Anda di halaman 1dari 13

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)


PENYALAHGUNAAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU


DARI KONVENSI WINA 1961 (STUDI KASUS PENGANIAYAAN TKI
OLEH PEJABAT DIPLOMATIK ARAB SAUDI DI JERMAN)

Komang Sukaniasa, Dewa Gede Sudika Mangku, Ni Putu Rai Yuliartini


Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: {komangsukaniasa@gmail.com,dewamangku.undiksha@gmail.com,raiyuliartini@gmail.com}

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami Peran Pemerintah Indonesia Terhadap Kasus
Penganiayaan TKI oleh Diplomat Arab Saudi di Jerman dan penyalahgunaan hak kekebalan dan keistimewaan oleh
Pejabat Diplomatik Arab Saudi terhadap pelayan pribadinya apakah dapat dikenai sanksi pidana menurut hukum
Jerman dan bertentangan dengan Konvensi Wina 1961. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan jenis
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier yang berguna untuk mendapat konklusi yang relevan dengan permasalahan pada
penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Peran Pemerintah Indonesia terhadap kasus penganiayaan
TKI oleh Diplomat Arab Saudi antara lain adalah dengan memberikan bantuan hukum oleh Diplomat RI di Jerman
dengan melakukan negosiasi dengan Pemerintah Arab Saudi, 2) selanjutnya Ditinjau dari Konvensi Wina 1961,
penyalahgunaan hak kekebalan dan keistimewaan oleh Diplomatik Arab Saudi terhadap Tenaga Kerja Indonesia
merupakan Penyalahgunaan kekuasaan dengan melanggar hak asasi manusia yang dimiliki setiap orang.Sebagai
negara pengirim Pemerintah Arab Saudi dapat bertanggung jawab pada Pemerintah Indonesia yakni dengan
mengajukan permintaan maaf secara resmi kepada Pemerintah Indonesia dan memberikan kompensasi terhadap
korban yang merupakan seorang TKW asal Indonesia tersebut.

Kata Kunci :Penyalahgunaan, Hak Kekebalan Diplomatik, dan Tenaga Kerja Indonesia

ABSTRACT
This study aims to find out and understand the Role of the Government of Indonesia against cases of mistreatment of
migrant workers by Saudi Diplomats in Germany and the abuse of immunity and privileges by the Saudi Diplomatic
Official against his personal servants whether it can be penalized under German law and contrary to the Vienna
Convention of 1961. This research is a study that uses a type of statutory approach and a case approach. The legal
materials used are primary, secondary, and tertiary legal materials that are useful to obtain conclusions relevant to
the problems in this study. The results showed that 1) The role of the Government of Indonesia to the case of
persecution of migrant workers by Diplomats of Saudi Arabia, among others, by providing legal assistance by
diplomats in Germany by negotiating with the Government of Saudi Arabia, 2) further Reviewed from the Vienna
Convention 1961, the abuse of immunity and privileges by the Diplomatic Saudi Arabia against Indonesian Workers
is an abuse of power by violating human rights owned by everyone. As a sending country the Government of Saudi
Arabia can be responsible to the Government of Indonesia by formally apologizing to the Government of Indonesia
and providing compensation to victims who are indonesian migrant workers.

Keywords :Abuse, Diplomatic Immunity Rights, and Indonesian Labor

157

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

PENDAHULUAN dahulu belum dikenal adanya hukum
internasional yang modern, namun duta-duta
Negara dalam hukum internasional dapat besar diberikan kekebalan-kekebalan dan hak-
disebut sebagai suatu subjek hukum intenasional hak istimewa tertentu, meskipun tidak oleh
mengacu pada Pasal 1 Konvensi Montevideo ( hukum, akan tetapi oleh agama, sehingga di
Pan American ) tentang hak dan kewajiban mana-mana seorang Duta Besar dianggap
negara (The Convention on Rights and Duties of sebagai orang suci (Sacrosanct).
State) tahun 1933, yang berbunyi sebagai berikut Hukum diplomatik dibangun berdasarkan
: “ The state as a person of international law permufakatan (consensus) yang dilandasi atas
should progress the following qualification :(a) prinsip kesepakatan bersama (principle of
a permanent population;(b) defined territory; (c) mutual consent), prinsip persetujuan timbal balik
government; and (d) capacity to enter the (principle of reciprocity) dan prinsip-prinsip
relations with other states.” lainnya yang disepakati oleh negara-negara
Ketiga kriteria telah diakui sejak abad dalam mengadakan hubungan diplomatik Suatu
kesembilam belas di Eropa, sedangkan kriteria negara dalam melakukan penyelenggaraan
yang keempat berasal dari para penulis Amerika hubungan tersebut memerlukan suatu alat untuk
Latin yang mewakili negaranya dalam konvensi. menjalin hubungan dengan negara lainnya yang
Kriteria yang terdapat dalam pasal tersebut nantinya berfungsi sebagai penghubung
dianggap telah mencerminkan hukum kebiasaan kepentingan antar negara yang diwakili dengan
internasional. Kriteria keempat secara negara penerimanya. Alat penghubung tersebut
konvensional disebut kemampuan untuk diwujudkan dengan cara membuka hubungan
membangun dan berkomunikasi dalam diplomatik dan menempatkan perwakilan (Duta)
hubungan internasional (ability to establish and diplomatik negara pengirim (sending state) pada
to communicate in international) (Tontowi dan negara penerima (receiving state) (Widagdo dan
Iskandar, 2006:10). Nur W, 2008:38).
Negara dalam rangka menjalin hubungan Perwakilan diplomatik adalah merupakan
antar bangsa untuk merintis kerjasama dan wakil resmi dari negara asalnya, perwakilan
persahabatan perlu dilakukan pertukaran misi diplomatik disuatu negara ini dikepalai oleh
diplomatik (Suryono, 1992:1). Hubungan seorang duta dari suatu negara yang diangkat
diplomatik sebagai salah satu instrumen melalui surat pengangkatan atau surat
hubungan luar negeri merupakan kebutuhan bagi kepercayaan (letter of credentials).
setiap negara (Widodo, 2009:1). Perkembangan Kekebalan dan keistimewaan bagi
yang terjadi di tingkat nasional dan internasional perwakilan asing di suatu negara pada
dapat memberikan peluang dan tantangan yang hakikatnya dapat digolongkan dalam tiga
lebih besar bagi penyelenggaraan hubungan luar kategori yaitu:
negeri melalui pelaksanaan politik luar negeri. 1. Kekebalan tersebut meliputi tidak
Salah satu pelaku yang melaksanakan diplomasi diganggu-gugatnya para diplomat
adalah diplomat (Syahmin, 2008:7). termasuk empat tinggal serta miliknya.
Fungsi utama diplomat adalah mewakili 2. Keistimewaan atau kelonggaran yang
negara pengirim di negara penerima, dalam diberikan kepada para diplomat yaitu
organisasi-organisasi dunia dan forum-forum dibebaskannya kewajiban mereka untuk
internasional. Dalam melakukan diplomasi, membayar pajak, bea cukai, jaminan
wakil-wakil negara agar dapat melaksanakan sosial dan perorangan.
tugasnya dengan baik dan efisien perlu untuk 3. Kekebalan dan keistimewaan yang
diberikan hak kekebalan dan hak keistimewaan. diberikan pada perwakilan diplomatik
Status perwakilan diplomatik sebenarnya telah bukan saja menyangkut tidak diganggu-
mendapat pengakuan dari bangsa-bangsa pada gugatnya gedung perwakilan asing di
zaman lampau yaitu bangsa-bangsa kuno suatu negara termasuk arsip dan
(Suryono, 1992:9). Meskipun pada zaman kekebasan berkomunikasi, tetapi juga

