Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengawas keuangan daerah bertujuan untuk menjamin bahwa semua sumber
daya ekonomi yang dimiliki daerah telah digunakan untuk kepentingan
masyarakat dan telah dipertanggungjawabkan sesuai dengan asas akuntabilitas
dan transparansi. Untuk kepentingan tersebut, kemudian daerah membentuk
satuan pengawas interval yang diwadahi dalam Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan atau yang disingkat BPKP.
BPKP adalah Lembaga pemerintah nonkementrian Indonesia yang
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan
pembangunan yang berupa Audit, Konsultasi, Asistensi, Evaluasi, Pemberantasan
KKN serta Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Hasil pengawasa keuangan dan pembangunan dilaporkan kepada
Presiden selaku Kepala Pemerintahan sebagai bahan pertimbangan untuk
menetapkan kebijakan-kebijakan dalam menjalankan pemerintahan dan
memenuhi kewajiban akuntabilitasnya. Hasil pengawasan BPKP juga diperlukan
oleh para penyelenggara pemerintahan lainnya termasuk pemerintahan provinsi
dan kabupaten/kota dalam pencapaian dan peningkatan kinerja instansi yang
dimpimpinnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPKP didukung oleh peraturan sebagai berikut :
1. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Internal Pemerintah
2. Peraturan Presiden No. 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan
3. Keputusan Presiden RI No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departeman yang telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 64 Tahun 2005
4. Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2011 tanggal 17 Februari 2011 tentang
Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Daerah
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2014 tentag Peningkatan Kualitas Sistem
Pengendalian Intern dan Keandalan Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan
Intern Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat.
Berdasarkan peraturan tersebut dapat dikatakan bahwa pegawai BPKP merupakan
bagaian dari pegawai pemerintah daerah. Harapan masyarakat terhadap kinerja

1
BPKP yaitu kinerja BPKP harus lebih ditingkatkan lagi terutama kinerja auditor
dan Pejabat Pengawas Urusan Pemerintah Daerah (P2UPD) yang bertugas
melakukan pengawasan dan pemeriksaan karena banyak temuan yang seharusnya
lebih dulu ditemukan oleh auditor BPKP sebagai auditor internal pemerintah,
tetapi malah ditemukan oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai
auditor eksternal, kemudian temuan BPKP seharusya lebih banyak dari temuan
auditor BPK.
Auditor BPKP Kota Palu bertugas melakukan pemeriksaan terhadap Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di lingkup Kota Palu yang berjumlah
42 SKPD. Hal tersebut menunjukkan bahwa suasana kerja auditor BPKP Kota
Palu berubah-ubah karena auditor tidak hanya bekerja di ruangan dan lingkungan
kantornya saja melainkan juga dilingkungan tempat dimana ia malakukan
pemeriksaan. Lingkungan kerja yang begitu luas tidak dipungkiri auditor lengah
dan terjadi kesalahan-kesalahan yang berpengaruh terhadap kualitas audit, seperti
auditor tidak mampu mengungkapkan adanya temuan yang terjadi pada kasus
yang ditangani, sehingga kualitas audit yang dihasilkan rendah dan sikap
independensi auditor diragukan karena adanya hal tersebut.
Audit yang berkualitas akan memberikan informasi yang memadai kepada
SKPD yang diperiksa tentang kelemahan pengendalian internal, kecurangan dan
penyimpangan peraturan perundang-undangan (Standar Pemeriksa Keuangan
Negara 2007) yang terjadi dalam SKPD yang diperiksa. Dengan pernyataan diatas
dapat disimpulkan seorang auditor harus mempunyai kompetensi yang cukup
dalam melakukan tugasnya. Kompetensi ini dapat tercermin dari banyaknya
pengalaman dan pengetahuan serta eksplisit dapat melakukan audit secara
objektif, cermat dan seksama. Selain itu auditor juga harus menjalani pelatihan
teknis maupun pendidikan umum. Dengan demikian auditor harus memiliki
kompetensi dalam pelaksanaan pengauditan agar dapat menghasilkan audit yang
berkualitas.
Dalam melaksanakan tugas auditnya seorang auditor harus berpedoman pada
standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni
standar umum, standar pekerjaan apangan dan standar pelaporan. Selain standar
audit, seorang auditor juga harus mematuhi Kode Etik Profesi yang mengatur
tentang tanggungjawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian professional,
kerahasiaan, perilaku profesional seta standar teknis bagi seorang auditor dalam
menjalankan profesinya. Rendahnya penerapan Kode Etik Profesi Akuntan dapat
mempengaruhi kualitas audit. Ketidaktaatan auditor pada prosedur dalam Standar
Profesi Akuntan Publik (SPAP) tidak hanya merugikan Kantor Akuntan Publik
secara ekonomis, juga dapat mengurangi reputasi seorang akuntan/auditor dimata
masyarakat, dan menghilangkan kepercayaan. Dalam penelitian terdahulu yang

2
dilakukan oleh Panji Rakatama (2016) membuktikan bahwa secara parsial
kompetensi auditor tidak berpengaruh secara positif terhadap kualitas audit tetapi
secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit. Namun penelitian Rita
Anugerah , dkk (2004) membuktikan kompetensi berpengaruh signifikan tergadap
kualitas audit. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian
mengenai “PENGARUH KOMPETENSI DAN PENERAPAN KODE ETIK
TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Empiris pada Kantor BPKP Provinsi
Sulawesi Tengah)”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan pokok yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah kompetensi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja
auditor pada Kantor BPKP daerah Sulawesi Tengah ?
2. Apakah penerapan kode etik secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja auditor pada Kantor BPKP daerah Sulawesi Tengah ?
3. Apakah kompetensi dan penerapan kode etik secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja auditor pada Kantor BPKP daerah Sulawesi
Tengah ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka
permasalahan pokok maka peneliti memuuskan tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi signifikan secara parsial terhadap
kinerja auditor pada Kantor BPKP daerah Sulawesi Tengah
2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan kode etik signifikan secara parsial
terhadap kinerja auditor pada Kantor BPKP daerah Sulawesi Tengah
3. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi dan penerapan kode etik signifikan
secara simultan terhadap kinerja auditor pada Kantor BPKP daerah Sulawesi
Tengah

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasilpenelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan bagi pengembangan ilmu akuntansi pada umumnya dan
pengauditan pada khususnya.

