenario pembelajaran dari waktu ke waktu serta dampaknya
terhadap proses hasil belajar peserta didik. Instrument yang dipakai
adalah: (1) soal tes, (2) lembar observasi, (3) catatan lapangan yang
dipakai untuk : memperoleh data secara objektif yang tidak dapat
terekam melalui lembar observasi, seperti kreatvtas peserta didik
selama tindakan berlangsung, reaksi peserta didik, atau petunjuk-
petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai bahan dalam analisis dan
untuk keperluan refleksi.
d. Tahap Refleksi (Reflect)
Pada kegiatan refleksi, peneliti melakukan diskusi dengan
pengamat untuk menjuring hal-hal yang terjadi sebelum dan selama
tindakan berlangsung berdasarkan hasil pengamatan, catatan
lapangan, wawancara, agar dapat diambil kesimpulan. Kegiatan
refleksi dilakukan dengan cara menganalisis, memahami,
menjelaskan, dan menyimpulkan data-data tersebut. Dalam penelitian
ini, keempat tahap di atas dipandang sebagai suatu siklus tindakan.
Penelitian ini akan dilakukan beberapa bentuk siklus, masing-masing

46
siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Setiap siklus diakhiri dengan tahap refleksi yaitu sebagai
pertimbangan di dalam memutuskan dan merencanakan tindakan
yang lebih efektif pada siklus berikutnya. Apabila pada siklus I
belum dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka dilanjutkan pada
siklus II dan seterusnya sampai tujuan yang diinginkan tercapai.
Penelitian tindakan harus dilakukan sekurang-kurangnya dalam 2
siklus tindakan yang berkaitan. (Arikunto, 2010: 23) Informasi dan
siklus yang terdahulu sangat menentukan pelaksanaan siklus
berikutnya.
Siklus tindakan akan dihentikan jika peserta didik telah
mencapai pemahaman sesuai indikator yang ditentukan. Indikator
keberhasilan dalam penelitian ditinjau dan 2 kriteria yaitu:
1) Nilai hasil belajar peserta didik, penelitian ini dikatakan berhasil
apabila nilai yang dicapai peserta didik pada tes akhir memenuhi
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam yang telah ditetapkan oleh SD Negeri
Bantarjati 6 Kota Bogor, yaitu 75. Pembelajaran dikatakan
tuntas, apabila peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM
(≥75) mencapai ≥100%. Apabila peserta didik yang memperoleh
nilai di bawah KKM (<75) kurang dari 100%, maka pembelajaran
dikatakan belum mencapai ketuntasan belajar. Peserta didik yang
mempunyai nilai di bawah KKM, maka peserta didik tersebut
belum tuntas belajar dan harus melakukan perbaikan atau
remidial. Sedangkan peserta didik yang mempunyai nilai di atas
KKM, maka peserta didik tersebut sudah tuntas belajar dan harus
melakukan pengayaan.
2) Proses pembelajaran (tindakan), dalam penelitian ini yang menjadi
indikator keberhasilan ditinjau dari proses pembelajaran adalah
aktvtas guru atau peserta didik yang dapat diamati melalui
observasi. Pembelajaran dianggap berhasil apabila prosentase skor
dan lembar observasi paling tidak mencapai 85%.

47
E. Pengolahan Data
Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengolah data yang terkumpul seperti:
a. Data aktvtas peserta didik sewaktu proses pembelajaran yaitu dari lembar
observasi.
b. Data berupa nilai yang diperoleh dari hasil uji kompetensi.
c. Data lembar observasi pengamat.
2. Menyeleksi data:
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul dapat
diolah atau tidak.
3. Mengklarifikasikan dan mentabulasikan data
Langkah klarifikasi data dilakukan untuk mengelompokkan data sesuai
dengan alternatif jawaban yang tertera dalam kuesioner. Sedangkan langkah
mentabulasikan data dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai
jumlah frekuensi dan kecenderungannya dalam kuesioner.
4. Menghitung Persentase
Persentase digunakan untuk melihat besarnya persentase dari setiap alternatif
jawaban pada setiap pertanyaan sehingga data yang diperoleh data dianalisa.
5. Menyimpulkan hasil penelitian setelah hasil dianalisis.
F. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran,
perlu dilakukan analisis data. Pada penelitian tindakan kelas vni, digunakan
analisis deskripsi kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat
menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan
tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta didik, juga untuk
mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran serta aktifitas
peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
Untuk analisis tingkat keberhasilan atau persentase ketuntasan belajar
peserta didik setelah proses belajar mengajar berlangsung pada tiap siklusnya,
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap
akhir siklus. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
berikut :

48
1. Penilaian Evaluasi
Untuk menentukan nilai rata-rata peserta didik diperoleh dengan cara
menjumlah nilai yang diperoleh peserta didik di kelas tersebut. Rumus
sederhana yang digunakan untuk merata-rata nilai yaitu :

Nilai rata-rata = Jumlah semua nilai peserta didik


Jumlah peserta didik

2. Penilaian untuk Ketuntasan Belajar


Ditentukan dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal.
Tabel 3.5
Ukuran Keberhasilan Penelitian
Ukuran Teknik
No Target
keberhasilan Pengumpulan Data
1 Ketuntasan Setiap peserta didik Hasil Tes
belajar minimal memperoleh
perorangan nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM ) 75
2 Ketuntasan 100 % peserta didik Hasil Tes
Klasikal memperoleh nilai
mencapai KKM
3 Semangat belajar Minimal 85% peserta Lembar Observasi
peserta didik didik menunjukkan (pengamatan)
semangat belajar dan
aktif dalam pembelajaran

49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal


Sebelum melakukan tindakan dalam penelitian, peneliti melakukan
observasi awal di kelas. Hasil observasi menunjukkan bahwa ketika guru
mengajar tentang penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut
berbeda adalah rata-ratanya memperoleh nilai 64,10 Dari 39 peserta didik hanya
12 peserta didik atau 30,77% yang memiliki nilai di atas KKM yang telah
ditentukan dan 27 peserta didik atau 69,23% memiliki nilai di bawah KKM.
Padahal materi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut
berbeda bahasannya cukup banyak/luas, maka diputuskan untuk menggunakan
model pembelajaran example non example pada mata pelajaran matematika
dalam materi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut
berbeda
Pembelajaran dimulai dengan mengadakan tes awal di kelas VIuntuk
mengetahui kemampuan awal peserta didik pada materi penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda
Nilai tes awal dijadikan acuan untuk mengetahui hasil belajar peserta
didik kelas VI setelah digunakan model pembelajaran example non example.
Soal-soal tes awal berupa materi yang berhubungan dengan materi yang akan

50
diajarkan yaitu penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut
berbeda
Perolehan nilai tes awal ini akan dijadikan acuan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar peserta didik setelah menggunakan model
pembelajaran example non example. Berikut disajikan data hasil belajar peserta
didik pada pra siklus.

Tabel 4.1
Data Hasil Belajar Peserta didik Pada Pra Siklus
ketuntasan
No. Nama Peserta didik Nilai
Tuntas belum
1 Almaira Juliyanti 60 √
2 Aisyah Natha Arofah 75 √
3 Anisa Febri Hindriyani 65 √
4 Arisya Kamilatul Jannah 60 √
5 Ashifa Rizkia Ramadani 50 √
6 Aulia Andiani Safitri 65 √
7 Azzahra Ananda Putri 75 √
8 Audrey Orpa Zariana 80 √
9 Adhan Ismail 50 √
10 Bintang Setyahadi Putra 55 √
11 Callysta Putri Ramadhani 50 √
12 D Ulfi Robyansyah 55 √
13 Fahmi Gifari 60 √
14 Falez Ataya Sakhi Firmansyah 55 √
15 Farhand Muhamad Al Fadilah 75 √
16 Iqbal Khairan Gibran 60 √
17 Jessica Anggraeni Putri T 75 √

51
ketuntasan
No. Nama Peserta didik Nilai
Tuntas belum
18 Jihan Husniyah 55 √
19 Khalif Rasya Pratama 65 √
20 M. Razqa Kaizan Erawan 50 √
21 Messya Shazia Fenita 55 √
22 Michael Richie Nelson 80 √
23 Muhammad Reza Kurniawan 75 √
24 Muhamad Rifan Afandi 75 √
25 Muhamad Rizki Ramdani 80 √
26 Muhamad Galang Rizkia saleh 60 √
27 Muhamad Ilham Maulana 60 √
28 Muhamad Nagib 60 √
29 Muhamad Nazril Nurdiansyah 75 √
30 Nizar Irsyad 60 √
31 Rayi Aliffairuz Sanjaya 65 √
32 Siti Aminah Azzizah 65 √
33 Syahwa Rahmadhan 50 √
34 Waode Zahni Syafarillah 60 √
35 Wisanggeni Susanto Widodo 65 √
36 Wiwi Widiastuti 80 √
37 Weni Rahmayanti 60 √
38 Zahra Amara 65 √
39 Zahira Adellia Putri 75 √
Rata-Rata 64,10
  Nilai Terendah 50  
  Nilai Tertinggi 80  
  Jumlah yang Sudah Tuntas 12  
  Jumlah yang Belum Tuntas 27  
  Prosentase Ketuntasan 30,77%  
Sumber: daftar nila iuji kompensi pra siklus

52
Jika digambarkan dalam bentuk grafik, maka data hasil belajar pada
para siklus tersaji pada grafik 4.1 berikut.

Grafik 4.1
Data Hasil Belajar Peserta didik Pada Pra Siklus
Berdasarkan tabel dan grafik 4.1 terlihat bahwa peserta didik hanya
memperoleh rata-rata 64,10 dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 50.
Peserta didik yang hasil belajarnya diatas KKM hanya 12 peserta didik atau
30,77% dan peserta didik 27 atau 69,23% memiliki nilai di bawah dari nilai
KKM yang ditetapkan yaitu 75. Hal ini memberikan gambaran bahwa hasil
belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika masih tergolong
rendah.
B. Deskripsi Tindakan Siklus I

53
1. Perencanaan Tindakan
a. Sebelum menyusun rencana pembelajaran, peneliti melakukan identifikasi
masalah dan merencanakan langkah-langkah yang akan dilaksanakan
pada siklus I.
b. Setelah peneliti mengetahui masalah dan langkah-langkah yang akan
digunakan pada tindakan di siklus I, peneliti kemudian membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c. Menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan materi bahasan pada
penelitian.
d. Mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
e. Mengembangkan format evaluasi.
f. Mengembangkan format observasi pembelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada sikuls I dilaksanakan dua kali pertemuan yaitu
sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama
1) Guru terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan
peserta didik, mengecek absensi peserta didik serta mengkondisikan
kelas agar pembelajaran dapat berlangsung secara kondusif.
2) Melakukan apersepsi dengan menyebutkan bentuk
benda-benda yang ada di ruang kelas
3) Guru mengelompokkan peserta didik 5-6
orang/kelompok
4) Selanjutnya guru menunjukkan beberapa bangun
ruang
5) Guru membagikan lembar kerja
6) Peserta didik melakukan diskusi untuk mengerjakan
lembar kerja yang telah dibagikan guru.
7) Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompok
masing-masing.
8) Guru menutup pelajaran dengan membimbing
peserta didik melakukan diskusi secara klasikal untuk menarik

54
kesimpulan dari materi yang telah dipelajari. Pada kegiatan ini
peserta didik diberi kesempatan untuk menanyakan hal yang belum
jelas dari materi yang telah dipelajari.
b. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan kedua
1) Guru terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan peserta didik, mengecek
absensi peserta didik serta mengkondisikan kelas agar pembelajaran
dapat berlangsung secara kondusif.
2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab tentang materi
yang telah dipelajari minggu lalu.
3) Guru menayangkan gambar apel dibagi menjadi 4 bagian yang sama
pada layar proyektor LCD
4) Selanjutnya peserta didik menyimak dan mengidentifikasi pecahan
5) Guru membagikan lembar kerja
6) Peserta didik melakukan diskusi untuk mengerjakan lembar kerja yang
telah dibagikan guru.
7) Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompok masing-masing.
8) Guru menutup pelajaran dengan membimbing peserta didik melakukan
diskusi secara klasikal untuk menarik kesimpulan dari materi yang
telah dipelajari. Dengan kesempatan ini peserta didik diberi
kesempatan untuk menanyakan hal yang belum jelas dari materi yang
telah dipelajari.
9) Guru melakukan uji kompetensi dengan tes tertulis
3. Observasi
Dari hasil observasi siklus I, didapat bahwa dalam melaksanakan
pembelajaran matematika tentang penjumlahan dan pengurangan dua
pecahan dengan penyebut berbeda dengan menggunakan model
pembelajaran example non example pada siklus I, guru telah menerapkannya
sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah
disiapkan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer, guru
terlalu cepat dalam menjelaskan. Masalah lain yang di dapat dari pengamatan
observer adalah pada saat guru menjelaskan materi, masih ada peserta didik
yang kurang memperhatikan.

