Anda di halaman 1dari 16

Nama : Sultan Amra Semesester : III/G

NIM : 105210233 Bobot : 3 Sks


Jurusan : Ilmu Pemerintahan Sifat : Takehome
Mata Kuliah : HAN Tahun Akademik : 2022/Ganjil

A. KORUPSI
1. Kasus Korupsi Perizinan Kepala Daerah

Beberapa tahun terakhir kasus korupsi yang dihadapi terkait perizinan yang
dilakukan oleh pejabat daerah jumlahnya makin hari makin banyak. Di tahun 2014
Bupati Bogor Rachmat Yasin pada 7 Mei 2014 melakukan praktik korupsi yaitu jual beli
izin alih fungsi hutan untuk perumahan elit yang dikelola PT Bukit Jonggol Asri sebesar
Rp 5 miliar. Pada tahun 2015, Bupati Lombok Barat Zaini Arony dihukum 7 tahun
penjara karena memeras pengusaha yang akan mengurus investasi izin wasata di
kabupaten Lombok.

Selanjutnya kasus korupsi yang menyangkut Bupati Buol, Amran Bata lipu yang
juga terseret korupsi di kasus perizinan tanah untuk usaha sawit. Kasus ini menyeret salah
satu konglomerat di Indonesia, Hartati Murdaya, dimana perusahannya yang melakukan
penyuapan tersebut. Suap dilakukan. agar keluar izin perkebunan di Kecamatan Bukal
Kab. Buol Sulawesi Tengah.

Bupati Karawang nonaktif, Ade Swara dan istrinya yang juga anggota DPRD
setempat, Nurlatifah dihukum 7 tahun dan 6 tahun penjara. Ade memeras Aking Saputra,
CEO PT Tatar Kertabumi dalam rangka penerbitan Surat Persetujuan Pemanfaatan
Ruang (SPPR). Selain dikenakan tindak pidana korupsi, keduanya juga dikenakan pasal
pencucian uang. Fuad Amin selama menjadi Bupati dan Ketua DPRD Bangkalan juga
bermainmain dalam proses izin tambang. Salah satunya meminta sejumlah uang dari
Direktur PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko. Atas perbuatannya,
Fuad dihukum 8 tahun penjara.

Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman, misalnya, dijadikan tersangka


karena terindikasi menyalahgunakan wewenang dalam pemberian izin tambang kepada
pengusaha. Bupati dua periode itu dinilai merugikan keuangan negara sedikitnya 2,7
triliun karena menjual hasil produksi barang tambang secara melawan hukum.
Tindakan serupa dilakukan oleh Bupati Kutai Kartanegara Rita Widya Sari. la
dijadikan tersangka pada 28 September 2017 karena diduga menerima suap dan
gratifikasi dalam pemberian perizinan dan pembangunan sejumlah proyek. Demikian
pula halnya yang dilakukan oleh Walikota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi. Pada
September 2017, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko dan Bupati Batubara Orang Kaya Arya
Zulkarnaen juga ditangkap KPK. Eddy menerima fee 10% dari tiap proyek pengadaan
barang dan jasa di Kota Batu. Sementara, Arya menerima suap Rp 4,4 miliar dari tiga
proyek senilai Rp 47,2 miliar.

Pada akhir Agustus 2017, Wali Kota Tegal Siti Mashita Soeparno juga ditangkap
KPK. la diduga menerima aliran dana senilai total Rp 5,1 miliar yang kemudian
digunakan sebagai mahar politik. Siti bermaksud kembali maju dalam perhelatan Pilkada
2018. Sementara, pada awal Agustus, KPK terlebih dahulu menciduk Bupati Pamekasan
Achmad Syafii. Ia tersandung kasus dugaan suap dalam pengalokasian dana desa.

Sejak awal reformasi yang ditandai dengan jatuhnya Soeharto dari kursi
kepresidenan. Korupsi tidak mengenal waktu dan kondisi. Hampir setiap hari kita
disuguhkan dengan berita Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh KPK dan ini
terus berlangsung hingga hari ini. Lebih jauh lagi para pejabat Negara tidak memiliki
kepekaan Anti korupsi. Bukti ini ditunjukan dengan makin banyaknya kepala daerah
yang memberi tempat terhormat bagi para mantan napi korupsi yang dipromosikan dalam
jabatan-jabatan tertentu di lingkungan Pemda di Indonesia. Ini menjadi persoalan pelik
bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

Salah satu masalah yang dihadapi terkait korupsi adalah birokrasi pemerintahan.
Secara tidak langsung pemerintah diberi kewenangan yang sangat besar sesuai dengan
fungsinya yang diwujudkan dalam bentuk hak dan kewajiban. Sistem ini mendasarkan
pada aspek hukum guna memberikan arah tuntutan berbagai kehidupan yang berakar
pada keyakinan bangsa Indonesia. Secara tidak langsung birokrasi pemerintahan yang
dalam hal ini adalah ASN (Aparatur Sipil Negara berkedudukan sebagai aparatur Negara
yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional,
jujur, adil dan merata dalam penyelengaraan tugas negara, Pemerintahan dan
pembangunan. Dan secara garis besar objek hukum administrasi negara adalah
kekuasaan pemerintah yang dalam kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh ASN.
Dalam konteks birokrasi, pelaksanaan fungsi ASN berkenaan dengan konsep
personal administration yang berarti bahwa administrasi dari suatu Negara adalah hasil
produk dari pengaruh-pengaruh politik dan sosial sepanjang sejarah Negara yang
bersangku- tan. Oleh karena itu suatu sistem administrasi tidak akan cukup dipahami
dengan baik tanpa adanya pengetahuan administrasi dalam bentuk lampau.
Perkembangan saat ini adalah Negara akan mengembangkan administrasinya dengan
sistem yang sama satu dengan lainnya.1

Tindakan kasus pelangggaran hukum administrasi di atas tentu memiliki sebab


yang di jadikan alasan seseorang yang melanggar seperti yang terjadi di kasus di atas,
maka dari itu penyebab nya diantara nya:

a. Korupsi kecil-kecilan dan korupsi besar-besaran.

Korupsi kecil-kecilan merupakan bentuk korupsi sehari-hari dalam pelaksa naan


suatu kebijakan pemerintah. Korupsi ini biasanya cenderung terjadi saat petugas bertemu
langsung dengan masyarakat. Korupsi kecil-kecilan umumnya dijalankan oleh para
pejabat junior dan pejabat tingkat bawah sebagai pelaksana fungsional, contohnya adalah
pungutan untuk mempercepat proses pencairan dana yang terjadi di KPPN sedangkan
korupsi besar-besaran umumnya dijalankan oleh pejabat level tinggi, karena korupsi jenis
ini melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Korupsi ini terjadi saat pembuatan,
perubahan, atau pengecualian dari peraturan. Contohnya adalah pemberian pembebasan
pajak bagi perusahaan besar.

b. Penyuapan

Bentuk penyuapan yang biasanya dilakukan dalam birokrasi pemerintahan di


Indonesia khususnya di bidang atau instansi yang mengadminis trasikan penerimaan
negara dapat dibagi menjadi empat, antara lain;

• Pembayaran untuk menunda atau mengurangi kewajiban bayar pajak dan cukai.
• Pembayaran untuk meyakin kan petugas agar tutup mata terhadap kegiatan ilegal.
• Pembayaran kembali setelah mendapatkan pembebasan pajak, agar di masa
mendatang mendapat perlakuan yang lebih ringan daripada administrasi normal.

1
Muhammad Zainul Arifin, Irsan. "Korupsi Perizinan Dalam Perjalanan Otonomi Daerah Di Indonesia."
Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, 2019: 5-6.
• Pembayaran untuk meyakin kan atau memperlancar proses penerbitan ijin dan
pembebasan.
c. Penyalahgunaan / Penyelewengan.

Penyalahgunaan penyelewengan dapat terjadi bila pengendalian administrasi dan


pemeriksaan serta supervisi transaksi keuangan tidak berjalan dengan baik. Contoh dari
korupsi jenis ini adalah pemalsuan catatan, klasifikasi barang yang salah, serta
kecurangan, penggelapan, korupsi ini adalah dengan menggelapkan atau mencuri uang
negara yang dikumpulkan, menyisakan sedikit atau tidak sama sekali.

d. Pemerasan

Pemerasan ini terjadi ketika masyarakat tidak mengetahui tentang peraturan yang
berlaku, dan dari celah inilah para petugas melakukan pemerasan dengan menakut-nakuti
masyarakat untuk membayar lebih mahal dari pada yang semestinya.

e. Perlindungan

Perlindungan dilakukan termasuk dalam hal pemilihan, mutasi, atau promosi staf
berdasarkan suku, kedekatan personal, dan hubungan sosial lainnya tanpa
mempertimbangkan prestasi dan kemampuan dari seseorang tersebut.

Tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi. Berdasarkan Pasal 2 yaitu memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu
badan korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara. Secara substansif, perbedaan korupsi dalam Pasal 8 dan Pasal
3 jika dilihat dari sebab beradanya objek dalam kekuasaan koruptor maka dalam pasal
ini, objek kejahatan berada dalam kekuasaannnya yang disebabkan langsung oleh
perbuatan yang dilarang atau memperkaya. Tindak pidana korupsi dengan
menyalahgunakan kewenangan kesempatan, sarana jabatan atau kedudukan.

Dalam permasalahn ini tindak pidana korupsi ini memiliki unsur-unsur yaitu
unsur-unsur objektif yaitu perbuatan menyalahgunakan kewenangan, menyalahgunakan
kesempatan, menyalahgunakan kewenangan, menyalahgunakan sarana yang ada
padanya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara karena
jabatan atau karena kedudukan, sedangkan unsur subjektif yaitu dengan tujuan
menguntungkan sendiri, menguntungkan orang lain, menguntungkan suatu korporasi.
Tindak Pidana Korupsi Suap Dalam tindak pidana korupsi suap ini mempunyai
unsur objektif berupa perbuatan memberikan sesuatu, menjanjikan, kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara, unsur subyektifnya adalah dengan maksud supaya
pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuai dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan hak dan kewajiban tugasnya.

Adapaun hal yang harus di lakukan untuk mngurangi dan mencegah tidakan
korupsi harus di lakukan dari berbagai aspek:

1) Kepemimpinan atau Pemerintahan yang Baik

Bagi legislatif yang terpilih adalah pilar utama sistem integritas nasional yang
herlandaskan tanggung gugat demokrasi. Tugasnya dalam bahasa sederha na,
mewujudkan kedaulatan rakyat melalui wakil-wakil yang dipilih untuk kepentingan
publik, memastikan bahwa tindakan eksekutif dapat dipertang gungjawabkan. Sama
halnya pemerintah mendapat keabsahan setelah menda- patkan mandat dari rakyat.

Legislatif sebagai badan pengawas, pengatur, dan wakil. Legislatif atau parlemen
modern adalah pusat perjuangan untuk mewujudkan dan memelihara tata kelola
pemerintahan yang baik untuk memberantas korupsi. Begitu pula dengan eksekutif
sebagai pelaksana yang juga merupakan wakil rakyat harus menjalankan pemerintahan
yang sebaik-baiknya.2

2) Program Publik

Perubahan akan program-program publik akan memperkecil insentif untuk


memberi suap dan memperkecil jumlah transaksi dan memperbesar peluang bagi warga
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik. Reformasi ini misalnya, menghapus
program-program korup yang tidak mempunyai alasan kuat dari sisi kepentingan
masyarakat untuk diteruskan. Banyak program diadakan semata-mata karena membawa
keuntungan pribadi bagi para pejabat yang mengendalikannya, atau menyederhanakan
program dan prosedur agar lebih efisien, meniadakan "penjaga gawang" yang melakukan
pungutan liar, menyederhanakan prosedur untuk mendapat surat izin dari pemerintah. Ini
dapat memperkecil peluang bagi pegawai negeri untuk dengan sengaja memperlambat
kerja dan memperkecil wewenang mengambil keputusan sendiri, yang merupakan tanah
subur bagi perilaku korupsi. Apabila wewenang memang harus dipertahankan, maka

2
Jawade Hafidz Arsyad. Korupsi Dalam Perspektif HAN. Jakarta: Sinar Grafika, 2013:313
pejabat bersangkutan harus dibekali pedoman yang jelas mengenai tata cara menjalankan
tugas.3

3) Perbaikan Organisasi Pemerintah

Di samping mengadakan perubahan pada program-program spesifik, perha- tian


diperlukan untuk mencegah korupsi melalui perubahan pada susunan organisasi
pemerintah. Untuk ini perlu perubahan pada cara pemerintah menjalankan tugasnya
sehari-hari. Cara mengadakan perubahan ini, yakni dengan memberikan gaji yang cukup
untuk hidup pada pegawai negeri dan politisi sehingga karir dalam pemerintahan menjadi
pilihan yang cukup baik bagi orang orang yang memenuhi syarat.

Dengan cara menghilangkan kesan pemerintah angker dan pemerintah itu lahan
pribadi, menyebarkan informasi kepada warga masyarakat menge nai hak mereka untuk
mendapat layanan dari pemerintah, menerbitkan buku pegangan hagi pegawai negeri
yang dapat dengan mudah diperoleh dan dipela jari oleh warga masyarakat dan
kontraktor yang berhubungan dengan lembaga pemerintah bersangkutan, dan
menghapuskan kontak empat mata dengan cara memasukkan unsur acak (misalnya,
rotasi anggota staf dari waktu ke waktu) sehingga warga masyarakat yang
berkepentingan dengan mereka tidak dapat lagi mengetahui lebih dahulu dengan pejabat
mana dia harus berurusan.4

4) Penegakan Hukum

Upaya memberantas korupsi melalui kodifikasi hukum, pertama-tama terlihat


dari keluarnya Peraturan Penguasa Militer No. Prt/PM/03/1957, No. Prt/ PM/06/1957,
dan No. Prt/PM/C11/1957. Peraturan-peraturan ini berusaha memberi batasan korupsi
dalam istilah hukum sekaligus memperbaiki kualitas hukum sebagai pengatur interaksi
antar manusia. Korupsi diberi batasan sebagai "Perbuatan-perbuatan yang merugikan
keuangan dan perekonomian negara". Di sini dibedakan antara "perbuatan korupsi
pidana" dan "perbuatan korupsi lainnya". Kecuali itu, terdapat pula peraturan No. Prt/
PEPERPU/013/1958 yang mengangkat masalah adanya kesulitan untuk membuktikan
terlebih dahulu bahwa terdakwa telah melakukan suatu kejahatan dan pelanggaran."5

3
Ibid., 315
4
Ibid., 316
5
Ibid., 323
5) Kesadaran Masyarakat

Hal yang tak kalah pentingnya ialah keberanian dan tekad seluruh aparatur negara
dan masyarakat untuk melawan korupsi. Segala macam sistem dan konsepsi tidak akan
terlaksana apabila para pelaksananya sendiri kurang berani untuk mengungkap korupsi
yang jelas-jelas terdapat di depan hidungnya. Masih banyak jaksa yang takut untuk
melakukan tuntutan karena korupsi melibatkan orang-orang penting dan mempunyai
kekuasaan. Keberanian harus ditumbuhkan bersama-sama meningkatnya kesadaran
masyarakat akan hukum.

Pada saat yang sama ancaman moralistik hendaknya menjadi sasaran pokok
dalam upaya menangkal korupsi. Hukum yang lemah memang bisa menjadi sumber
kejahatan, tetapi kejahatan pun akan merajalela jika penegak hukum itu sendiri adalah
orang-orang yang jahat. Oleh karena pendekatan secara psikologis dan moral mungkin
akan lebih efektif ketimbang cara-cara yang lainnya.6

6) Pembentukan Lembaga Pencegah Korupsi

Negara yang sungguh-sungguh berupaya memberantas korupsi perlu mendiri-


kan lembaga baru atau memperkuat lembaga yang ada dan dapat menjalankan fungsi-
fungsi spesifik dalam tugas-tugas upaya antikorupsi. Meski banyak model lembaga
tersedia, tetapi apa pun model yang digunakan, lembaga itu harus dilengkapi dengan
sumber daya manusia yang cukup dan dana yang cukup pula. Kalau tidak, daftar panjang
lembaga antikorupsi yang tidak efektif akan bertambah panjang.7

B. PENYALAHGUNAAN WEWENANG
1. Penyalahgunaan Kekuasaan Yang Dilakukan Oleh Letkol HA

Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta menjatuhkan hukuman percobaan kepada


Letkol HA. Majelis hakim menyatakan, Letkol HA terbukti meminta uang tanda terima
kasih bagi yang mau menjadi komandan kapal tempur TNI atau yang biasa disebut KRI.

Hal itu terungkap dalam putusan yang dipublikasikan Pengadilan Tinggi Militer Jakarta
di situs Mahkamah Agung (MA), Selasa (28/1/2020). Letkol HA menjadi TNI Angkatan

6
Ibid., 325
7
Ibid., 326
Laut melalui AAL pada tahun 1998. Setelah itu menjabat sebagai Dan Posal Tanjung
Balai Asahan. Kariernya menanjak sebagai Komandan KRI di beberapa kapal.

Dalam merunut karirnya, ia menggunakan jawabannya untuk mengatur


penempatan Pamen di TNI Angkatan Laut dan Panglima KRI. Letkol HA memiliki
jaringan untuk merekrut perwira sehingga diproyeksikan menduduki jabatan Komandan
KRI. Dalam rekrutmen ini, ia memberikan syarat bagi yang pernah duduk sebagai
Panglima KRO untuk memberikan uang terima kasih dan terkumpul melalui Panglima
KRI paling junior Rp. 1 juta menjadi Rp. 5 juta untuk pimpinan yang membantu
memuluskan posisi.

Salah satunya pada tahun 2012 ia menerima Rp 25 juta dari Panglima KRI. 'Uang
terima kasih' per bulan dianggap sebagai ucapan terima kasih atas kelancaran menjadi
Panglima KRI dan akta ini sudah berlangsung bertahun-tahun.

Lambat laun, aksi Letnan Kolonel HA diketahui pimpinan. Letnan Kolonel HA


kemudian diproses menggunakan hukum militer, menyatakan bahwa terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan
wewenang. Dipidana dengan pidana penjara selama 4 bulan dengan masa percobaan 6
bulan dengan perintah tidak akan dilayani kecuali nanti ada putusan hakim yang
menetapkan sebaliknya karena terpidana melakukan tindak pidana atau melanggar Pasal
3 UU Disiplin Militer sebelum masa percobaan 6 bulan berakhir,” ujar majelis hakim.

Duduk sebagai ketua majelis Kolonel Chk Tama Ulinta dengan anggota Kolonel
Faridah Faisal dan Kolonel Hari Aji Sugianto. Leganya Kolonel AH sudah 3 tahun tidak
bekerja. Kolonel AH juga mendapat penghargaan karena menangkal kapal nelayan asing
di ZEE Natuna dan mendapat penghargaan dari Menteri Susi Pudjiastuti. Letkol HA juga
terlibat dalam pencarian dan evakuasi AirAsia QZ8501 di Selat Karimata.

“Terdakwa merasa memiliki kekuatan dalam dirinya dan mengharapkan balasan


dari orang-orang tertentu yang telah ditempatkan pada jabatannya. Sifat perbuatan
terdakwa menunjukkan arogansi terdakwa sebagai atasan sehingga bertindak tidak sesuai
dengan norma. dan aturan kehidupan militer,"8

8
Saputra, Andi. Letkol HA Dihukum karena Penyalahgunaan Kekuasaan. Januari 28, 2020.
http://www.news.detik.com (accessed Desember 29, 2022).
Dalam menjalankan kewenangan tersebut, ada kewajiban bagi pejabat publik
untuk mematuhi aturan hukum. Sebab, sebagaimana dikemukakan Artidjo Alkostar12
bahwa munculnya korupsi tidak terlepas dari kekuasaan yang tidak terkendali atau
penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, ada batasan-batasan yang harus dipatuhi
oleh pemegang wewenang. Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
bahwa kewenangan dibatasi oleh jangka waktu atau tenggang waktu, luas wilayah
kewenangan, dan ruang lingkup bidang atau materi kewenangan. Badan dan/atau pejabat
pemerintah yang masa jabatan atau tenggang waktunya telah habis tidak dibenarkan
dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan. Oleh karena itu, menurut Pasal 17
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 disebutkan bahwa Instansi dan/atau Pejabat
Pemerintah dilarang menyalahgunakan kewenangannya. Larangan penyalahgunaan
wewenang meliputi: a) larangan melampaui wewenang; b) larangan mencampur otoritas;
dan/atau c) larangan untuk bertindak sewenang-wenang.

Selanjutnya dalam Pasal 18 disebutkan bahwa:

1) Badan dan/atau pejabat Pemerintah dikategorikan melampaui kewenangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat huruf a apabila keputusan dan/atau
tindakan yang dilakukan:
a. melampaui masa jabatan atau masa berlaku kewenangan;
b. melampaui batas-batas wilayah tempat kewenangan itu berlaku; dan/atau
c. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Badan dan/atau pejabat pemerintah dikategorikan membingungkan kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila keputusan
dan/atau tindakan yang dilakukan:
a. di luar lingkup bidang atau materi kewenangan yang diberikan; dan/atau
b. bertentangan dengan tujuan kewenangan yang diberikan.
3) Badan dan/atau pejabat Pemerintah dikategorikan bertindak sewenang-wenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila keputusan
dan/atau tindakan yang dilakukan:
a. tanpa dasar kewenangan; dan/atau
b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Dalam hal suatu keputusan dikeluarkan di luar kewenangannya, dalam Pasal 19
disebutkan bahwa:

1) Keputusan dan/atau tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan dengan


melampaui kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf
a dan Pasal 18 ayat (1) serta Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan
dan/atau dilakukan secara sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 18 ayat (3) tidak sah apabila telah diuji
dan terdapat Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
2) Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan
mencampurkan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf b dan Pasal 18 ayat (2) dapat dibatalkan apabila telah teruji dan terdapat
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk
mengawasi instansi dan/atau pejabat pemerintah dalam menjalankan
kewenangannya, dibentuk APIP.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 20 yang menyatakan bahwa:

1) Pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 dilakukan oleh aparatur pengawasan intern
pemerintah.
2) Hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa: a. tidak ada kesalahan; b. ada kesalahan administrasi; atau
c. terjadi kesalahan administrasi yang merugikan keuangan negara.
3) Apabila hasil pengawasan aparatur dalam negeri berupa kesalahan administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan tindak lanjut berupa
perbaikan administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Apabila hasil pengawasan aparatur dalam negeri berupa kesalahan administrasi
yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c, kerugian keuangan negara tersebut dikembalikan paling lama 10
(sepuluh) hari kerja setelah keputusan dibuat dan hasil pengawasan diterbitkan.
5) Pengembalian kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditanggung
oleh Badan Pimpinan, apabila kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c terjadi bukan karena unsur penyalahgunaan wewenang.
6) Pengembalian kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibebankan
kepada Pejabat Pemerintah, apabila kesalahan administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi karena adanya unsur penyalahgunaan
wewenang. 9

Berdasarkan ketentuan di atas tampak bahwa pejabat tata usaha negara dilarang
menyalahgunakan wewenangnya. Dalam mengawasi pejabat tata usaha negara dalam
menjalankan kewenangannya dibentuklah APIP. Dalam hal ini, APIP diberikan
kewenangan untuk menyelesaikan penyalahgunaan wewenang tersebut. Selain
penyelesaian melalui APIP, mekanisme penyelesaian dapat dilakukan dengan
mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 21 UU No. 30 Tahun
2014). Dimana apabila penyalahgunaan wewenang mengakibatkan kerugian negara,
maka pejabat tata usaha negara harus mengembalikan kerugian negara tersebut paling
lama 10 hari kerja sejak keputusan dan hasil pengawasan diumumkan. Secara yuridis,
adanya suatu keputusan APIP adalah sah dan mengikat, karena dibuat oleh pejabat tata
usaha negara. Begitu juga dengan putusan PTUN, juga sah dan mengikat. Oleh karena
itu, baik keputusan APIP maupun keputusan PTUN harus dihormati dan dipatuhi13.
Dalam penyelesaian penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara diatur
juga dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 1 angka 22 UU
No. 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa: Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan
uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti sebagai akibat perbuatan melawan
hukum, baik disengaja maupun lalai.

Kasus di atas adalah bentuk dari penyalahgunaan wewenang (detournement de


pouvoir) oleh petugas publik, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan
kelompok yang dirugikan banyak pihak dan negara. Dalam hal perkembangan para
pelaku penyalahgunaan wewenang, terutama yang memiliki posisi melekat pada
kekuasaan, untuk itu kita membutuhkan sebuah kesadaran tanggung jawab sosial dalam
memberantas penyalahgunaan wewenang dengan melibatkan semua pihak.

Potensi yang ada dimulai dari unsur aparaturnya penegakan hukum, birokrasi dan
anggota masyarakat untuk bekerja sama serta kebutuhan untuk melakukan pendekatan
perubahan melalui kriminologi, sosiologi, dan yuridis formal. Oleh karena itu jumlah

9
Panjaitan, Marojahan JS. "Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang yang Menimbulkan Kerugian
Negara Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan ." Hukum Lus Quia Lustum fakulty Of Law, 2017: 8.
kasus penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) penyalahgunaan dalam
bentuk lainnya, yang tidak sedikit, dibutuhkan sosiologi hukum sebagai upaya penegakan
hukum dan perlindungan terhadap berbagai kepentingan ada di masyarakat, khususnya
di ruang lingkup masyarakat, dalam rangka tidak terjadi penyalahgunaan kepentingan
dan kekuasaan.

C. PEMALSUAN DOKUMEN
1. Polres Tanjung Priok Bongkar Kasus Pemalsuan Dokumen KTP dan
Ijazah

Polres Pelabuhan Tanjung Priok membongkar kasus pemalsuan dokumen di


media sosial. Pengungkapan kasus tersebut berawal dari patroli siber dan penemuan akun
Facebook yang menawarkan dan melayani pembuatan dokumen yang diduga palsu. “Tim
yang melakukan patroli siber menemukan akun Facebook “DF” yang menawarkan dan
melayani pembuatan dokumen yang diduga palsu,” kata Kapolsek Pelabuhan Tanjung
Priok Ajun Komisaris Besar Putu Kholis Aryana dalam keterangan yang diterima, Senin
(28/3/2022).

Dalam membongkar kasus praktik pemalsuan dokumen, kata Putu Kholis,


pihaknya telah menangkap seorang tersangka berinisial DF. Menurut dia, dokumen yang
dipalsukan mulai dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), ijazah SMA hingga Perguruan
Tinggi, dan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Menurut Putu Kholis, saat mengungkap kasus ini, pihaknya berpura-pura


memesan KTP dengan biaya Rp. 400.000. Kemudian setelah surat perintah dibuat dan
diperiksa, ternyata KTP yang dipesan penyidik palsu atau tidak sah. "Ternyata benar KTP
yang dibuat pelaku berinisial DF diduga palsu," kata Putu Kholis.

Kemudian penyidik kembali memesan pembuatan KTP, Jumat (18/3). Kemudian


penyidik langsung melakukan pembayaran melalui transfer dengan jumlah yang sama
dengan pesanan pertama. Keesokan harinya, Sabtu (19/3), pihaknya menangkap seorang
pria bernama DF saat hendak mengirim paket dokumen palsu di kantor kurir JNE di Jalan
Ciapus Raya Bogor, Jawa Barat. "Tersangka meraup untung Rp 14 juta dalam seminggu.
Tersangka ditangkap dan barang bukti dibawa ke Polsek Kali Baru untuk diproses lebih
lanjut," ujar Putu Kholis.
Barang bukti yang disita berupa empat buah bukti transfer ke rekening BCA atas
nama DF. KTP palsu, 12 KTP siap pakai yang diduga palsu, satu unit merk Redmi tipe
Note 8, warna hitam, SIM card, satu kartu ATM BCA atas nama DF, dua alat pemotong
kertas. Plastik laminating, satu buah mesin laminating merk Needtek warna hitam tipe L-
225N dan lain-lain. “Modusnya menerima pembuatan surat palsu melalui Facebook dan
membuat surat palsu untuk mencari keuntungan,” ujarnya. Akibat perbuatannya,
tersangka dijerat Pasal 263 ayat 1e KUHP. Tersangka diancam dengan pidana penjara
paling lama enam tahun.10

Salah satu upaya penanggulangan kejahatan ini adalah dengan menggunakan


hukum pidana dengan sanksi berupa hukuman. Namun, upaya ini masih sering
dipertanyakan. Perbedaan peran pelaku dalam menangani masalah kejahatan ini telah
berlangsung selama ratusan tahun dan upaya untuk mengendalikan tindakan anti sosial
dengan menjatuhkan hukuman pidana terhadap seseorang yang bersalah melanggar
peraturan pidana, merupakan masalah sosial yang memiliki dimensi hukum yang
penting. Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai upaya untuk
mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Selain
itu, karena tujuan untuk mencapai kesejahteraan umum secara umum, kebijakan
penegakan hukum ini juga termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala upaya
yang rasional untuk mencapai kesejahteraan umum. suatu keniscayaan. Tidak ada yang
mutlak dalam bidang kebijakan, karena pada hakekatnya dalam urusan kebijakan
masyarakat dihadapkan pada masalah mengevaluasi dan memilih kebijakan dari berbagai
alternatif.

Dengan demikian, masalah pengendalian atau penanggulangan kejahatan dengan


menggunakan hukum pidana bukan hanya masalah sosial, tetapi juga masalah kebijakan.
Selain sebagai masalah kemanusiaan, kriminalitas atau kriminalitas juga merupakan
masalah sosial, bahkan dinyatakan sebagai masalah sosial tertua. Menghadapi masalah
ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Upaya penanggulangan
kejahatan termasuk dalam kerangka kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal merupakan
upaya rasional suatu negara untuk menanggulangi kejahatan. Upaya ini pada hakekatnya
adalah perlindungan masyarakat yang tujuannya untuk mencapai kesejahteraan.
Pencegahan kejahatan dengan menggunakan sanksi pidana merupakan cara yang paling

10
Mansur, Ali. Polres Tanjung Priok Bongkar Kasus Pemalsuan Dokumen KTP dan Ijazah. Maret 28,
2022. http://www.republika.co.id (accessed Desember 30, 2022).
tua, setua peradaban manusia itu sendiri. Ada juga yang menyebut sebagai kontrol filsafat
yang lebih tua. Dilihat sebagai masalah kebijakan yang ditangani, dicegah atau
dikendalikan dengan menggunakan sanksi pidana. Ada anggapan sementara bahwa
penjahat atau pelanggar hukum pada umumnya tidak perlu dihukum. Menurut pendapat
tersebut, hukuman adalah peninggalan kebiadaban masa lalu yang harus dihindari.
Pendapat ini tampaknya didasarkan pada pandangan bahwa hukuman adalah tindakan
perlakuan kejam atau pemaksaan penderitaan.

Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pemalsuan e-KTP yaitu


pertanggungjawaban pidana pemalsuan e-KTP masih perlu diatur pertanggungjawaban
mutlak karena pelaku pembuatan e-KTP palsu dan pengguna e-KTP palsu saling terkait.
Pemidanaan merupakan isu terpenting dari kebijakan pemidanaan untuk mendukung
tercapainya tujuan, yaitu pencegahan tindak pidana pemalsuan e-KTP. Penanggulangan
tindak pidana pemalsuan e-KTP perlu diimbangi dengan pembenahan dan
pengembangan budaya, struktur dan substansi hukum pidana. Kebijakan hukum pidana
terhadap tindak pidana pemalsuan e-KTP yaitu kebijakan hukum pidana ke depan untuk
menangani tindak pidana pemalsuan e-KTP memerlukan reformasi hukum pidana yang
harus memperhatikan rumusan hukum pidana, pertanggungjawaban pidana serta
hukuman. Kebijakan sanksi pidana dalam menangani tindak pidana pemalsuan e-KTP
harus memperhatikan harmonisasi internal dengan sistem hukum pidana atau aturan
pidana umum yang berlaku.

Pengaturan pemalsuan surat dalam pemalsuan surat diatur dalam Bab XII buku
II KUHP, pasal 263 sampai dengan pasal 276 mengatur tentang sanksi pidana yang
serendah-rendahnya, sehingga sekalipun sanksi pidananya paling berat diantara yang
lainnya namun tidak menutup kemungkinan hakim memutus dengan mengabulkan sanksi
ringan bagi pelakunya karena akan menimbulkan sesuatu disparitas kriminal. Sehingga
diperlukan ancaman sanksi yang minimal Pemalsuan surat (valschheid in gescheriften)
diatur dalam Bab XII buku II KUHP, dari Pasal 263 sampai dengan 276 guna
menciptakan kepastian hukum.

Pertanggungjawaban dalam KUHP tentang tindak pidana pemalsuan e-KTP,


dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman. Karena dalam KUHP
pertanggungjawaban pidana hanya kepada pelakunya, sedangkan terhadap lembaga yang
memproduksi dan mendistribusikan e-KTP tidak diatur. Karena itu terhadap tindak
pidana pemalsuan e-KTP harus menggunakan KUHP. Perlu ditekankan penerapan
pidana penjara dan denda terhadap pemalsuan e-KTP yang semakin canggih.
REFERENCES

Jawade Hafidz Arsyad. Korupsi Dalam Perspektif HAN. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Mansur, Ali. Polres Tanjung Priok Bongkar Kasus Pemalsuan Dokumen KTP dan
Ijazah. Maret 28, 2022. http://www.republika.co.id (accessed Desember 30,
2022).

Muhammad Zainul Arifin, Irsan. "Korupsi Perizinan Dalam Perjalanan Otonomi Daerah
Di Indonesia." Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, 2019.

Panjaitan, Marojahan JS. "Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang yang Menimbulkan


Kerugian Negara Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan ." Hukum Lus
Quia Lustum fakulty Of Law, 2017.

Saputra, Andi. Letkol HA Dihukum karena Penyalahgunaan Kekuasaan. Januari 28,


2020. http://www.news.detik.com (accessed Desember 29, 2022).

Anda mungkin juga menyukai