158

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

pembebasan dari segala perpajakan dari Berlin. Dewi Ratnasari menandatangani
negara penerima. perjanjian kerja yaitu 750 (tujuh ratus lima
Dalam Protokol II Pedoman Tertib puluh) Euro sebulan untuk 40 (empat puluh) jam
Diplomatik Departemen Luar Negeri Republik kerja perminggu, sekitar 6 (enam) jam perhari,
Indonesia, diatur bahwa istilah kekebalan dan cuti tahunan selama satu bulan. Keluarga
terkandung dua pengertian, yaitu kekebalan diplomat tersebut hanya membayar upahnya
(imunity) dan tidak dapat diganggu-gugat sekali, yaitu sebesar 150 (seratus lima puluh)
(inviolability) (Widodo, 2009:115). Tidak dapat Euro (Rp 1,8 juta) saat Ramadhan.
diganggu-gugat atau inviolabilitas (inviolability) Tenaga kerja asal Indonesia tersebut
adalah kekebalan diplomat terhadap alat-alat bekerja bagi ketujuh anggota keluarga diplomat,
kekuasaan Negara penerima dan kekebalan dari pukul 06.00 pagi sampai larut malam, dalam
terhadap segala gangguan yang merugikan, tujuh hari dalam seminggu. Dewi Ratnasari
sedangkan kekebalan (imunity) diartikan sebagai bekerja untuk membersihkan rumah, memasak,
kekebalan terhadap yurisdiksi hukum perdata, melayani keperluan istri diplomat yang lumpuh,
hukum acara, maupun hukum pidana. melayani anakanaknya termasuk membukakan
Keistimewaan yang dimaksud ialah berbagai hak sepatu mereka, dan tidur di atas lantai. Pelayan
istimewa (previlege) yang melekat pada pribadi diplomat tersebut mendapatkan
perwakilan diplomatik asing (sebagai institusi) perlakuan yang tidak semestinya dari keluarga
dan anggota missi (sebagai individu) di Negara diplomat tersebut, seperti paspornya yang disita,
penerima. Semua agen diplomatik harus gajinya tak dibayar, Dewi Ratnasari tak boleh
memperoleh jaminan keamanan dan meninggalkan rumah, tidak boleh menghubungi
kesejahteraannya pada masa dinas aktif, salah keluarga, bahkan Dewi Ratnasari sering
satunya atas prinsip timbal balik (Syahmin, mendapatkan pukulan dan hinaan dari keluarga
2008:119). Diplomat Arab Saudi tersebut.
Kekebalan dan keistimewaan diplomatik Kemudian Dewi Ratnasari meminta
yang diberikan kepada perwakilan diplomatik bantuan pada organisasi Hak Asasi Manusia
sesuai Konvensi Wina 1961 dapat yaitu Organisasi Ban Ying yang merupakan
dikelompokkan menjadi kekebalan kantor organisasi perlindungan pekerja perempuan di
perwakilan dan tempat kediaman diatur dalam Jerman dan berhasil menyelamatkan diri dari
Pasal 20 dan Pasal 22, kekebalan tempat tinggal apa yang telah dialaminya sekitar 19 (sembilan
resmi diplomat diatur dalam Pasal 30, kekebalan belas) bulan pada Oktober 2010. Organisasi Ban
diplomat dalam melaksanakan tugas kedinasan Ying, aktivis buruh dan perempuan Heide Pfarr
diatur dalam Pasal 26, Pasal 27, Pasal 29, Pasal serta pengacara Klaus Bertelsmann mengajukan
31. Keistimewaan misi diplomatik dalam bidang kasus pelayan pribadi Diplomat Arab Saudi ke
pajak dan iuran diatur dalam Pasal 23, Pasal 28, pengadilan tenaga kerja di Berlin, dengan
Pasal 34, pembebasan dari bea cukai diatur tuntutan gaji, uang lembur dan uang ganti rugi
dalam Pasal 36, hak-hak agen diplomatiknya total 70.000 (tujuh puluh ribu) Euro, sekitar 840
diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 33 (Widodo, (delapan ratus empat puluh) juta rupiah. Selain
2009:123). Pemberian hak kekebalan dan itu diajukan tuntutan karena melakukan
keistimewaan tersebut didasarkan atas tiga teori, eksploitasi tenaga kerja. Pada tanggal 14 (empat
yaitu exterritoriality theory, representative belas) bulan Juni tahun 2011, Pengadilan Tenaga
theory, dan functional necessity theory. Kerja Jerman memutuskan menolak tuntutan
Salah satu kasus yang berkaitan dengan itu,dengan alasan kekebalan hukum yang
penyalahgunaan hak kekebalan dan dimiliki pejabat diplomatik Arab Saudi. Dewi
keistimewaan pejabat diplomatik terjadi di Ratnasari, nama samaran dari pelayan pribadi
Jerman pada bulan April tahun 2009. Seorang Diplomat Arab Saudi yang juga digunakan
tenaga kerja Indonesia yakni Dewi Ratnasari dalam pengaduan, sudah kembali ke tanah air,
bekerja pada seorang Pejabat Diplomat Arab tetapi tuntutannya ke pengadilan berjalan terus,
Saudi dan Dewi Ratnasari akan dibawa ke

159

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

Dewi Ratnasari percayakan kepada aktivis buruh HASIL DAN PEMBAHASAN
dan perempuan Heide Pfarr. Peran Pemerintah Indonesia Terhadap Kasus
Berdasarkan uraian kasus tersebut, Penganiayaan TKI Oleh Diplomat Arab
terindikasi bahwa telah terjadinya Saudi Di Jerman
penyalahgunaan Hak Kekebalan Diplomatik Dalam hukum internasional dinyatakan
oleh keluarga diplomat Arab Saudi terhadap bahwa negara berkewajiban untuk melindungi
Tenaga Keraja Indonesia yakni Dewi Ratnasari warga negaranya yang tinggal di luar negeri.
yakni berupa dirampasnya Hak Kebebasan dan Perlindungan suatu negara terhadap warga
mendapatkan jaminan kehidupan yang layak negaranya yang berada di luar negeri disebut
yang berhak dimiliki oleh setiap individu. Oleh Diplomatic Protection. Secara konsep,
karena itulah, berdasarkan hal tersebut penulis diplomatic protectionadalah “action taken by a
melakukan penelitian proposal skripsi dengan state against another state in respect of injury to
judul “PENYALAHGUNAAN HAK the person or property of national caused by an
KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU internationally wrongful act or omission
DARI KONVENSI WINA 1961 (STUDI attributable to the latter state” (Forcese,
KASUS PENGANIAYYAAN TKI OLEH 2006:375)..
PEJABAT DIPLOMATIK ARAB SAUDI DI Fungsi Konsuler diatur dalam Pasal 5
JERMAN)” dengan rumusan masalah sebagai Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan
berikut: Konsuler. Dalam salah satu butir Pasal 5
1. Bagaimana Peran Pemerintah Konvensi Wina 1963 tersebut dinyatakan
Indonesia Terhadap Kasus bahwa, “Consular functioning consit in:
Penganiayaan TKI oleh Diplomat Arab protecting in the receiving State the interests of
Saudi di Jerman? sending state and of its nationals, both
2. Bagaimana penyalahgunaan hak individuals and bodies corporate, within the
kekebalan dan keistimewaan oleh limits permitted by international law” (United
Pejabat Diplomatik Arab Saudi terhadap Nations 2005). Berdasarkan pernyataan tersebut
Tenaga Kerja Indonesia ditinjau dari dapat diketahui bahwa sesungguhnya perwakilan
Konvensi Wina 1961? konsuler negara pengirim di negara penerima
berkewajiban untuk melindungi warga
METODE PENELITIAN negaranya dan kepentingan mereka.
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2013
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
penelitian ini adalah jenis penelitian hukum luar Negeri di dalam Peraturan pemerintah ini,
normatif. Soerjono Soekanto mendefinisikan bentuk perlindungan yang diberikan ada tiga
penelitian hukum normatif adalah penelitian macam, yaitu:
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti a) Perlindungan pada masa pra
bahan pustaka dan dokumen peraturan penempatan;
perundangundangan. Dikarenakan jenis b) Perlindungan pada masa penempatan;
penelitian ini merupakan penelitian normatif, dan
maka pendekatan dalam penelitian ini adalah c) Perlindungan pasca penempatan
pendekatan perundang-undangan dan Dalam upaya melindungi TKI yang
pendekatan kasus. Sumber bahan hukum yang bermasalah, tidak semua yang menanggung
digunakan adakah sumber bahan hukum primer, adalah pemerintah. Peran PJTKI dalam
sekunder, dan tersier. Adapun teknik penempatan TKI ke negara yang dituju
pengumpulam data yang digunakan adalah seharusnya juga ikut membantu dalam
teknik studi dokumen, dan bahan hukum penanganan TKI yang bermasalah. Dalam pra
tersebut dilakukan evaluasi, intrerpretasi, penempatan PJTKI memiliki peran yang sangat
argumentasi dan dibahas secara banyak dalam penetapan penempatan calon TKI.
deskriptif(Soekanto dan Mamuji, 2015:24). Berdasarkan Undang-Undang Penempatan dan

160

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

Perlindungan TKI di Luar Negeri pada Pasal 12, Perlindungan hukum bagi tenaga kerja
pekerja migran Indonesia harus melalui agen Indonesia, tidak cukup hanya menggunakan
resmi untuk mendapatkan pekerjaan di luar peraturan perundang-undangan Indonesia karena
negeri (Fauzianti, 2015:11). ruang kerja tenaga kerja Indonesia berada di luar
Berdasarkan hal tersebut dalam kasus negeri. Sehingga pemerintah Indonesi
penyalahgunaan hak kekebalan yang dimiliki meratifikasi konvensi internasional terkait
oleh Diplomat Arab Saudi dengan melakukan perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia
penganiayaan terhadap Dewi sebagai Tenaga sehingga dapat melakukan perlindungan secara
Kerja Indonesia, maka adapun peran pemerintah maksimal (Fauzianti, 2015:12).
Indonesia dalam menangani kasus tersebut Penanganan pemerintah Indonesia dalam
adalah dengan memberikan perlindungan hukum menyelesaikan permasalahan TKI terdiri dari
terhadap warga negaranya yang berada di Luar tiga periode yaitu pada saat pra penempatan,
Negeri. pada saat bekerja di luar negeri sampai pada saat
Upaya hukum yang seharusnya dilakukan kepulangan tenaga kerja di Indonesia.
Pemerintah Indonesia adalah memberikan Diperlukan tindakan atau upaya khusus bagi
bantuan hukum yang dapat diwakilkan pada pemerintah dalam menangani setiap
Diplomat Indonesia khususnya Atase permasalahan TKI karena pada setiap periode
Ketenagakerjaan KBRI di Jerman. Melalui memiliki karakteristik tersendiri. Permasalahan
diplomatnya/Atase Ketenagakerjaan dapat pada saat penempatan akan menyebabkan
melakukan negosiasi dengan pemerintah Arab permasalahan baru ketika TKI bekerja di luar
Saudi untuk menyelesaikan kasus tersebut negeri yang juga mengakibatkan permasalahan
dengan membawa pejabat diplomatik yang pada saat kepulangan. Upaya perlindungan yang
melakukan penganiayaan dan pelanggaran HAM cukup besar sangat diperlukan pada saat para
itu ke dalam pengadilan Arab Saudi (Reskati, TKI bekerja di Arab Saudi karena menurut
2010:10). Dekrit Kerajaan Nomor M/51 tahun 2005 bagian
Jika Pemerintah Arab Saudi menolak VI yang merupakan dasar hukum
melakukan negosiasi, maka Pemerintah ketenagakerjaan Arab Saudi, hukum di Arab
Indonesia dapat meminta bantuan terhadap Saudi masih belum mengatur mengenai
Pemerintah Jerman sebagai pihak ketiga yang perlindungan tenaga kerja di sektor informal
dapat membantu menyelesaikan kasus ini. meskipun Kerajaan Arab telah memiliki
Pemerintah Indonesia juga dapat mengupayakan berbagai ketentuan hukum di bidang
perlindungan hukum dengan meminta Dewi ketenagakerjaan, termasuk di dalamnya
Ratnasari untuk melayangkan gugatan yang mengenai pekerja migran (Fauziati, 2015:68).
ditujukan kepada mantan majikannya tersebut. Upaya diplomasi diperlukan karena setiap
Selanjutnya gugatan itu diserahkan pada negara tidak dapat menjangkau sistem hukum
Pengadilan Umum Riyadh sebagai pengadilan negara lain. Penandatanganan MoU antara
tingkat pertama yang memiliki kompetensinya Indonesia dan Arab Saudi tentang
dalam upaya penyelesaian kasus pidana yang ketenagakerjaan baru terjalin pada Februari
melibatkan warga negara Arab Saudi. 2012. Dengan adanya MoU, pemerintah
Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi Indonesia dan Arab Saudi lebih fokus
juga sebaiknya segera membangun menangani masalah perlindungan TKI.
Memorandum of Understanding (MoU) yang Menghadapi kasus tindak pidana yang dilakukan
menjamin hak-hak buruh migran asal Indonesia. oleh diplomat Arab Saudi terhadap tenaga kerja
Dengan adanya perlindungan dan pendampingan Indonesia (Dewi Ratnasari), bahwa pemerintah
hukum yang maksimal ini nantinya diharapkan Jerman terus membantu Dewi Ratnasari melalui
tidak ada lagi kejadian buruk yang menimpa pengacara dan organisasi Ban Ying yang
warga negara Indonesia sebagai TKI di luar menyangkut tentang kekebalan diplomatik.
negeri. Mendengar hal tersebut, Duta Besar Republik
Indonesia segera mengutus staf untuk

161

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

memberikan bantuan konsuleran, terutama hak- hukum Pemerintah Indonesia dalam
hak dasar Dewi dan hak gaji, jaminan sosial, dan memberikan perlindungan hukum terhadap
biaya kepulangan dapat diperoleh. Upaya-upaya tenaga kerja Indonesia yang menjadi korban
lain yang dilakukan oleh Duta Besar Republik tindak pidana yang dilakukan oleh diplomat
Indonesia di Jerman dalam membantu Dewi Arab Saudi di Jerman adalah dengan melakukan
ialah mendampingi untuk melapor pada polisi negosiasi yang diwakilkan oleh diplomat
setempat atas apa yang telah dialami oleh dewi, Indonesia atau Atas Ketenagakerjaan dengan
memastikan mendapatkan pelayanan medis dan pihak Pemerintah Arab Saudi untuk
psikologis yang memadai untuk memulihkan meyelesaikan kasus tersebut. Jika Pemerintah
kondisinya setelah penyiksaan yang dilakukan Arab Saudi menolak melakukan negosiasi, maka
oleh majikannya, mencari pengacara beserta Pemerintah Indonesia dapat meminta bantuan
penerjemah dan memantau proses penyelidikan Pemerintah Jerman sebagai pihak ketiga yang
maupun penyidikan atas kasus yang telah dapat membantu menyelesaikan kasus ini.
dilaporkan serta membantu untuk menghubungi Pemerintah Indonesia dapat meminta tenaga
keluarganya atau pihak lain di Indonesia untuk kerja Indonesia yang menjadi korban untuk
memperoleh bantuan dana selama Dewi berada mengajukan gugatan yang ditujukan kepada
di luar negeri atau untuk kepulangannya ke majikannya agar dapat diadili Pengadilan Umum
Indonesia(Fauziati, 2015:68). Riyadh yang selanjutnya dijatuhi sanski sesuai
Selain memberikan perlindungan kepada aturan hukum negara Arab Saudi (Fauziati,
warganegaranya, yaitu Dewi, perwakilan 2015:69).
diplomatik Indonesia di Jerman juga bertugas
melakukan perundingan dengan pihak dari Penyalahgunaan Hak Kekebalan Dan
Kedutaan Besar Arab Saudi di Jerman untuk Keistimewaan Oleh Pejabat Diplomatik Arab
meminta kerjasamanya dalam menyelesaikan Saudi Terhadap Tenaga Kerja Indonesia
kasus penyiksaan yang melibatkan pelayan Ditinjau Dari Konvensi Wina 1961
pribadi berkewarganegaraan Indonesia dengan Berkenaan dengan kegiatan yang
pejabat diplomatik Arab Saudi di Jerman dan bertetangan dan melanggar hukum yang
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jerman dilakukan oleh pejabat diplomatik, adanya kasus
menyampaikan laporan kepada pemerintah yang terjadi pada tahun 2010 yang menimpa
Indonesia mengenai perkembangan serta tenaga kerja wanita Indonesia yakni Dewi
penanganan terhadap masalah yang menimpa Ratnasari. Dewi bekerja kepada keluarga
warganegaranya (Fauziati, 2015:69). diplomat mulai April 2009 di Arab Saudi,
Upaya pemerintah Indonesia dalam selanjutnya Dewi beserta keluarga diplomat itu
memberikan perlindungan hukum pada tenaga pindah karena pejabat diplomatik itu ditugaskan
kerja Indonesia pada kasus tindak pidana ke Jerman. Dewi menandatangani perjanjian
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang kerja yang mengatur upah minimal pembantu
dilakukan oleh diplomat Arab Saudi kepada rumah tangga bagi diplomat di Jerman sebesar
Dewi Ratnasari, tenaga kerja wanita Indonesia 750 Euro sebulan untuk 40 jam kerja perminggu,
ini berdasarkan pada ketentuan-ketentuan dalan sekitar 6 jam perhari, dan cuti tahunan selama
Konvensi Internasional tahun 1990 tentang satu bulan. Sejak itu Dewi menjalani hari-
Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan harinya seperti di neraka. Ia diharuskan bekerja
Anggota Keluarganya, Konvensi Wina 1961 7 hari dalam sepekan, dari pagi hingga tengah
tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Wina malam. Ia membersihkan rumah, memasak,
1963 tentang Hubungan Konsuler, UUD RI melayani keperluan istri diplomat yang lumpuh,
1945, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 melayani anak-anaknya termasuk membukakan
tentang Hubungan Luar Negeri, UU Nomor 39 sepatu mereka, dan tidur di atas lantai. Gaji
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Dewi juga tidak dibayar.
Perlindungan TKI, UU Nomor 13 Tahun 2003 Paspor Dewi juga ditahan oleh
tentang Ketenagakerjaan. Disamping itu, upaya majikannya. Ia tidak dibekali pakaian hangat.

162

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

Satusatunya pemberian yang pernah dia terima Wanita dari Indonesia yang menjadi korban
adalah sebesar 150 Euro (Rp 1,8 juta) saat tindak pidana oleh Diplomat Arab Saudi di
Ramadhan. Dewi juga sering terima siksaan Jerman tersebut dapat dikatakan sebagai salah
berupa pukulan dengan tongkat atau dengan satu anggota keluarga Pejabat Diplomatik
tangan dan dilarang keluar rumah. Ia juga tersebut. Sesuai dengan yang diatur dalam Pasal
berlutut di lantai saat mengikatkan tali sepatu 37 ayat 1 Konvensi Wina 1961.
anak-anak majikannya. Anak-anak itu sudah di Penyalahgunaan Hak Kekebalan dan
awal usia belasan, sudah cukup tua untuk Diplomatik oleh Pejabat Diplomatik Arab Saudi
mengikat tali sepatu sendiri, untuk berpakaian Hak kekebalan dan keistimewaan bagi
sendiri. Namun mereka manusia yang terobsesi perwakilan asing di suatu negara pada dasarnya
kenyamanan. Ketika anak-anak majikan itu jadi bukanlah untuk kepentingan individu, tetapi
cengeng, itu bisa berbahaya bagi si budak. Dia untuk menjamin terlaksananya tugas dan fungsi
bisa mendapat pukulan atau sebuah botol akan dari pewakilan itu sendiri di Negara penerima.
melayang ke arahnya. Begitu botol tersebut Salah satu hak kekebalan yang dinikmati oleh
pecah, ia kembali melantai, membersihkan perwakilan diplomatik adalah bebas dari
pecahan kaca. Para pekerja rumah tangga para yurisdiksi pidana Negara penerima, sebagaimana
diplomat itu dibayar minim atau bahkan tidak diatur dalam pasal 31 ayat (1) Konvensi Wina
bayar sama sekali. Mereka juga seringkali Tahun 1961. Merujuk pada ketentuan tersebut
disiksa, bahkan diperkosa dan para diplomati itu berarti, tidak dapat diberlakukan hukum nasional
bebas dari jeratan hukum. Negara penerima pada pejabat diplomatik Arab
Dewi juga mengklaim, keluarga itu Saudi, yang berarti Pengadilan Tenaga Kerja
memanggilnya "nila" (kata bahasa Arab untuk Jerman tidak dapat mengadili diplomat tersebut
kotoran). Anak anak keluarga itu dibiarkan karena terbentur kekebalan yang dinikmatinya.
untuk memukulnya. Terakhir dia dilempar Hal itu dikuatkan pula dengan ketentuan dalam
dengan botol parfum yang melukai kepalanya. Pasal 29 Konvensi Wina Tahun 1961 yang
Pada bulan Oktober tahun 2010 ia melarikan diri mengatur: "Pejabat diplomatik harus tidak boleh
dan mencari bantuan dari Ban Ying, sebuah diganggu-gugat. Ia tidak boleh ditangkap atau
asosiasi yang berbasis Hak Asasi Manusia di dikenakan penahanan. Negara penerima harus
Berlin yang membantu perempuan migran dari memperlakukannya dengan penuh hormat dan
Asia Tenggara. harus mengambil langkahlangkah yang layak
Organisasi Ban Ying, aktivis buruh dan untuk mencegah serangan atas diri,
perempuan Heide Pfarr serta pengacara Klaus kemerdekaan, dan martabat" (Syahmin,
Bertelsmann mengajukan kasus pelayan pribadi 2008:30).
Diplomat Arab Saudi ke pengadilan tenaga kerja Walaupun demikian, tidak berarti
di Berlin, dengan tuntutan gaji, uang lembur dan tindakan pejabat diplomatik Arab Saudi beserta
uang ganti rugi total. 70.000 (tujuh puluh ribu) anggota keluarganya terhadap Dewi pelayan
Euro, sekitar 840 (delapan ratus empat puluh) pribadinya seperti kasus diatas dapat bebas
juta rupiah. Selain itu diajukan tuntutan karena begitu saja dan tidak mendapat sanksi apapun,
melakukan eksploitasi tenaga kerja. Pada karena dalam ketentuan Pasal 31 ayat (4)
tanggal 14 (empat belas) bulan Juni tahun 2011, Konvensi Wina Tahun 1961 pada intinya
Pengadilan Tenaga Kerja Jerman memutuskan mengatur bahwa pejabat diplomatik tetap tunduk
menolak tuntutan itu, dengan alasan kekebalan pada yurisdiksi hukum Negara pengirim
hukum diplomatik si majikan. Dewi Ratnasari, (Suryokusumo, 1995:20).
nama samaran dari pelayan pribadi Diplomat Bahkan terhadap pejabat diplomatik yang
Arab Saudi yang juga digunakan dalam telah terbukti melakukan kejahatan atau
pengaduan, sudah kembali ke tanah air, tetapi pelanggaran di Negara penerima, Negara
tuntutannya ke pengadilan berjalan terus, ia pengirim dapat menanggalkan hak kekebalan
percayakan kepada aktivis buruh dan perempuan dan keistimewaan yang dinikmatinya
Heide Pfarr. Disamping itu, Tenaga Kerja sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 32

163

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

ayat (1) dan (2) Konvensi Wina Tahun 1961. membiarkan tidur di lantai, tidak memberikan
Sebagai perwakilan dari Negara pengirim, para pakaian hangat, memforsir jam kerja TKW
pejabat diplomatik memiliki hak-hak kekebalan dalam sehari-harinya, tidak membolehkan TKW
dan keistimewaan yang tidak dapat diganggu- itu keluar rumah dan tidak membayarkan gaji
gugat, tetapi hal tersebut tidak membuatnya yang harusnya diterima oleh TKW juga
dapat berbuat sesuai kehendaknya di Negara merupakan pelanggaran atas Pasal 5 Universal
penerima. Declaration of Human Rights 1948 yang
Pejabat diplomatik tetap harus berbunyi: “No one shall be subjected to torture
menghormati hukum dan perundang-undangan or to cruel, inhuman or degrading treatment or
Negara penerima sebagaimana yang telah diatur punishment”. Artinya, tidak ada yang harus
dalam Pasal 41 Konvensi Wina Tahun 1961. dikenai peyiksaan atau perlakuan kejam, tidak
Jerman sebagai Negara penerima dapat manusawi atau merendahkan atau hukuman.
menyatakan persona non-grata pada Pejabat
Diplomatik Arab Saudi apabila dianggap Perlakuan tidak manusiawi diatas juga
melakukan pelanggaran hukum dan perundang- melanggar Pasal 7 International Covenant on
undangan Negara penerima. Deklarasi persona Civil and Political Rights 1966 , yang berbunyi:
non grata terjadi khususnya mereka yang dinilai “No one shall be subjected to torture or to cruel,
melanggar ketentuan-ketentuan dalam Konvensi inhuman or degrading treatment or punishment.
Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik, In particular, no one shall be subjected without
diantaranya (Widodo, 2012:45). his free consent to medical or scientific
1) Kegiatan-kegiatan politik atau subversif; experimentation”. Artinya, Tidak ada yang
2) Pelanggaran terhadap hukum dan dikenai penyiksaan atauperlakuan kejam, tidak
peraturan perundang-undangan Negara manusiawi atau merendahkan atau hukuman . Di
penerima; waktutertentu, tidak ada yang akan dikenakan
3) Kegiatan-kegiatan spionase; tanpa persetujuan bebas untuk experimenmedis
4) Pelanggaran terhadap ketentuan- atau ilmiah.
ketentuan dalam Konvensi Wina 1961. Pemerintah Arab Saudi dapat bertanggung
Pemerintah Arab Saudi selaku negara jawab pada Pemerintah Indonesia yakni dengan
pengirim diplomatiknya wajib mengajukan permintaan maaf secara resmi
bertanggungjawab pada negara penerima. Hal kepada Pemerintah Indonesia dan memberikan
tersebut dikarenakan negara Arab Saudi kompensasi terhadap korban yang merupakan
memenuhi unsur-unsur timbulnya seorang TKW asal Indonesia tersebut.
pertanggungjawaban negara, dimana tindakan Pemerintah Arab Saudi selaku negara
organ negara dalam kapasitas resmi jabatanya pengirim diplomatiknya wajib bertanggung
(dalam hal ini pejabat diplomatik asal Arab jawab pada negara penerima. Hal tersebut
Saudi) telah melakukan tindakan yang tidak dikarenakan negara Arab Saudi memenuhi
sesuai hukum nasional dan internasional yakni unsur-unsur timbulnya pertanggungjawaban
yang tertuang dalam Konvensi Internasional negara, dimana tindakan organ negara dalam
Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak Semua kapasitas resmi jabatanya (dalam hal ini pejabat
Buruh Migran dan Anggota Keluarganya, diplomatik asal Arab Saudi) telah melakukan
pejabat diplomatik asal Arab Saudi itu telah tindakan yang tidak sesuai hukum nasional dan
melanggar pasal-pasal yang berisi pemenuhan internasional yakni yang tertuang dalam
hak yang dimiliki dan wajib diberikan kepada Konvensi Internasional Tahun 1990 tentang
buruh migran (termasuk tenaga kerja wanita asal Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan
Indonesia). Anggota Keluarganya, pejabat diplomatik asal
Perlakuan yang tidak manusiawi dan Arab Saudi itu telah melanggar pasal-pasal yang
melanggar HAM oleh pejabat diplomatik berupa berisi pemenuhan hak yang dimiliki dan wajib
pemukulan, pelemparan dengan botol parfum, diberikan kepada buruh migran (termasuk tenaga

164

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

kerja wanita asal Indonesia). Pasal-pasal itu atau dokumen setara dari buruh migran
antara lain: dan anggota keluarganya”. Pada kasus
diatas TKW tersebut paspornya disita
a. Pasal 10, yang berbunyi “Tidak majikannya dimana majikannya itu
seorangpun buruh migran dan anggota tidak memiliki wewenang untuk
keluarganya akan mengalami menyita paspor tersebut.
penyiksaan atau kekejaman, tidak d. Pasal 25 Ayat (1) bagian (a), yang
manusiawi atau merendahkan martabat berbunyi “Buruh migran tidak harus
atau hukuman”. Kaitanya pasal ini menerima perlakuan yang kurang
dengan kasus penganiayaan dan menguntungkan dari negara tempatnya
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh bekerja dalam hal remunerasi dan
pejabat diplomatik asal Arab Saudi kondisi lain dari pekerjaan, yang
terhadap TKW Indonesia di Jerman mengatakan, lembur, jam kerja,
ialah, TKW tersebut mendapat siksaan istirahat mingguan, liburan dengan
berupa pukulan dengan tangan maupun gaji, keselamatan, kesehatan,
tongkat oleh majikannya yang pemutusan hubungan kerja dan kondisi
merupakan seorang pejabat diplomatik kerja yang lain, menurut hukum dan
asal Arab Saudi, TKW itu dilempar praktek nasional, yang dicakup dalam
botol parfum yang melukai kepalanya, istilah ini”. Pada kasus diatas TKW itu
selain itu ia hanya tidur dilantai beralas diharuskan bekerja penuh tujuh hari
kasur tipis dan tidak bekali pakaian dalam sepekan, dari pagi hingga tengah
hangat. Kejadian itu berlangsung di malam, gajinya pun tidak dibayarkan.
Jerman, negara dimana pejabat Perlakuan yang tidak manusiawi juga
diplomatik itu ditugaskan. merupakan pelanggaran atas Pasal 5 Universal
b. Pasal 11 Ayat (1), yang berbunyi Declaration of Human Rights 1948 yang
“Tidak seorangpun buruh migran dan berbunyi: “No one shall be subjected to torture
anggota keluarganya akan or to cruel, inhuman or degrading treatment or
diperbudakan atau diperhambakan”. punishment”. Artinya, tidak ada yang harus
Pada kasus diatas TKW itu diharuskan dikenai peyiksaan atau perlakuan kejam, tidak
bekerja penuh tujuh hari dalam manusawi atau merendahkan atau hukuman.
sepekan, dari pagi hingga tengah Perlakuan tidak manusiawi tersebut juga
malam, gajinya pun tidak dibayarkan, melanggar Pasal 7 International Covenant on
hal tersebut tidak sesuai dengan kotrak Civil and Political Rights 1966, yang berbunyi:
kerja yang dibuat. Dimana dalam “No one shall be subjected to torture or to cruel,
kotrak kerja dituliskan bahwa TKW itu inhuman or degrading treatment or punishment.
hanya diwajibkan bekerja selama 40 In particular, no one shall be subjected without
jam dalam seminggu dan mendapat his free consent to medical or scientific
upah 750 Euro perbulan. experimentation”. Artinya, Tidak ada yang
c. Pasal 21 yang berbunyi: “Adalah dikenai penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak
melanggar hukum bagi siapa pun, manusiawi atau merendahkan atau hukuman. Di
selain seorang pejabat publik yang waktu tertentu, tidak ada yang akan dikenakan
diberi kewenangan oleh hukum, untuk tanpa persetujuan bebas untuk experimen medis
menyita, menghancurkan atau atau ilmiah.
mencoba menghancurkan dokumen Sementara dari perlindungan TKI/TKW
identitas, dokumen yang memberi ijin Indonesia yang tertuang di The Basic Law of
masuk atau tinggal, tempat tinggal atau Government of Saudi Arabia 1992, diatur secara
pembentukan dalam wilayah nasional jelas pada Pasal 18 yang menetapkan bahwa
atau ijin kerja. Dalam hal apapun tidak negara akan menjamin kebebasan dan tak dapat
diizinkan untuk menghancurkan paspor diganggu gugatnya kepemilikan pribadi tidak

165

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

akan disita, kecuali untuk kepentingan umum 1. Bagi Pemerintah Indonesia Perlindungan
dan penyitaan akan dikompensasi secara wajar. buruh migran seharusnya dilakukan serius
Berdasarkan pasal tersebut maka tindakan karena sesama manusia terlebih lagi
pejabat diplomatik atau sebagai majikan yang penyumbang devisa negara. Untuk
menyita paspor milik TKW itu merupakan salah mengatasi TKI yang menghadapi
satu bentuk pelanggaran yang telah masalah, diperlukan langkah sisematis
dilakukannya. Selain itu tindakan tersebut telah dan terstruktu, salah satunya seperti
melanggar Pasal 37 ayat 1 Konvensi Wina 1961 mengganti duta besar di negara-negara
yang artinya, “Anggota-anggota keluarga agen yang dianggap gagal dalam memberi
diplomatik yang membentuk rumah tangganya, perlindungan bagi TKI.
jika mereka ini bukan warga negara Negara 2. Berbagai kebijakan yang dilegalkan
penerima, mendapat hak-hak istimewa dan melalui Inpres lebih banyak pengara pada
kekebalan hukum yang disebutkan di dalam perbaikan administrasi dan perbaikan
Pasal 29 sampai 36” efisiensi kerja birokrasi untuk pengerahan
atau penempatan tenaga kerja, belum
SIMPULAN DAN SARAN menyentuh pada penyempurnaan sistem
Simpulan perlindungan hak asasi buruh migran.
Berdasarkan uraian pembahasan diatas maka Sehingga kebijakan mengenai TKI harus
dapat disimpulkan sebagai berikut: berdasarkan “Human Rights Intelegence”
1. peran Pemerintah Indonesia terhadap dibadingkan market intelegent.
kasus penganiayaan TKI oleh Diplomat
Arab Saudi antara lain adalah dengan DAFTAR PUSTAKA
memberikan bantuan hukum oleh Buku
Diplomat RI di Jerman dengan Adolf, Huala. 2014. Hukum Penyelesaian
melakukan negosiasi dengan Pemerintah Sengketa Internasional.
Arab Saudi. Jika negosiasi tersebut Birkah Latih dan Kadarudin. 2016. Hukum
ditolak oleh Pemerintah Arab Saudi, Diplomatik & Hubungan Internasional.
maka Pemerintah Indonesia dapat Makassar: Pustaka Pena Press
meminta bantuan Pemerintah Jerman Effendi, A.Masyhur. 1993.Hukum Diplomatik
sebagai pihak ketiga dan negara Internasional. Usaha Nasional, Cetakan
penerima dengan dipersonan non- Pertama, Surabaya.
gratakannya Diplomat Arab Saudi Isha, H. 2017. Metode Penelitian Hukum &
tersebut. Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
2. Ditinjau dari Konvensi Wina 1961, Alfabeta. Bandung.
penyalahgunaan hak kekebalan dan Mauna, Boer. 2001. Hukum Internasional:
keistimewaan oleh Diplomatik Arab Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam
Saudi terhadap Tenaga Kerja Indonesia Era Dinamka Global. PT Alumni,
merupakan Penyalahgunaan kekuasaan Bandung.
dengan melanggar hak asasi manusia Prodjodikoro, Wirjono. 1967. Asas-asas Hukum
yang dimiliki setiap orang. Sebagai Publik Internasional. Pembimbing
negara pengirim Pemerintah Arab Saudi Masa, Jakarta.
dapat bertanggung jawab pada Roish,Kholis. 2015. Hukum Perjanjian
Pemerintah Indonesia yakni dengan Internasional: Teori dan Praktik. Setara
mengajukan permintaan maaf secara Press. Malang.
resmi kepada Pemerintah Indonesia dan Sefriani. 2010. Hukum Internasional: Suatu
memberikan kompensasi terhadap Pengantar.
korban yang merupakan seorang TKW Sugeng, Istanto. 2010. Hukum Internasional.
asal Indonesia tersebut. Yogyakarta; Penerbit Universitas Atma
Saran Jaya Yogyakarta

166

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2015. Artikel dalam Jurnal
Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Anggraini, Cathy, Peni Susetyorini, and Kholis
Rajawali Pers. Roisah. 2016. "Penyalahgunaan Hak
Sryono, Edy. 1992. Perkembangan Hukum Kekebalan Diplomatik Ditinjau dari
Diplomatik. Bandung: Mandar Maju. Konvensi Wina 1961 (Studi Kasus
Sunggono, Bambang. 2013. Metodologi Penyelundupan Emas oleh Pejabat
Penelitaian Hukum. Jakarta: Raja Diplomatik Korea Utara di
Grafondo Persada. Bangladesh)." Diponegoro Law Journal
Suryokusumo, Sumaryo. 1987. Organisasi 5.3
Internasional. UI Press, Cetakan Anggreni, I. A. K. Mangku, D. G. S., &
Pertama, Jakarta. Yuliartini, N. P. R. (2020). Analisis
____________________. 2010. Hukum Yuridis Pertanggungjawaban Pemimpin
Diplomatik “Teori dan Kasus” cetakan Negara Terkait Dengan Kejahatan
Ketiga. Bandung: Alumni Perang Dan Upaya Mengadili Oleh
____________________.2013. Hukum Mahkamah Pidana Internasional (Studi
Diplomatik dan Konsuler; Jilid I. Kasus Omar Al-Bashir Presiden
Jakarta: PT. Tata Nusa Sudan). Jurnal Komunitas Yustisia, 2(3),
Suryono, Edi dan Moenir Arishoendha. 2011. 81-90.
Hukum Diplomatik, Kekebalan dan Arianta, K., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N.
Keistimewaan. Bandung: Alumni P. R. (2020). Perlindungan Hukum Bagi
Suwardi, Wiriaatmadja Suwardia. 2010. Kaum Etnis Rohingya Dalam Perspektif
Pengantar Hubungan Internasional. Hak Asasi Manusia Internasional. Jurnal
Alumni, Bandung. Komunitas Yustisia, 1(1), 93-111.
Syahmin. 2008. Hukum Ddiplomatik dan Daniati, N. P. E., Mangku, D. G. S., &
Keragka Studi Analisis .Penerbit Yuliartini, N. P. R. (2021). Status
Rajawali Pers Jakarta. Hukum Tentara Bayaran Dalam
Theodore A. Couloumbis and James H.Wolfe. Sengketa Bersenjata Ditinjau Dari
1986. Introduction to Hukum Humaniter Internasional. Jurnal
InternationalRelation: Power and Komunitas Yustisia, 3(3), 283-294.
Justice Third Edition. Fauziati, Atika. 2015. Perlindungan Hukum
Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. 2006. Bagi Tenaga Kerja Indonesia yang
Hukum Internasional Komtemporer. Terpidana Mati di Luar Negeri dalam
Bandung: Refika Aditama Peraturan Perundang-Undangan di
Wasito. 1984. Konvensi-Konvensi Tentang Indonesia. Artikel Ilmiah. Fakultas
Hubungan Diplomatik Hubungan Hukum Universitas Brawijaya. Malang
Konsuler, dan Hukum perjanjian GW, R. C., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N.
atauTraktat. Andi Offset, Yogyakarta. P. R. (2021). Pertanggungjawaban
Widagdo, Setyo dan Hanif Nur W. 2008. Hukum Negara Peluncur Atas Kerugian Benda
Diplomatik dan Konsuler. Bayu media Antariksa Berdasarkan Liability
Publishing, Malang. Convention 1972 (Studi Kasus Jatuhnya
Widodo, 2009. Hukum Diplomatik dan Konsuler Pecahan Roket Falcon 9 Di
pada Era Globalisasi, Laks Bang Sumenep). Jurnal Komunitas
Justitia, Surabaya. Yustisia, 4(1), 96-106.
_________ 2012. Hukum Kekebalan Diplomatik Itasari, E. R. (2015). Memaksimalkan Peran
Era Globalisasi.Yogyakarta: CV Aswaja Treaty of Amity and Cooperation in
Pressindo Southeast Asia 1976 (TAC) Dalam
Widagdo, Setyo. 2008. Hukum Diplomatik Dan Penyelesaian Sengketa di
Konsuler. Malang : Bayumedia. ASEAN. Jurnal Komunikasi Hukum
(JKH), 1(1).

167

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

Karamoy, Deicy Natalia. 2018. Kekebalan Dan Purwanto, H., & Mangku, D. G. (2016). Legal
Keistimewaan Diplomatik Menurut Instrument of the Republic of Indonesia
Hukum Internasional.Vol. VI. No. 5 on Border Management Using the
Mangku, D. G. S. (2010). Pelanggaran terhadap Perspective of Archipelagic
Hak Kekebalan Diplomatik (Studi Kasus State. International Journal of Business,
Penyadapan Kedutaan Besar Republik Economics and Law, 11(4).
Indonesia (KBRI) di Yangon Myanmar Purwendah, E. K., & Mangku, D. G. S. (2018).
berdasarkan Konvensi Wina The Implementation Of Agreement On
1961). Perspektif, 15(3). Transboundary Haze Pollution In The
Mangku, D. G. S. (2012). Suatu Kajian Umum Southeast Asia Region For Asean
tentang Penyelesaian Sengketa Member Countries. International
Internasional Termasuk di Dalam Tubuh Journal of Business, Economics and
ASEAN. Perspektif, 17(3). Law, 17(4).
Mangku, D. G. S. (2013). Kasus Pelanggaran Purwendah, E., Mangku, D., & Periani, A.
Ham Etnis Rohingya: Dalam Perspektif (2019, May). Dispute Settlements of Oil
ASEAN. Media Komunikasi FIS, 12(2). Spills in the Sea Towards Sea
Mangku, D. G. S. (2017). Penerapan Prinsip Environment Pollution. In First
Persona Non Grata (Hubungan International Conference on Progressive
Diplomatik Antara Malaysia dan Korea Civil Society (ICONPROCS 2019).
Utara). Jurnal Advokasi, 7(2), 135-148. Atlantis Press.
Mangku, D. G. S. (2017). Peran Border Liasion Rahayu, Sri Lestari, Siti Muslimah, Sasmini.
Committee (BLC) Dalam Pengelolaan 2013. Perlindungan HAM Pekerja
Perbatasan Antara Indonesia dan Timor Migran: Kajian Normatif Kewajiban
Leste. Perspektif, 22(2), 99-114. Indonesia Berdasarkan Prinsip-Prinsip
Mangku, D. G. S. (2017). The Efforts of dan Norma-Norma Hukum
Republica Democratica de Timor-Leste Internasional. Jurnal tidak
(Timor Leste) to be a member of dipublikasikan, Yustisia Edisi 85.
Association of Southeast Asian Nations Sakti, L. S., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N.
(ASEAN) and take an active role in P. R. (2020). Tanggung Jawab Negara
maintaining and creating the stability of Terhadap Pencemaran Lingkungan Laut
security in Southeast Asia. Southeast Akibat Tumpahan Minyak Di Laut
Asia Journal of Contemporary Business, Perbatasan Indonesia Dengan Singapura
Economics and Law, 13(4), 18-24. Menurut Hukum Laut
Mangku, D. G. S. (2018). Kepemilikan Wilayah Internasional. Jurnal Komunitas
Enclave Oecussi Berdasarkan Prinsip Yustisia, 2(3), 131-140.
Uti Possidetis Juris. Jurnal Setiawati, N., Mangku, D. G. S., & Yuliartini,
Advokasi, 8(2), 150-164 N. P. R. (2020). Penyelesaian Sengketa
Mangku, D. G. S. 2010. Pelanggaran terhadap Kepulauan Dalam Perspektif Hukum
Hak Kekebalan Diplomatik (Studi Kasus Internasional (Studi Kasus Sengketa
Penyadapan Kedutaan Besar Republik Perebutan Pulau Dokdo antara Jepang-
Indonesia (KBRI) di Yangon Myanmar Korea Selatan). Jurnal Komunitas
berdasarkan Konvensi Wina 1961). Yustisia, 2(2), 241-250.
Perspektif, 15(3) Artikel dalam Internet
Mangku, D. G. S., Yuliartini, N. P. R., Suastika, Ghea, Pisca Reskati. 2013. Jurnal Ilmiah
I. N., & Wirawan, I. G. M. A. S. (2021). Tanggung Jawab Negara Arab Saudi
The Personal Data Protection of Internet Atas Pejabat Diplomatiknya di Jerman
Users in Indonesia. Journal of Southwest yang Melakukan Tindak Pidana
Jiaotong University, 56(1). Terhadap Tenaga Kerja Wanita
Indonesia. Diakses dari

168

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 No 2 Tahun 2021)

https://media.neliti.com/media/publik,
pada tanggal 14 Januari 2021, pukul
14.28 WITA
Skripsi
Natalia, Dewi. 2013. Perlindungan Hak Asasi
Manusia Bagi Tenaga Kerja Di
Indonesia (Suatu Study Perlindungan
Hak Asasi Manusia Bagi Tenaga Kerja
Outourcing). Skripsi. Purwokerto,
Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman
Instrumen Hukum Internasional
Konvensi Wina 1961 Tentang Hubungan
Diplomatik (Vienna Convention on
Diplomatic Relations 1961)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang
Hubungan Luar Negeri. Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3882
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang
Penempatan dan Perlindungan TKI di
Luar Negeri. Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 133

169

Anda mungkin juga menyukai