Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

( MANAJEMEN KONFLIK )

OLEH KELOMPOK 3 :

1. Diar miswatul Azizah


2. Iskandar Dinata

INSTITUT TEKNOLOGI SOSIAL KESEHATAN


MUHAMMADIYAH SELONG
TAHUN AJAR 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala kemampuan rahmat
danh i d a y a h - n y a s e h i n g g a p e n u l i s d a p a t m e n y e l a s a i k a n T u g a s M a k a l a h
y a n g b e r j u d u l “MANAJEMEN KONFLIK“ pada mata kuliah Dasar manajemen.
Kehidupan yang layak dan sejahtera merupakan hal yang sangat wajar dan
diinginkan oleh setiap masyarakat, mereka selalu berusaha mencarinya dan tak jarang
menggunakan cara – cara yang tidak semestinya dan bisa berakibat buruk.
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar
Muhammad Swtatas petunjuk dan ris alahNya, yang telah membawa zaman
kegelapan ke zaman terang benderang, dan atas doa restu dan dorongan dari berbagai
pihak - pihak yang telah membantu saya memberikan referensi dalam pembuatan
makalah ini.
Terutama kepada search engine google yang ikut berperan besar dalam pembuatan
makalah ini.
Saya dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, oleh karena itu saya sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun
makalah ini lebih baik lagi.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................................. 1

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2

A. Definisi Konflik ................................................................................................... 2

B. Pandangan Mengenai Konflik ........................................................................... 2

C. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik .............................................................. 3

D. Jenis Konflik ....................................................................................................... 6

E. Strategi dalam Manajemen Konflik ................................................................. 8

PENUTUP ......................................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki
ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang
terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang
akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi
suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya
konflik.     
Konflik dalam suatu organisasi atau dalam hubungan antar kelompok adalah sesuatu
yang tidak dapat kita hindarkan. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap
organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika
konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk
mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.

B. Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi konflik?
2.      Bagaimana pandangan mengenai konflik?
3.      Apa sajakah faktor penyebab timbulnya konflik?
4.      Apa sajakah jenis-jenis konflik?
5.      Bagaimana strategi yang digunakan dalam manajemen konflik?
6.      Bagaimana penerapan manajemen konflik dalam organisasi?

C. Tujuan
            Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini,adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Manajemen.
2. Sebagai media pembelajaran mengenai Manajemen Konflik.
3. Mengetahui konsep manajemen konflik, yang meliputi definisi konflik, factor
penyebab timbulnya konflik, jenis-jenis konflik, strategi dalam manjemen konflik dan
penerapan manajemen konflik dalam organisasi.

1
PEMBAHASAN

A. Definisi Konflik
Konflik dalam pengertian yang sangat luas dapat dikatakan sebagai segala macam
bentuk antar hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (antagonistik). Ia dapat
terlihat secara jelas dan dapat pula tersembunyi.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan atau
pertentangan baik dari segi pemikiran atau kebijakan.
Menurut sosiologis, konflik merupakan proses antara dua orang atau lebih yang
berusaha menyingkirkan dengan cara menghancurkan atau membuat tidak berdaya.
Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah proses memenuhi tujuan dengan cara
menentang pihak lawan disertai ancaman atau kekerasan.
Menurut Lewis A.Coser, konflik adalah perjuangan nilai kekuasaan dan sumber daya
yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan.
Menurut Gillin dan Gillin, konflik merupakan proses interaksi yang berlawanan .
Konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara
negatif mempengaruhi, atau akan secara negatif mempengaruhi, sesuatu yang menjadi
kepedulian pihak pertama.

B. Pandangan Mengenai Konflik


Terdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau
organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan,
karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini, pendapat
lain menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka konflik tersebut akan
membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Stoner dan Freeman menyebut
konflik tersebut sebagai konflik organisasional (organizational conflict).
Pertentangan pendapat ini oleh Robbins (1996:431) disebut sebagai the Conflict
Paradox, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan
kinerja kelompok, namun di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha
untuk meminimalisir konflik.

2
Dalam uraian di bawah ini disajikan beberapa pandangan tentang konflik,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (1996:429) :
Ø  Pandangan Tradisional (The Traditional View)
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai
sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi
negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,
dan irrationality. Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan
mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat
sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya
kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk
tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

Ø  Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View)


Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi
dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima  dan dirasionalisasikan
sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan
ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan
1970-an.