3
b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi dan bahan
masukan bagi penulisan karya ilmiah di bidang akuntansi khususnya
pengauditan.

2. Manfaat Praktis
a. BPKP Sulawesi Tengah
Sebagai bahanmasukan yang dapat dipertimbangkan dalam
mempertahakan atau meningkatkan kualitas Audit BPKP daerah Sulawesi
Tengah Penulis
1. Sebagai sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan
membentuk pola pikir ilmiah, serta mengetahui ilmu-ilmu akuntansi
yang dipelajari dalam perkuliahan khususnya mengenai pengauditan.
2. Memberikan pengetahuan dan pengalaman baru bagi penulis mengenai
pengaruh kompetensi dan penerapan kode etik terhadap kualitas audit.
b. Peneliti Lain
Menjadi referensi dan perbandingan dalam melakukan penelitian pada
bidang yang sama di masa yang akan datang, khususnya mengenai
pengaruh kompetensi dan penerapan kode etik terhadap kualitas audit
c. Bagi Universitas
Menambah referensi di perpustakaan UNTAD serta menambah
pengetahuan dan informasi pembaca khususnya mahasiswa studi
akuntansi dalam penelitian yang sejenis.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk memberikan gambaran mengenai keseluruhan penelitian ini makan
sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang penulisan
proposal,masala penelitian, tujuan penelitian, manfat penelitian, dan sistematika
penulisan yang berupa uraian singkat mengenai bab-bab dalam penelitian secara
garis besar.

BAB III LANDASARN TEORI, KERANGA TEORI DAN HIPOTESIS


Bab kedua ini berisikan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian dan teori-teori
yang menjadi pedoman dalam penyusunan penelitian, serta kerangka penelitian
dan juga perumusan hipotesis sebagai pendekatan untuk menjawab masalah
penelitian.

4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ketiga ini berisikan tentang rancangan penelitian, objek penelitian, teknik
pengumpulan data, metode pengambilan sampel dan metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


1) Penelitian yang dilakukan oleh Rita Anugerah dan Sony Harsono Akbar
(2014) mengenai “Pengaruh Kompetensi, Kompleksitas, Tugas dan
Skeptisme Profesional terhadap Kualitas Audit”. Penelitian relevan ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompetensi, kompleksitas tugas dan
skeptisme profesional terhadap kualitas audit auditor Inspektorat se-Provinsi
Riau. Dengan menggunakan analisis regresi berganda, 12 orang auditor yang
bekerja pada inspektorat Pemerintah Provinsi, 2 Inspektorat pemerintah kota
dan 10 inspektorat pemerintah kabupaten menjadi responden penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan skeptisme tugas tidak
berpengaruh terhadap kualitas audit. Implikasi dari penelitian ini
menekankan pentingnya pengetahuan audit dan skeptisme profesional
auditor diterapkan dalam setiap penugasan auditor.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Restu Agusti dan Nastia Putri Pertiwi (2013)
mengenai “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Profesionalisme
terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Kantor Akuntan Publik Se-
Sumatera)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompetensi,
independensi dan profesionalisme terhadap kualitas audit. Kompetensi,
Independensi dan profesionalisme adalah tiga karakteristik yang harus
dimiliki oleh auditor.
Populasi dari penelitian ini adalah auditor eksternal. Sampel dari penelitian
ini yaitu auditor yang bekerja di kantor akuntan publik yang berdomisili di
sumatera. Ada 163 kuesioner yang disebar, yang dikembalikan ada 89
kuesioner. Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda yaitu uji t dan
uji F. penelitian ini memberikan penelitian empiris untuk mendukung
pengaruh kompetensi, independensi profesionalisme auditor terhadap
kualitas audit secara parsial dan secara simultan.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Ade Wisteri Sawitrin Nandari dan Made
Yenni Latrini mengenai “Pengaruh Sikap Skeptis, Independensi, Penerapan
Kode Etik dan Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit”. Penelitian ini
digunakan untuk mengetahui pengaruh sikap skeptis, independensi auditor,
penerapan kode etik akuntan publik dan akuntabilitas terhadap kualitas audit.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang terpilih. Data
kemudian diolah dengan terlebih dahulu melakukan tabulasi berdasarkan
hasil jawaban terhadap kuesioner yang memenuhi syarat purposive

6
sampling. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini melalui analisis
regresi berganda. Hasil dari penelitian mendapatkan bahwa sikap skeptis
tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Indeoendensi auditor juga
tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Penerapan kode etik
akuntan publik berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan
akuntabilitas tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Untuk
menghasilkan kualitas audit yang baik, maka penting bagi akuntan publik
untuk menerapkan kode etik akuntan publik agar mampu meningkatkan
kepercayaan para pangguna laporan keuangan.

Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu

NO. NAMA PENELITI ALAT VARIAB PERSAMA PERBEDAA HASIL


DAN JUDUL ANALIS EL AN N PENELITIAN
PENELITIAN IS
1. Ade Wisteri Sawitr Analisis Variabel Penerapan Sikap Hasil dari penelitian
Nandari, Made Yenni Regresi Dependen, Kode Etik Skeptis, mendapatkan bahwa
Latrini (2015). Berganda Variabel (X) dan Independensi sikap skeptis dan
(Pengaruh Sikap Independe Kualitas dan independensi auditor
Skeptis, n Audit (Y) Akuntabilitastidak memiliki
Independensi, pengaruh terhadap
Penerapan Kode Etik kualitas audit.
dan Akuntablitas Penerapan Kode etik
Terhadap Kualitas Akuntan Publik
Audit). ISSN : 2302- berpengaruh positif
8578 terhadap kualitas
audit, sedangkan
akuntabilitas tidak
memiliki pengaruh
terhadap kualitas
audit.
2. Rita Anugerah, Sony Analisis Variabel Pengaruh Kompleksitas Hasil penelitian
Harsono Akbar Regresi Dependen, Kompetensi Tugas dan menunjukkan bahwa
(2004). (Pengaruh Berganda Variabel (X) dan Skeptisme kompetensi dan
Kompetensi, Independe Kualitas Profesional skeptisme prfesional
Kompleksitas Tugas n Audit (Y) berpengaruh
dan Skeptisme signifikan terhadap
Profesional Terhadap kualitas audit,
Kualitas Audit). ISSN sementara
: 2337-4314 kompleksitas tugas
tidak berpengaruh

7
terhadap kualitas
Audit.
3. Restu Agusti, Nasti Analisis Variabel Pengaruh Independensi Hasil Penelitian
Putri Pertiwi (2013). Regresi Dependen, Kompetensi dan memberikan
(Pengaruh Linear Variabel (X) dan Profesionalis penelitian empiris
Kompetensi, Berganda Independe Kualitas me untuk mendukung
Independensi dan n Audit (Y) pengaruh kompetensi,
Profesionalisme profesionalisme
Terhadap Kualitas auditor terhadap
Audit). Vol. 21 No. kalitas audit secara
03 Desember Thn partial dan simultan.
2013

2.2 Kajian Teoritis


Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan
kompetensi dan penerapan kode etik maupun rasio-rasio yang digunakan untuk
melakukan pengukuran terhadap kualitas audit.

