Anda di halaman 1dari 4

BERBUAT KEBAIKAN HINGGA

AKHIR HAYAT

Shafiyah telah menjanda sejumlah dua kali, sebab dia pernah kawin dengan dua orang
keturunan Yahudi adalah Salam bin Abi Al-Haqiq (dalam kisah lain diistilahkan bernama
Salam bin Musykam), salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah, namun rumah tangga
mereka tidak berlanjut lama.Kesudahan suami keduanya bernama Kinanah bin Rabi' bin Abil
Hafiq, ia juga salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah yang ditolak Rasulullah. Dalam
Perang Khaibar, Shafiyah dan suaminya Kinanah bin Rabi' telah tertawan, sebab kalah dalam
pertempuran tersebut. Dalam satu perundingan Shafiyah diberikan dua pilihan adalah
dimerdekakan kesudahan diserahkan kembali kepada kaumnya atau dimerdekakan kesudahan
menjadi istri Muhammad, kesudahan Safiyah memilih untuk menjadi istri Muhammad.
Shafiyah memiliki kulit yang sangat putih dan memiliki paras cantik, menurut Ummu
Sinan Al-Aslamiyah, kecantikannya itu sehingga menciptakan cemburu istri-istri Muhammad
lainnya. Bahkan benar seorang istri Muhammad dengan nada mengejek, mereka menyebut
bahwa mereka adalah wanita-wanita Quraisy bangsa Arab, sedangkan dirinya adalah wanita
asing (Yahudi). Bahkan suatu saat Hafshah mencapai mengeluarkan lisan kata-kata, ”Anak
seorang Yahudi” hingga menyebabkan Shafiyah menangis. Muhammad SAW kemudian
bersabda, “Sesungguhnya engkau adalah seorang putri seorang nabi dan pamanmu adalah
seorang nabi, suamimu pun juga seorang nabi lantas dengan gagasan apa dia mengejekmu?”
Kemudian Muhammad bersabda kepada Hafshah, “Bertakwalah kepada Allah wahai
Hafshah!” Selanjutnya ketika dia mendengar ejekan dari istri-istri nabi lainnya karena itu
diapun berkata, “Bagaimana bisa kalian semakin adun dariku, padahal suamiku adalah
Muhammad, ayahku (leluhur) adalah Harun dan pamanku adalah Musa?” Shafiyah wafat
tatkala berumur sekitar 50 tahun, saat masa pemerintahan Mu'awiyah.
Semenjak kecil dia menyukai ilmu-ilmu dan rajin mempelajari sejarah dan keyakinan
bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi dari jazirah
Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Tipu dayanya tercurah pada persoalan
kenabian tersebut, terutama setelah Muhammad muncul di Mekkah. Dia sangat ajab atau
tidak sanggup saat kaumnya tidak mempercayai berita akbar/besar tersebut, padahal sudah
jelas tertulis di dalam kitab mereka sendiri.
Demikian juga ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan
terhadap kaum Muslim.Sifat dusta, tipu muslihat, dan pengecut ayahnya sudah terlihat di
mata Shafiyyah dalam jumlah kejadian. Di selang yang menjadi perhatian Shafiyyah adalah
sikap Huyay terhadap kaumnya sendiri, Yahudi Bani Qurayzhah. Saat itu, Huyay berjanji
untuk mendukung dan memberikan pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan akad
tidak mengkhianati kaum Muslim (Akad Hudaibiyah). Akan tetapi, saat kaum Yahudi
mengkhianati akad tersebut, Huyay melepaskan tanggung jawab dan tidak menghiraukan
mereka lagi. Hal lain adalah sikapnya terhadap orang-orang Quraisy Mekah. Huyay pergi ke
Mekah untuk menghasut kaum Quraisy supaya memerangi kaum Muslim dan mereka
menyuruhnya mengakui bahwa agama mereka (Quraisy) semakin agung daripada agama
Muhammad, dan Tuhan mereka semakin adun daripada Tuhan Muhammad.
