Anda di halaman 1dari 21

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPUH

Teknik Drainase Dana Aswara, S.T.,M.S.

TEKNIK SIPIL

“TUGAS BESAR TEKNIK DRAINASE”

Disusun Oleh :

Delima Sari (2022201002)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS ILMU TEKNIK

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan kesempatan-
Nya kepada kita semua, terutama kepada penulis. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Berikut ini, penulis persembahkan sebuah makalah Ilmu
pengetahuan bumi dan antariksa.

Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua,


terutama bagi penulis sendiri.Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat
kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis mohon maaf, karena penulis
sendiri dalam tahap belajar.

Dengan demikian, tidak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para


pembaca.Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.

Bangkinan, 30 JANUARI 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Drainase merupakan salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan
masyarakat kota agar dapat memiliki kehidupan yang aman, nyaman, bersih, dan
sehat. Kehadirannya sangat penting bagi sebuah kawasan, terutama kawasan
perumahan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

Mencari seluruh materi pembelajaran teknik drainase yaitu,konsep drainase,analisis


hidrologi:konse dasar hidrologi,analisis hidrologi: presipitasi,analisis
hidrologi:limpasan,analisis hidraulika:bentuk bangunan penunjang,subsurface
drainage,manajemen perencanaan dan aspek regulasi sistem drainase,drainase
khusus,sistem polder, drainase berwawassan.
BAB II

PEMBAHASAN

1.KONSEP DASAR PERENCANAAN DRAINASE

Konsep dasar perencanaan sistem drainase yang akan dijadikan sebagai acuan adalah
sebagai berikut :

1.Sedapat mungkin memanfaatkan drainase alam yang dimiliki oleh daerah rencana

2.Aliran limpasan harus dibatasi dengan berprinsip pada :

– Limpasan air hujan selama masih belum berbahaya dihambat semaksimal mungkin
agar ada kesempatan untuk infiltrasi, sehingga limpasan berkurang.

– Kecepatan aliran dalam saluran tidak terlalu tinggi sehingga tidak merusak
konstruksi saluran tetapi tidak boleh terlalu rendah untuk menghindari terjadinya
penggerukan dinding saluran akibat terlalu tingginya kecepatan dan tidak terjadi
pengendap sepanjang saluran akibat aliran yang terlalu rendah.

– Kemiringan dasar saluran pada daerah dengan kemiringan kecil diusahakan


mengikuti kemiringan permukaan tanah, untuk kemiringan terjal didasarkan pada
kecepatan maksimum dan untuk kemiringan dasar saluran didasarkan pada kecepatan
maksimum yang self cleansing (membersihkan sendiri).

– Profil saluran harus optimal dan mampu menampung debit maksimum (debit
banjir).
Air hujan harus sedapat mungkin mencapai badan air penerima untuk menghindari
terjadinya genangan atau luapan.

– Bagi daerah yang dapat menimbulkan genangan atau pencemaran terhadap


lingkungan aliran drainasenya tidak boleh bercampur dengan sungai atau irigasi.

3. Saluran drainase harus sependek mungkin jaraknya terhadap Out Fall (sungai atau
badan penerima lainnya).

4. Bagian-bagian yang susah dalam operasional pemeliharaan diusahakan seminimal


mungkin terjadi.

5. Bagian-bagian yang rawan dari kerusakan diusahakan mudah ditangani dengan


penambahan perlengkapan saluran.

JENIS DAN MACAM DRAINASE


Saluran drainase, baik yang alami maupun buatan, yang berada dan/atau melintasi
dalam wilayah administrasi kota, dibagi menjadi dua golongan, yaitu saluran drainase
regional dan saluran drainase kota.

A. Saluran drainase regional yaitu saluran drainase yang berawalan dari luar batas
administrasi kota, awalan/hulunya berada relatif jauh dari batas kota, lajur salurannya
melintasi wilayah kota.

