Anda di halaman 1dari 23

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


Tanah yang ada di permukaan bumi mempunyai karakteristik dan sifat
yang berbeda-beda, sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi perekayasa
konstruksi untuk memahami perilaku tanah yang dihadapi dalam perencanaan
konstruksi dengan jalan melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap sifat-
sifat yang dimiliki tanah, yang tentunya hasilnya tidak mutlak tepat dan benar
akan tetapi paling tidak kita dapat melakukan pendekatan secara teknis yang dapat
dipertanggungjawabkan akurasinya dalam perencanaan konstruksi. Dalam
pengertian teknik secara umum tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri
dari butiran-butiran mineral padat yang tidak tersegmentasi (terikat secara kimia)
antara satu dengan yang lainnya dan merupakan partikel padat hasil penguraian
bahan organik yang telah lapuk yang berangkai dengan zat cair dan gas sebagai
pengisi ruang-ruang kosong antar partikelnya. Sehingga dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa tanah sangatlah penting untuk diketahui sifat-sifat
karakteristiknya dalam beberapa penanganan masalah khususnya dalam hal ini
adalah masalah penanganan kelongsoran, dimana hal tersebut dilakukan guna
untuk mengetahui penanganan apa yang tepat yang harus dilakukan dilongsoran
tersebut dengan melihat kondisi tanah yang sudah diketahui.
Daerah berpotensi longsor adalah daerah di mana kondisi geologinya tidak
menguntungkan. Daerah ini sangat peka terhadap gangguan luar, baik yang
bersifat alami maupun aktivitas manusia yang merupakan faktor pemicu gerakan
tanah (longsoran). Longsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah dari
kedudukan semula akibat dari karena pengaruh gravitasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi dasar dasar penanganan
pada longsoran adalah kedalaman, aktivitas atau kecepatannya, dan macam
material tanah perlu dibedakan antara tanah (lempung, lanau, pasir, kerikil atau
campuran, residual, koluvial dan seterusnya). Daerah kajian tugas akhir adalah
daerah lereng pada jalan yang berbukit-bukit yang dilalui oleh lalu-lintas

9
BAB II Tinjauan Pustaka 10

kendaraannya cukup padat dikarenakan jalan tersebut merupakan jalan nasional


sehinggga dikhawatirkan akan terjadi dampak bencana longsor yang lebih parah
jika dibiarkan berlarut-larut. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya
longsoran yang lebih parah pada lereng tersebut diperlukan penanganan mengenai
stabilitas lereng.

2.2 Penyelidikan Tanah


Penyelidikan di lapangan adalah pokok untuk memutuskan apakah suatu
usulan pekerjaan rekayasa layak/patut dan cukup secara ekonomis untuk
direncanakan. Penyelidikan lapangan sangat perlu untuk menganalisa keamanan
atau kasus keruntuhan pekerjaan yang ada, untuk memilih bahan-bahan dan
menentukan metoda konstruksi untuk direncanakan yang kemudian dilaksanakan.
Penyelidikan tanah dilakukan untuk mengetahui parameter tanah yang dalam hal
ini antara lain adalah kompisisi tanah (soil properties), sifat-sifat teknik tanah
(soil engineering) serta kandungan mineralogi yang dimiliki oleh tanah.
Pengetahuan akan paremeter-parameter tanah tersebut sangat di perlukan untuk
perencaanan awal desain stabilisasi tanah. Metoda penyelidikan lapangan sangat
luas dalam lingkungan proyek rekayasa dan macam lapangan. Pada umumnya,
beberapa penyelidikan akan dimulai dengan mengumpulkan dan mempelajari
semua data tentang keadaan tanah dan kondisi geologi di lapangan.

2.2.1 Pekerjaan Sondir


Pekerjaan sondir dilakukan untuk mendapatkan data tingkat kekuatan
tanah/kekerasan tanah lapisan tanah, pekerjaan ini dilakukan dengan alat Sondir
atau Cone Penetrometer Test (CPT). Hasil CPT disajikan dalam bentuk diagram
sondir yang mencatat nilai tahan konus dan friksi selubung, tes ini dapat
menentukan lapisan tanah berdasarkan pada korelasi tahanan ujung konus dan
daya lekat tanah setiap kedalam sondir, kemudian dapat digunakan untuk
mengetahui elevasi tanah lapisan keras dan menghitung daya dukung pondasi
yang diletakkan pada tanah tersebut. Untuk mengetahui tingkat kekerasan pada

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 11

lapisan tanah dan untuk mengetahui perkiraan jenis lapisan tanah berdasarkan data
sondir diperlihatkan pada contoh seperti tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.1 Tingkat kekerasan tanah

qc ( kg/cm2) Konsistensi Tanah

<6 Sangat Lunak


6-12 Lunak
12-24 Sedang
24 – 45 Liat
45 – 75 Sangat liat
> 75 Keras
Sumber : Buku Sondir POLBAN

Tabel 2.2 Perkiraan jenis lapisan tanah

FR (%) PERKIRAAN JENIS TANAH

< 0,5 Kerikil


0,5 – 2 Pasir
2–5 Lanau / Lempung Pasiran
>5 Lempung
Sumber : Buku Sondir POLBAN

2.2.2 Pemboran
Pemboran dapat dilakukan dengan mesin atau manual, pemboran
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sampel tanah undisturbed (tidak
terganggu) Sedangkan maksud dilakukan pekerjaan pemboran adalah guna
mengidentifikasikan jenis setiap lapisan tanah, mengetahui nilai kekerasan tanah
sampai pada kedalaman yang ditetapkan, sehingga dapat digunakan dalam
perencanaan pondasi pada stabilisasi lereng.

2.2.3 Uji Lab


Dari hasil sampel tanah yang didapat pada pemboran yang dilakukan dapat
digunakan untuk mencari parameter tanah (engineering properties) melalui

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 12

serangkaian tes laboratorium (uji lab), berikut akan dijelaskan beberapa nilai
engineering properties dari tanah diantaranya:
A. Kadar air (w)
Tujuan dari pencarian kadar air adalah untuk mengukur kadar air suatu
contoh tanah. Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang
terkandung dalam tanah dengan berat butir tanah tersebut, dan dinyatakan dalam
persen. Dan berikut merupakan tabel 2.3 nilai kadar air yang dikorelasikan dengan
tipe tanah yang diselidiki yang tercantum dibuku job sheet uji tanah POLBAN:

Tabel 2.3 Nilai kadar air yang dikorelasikan dengan tipe tanah

Keadaan air
dalam keadaan
jenuh
Tipe tanah
()

Pasir lepas dengan butiran seragam 30

Pasir padat dengan butiran seragam 16

Pasir berlanau yang padat dengan butiran


25
bersudut

Pasir berlanau lepas dengan butiran


15
bersudut

Lempung kaku 21

Lempung lembek 30 - 50

Tanah 25

Lempung organik lembek 90 –120

Glcia till 10

B. Specific gravity (Gs) atau berat jenis tanah


Tujuannya adalah untuk menentukan harga berat jenis (Spesifik Gravity) dari
contoh tanah yang diuji di laboratorium dengan cara membandingkan berat tanah
tersebut dengan volumenya. Berikut pada tabel 2.4 merupakan korelasi nilai berat
isi tanah dengan jenis tanah.

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 13

Tabel 2.4 Nilai berat jenis yang dikorelasikan dengan tipe tanah
Jenis Tanah Berat Jenis, Gs
Kerikil 2.65 2.68
Pasir 2.65 2.68
Lanau anorganik 2.62 2.68
Lempung anorganik 2.58 2.65
Lempung organik 2.68 2.75
Sumber : http://listiyonobudi.blogspot.com/2011/08/pengujian-berat-jenis-tanah.html

C. Berat isi (γ)


Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat isi tanah adalah
berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah,
dinyatakandalam g/cm3 (g/cc). Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu
titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur
tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Agus et al. 2006).
Berikut pada tabel 2.5 merupakan korelasi nilai berat isi tanah dengan jenis tanah:

Tabel 2.5 Nilai berat isi yang dikorelasikan dengan tipe tanah
Jenis Tanah Berat Isi (γ) g/cm3
Lanau lempung 1.575 – 1.715
Satuan pasir-pasir lanauan 1.66
Satuan batu pasir, batu lempung-napal 1.49
Batuan basal 1.57
Sumber : http://adekoer.wordpress.com/2010/05/03/berat-isi-tanah-dan-berat-jenis-tanah/

