STUDI PUSTAKA
9
BAB II Tinjauan Pustaka 10
lapisan tanah dan untuk mengetahui perkiraan jenis lapisan tanah berdasarkan data
sondir diperlihatkan pada contoh seperti tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.1 Tingkat kekerasan tanah
2.2.2 Pemboran
Pemboran dapat dilakukan dengan mesin atau manual, pemboran
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sampel tanah undisturbed (tidak
terganggu) Sedangkan maksud dilakukan pekerjaan pemboran adalah guna
mengidentifikasikan jenis setiap lapisan tanah, mengetahui nilai kekerasan tanah
sampai pada kedalaman yang ditetapkan, sehingga dapat digunakan dalam
perencanaan pondasi pada stabilisasi lereng.
serangkaian tes laboratorium (uji lab), berikut akan dijelaskan beberapa nilai
engineering properties dari tanah diantaranya:
A. Kadar air (w)
Tujuan dari pencarian kadar air adalah untuk mengukur kadar air suatu
contoh tanah. Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang
terkandung dalam tanah dengan berat butir tanah tersebut, dan dinyatakan dalam
persen. Dan berikut merupakan tabel 2.3 nilai kadar air yang dikorelasikan dengan
tipe tanah yang diselidiki yang tercantum dibuku job sheet uji tanah POLBAN:
Tabel 2.3 Nilai kadar air yang dikorelasikan dengan tipe tanah
Keadaan air
dalam keadaan
jenuh
Tipe tanah
()
Lempung kaku 21
Lempung lembek 30 - 50
Tanah 25
Glcia till 10
Tabel 2.4 Nilai berat jenis yang dikorelasikan dengan tipe tanah
Jenis Tanah Berat Jenis, Gs
Kerikil 2.65 2.68
Pasir 2.65 2.68
Lanau anorganik 2.62 2.68
Lempung anorganik 2.58 2.65
Lempung organik 2.68 2.75
Sumber : http://listiyonobudi.blogspot.com/2011/08/pengujian-berat-jenis-tanah.html
Tabel 2.5 Nilai berat isi yang dikorelasikan dengan tipe tanah
Jenis Tanah Berat Isi (γ) g/cm3
Lanau lempung 1.575 – 1.715
Satuan pasir-pasir lanauan 1.66
Satuan batu pasir, batu lempung-napal 1.49
Batuan basal 1.57
Sumber : http://adekoer.wordpress.com/2010/05/03/berat-isi-tanah-dan-berat-jenis-tanah/
2.3 Lereng
Lereng merupakan suatu kondisi permukaan tanah di mana terdapat
perbedaan elevasi antara satu daerah dengan daerah yang lain dan membentuk
kemiringan tertentu. Berdasarkan asal pembentukannya, lereng terbagi menjadi 2
macam, yaitu
a. Lereng Alam
Menurut Buku 1 Petunjuk Umum Penanganan Lereng Jalan Departemen
Pekerjaan Umum, (2005) Lereng alam (natural slope) adalah Lereng yang tidak
ada perlakuan atau penanganan terhadap lereng tersebut baik berupa penanganan
kemiringan atau penambahan suatu konstruksi. Dalam kontek perencanaan teknik
jalan, lereng alam sering dijumpai pada kawasan dengan topografi berbukit atau
pegunungan , di mana posisi badan jalan berada pada posisi tanah asli (existing
ground).yang berada di sisi sebuah bukit atau elevasi badan jalan berada pada
lereng bukit yang sebagian digali / dipotong untuk posisi badan jalan. Berikut
pada gambar 2.1 merupakan ilustrasi keberadaan lereng alam dalam konteks
perencanaan teknis jalan di mana badan jalan berada pada samping lereng alam.
b. Lereng Buatan
Menurut Buku 1 Petunjuk Umum Penanganan Lereng Jalan Departemen
Pekerjaan Umum, (2005) Lereng buatan (man made slope) adalah lereng yang
terjadi akibat terbentuknya daerah galian atau timbunan lereng buatan dibentuk
dengan penanganan konstruksi yaitu lereng yang hanya mengandalkan kemiringan
dan tinggi kritis berdasarkan karakteristik tanah pembentuk lereng tersebut, baik
struktur maupun non struktur. Berikut pada gambar 2.2 merupakan ilustrasi
keberadaan lereng buatan akibat galian dalam konteks perencanaan teknis jalan
dimana permukaan badan jalan berada dibawah permukaan tanah asli.
