Anda di halaman 1dari 6

WARISAN

Dalam sebuah ruang rumah, foto tua laki-laki dan perempuan paruh baya, dan beberapa gambar
dinding lainya, laki-laki tua duduk dikursi goyang, tubuh lemah dan rapuh

Prapto : (terbatuk-batuk) makin sesak saja ruang rumah ini, semua semakin menjadi lapuk,
atau mungkin hanya perasaanku saja karena pandangan mataku yang sudah lamur.
Tapi setidaknya aku mempunyai harapan yang besar dimasa tuaku ini, bukankah
aku masih mempunyai hak untuk mendapatkan kebahagiaan? Telah aku gunakan
hampir seluruh usiaku, barangkali umurku tinggal sebentar lagi tutup usia.
Aku punya harapan besar terhadap anak-anakku ……. (terbatuk makin parah)

Masuk cucu, pulang sekolah.

Cucu : kakek, lho kenapa kakek tidak istirahat saja, cuaca kurang bersahabat, anginnya
terlalu kencang, sedang pergantian cuaca kek, bila kakek angin-anginan nanti akan
mengganggu kesehatan kakek.
Prapto : jangan terlalu menghawatirkan kakek, kakek tidak apa-apa, memang kondisi kakek
sudah bobrok. Sumpek kalau harus didalam kamar tiduran terus, bukannya nanti
penyakit kakek sembuh tapi bisa jadi makin parah.
Cucu : tapi kek …… setidaknya dengan istirahat akan mempercepat kesembuhan kakek.
Prapto : kakek tidak bakalan sembuh ……
Cucu : jangan bicara begitu kek, saya tidak suka, kakek harus memotivasi diri untuk cepat
sembuh.
Prapto : Yang kakek kwatirkan hanya kamu le, kakek selalu berharap banyak diberikan umur
panjang agar dapat mengantarkanmu dewasa. kamu pengganti ibumu, anak kakek
yang semata wayang yang telah terlebih dulu meningggalkan kita, diwajahmu ada
wajahnya, dan darah yang mengalir ditubuhmu adalah berasal dari darahku.

Cucu : sudahlah kek, jangan mengingatkan aku pada mereka ……..

Prapto : Kalau saja ibumu manut sama kakek waktu itu, kakek inginkan dia menikah tidak
dengan orang sembarangan, eh, malah ibumu nekat kawin lari dengan Barno
ayahmu itu yang hanya seorang buruh serabutan. Memang kakek marah besar
waktu sehingga …… (Terbatuk)

Cucu : Kek, sudah ……….

Prapto : sehingga kakek mengusir ibumu dari rumah. Dia melahirkan kamu dalam kondisi
yang tidak layak, ekonomi susah, kakek sebenarnya tak tega, tapi ingin memberikan
peringatan saja bagi ibumu, sampai akhirnya kakek menyesali itu semua, setelah
ayah dan ibumu benar-benar meninggalkan kakek untuk selamanya dalam sebuah
kecelakaan.
Cucu : sudahlah kek, bukan kesalahan siapa-siapa, kakek juga jangan menyalahkan
almarhum ayah, kalau saja tidak ada ayah tentu saja tidak ada saya …
prapto : Tapi……. iya juga ……
Cucu : saya ganti pakean dulu kek ……….

Cucu exit

Prapto : hanya kamu nak harapan satu-satunya kekak saat ini, kamu lihat sendiri, anak-
anakku sudah tidak memperdulikan aku lagi, ada tidaknya aku sudah tidak mereka
anggap, malah keberadaanku menjadi beban bagi mereka.
Cucu : (dari dalam) kek, obatnya sudah diminum belum?

