Anda di halaman 1dari 4

Bagi sebagian orang, nama Shafiyyah binti Huyay masih terdengar asing dalam sejarah islam.

Namun,
tahukah kamu bahwa Shafiyyah binti Huyay adalah salah satu Ummul Mukminin, istri Rasulullah SAW
yang berasal dari keturunan pemuka Yahudi?

Ia dilahirkan sebelas tahun sebelum hijriah atau dua tahun setelah kenabian Rasulullah SAW. Ibunya
bernama Barrah binti Samaual dari Bani Quraizhah, sedangkan ayahnya Huyay bin Akhtab, seorang
pimpinan Yahudi terpandang dari kalangan Bani Nadhir.

Sejak masih muda, Shafiyah sudah gemar akan ilmu pengetahuan. Ia banyak mempelajari tentang
sejarah Yahudi hingga menemukan fakta dalam kitab Taurat bahwa kelak akan datang seseorang nabi
penyempurna agama samawi yang datang dari jazirah Arab. Meskipun mengetahui bahwa Muhammad
adalah seseorang yang dimaksud dalam kitab Taurat tersebut, Huyay bin Akhtab beserta kaumnya masih
mengingkari dan mendustakan akan kenabian karena faktor kedengkian dan iri hati. Mereka juga
menyembunyikan fakta kenabian itu dari Shafiyyah, meskipun Shafiyyah akhirnya mengetahui bahwa
Rasulullah berada dalam jalan yang benar.

Kebencian Huyay bin Akhtab dan kaumnya terhadap Rasulullah dibuktikan dengan diingkarinya
perjanjian Hudaibiyah serta menghasut kaum Quraisy untuk menyerang kaum muslimin. Atas izin Allah,
Rasulullah kemudian memutuskan untuk melakukan penyerangan terlebih dahulu di lembah Khaibar.
Peperangan yang memenangkan kaum muslimin ini kemudian banyak mengakibatkan laki-laki Yahudi
yang mati terbunuh, termasuk Huyay dan saudaranya. Sementara perempuan dan anak-anak yang
masih hidup dijadikan sebagai tawanan. Shafiyyah adalah salah satu di antara mereka yang kini tinggal
sebatang kara.

Rasulullah kemudian memberikan pilihan kepada Shafiyyah, apakah ia ingin dimerdekakan dan
dikembalikan kepada kaumnya, atau ingin masuk Islam kemudian dinikahkan oleh Rasulullah. Dengan
tegas Shafiyyah menjawab, “Ya Rasulullah, aku telah menyukai Islam dan membenarkanmu sebelum
engkau mendakwahiku. Aku tidak meyakini agama Yahudi. Orangtua dan saudara-saudaraku pun telah
tiada. Allah dan Rasul-Nya lebih aku sukai dari pada dibebaskan untuk kembali pada kaumku.” Rasulullah
pun kemudian menikahi Shafiyyah dengan mahar berupa kebebasannya.

Kehadiran Shafiyyah sebagai istri Nabi yang merupakan keturunan Yahudi, sempat menjadi alasan bagi
para sahabat tidak menyukainya. Shafiyyah pun pernah menangis karena hal tersebut dan Rasulullah
menghiburnya dengan jawaban, “Mengapa tidak kau katakan, bahwa aku lebih baik dari kamu. Ayahku
Harun, pamanku Musa, dan suamiku Muhammad SAW?”
Menurut Al-Hafizh Abu Nu’aim, Shafiyyah dikenal sebagai orang yang bertakwa, bersih, dan matanya
selalu basah karena menangis. Ibnu Katsir juga turut menuturkan bahwa Shafiyyah adalah seseorang
yang sangat menonjol dalam ibadah, kezuhudan, kebaikan, dan shadaqah. Ia juga merupakan istri dari
Rasulullah yang sangat tulus dan penuh kejujuran. Selepas kepergian Rasulullah, ia semakin
menunjukkan ketakwaan kepada Allah SWT hingga ajal menjemputnya pada tahun 50 Hijriah atau
sekitar 40 tahun setelah Rasulullah wafat.

Dalam paparan singkat mengenai keteladanan Shafiyyah binti Huyay, dapat diambil hikmah bahwa
menjadi muslimah sejatinya ialah menjadi pembelajar yang baik. Terus menggali ilmu pengetahuan dan
menyeimbangkan dengan amalan akhirat merupakan sebuah pencapaian yang sangat bernilai tanpa
perlu menyombongkan diri. Jika Shafiyyah yang pada masanya dapat dipuji sebagai wanita yang sangat
cerdas oleh Ibnu Al-Atsir dan An-Nawawi, pada era globalisasi sekarang ini, di mana arus informasi
sangat mudah diterima, sudah seharusnya kita sebagai muslimah dapat lebih memperkaya diri dengan
ilmu pengetahuan yang didapat dan terus meng-upgrade diri dari segi keimanan dan ketakwaan.