Ø  Pandangan Interaksionis (The Interactionist View)


Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi
bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran
ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat  minimun secara berkelanjutan, sehingga
kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif. Stoner dan
Freeman (1989:392) membagi pandangan tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu
pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern (current view).

C. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik


Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar -
belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai
sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu :

3
a. Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah -
pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak
cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

b. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan
kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara
kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi
merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan
makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan 
terjadinya konflik.

c. Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan
individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu,
misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang
lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut
terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka
muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut
dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu
terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul
sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt
conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu
akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat
mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman
terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

4
Berbeda dengan Robbins yang hanya menyebut tiga factor dalam antecedent
conditions, Schermerhorn merinci antecedent conditions menjadi lima faktor, yaitu :
1. Ketidakjelasan peranan atau peranan yang mendua (role ambiguities)
2. Persaingan untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas
3. Rintangan-rintangan dalam komunikasi (communication barriers)
4. Konflik sebelumnya yang tidak terselesaikan
5. Perbedaan-perbedaan individual, yang mencakup: perbedaan kebutuhan, nilai-nilai,
dan perbedaan tujuan.
Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (1995:284-285) merinci lagi antecedent
conditions itu menjadi 12 faktor sebagai berikut :
1. Ketidakcocokan kepribadian atau sistem nilai.
2. Batas-batas pekerjaan yang tidak jelas atau tumpang-tindih.
3. Persaingan untuk memperoleh sumberdaya yang terbatas.
4. Pertukaran informasi atau komunikasi yang tidak cukup (inadequate
(communication).
5. Kesalingtergantungan dalam pekerjaan (misalnya, seseorang tidak dapat
menyelesaikan pekerjaannya tanpa bantuan orang lain).
6. Kompleksitas organisasi (konflik cenderung meningkat bersamaan dengan semakin
meningkatnya susunan hierarki dan spesialisasi pekerjaan).
7. Peraturan-peratuan, standar kerja, atau kebijakan yang tidak jelas atau tidak masuk
akal.
8. Batas waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak masuk akal sehingga sulit dipenuhi
(unreasonable deadlines).
9. Pengambilan keputusan secara kolektif (semakin banyak orang yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan, semakin potensial untuk konflik).
10. Pengambilan keputusan melalui konsensus.
11. Harapan-harapan yang tidak terpenuhi (karyawan yang memiliki harapan yang tidak
realistik terhadap pekerjaan, upah, atau promosi, akan lebih mudah untuk konflik).
12. Tidak menyelesaikan atau menyembunyikan konflik.
Menurut Kreitner dan Kinicki (1995), manajer atau pimpinan organisasi harus
proaktif untuk mengidentifikasikan keberadaan kondisi - kondisi tersebut dalam
organisasinya, dan jika salah satu atau lebih dari kondisi itu muncul, maka ia harus
segera mengambil tindakan, sebelum kondisi itu menjadi konflik terbuka atau konflik
yang nyata (manifest conflict). Dengan cara seperti ini, diharapkan konflik tidak meluas

5
ke seluruh organisasi dan akhirnya mempengaruhi kinerja karyawan. Untuk itulah maka
manajer harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik, sehingga konflik tidak
menjadi faktor yang mengancam keberlangsungan hidup organisasi, tetapi menjadi faktor
yang fungsional untuk meningkatkan kinerja organisasi.

D. Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk
membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat
di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi
konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
a) Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi
seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat
macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
 Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan
bawahan.
 Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki
kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar
karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
 Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi
sebagai penasehat dalam organisasi.
 Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih
dari satu peran yang saling bertentangan.

b) Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya Berdasarkan pihak-pihak yang
terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:
 Konflik dalam diri individu (conflict within the individual) yaitu konflik ini
terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau
karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam
konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan
konflik peranan .

6
 Konflik antar-individu (conflict between individuals) yaitu terjadi karena
perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
 Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups)
yaitu terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok tempat ia bekerja.
 Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in
the same organization) yaitu konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok
memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan
tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan
berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini
mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
 Konflik antar organisasi (conflict among organizations) yaitu konflik ini terjadi
jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi
organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.

c) Konflik Dilihat dari Fungsi


Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
 Konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan
kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
 konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict)
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional
atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi
suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula,
konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang
lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional
adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja
individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun
kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional.
Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi
menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

7
E. Strategi dalam Manajemen Konflik
a. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik
tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat
yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan
pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang
terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua
pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk
melakukan diskusi”

b. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya  apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan
timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan  pada mereka untuk  membuat
keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan
pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

c. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi
bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

d. Kompromi atau Negosiasi


Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan  kekurangan semua
pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

e. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi  


 Pemecahan sama-sama menang  dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan
kerja yang sama.
 Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling
mendukung dan  saling memperhatikan satu sama lainnya.