1
prapto : sudah …….. eh belum …… sebenarnya aku sudah bosan meminum obat yang
besarnya sejengkol-jengkol itu. (pada cucu) obatnya habis, hari ini tidak usah minum
obat dulu. Semoga dia tidak menemukan obat itu, aku simpan obat itu dibawah
kasur.
Cucu masuk dengan membawa segelas air putih dan tablet obat.
Prapto : aku bilang, aku tak mau minum obat, obatnya sudah ….. sudah habis.
Cucu : tidak, obatnya ada dibawah kasur, kemarin didalam rak sepatu, kemarinya lagi di
dalam almari pakean. Kek, kakek harus sembuh, jadi obat harus selalu diminum.
Prapto : ah… kenapa kamu bisa menemukannya, kakek itu sudah bosan
Cucu : Bukankah kakek ingin melihat saya besar dan menjadi seorang sarjana? Kalau
begitu minumlah ……….
Prapto : baik, baiklah….. sudah menjadi cita-cita kakek untuk melihatmu sukses. (Sambil
meminum obat dengan terpaksa)
Masuk Darman
Darman : Le, ambilkan minum !
Cucu : manis tidak pakdhe?
Darman : seperti biasanya saja, kamu juga sudah tahu, kenapa masih nanya?
Cucu menuju dapur
Darman : segera akan aku urus perceraianku pak, sialan, makin dikasih hati makin nglunjak
wanita itu, mau minta berapapun harta gono-gini akan aku berikan, yang penting
aku bisa lepas dari wanita itu.
Prapto terbatuk.
Darman : Sudah diminum obatnya pak? Pak, ya setidaknya nanti bapak bisa membantu lah
untuk urusan ini, coba nanti kita lihat berapa akan yang dia minta, aku sih ada duit,
tapi paling juga tidak cukup, bapak tahu sendiri wanita itu serakah, tidak bakal mau
dia kalau hanya sepuluh atau duapuluh juta. Hanya sekali ini saja, begitu kita cerai
aku sudah terlepas dari wanita pengeretan itu.
Prapto kembali terbatuk
Darman : Bapak tak perlu kawatir, aku tidak akan menjual rumah itu, justru aku akan
mempertahankan rumah pemberian bapak, wanita itu juga meminta sebagian
kepemilikian rumah itu, apa tidak gila? Punya hak apa wanita itu terhadap rumah
itu?
Prapto : bukankah dia wanita pilihanmu?
Darman : Itu dulu, aku terlalu dibutakan oleh cinta saja, tanpa melihat latar belakang dan
tabiatnya, barangkali aku kena guna-guna waktu itu. Tapi ……. Yah, sebuah
kebodohan ntuk mengambilnya sebagai seorang istri. Barangkali seratus sampai
dengan dua ratus juta nanti dia akan minta, karena hutang-hutangnya juga
banyak…… itu sebabnya aku datang kemari pak, agar bapak juga bersiap untuk
membantuku, paling seminggu lagi.
Prapto terbatuk kembali.
Darman : aku pergi dulu pak, jangan lupa obatnya diminum.
Darman Exit, beberapa waktu kemudian cucu masuk denga membawa segelas minum.
Cucu : lho, pakdhe kemana?
Prapto : sudah pergi
Cucu : La terus minumannya……..
Prapto : Minum kamu saja sendiri.

Masuk Manto

Manto : (mengambil minum dari pegangan cucu) kebetulan, tengkiyu cah bagus.

Manto minum

Manto : mas darman ada urusan apa kemari pak? tadi sempat papasan didepan, merengek-
rengek minta jatah lagi? Kapan dia mau mandiri? Heran, kenapa kok ya dia sampai
disetir oleh istrinya, kalo aku jadi dia sudah aku ceraikan dari dulu, bikin hidup tidak
tentram saja.

2
Prapto : kamu tidak usah memikirkan dia, urus saja dirimu sendiri. Bagaimana kuliahmu,
segera selesaikan
Manto : Ah, itu urusan mudah pak, tapi semester ini aku belum bayar kuliah, aku bisa
dicutikan dan itu akan menghambat kelulusanku pak
Prapto : (terbatuk) bukankah dua hari yang lalu sudah bapak berikan sekaligus dengan uang
sakumu selama satu bulan?
Manto : Itu…… itu untuk keperluan lain ….. untuk membayar uang praktek. Ada praktek
mendadak dan administrasi harus dibayarkan segera. Jadi yang seharusnya untuk
membayar kuliah satu semester aku gunakan untuk membayar uang praktek.
Sekarang segera aku harus membayar uang semester.
Prapto : sudah tidak ada uang, uang pensiunan bapak sudah habis.
Manto : lalu duit dari mana bapak membeli obat? Obat-obat itu mahal harganya?

Prapto terbatuk

Cucu : om, itu untuk kesehatan kakek.


Manto : He, kamu tidak usah ikut campur, anak kecil belum tahu apa-apa. ini saja, masukin
gelasnya.

Cucu mengambil gelas dengan takut exit

Manto : Jangan dikira aku berlaku boros, foya-foya pak, justru aku prihatin, tidak seperti
teman-teman dikampus lainnya, 70% mahasiswa laki-laki dikampus naik mobil
ketika kuliah, sisanya ngangkot atau naik motor, nah anakmu ini termasuk yang
sisanya itu. Motor yang bapak belikan setahun yang lalu sudah tidak mampu lagi
menarik perhatian, sudah berganti model.