2.3 Lereng
Lereng merupakan suatu kondisi permukaan tanah di mana terdapat
perbedaan elevasi antara satu daerah dengan daerah yang lain dan membentuk
kemiringan tertentu. Berdasarkan asal pembentukannya, lereng terbagi menjadi 2
macam, yaitu
a. Lereng Alam
Menurut Buku 1 Petunjuk Umum Penanganan Lereng Jalan Departemen
Pekerjaan Umum, (2005) Lereng alam (natural slope) adalah Lereng yang tidak

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 14

ada perlakuan atau penanganan terhadap lereng tersebut baik berupa penanganan
kemiringan atau penambahan suatu konstruksi. Dalam kontek perencanaan teknik
jalan, lereng alam sering dijumpai pada kawasan dengan topografi berbukit atau
pegunungan , di mana posisi badan jalan berada pada posisi tanah asli (existing
ground).yang berada di sisi sebuah bukit atau elevasi badan jalan berada pada
lereng bukit yang sebagian digali / dipotong untuk posisi badan jalan. Berikut
pada gambar 2.1 merupakan ilustrasi keberadaan lereng alam dalam konteks
perencanaan teknis jalan di mana badan jalan berada pada samping lereng alam.

Sumber: Buku 1 no: 02-1/BM/2005 , penanganan lereng jalan


Gambar 2.1 Ilustrasi Keberadaan Lereng Alam Dalam Konteks Perencanaan Teknis
Jalan Dimana Badan Jalan Berada Pada Samping Lereng Alam.

b. Lereng Buatan
Menurut Buku 1 Petunjuk Umum Penanganan Lereng Jalan Departemen
Pekerjaan Umum, (2005) Lereng buatan (man made slope) adalah lereng yang
terjadi akibat terbentuknya daerah galian atau timbunan lereng buatan dibentuk
dengan penanganan konstruksi yaitu lereng yang hanya mengandalkan kemiringan
dan tinggi kritis berdasarkan karakteristik tanah pembentuk lereng tersebut, baik
struktur maupun non struktur. Berikut pada gambar 2.2 merupakan ilustrasi
keberadaan lereng buatan akibat galian dalam konteks perencanaan teknis jalan
dimana permukaan badan jalan berada dibawah permukaan tanah asli.

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 15

Sumber: Buku 1 no: 02-1/BM/2005 , penanganan lereng jalan


Gambar 2.2 Ilustrasi Keberadaan Lereng Buatan Akibat Galian Dalam Konteks
Perencanaan Teknis Jalan Dimana Permukaan Badan Jalan Berada
Dibawah Permukaan Tanah Asli.

2.3.1 Kelongsoran lereng


Kelongsoran tanah merupakan proses perpindahan massa tanah secara
alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tanah ini
terjadi karena perubahan keseimbangan daya dukung tanah, dan akan berhenti
setelah mencapai keseimbangan yang baru. Longsoran umumnya terjadi jika
tanah sudah tidak mampu lagi menahan berat lapisan tanah di atasnya karena
ada penambahan beban pada permukaan lereng sehingga daya ikat antara
butiran tanah menjadi berkurang dan mengakibatkan menurunnya kuat geser
tanah dan peningkatan tegangan geser tanah.
Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang
mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya
yang turut berpengaruh, yaitu :
a. Curah Hujan
Air hujan yang masuk ke dalam tanah dalam periode yang relatif lama,
membuat tanah menjadi jenuh (saturated) dan mengakibatkan longsor .
b. Erosi
Air dan angin yang secara terus menerus mengikis lereng baik pada
Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng
Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 16