55
Data mengenai keaktifan peserta didik dapat diperoleh dengan
menggunakan lembar observer seperti pada lampiran. Keaktifan peserta didik
tersebut dapat dilihat dalam hal bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru
maupun antusiasnya dalam mengerjakan latihan pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Data mengenai keaktifan peserta didik pada siklus
I dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Data Mengenai Keaktifan Peserta didik Pada Siklus I
Perhatian Peserta didik
No. Nama Peserta didik
B C K
1 Almaira Juliyanti √
2 Aisyah Natha Arofah √
3 Anisa Febri Hindriyani √
4 Arisya Kamilatul Jannah √
5 Ashifa Rizkia Ramadani √
6 Aulia Andiani Safitri √
7 Azzahra Ananda Putri √
8 Audrey Orpa Zariana √
9 Adhan Ismail √
10 Bintang Setyahadi Putra √
11 Callysta Putri Ramadhani √
12 D Ulfi Robyansyah √
13 Fahmi Gifari √
14 Falez Ataya Sakhi Firmansyah √
15 Farhand Muhamad Al Fadilah √
16 Iqbal Khairan Gibran √
17 Jessica Anggraeni Putri T √
18 Jihan Husniyah √
19 Khalif Rasya Pratama √
20 N. Razqa Kaizan Erawan √
21 Messya Shazia Fenita √

56
Perhatian Peserta didik
No. Nama Peserta didik
B C K
22 Michael Richie Nelson √
23 Muhammad Reza Kurniawan √
24 Muhamad Rifan Afandi √
25 Muhamad Rizki Ramdani √
26 Muhamad Galang Rizkia saleh √
27 Muhamad Ilham Maulana √
28 Muhamad Nagib √
29 Muhamad Nazril Nurdiansyah √
30 Nizar Irsyad √
31 Rayi Aliffairuz Sanjaya √
32 Siti Aminah Azzizah √
33 Syahwa Rahmadhan √
34 Waode Zahni Syafarillah √
35 Wisanggeni Susanto Widodo √
36 Wiwi Widiastuti
37 Weni Rahmayanti √
38 Zahra Amara √
39 Zahira Adellia Putri √
  Jumlah 25 8 6
  Prosentase (%) 64,10% 20,52% 15,38%
Sumber: lembar observasi peserta didik pada siklus I
Jika digambarkan dalam bentuk grafik, maka data keaktifan peserta
didik pada siklus 1 tersaji pada grafik 4.2 berikut:

57
Grafik 4.2
Keaktifan Peserta didik Pada Siklus 1
Data pada tabel dan grafik mengenai aktifitas peserta didik pada siklus I
menunjukkan bahwa lebih setengahnya (64,10%) atau 25 peserta didik baik
dalam mengikuti KBM, kurang setengahnya (20,52%) atau 8 peserta didik
cukup mengikuti KBM dan kurang setengahnya (15,38%) atau 6 peserta didik
kurang semangat mengikuti KBM.
Selanjutnya di bawah ini hasil pengamatan observer tentang aktvtas guru
pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3
Data Hasil Pengamatan Aktvtas Guru Pada Siklus I
No Aspek Yang Diamati Penilaian
Baik Cukup Kurang
1 Pendahuluan
a. Memotvasi Peserta didik √
b.Apersepsi √
2 Kegiatan Inti
- Bahan-bahan pembelajaran yang √
disajikan sesuai dengan yang
direncanakan
- Kesesuaian pelaksanaan penggunaan √
model pembelajaran example non
example dengan materi
- Kemampuan mengoptimalkan √
pelaksanaan model pembelajaran
example non example
- Antusiasme dalam menanggapi √
pertanyaan peserta didik

58
No Aspek Yang Diamati Penilaian
Baik Cukup Kurang
- Membantu meningkatkan proses √
pembelajaran peserta didik
- Mengarahkan peserta didik untuk √
mengerjakan latihan soal
- Mengamati proses belajar peserta √
didik
3 Penutup
- Penilaian √
- Refleksi √
4 Pengelolaan waktu √
5 Penggunaan media pembelajaran √
6 Suasana kelas
a. Semangat guru √
b.Semangat peserta didik √
Jumlah 7 6 2
Prosentase (%) 46,67 40 13,33

Jika digambarkan dalam bentuk grafik, maka data keaktvan guru pada
siklus 1 tersaji pada grafik 4.3 berikut:

59
Grafik 4.3
Keaktifan Guru Pada Siklus 1
Data mengenai aktifitas guru pada siklus I menunjukkan bahwa kurang dari
setengahnya (46,67%) guru belum mampu mematvasi peserta didik dalam
mengikuti KBM, kurang setengahnya (40%) guru cukup memotvasi peserta
didik mengikuti KBM dan hanya sedikit (13,33%) guru kurang memotvasi
peserta didik dalam mengkuti KBM.
Untuk mengetahui besaran hasil belajar peserta didik, maka pada akhir
siklus I dilakukan tes hasil belajar dan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4
Data Hasil Belajar Peserta didik Pada Siklus I
ketuntasan
No. Nama Peserta didik Nilai
Tuntas belum
1 Almaira Juliyanti 75 √
2 Aisyah Natha Arofah 80 √
3 Anisa Febri Hindriyani 75 √
4 Arisya Kamilatul Jannah 75 √
5 Ashifa Rizkia Ramadani 60 √
6 Aulia Andiani Safitri 75 √
7 Azzahra Ananda Putri 80 √
8 Audrey Orpa Zariana 90 √
9 Adhan Ismail 60 √
10 Bintang Setyahadi Putra 65 √
11 Callysta Putri Ramadhani 60 √
12 D Ulfi Robyansyah 65 √
13 Fahmi Gifari 75 √
14 Falez Ataya Sakhi Firmansyah 65 √
15 Farhand Muhamad Al Fadilah 80 √
16 Iqbal Khairan Gibran 75 √
17 Jessica Anggraeni Putri T 80 √