Masuk Sapto

Sapto : Manto! Kemana kamu seharian ini? Kamu masih belum meninggalkan kebiasaan
burukmu itu, sudah brapa kali aku peringatkan? Apa perlu aku hajar lagi?!
Manto : Ada apa to mas?
Sapto : Jangan berlagak bodoh! Kamu masih kumpul-kumpul dengan gengnya broto to?
Hura, hura, ikut-ikutan ngompasi, sambil nenggak! Kamu mau mencoreng mukaku?!
Otak kamu dipake tidak?! Tidak kuliah dengan bener malah mau menikam kakaknya
sendiri!
Manto : Lho aku sudah tidak ada hubungan lagi dengan mereka.
Sapto : Jangan bohong, si Fredy melihatmu diarena balap dengan mereka, kantongmu
sudah bokek kan sekarang? karena kamu sudah dipecundangi oleh mereka, duit
kamu habis untuk taruhan
Manto : Lho kok …….
Sapto : Sepak terjangmu selalu aku ketahui, makanya jangan macam-macam. Kuliah saja
yang bener !
Manto : Mas Sapto selelu seenaknya bicara begitu, kuliah saja yang bener …… aku juga
sudah bener, disbanding dengan mas Sapto yang justru gak bener, tukang kompas!
Pamit dari rumah ngakunya kerja, apa namanya kerja halal kalau cum a ngompasi
para supir, bakul dan yang lain?

Sapto : Manto ! lancang kamu …. (akan menampar)

Prapto : sapto! Kamu sudah ndak bener! Kalian semua sudah ndak bener semua. Kalian
yang bapak gadang-gadang sebagai sandaran masa tuaku. Namun sama sekali
tidak seperti yang ku harapkan. Kalian sama saja, bapak kecewa. Apa kalian mau
mempercepat bapakmu ini mati?! (terbatuk)
Cucu : Sudah kek, sudah……. Jangan emosi kek, ingat penyakit kakek.

3
Prapto : Biarkan saja, memang mereka menginginkanku cepat mati. Ayo, kenapa berhenti?
Biar hancur sekalian!

Manto exit

Sapto : aku harus ke ………… sudahlah, lupakan……

Sapto exit
Prapto terduduk di kursi goyang, matanya memandang kosong dengan menahan batuk.

Prapto : semua sudah begitu berubah setelah nenekmu meninggal, begitu berat beban yang
kakek tanggung setelah nenekmu meninggal 5 tahun lalu, kejadian-demi kejadian
buruk terus menerus silih berganti, kedua orang tuamu yang kemudian menyusul
nenekmu, anak-anak kakek yang lain yang semakin keblinger.

Cucu : Kek, sudahlah yang sabar ya ………. Sekarang kakek istirahat dulu saja, jangan
mikir yang macam-macam ya……… jaga kesehatan kakek.

Lampu perlahan padam, musik makin keras, suara-suara terdengar gaduh, pak prapto meninggal
(suara tangisan cucu di kegelapan)

Disebuah tempat, Darman dan pengacara

Darman : aku percaya dengan bapak, yah sebelum bapak meninggal, bapak sudah ingin
membagikan warisan kepada kami, eh sebelum membagikan malah sudah
meninggal duluan, tapi saya yakin bapak telah mengatur pembagian warisan
kepada kami lewat pak pengacara sudah adil, saya yang paling tua pasti yang
diprioritaskan lebih banyak, lagian sebentar lagi saya mau cerai …….

Pengacara : Ya kita lihat saja nanti, akan saya umumkan setelah waktu yang telah ditentukan, itu
juga permintaan pak Prapto kepada saya, pemberitahuan ini akan dilakukan
bertepatan dengan 7 hari meninggalnya pak prapto.

Darman : Ya wes, beres. Yang penting bagian saya lebih banyak.

Pengacara : kita lihat saja nanti ……

Darman : oke, baiklah kalo begitu, tapi apa tidak bisa bapak memanipulasi sedikit.

Pengacara : Tidak bisa ini melanggar sumpah!

Black Out
Fade in, pengacara dan Sapto

Sapto : Pak, bapak tahu semasa hidup dari bapak saya yang paling dekat dengan beliau
adalah saya, semasa sakit beliau sayalah yang merawat beliau, memang saya tidak
bisa membahagiakan beliau,karena beliau ingin sekali saya menjadi pilot, tapi cita-
cita itu belum kesampaian, tapi toh saya sudah memberikan yang terbaik untuk
bapak saya, nah saya begitu yakin bahwa bapak akan memberikan warisan yang
lebih kepada saya…..