lereng buatan manusia maupun alami menyebabkan terjadinya perubahan


geometri lereng, sehingga akhirnya tanah tersebut longsor.
c. Gempa
Gempa menimbulkan gaya dinamik khususnya gaya tegangan geser yang
akan mengurangi kekuatan dan kekakuan lapisan tanah.
d. Beban luar
Beban luar yang berlebihan pada lereng mendorong lereng untuk
mengalami pergerakkan dan mengakibatkan kelongsoran.
e. Penurunan muka air secara tiba-tiba
Sebagai contoh dari penurunan muka air secara tiba-tiba adalah penurunan
muka air tanah di sisi depan waduk yang menyebabkan tekanan air tanah di
belakang waduk akan meningkat karena tekanan air pori tidak terdisipasi,
sehingga mengakibatkan terjadi kenaikan tegangan lateral di belakang waduk
yang pada akhirnya menjadi gaya pendorong kelongsoran pada tubuh waduk.
f. Aktifitas Konstruksi
Kegiatan konstruksi di sekitar kaki lereng sering menyebabkan terjadinya
kelongsoran karena hilangnya perlawanan gaya ke samping. Aktivitas konstruksi
dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
 Galian lereng
Ketika galian terjadi, tegangan total akan menghilang dan menghasilkan
tekanan pori-pori air negatif dalam tanah. Seiring dengan waktu, tekanan pori-
pori negatif akan menghilang karena berkurangnya tekanan efektif dan juga
sebagai akibat dari menurunnya gaya geser dalam tanah. Pada saat gaya
geser tanah menurun, kelongsoran rentan terjadi.
 Timbunan lereng
Timbunan lereng biasanya berupa konstruksi tanggul. Tanah yang berada
diatas timbunan selanjutnya disebut sebagai pondasi tanah. Jika pondasi tanah
tersebut jenuh, maka tekanan pori-pori air positif akan diturunkan dari berat
timbunan dan proses pemadatan. Tekanan efektif berkurang sebagai akibat
berkurangnya gaya geser. Dan seiringnya waktu, tekanan pori-pori air positif

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 17

akan menghilang dan tekanan efektif akan meningkat seiring dengan


meningkatnya gaya geser dalam tanah. Kegagalan konstruksi biasanya terjadi
selama ataupun sesudah konstruksi.
Kelongsoran tanah banyak terjadi di perbukitan yang memiliki ciri-ciri :
Kecuraman lereng lebih dari 30 derajat
Curah hujan tinggi
Tanah lereng terbuka yang dimanfaatkan sebagai pemukiman, lading,
sawah atau kolam.
Menurut Giani (1992) akibat dari ketidakstabilan lereng, dapat berupa
longsoran, runtuhan, guguran, aliran dan kombinasi dari berbagai gerakan
tersebut. Semua bentuk gerakan tersebut, umumnya dipengaruhi oleh formasi
geologi yaitu lapisan batuan, dan pelapukan batuan dan tanah.

2.3.2 Jenis-Jenis Gerakan Kelongsoran Tanah


Jenis-jenis gerakan kelongsoran tanah yang biasanya terjadi selama ini,
yakni:
a. Kelongsoran translasi
Kelongsoran translasi merupakan peristiwa yang terjadi pada bidang
lemah. Umumnya terjadi pada tanah berbutir kasar. Seperti yang diperlihatkan
pada gambar 2.3 berikut ini:

Sumber : http://www.google.com/
Gambar 2.3 Kelongsoran Translasi
b. Kelongsoran rotasi
Kelongsoran rotasi merupakan peristiwa kelongsoran yang terjadi pada

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 18

tanah berbutir halus dan mempunyai titik putaran pada sumbu bidang yang
paralel dengan lereng. Potongannya dapat berupa busur lingkaran dan kurva
bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran berupa busur lingkaran
berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen,dan kelongsoran bukan
lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang tidak homogen. Seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.4 berikut ini:

Sumber : http://www.google.com/
Gambar 2.4 Kelongsoran Rotasi

Jenis-jenis kelongsoran rotasi yang sering terjadi :


1. Kelongsoran dasar (base slide), kelongsoran yang bidang kelongsorannya
membentuk bidang busur lingkaran pada seluruh bidang lereng. Pada
umumnya disebabkan karena terdapatnya suatu lapisan lunak pada lapisan
atas tanah yang keras.
2. Kelongsoran lereng (slope slide), kelongsoran yang permukaan
kelongsorannya sampai bidang lereng dan belum melewati ujung kaki lereng.
3. Kelongsoran ujung kaki lereng (toe slide), kelongsoran yang permukaan
bidang kelongsorannya melalui ujung kaki lereng. Berikut akan disajikan
model kelongsoran rotasi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.5 berikut
ini:

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 19

Gambar 2.5 Jenis-jenis kelongsoran rotasi

c. Kelongsoran Kombinasi
Kelongsoran kombinasi merupakan kelongsoran yang terjadi akibat
kombinasi kelongsoran translasi dan kelongsoran rotasi, biasa terjadi pada
batuan yang sudah lapuk. Model kelongsoran kombinasi seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.6 berikut ini:

Gambar 2.6 Kelongsoran kombinasi

d. Jatuhan bebas
Jatuhan bebas atau rolling merupakan peristiwa jatuhnya massa tanah atau
batu yang disebabkan oleh hilangnya kontak dengan permukaan tanah. Model
jatuhan bebas seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.7 berikut ini:

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 20

Sumber : Pd T-09-2005-B
Gambar 2.7 Tipe Jatuhan
e. Jungkiran
Jungkiran atau topless merupakan peristiwa yang terjadi akibat adanya
momen guling yang bekerja pada suatu titik putar di bawah suatu titik
massa. Peristiwa jungkiran ini biasa terjadi pada batuan yang mempunyai
banyak kekar atau garis putus-putus. Model jungkiran seperti yang diperlihatkan
pada gambar 2.8 berikut ini:

Sumber : Pd T-09-2005-B
Gambar 2.8 Tipe Jungkiran

f. Aliran
Aliran merupakan peristiwa dimana pola kelongsorannya terjadi seperti
prilaku air mengalir, di mana tanah yang jenuh air mengalir ketempat yang lebih
rendah bersama air. Model aliran seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.9
berikut ini:

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 21

Keterangan : Gambar arsiran menunjukkan bentuk keruntuhan yang tidak berpola.


Gambar 2.9 Tipe Aliran

2.3.3 Stabilitas Lereng


Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu
penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada
tanah dapat terjadi akibat gerak relatif antar butirnya. Karena itu kekuatannya
tergantung pada gaya yang bekerja antar butirnya, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kekuatan geser terdiri atas :
1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah dan ikatan
butirnya.
2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif
yang bekerja pada bidang geser.
Dalam menganalisa stabilitas lereng harus ditentukan terlebih dahulu faktor
keamanan (FK) dari lereng tersebut. Secara umum faktor keamanan didefinisikan
sebagai perbandingan antara gaya penahan dan gaya penggerak longsoran.

Analisis kestabilan lereng dapat dihitung dengan menghitung momen


penahan dan momen penggerak pada lingkaran longsoran. Nampak pada gambar
2.10 menjelaskan bahwa bidang gesek sepanjang bidang gelincir akan berlawanan
arah dengan arah gerak masa tanah.

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 22

Gambar 2.10 Mekanika pada sebuah bidang longsoran rotasi


(Metoda Lengkung Swedia, untuk φu=0)

Keterangan :
r : Jari – jari lingkaran kelongsoran
T : Jumlah gaya geser dari bidang longsoran
X : Jarak titik berat massa ke titik pusat lingkaran
w : Berat massa di atas lingkaran longsoran
Pada dasarnya untuk meningkatkan stabilitas lereng ada dua pendekatan
yang biasa diterapkan dalam penanganan longsoran, dengan menaikan angka
keamanan, diantaranya yaitu:
a. Memperkecil gaya penggerak / momen penggerak.
Gaya dan momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan merubah
bentuk lereng, yaitu dengan membuat lereng lebih datar dengan cara
mengurangi sudut kemiringan dan memperkecil ketinggian lereng.
b. Memperbesar gaya penahan / momen penahan.
Untuk memperbesar gaya penahan, dapat dilakukan dengan
menerapkan beberapa metode perkuatan tanah, diantaranya konstruksi
penahan seperti dinding penahan tanah, tiang, atau timbunan pada kaki
lereng.