60
ketuntasan
No. Nama Peserta didik Nilai
Tuntas belum
18 Jihan Husniyah 65 √
19 Khalif Rasya Pratama 75 √
20 O. Razqa Kaizan Erawan 60 √
21 Messya Shazia Fenita 65 √
22 Michael Richie Nelson 90 √
23 Muhammad Reza Kurniawan 80 √
24 Muhamad Rifan Afandi 80 √
25 Muhamad Rizki Ramdani 85 √
26 Muhamad Galang Rizkia saleh 65 √
27 Muhamad Ilham Maulana 75 √
28 Muhamad Nagib 65 √
29 Muhamad Nazril Nurdiansyah 80 √
30 Nizar Irsyad 75 √
31 Rayi Aliffairuz Sanjaya 75 √
32 Siti Aminah Azzizah 75 √
33 Syahwa Rahmadhan 60 √
34 Waode Zahni Syafarillah 65 √
35 Wisanggeni Susanto Widodo 75 √
36 Wiwi Widiastuti 85 √
37 Weni Rahmayanti 65 √
38 Zahra Amara 75 √
39 Zahira Adellia Putri 80 √
  Rata-Rata 73,08
  Nilai Terendah 50  
  Nilai Tertinggi 80  
  Jumlah yang Sudah Tuntas 25  
  Jumlah yang Belum Tuntas 14  
  Prosentase Ketuntasan 64,10%  
Sumber: daftar nilai uji kompetensi pada siklus I

61
Jika digambarkan dalam bentuk grafik, maka data hasil belajar pada
siklus I tersaji pada grafik 4.4 berikut.

Grafik 4.4
Data Hasil Belajar Peserta didik Pada Siklus I
Berdasarkan tabel 4.4 dan grafik 4.4 terlihat bahwa rata-rata nilai
peserta didik 73,08 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 60. Peserta
didik yang hasil belajarnya di atas KKM ada 25 orang 64,10% dan peserta
didik yang hasil belajarnya di bawah KKM 14 orang atau 35,90% dari nilai
KKM yang ditetapkan yaitu 75. Hal ini memberikan gambaran bahwa ada
peningkatan hasil belajar peserta didik dari pra siklus ke siklus I.
4. Refleksi
Berdasarkan análisis data di atas, masih terdapat kekurangan pada
siklus I. Kekurangan-kekurangan tersebut antara lain guru kurang memotvasi
peserta didik dan guru kurang membantu peserta didik dalam proses
pembelajaran. Sedangkan kemampuan guru dalam mengoptimalkan
pelaksanaan KBM, pengelolaan waktu, penggunaan model dan semangat
guru belum optimal. Kemudian 8 peserta didik (20,52%) peserta didik belum
fokus dalam memperhatikan pelajaran dan 6 peserta didik (15,38%) peserta
didik tidak memperhatikan pelajaran. Dengan adanya kekurangan-
kekurangan tersebut, maka perlu adanya perbaikan-perbaikan dalam KBM
untuk siklus II. Perbaikan tersebut yaitu dengan cara lebih rinci lagi dalam
menjelaskan dan lebih memotvasi peserta didik dengan cara

62
menginformasikan manfaat yang di dapat jika kita memahami dan menguasai
materi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda .
Selain itu guru harus lebih mengkondisikan peserta didik, sehingga peserta
didik benar-benar terlibat dalam KBM.
C. Deskripsi Tindakan Siklus II
1. Perencanaan Tindakan
a. Sebelum menyusun rencana pembelajaran, peneliti melakukan
identifikasi masalah berdasarkan refleksi pada siklus I dan
merencanakan langkah-langkah yang akan dilaksanakan pada siklus
II.
b. Setelah peneliti mengetahui masalah dan langkah-langkah yang akan
digunakan pada tindakan di siklus II, peneliti kemudian membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c. Menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan materi bahasan pada
penelitian.
d. Mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
e. Mengembangkan format evaluasi.
f. Mengembangkan format observasi pembelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada sikuls II dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan yaitu sebagai berikut.
a. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama
1) Guru terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan peserta didik,
mengecek absensi peserta didik serta mengkondisikan kelas agar
pembelajaran dapat berlangsung secara kondusif.
2) Guru mempersiapkan contoh soal pecahan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
3) Dalam pembelajaran pecahan, guru mempersiapkan soal pecahan
yang sesuai dengan contoh pekerjaan yang diberikan guru.
4) Guru metayangkan soal pecahan penjumlahan dan penguruangan
lewat LCD proyektor

63
5) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk memperhatikan/ menganalisis soal, dalam tahap ini guru juga
menjelaskan sedikit tentang materi pembelajaran.
6) Guru membag peserta didk menjdi 7 kelompok
dengananggotaantara 5-6 orang
7) Melalui diskusi kelompok siswa, hasil diskusi dari soal tersebut
dicatat pada kertas, dalam hal ini siswa berkelompok dalam
mengerjakan tugas yang diberikan guru kemudian menuliskan hasil
pekerjaannya.
8) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya,
perwakilan dari setiap kelompok maju dan membacakan hasil
pekerjaannya di depan kelas.
9) Mulai dari komentar/ hasil diskusi siswa, guru menjelaskan materi
sesuai tujuan yang ingin dicapai.
10) Kesimpulan, guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran yang telah dilakukan.
11) Guru menutup pelajaran dengan membimbing peserta didik
melakukan diskusi secara klasikal untuk menarik kesimpulan dari
materi yang telah dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan
untuk menanyakan hal yang belum jelas dari materi yang telah
dipelajari.
b. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan kedua
1) Guru terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan peserta didik,
mengecek absensi peserta didik serta mengkondisikan kelas agar
pembelajaran dapat berlangsung secara kondusif.
2) Melakukan apersepsi dengan menayangkan soal pecahan
menggunakan LCD proyektor.
3) Selanjutnya guru mengadakan tanya jawab tentang soal tersebut
4) Guru membagi kelompok peserta didik menajdi 7 kelompok
masing-masing kelompok beranggotan 5-6 orang
5) Peserta didik peserta didik mendiskusikan lembar kerjayang
dibagikan guru