Shafiyyah binti Huyay Istri Rasulullah, Putri Pemuka Yahudi

Muslimahdaily - Shafiyyah binti Huyay Radhiyallahu 'Anha adalah Ummul Mukminin yang lahir dari
keturunan yahudi, ayahnya bernama Huyay bin Akhtab adalah seorang pemuka yahudi yang
menyembunyikan kebenaran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan Islam kepada kaumnya yakni
Bani Quraizah dan Nadhir. Huyay bin Akhtab pun menyusupkan kebencian pada Rasulullah bahkan
merencanakan untuk membunuhnya, namun ia tak pernah berhasil, bahkan dirinyalah yang dibunuh
oleh kaum muslimin atas kekafiranya.

Pada mulanya, Shafiyyah adalah tawanan perang Khaibar dari perempuan-perempuan yahudi yang
dimerdekakan, kemudian dinikahi oleh Rasulullah untuk menghormatinya karena Shafiyyah seorang
putri dari pemimpin Bani Quraizah dan Nadhir. Sungguh, kasih sayang Rasulullah bertebaran untuk
orang-orang sekelilingnya. Walimah yang diadakan penuh dengan kesederhanaan yang penuh
keberkahan, kemerdekaan Shafiyyah sebagai maharnya yang kala itu ia masih berusia 17 tahun.
Rasulullah menikahinya di dalam perjalanan pulang menuju Madinah setelah perang Khaibar.

Penduduk kota Madinah yang mendapatkan kabar atas kemenangan kaum muslimin. Mereka
menyambut kedatangan Rasulullah, kebahagiaan menyusup ke dalam dada mereka, anak-anak pun
berlari-lari riang, sedang para kaum munafik menampakan wajah senang namun kebencian menyesakan
dadanya.

Setibanya di Madinah, Shafiyyah tinggal di rumah sahabat Haritsah bin Nu’man Al-Anshari. Kehadiran
Shafiyyah sebagai Ummul Mukminin pun menimbulkan kecemburuan bagi istri Rasul Shallallahu 'Alaihi
Wasallam yang lain, bahkan beberapa ungkapan yang kurang baik pun terucap.

Shafiyyah pernah mendengar berita bahwa Hafshah berkata bahwa “Dia (Shafiyyah) itu anak seorang
Yahudi”. Sungguh perkataan Hafshah mengiris hatinya, walau memang benar adanya. Rasulullah pun
mengibur Shafiyyah dengan mengatakan bahwa “ Engkau adalah keturunan Nabi, Pamanmu adalah
Nabi, dan suamimu adalah Nabi”.

Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah yang berasal dari keturunan Law bin Isra’il (Nabi Yakub) bin
Ishaq bin Ibrahim 'Alaihissalaam. Meskipun demikian, cahaya Islam telah terpatri kuat di dalam dada
nya, syariat agama Allah telah menemani jiwanya, raganya tak pernah lengah dari perintahNya.

Menurut Al-Hafizh Abu Nu’aim, Shafiyyah adalah seorang yang bertakwa, bersih, dan matanya selalu
basah karena menangis. Ibnu Katsir menuturkan bahwa Shafiyyah adalah seorang yang sangat menonjol
dalam ibadah, kewa’raan, kezuhudan, kebaikan, dan shadaqah. Ia juga seorang istri yang penuh
ketulusan dan kejujuran dalam mahligai hidup bersama Rasulullah, bahkan ketika Rasulullah sakit,
Shafiyyah berkata, “Waha Nabi, sesunggunya aku lebih senang jika penyakit yang dideritamu itu pindah
ke tubuhku”.

Selain itu, ia pandai memberikan kesan kepada orang-orang yang baru dikenalnya, seperti kepada putri
Rasulullah Fatimah Az-Zahra, Shafyyah memberikan anting-anting emas yang terpasang di kedua
telinganya. Selepas kepergian Rasulullah, hatinya semakin menunjukkan ketakwaan kepada Allah. Ia
pernah berkata bahwa ia selalu ingin melihat kebahagiaan orang lain. Terlihat ketika Ustman bin Affan
Radhiyallahu 'Anhu mendapatkan tekanan dari orang-orang dzalim, Shafiyyah senantiasa mengirimkan
makanan dan minuman untuknya.

Selama hidupnya dihabiskan dengan penuh ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala hingga ajal
menjemputnya untuk menghembuskan napas terakhir pada tahun 50 hijriah, sekitar 40 tahun setelah
Rasulullah wafat. Shafiyyah, meninggalkan kita wahai para muslimah dengan kesempurnaan imanya,
hingga ia menjadi Ummul Mukminin yang patut kita teladani.

Anda mungkin juga menyukai