2.4 Penanggulangan longsor


Penanggulangan longsor tergantung pada tipe dan sifat longsoran tersebut,
serta kondisi lapangan dan geologi yang terdapat pada daerah longsoran. Cara

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 23

penanggulangan longsor dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu


a. Mengubah geometric lereng
b. Mengendalikan air permukaan
c. Mengendalikan air rembesan
d. Penambatan, penambatan dapat dilakukan dengan bronjong, tembok
penahan, pondasi bored pile, tiang pancang
e. Teknik penguatan tanah, teknik penguatan tanah dapat dilakukan
dengan dinding penopang isian batuan, sheet piles, soil nailing,
perkuatan material geosintetik.
Dari beberapa cara untuk penanggulangan longsor tersebut hanya 3 cara
penanggulangan longsor yang akan dijelaskan dikarenakan dalam pemilihannya
alternative penanganannya hanya membandingkan penanganan dengan tembok
penahan, bronjong, pondasi bored pile dan dari ketiga alternative tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
2.4.1 Dinding Penahan Tanah
Tembok penahan merupakan bangunan penambat dari pasangan batu,
beton, atau beton bertulang. Tipe tembok penahan terdiri dari dinding gaya berat,
semi gaya berat dan dinding pertebalan. Tembok penahan harus diberi fasilitas
drainase seperti lubang penetes dan pipa salir yang diberi bahan filter supaya
tidak tersumbat, sehingga tidak menimbulkan tekanan hidrostatis yang besar.
Dibawah ini akan ditampilkan penanganan longsor pada lereng dengan tembok
penahan, sesuai dengan gambar 2.12 berikut ini.

Gambar 2.11 Penanganan longsor pada lereng dengan tembok penahan

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 24

2.4.2 Bronjong
Bronjong merupakan bangunan penambat yang mempunyai struktur
bangunan berupa anyaman kawat yang diisi batu belah. Struktur bangunan
berbentuk persegi dan disusun secara bertangga yang umumnya berukuran 2 x 1 x
0.5 m3. Bronjong adalah struktur yang tidak kaku sehingga dapat menahan
gerakan vertical dan horizontal. Bronjong akan efektif untuk longsoran yang
relatif dangkal tetapi tidak efektif untuk longsoran berantai. Bronjong banyak
digunakan karena material yang digunakan tidak sulit diperoleh dan biayanya
relatif murah. Dibawah ini akan ditampilkan penanganan longsor pada lereng
dengan bronjong, sesuai dengan gambar 2.11 berikut ini.

Gambar 2.12 Penanganan longsor pada lereng dengan bronjong

2.4.3 Pondasi Tiang Bor (Bored pile)


Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya
dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored pile dipasang
ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi
tulangan dan dicor beton. Di bawah ini akan ditampilkan penanganan longsor
pada lereng dengan tiang bor/bored pile, sesuai dengan gambar 2.11 berikut ini.

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 25

Sumber : http://ronymedia.files.wordpress.com/2010/07/m0410151.jpg
Gambar 2.13 Penanganan longsor pada lereng dengan bored pile

2.5 Pondasi Tiang Bor (Bored pile)


2.5.1 Jenis-jenis pondasi bored pile
a) Bored pile lurus untuk tanah keras
b) Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium
c) Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel
d) Bored pile lurus untuk tanah batuan
2.5.2 Fungsi Pondasi Bored pile
Fungsi pondasi tiang bor pada umumnya dipengaruhi oleh besar atau
bobot dan fungsi bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah sebagai
pendukung konstruksi seperti :
1. Transfer beban dari konstruksi bangunan atas (upper structure) ke
dalam tanah melalui selimut tiang dan perlawanan ujung tiang.
2. Menahan daya desak ke atas (up live) maupun guling yang terjadi
akibat kombinasi beban struktur yang terjadi.
3. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non
cohesive).
4. Mengontrol penurunan  yang terjadi pada bangunan terutama pada
bangunan yang berada pada tanah  yang mempunyai penurunan yang
besar.