Penaklukan Khaibar dan Penawanannya Perang Khandaq telah membuka tabir
pengkhianatan kaum Yahudi terhadap akad yang telah mereka sepakati dengan kaum
muslimin. Muhammad segera menyadari ancaman yang akan menimpa kaum muslimin
dengan beralihnya kaum Yahudi ke Khaibar kernudian membentuk pertahanan yang kuat
untuk persiapan menyerang kaum muslimin.Setelah akad Hudaibiyah disepakati untuk
memberhentikan permusuhan selama sepuluh tahun, Muhammad merencanakan penyerangan
terhadap kaum Yahudi, akuratnya pada bulan Muharam tahun ketujuh hijriah. Muhammad
memimpin tentara Islam untuk menaklukkan Khaibar, benteng terkuat dan terakhir kaum
Yahudi. Perang berlanjut dahsyat hingga beberapa hari lamanya, dan hasilnya kemenangan
benar di tangan umat Islam. Benteng-benteng mereka sukses dihancurkan, harta benda
mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang.
Di selang tawanan perang itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin Yahudi yang dilepas mati
suaminya.
Bilal membawa Shafiyyah dan putri pamannya menghadap Muhammad. Di sepanjang
perlintasan yang dilaluinya terlihat mayat-mayat tentara kaumnya yang dibunuh. Hati
Shafiyyah sangat sedih melihat keadaan itu, lebih-lebih jika mengingat bahwa dirinya
menjadi tawanan kaum muslimin. Muhammad memahami kesedihan yang dialaminva,
kesudahan ia bersabda kepada Bilal, “Sudah hilangkah rasa kasih sayang dihatimu, wahai
Bilal, sehingga engkau tega membawa dua orang wanita ini melalui mayat-mayat suami
mereka?” Muhammad memilih Shafiyyah sebagai istri setelah terlebih dahulu
menegosiasikan untuk memeluk agama Islam kepadanya dan kesudahan Shafiyyah menerima
tawaran tersebut.
Seperti telah dikaji di atas, Shafiyyah telah jumlah memikirkan Muhammad semenjak
dia belum mengetahui kerasulan ia. Keyakinannya bertambah akbar setelah dia mengetahui
bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Anas bercakap, “Rasulullah saat akan menikahi
Shafiyyah binti Huyay berdiskusi kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang
diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, diri sendiri sudah rnengharapkanrnu semenjak diri
sendiri masih musyrik, dan memikirkan kalau Allah mengabulkan harapanku itu saat diri
sendiri sudah memeluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya
kepada Muhammad dan menantinya terhadap Islam. Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan
Shafiyyah dapat terlihat saat dia memimpikan sesuatu dalam tidurnya kesudahan dia
ceritakan mimpi itu kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah
dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. Muhammad melihat kesan
di wajah Shafiyyah dan berdiskusi, “Apa ini?” Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam diri
sendiri bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kesudahan jatuh di kamarku. Lalu diri
sendiri ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia bercakap, ‘Apakah engkau suka
menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah?’ Kesudahan dia menampar wajahku”.
Masa Pernikahannya (Menjadi Ummu al-Mukminin) Muhammad menikahi Shafiyyah
dan kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan Muhammad dengan
Shafiyyah didasari beberapa landasan. Shafiyyah telah mernilih Islam serta menikah dengan
Muhammad saat ia memberinya pilihan selang memeluk Islam dan menikah dengan ia atau
tetap dengan agamanya dan dimerdekakan sepenuhnya. Ternyata Shafiyyah memilih untuk
tetap bersama Muhammad, Selain itu, Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat
membahayakan kaum muslim, di samping itu, juga sebab kecintaannya kepada Islam dan
Muhammad. Muhammad menghormati Shafiyyah sebagaimana hormatnya ia terhadap istri-
istri lainnya. Akan tetapi, istri-istri Muhammad menyambut kedatangan Shafiyyah dengan
wajah sinis sebab dia adalah orang Yahudi, di samping juga sebab kecantikannya yang
menawan. Dampak sikap mereka, Muhammad pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy
sebab kata-kata yang dia lontarkan tentang Shafiyyah. Aisyah bertutur tentang kejadian
tersebut, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta
Shafiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah bercakap kepada Zainab, ‘Unta
tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dan untamu?’ Zainab
menjawab, ‘Akankah diri sendiri memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya, ia
meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, ia tidak mendatangi
Zainab selama tiga bulan. Zainab bercakap, ‘Sehingga diri sendiri putus asa dan diri sendiri
mengalihkan tempat tidurku.” Aisyah menyebut lagi, “Suatu siang diri sendiri melihat
bayangan Rasulullah datang. Saat itu Shafiyyah mendengar obrolan Hafshah dan Aisyah
tentang dirinya dan mengungkit-ungkit asal usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia
mengadu kepada Rasulullah sambil menangis. Rasulullah menghiburnya, ‘Mengapa tidak
engkau beritahukan, bagaimana kalian berdua semakin adun dariku, suamiku Muhammad,
ayahku Harun, dan pamanku Musa.” Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga diistilahkan,
“Saat Shafiyyah mendengar Hafshah bercakap, ‘Perempuan Yahudi!’ dia menangis,
kesudahan Muhammad menghampirinya dan bercakap, ‘Mengapa engkau menangis?’ Dia
menjawab, ‘Hafshah binti Umar mengejekku bahwa diri sendiri wanita Yahudiah.’
Kesudahan Muhammad bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan
sekarang engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan
kepadamu?’ Muhammad kesudahan bercakap kepada Hafshah, ‘Bertakwalah engkau kepada
Allah, Hafshah!”.
Salah satu bukti cinta Shafiyyah kepada Muhammad terdapat pada hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Saad dalarn Thabaqta-nya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul
menjelang ia wafat. Shafiyyah bercakap, “Demi Allah, ya Nabi, diri sendiri akan apa yang
engkau derita juga menjadi deritaku.” Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama
lain. Melihat hal yang demikian, ia bercakap, “Berkumurlah!” Dengan terkejut mereka
berdiskusi, “Dari apa?” Ia menjawab, “Dari isyarat mata kalian terhadapnya”.Demi
Allah,Perkataan Shafiyyah adalah benar.” Setelah Muhammad SAW wafat, Shafiyyah
merasa sangat terasing di tengah kaum muslimin sebab mereka selalu menganggapnya
bersumber dan Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan
Muhammad SAW, termasuk ketika Khalifah Ustman Bin Affan dikepung oleh orang-orang
Khawarij sehingga tidak bisa keluar sama sekali dari rumahnya. Dia tetap berada di barisan
Utsman dan dalam kondisi ini Shafiyyah mengirim air dan makanan kapadanya yang sedang
teraniaya, meskipun orang-orang Kawarij mengancamnya. Selain itu, dia pun meriwayatkan
hadits Nabi. Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin
Hakam menshalatinya, kesudahan menguburkannya di Baqi’.
Kesimpulan
Shafiyyah dikenal sebagai muslimah yang berpegang teguh pada agama, bertakwa,
bijaksana dan berwibawa. Oleh karena itu, Shafiyyah termasuk dalam barisan ummul
mukminin yang menjaga dan menyampaikan sunnah-sunnah Rasulullah Saw. Di antara
deretan perawi yang meriwayatkan hadis dari Shafiyyah adalah Ali bin Husain, Ishaq bin
Abdullah bin Harits, Kinanah pelayannya, dll. Dikatakan dalam Siyar A’lam al-Nubala,
hadis-hadis yang diriwayatkan dari jalur Shafiyyah ada sepuluh hadis. Salah satunya terdapat
dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Selain itu, Shafiyyah juga berperan dalam penetapan hukum berkenaan dengan
diperbolehkannya seorang istri untuk mengunjungi suaminya yang berada di tempat i’tikaf,
dan diperbolehkannya suami untuk mengantar istri sampai ke pintu masjid, sebagaimana
telah dikisahkan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai