Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AUDIT SEKTOR PUBLIK

“Standar Audit Sektor Publik”


Dosen Pengampu:
Drs. Anwar Made, M.Si, Ak., CA

Disusun Oleh Kelompok:


Fina Mentari (18102018)
Lusinta Ika Devi (18102069)
Mi’rotush Shokhifatul Jannah (18102144)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS ASIA MALANG
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada nabi kita Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu menyelesaikan
makalah dari mata kuliah Audit Sektor Publik yang berjudul “Standar Audit Sektor Publik”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk Proposal ini, agar Proposal ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pengampu mata kuliah Audit Sektor Publik, terutama Ibu Dr. SRI RAHAYU, SE., MSA.,
Ak. yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Malang, 10 Januari 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan


pemerintahan negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan
tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Untuk mencapai tujuan negara tersebut, selanjutnya melalui ketentuan Pasal
23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara
mengadakan satu BPK yang bebas dan mandiri yang memiliki tugas dan kewenangan
untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
dilakukan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Dalam rangka menjamin mutu hasil pemeriksaan keuangan negara
maka pelaksanaan pemeriksaan perlu dilaksanakan berdasarkan suatu standar
pemeriksaan.
Standar pemeriksaan yang digunakan dalam melaksanakan tugas pemeriksaan selama
ini adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang ditetapkan dalam Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007. SPKN tersebut menggunakan
referensi utama The Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS)
Tahun 2003. GAGAS telah mengalami revisi sebanyak dua kali, dengan revisi terakhir
tahun 2011.
Standar pemeriksaan sektor privat yang berlaku di Indonesia (Standar Profesional
Akuntan Publik/SPAP) maupun internasional (International Standards on Auditing/ISA
dan International Standards of Supreme Audit Institutions/ISSAI) telah berkembang dan
mengalami banyak perubahan. SPAP, ISA, dan ISSAI disusun dengan menggunakan
pendekatan pengaturan standar berdasarkan prinsip (principle-based standards).
Sebelumnya, standar pemeriksaan menggunakan pendekatan pengaturan standar
berdasarkan aturan yang lebih rinci/detail (rule-based standards).
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara sudah tidak sesuai dengan perkembangan standar
pemeriksaan dan kebutuhan organisasi BPK sehingga perlu diganti sesuai dengan
perkembangan standar pemeriksaan terkini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ?
2. Bagaimana Standar Audit Sektor Publik ?
3. Bagaimana Standar Umum ?
4. Bagaimana Standar Pelaksanaan Pemeriksaan ?
5. Bagaimana Standar Pelaporan Pemeriksaan ?

3
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
2. Untuk Mengetahui Standar Audit Sektor Publik.
3. Untuk Mengetahui Standar Umum.
4. Untuk Mengetahui Standar Pelaksanaan Pemeriksaan.
5. Untuk Mengetahui Standar Pelaporan Pemeriksaan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara


1. SPKN terdiri dari:
a. Kerangka Konseptual Pemeriksaan; dan
b. PSP.
2. Kerangka Konseptual Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan BPK ini.
3. PSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. PSP Nomor 100 tentang Standar Umum;
b. PSP Nomor 200 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan; dan
c. PSP Nomor 300 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan.
4. PSP Nomor 100 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan BPK ini.
5. PSP Nomor 200 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan BPK ini.
6. PSP Nomor 300 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan BPK ini.

SPKN berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas,


program, kegiatan, serta fungsi berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang memiliki tingkat keyakinan memadai.
SPKN berlaku bagi:
a. BPK;
b. Akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, untuk dan atas nama
BPK;
c. Akuntan publik yang melakukan pemeriksaan keuangan negara
berdasarkan ketentuan undang-undang; dan
d. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang melakukan audit kinerja dan
audit dengan tujuan tertentu.
2.1 Standar Audit Sektor Publik

Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan


tanggung jawab profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan
mengenai kualitas profesional auditor seperti keahlian dan independensi,
persyaratan pelaporan dan bahan bukti. Pedoman utama adalah 10 (sepuluh)
standar auditing atau 10 generally auditing standards-GAAS. Sejak disusun oleh
AICPA di tahun 1974 dan diadaptasi oleh IAI di Indonesia sejak tahun 1973, dan
sekarang disebut standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (SA-
IAI), kecuali untuk perubahan-perubahan kecil, bentuknya tetap sama.
Standar-standar ini tidak cukup spesifik untuk dapat dipakai sebagai pedoman
kerja oleh para auditor, namun menggambarkan suatu kerangka sebagai landasan
interpretasi oleh IAI. Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing yaitu
prosedur berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan sedangkan standar
berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur
tersebut. Standar auditing tidak hanya berkaitan dengan kualitas profesional
auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam
pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya.
Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia adalah Standar Umum, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, dan Standar
Pelaporan Pemeriksaan.

2.2 Standar Umum


 Ruang Lingkup
- PSP ini mengatur standar umum untuk melaksanakan pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan PDTT.
- Standar umum ini berkaitan dengan etika; independensi, integritas, dan
profesionalisme; pengendalian mutu; kompetensi; pertimbangan
ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan; komunikasi
pemeriksaan; dan dokumentasi pemeriksaan dalam pelaksanaan dan
pelaporan hasil pemeriksaan; hubungan dengan standar profesi yang
digunakan oleh akuntan publik; serta kewajiban Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah dan akuntan publik dalam pemeriksaan keuangan
negara.

 Tujuan
Tujuan pemeriksa dalam melaksanakan Standar Umum adalah sebagai dasar
untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara
efektif. Dengan demikian, standar umum ini harus diikuti oleh BPK dan
semua Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan.
Standar Umum tersebut terdiri dari sebagai berukut :
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Standar umum pertama menegaskan bahwa berapa pun tingginya
kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam
bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan
yang dimaksudkan dalam standar audit ini, jika ia tidak memiliki
pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing.
Untuk memenuhi persyaratan sebagai profesional, auditor harus
menjalani pelatihan teknis yang cukup. Asisten junior yang baru
masuk ke dalam karier auditing harus memperoleh pengalaman
profesionalnya dengan mendapatkan supervisi memadai dan review
atas pekerjaannya dari atasannya yang lebih berpengalaman.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,


independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, yang artinya
tidak mudah dipengaruhi. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan
memihak kepada kepentingan siapa pun. Kepercayaan masyarakat
umum atas independensi sikap auditor independensi sikap auditor
independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan
publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti
bahwa sikap independensi sikap auditor ternyata berkurang. Auditor
independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa
ia independen, namun ia harus pula menghindari keadaan yang
dapat menyebabkan pihak luar meragukan sikap independensinya.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib


menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan
seksama.
Standar ini menuntut auditor untuk merencanakan dan melaksanakan
pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya
secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesional
dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab
setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor independen
untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana
kesempurnaan pekerjaan tersebut.

Para auditor harus ditugasi dan disupervisi sesuai dengan


tingkat pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sedemikian
rupa sehingga mereka dapat mengevaluasi bukti audit yang mereka
periksa. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan
seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme
profesional yang berarti sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit.
Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara obyektif menuntut
auditor mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan bukti
tersebut. Oleh karena bukti dikumpulkan dan dinilai selama proses
audit, skeptisme profesional harus digunakan selama proses
tersebut.

Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan


seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan
yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
Oleh karena pendapat auditor atas laporan keuangan didasarkan
pada konsep perolehan keyakinan yang memadai, auditor bukanlah
penjamin dan laporannya bukanlah suatu jaminan. Oleh karena itu,
penemuan kemudian salah saji material yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan , yang ada dalam laporan keuangan,
tidak berarti bahwa dengan sendirinya merupakan bukti:
a. Kegagalan untuk memperoleh keyakinan memadai;
b. Tidak memadainya perencanaan, pelaksanaan atau
pertimbangan;
c. Tidak menggunakan kemahiran profesional dengan cermat dan
seksama;
d. Kegagalan untuk mematuhi standar auditing yang ditetapkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

2.3 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan


 Ruang Lingkup
- PSP ini mengatur tanggung jawab Pemeriksa dalam melaksanakan
Pemeriksaan yang mencakup perencanaan, pengumpulan bukti
pemeriksaan, pengembangan temuan pemeriksaan, dan supervisi.
- Perencanaan berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam
menghubungkan topik pemeriksaan yang akan dilakukan dengan
perencanaan strategis BPK dan menyusun perencanaan untuk setiap
penugasan pemeriksaan.
- Pengumpulan bukti berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam
merancang dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh
bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat, mendukung penarikan
kesimpulan yang akurat, sesuai karakteristik yang harus dimiliki oleh
bukti pemeriksaan dalam suatu pemeriksaan.
- Pengembangan temuan pemeriksaan berkaitan dengan tanggung jawab
pemeriksa dalam mengembangkan temuan pemeriksaan berdasarkan
bukti pemeriksaan yang diperoleh.
- Supervisi berkaitan dengan tanggung jawab Pemeriksa dalam
memberikan arahan dan panduan kepada Pemeriksa selama
pemeriksaan untuk memastikan pencapaian tujuan pemeriksaan dan
pemenuhan standar pemeriksaan.

 Tujuan
Tujuan Pemeriksa dalam menerapkan standar ini adalah untuk:
- Merencanakan pemeriksaan yang berkualitas agar dapat dilaksanakan
secara efisien dan efektif; dan
- Merancang dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh
bukti yang cukup dan tepat.

Standar Pelaksanaan Pemeriksaan tersebut terdiri dari sebagai berikut :


a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
Standar ini berlaku bagi setiap auditor dalam mempertimbangkan dan
menerapkan prosedur perencanaan dan supervisi, termasuk
penyiapan program audit, pengumpulan informasi tentang auditan,
penyelesaian perbedaan pendapat di antara auditor. Perencanaan dan
supervisi berlangsung secara terus-menerus selama audit.
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh
pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup dan
saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas
auditan, pengalaman mengenai auditan, dan pengetahuan tentang
bisnis auditan.
Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan
audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur
supervisi adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetap
menjaga penyampaian informasi masalah-masalah penting yang
dijumpai dalam audit, me-review pekerjaan yang dilaksanakan dan
menyelesaikan perbedaan pendapat diantara auditor. Luasnya
supervisi tergantung atas banyak faktor, termasuk kompleksitas
masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit.

b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh


untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
Standar ini mewajibkan auditor untuk memperoleh pemahaman tentang
pengendalian intern yang memadai untuk merencanakan audit
dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain
pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan
apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan. Setelah
memperoleh pemahaman tersebut, auditor menaksir risiko
pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam saldo akun,
golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan
keuangan. Proses selanjutnya adalah auditor mencari pengurangan
lebih lanjut tingkat risiko pengendalian taksiran untuk asersi
tertentu. Dalam hal ini, auditor mempertimbangkan apakah bukti
audit yang cukup untuk mendukung pengurangan lebih lanjut
mungkin tersedia dan apakah pelaksanaan pengujian pengendalian
tambahan untuk memperoleh bukti audit tersebut akan efisien.
Auditor menggunakan pengetahuan yang dihasilkan dari
pemahaman atas pengendalian intern dan tingkat risiko
pengendalian taksiran dalam menentukan sifat, saat dan luas
pengujian substantif untuk asersi laporan keuangan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,


pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka
memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha
untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran
keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung
pada pertimbangan auditor independen. Dalam hal ini bukti audit
berbeda dengan bukti hukum yang diatur secara tegas oleh
peraturan. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap
kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen oleh auditor
independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan. Relevansi, obyektivitas, ketepatan waktu dan
keberadaan bukti audit yang lain menguatkan kesimpulan,
seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti audit.

2.4 Standar Pelaporan Pemeriksaan


 Ruang Lingkup
- PSP ini mengatur kewajiban Pemeriksa dalam menyusun LHP untuk
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan PDTT.
- LHP berfungsi untuk: (1) mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada
pihak yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; (2) menghindari kesalahpahaman atas hasil pemeriksaan;
(3) membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan
perbaikan oleh pihak yang bertanggung jawab; dan (4) memudahkan
pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan
perbaikan yang semestinya dilakukan.

 Tujuan
Tujuan Pemeriksa dalam menerapkan standar pelaporan ini adalah untuk:
- Merumuskan suatu kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan evaluasi
atas bukti pemeriksaan yang diperoleh; dan
- Mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak-pihak yang terkait.

Standar Pelaporan Pemeriksaan tersebut terdiri dari sebagai berikut :


a. Laporan auditor menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
Istilah prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang
digunakan dalam standar pelaporan pertama dimaksudkan meliputi
tidak hanya prinsip dan praktik akuntansi, tetapi juga metode
penerapannya. Standar ini tidak mengharuskan auditor untuk
menyatakan tentang fakta (statement of fact), namun standar ini
mengharuskan auditor untuk menyatakan suatu pendapat apakah
laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
tersebut. Jika pembatasan terhadap lingkup audit tidak
memungkinkan auditor untuk memberikan pendapat mengenai
kesesuaian tersebut maka pengecualian semestinya diperlukan
dalam laporan auditnya.

b. Laporan auditor menunjukkan atau menyatakan, jika ada,


ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
Standar pelaporan ini memiliki tujuan untuk memberikan jaminan
bahwa jika daya banding laporan keuangan di antara dua periode
dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi,
auditor akan mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya.
Juga dinyatakan secara tersirat dalam tujuan standar tersebut bahwa
prinsip akuntansi telah diamati konsistensi penerapannya dalam
setiap periode akuntansi auditan. Standar pelaporan tersebut secara
tidak langsung mengandung arti bahwa auditor puas bahwa daya
banding laporan keuangan di antara dua periode akuntansi tidak
dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi dan
bahwa prinsip akuntansi tersebut telah diterapkan secara konsisten
di antara dua atau lebih periode akuntansi baik karena tidak terjadi
perubahan prinsip akuntansi atau terdapat perubahan prinsip
akuntansi atau metode penerapannya, namun dampak perubahan
tersebut terhadap daya banding laporan keuangan tidak material.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus


dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan
keuangan.
Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan
informatif yang memadai atas hal-hal material. Hal-hal tersebut
mencakup bentuk,
susunan dan isi laporan keuangan, serta catatan atas laporan keuangan
yang meliputi istilah yang digunakan, rincian yang dibuat,
penggolongan unsur dalam laporan keuangan dan dasar-dasar yang
digunakan untuk menghasilkan jumlah yang dicantumkan dalam
laporan keuangan. Auditor harus mempertimbangkan apakah masih
terdapat hal-hal tertentu yang harus diungkapkan sehubungan
dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada saat audit.
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi
bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan
tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Standar ini memiliki tujuan untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat
tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan
dengan laporan keuangan. Seorang akuntan dikaitkan dengan
laporan keuangan jika ia mengizinkan namanya dalam suatu
laporan, dokumen atau komunikasi tertulis yang berisi laporan
tersebut. Bila seorang akuntan menyerahkan kepada auditan atau
pihak lain suatu laporan keuangan yang disusunnya atau dibantu
penyusunannya, ia juga dianggap berkaitan dengan laporan
keuangan tersebut., meskipun ia tidak mencantumkan namanya
dalam laporan tersebut. Meskipun akuntan dapat berpartisipasi
dalam penyusunan laporan keuangan, laporan keuangan merupakan
representasi manajemen dan kewajaran penyajiannya sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia merupakan
tanggung jawab manajemen. Seperti telah diuraikan dalam
pembahasan pendahuluan bahwa tidak ada standar audit publik yang
berlaku secara keseluruhan , tetapi praktik yang selama ini
berlangsung setiap lembaga auditor menerapkan standar auditnya
masing-masing dengan menggunakan standar audit yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia sebagai pedoman. Berikut disajikan
standar audit yang berlaku di lingkungan BPK-RI.

 Ketentuan
Keharusan Menyusun Laporan adalah sebagai berikut :
- Pemeriksa harus menyusun LHP secara tertulis untuk
mengomunikasikan hasil pemeriksaannya.
- Pemeriksa harus menyusun LHP secara tepat waktu, lengkap, akurat,
objektif, meyakinkan, jelas, dan ringkas.

 Unsur LHP
LHP harus memenuhi unsur laporan sesuai dengan jenis pemeriksaannya.
Unsur LHP antara lain:
a. Pernyataan bahwa pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan standar
pemeriksaan
Pemeriksa harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan
standar pemeriksaan. Dalam hal Pemeriksa tidak dapat melaksanakan
standar pemeriksaan karena pembatasan lingkup yang material, hal
tersebut harus dinyatakan dalam laporan.
b. Tujuan, lingkup, metodologi;
Pemeriksa harus memuat tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan
secara jelas dalam LHP. Informasi tersebut penting bagi pengguna
LHP agar dapat memahami maksud dan jenis pemeriksaan, serta
memberikan perspektif yang wajar terhadap apa yang dilaporkan.
c. Kesimpulan;
Pemeriksa harus menyusun kesimpulan atas hasil pemeriksaan. Kesimpulan
merupakan jawaban atas pencapaian tujuan pemeriksaan. Kesimpulan
harus dinyatakan secara jelas dan meyakinkan. Kekuatan kesimpulan
ditentukan oleh bukti yang meyakinkan dan didukung dengan
metodologi yang tepat.

d. Temuan pemeriksaan;
Pemeriksa harus mengungkapkan temuan dalam LHP apabila terdapat
ketidaksesuaian antara kondisi dengan kriteria.
Temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi awal kecurangan
disajikan dalam LHP tanpa menjelaskan secara mendetail dugaan
kecurangan tersebut. Namun Pemeriksa lebih menitikberatkan
penjelasannya kepada dampak temuan tersebut terhadap hal
pokok/informasi hal pokok sesuai tujuan pemeriksaan.
e. Rekomendasi pemeriksaan;
Rekomendasi pemeriksaan harus bersifat konstruktif dan berguna untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam
pemeriksaan. Pemeriksa wajib memberikan rekomendasi dalam
pemeriksaan kinerja. Dalam pemeriksaan selain pemeriksaan kinerja,
apabila Pemeriksa dapat mengembangkan temuan pemeriksaan secara
memadai, Pemeriksa dapat membuat rekomendasi. Khusus pada PDTT
dalam bentuk pemeriksaan investigatif, Pemeriksa tidak memberikan
rekomendasi.
f. Tanggapan pihak yang bertanggung jawab; dan
Pemeriksa harus memperoleh tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan
dari pihak yang bertanggung jawab. Namun demikian, terkait dengan
kerahasiaan informasi, dalam PDTT dalam bentuk pemeriksaan
investigatif, Pemeriksa tidak meminta tanggapan. Pemeriksa harus
memuat tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas
temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa pada lLHP.
g. Penandatanganan LHP.
LHP ditandatangani oleh Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota BPK.
Wewenang penandatanganan LHP dapat didelegasikan kepada
penanggung jawab pemeriksaan yang memiliki kompetensi.

Standar-standar tersebut dalam banyak hal saling berhubungan erat dan


saling bergantung satu dengan yang lainnya. Materialitas dan risiko audit melandasi
penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan. Konsep materialitas bersifat bawaan dalam pekerjaan auditor independen.
Dasar yang lebih kuat harus dicari sebagai landasan pendapat auditor independen
atas unsur-unsur yang secara relatif lebih penting dan unsur-unsur yang mempunyai
kemungkinan besar salah saji material. Misalnya, dalam departemen dengan jumlah
debitur yang sedikit, yang nilai piutangnya besar, secara individual piutang itu lebih
penting dan kemungkinan terjadinya salah saji material juga lebih besar
dibandingkan dengan departemen lain yang memiliki jumlah piutang yang sama
tetapi terdiri dari debitur yang banyak dengan nilai piutang yang relatif kecil.
Pertimbangan atas risiko audit berkaitan erat dengan sifat audit. Transaksi
pengadaan barang dan jasa umumnya lebih rentan terhadap kecurangan jika
dibandingkan dengan transaksi lainnya. Oleh karena itu audit atas pengadaan barang
dan jasa harus dilaksanakan secara lebih konklusif, tanpa harus menyebabkan
penggunaan waktu yang lebih lama. Selain itu, pengendalian intern terhadap
lingkungan audit mempengaruhi besar atau kecilnya risiko salah saji terhadap
prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor. Semakin efektif pengendalian intern,
semakin rendah tingkat risiko pengendalian. Berikut adalah penjelasan masing-
masing standar audit yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesi
PENUTUP

BAB III
3.1 Kesimpulan

Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan


tanggung jawab profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan
mengenai kualitas profesional auditor seperti keahlian dan independensi,
persyaratan pelaporan dan bahan bukti. Standar auditing yang telah ditetapkan dan
disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah Standar Umum, Standar
Pelaksanaan Pemeriksaan, dan Standar Pelaporan Pemeriksaan. Tujuan pemeriksa
dalam melaksanakan Standar Umum adalah sebagai dasar untuk dapat
menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Dengan
demikian, standar umum ini harus diikuti oleh BPK dan semua Pemeriksa yang
melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan. Tujuan Pemeriksa
dalam menerapkan standar ini adalah untuk Merencanakan pemeriksaan yang
berkualitas agar dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif; dan Merancang dan
melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh bukti yang cukup dan
tepat. Tujuan Pemeriksa dalam menerapkan standar pelaporan ini adalah untuk
Merumuskan suatu kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan evaluasi atas bukti
pemeriksaan yang diperoleh dan Mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada
pihak-pihak yang terkait

Anda mungkin juga menyukai