Pengacara : Jangan terlalu yakin mas, karena kita sama- sama belum mengetahui….

Sapto : Maka dari itu, sekarang kita harus sama-sama mengetahui, saya ingin tahu lebih
dulu isi dari surat wasiat tersebut !

Pengacara : Tidak bisa ….

4
Sapto : Bisa !

Pengacara : Tidak bisa mas …..

Sapto : tidak ada yang tak bisa ! belum pernah merasakan bogem mentah.

Pengacara : Jangan mengancam saya ….

Black out
Fade in, Manto dan pengacara

Manto : Maafkan kakak saya ya pak. Memang tabiatnya seperti itu, karena dialah yang
menyebabkan penyakit bapak waktu itu makin parah, karena memikirkan anaknya
yang gak bener, dengan hati nurani apa bapak tega kalo melepasakan warisan
ketangan yang tidak bener seperti dia?

Pengacara : Saya mengerti maksud anda kemari juga, sekarang keluar ! jangan dilanjutkan.
Silahkan keluar!

Manto : Lho ….

Pengacara : Keluar !

Black out
Fade in
Didalam rumah

Kamto : Nah, sekarang semua sudah berkumpul, kini genap sudah tujuh hari dari wafatnya
bapak kalian, kini saatnya kita laksanakan hal yang ditunggu-tunggu oleh kalian,
sebenarnya saru kalau dibicarakan sekarang, la wong tanah kuburan bapak kalian
saja belum kering, tapi karma kalian sudah ngoyak-oyak apa boleh buat.
Sapto : Sudah lek, jangan bertele-tele, sekarang sudah lengkap nunggu apa lagi.
Kamto : Mbok ya seng sabar.
Darman : Apapun isi surat wasiat nantinya kita harus terima dengan lapang, aku sudah
mencium adanya usaha yang tidak sehat dari salah satu dari kalian
Sapto : apa maksudmu mas?
Darman : sekali lagi, kita harus terima lapang dada apapun keputusan yang dibuat oleh bapak
dalam wasiatnya, besar kecilnya warisan yang diberikan kepada kita tentu saja
dengan primsip keadilan, keadilan itu bukan hanya sebatas sama jumlahnya, tetapi
yang lebih tua pasti mendapatkan jumlah yang lebih besar pula.
Sapto : Apa ? kamu sadar kan ngomong apa?
Darman : Ya
Sapto : Tidak bisa begitu, percuma kalo lebih tua tetapi tidak pernah merawat bapak selama
beliau sakit, aku yang selalu menunggui beliau
Darman : Karena kamu nganggur !
Sapto : jangan merendahkan aku!
Darman : memang seperti itu keadaannya, kamu yang memang lebih punya banyak waktu.
Sapto : tapi kewajiban kita kan juga harus sama sebagai anak
Darman : ya, lihat-lihat sikon dong
Sapto : Apa? Anak tidak tahu diuntung !

Terjadi keributan

Kamto : Sudah! Aku merasa malu memiliki keponakan seperti kalian, orang tua kalian akan
menangis di kubur melihat tingkah kalian, kurang apa selama ini mereka, selama
hidup, mereka berupaya memenuhi kebutuhan kalian, dengan segala daya, tapi apa

5
balasan kalian?! Ah sudahlah, sangat sayang sekali energiku untuk berkotbah pada
kalian, tidak akan mempen. Pak pengacara, anda mulai saja membacakan wasiat
tersebut …..
Pengacara : Ya, aku juga sudah …….
Sapto : jangan ikut berkotbah, kamu jalankan saja tugasmu!

Pengacara mengeluarkan map. Membaca kertas didalamnya

Pengacara : ………. Aku sudah pertimbangkan dengan matang-matang, aku begitu menyayangi
anak-anakku, aku tidak ingin anak-anakku menjadi orang-orang kerdil, hidup susah.
Aku ingin semuanya sukses. Maka dengan surat wasiat ini aku berikan mandat
kepada pengacara untuk menyampaikan pesanku kepada anak-anakku dan
segenap keluarga. Yang pertama, aku serahkan separo dari harta warisanku
kepada …. Cucuku …….

Semua terkejut

Pengacara : …. dengan pertimbangan dia hidup sendiri tanpa orang tua, dan yang kedua separo
yang lain aku hibahkan kepada panti asuhan …….

Beberapa detik rumah gaduh dengan ekspresi orang-orang, cucu ketakutan


Freze…

Selesai

Naskah ini ditulis tahun 2008, dan telah banyak dimainkan oleh komunitas teater remaja sebagai
study pentas

Anda mungkin juga menyukai