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 26

Faktor utama yang sering menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan


jenis pondasi adalah biaya dan keandalannya. Keandalan disini merupakan
keyakinan dari ahli pondasi dimana rancangan yang tertulis dalam dokumen
desain akan memperoleh kondisi yang mendekati kondisi lapangan sehingga dapat
memikul beban dengan suatu faktor keamanan yang memadai. Kemajuan-
kemajuan telah diperoleh terhadap informasi mengenai perilaku tiang bor dengan
adanya instrumentasi pada tiang bor yang diuji. Pondasi tiang bor mempunyai
karakteristik khusus karena cara pelaksanaannya yang dapat mengakibatkan
perbedaan perilakunya dibawah pembebanan dibandingkan pondasi tiang
pancang, hal-hal yang mengakibatkan perbedaan tersebut diantaranya adalah:
1. Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang bor dan mengisinya
dengan meterial beton, sedangkan pondasi tiang pancang dimasukkan ke
tanah dengan mendesak tanah disekitarnya (displacement pile)
2. Beton dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa curing di bawah 
permukaan tanah.
3. Kadang-kadang digunakan casing untuk menjaga stabilitas dinding lubang
bor dan dapat pula casing tersebut tidak tercabut karena kesulitan di
lapangan.
4. Kadang-kadang digunakan slurry untuk menjaga stabilitas lubang bor
yang dapat membentuk lapisan lumpur pada dinding galian serta
mempengaruhi mekanisme gesekan tiang dengan tanah.
5. Cara penggalian lubang bor disesuaikan dengan kondisi tanah.

2.5.3 Keuntungan Pemakaian Pondasi Bored pile


Dalam pemilihan fondasi yang digunakan banyak dipertimbangkan
keuntungan apabila memilih fondasi bored pile ini. Keuntungan pemakaian
fondasi bore pile antara lain:

1. Pemasangan tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran yang


membahayakan bangunan sekitarnya
2. Mengurangi kebutuhan beton dan tulangan dowel pada pelat penutup
tiang (pile cap)

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 27

3. Kedalaman tiang dapat divariasikan


4. Tanah dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data laboratorium
5. Tiang bor dapat dipasang menembus batuan
6. Diameter tiang memungkinkan dibuat besar
7. Tidak ada resiko kenaikan muka tanah
8. Penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan
dan pemancangan.

2.5.4 Kelemahan Pemakaian Pondasi Bored pile


Dalam pemakaian pondasi bored pile terdapat beberapa, diantaranya :
1. Pengecoran tiang dipengaruhi kondisi cuaca.
2. Mutu beton hasil pengecoran bila tidak terjamin keseragamannya di
sepanjang badan tiang bor mengurangi kapasitas dukung tiang bor,
terutama bila tiang bor cukup dalam
3. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah
berupa pasir atau tanah yang berkerikil

2.5.5 Metode Pelaksanaan Pondasi Bored pile


Metode pelaksanaan pondasi bore pile ada 3 macam, yaitu metode kering,
metode basah, dan metode casing. Berikut penjelasan perbedaan metode yang
digunakan pada pelaksanaan pondasi bored pile.
2.5.5.1 Metode kering
1. Metode kering cocok digunakan pada tanah diatas muka air tanah yang
ketika di bor dinding lubangnya tidak longsor, seperti lempung kaku
homogen.
2. Metode kering dapat dilakukan pada tanah dibawah muka air tanah,
jika tanahnya mempunyai permeabilitas rendah, sehingga ketika
dilakukan pengeboran, air tidak masuk ke dalam lubang bor saat
lubang masih terbuka
3. Pada metode kering, lubang dibuat menggunakan mesin bor tanpa pipa
pelindung tanpa casing

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 28

4. Dasar lubang bor yang kotor oleh rontokan tanah dibersihkan, tulangan
yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor dan kemudian
dicor
2.5.5.2 Metode Basah
1. Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka air
tanah, sehingga lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak
ditahan.
2. Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan
tanah lempung atau larutan polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam
larutan
3. Jika kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan
dan tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor
yang masih berisi cairan bentonite (Polymer)
4. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang bor dengan pipa tremie,
larutan bentonite akan terdesak dan terangkut ke atas oleh adukan
beton
5. Larutan yang keluar dari lubang bor, ditampung dan dapat digunakan
lagi untuk pengeboran di lokasi selanjutnya.
2.5.5.3 Metode casing
1. Metode ini digunakan jika lubang bor sangat mudah longsor, misalnya
tanah dilokasi adalah pasir bersih di bawah muka air tanah.
2. Untuk menahan agar lubang bor tidak longsor digunakan pipa
selubung baja (Casing)
3. Pemasangan pipa selubung ke dalam lubang bor dilakukan dengan cara
memancang, menggetarkan atau menekan pipa baja sampai kedalaman
yang ditentukan.
4. Sebelum sampai menembus muka air tanah pipa selubung dimasukkan.
5. Tanah di dalam pipa selubung dikeluarkan saat penggalian atau setelah
pipa selubung sampai kedalaman yang diinginkan. Kemudian lubang
bor dibersihkan kemudian tulangan yang telah dirangkai dimasukkan
ke dalam pipa selubung

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 29

6. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang (bila pembuatan lubang


digunakan larutan, maka untuk pengecoran digunakan pipa tremie)
7. Pipa selubung ditarik ke atas, namun kadang-kadang pipa selubung
ditinggalkan di tempat.