Sumber : http://www.google.com/
Gambar 2.3 Kelongsoran Translasi
b. Kelongsoran rotasi
Kelongsoran rotasi merupakan peristiwa kelongsoran yang terjadi pada
tanah berbutir halus dan mempunyai titik putaran pada sumbu bidang yang
paralel dengan lereng. Potongannya dapat berupa busur lingkaran dan kurva
bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran berupa busur lingkaran
berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen,dan kelongsoran bukan
lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang tidak homogen. Seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.4 berikut ini:
Sumber : http://www.google.com/
Gambar 2.4 Kelongsoran Rotasi
c. Kelongsoran Kombinasi
Kelongsoran kombinasi merupakan kelongsoran yang terjadi akibat
kombinasi kelongsoran translasi dan kelongsoran rotasi, biasa terjadi pada
batuan yang sudah lapuk. Model kelongsoran kombinasi seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.6 berikut ini:
d. Jatuhan bebas
Jatuhan bebas atau rolling merupakan peristiwa jatuhnya massa tanah atau
batu yang disebabkan oleh hilangnya kontak dengan permukaan tanah. Model
jatuhan bebas seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.7 berikut ini:
Sumber : Pd T-09-2005-B
Gambar 2.7 Tipe Jatuhan
e. Jungkiran
Jungkiran atau topless merupakan peristiwa yang terjadi akibat adanya
momen guling yang bekerja pada suatu titik putar di bawah suatu titik
massa. Peristiwa jungkiran ini biasa terjadi pada batuan yang mempunyai
banyak kekar atau garis putus-putus. Model jungkiran seperti yang diperlihatkan
pada gambar 2.8 berikut ini:
Sumber : Pd T-09-2005-B
Gambar 2.8 Tipe Jungkiran
f. Aliran
Aliran merupakan peristiwa dimana pola kelongsorannya terjadi seperti
prilaku air mengalir, di mana tanah yang jenuh air mengalir ketempat yang lebih
rendah bersama air. Model aliran seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.9
berikut ini:
Keterangan :
r : Jari – jari lingkaran kelongsoran
T : Jumlah gaya geser dari bidang longsoran
X : Jarak titik berat massa ke titik pusat lingkaran
w : Berat massa di atas lingkaran longsoran
Pada dasarnya untuk meningkatkan stabilitas lereng ada dua pendekatan
yang biasa diterapkan dalam penanganan longsoran, dengan menaikan angka
keamanan, diantaranya yaitu:
a. Memperkecil gaya penggerak / momen penggerak.
Gaya dan momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan merubah
bentuk lereng, yaitu dengan membuat lereng lebih datar dengan cara
mengurangi sudut kemiringan dan memperkecil ketinggian lereng.
b. Memperbesar gaya penahan / momen penahan.
Untuk memperbesar gaya penahan, dapat dilakukan dengan
menerapkan beberapa metode perkuatan tanah, diantaranya konstruksi
penahan seperti dinding penahan tanah, tiang, atau timbunan pada kaki
lereng.
2.4.2 Bronjong
Bronjong merupakan bangunan penambat yang mempunyai struktur
bangunan berupa anyaman kawat yang diisi batu belah. Struktur bangunan
berbentuk persegi dan disusun secara bertangga yang umumnya berukuran 2 x 1 x
0.5 m3. Bronjong adalah struktur yang tidak kaku sehingga dapat menahan
gerakan vertical dan horizontal. Bronjong akan efektif untuk longsoran yang
relatif dangkal tetapi tidak efektif untuk longsoran berantai. Bronjong banyak
digunakan karena material yang digunakan tidak sulit diperoleh dan biayanya
relatif murah. Dibawah ini akan ditampilkan penanganan longsor pada lereng
dengan bronjong, sesuai dengan gambar 2.11 berikut ini.
Sumber : http://ronymedia.files.wordpress.com/2010/07/m0410151.jpg
Gambar 2.13 Penanganan longsor pada lereng dengan bored pile
4. Dasar lubang bor yang kotor oleh rontokan tanah dibersihkan, tulangan
yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor dan kemudian
dicor
2.5.5.2 Metode Basah
1. Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka air
tanah, sehingga lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak
ditahan.
2. Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan
tanah lempung atau larutan polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam
larutan
3. Jika kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan
dan tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor
yang masih berisi cairan bentonite (Polymer)
4. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang bor dengan pipa tremie,
larutan bentonite akan terdesak dan terangkut ke atas oleh adukan
beton
5. Larutan yang keluar dari lubang bor, ditampung dan dapat digunakan
lagi untuk pengeboran di lokasi selanjutnya.
2.5.5.3 Metode casing
1. Metode ini digunakan jika lubang bor sangat mudah longsor, misalnya
tanah dilokasi adalah pasir bersih di bawah muka air tanah.
2. Untuk menahan agar lubang bor tidak longsor digunakan pipa
selubung baja (Casing)
3. Pemasangan pipa selubung ke dalam lubang bor dilakukan dengan cara
memancang, menggetarkan atau menekan pipa baja sampai kedalaman
yang ditentukan.
4. Sebelum sampai menembus muka air tanah pipa selubung dimasukkan.
5. Tanah di dalam pipa selubung dikeluarkan saat penggalian atau setelah
pipa selubung sampai kedalaman yang diinginkan. Kemudian lubang
bor dibersihkan kemudian tulangan yang telah dirangkai dimasukkan
ke dalam pipa selubung
s s
6 p i l es
s s
s
s
s s s
Balok, kolom :
tulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan spiral 40