2.2.1 Standar auditing yang berlaku umum


Menurut Hery, S.E.,M.Si (2011) standar auditing merupakan pedoman
umum untuk membantu auditor dalam memenuhi tanggung jawab
profesionalnya sehubungan dengan audit yang dilakukan atas laporan
keuangan historis klien-nya. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai
kualitas profesional, seperti kmpetensi dan independensi, persyaratan
pelaporan dan bahan bukti.
Pedoman umum yang dimaksud adalah berupa 10 standar auditing
yang berlaku umum (generally accepted auditing standards), yang
dikembangkan oleh AICPA (Amcerican Institute of Certified Public
Accountants).
Standar auditing yang berlaku umum (GAAS) dapat dibagi menjadi tiga
kategori berikut :

Standar Umum
(1) Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan
memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor
(2) Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam
semua hal yang berhubungan dengan audit

8
(3) Auditor harus menerapkan kemahiran profesional dalam melaksanakan
audit dan meyusun laporan

Standar Pekerjaan Lapangan


(1) Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan
mengawasia semua asisten sebagaimana mestinya.
(2) Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas
serta lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai
risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena
kesalahan atau kecurangan, dan selanjutnta untuk merancang sifat,
waktu, serta prosedur audit
(3) Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan
melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk
memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang di audit

Standar Pelaporan
(1) Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan apakah laporan
keuangan telah disajikan sesuai denga prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum
(2) Auditor dalam laporan auditnya harus mengidentifikasi mengenai
keadaan dimana prisnip akuntansi tidak secara konsisten diikuti selama
periode berjalan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
(3) Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan secara informatif belum
memadai, auditor harus menyatakannya dalam laporan audit
(4) Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau menyatakan bahwa suatu
pendapat tidak dapat diberikan. Jika auditor tidak dapat memberikan
suatu pendapat, auditor harus menyebutkan alasan-alasan yang
mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam semua kasus, jika nama
seorang auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, auditor ini harus
secara jelas (dalam laporan auditor) menunjukkan sifat pekerjaannya,
jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor
bersangkutan.

2.2.2 Kompetensi
Kompetensi berhubungan dengan keahlian, pengetahuan dan
pengalaman sehingga auditor yang kompeten adalah auditor yang memiliki

9
pengetahuan, pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang memadai agar
bisa berhasil menyelesaikan pekerjaan auditnya, Mathius Tandiontong
(2015). Pada masa lalu seorang auditor yang kompeten adalah auditor yang
menguasai teknik pembukuan saja. Namun Lee (1993) berpendapat bahwa
auditor saat ini diharapkan untuk memiliki kompetensi profesional yang
substansial di berbagai saling berkaitan yang berpengaruh terhadap tugas
auditnya. Di antara keahlian yang harus dikuasai oleh auditor adalah
akuntansi, statistika, komputasi, ekonomika, hukum, manajemen, dan
kebijakan publik. Oleh karena itu, kebutuhan kompetensi saat ini jelas
berbeda dengan kompetensi pada masa lalu yang hanyabisa dibatasi pada
kompetensi pembukuan.
Menurut boynton, johnson dan kell (2003) para auditor memerlukan
kemampuan komunikasi yang unggul agar dapat meminta keterangan yang
tepat dari manajemen dan menyampaikan temuan-temuan, kepada
menajemen, dewan direksi dan pihak ketiga. Oleh karena teknologi
mempengaruhi cara auditor berkomunikasi, maka auditor kurang
menekanka penggunaan laporan-laporan standar umum harus lebih mampu
mengkomunikasikan dengan jelas lingkup kerja, temuan dan kesimpulan.
Keterampilan berpikir strategis dan kritis menjadi penting bagi seorang
auditor. Sebagai contoh, seorang auditor harus mampu menilai dan
mengevaluasi rencana strategis klien serta mampu mengevaluasi apakah
transaksi dapat mendukung kesimpulan bahwa bisis mencapai tujuannya.
Auditor harus meningkatkan keterampilannya melampaui standar yang ada
serta berfokuspada pelanggan, klien, dan pasar.
Auditor juga harus mampu menginterpretasikan kumpulan informasi .
keterampilan analitis kunci yang digunakan dalam keseluruhan audit
adalah kemampuan untuk mengevaluasi informasi keuangan dan
nonkeuangan srta kemampuan menentukan apakah laporan keuangan telah
disajikan dengan wajar. Akhirnya auditor harus berwawasan teknologi.
Auditor harus mampu mengevaluasi sistem informasi dan pengendalian
intern yang secara luas menggunakan teknologi baru. Oleh karena klien
banyak yang memasuki aliansi strategis dan terlibat dalam perniagaan
secara elektronik (electronic commerce) serta pertukaran data secara
elektronik (electronic data interchange), maka auditor harus memiliki
kemampuan untuk mengevaluasi penggunaan teknologi saat ini dan
merekomendasikan peningkatannya.
Kompetensi berhubungan dengan independensi praktisi, Mautz dan
Sharaf (1961). Seorang auditor yang memiliki pendidikan,keahlian,
pelatihan, dan pengalaman yang memadai akan bisa merencanakan prgram