64
6) Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompok masing-
masing.
7) Guru menutup pelajaran dengan membimbing peserta didik
melakukan diskusi secara klasikal untuk menarik kesimpulan dari
materi yang telah dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan untuk
menanyakan hal yang belum jelas dari materi yang telah dipelajari.
8) Guru melakukan uji kompetensi berupa test tertulis
3. Observasi
Pada siklus II ini guru telah melakukan perbaikan-perbaikan.
Perbaikan dalam KBM tersebut yaitu guru lebih memotvasi peserta didik,
sehingga peserta didik lebih bersemangat dalam mengikuti KBM. Dengan
semangat yang lebih tinggi, maka pembelajaran dapat berjalan lebih baik.
Selain memotvasi peserta didik, guru juga memberikan lebih banyak
kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan hal-hal yang belum
jelas dan guru lebih mengarahkan peserta didik dalam pengerjaan soal
latihan.
Data mengenai keaktifan peserta didik pada siklus II dapat dilihat
pada tabel 4.5
Tabel 4.5
Data Mengenai Keaktifan Peserta didik Pada Siklus II
Perhatian Peserta didik
No. Nama Peserta didik
B C K
1 Almaira Juliyanti √
2 Aisyah Natha Arofah √
3 Anisa Febri Hindriyani √
4 Arisya Kamilatul Jannah √
5 Ashifa Rizkia Ramadani √
6 Aulia Andiani Safitri √
7 Azzahra Ananda Putri √
8 Audrey Orpa Zariana √
9 Adhan Ismail √
10 Bintang Setyahadi Putra √

65
Perhatian Peserta didik
No. Nama Peserta didik
B C K
11 Callysta Putri Ramadhani √
12 D Ulfi Robyansyah √
13 Fahmi Gifari √
14 Falez Ataya Sakhi Firmansyah √
15 Farhand Muhamad Al Fadilah √
16 Iqbal Khairan Gibran √
17 Jessica Anggraeni Putri T √
18 Jihan Husniyah √
19 Khalif Rasya Pratama √
20 P. Razqa Kaizan Erawan √
21 Messya Shazia Fenita √
22 Michael Richie Nelson √
23 Muhammad Reza Kurniawan √
24 Muhamad Rifan Afandi √
25 Muhamad Rizki Ramdani √
26 Muhamad Galang Rizkia saleh √
27 Muhamad Ilham Maulana √
28 Muhamad Nagib √
29 Muhamad Nazril Nurdiansyah √
30 Nizar Irsyad √
31 Rayi Aliffairuz Sanjaya √
32 Siti Aminah Azzizah √
33 Syahwa Rahmadhan √
34 Waode Zahni Syafarillah √
35 Wisanggeni Susanto Widodo √
36 Wiwi Widiastuti √
37 Weni Rahmayanti √
38 Zahra Amara √
39 Zahira Adellia Putri √
  Jumlah 34 5 0 

66
Perhatian Peserta didik
No. Nama Peserta didik
B C K

  Prosentase 87,18% 12,82%  0%


Sumber: lembar observasi peserta didik pada siklus II
Jika digambarkan dalam bentuk grafik, maka data mengenai
keaktrvan peserta didik pada siklus II tersaji pada grafik 4.5 berikut:

Grafik 4.5
Keaktifan Peserta didik Pada Siklus I1
Data mengenai aktifitas peserta didik pada siklus II menunjukkan
bahwa hampir seluruhnya (87,18%) atau 34 peserta didik termotvasi dalam

67
mengikuti KBM dan hanya sebagian kecil (12,82%) atau 5 peserta didik cukup
termotvasi mengikuti KBM.
Selanjutnya di bawah ini hasil pengamatan observer tentang aktvtas
guru pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Data Hasil Pengamatan Aktvtas Guru Pada Siklus II
Penilaian
No Aspek Yang Diamati
Baik Cukup Kurang
1 Pendahuluan
a. Memotvasi Peserta didik √
b.Apersepsi √
2 Kegiatan Inti
- Bahan-bahan pembelajaran yang √
disajikan sesuai dengan yang
direncanakan
- Kesesuaian pelaksanaan model √
pembelajaran example non
example dengan materi
- Kemampuan mengoptimalkan √
pelaksanaan model pembelajaran
example non example
- Antusiasme dalam menanggapi √
pertanyaan peserta didik
- Membantu meningkatkan proses √
pembelajaran peserta didik
- Mengarahkan peserta didik untuk √
mengerjakan latihan soal
- Mengamati proses belajar peserta √
didik
3 Penutup
- Penilaian √
- Refleksi √

68
Penilaian
No Aspek Yang Diamati
Baik Cukup Kurang
4 Pengelolaan waktu √
5 Penggunaan media pembelajaran √
6 Suasana kelas
a. Semangat guru √
b.Semangat peserta didik √
Jumlah 15 0 0
Persentase (%) 100% 0% 0%
Sumber: lembar observasi guru pada siklus II
Jika digambarkan dalam bentuk grafik, maka data aktvtas guru pada
siklus II tersaji pada grafik 4.6 berikut:

Grafik 4.6
Hasil Pengamatan Aktvtas Guru Pada Siklus II
Data mengenai aktifitas guru pada siklus II menunjukkan bahwa
100% guru dapat motvasi peserta didik, bahan-bahan yang disajikan sesuai

69
dengan rencana dan penggunaan model pembelajaran example non example
sesuai dengan yang direncanakan.
Untuk mengetahui besaran hasil belajar peserta didik, maka pada
akhir siklus II dilakukan tes dengan hasil belajar dapat dilihat pada tabel 4.7
berikut.
Tabel 4.7
Data Hasil Belajar Peserta didik Pada Siklus II
ketuntasan
No. Nama Peserta didik Nilai
Tuntas belum
1 Almaira Juliyanti 80 √
2 Aisyah Natha Arofah 90 √
3 Anisa Febri Hindriyani 80 √
4 Arisya Kamilatul Jannah 80 √
5 Ashifa Rizkia Ramadani 75 √
6 Aulia Andiani Safitri 80 √
7 Azzahra Ananda Putri 90 √
8 Audrey Orpa Zariana 100 √
9 Adhan Ismail 75 √
10 Bintang Setyahadi Putra 75 √
11 Callysta Putri Ramadhani 75 √
12 D Ulfi Robyansyah 75 √
13 Fahmi Gifari 80 √
14 Falez Ataya Sakhi Firmansyah 75 √
15 Farhand Muhamad Al Fadilah 85 √
16 Iqbal Khairan Gibran 80 √
17 Jessica Anggraeni Putri T 90 √
18 Jihan Husniyah 75 √
19 Khalif Rasya Pratama 80 √
20 Q. Razqa Kaizan Erawan 75 √
21 Messya Shazia Fenita 75 √
22 Michael Richie Nelson 100 √

70
ketuntasan
No. Nama Peserta didik Nilai
Tuntas belum
23 Muhammad Reza Kurniawan 90 √
24 Muhamad Rifan Afandi 85 √
25 Muhamad Rizki Ramdani 90 √
26 Muhamad Galang Rizkia saleh 75 √
27 Muhamad Ilham Maulana 80 √
28 Muhamad Nagib 75 √
29 Muhamad Nazril Nurdiansyah 85 √
30 Nizar Irsyad 80 √
31 Rayi Aliffairuz Sanjaya 80 √
32 Siti Aminah Azzizah 80 √
33 Syahwa Rahmadhan 75 √
34 Waode Zahni Syafarillah 75 √
35 Wisanggeni Susanto Widodo 80 √
36 Wiwi Widiastuti 90 √
37 Weni Rahmayanti 75 √
38 Zahra Amara 80 √
39 Zahira Adellia Putri 85
Rata-Rata 81,28
  Nilai Terendah 75  
  Nilai Tertinggi 100  
  Jumlah yang Sudah Tuntas 39  
  Jumlah yang Belum Tuntas 0  
  Prosentase Ketuntasan 100%  
Sumber: daftar nilai uji kompetensi siklus II
Jika digambarkan dalam bentuk grafik, maka data hasil belajar pada
siklus II tersaji pada grafik 4.7 berikut.

71
Grafik 4.7
Data Hasil Belajar Peserta didik Pada Siklus II
Berdasarkan tabel 4.7 dan grafik 4.7 terlihat bahwa rata-rata nilai
peserta didik 81,28 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 75. Peserta
didik yang hasil belajarnya di atas KKM ada 39 orang atau 100% dan peserta
didik yang memperoleh nilai di bawah KKM tidak ada orang atau 0% dari nilai
KKM yang ditetapkan yaitu 75. Hal ini memberikan gambaran bahwa ada
peningkatan hasil belajar peserta didik dari siklus I ke siklus II.
4. Refleksi
Dari data di atas didapat informasi bahwa hampir seluruhnya peserta
didik menyukai pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
example non example dengan bukti rata-rata nilai 81,28 di atas KKM yang
telah ditentukan yaitu 75, sedangkan nilai terendah adalah 75 dan nilai tertinggi
100. Seluruh peserta didik (39 orang) tentang penjumlahan dan pengurangan
dua pecahan dengan penyebut berbeda sudah tuntas. Sedangkan aktvtas
peserta didik dalam mengikuti materi ini hampir semua peserta didik 87,18%
atau 34 peserta didik dari 39 peserta didik sangat baik mengikuti pelajaran.
Hanya sebagian kecil 12,82% atau 5 peserta didik yang kadang-kadang aktif.
Kemudian aktvtas guru adalah 100% guru mampu memotvasi dan
mengarahkan peserta didik dalam materi ini. Hal ini dikarenakan peserta didik
merasa tertarik dan termotvasi dalam KBM yang menggunakan model
pembelajaran example non example.
D. Pembahasan
Dari hasil pembelajaran menggunakan model pembelajaran example
non example dan jawaban soal-soal evaluasi yang diberikan, kemudian penulis

72
menggunakan jawaban-jawaban tersebut untuk mengetahui apakah
pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran example non
example tersebut dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik di kelas VI SD
Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Berikut ini adalah
data yang diperoleh dari hasil para siklus, siklus pertama, dan siklus kedua.
Tabel 4.8
Rekapitulasi Nilai Pra Siklus, Siklus Pertama, dan Siklus Kedua
No. Nama Peserta didik Pra Siklus Siklus I Siklus II
1 Almaira Juliyanti 60 75 80
2 Aisyah Natha Arofah 75 80 90
3 Anisa Febri Hindriyani 65 75 80
4 Arisya Kamilatul Jannah 60 75 80
5 Ashifa Rizkia Ramadani 50 60 75
6 Aulia Andiani Safitri 65 75 80
7 Azzahra Ananda Putri 75 80 90
8 Audrey Orpa Zariana 80 90 100
9 Adhan Ismail 50 60 75
10 Bintang Setyahadi Putra 55 65 75
11 Callysta Putri Ramadhani 50 60 75
12 D Ulfi Robyansyah 55 65 75
13 Fahmi Gifari 60 75 80
14 Falez Ataya Sakhi Firmansyah 55 65 75
15 Farhand Muhamad Al Fadilah 75 80 85
16 Iqbal Khairan Gibran 60 75 80
17 Jessica Anggraeni Putri T 75 80 90
18 Jihan Husniyah 55 65 75
19 Khalif Rasya Pratama 65 75 80
20 R. Razqa Kaizan Erawan 50 60 75
21 Messya Shazia Fenita 55 65 75
22 Michael Richie Nelson 80 90 100
23 Muhammad Reza Kurniawan 75 80 90
24 Muhamad Rifan Afandi 75 80 85

73
No. Nama Peserta didik Pra Siklus Siklus I Siklus II

25 Muhamad Rizki Ramdani 80 85 90


26 Muhamad Galang Rizkia saleh 60 65 75
27 Muhamad Ilham Maulana 60 75 80
28 Muhamad Nagib 60 65 75
29 Muhamad Nazril Nurdiansyah 75 80 85
30 Nizar Irsyad 60 75 80
31 Rayi Aliffairuz Sanjaya 65 75 80
32 Siti Aminah Azzizah 65 75 80
33 Syahwa Rahmadhan 50 60 75
34 Waode Zahni Syafarillah 60 65 75
35 Wisanggeni Susanto Widodo 65 75 80
36 Wiwi Widiastuti 80 85 90
37 Weni Rahmayanti 60 65 75
38 Zahra Amara 65 75 80
39 Zahira Adellia Putri 75 80 85
Rata-Rata 64,10 73,08 81,28
Nilai Terendah 50 50 75
Nilai Tertinggi 80 80 100
Jumlah yang Sudah Tuntas 12 25 39
Jumlah yang Belum Tuntas 27 14 0
Prosentase Ketuntasan 30,77% 64,10% 100%
Sumber: daftar nilai pada pra siklus, siklus I dan II
Berdasarkan hasil penelitian selama dua siklus yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda, terlihat pada pelaksanaan
siklus pertama dan kedua telah menunjukkan peningkatan pada proses
pembelajaran matematika. Pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran
example non example, interaksi peserta didik dan guru di awal pelajaran diawali
oleh guru dengan contoh-contoh benda bangun ruang dimaksudkan agar peserta
didik dapat belajar dengan senang. Kemudian guru mengarahkan dan menjelaskan

74
bagaimana peserta didik belajar dengan baik. Saat proses pembelajaran
berlangsung, guru mengelola kelas secara interaktif, membimbing peserta didik,
dan memotvasi peserta didik untuk aktif berperan dalam kegiatan pembelajaran.
Pada akhir pelajaran, guru bersama peserta didik menyimpulkan pelajaran yang
telah dilaksanakan. Kemudian guru mengevaluasi peserta didik dengan
memberikan soal-soal yang relevan dengan konsep. Berdasarkan hal tersebut,
dapat disimpulkan bahwa telah ada peningkatan aktvtas peserta didik dalam
pembelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata nilai
hasil belajar dari pra siklus, siklus I, dan siklus II yang tersaji pada grafik 4.8
berikut.

Grafik 4.8
Peningkatan Rata-Rata Nilai Peserta didik Tiap Siklus
Peningkatan rata-rata nilai peserta didik juga ditunjang oleh peningkatan
nilai terendah dan nilai tertinggi peserta didik setiap siklus seperti yang tergambar
pada grafik 4.9 berikut

75
Grafik 4.9
Peningkatan Nilai Terendah dan Tertinggi Tiap Siklus
Dari grafik 4.9 di atas diperoleh bahwa nilai terendah pada pra siklus
adalah 50 kemudian meningkat menjadi 60 pada siklus I dan meningkat lagi
menjadi 75 pada siklus II. Selanjutnya nilai tertinggi pada pra siklus adalah 80
kemudian meningkat menjadi 90 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 100
pada siklus II. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran
example non example cocok untuk diterapkan pada materi penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda .
Selain peningkatan rata-rata nilai peserta didik, penerapan model
pembelajaran example non example juga dapat meningkatkan prosentase
ketuntasan belajar peserta didik seperti yang tersaji pada grafik 4.10 berikut.

76
Grafik 4.10
Peningkatan Ketuntasan Belajar Peserta didik Tiap Siklus
Dari grafik 4.10 di atas diperoleh bahwa pada pra siklus hanya 30,77%
atau 12 peserta didik yang nilainya di atas KKM yang ditetapkan, kemudian pada
siklus I meningkat menjadi 64,10% atau 25 peserta didik yang nilainya di atas
KKM selanjutnya pada siklus II menjadi 100% atau 39 peserta didik yang nilainya
di atas KKM .
Data keaktifan peserta didik menunjukkan bahwa pada siklus I terdapat
64,10% atau 25 orang peserta didik yang aktif, 20,52% atau 8 peserta didik cukup
aktif, dan 15,38% atau 6 orang peserta didik yang kurang aktif pada saat
pembelajaran. Setelah guru memperbaiki hasil refleksi pada siklus I maka pada
siklus II didapat 87,18% atau 34 orang peserta didik yang aktif pada saat
pembelajaran dan 12,82% atau 5 orang peserta didik yang cukup aktif pada saat
pembelajaran serta 0,00% atau tidak ada peserta didik yang tidak aktif pada saat
pembelajaran. Dengan banyaknya peserta didik yang aktif pada saat pembelajaran
menunjukkan bahwa guru saat menerangkan materi dengan menggunakan model
pembelajaran example non example sudah berhasil melibatkan peserta didik
dalam pembelajaran.
Data aktvtas guru menunjukkan bahwa pada siklus I secara umum sudah
baik, namun ada beberapa komponen penilaian dari observer yang masih kurang
yaitu kurang memotvasi peserta didik dan kurang mengarahkan peserta didik pada
saat mengerjakan latihan soal sehingga semangat peserta didik pada siklus I
secara umum masih kurang. Kekurangan-kekurangan pada siklus I ini kemudian
diperbaiki pada siklus II dan aktvtas guru pada siklus II ini secara umum sudah
baik.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran example non
example ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik karena pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran example non example, peserta didik
dalam belajar menjadi lebih aktif, kreatif, dan menyenangkan bagi peserta didik.
Selain itu pula pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran example
non example menjadi lebih efektif. Akibatnya informasi yang diterima peserta
didik akan diingat lebih lama.

77
Peningkatan hasil belajar yang signifikan antara sebelum dan sesudah
belajar dengan menggunakan model pembelajaran example non example karena
dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran example non
example, peserta didik merasa tidak belajar karena pembelajarannya menyenangkan
bagi mereka. Hal tersebut membuat pelajaran menjadi melekat lebih lama dan baik
secara langsung maupun tidak langsung, membuat peserta didik menjadi paham
materi penjumlahan dan pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda .

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SD Negeri
Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor pada peserta didik kelas VI
tahun pelajaran 2018/2019 bahwa hasil belajar peserta didik sesudah
menggunakan model pembelajaran example non example menunjukkan hasil
yang memuaskan. Dari uraian pada bab sebelumnya, dapat diambil simpulan
sebagai berikut:
1. Model pembelajaran example non example dapat meningkatan aktvtas dan
hasil belajar peserta didik tentang penjumlahan dan pengurangan dua
pecahan dengan penyebut berbeda di kelas VI SD Negeri Bantarjati 6
Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor.
2. Penggunaan model pembelajaran example non example dalam
pembelajaran membuat peserta didik tidak bosan dan jenuh sebaliknya
merasa senang sehingga aktvtas belajar mereka meningkat. Hal ini terbukti
pada siklus I terdapat 64,10% atau 25 orang peserta didik yang aktif,

78
20,52% atau 8 peserta didik cukup aktif, dan 15,38% atau 6 orang peserta
didik yang kurang aktif pada saat pembelajaran. Setelah guru memperbaiki
hasil refleksi pada siklus I maka pada siklus II didapat 87,18% atau 34
orang peserta didik yang aktif pada saat pembelajaran dan 12,82% atau 5
orang peserta didik yang cukup aktif pada saat pembelajaran serta 0,00%
atau tidak ada peserta didik yang tidak aktif pada saat pembelajaran.
Dengan banyaknya peserta didik yang aktif pada saat pembelajaran
menunjukkan bahwa guru saat menerangkan materi dengan menggunakan
model pembelajaran example non example sudah berhasil melibatkan
peserta didik dalam pembelajaran. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil
belajar yang dicapai peserta didik.
3. Hasil belajar mata pelajaran matematika khususnya penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan dengan penyebut berbeda di kelas VI di SD
Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor sebelum
menggunakan model pembelajaran example non example mempunyai nilai
rata-rata 64,10 Pada saat pembelajaran diubah menggunakan model
pembelajaran example non example, rata-rata hasil belajar peserta didik
meningkat menjadi 73,08 pada siklus I dan 81,28 pada siklus II.
B. Saran
Setelah melaksanakan penelitian, saran yang dapat penulis ajukan
adalah sebagai berikut.
1. Untuk peserta didik
Untuk peserta didik kelas VI SD Negeri Bantarjati 6 Kecamatan Bogor
Utara Kota Bogor, agar makin meningkatkan lagi aktvtas dan peran
sertanya dalam KBM agar nilai hasil belajarnya dapat ditingkatkan.
2. Untuk guru
variasi media pembelajaran diperlukan oleh guru untuk menghindari
kejenuhan peserta didik. Salah satunya menerapkan berbagai macam
metode/pendekatan/media pembelajaran khususnya model pembelajaran
example non example
3. Untuk sekolah

79
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk program
pembinaan sekolah dalam rangka meningkatkan kemampuan guru dalam
melaksanakan KBM di masing-masing kelas, agar SD Negeri Bantarjati 6
menjadi sekolah percontohan dalam mengembangkan
metode/model/media pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi & Supriyono Widodo. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Apriani, Atik dan Davd Indrianto. 2007. Implementasi model pembelajaran examples
non examples. FKIP PGMI. IKIP PGRI Sumedang.
Aqib, Zainal. 2016. Kumpulan Model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Satu Nusa.
Bandung
Azhar Arsyad, 2011, Media Pembelajaran, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Dimyati dan Mujiono, 2002, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Jauhar M. (010, Implementasi Paikem, Jakarta, Prestasi Pusaka
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Prensky,
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

80
Hamzah B. Uno, dan Nurdin Mohammad.  2012. Belajar dengan Pendekatan
PAILKEM. Jakarta: Bumi Aksara.
Handayani, Jumanta. 2014. Model dan Model Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Ghalia Indonesia. Bogor
https://www.advernesia.com/blog/matematika/pengurangan-pecahan-biasa-dan-
campuran/
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Pustaka Belajar. Jakarta
Jauhar M. 2010, Implementasi Paikem, Jakarta, Prestasi Pusaka
Musfiqon 2010, Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran, Jakarta, Prestasi
Pusaka
Muslihuddin 2010, Kiat Sukses Melakukan Penelitian Tindakan Kelas dan Sekolah,
Bandung, Rizqi Press
Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Melvn L. Silberman, 2006. Actve Learning: 101 Cara Belajar Peserta didik Aktif.
Edisi Revsi Diterjemahkan oleh Raisul Muttaqin. Bandung:
Nusamedia.
Ngalimun, 2016, Strategi dan Model Pembelajaran. Jogyakarta: Aswaja Pressindo
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016, tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk.
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, Kemdikbud
Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016, tentang Standar Standar Isi untuk. Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah., Jakarta, Kemdikbud
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, Standar proses untuk. Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, Jakarta, Kemdikbud
Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016, Kompeensi Inti dan Kompetensi Dasar,
Jakarta, Kemdikbud
Poerwodarminto, 1990, Kamus Umum Bahasa Indonesia  Gramedia. Jakarta
Rima Ega, 2016, Ragam Media Pembelajaran, Bandung, Kta Pena
Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

81
Rusman, 2010. Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme
Guru). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Sardiman, A.M. 2011. Interaksi & Motvasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.
Saefudin Sa’ud, Udin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Slameto, 200), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta, Rineka
Cipta
Slavn, Robert E. 2008. Cooperatve Learning (Teori, Riset, Praktik). Bandung: Nusa
Media
Sukajati, 2008, Pembelajaran Operasi Penjumlahan Pecahan di SD Menggunakan
Berbagai Media, Joyakarta, P4TK Matematika
Suyanto, Prof. 2002. Menjadi Guru Profesional. Erlangga. Jakarta
Suprijono, Agus. 2009. Cooperatve Learning: Teori dan Aplikasi Paikem.
Yogyakarta: Pustaka Relajar.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Buana Pustaka.
Undang-Undang Nomor Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta,
Depdiknas
Wahyudin, H. Dinn, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Unversitas
Terbuka.
Wardani, I.G.A.K, Julaeha. S dan Marsinah. N. 2005. Pemantapan Kemampuan
Profesional. Jakarta. Unversitas Terbuka.
Winataputra, Udin. S, dkk. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Unversitas
Terbuka.
Wonorahardjo, Surjani. 2010. Dasar-Dasar Sains Menciptakan Masyarakat Sadar.
Sains Bandung: Pustaka Reka Cipta.
Zaenal Aqib, 2016, Kumpulan Metode Pembelajaran, Bandung, Satu Nusa

82
83

Anda mungkin juga menyukai