B.Saluran drainase kota adalah saluran drainase yang mempunyai hulu/awalan aliran
berada di dalam wilayah kota. Saluran drainase kota mungkin bermuara pada saluran
drainase regional, baik yang berada di wilayah kota maupun yang berada di luar
wilayah batas kota. Saluran kota yang bermuara di luar batas kota, bagian lajur yang
berada di luar batas kota dapat disebtu jajur saluran drainase regional.
2.konep dasar hidrologi

Pengertian hidrologi – Kehidupan diyakini berasal dari larutan air lautan dunia dan
organisme hidup bergantung pada larutan air, seperti darah.dan cairan pencernaan,
untuk proses biologis. Air juga ada di planet dan bulan, baik di dalam maupun di luar
tata surya.

Air diketahui memiliki tiga wujud utama yang sama sekali berbeda di Bumi, yaitu
gas, padat, dan cair. Meskipun memiliki wujud yang berbeda namun pada dasarnya
mereka berasal dari satu kesatuan yang sama. Wujud air dapat berubah menyesuaikan
pada suhu disekitar. Air yang ada di bumi kita ini mengalir dalam bentuk cair di
sungai, dan lautan padat seperti es di kutub Utara dan Selatan dan sebagai gas (uap)
di atmosfer.

Air pun ada yang berlokasi di balik tanah dan di dalam para tumbuhan dan binatang.
Setiap makhluk hidup memerlukan air dalam satu bentuk atau lainnya untuk bertahan
hidup di Bumi. Manusia mungkin dapat hidup menahan lapar selama beberapa pekan
lamanya tanpa ada sesuatu yang dapat dimakan, tetapi manusia cuma bisa hidup
selama beberapa hari saja tanpa air.

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap elemen kehidupan yang
berada di muka bumi dan sangat berperan besar bagi semua makhluk hidup. Tidak
hanya berperan besar bagi manusia, tetapi juga bagi para binatang, dan bahkan bagi
hutan yang berisi berbagai macam pepohonan dan tumbuhan yang juga membutuhkan
air untuk kelangsungan hidup seperti minum, melakukan proses fotosintesis dan
banyak kepentingan lainnya.

3.Pengertian Presipitasi

Dalam meteorologi, presipitasi (juga dikenal sebagai satu kelas dalam hidrometeor,
yang merupakan fenomena atmosferik) adalah setiap produk dari kondensasi uap air
di atmosfer. Fenomena itu terjadi ketika atmosfer (yang merupakan suatu larutan gas
raksasa) menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan keluar dari larutan
tersebut (terpresipitasi).

Udara menjadi jenuh melalui dua proses, pendinginan atau penambahan uap air.
Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk, termasuk
diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, dan hujan es. Virga adalah
presipitasi yang pada mulanya jatuh ke bumi, tetapi menguap sebelum mencapai
permukaannya.

Presipitasi adalah komponen penting dalam siklus air dan menjadi sumber sebagian
besar air tawar di Bumi. Sekitar 505.000 km3 air turun melalui proses presipitasi tiap
tahunnya, sebanyak 398.000 km3 turun di lautan. Bila didasarkan pada luasan
permukaan bumi, presipitasi tahunan global adalah sekitar 1 m, dan presipitasi
tahunan rata-rata di atas lautan sekitar 1,1 m.

Presipitasi perlu diukur untuk mendapatkan data hujan yang sangat berguna bagi
perencanaan hidrologis, semisal perencanaan pembangunan bendung, dam, dan
sebagainya.

4. analisis hidrologi limpasan

Limpasan permukaan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena
penuhnya kapasitas infiltrasi tanah. Limpasan ini terjadi apabila intensitas hujan
yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi
maka air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah
cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas
permukaan tanah.
Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap ke
dalam tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan permukaan. Kondisi
daerah di tempat hujan itu turun akan sangat berpengaruh terhadap bagian dari air
hujan yang akan meresap ke dalam tanah dan akan membentuk limpasan permukaan.