10
audit, memverifikasi bukti dan menyusun laporan secara independensi.
Artinya auditor hanya akan bisa independensi, jika ia memiliki keahlian
yang memadai dalam melakukan pekerjaannya dan memberikan opininya.
Sebaliknya, auditor yang tidak kompeten sulit untuk bisa menjadi
independen karena ia tidak memiliki syarat utama untuk menjadi
independen, yaitu kompetensi.
Tugas pengauditan adalah tugas untuk memverifikasi dan mengatestasi
kualitas informasi akuntansi yang kompleks dan teknis yang terdapat di
dalam informasi keuangan yang dilaporkan kepada pemegang saham, Lee
(1993 : 83). Oleh karena itu, relevan jika diasumsikan bahwa auditor harus
memiliki keahlian dan pengalaman yang memadai dan pantas untuk
mencapai tujuan dari fungsi audit. Jika karakteristik personil ini kurang
atau tidak memadai, maka bisa diduga bahwa auditor akan sukar mencapai
tujuan auditnya.
Pengauditan sendiri adalah sebuah penyerahan jasa. Dari pekerjaan itu
yang terjadi adalah penyerahan barang nonfisik atau tidak berwujud dan
hanya laporan audit dan fee audit yang memiliki wujud. Laporan audit
tersebut juga yang dijadikan bukti tentang kecakapan, upaya dan waktu
yang didedikasikan untuk menghasilkan laporan dan menjustifikasi fee.
Implisit dari fakta ini adalah bahwa tidak ada bukti berwujud bagi
pemegang saham dan konstituen eksternal lain tentang aktivitas audit yang
telah dilaksanakan hingga sebuah laporan audit selesai.

2.2.3 Etika
Etika (ethics) berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti
“karakter” kata lain untuk etika adalah moralitas (morality) yan berasal dari
bahasa Latin mores yang berarti “kebiasaan”. Moralitas berpusat pada
“benar” dan “salah” dalam perilaku manusia.Oleh karena itu, etika
berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan berperilaku
terhadap sesamanya.
a. Etika Umum
Manusia senantiasa dihadapkan pada kebutuhan untuk membuat
keputusan yang memiliki konsekuensi bagi diri mereka sendiri maupun
orang lain. seringkali dilema etika yang berasal dari pilihan yang
membawa kebaikan pada satu pihak, ternayata tidak membawa
kebaikan bagi pihak lain. dalam situasi seperti itu, orang harus
mengajukan dua pertanyaan penting, yaitu : “Kebaikan apa yang saya
cari ?” dan “Apa kewajuban saya dalam kondisi seperti ini ?”.

11
Etika umum (general ethic) berusaha menangani pertanyaan-pertanyaan
semaca, itu dengan mencoba mendefinisikan apa yang dimaksud
dengan baik bagi seseorang atau masyarakat, dan mencoba menetapkan
sifat dari kewajiban atau tugas yang harus dilakukan oleh seseorang
bagi dirinya sendiri dan sesamanya. Namun, ketidakmampuan untuk
meyepakati apa yang disebut “baik” dan “kewajiban” telah membuat
para filsuf terpecah menjadi dua kelompok aliran.

b. Etika profesional
Etika profesional (professional ethics) harus lebih dari sekedar prinsip-
prinsip moral. Etika ini meliputi standar perilaku bagi seorang
profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik.
Sedangkan kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk
mendorong perilaku yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan
dapat ditegakkan. Agar dapat memiliki arti, maka keduanya harus pada
posisi diatas hukum, namun sedikit dibawah posisi ideal.
Negara bagian seringkali memberikan hak monopoli eksklusif untuk
melakukan praktik profesi bagi para profesional. Pada sebagian besar
negara bagian, CPA merupakan satu-satunya profesi yang diberi
wewenang untuk menandatangani laporan audit. Sebagai timbal balik
atas hak monopoli ini, para profesional harus bertindak untuk
kepentingan publik. Etika profesional diberlakukan lebih ketat
dibandingkan dengan kewajiban hukum bagi para anggota profesi yang
secara sukarela menerima standar perilaku profesional. Sebuah kode
etik secara signifikan akan mempengaruhi reputasi profesi serta
kepercayaan yang diyakininya.

2.2.4 Kode Perilaku profesional


Kode perilaku profesional AICPA menyediakan baik standar umum
perilaku yang ideal maupun peraturan perilaku khusus yang harus
diberlakkan. Kode etik ini terdiri dari empat bagian : prinsip-prinsip,
peraturan perilaku, interpretasi atau peraturan perilaku dan kaidah etika.
Bagian- bagian ini disusun dalam urutan spesifitas yang semakin menigkat:
prinsip-prinsip menyediakan standr perilaku yang ideal, sementara kaidah
etika bersifat sangat spesifik.
Beberapa dfinisi, yang diambil dari Kode perilaku Profesional AICPA,
harus dipahami agar dapat mengiterpretasikan aturan-aturanya.

12
- Klien. Setiap orang atau entitas, selain dari atasan anggota , yang
menugaskan angota atau kantornya untuk melaksanakan jasa
profesional.
- Kantor akuntan. Bentuk organisasi yang diizimnkan oleh hukum atau
peraturan yang karakteristiknya sesuai dengan resolusi Dewan American
Institute ofCertified Public Accountants yang berugas dalam praktik
akuntansi publik kecuali untuk bertujuan menerapkan Rulr 101,
independe, kantor mencakup setiap partner
- Intitute, American Institute of Certified Public Accountants
- Anggota, seorang anggota, anggota asosiasi atau internasional dari
American Institute of Certified Public Accountants
- Praktik akuntansi publik. Praktik akuntansi publik terdiri dari
pelaksaaan kerja untuk klien oleh seorang anggota atau kantor akunta
anggota, yang bertindak sebagai akuntan publik, atau jasa pendukung
litigasi, dan jasa-jasa profesional dimana standar telah ditetapkan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh Dewan

2.2.5 Prinsip – Prinsip Kode Etik


Menurut boynton, johnson dan kell (2003) Enam Prinsip yang terdapat
dalam kode etik, dapat diidentifikasi sebagi berikut :
(1) Tanggung jawab
CPA memberikan jasa yang penting dan perlu dalam sistem persaingan
bebas yang dianut Amerika Serikat. Seluruh CPA memiliki tanggung
jawab kepada mereka yang menggunakan jasa profesional CPA. Selain
itu, pada CPA memiliki tanggung jawab yang berkesinambungan
untuk bekerja sama dengan para anggota lainnya guna 1)
meningkatkan seni akuntansi, 2) menjaga kepercayaan publik pada
profesi, dan 3) melaksanakan kegiatan pengaturan sendiri (self-
regulatory).

(2) Kepentingan Publik


Kepentingan publik didefinisikan sebagai kemakmuran kolektif dari
komunitas manusia dan institusi yang dilayani oleh CPA. Kepentingan
publik yang harus dilindungi oleh CPA meliputi kepentingan klien,
pemberi kredit, pemerintah, pegawai, pemegang saham, dan
masyarakat umum. Suatu ciri yang mulia dari sebuah profesi adalah
kesediaannya untuk menerima tanggung jawab profesional kepada
publik. Dalam melayani kepentingan publik para anggota harus

13
menunjukkan dengan jelas tingkat profesionalisme yang konsisten
dengan prinsip-prinsip di dalam kode.

(3) Integritas
Integritas merupakan karakteristik pribadi yang tidak dapat dihindari
dalam diri seorang CPA. Elemen ini merupakan tolok ukur dengan
mana setiap anggota pada akhirnya harus mempertimbangkan semua
keputusan yang dibuat dalam penugasan. Integritas juga menunjukkan
tingkat kualitas yang menjadi dasar kepercayaan publik.
Dalam integritas masih dimungkinkan terjadinya keselahan-kesalahan
akibat kelalaian dan perbedaan pendapat, namun integritas tidak dapat
mentolerir terjadinya distorsi fakta yang dilakukan dengan sengaja atau
upaya mengecilkan pertimbangan.

(4) Objektivitas dan Independensi


Objektivitas adalah suatu sikap mental. Meskipun prinsip ini tidak
dapat diukur secara tepat, namun wajib untuk dipegang oleh semua
anggota. Objektivitas berarti tidak memihak dan tidak berat sebelah
dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan. Kepatuhan pada
prinsip ini akan meningkat bila para anggota menjauhkan diri dari
keadaan yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan. Sebagai
CPA yang mempunyai hak kepemilikan dalam perusahaan klien akan
dapat melemahkan objektivitas anggota dalam pelaksanaan audit
terhadap klien.
Independensi merupakan dasar dari struktur filosofi profesi.
Bagaimana kompetennya seorang CPA dalam melaksanakan audit dan
jasa atetasi lainnya, pendapatnya akan menjadi kurang bernilai bagi
mereka yang mengandalkan laporan auditor apabila CPA tersebut tidak
independen. Dalam memberikan jasa-jasa tersebut, para anggota harus
independen dalam segala hal. Artinya para anggota harus bersikap
independen dalam penampilan.

(5) Kecermatan atau Keseksamaan


Prinsip kecermatan atau keseksamaan adalah pusat dari pencarian terus
menerus akan kesempurnaan dalam melaksanakan jasa profesional.
Keseksamaan mengharuskan setiap CPA untuk melaksanakan
tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan.

14
Kompetensi adalah hasil dari pendidikan dan pengalaman. Pendidikan
diawali dengan persiapan diri untuk memasuki profesi tersebut.
Dilanjutkan dengan pendidikan profesi berkelanjutan melalui jenjang
karir anggota. Pengalaman meliputi kerja magang dan penerimaan
tanggung jawab yang meningkat selama usia profesional anggota.
Keseksamaan meliputi keteguhan, kesungguahn, serta bersikap energik
dalam menerapkan dan mengupayakan pelaksanaan jasa-jasa
profesional. Hal itu juga berarti, seorang CPA harus 1) cermat dan
seksama dalam melaksanakan pekerjaan, 2) memperhatikan standar
teknis dan etika yang dapat diterapkan, serta 3) menyelesaikan jasa
yang dilaksanakan dengan segera.
Keseksamaan meliputi keseksamaan dalam perencanaan dan supervisi
perikatan yang menjadi tanggung jawab CPA. Sebagai contoh, setiap
CPA diharapkan memberikan supervisi secara tepat dan benar kepada
para asisten yang mengambil bagian dalam perikatan tersebut.

(6) Lingkup dan Sifat Jasa


Prinsip ini hanya dapat diterapkan kepada anggota yang memberikan
jasa kepada masyarakat. Dalam memustusjab apakah akan
memberikan jasa yang spesifik dalam situasi tertentu, maka CPA
tersebut harus mempertimbangkan semua prinsip-prinsip yang telah
ada sebelumnya. Apanila ternyata tidak ada prinsiip yang dapat
dipenuhi, maka penugasan tersebut harus ditolak. Selanjutnya seora
CPA harus :
- Hanya berpraktik pada suatu kantor yang telah
mengimplementasikan prosedur pengendalian mutu
- Menentukan apakah lingkup dan sifat jasa lain yang diminta oleh
klien tidak akan menciptakan pertentangan kepentingan dalam
pemberian jasa audit bagi klien
- Menilai apakah jasa yang diminta konsisten dengan peran seorang
profesional

2.2.6 Kualitas Audit


Berdasarkan definisi-definisi para pakar mengenai kualitas Mathius
Tandiontong (2015) dapat disimpulkan bahwa kualitas memiliki ciri-ciri
debagai berikut, yaitu a) sesuatu dianggap berkualitas jika sesuai dengan
persyaratan-persyaratan tertentu, b) fitur dan karakteristik produk atau jasa

15
dapat memenuhi harapan pelanggan baik dari aspek marketing enjinering,
produksi dan pemeliharaan.
Para akademisi umumnya sepakat bahwa audit yang berkualitas harus
dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independen , DeAngelo (1981).
Perbedann antara kompetensi persepsian dan independensi persepsian
seperti pada DeAngelo (1981) versus kompetensi aktual dan independensi
aktual seperti pada Watkins et al., (2004) menunjukkan bahwa keduanya
kompetensi dan independensi, adalah dimensi utama dari kualitas audit.
Perbedaan DeAngelo (1981) dengan Watkins et al., (2004) adalah
pada sisi pandang. DeAngelo (1981) memandang dari sisi pasar, sedangkan
Watkins et al., (2004) menginginkan bahwa kualitas itu harus dari sisi
aktual kompetensi dan independensi itu. Watkins et al., (2004)
menyebutkan kompetensi dan independensi aktual ini sebagai kekuatan
pemonitoran. Beberapa penelitian pernah menekankan kekuatan
pemonitoran ini, alih-alih reputasi seperti DeAngelo (1981).

2.3 Kerangka Pemikiran


2.3.1 Pengaruh Kompetensi terhadap kualitas audit
Auditor yang berkompeten adalah auditor yang dengan pengetahuan
dan pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara
objektif, cermat dan seksama (Rita dan Sony 2014). Adapun (Lilis 2010)
mengatakan kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek dari seorang
pekerja. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif, sistem nilai, sikap,
pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan mengarahkan
tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Dalam
mengaudit sebuah laporan keuangan tidak hanya membutuhkan
pengetahuan tetapi memerlukan keterampilan yaitu seperti menguasai
akuntansi, statistika, komputasi, ekonomika, hukum, manajemen, dan
kebijakan publik agar kualitas audit yang dihasilkan tepat. Seseorang yang
memiliki kompetensi yang baik dalam hal auditing dapat melakukan
pekerjaannya dengan teliti dan seksama dan akan menemukan temuan-
temuan audit yang tepat yang tentunya berpengaruh terhadap kualitas audit
yang ia hasilkan.
a. H1 : Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit

2.3.2 Pengaruh Penerapan Kode Etik terhadap kualitas audit


Menurut Mulyadi dalam bukunya menuliskan apabila profesi akuntan
publik menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan

16
pekerjaan audit, maka kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan
lebih tinggi (Mulyadi, 2002). Seorang auditor tentunya harus menerapkan
kode etik yang berlaku dalam menjalankan profesinya agar dalam
berinteraksi dengan baik dengan banyak dalam dunia kerja, karena seorang
auditor harus dapat berkomunikasi dengan klien dalam hal untuk mencari
bukti-bukti , informasi entitas bisnis yang menjadi kliennya agar dapat
memudahkan auditor dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan.
Dalam pengauditan juga sangat memerlukan auditor yang bertanggung
jawab dan berintegritas tinggi terhadap entitas bisnis yang menjadi
kliennya. Kedua hal ini menunjukkan tingkat kualitas yang menjadi dasar
kepercayaan publik terhadap profesi. Dan yang terakhir audior memerlukan
kecermatan dan keseksamaan dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini
tentunya mencakup standar teknis dan etika yang diterapkan.
Beberapa poin diatas merupakan prinsip dari kode etik dengan demikian
pekerjaan auditor harus mampu menerapkan kode etik guna untuk dapat
menghasilkan sebuah kualitas audit yang baik.
b. H2 : Penerapan kode etik berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit
Gambar 2.3

Kompetensi

Kualitas Audit

Penerapan Kode Etik

Ket:

: Pengaruh Secara Simultan

: Pengaruh Secara Parsial

Sumber : Dikembangkan 2019

17
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah yang masih
bersifat praduga karena masih harus duji kebenarannya. Berdasarka kajian
teoritis, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis
yang dikemukakan dalam penelitian ini :
H1 : Kompetensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit
H2 : Penerapan Kode Etik berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit
H3 : Kompetensi dan Penerapan Kode Etik berpengaruh terhadap Kualitas Audit

18
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian


Objek penelitian ini bertempat di Kota Palu lebih tepatnya pada
auditor yang bekerja pada Kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah. Hal ini karena tempat penelitian
masih mudah untuk dijangkau oleh peneliti. Tahap-tahap dalam pelaksanaan
kegiatan ini rencananya akan dimulai dari tahap persiapan, observasi, sampai
dengan penulisan laporan penelitian.

3.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis
penelitian survey, yaitu penelitian yang memakai seluruh populasi yang ada.
Penelitian survey, juga merupakan penelitian yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta mengenai gejala-gejala atas permasalahan yang timbul. Fakta-fakta
tersebut digunakan untuk pemecahan masalah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekriptif
yaitu menguraikan sampai sejauh mana tingkat independensi dan profesionalisme
dalam menghasilkan hasil pemeriksaan yang berkualitas. Selain itu penelitian ini
juga menggunakan metode penelitian verifikatif yaitu penelitian yang berupaya
menguji jawaban masalah, pemikiran yang kebenarannya bersifat sementara
(hipotesis). Dalam penelitian ini data engenai hubungan antara variabel juga akan
dianalisis menggunakan verifikatif dengan bantuan ukuran-ukuran statistik yang
relevan dengan data tersebut.

3.3 Jenis dan Sumber Data


Menurut Zainal (2009) Metode pengumpulan data merupakan langkah
penting dalam suatu penelitian, karena terhadap data itulah pengujian atau analsis
akan dilakukan. kualitas data (goodness of data) akan sangat dipengaruhi oleh
siapa narasumbernya, bagaimana dan dnegan cara atau alat apa data itu
dikumpulkan (diukur). Berdasarkan siapa narasumbernya dan bagaimana data
dikumpulkan dapat dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Jenis data
yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu data yang telah diolah dari jawaban
kuesioner yang dibagikan kepada auditor yang bekerja pada Kantor Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi
Tengah. Adapun sumber data terdiri dari :
1. Data Primer, adalah data yang diperoleh berdasarkan pengukuran secara
langsung oleh peneliti dari sumbernya (subyek peneliti). Bisa didefinisikan

19
juga seperti data yang secara langsung diperoleh dari responden baik secara
lisan maupun secara tulisan yang berhubungan langsung dengan objek
penelitian dengan menggunakan alat pengumpulan berupa data kuesioner
yang diberikan atau disebarkan kepada narasumber yang bersangkutan untuk
memberikan informasu akurat.

2. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, dan telah
terdiokumentasikan, sehingga peneliti tinggal menyalin data tersebut untuk
kepentingan penelitiannya. Dalam penelitian ini data sekunder dapat diartikan
yaitu data yang diperoleh dari BPKP Perwakilan Sulawesi Tengah yang
mendukung penelitian ini serta data dari kepustakaan yang berguna dalam
penyusunan landasan teori yang berhubungan dengan permasalahan yaitu
pengaruh kompetensi dan penerapan kode etik terhadap kualitas audit pada
BPKP Perwakilan Sulawesi Tengah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan data
penelitian yang diperoleh langsung dari sumbernya 2019. Sumber data dalam
penelitian ini adalah sumber eksternal, yaitu diperoleh dari kuesioner yang
dijawab oleh responden Auditor yang bekerja pada Kantor Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Prov. Sulawesi Tengah.

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2010 : 115)
Dalam hal ini, populasinya adalah auditor yang bekerja di Kantor Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi
Sulawesi Tengah.

3.5.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2013) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel ini
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sampel yang benar-benar dapat
mewakili dan dapat menggambarkan populasi sebenarnya. Dalam
penelitian ini yang menjadi sampel adalah Kantor BPKP Perwakilan
Sulawesi Tengah.

20
Dengan berpedoman pada pendapat Sugiyono (2010) yang menyatakan
bahwa untuk berpedoman umum dapat dikatakan bahwa bila populasi
dibawah 100 orang, maka dapat digunakan sampel 50% dan jika di atas
100 orang, sebesar 15%.
Dari penyataan sugiyono diatas dapat disimpulkan dari penelitian ini
populasi auditor yang bekerja pada Kantor BPKP perwakilan Sulawesi
tengah tidak mencapai 100 orang atau dapat dikatakan dibawah dari 100
orang, maka sampel yang digunakan adalah sampel 50%.
Tabel 3.5
Sampel Penelitian

Nama Perusahaan Alamat


Kantor Badan Pengawas Keuangan dan Jl. Professor Mohammad Yamin,
Pembangunan Prov. Sulawesi Tengah Birobuli Utara, Palu Selatan, Kota
Palu

3.6 Operasional Variabel


Pada umumnya seorang peneliti sangat berkepentingan dengan kedua
varibel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel penelitian dalam
penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu variabel independen (bebas) dan
variabel dependen (terikat). Kompetensi sebagai variabel independen pertama
(X1), Penerapan kode etik variabel independen kedua (X2) sedangkan Kualitas
audit sebagai variabel dependen (Y). definisi operasional masing-masing variabel
sebagai berikut :
1. Variabel terikat (Dependen)
Variabel terikat adalah suatu variabel yang variasi nilainya dipengaruhi atau
dijelaskan oleh variasi nilai variabel lain, Menurut Zainal (2009). Pada
penelitian ini variabel terikat adalah Kualitas Audit (Y). Kualitas audit adalah
laporan yang diberikan oleh auditor internal sebagai penilainnya
ataskewajaran laporan keuangan yang disajikan SKPD. Kualitas audit
memiliki penggerak dari sisi suplai atau sisi auditor (Mathius Tandiontong,
2015: 176).
Preferensi auditor terhadapa resiko berpengaruh terhadap suplai audit.
Semakin tinggi resiko klien semakin tinggi probabilitas risiko litigasi yang
dihadapi auditor jika klien tersebut ternyata tidak mengungkapkan informasi
yang benar. Auditor yang berhadapan dengan klien yang berisiko jika harus
menerimanya, akan mengenakan fee yang lebih tinggi dan meningkatkan ja
audit agar bisa meningkatkan kekuatan pemonitoran (Watkins et al., 2004 :

21
165). Selain preferensi terhadap resiko, besaran fee audit juga berpengaruh
pada suplai audit dan kulitas audit.
2. Variabel bebas (Independen)
Secara definisi, variabel bebas adalah suatu variabel yang bervariasi nilainya
akan mempengaruhi nilai variabel yang lain, Menurut Zainal (2009). Variabel
bebas untuk penelitian ini adalah :
a. Kompetensi (X1)
Menurut Alvin dan James (1990) kompetensi yaitu seorang yang telah
menerima suatu penugasan profesional berarti telah menyatakan bahwa
dia memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut sesuai dengan standar profesional, dan akan
menerapkan pengetahuan dan keahliannya dengan penuh kesungguhan
dan kecermatan, namun dia tidak menjamin kebenaran mutlak dari
pengetahuan dan pertimbangannya.
Kompetensi menyangkut baik pengetahuan mengenai standar dan teknik
profesional dan masalah-masalah teknis yang terlibat, maupun
kesanggupan untuk membuat pertimbangan yang bijaksanadalam
menerapkan pengetahuan tersebut pada setiap penugasan.
Menurut Guy, Alderman, dan Winters (2002) pelatihan teknis dan
keahlian mencakup tidak hanya pendidikan formal tetapi juga
pengalaman auditor dalam profesinya. Auditor selain harus memiliki
pendidikan auditing formal, mereka juga harus peduli dengan
perkembangan baru dalam bidang akuntansi, auditing, dan bisnis serta
harus menerapkan pernyataan otoritatif baru dibidang akuntansi dan
auditing begitu dikeluarkan.

b. Penerapan Kode Etik (X2)


Kode etik adalah produk kesepakatanyang mengatur tingkah laku moral
suatu kelompok tertentu dalam masyarakat untuk diberlakukan dalam
suatu masa tertentu, dengan ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan
aka dipegang teguoleh seluruh anggota kelompok itu. Kode etik dapat
berubah sesuai dengan perkembangan pemahaman kelompk tersebut
tentang moral (Mathius Tandiotong, 2015).
Etika profesi merupakan kode etik untuk profesi tertentu da karenanya
harus dimengerti selayaknya, bukan sebagai etika absolut. Hadirnya kode
etik dapat mengimbangi segi negatif profesi ini. Dengan adanya kode etik
kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap
klien kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena
setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin.

22
Kode etik ibarat sebuah kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu
profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di masyarakat
Dalam menangani suatu kasus dan supaya berfungsi sebagaimana
mestinya maka kode etik itu dibuat dan dirumuskan oleh profesi itu
sendiri. Dengan membuat dan merumuskan kode etik sendiri oleh profesi
maka akan menjadi self regulation (pengaturan diri) dan profesi mampu
menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral
yang dianggap hakiki.

3.7 Teknik Pengujian Instrumen


3.7.1 Uji Keasihan atau Validitas (validity)
Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut (Gozhali, 2007). Sedangkan menurut Sugiyono (2010) validitas
yaitu derajat ketetapan antara data yang terjadi pada objek dengan daya
yang dapat dilaporkan oleh penelitian. Dengan demikian data yang valid
adalah data “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh peneliti
dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian.

Tabel 3.7.2
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,00 – 0,19 Sangat Rendah
0,20 – 0,39 Rendah
0,40 – 0,59 Sedang
0,60 – 0,79 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat kuat
Sumber : Sugiyono (2006)

3.7.2 Uji Keandalan atau Realibilitas


Realibilitas sebenarnya adalah adalah untuk mengukur suatu kuesioner
yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu dikatakan
reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Gozhali, 2007).
Pengukuran realibilitas dapat dilakukan dua cara yaitu :
1. Repeated Measure atau pengukur ulang : Disini seseorang akan
disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan
kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.

23
2. One shot atau pengukuran sekali saja : Disini pengukurannya hanya
sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain
atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS memberikan
fasilitas untuk mengukur realibilitas dengan uji statistik Cronbach
Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach Alpha>0.60.
Dapat disimpulkan jika nilai Alpha<60% hal ini mengindikasikan ada
beberapa responden yang menjawab tidak konsisten dan harus dilihat
satu persatu jawaban responden yang tidak konsisten dan harus
dibuang dari analisis kemudia alpha akan meningkat.