8
f. Pemecahan persoalan
Dalam strategi pemecahan persoalan, diambil asumsi dasar semua pihak
mempunyai keinginan menangualngi konflik yang terjadi dan karenanya oerlu
dicarikan ukuran-ukuran yang dapat memuaskan pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik. Atas dasar asumsi tersebut maka dalam strategi pemecahan persoalan harus
selalu dilalui dua tahap penting, yaitu proses penemuan gagasan dan proses
pematangannya. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Amerika membuktikan
bahwa usaha pemecahan persoalan menjadi lebih produktif bila semua gagasan
dikumpulkan terlebih dahulu sebelum dibahas.
Penelitian yang sama juga membuktikan bahwa mutu cara pemecahan akan lebih
baik bila pimpinan terlebih dahulu membahas persoalannya sebelum membicarakan
cara pemecahannya. Karena maksud pemecahan persoalan ialah untuk membahas
berbagai macam kemungkinan, maka justru menciptakan kemungkinan berbeda
pendapat, bukan menghilangkannya.

g. Musyawarah
Dalam strategi ini terlebih dahulu harus ditentukan secara jelas apa sebenarnya
yang menjadi persoalan. Berdasarkan jelasnya persoalan itulah kemudian kedua belah
pihak yang sedang dalam pertikaian mengadakan pembahasan untuk mendapatkan
titik pertemuan.
Pada waktu perundingan atau musyawarah tersebut dilakukan dapat pula
dikembangkan suatu konsensus  bahwa setelah terjadi kesepakatan, masing-masing
pihak harus berusaha mencegah timbulnya konflik lagi.

h. Persuasi
Dalam strategi ini usaha penanggulangan konflik dilakukan dengan menemukan
kepentingan dan tujuan yang lebih tinggi dari tujuan pihak-pihak yang sedang
bertikai.

i. Mencari lawan yang sama


Strategi ini pada prinsipnya hampir sama dengan strategi ketiga.  Perbedaannya
adalah bahwa pada strategi ini semua diajak untuk lebih bersatu kaena harus
menghadapi pihak ketiga sebagai pihak yang dianggap merupakan lawan dari kedua
belah pihak yang bertikai.

9
j. Meminta bantuan pihak ketiga
Hal yang penting adalah mengetahui dibidang apa pertikaian , dalam arti apakah
terjadinya berkaitan dengan konflik politik, konflik wewenang, konflik hukum,
konflik teknis pekerjaan, dan lainnya. Hal ini penting guna dapat  memilih pihak
ketiga yang kiranya dapat untuk menanggulangi akibat yang lebih negatif dari suatu
konflik.

k. Peningkatan interaksi dan komunikasi


Alasan penggunaan strategi ini adalah bahwa bila pihak-pihak yang berkonflik
dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi mereka, pada suatu saat mereka akan
dapat lebih mengerti dan menghargai dasar pemikiran dan prilaku pihak lain. 
Pengertian dan penghargaan ini penting, karena dapat mengurangi pandangan buruk
terhadap kelompok lain.

l. Latihan kepekaan
Strategi ini bisa disebut “encounter session” strategi ini umumnya digunakan untuk
menghadapi konflik yang terjadi  dalam suatu kelompok ataupun antar kelompok.
Pihak-pihak yang berkonflik diajak masuk dalam satu kelompok. Dalam kelompok ini
masing-masing pihak diberi kesempatan menyatakan pendapatnya termasuk
pendapatnya yang negatif, mengenai pihak yang  lain. Sementara itu, pihak yang
dikritik diharapkan mendengarkannya lebih dahulu kemudian dapat pula
mengemukakan pendapatnya. Dengan telah dikeluarkan, segala perasaan atau
“ganjalan” yang dikandung, diharapkan masing-masing pihak akan lega.

10
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan
dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara
baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan
terjadinya konflik.
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus
mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang
sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan
konflik yang baik maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam
konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Garry Dessler. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2. Jakarta : PT. Prehelinso. 1989.
Hani Handoko. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta : BPFE.
2001.
Wahyudi. Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung : Alfabeta. 2006.
Robbins S. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jakarta : PT
Prenhalinddo.1996.
Indrawijaya, Adam I. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru Algesindo.2009.

12

Anda mungkin juga menyukai