Hujan yang sampai ke permukaan tanah akan ditransformasikan sebagiannya


menjadi limpasan setelah tanah menjadi jenuh dan laju perkolasi lebih rendah dari
intensitas hujan. Kejadian aliran air sangat ditentukan oleh transformasi hujan dari
langit kemudian sebagian mengalami abstraksi dan ditersepsi oleh tanaman penutup.
Hujan yang sampai di tanah mengalami infiltrasi dan menjadi jenuh.setelah itu
terjadilah aliran permukaan. Proses tranformasi ini sering disebut model
transformasi hujan aliran atau dalam bentuk transformasi hydrograf hujan menjadi
hidrograf aliran.

5.dimensi saluran

Dalam menentukan bentuk dan dimensi saluran yang akan digunakan dalam
pembangunan saluran baru maupun dalam kegiatan perbaikan penampang saluran
yang sudah ada, salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah
ketersediaan lahan. Mungkin di daerah pedesaan membangun saluran dengan
kapasitas yang besar tidak menjadi masalah karena banyaknya lahan yang kosong,
tapi di daerah perkotaan yang padat tentu bisa menjadi persoalan yang berarti
karena terbatasnya lahan. Oleh karena itu, penampang saluran drainase perkotaan
dan jalan raya dianjurkan mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu
penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki
keliling basah terkecil dengan hantaran maksimum. Dimensi saluran harus mampu
mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain debit yang dialirkan harus sama
atau lebih besar dari debit rencana. Untuk mencegah muka air ke tepi (meluap) maka
diperlukan adanya tinggi jagaan pada saluran, yaitu jarak vertikal dari puncak
saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana.

Bentuk penampang saluran pada muka tanah umumnya ada beberapa macam antara
lain; bentuk trapesium, empat persegi panjang, segitiga, setengah lingkaran.
Beberapa bentuk saluran dan fungsinya dijelaskan pada tabel berikut ini;

Tabel bentuk-bentuk umum saluran terbuka dan fungsinya


6. bentuk bangunan penunjang

Drainace merupakan infrastruktur yang dibangun sebagai usaha untuk mengontrol


kualitas air tanah. Dalam hal ini, drainace itu sendiri berkaitan erat dengan salinitas.
Yang mana, drainace adalah infrastrukut yang dibuat dan dimaksudkan
untuk pembuangan kelebihan air yang tidak di inginkan pada suatu daerah. Ini juga
berkaitan dengan penaggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.
Adanya sistem drainase di perkotaan sangat diperlukan, karena hal tersebut
berkaitan dengan kesehatan, kenyamanan dan keasrian daerah pemukiman khususnya
dan daerah perkotaan tersebut. Jika tidak ada genangan air, banjir dan pembuangan
limbah yang tidak teratur, maka kualitas hidup penduduk di wilayah bersangkutan
akan menjadi lebih baik.

Fungsi Pembangunan Drainace

Berikut ini adalah beberapa fungsi terkain adanya pembangunan draince di perkotaan:

 Untuk mengurangi meluapnya air yang berlebih dari suatu kawasan atau
lahan. Hal ini dapat membuat suatu lahan dapat difungsikan secara optimal.

 Sebagai pengendali air kepermukaan, drainace dapat memperbaiki daerah


becek, genangan air atau banjir.

 Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.

 Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.

 Mengendalikan air hujan supaya tidak meluap dengan berlebihan sehinga


tidak terjadi banjir.

Macam-Macam Drainase

Drainace itu sendiri tebagi ke dalam beberapa macam yang berdasarkan sejarah
terbentuknya, menurut letak bangunannya, enurut fungsi, dan menurut letak
bangunannya.

1. Menurut Sejarah Terbentuknya

Berikut ini adalah jenis drainace menurut sejarah terbentuknya:

 Drainase Alamiah (Natural Drainase) => yaitu drainace yang terbentuk secara
alami serta tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang. Misalnya, bangunan
pelimpah, pasangan batu atau struktur beton, gorong-gorong, dan sebagainya.
Saluran tersebut terbentuk oleh gerusan air yang lambat laun membentuk
jalan air (drainace) yang permanen seperti sungai kecil.

 Drainase Buatan (Arficial Drainage) => yaitu drainace yang dibuat dengan
maksud dan tujuan tertentu. Pada jenis drainace yang satu ini tentu
memerlukan bangunan atau material khusus seperti selokan pasangan
batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya dalam pembuatannya.

2. Menurut Letak Bangunan

Menurut letak bangunannya, drainace dikategorikan sebagai berikut:

 Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage) => Yang merupaka saluran


air yang letaknya berada di atas permukaan tanah. Fungsinya adalah
mengalirkan air limpasan permukaan.

 Drainase Bawah Permukaan Tanah (Subsurface Drainage) => Saluran


air yang dibuat untuk mengalirkan air limpasan permukaan melalui media
dibawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu.

3. Menurut Fungsi

Sementara berdasarkan fungsinya, pembangunan drainace ini dikategorikan menjadi


beberpa jenis , di antaranya:

 Single Purpose => Saluran yang difungsikan untuk mengalirkan satu jenis air
buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lainnya seperti
limbah domestik, air limbah industri, dan sebagainya.

 Multi Purpose => Saluran yang difungsikan untuk mengalirkan beberapa jenis
air buangan baik secara bercampur maupun bergantian.

7.subsurface draigane
Subsurface drainage describes the process of removal of that water which has
infiltrated into the soil in excess of the amount that can be held by capillary forces
against the force of gravity. Soils that require accelerated subsurface drainage
typically have some impermeable or slowly permeable feature below the surface that
prevents water that has entered the soil from moving deeper into the soil and
underlying materials at a rate that allows agricultural production to be economically
viable. Other criteria may involve the stability of roads and building sites. The
obstruction to rapid percolation of water through the soil may be shallow bedrock,
highly dense glacial till, depositional clay layers, and other similar causes. In other
words, there is no natural outlet for the water, and the soil becomes saturated by the
accumulated infiltration of water.

A primary goal in the design and construction of subsurface drainage systems is to


remove noncapillary water from the upper layers of the soil profile as qukly as
possible to ensure an adequately aerated root zone and trafficability for critical field
operations such as planting and harvesting. An illustration of how subsurface drains
lower the water table in the soil is given in Figure 3. The depth and spacing of
subsurface drains are dependent upon many factors, including especially the
availability of an outlet, the soil texture, and the crops to be grown.

1.manajemen perencanaan dan aspek regulasi sistem drainase

Konsep Pendekatan Pembangunan Drainase Perkotaan Latar Belakang Pertumbuhan


penduduk dan kepadatan penduduk yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang
dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan, kawasan industri/jasa dan fasilitas
pendukungnya, yang selanjutnya mengubah lahan terbuka dan/atau lahan basah
menjadi lahan terbangun. Perkembangan kawasan terbangun yang sangat pesat sering
tidak terkendalipenduduk yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang dan
lingkungan untuk kebutuhan perumahan, kawasan industri/jasa dan fasilitas
pendukungnya, yang selanjutnya mengubah lahan terbuka dan/atau lahan basah
menjadi lahan terbangun. Perkembangan kawasan terbangun yang sangat dan tidak
sesuai lagi dengan tata ruang maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan,
mengakibatkan banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai
tempat penampungan air sementara (retarding pond) dan bantaran sungai berubah
menjadi tempat hunian Masalah tersebut diatas memerlukan peningkatan pengelolaan
diantaranya mencakup bagaimana merencanakan suatu sistem drainase perkotaan
yang berkesinambungan yang terdiri dari pembuatan Rencana Induk, Studi
Kelayakan dan Rencana Detail (Rancangan teknik terinci). Untuk itu diperlukan
Pedoman Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan Yang
Berwawasan Lingkungan.penduduk. pesat sering tidak terkendali.

8.drainase khusus

Sebuah drainase yang ada di suatu daerah akan terlihat berfungsi dengan baik ketika
air atau limbah bisa mengalir lancar tanpa hambatan. Hal tersebut bisa terlihat jelas
ketika tak ada air yang tergenang meski curah hujan lebat, atau ketika ada banyak air
di daerah tersebut.

Selain itu drainase yang baik adalah drainase yang menggunakan material yang
sesuai dengan peruntukkannya. Misalnya, untuk pembuatan gorong-gorong pada area
yang luas dan membutuhkan daya tahan beban tinggi dipilih material beton karena
lebih kuat, bukan Polyvinyl Chlorida (PVC) yang lebih cocok digunakan pada area
sempit yang tidak membutuhkan beban yang besar.

Drainase yang baik juga bukan saja dapat mencegah terjadinya banjir, tapi juga
mampu mencegah erosi tanah dan mengendalikan permukaan air tanah. Selain itu
drainase tersebut dapat mencegah kerusakan jalan dan bangunan yang ada.

Dan tentu saja, sebuah drainase yang baik harus tahan lama, setidaknya hingga
puluhan tahun. Untuk mendapatkan drainase yang tahan lama perencanaannya harus
memperhatikan lingkungan, pertumbuhan masyarakat di tempat drainase tersebut,
dan bahan bangunan yang sesuai dengan spesifikasi teknis.
Dan terakhir, sebuah drainase akan mendapat nilai lebih baik lagi bila mampu
membuat lingkungan sekitarnya menjadi lebih cantik. Artinya, selain memperhatikan
fungsi, pembangunan drainase tersebut juga mempertimbangkan segi estetika atau
keindahan lingkungan sekitar.

9.sistem polder

Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir rob dengan kelengkapan sarana
fisik satu kesatuan pengelolaan tata air tak terpisahkan, yang meliputi: sistem
drainase kawasan, kolam retensi, tanggul keliling kawasan, pompa dan pintu air.
Manajemen sistem tata air dilakukan dengan mengendalikan volume, debit, muka air,
tata guna lahan dan lansekap.

keunggulan:
Sistem polder bersifat multi purpose (serba guna), yakni:
Mengendalikan air
Obyek Wisata/Rekreasi
Lahan Pertanian/Perikanan
Lingkungan Industri dan Perkantoran

10. drainase berwawasan

Air merupakan salah satu dari inti kehidupan bagi makhluk hidup di alam semesta.
Bahkan, tubuh manusia sendiri terdirikan dari rata-rata 60-70 persen air. Sayangnya
entah sadar atau tidak, manusia turut andil mengacaukan ketersediaan air yang layak
bagi dirinya sendiri maupun makhuk hidup bumi lainnya. Menurut National
Geographic, saat ini jumlah air tawar di bumi hanya sebesar 2.5 persen, lebih
parahnya lagi hanya 0.1 persen saja air yang mudah diakses untuk dikonsumsi.
Salah satu akibat kegiatan manusia yang mengacaukan ketersediaan air adalah
pengubahan zona hijau menjadi bangunan dan situs eksploitasi. Menurut pemaparan
Danis Hidayat Sumadilaga, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, dari 174 kota yang tergabung dalam
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di Indonesia hanya 12 kota yang
memiliki ruang terbuka hijau (RTH) lebih dari 30 persen. Hal ini menyebabkan air
hujan yang jatuh ke bumi tidak dapat diresapkan ke tanah dan melimpas begitu saja
menuju sungai. Selain itu, pengambilan air tanah secara masif juga memperburuk
keadaan.

Tergantikannya zona hijau dan pengambilan air tanah secara masif mengakibatkan
terjadinya kekurangan maupun kelebihan air yang belum dapat dikendalikan,
Misalnya, kekeringan yang terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat pada musim
kemarau 2019 serta banjir yang terjadi pada awal 2020 di Jakarta. Lebih parahnya
lagi, pencemaran oleh limbah industri maupun rumah tangga juga ikut andil
mengurangi jumlah air yang layak dikonsumsi. Mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024, luas
wilayah kritis air pada tahun 2000 sebesar 6 persen dan diprediksi akan meningkat
hingga sebesar 9.6 persen pada 2045. Selain itu, dalam RPJMN tertera bahwa saat ini
ketersediaan air sudah tergolong langka hingga kritis di sebagian wilayah pulau Jawa
dan Bali.

Pemikiran dan teknologi senantiasa dikembangkan dalam rangka mengatasi


permasalahan ketersediaan air serta menjaga kelestarian air hingga masa mendatang.
Salah satunya adalah dengan penerapan pembangunan yang berpedoman pada konsep
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Konsep ini mengisyaratkan kepada tiap
negara bahwasanya segala bentuk kegiatan manusia hendaknya mempertimbangkan
17 tujuan dengan 169 capaian yang ditargetkan selesai pada 2030 nanti.
Pembangunan sistem drainase berwawasan lingkungan (eco-drainage) dapat menjadi
contoh nyata penerapan tersebut. Eco-drainage merupakan salah satu komponen
dalam isu naturalisasi yang diperdebatkan masyarakat Indonesia pada awal 2020 lalu.
Eco-drainage memiliki konsep bahwa limpasan air hujan di permukaan tanah perlu
dikurangi dengan cara ditampung atau diresapkan terlebih dahulu agar dapat
digunakan untuk mengisi kembali pasokan air tanah (konservasi air). Menurut
Sunjoto, Guru Besar Teknik UGM yang ahli di bidang keairan dan lingkungan, eco-
drainage termasuk ke dalam salah satu mazhab dalam teknik drainase, yaitu
mazhab Pro-Water atau Recharge System Drainage. Komponen bangunan eco-
drainage meliputi sumur peresapan air hujan (SPAH), parit peresapan air hujan
(PPAH), taman peresapan air hujan (TPAH) ataupun waduk, embung, telaga, situ,
dan retarding basin (kolam perlambatan) lainnya. Mazhab ini diklaim dapat
menyelesaikan 3 masalah utama sekaligus, yaitu banjir, kelestarian air tanah, dan
pengendalian polusi.

Adapun eco-drainage akan dapat menjadi solusi dari pemasalahan air apabila
dilakukan perencanaan yang matang dan mempertimbangkan beberapa faktor.
Menurut Sunjoto (2006), faktor tersebut antara lain :

 Genangan

 Daerah tangkapan hujan

 Tataguna lahan

 Aspek hidrologi

 Topografi

 Sifat Tanah

 Master Plan/RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)

 Demografi

 Prasarana dan utilitas

 Material yang tersedia


 Kesehatan lingkungan

 Kelembagaan Perundangan

 Persepsi masyarakat

 Sosial ekonomi

 Biaya

Penggunaan eco-drainage tidak hanya membangun bangunan keairan, tetapi turut


memperbaiki lingkungan. Beberapa manfaat yang didapat yaitu memperkecil debit
limpasan air hujan tertinggi pada bagian hilir sungai, memperkecil dimensi jaringan
drainase kawasan, mencegah banjir lokal, mengkonservasi air hujan yang jatuh,
mempertahankan tinggi muka air tanah, mencegah intrusi air laut, memperkecil
konsentrasi polutan, dan mecegah terjadinya penurunan tanah maupun sinkhole.
Selain itu, penerapan eco-drainage dapat memberikan manfaat secara sosial-budaya
seperti melestarikan teknik tradisional, turut mensejahterakan masyarakat secara
kolektif, dan menghilangkan keresahan warga yang tinggal di daerah berpotensi
tergenang.

Salah satu negara yang telah berhasil menggunakan eco-drainage sebagai solusi atas
masalah air di kawasan urban adalah Singapura. Singapura, dengan segala
keterbatasan sumber daya airnya, berusaha untuk bisa mandiri dalam rangka
pemenuhan kualitas dan kuantitas kebutuhan air serta penanganan masalah banjir di
negaranya. Menurut Public Utilities Board (PUB) Singapura, sekitar tahun 1960-1970
Singapura mengalami banjir berkepanjangan selama musim hujan. Namun, berkat
keberhasilan sistem manajemen air Singapura yang di dalamnya termasuk eco-
drainage, daerah rawan banjir di Singapura dapat berkurang secara signifikan, yaitu
sebesar 3200 hektare pada 1970 menjadi 30.5 hektare pada 2016 lalu. Saat ini, dua
pertiga dari luas daratan Singapura sudah digunakan sebagai daerah penangkap air
hujan. Air hujan yang jatuh di area tersebut akan dikumpulkan melalui sistem
drainase, kanal, dan sungai sebagai long storage sebelum disalurkan menuju 17
waduk.

Menurut Sunjoto, salah satu penyebab eco-drainage tidak berjalan sesuai semestinya
dalam penerapannya di Indonesia adalah kurangnya perhatian pemerintah maupun
masyarakat terhadap permasalahan lingkungan yang tercerminkan dalam setiap
kebijakan serta tindakannya. Sunjoto menyebutkan kendala dari penerapan sistem ini
di Indonesia, mulai dari pelaksanaan proyek yang tidak sesuai perencanaan berkonsep
berkelanjutan, tidak adanya integrasi dalam pengelolaan air antardaerah, dan
kurangnya hukum yang mengikat masyarakat untuk menerapkan sistem drainase yang
berwawasan lingkungan. Hal ini diperparah kurangnya edukasi dari pemerintah untuk
masyarakat akan pentingnya penggunaan eco-drainage.

Sungguh miris rasanya, Indonesia yang dianugerahkan dengan kekayaan sumber


daya alam (SDA) melimpah justru membuat kebanyakan manusia Indonesia kurang
menghargai dan merawat setiap cuil anugerah yang telah kita dapatkan. Mulai dari air
hujan yang melimpah, matahari hangat yang senantiasa menyinari kita, dan masih
banyak lagi. Jika memang pemerintah belum bisa membuat perubahan signifikan
untuk merawat serta melestarikan SDA yang kita miliki, mari kita senantiasa sadar
bahwa di setiap detik yang kita alami, anugerah Sang Maha Kuasa selalu mengiringi.
Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa melakukan usaha seoptimal mungkin
dalam rangka mensyukuri setiap jengkal anugerah tersebut. Senyatanya tiap individu
bisa berkontribusi nyata dalam membuat perubahan mulai dari lingkungan rumahnya
sendiri. Caranya dengan memastikan bahwa air hujan yang jatuh di halaman rumah
kita tidak melimpas begitu saja dan menjadi salah satu kontributor permasalahan
banjir di perkotaan. Layaknya SDGs yang senantiasa menekankan “make every drop
counts”, bahwa tiap tetes air itu sesungguhnya adalah anugerah.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN:

Drainase adalah pembuangan massa air baik secara alami maupun buatan dari
permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat. Di bidang teknik sipil, drainase
dibatasi sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan agar tidak tergenang. Dari pengertian
tersebut, peran drainase sangatlah penting, terutama ketika kawasan tersebut berada
di daerah dengan curah hujan tinggi.

Untuk perumahan sendiri pengertian drainase menjadi lebih spesifik lagi. Drainase
dalam perumahan adalah sebuah sistem yang mengatur jalur keluar masuknya air,
baik air bersih maupun kotor agar berada pada jalur yang telah ditentukan.

Sejarah Perkembangan Drainase Perkotaan

Manusia sudah mulai memikirkan tentang sistem pembuangan limpasan air hujan
sejak jaman Romawi kuno. Bangunan drainase perkotaan pertama kali dibuat di
Romawi berupa saluran bawah tanah yang cukup besar, yang digunakan untuk
menampung dan membuang limpasan air hujan. Pada awalnya, sistem drainase
dibangun hanya untuk menerima limpasan air hujan dan membuangnya ke badan air
terdekat. Desain dan pembangunannya belum dilakukan dengan baik. Saluran bawah
tanah yang terbuat dari batu dan bata mengalami rembesan yang cukup besar,
sehingga kapasitasnya jauh berkurang. Pada beberapa kasus, saluran tidak
mempunyai kemiringan yang cukup, sehingga air tidak lancar (stagnant) dan terjadi
genangan dalam saluran setelah terjadi hujan.

Sampai saat ini kota-kota di Indonesia masih menggunakan sistem drainase


tercampur tanpa dilengkapi dengan fasilitas instalasi pengolah air limbah (IPAL). Hal
ini tentu saja mengkhawatirkan untuk masa mendatang mengingat air limbah yang
dibuang ke sistem drainase makin meningkat volumenya dengan kualitas yang makin
menurun.

Anda mungkin juga menyukai