3.8 Transformasi Data


Data yang tidak terdistribusi secara normal dapat ditransformasikan agar menjadi
normal. Untuk menormalkan data kita harus tahu terlebih dahulu bagaimana
bentuk grafik histogram dari data yang ada apakah moderate positive skewness,
substansial positive skewness, severe positive skewness dengan bentik L dsb.
Dengan mengtahui bentuk grafik histogram kita dapat menentukan bentuk
transformasinya (Ghozali, (2007).
Tabel 3.8
Bentuk Transformasi Data

Bentuk Grafik Histogram Bentuk Transformasi


Moderate positive skewness SQRT(x) atau akar kuadrat
Substansial positive skewness LG10(x) atau logaritma 10 atau LN
Severe positive skewness dgn bentuk L 1/x atau inverse
Moderate negative skewness SQRT(k-x)
Substansial negative skewness LG10(k-x)
Severe negative skewness dgn bentuk L 1/(k-x)
Sumber tabel : Ghozali, 2007

Variabel-variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner


yang disebarkan kepada responden. Setiap jawaban pada variabel independen
dan variabel dependen diberi skor dengan tingkat pengukuran ordinal. Skor yang
digunakan adalah sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak
setuju.

Selanjutnya untuk keperluan analisis kuantitatif, data yang diperoleh penyebaran


kuesioner, baik untuk variabel X maupun untuk variabel Y dinaikan atau

24
ditransformasikan dari skala ordinal ke skala interval melalui Methode of
Succesive Internal (MSI). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Perhatikan setiap item pertanyaan kuesioner.
2. Untuk setiap item tersebut, tentukan beberapa orang responden yang
mendapat skor 1,2,3,4,5→ disebut frekuensi (F).
3. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden → disebut proporsi
(F)
4. Hitung proporsi kumulatif (Pk)
5. Gunakan tabel normal, hitung nilai 2 untuk setiap proporsi kumulatif.
6. Nilai densitas normal (Fd) yang sesuai dengan nilai 2.
7. Tentukan nilai interval (scale value) untuk setiap skor jawaban sebagai
berikut
( Density al Lower Limit ) −(Densive at upper Limit)
Nilai Interval :
( Area under Upper Limit ) −( Area Under Lower Limit )
8. Sesuai dengan skala ordinal ke interval, yaitu scale value (SV) yang
nilainya terkecil (harga negatif yang terbesar diubah menjadi sama
dengan 1)

Dimana :
Density at Lower Limit : Kepadatan batas bawah
Density at Upper Limit : Kepadatan batas atas
Area Under Upper Limit : Daerah di bawah batas atas
Area Under Lower Limit : Daerah di bawah batas bawah

3.9 Metode Analisis


Metode dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda, ini
dikarenakan data yang diperoleh dianggap sebagai data populasi dan berdistribusi
normal serta antara variabel independen dan dependen, bila dua atau lebih
variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (Dinaik turunkan
nilainya) dengan formulasi sebagai berikut (Sugiyono,2006) :

Y = a + b1X1 + b2X2.. + bnXn


Dimana :
Y = Variabel terikat
X1 – Xn = Variabel bebas
a = Konstanta
b1 – b2 = Parameter yang diberi nama koefisien regresi
e = Variabel gangguan

25
Persamaan diatas kemudian dijabarkan dalam penelitian ini dengan
persamaan berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Dimana :
Y = Kualitas audit
a = Konstanta
b1 – b2 = Parameter (koefisien regresi)
X1 = Kompetensi
X2 = Penerapan Kode Etik
e = Variabel Gangguan

3.10 Teknik Analisis


Menurut Sugiyono (2006) analisis data merupakan kegiatan setelah data dari
seluruh responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah
mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, menstabulasi
data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari setiap
variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah
dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.

3.10.1 Uji Asumsi Klasik


Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara teoritis akan
menghasilkan nilai parameter model penduga yang sah bila dipakai asumsi
klasik. Karena penggunaan asumsi analisis regresi linear berganda, maka
estimasi yang digunakan biasanya metode kuadrat terkecil biasa (Ordinal
Least Sequares-OLS) yang mempunyai sifat BLUE (Best, Linier,
Unbiased, Estimartont). Asumsi klasik menurut Ghozali (2007) terdiri dari
sebagai berikut :
a. Uji Multikolonieritas
Uji multiokolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka
variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah
variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel
independen sama dengan nol.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan

26
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan
satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastistas bertujuan menguji apakah dlam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homokskedastisitas dan jika
berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homoskesdastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.
Kebanyakan data crossection mengandung situasi heteroskedastisitas
karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran
(kecil, sedang dan besar).
d. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengguna atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji
statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
e. Uji linearitas
Uji ini digunakan untuk melihat apakah spesifik model yang
digunakan sudah benar atau tidak. Apakh fungsi yang digunakan
dalam suatu studi empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau
kubik. Dengan uji linearitas akan diperoleh informasi apakah model
empiris sebaiknya linear, kuadrat atau kubik.

3.11 Pengujian Hipotesis


Uji hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan analisis
regresi linear yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh kompetensi dan penerapan kode etik auditor sebagai variabel
independen terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen. Untuk menguji
hipotesis mengenai independensi dan profesionalisme auditor secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, digunakan pengujian hipotesis
secara parsial dengan uji t.
3.11.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Jika uji anova atau F test menghasilkan nilai F sebesar 138.405 dengan
tingkat signifikansi 0.00. karena probabilitas signifikansi jauh lebih kecil
dari 0.05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi

27
kualitas audt atau dapat dikatakan bahwa kompetensi da penerapan kode
etik secara bersama-sama berpengaruh tehadap kualitas audit.
3.11.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t Statistik)
Jika dari kedua variabel independen yang dimasukkan dalam regresi,
variabel kompetensi dan penerapan kode etik berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas audit. Variabel kompetensi memberikan nilai
koefisein parameter 0.903 dengan tingkat signifikansi 0.000 dan variabel
penerapan kode etik memberikan nilai parameter 0.100 dengan tingkat
signifikansi 0.001. sehingga disimpulkan bahwa variabel penerapan kode
etik bukanlah variabel moderating.

28

Anda mungkin juga menyukai