2.5.6 Jarak Pondasi Tiang (Bored pile) Dalam Kelompok


Jarak antar pondasi tiang untuk Stabilisasi Lereng (Day, 1999) dapat
dilihat pada tabel 2.6 penentuan panjang spasi tiang dengan cara empirik berikut:

Tabel 2.6 Penentuan panjang spasi tiang dengan cara empirik


Jarak terbesar antar pusat tiang
Jenis Material
(D = diameter tiang)
Batuan utuh Tidak terbatas
Batuan retak (fractured) 4D
Pasir bersih atau kerikil 3D
Pasir kelempungan atau lanau 2D
Lempung sangat plastis 1,5D

2.5.7 Konfigurasi Pengaturan Grup Tiang Dalam Satu Pile Cap


Didalam pelaksanaan pekerjaan pondasi terdapat beberapa konfigurasi
susunan pondasi didalam satu pile cap, pada gambar 2.14 berikut akan dijelaskan
konfigurasi susunan pondasi dalam satu pile cap.
s

s s
6 p i l es

s s

s
s

s s s

Tripl e row f or a wal l

Sumber : Pondasi dalam (M. SHOUMAN, Dipl. Ing. HTL, MT)


Gambar 2.14 Konfigurasi pengaturan grup tiang dalam satu pile cap

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 30

2.5.8 Syarat Tebal Selimut Beton


Syarat tebal penutup beton atau selimut beton untuk beton cor setempat
non pratekan dapat diambil pada tabel 2.7 berikut:

Tabel 2.7 Syarat tebal selimut beton


Tebal
selimut
KOMPONEN STRUKTUR
minimum
(mm)
Beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah: 70

Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca :


- batang D19 hingga D56 50
- batang D16, kawat W31 atau D31 dan yang lebih kecil 40

Beton yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau


tanah : Pelat dinding berusuk :
- batang D44 hingga D56 40
- batang D36 dan yang lebih kecil 20

Balok, kolom :
tulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan spiral 40

Komponen struktur cangkang, pelat lipat :


- batang D19 dan yang lebih besar 20
- batang D16, kawat W31 atau D31 dan yang lebih kecil 15
Sumber : it-aw/s/mk-perenc.konst.gdg/copyright-pnup/2007

2.6 Beban Lalu-lintas Berdasarkan Kelas Jalan


Didalam analisis stabilitas lereng jalan diperlukan data beban kendaraan
yang melintasi dijalan tersebut, menurut buku panduan geoteknik 4 dijelaskan
ukuran beban kendaraan berdasarkan kelas jalannya yaitu sesuai tabel 2.8 berikut:
Tabel 2.8 Ukuran beban kendaraan berdasarkan kelasnya
Kelas Jalan Beban Lalu lintas (Kpa)
I 15
II 12
III 12
Sumber : Panduan geoteknik 4

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat
BAB II Tinjauan Pustaka 31

2.7 Diameter dan Berat Per Meter Baja Tulangan


Pada bagian ini akan dijelaskan diameter dan berat per meter baja tulangan
beton polos seperti tercantum pada tabel 2.9. Dan diameter, ukuran sirip dan berat
per meter baja tulangan beton sirip seperti tercantum pada tabel 2.10.

Tabel 2.9 Ukuran baja tulangan beton polos

Sumber : SNI 07-2052-2002

Tabel 2.10 Ukuran baja tulangan beton sirip

Sumber : SNI 07-2052-2002

Perencanaan Penanganan Kelongsoran dengan Pondasi Bored pile Pada Lereng


Jalan Sumedang-Cijelag KM 62+300 Provinsi jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai