Anda di halaman 1dari 51

PANDUAN AUDIT TEKNIS

BANGUNAN GEDUNG
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... v

BAB I MAKSUD............................................................................................................ 1

BAB II TUJUAN ............................................................................................................ 2

BAB III ACUAN PERATURAN ..................................................................................... 2

BAB IV TAHAPAN PELAKSANAAN ........................................................................... 8

1. INVENTARIS DATA TEKNIS ..................................................................... 10


2. PEMERIKSAAN DOKUMEN ...................................................................... 10
3. PEMERIKSAAN VISUAL ........................................................................... 11
4. PEMERIKSAAN KOMPONEN STRUKTUR ............................................... 13
- METODE NON-DESTRUCTIVE TEST (NDT) ....................................... 13
- METODE DESTRUCTIVE TEST (DT)................................................... 27
5. PEMERIKSAAN KOMPONEN MEP ........................................................... 31
6. LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN & REKOMENDASI ............................ 36

ii
DAFTAR TABEL

Tabel1. Batasan Kecepatan Rambat .......................................................................... 16

Tabel2. Tabel Konversi Nilai Kekerasan dalam Skala Leeb (HL) ............................. 22

Tabel3. Nilai Kuat Tarik Baja Berdasarkan ASTM ..................................................... 23

Tabel4. Klasifikasi Tingkat Kemiringan ..................................................................... 25

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar1. Acuan Regulasi Peraturan Perundang-Undangan .................................. 5


Gambar2. Acuan Standar Nasional Indonesia .......................................................... 6
Gambar3. Acuan Standar Nasional Indonesia untuk Komponen BG ...................... 7
Gambar4. Bangan Alur Pemeriksaan Bangunan Gedung ........................................ 9
Gambar5. Retak pada Komponen Struktur Balok ..................................................... 12
Gambar6. Kondisi Kerusakan pada Komponen Struktur Kolom, Dinding, Plat ..... 12
Gambar7. Alat Uji Pantul Beton ................................................................................. 13
Gambar8. Anvil Test ................................................................................................... 14
Gambar9. Metode Transmisi Langsung .................................................................... 15
Gambar10. Metode Transmisi Semi Langsung ......................................................... 15
Gambar11. Metoe Transmisi Tidak Langsung .......................................................... 15
Gambar12. Pengukuran Selimut Beton pada Tulangan Polos, Ulir, dan Persegi ... 17
Gambar13. Metode A Kalibrasi Alat ........................................................................... 18
Gambar14. Metode B Kalibrasi Alat ........................................................................... 18
Gambar15. Metode C Kalibrasi Alat ........................................................................... 18
Gambar16. Contoh Hasil Pembacaan Uji Rebar pada Balok .................................... 20
Gambar17. Alat Brinell ................................................................................................ 21
Gambar18. Konsep Dasar Perhitungan dalam Skala Leeb (HL) .............................. 21
Gambar19. Penggunaan Alat Half-Cell Potential ...................................................... 24
Gambar20. Pengujian Struktur dengan Metode Pengujian Beban Air .................... 30
Gambar21. Alat Multitester ......................................................................................... 31
Gambar22. Alat Megger .............................................................................................. 31
Gambar23. Alat Tes Instalasi Pipa ............................................................................. 32
Gambar24. Alat Ukur Tekanan Air dan Volume Aliran Air........................................ 33
Gambar25. Alat Grounding......................................................................................... 33
Gambar26. Alat Tang Meter ........................................................................................ 34
Gambar27. Alat Tes Listrik AC dan DC...................................................................... 34
Gambar28. Alat Infrared Thermography dan Hasil Pengecekan.............................. 35

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Matriks Jenis-jenis Pengujian Struktur..................................................... 37


Tabel Lampiran1. Matriks Pemenuhan Data Berdasarkan Jenis Pengujian ........... 38
Lampiran Gambar Pelaksanaan Pengujian Lapangan & Lab ................................... 44
Gambar Lampiran1. Penggunaan Alat Palu Beton ................................................... 45
Gambar Lampiran2. Penggunaan Alat UPV .............................................................. 45
Gambar Lampiran3. Penggunaan Alat Rebar Scanning ........................................... 46
Gambar Lampiran4. Pengujian Kekerasan Material Baja ......................................... 46
Gambar Lampiran5. Pengambilan Benda Uji dengan Metode Core Drill ................ 47
Gambar Lampiran6. Pengujian Tekan Beton & Tarik Baja di Lab............................ 47

v
I. MAKSUD
Pembangunan Gedung PTN dan PTKIN yang telah dilaksanakan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) maupun Kementerian Agama
(Kemenag) beberapa tahun silam, belum berfungsi penuh karena proses pembangunan
terhenti. Hal ini menyebabkan aset bangunan tersebut dikategorikan sebagai “Konstruksi
Dalam Pengerjaan (KDP)” dalam kondisi mangkrak dan tidak terawat.

Secara umum, sebuah bangunan gedung dapat mengalami degradasi/penurunan


kekuatan atau kerusakan dari kondisi semula dikarenakan antara lain:
1) Komponen struktur mengalami overload beban, misalnya: penggunaan tidak
sesuai beban rencana (beban gravitasi, beban lateral),
2) Adanya bencana alam (gempa) atau bencana kebakaran, dll.
3) Pengaruh lingkungan yang bersifat agresif, misal air laut, memungkinkan
terjadinya penurunan kualitas bahan (beton, baja) yang akan mengakibatkan
terjadinya degradasi daya dukung komponen strukturnya
4) Komponen bangunan tidak terawat

Untuk itu, pada Sidang Kabinet Paripurna yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juli
2018 di Istana Bogor, Presiden Republik Indonesia mengarahkan bahwa Pemerintah
akan menerbitkan regulasi dalam rangka mempercepat pembangunan sarana dan
prasarana yang terdiri dari pembangunan, rehabilitasi, atau renovasi sekolah, madrasah,
perguruan tinggi dan pasar. Tugas tersebut diinstruksikan untuk dilaksanakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai kementerian
teknis yang memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan pembangunan sarana dan
prasarana yang memenuhi standar keandalan bangunan gedung.

Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat


Prasarana Strategis, Direktorat Jenderal Cipta Karya melaksanakan rehabilitasi sarana
pendidikan sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 43 Tahun 2019 tentang
Pembangunan, Rehabilitasi, atau Renovasi Pasar Rakyat, Prasarana Perguruan Tinggi,
dan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Khusus untuk perguruan tinggi, dalam
Pasal 4 Perpres tersebut disebutkan bahwa lingkup rehabilitasi atau renovasi meliputi
rehabilitasi atau renovasi: (1) prasarana PTN/PTKIN yang mangkrak, (2) konstruksi
dalam pengerjaan (KDP), dan/atau (3) rusak karena bencana alam.

1
Dalam pelaksanaan rehabilitasi atau renovasi PTN tersebut, juga harus
memastikan agar amanat UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG)
dilaksanakan. Pada Pasal 3 UUBG diuraikan bahwa penyelenggaraan bangunan
gedung harus menjamin keandalan teknis dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, serta kemudahan. Pada Pasal 17 juga dijelaskan bahwa persyaratan
keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung
untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam
mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran serta bahaya petir.

Sehubungan dengan masih adanya PTN/PTKIN yang harus direhabilitasi atau


direnovasi, serta dalam rangka mendorong Kemendikbud dan Kemenag cq. pengelola
PTN/PTKIN yang bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian bangunan
gedung PTN/PTKIN secara mandiri sebelum dilakukan langkah rehabilitasi atau
renovasi, diperlukan prosedur baku sebagai acuan bagi pengelola PTN/PTKIN dalam
melaksanakan hal tersebut.

II. TUJUAN
Menyediakan panduan bagi pengelola PTN/PTKIN dalam melakukan
pemeriksaan dan pengujian/audit teknis bangunan gedung PTN/PTKIN yang masuk
dalam kategori KDP/mangkrak. Laporan hasil audit teknis bangunan gedung selanjutnya
menjadi acuan untuk penanganan selanjutnya.

III. ACUAN PERATURAN


1) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung
3) Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan
Gedung Negara
4) Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pembangunan, Rehabilitasi,
atau Renovasi Pasar Rakyat, Prasarana Perguruan Tinggi, dan Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah
5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung

2
6) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
14/PRT/M/2017 tentang Kemudahan Bangunan Gedung
7) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
22/PRT/M/2018 tanggal 15 Oktober 2018 tentang Pembangunan Gedung Negara
8) SNI 1727 : 2020, Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur lain
9) SNI 1729 : 2020, Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural
10) SNI 1726 : 2019, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan non gedung
11) SNI 2847 : 2019, Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
12) SNI 7973 : 2013, Spesifikasi Desain untuk Konstruksi Kayu
13) Standar terkait lain yang berlaku.

3
- Permen PU PR No. 06/2007 tentang Perubahan atas Peraturan PU - Permen PU PR No. 27/2018
- Permen PU No. 17/2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi
PR No. 05/2016 tentang IMB tentang Pedoman Teknis
- Perda terkait IMB Bangunan Gedung
Pendataan Bangunan Gedung
- Pergub/Perwal/Perbup terkait IMB dan Retribusi IMB

- Permen PU No. 16/2010 tentang Pedoman


Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan
Gedung
- UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
- PP No. 26/2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional
- Perda tentang Rencana tata Ruang Wilayah PENDATAAN / PENDAFTARAN TIDAK
SLF-n

- UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung


- PP No. 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. YA PERUBAHAN - Permen PU PR No. 11/2018 tentang Tim
28/2002 tentang Bangunan Gedung FUNGSI/BENTUK
Ahli Bangunan Gedung, Pengkaji Teknis
- Perda tentang Bangunan Gedung YA/ dan Penilik Bangunan
- UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan & Kawasan YA LULUS
SLF-1
Permukiman
- UU No. 20/2011 tentang Rumah Susun LAPORAN TIDAK KAJIAN TIDAK RTB
- PP No. 4/1988 tentang Rumah Susun IMB PEMERIKSAAN
BERKALA
TEKNIS
- Perda tentang Pencegahan & Penanggulangan Bahaya
Kebakaran
- Perda DKI No. 4/1975 tentang Ketentuan Bangunan
Bertingkat di Wilayah DKI Jakarta PEMERIKSAAN
- Permen PU No. 18/2010 tentang Pedoman Revitalisasi PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMELIHARAAN PERAWATAN
BERKALA
PEMBONGKARAN
Kawasan
- Permen PU No. 06/2007 tentang Pedoman Umum PEMBANGUNAN PEMANFAATAN

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan


- Permen PU No. 29/2006 tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung
- Permen PU No. 20/2009 tentang PedomanTeknis TIDAK KAJIAN
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan IDENTIFIKASI
- Permen PU No. 25 thn 2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung &
YA
Lingkungan
- Permen PU No. 26 thn 2008 tentang Pedoman Teknis
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
- Permen PU No. 29/2006 tentang Pedoman Persyaratan PELESTARIAN

Teknis Bangunan Gedung PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG


- Permen PU No. 05/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat
Tinggi DIDUKUNG OLEH TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG (TABG) & PENYEDIA JASA (KONSULTAN & KONSTRAKTOR)
- Permen PU No. 2/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau
- SE Dirjen Cipta Karya No. 86/2016 tentang Petunjuk
Teknis - Permen PU PR No. 22/2018 Pembangunan - UU no. 02/2017 tentang Jasa Konstruksi - Permen PU No. 24/2008 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau Bangunan Gedung Negara Pemeliharaan Bangunan Gedung
- UU No. 11/2014 tentang Keinsinyuran
- Permen PU PR NO. 05/2015 tentang Pedoman Umum - Kepmen PU PR No. 1044/2018 tentang Koefisien/ - Permen PU No. 16/2010 tentang Pedoman
- PP No. 25/2019 tentang Pelakaksanaan UU No. 11/2014
Implementasi Konstruksi Berlanjutan pada Penyelenggaraan Faktor Pengali Jumlah Lantai Bangunan Gedung tentang Keinsinyuran Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan
Infrasuktur Bidang PU da Permukiman
Negara - UU No. 06/2017 tentang Arsitek Gedung
- Permen PU No. 11/2014 tentang Pengelolaan Air Hujan pada
- Permen PU No. 05/2014 tentang Pedoman Sistem - UU No 13/2003 tentang Ketengakerjaan - Perda terkait Pengelolaan Sampah
Bangunan Gedung & Persilnya
Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3) - Permen PU No. 04/009 tentang Sistem Manajemen Mutu
- Permen PU PR No. 14/2017 tentang Persyaratan Kemudahan
Konstruksi bidang Pekerjaan Umum
Bangunan Gedung
- Perda tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum
- Permen PU PR No. 11/2018 tentang Tim Ahli Bangunan
- Pergub/Perwal/Perbup tekait Ketentuan Pengawasan - UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya
Gedung, Pengkaji Teknis dan Penilik Bangunan
Pelaksanan Kegiatan Penyeleggaraan Bangunan - Pemen PU No. 01/2015 tentang Bangunan
- Permen PUNo 05/2008 tentang Pedoman Penanaman Pohon
pada Sistem Jaringan Jalan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan

Gambar 1. Acuan Regulasi Peraturan Perundang-Undangan

5
- SNI 02 – 1733 - 2004 – Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan & Permukiman di Perkotaan
- SNI 1726 : 2019 – Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah & Gedung untuk Struktur
Bangunan Gedung & Non Gedung
- SNI 2847 : 2019 – Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung
- SNI 1727 : 2013 – Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung & Struktur Lain
- SNI1729 : 2015 – Tata Cara Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung
- SNI 03 – 1734 – 1989 – Tata Cara Perencanaan Beton & Struktur Dinding Bertulang untuk Rumah & SLF-n
Gedung PENDATAAN / PENDAFTARAN TIDAK

- SNI 03 – 3430 – 1994 – Tata Cara Perencanaan Dinding Struktur Pasangan Balok Beton Berongga
untuk Bangunan Rumah dan Gedung YA PERUBAHAN
- SNI 7971 – 2013 – Struktur Baja Canai Dingin FUNGSI/BENTUK

- SNI 7833 – 2012 – Tata Cara Perancangan Beton Pracetak & Prategang untuk Bangunan Gedung YA/
- SNI 7834 – 2012 – Tata Cara Perancangan Beton Pracetak & Prategang untuk Bangunan Gedung SLF-1
YA LULUS
- SNI 03 – 1746 – 2000 – Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk
Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung LAPORAN TIDAK KAJIAN TIDAK RTB
IMB PEMERIKSAAN
- SNI – 05 – 7052 – 2004 – Syarat-syarat Umum Konstruksi Lift Penumpang yang Dijalankan dengan BERKALA
TEKNIS

Motor Traksi Tanpa Kamar Mesin


- SNI 03 – 3987 – 1995 – Tata Cara Perencanaan, Pemasangan Pemadam Api Ringan untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah & Gedung
- SNI 03 – 1745 – 2000 – Tata Cara Perencanaan & Pemasangan Sistem Pipa Tegak & Slang untuk PEMERIKSAAN
PEMELIHARAAN PERAWATAN
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gdung PERENCANAAN PELAKSANAAN BERKALA
PEMBONGKARAN
- SNI 03 – 3985 – 2000 – Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi & Alarm
Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung PEMBANGUNAN PEMANFAATAN

- SNI 03 – 3989 – 2000 – Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Springkler Otomatik untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
- SNI 03 – 6570 – 2001 – Instalasi Pompa yang Dipasang Tetap untuk Proteksi Kebakaran
- SNI 03 – 6571 – 2001 – Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung TIDAK KAJIAN
- SNI 03 – 6572 – 2001 – Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada IDENTIFIKASI

Bangunan Gedung
- SNI 03 – 6573 – 2001 – Tata Cara perancangan Sistem Transportasi Vertikal dalam Gedung (lif) YA
- SNI 03 – 6574 – 2001 – Tata Cara perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah, dan Sistem
Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung
- SNI 03 – 6575 – 2001 – Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan
Gedung PELESTARIAN

- SNI 03 – 0712 – 2004 – Sistem Manajemen Asap dalam Mal, Atrium, dan Ruangan Bervolume Besar PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
- SNI 03 – 1735 – 2000 – Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung
- SNI 03 – 1736 – 2010 – Tata Cara Perencanaan dan Sistem Proteksi Pasif untuk Bahaya Kebakaran DIDUKUNG OLEH TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG (TABG) & PENYEDIA JASA (KONSULTAN & KONSTRAKTOR)

pada Bangunan Gedung


- SNI 03 – 6389 – 2011 – Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung
- SNI 03 – 6390 – 2011 – Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada Bangunan Gedung
- SNI 03 – 6197 – 2000 – Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan Pada Bangunan Gedung - SNI 03 – 6196 -2000 – Prosedur Audit Energi pada Bangunan
- SNI 03 – 6759 – 2011 – Tata Cara Perancangan Konservasi Energi pada Bangunan Gedung Gedung
- SNI 03 – 2396 – 2001 – Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung - SNI – 03 – 7017.2 – 2004 – Lift Traksi Listrik pada Bangunan
- SNI 03 – 3976 – 1995 – Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton
- SNI 03 – 2453 – 2002 – Tata Cara Perencanaan Perancangan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Gedung – Bagian 2: Pemeriksaan & Pengujian Berkala
- SNI 03 – 2834 – 2000 – Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton - SNI 03-4330- 1997 – Metode Pengujian Elemen Struktur Beton
Pekarangan Normal
- SNI 03 – 2459 – 2002 – Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan dengan alat palu beton tipe N dan NR
- SNI 03 – 3449 – 2002 – Tata Cara Perancangan Pembuatan campuran - SNI 03 – 2847 – 2002 – Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
- SNI 03 – 6481 – 2000 – Sistem Plambing 2000 Beton Ringan dengan Agregat Ringan
- SNI 8153 : 2015 – Sistem Plambing pada Bangunan Gedung untuk Bangunan Gedung
- SNI 7657 – 2012 Tata Cara Pemilihan Campuran untuk Beton Normal, Beton - SNI 03 – 4803 – 1998 – Metode Angka Pantul Beton yang Sudah
- SNI 03 – 2398 – 2002 – Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan Berat & Massa Beton
- SNI 03 – 6379 – 2000 – Spesifikasi dan Pemasangan Perangkp Bau Mengeras
- SNI 6880 – 2016 Spesifikasi Beton Struktural - SNI 03 – 1973 – 1980 – Metode Pengujian Berat Isi Beton
- SNI 04 – 0227 – 1994 – Tegangan Standar
- SNI 04 – 0225 – 2011 – Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2011) - SNI 7834 – 2012 – Metode Uji & Kriteria Penerimaan Sistem
Struktur Rangka Pemikul Momen Beton Bertulang Pracetak untuk
- SNI 04 – 7018 – 2004 – Sistem Pasokan Daya Listrik Darurat dan Siaga
- SNI 04 – 7019 – 2004 – Sistem Pasokan Daya Listrik Darurat Menggunakan Energi Tersimpan Bangunan Gedung
- SNI 03 – 1977 – 1990 – Tata Cara Dasar Koordinasi Modular untuk Perancangan Bangunan Rumah - SNI 16 – 7062 – 2004 – Pengukuran Intensitas Penerangan di
& Gedung Tempat Kerja
- SNI 7509 : 2011 – Tata Cara Perencanaan Teknik Jaringan Distribusi dan Unit Pelayanan Sistem
Penyedian Air Minum
- SNI 8460: 2017 - Persyaratan Perencanaan Geoteknik

Gambar 2. Acuan Standar Nasional Indonesia

6
ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KONSTRUKSI ATAP
KONSTRUKSI ATAP LISTRIK
LISTRIK KUSEN PINTU&&JENDELA
KUSEN PINTU JENDELA
03-6572:2001
SNI 03-1797:1990 Permen
SNI PUPR 28:2016,
3434:2008 04-2699:1999
SNI 04-2699:1999 7538.1-2010
SNI 3434:2008
SNI 03-6572:2001
SNI 03-2396:2001 AHSP
SNI Bidang PU
7538.1:2010 SNI 0225:2011
SNI 0225:2011/ SNI 7538.1:2010
SNI 8602:2018
SNI 03-6575:2001 SNI 7538.1:2010 AMD 6:2016
SNI 03-2396:2001 SNI 03-2050:1990
SNI 03-1977:1990 SNI 03-2050:1990
SNI 03-6575-2001 SNI
SNI0096:2007
0096:2007 DINDING
DINDING
SNI 03-1977:1990 SNI
SNI03-2095:1989
03-2095:1989 SNI
SNI 15-2094:2000
15-2094:200
SNI03-2134:1996
SNI 03-2134:1996 SNI 03-3049:1989

PERENCANAAN
PERENCANAAN LIMBAH &
LIMBAH & SAMPAH
SAMPAH PLAFON
SNI 1726:2019 SNI 19-7029:2004 SNI 2839:2008
SNI
SNI 1726:2019
1727:2020 SNI 03-2398:2002
SNI 2398:2017
PLAFON BALOK
BALOK
SNI 03-1027:1989 SNI 6897:2008
15-2094:2000
SNI
SNI 1727:2013
1733:2004 Pd
SNIT-02-2004-C
8455:2018 SNI 7360:2015
SNI 2839:2008 SNI
SNI 1733: 2004
1729:2020 SNI 19-7029:2004 SNI 03-1027:1989 SNI 7395:2008
SNI 2052:2017
Pd T-02-2004-C
7860:2020 SNI 2847:2019
SNI 1729: 2015 PdT-15-2003
Pd T-15-2003 RSNI 7630:2010 SNI 15-2094:2000
SNI 7971:2013
SNI 7972:2020 SNI 07-2052:2002
SNI 7971:2013
SNI 7833:2012 SNI 03-3049:1989
SNI 7833:2012
SNI
SNI 7834:2012
7834:2012 SNI 2847:2019
SNI 7973:2013
KOLOM
AIR BERSIH SNI 7349:2008
AIR BERSIH
SNI 06-0135:1987 KOLOM
SNI 2052:2017
SNI 06-0135:1987
03-2916:1992 SNI
SNI 7349:2008
07-0053:1987
06-0084:2002
SNI 03-2916:1992 SNI 2052:
SNI 15-2049:1994
2002
SNI5-05-2000-C
Pd 03-7065:2005 SNI 07-0053:1987
SNI 2847:2019
SNI 03-2451:2002
SNI 2418-2:2009 SNI 15-2049:1994
SNI 8825:2019
SNI 06-0084:2002 SNI 2847:2019
Pd 5-05-2000-C
SNI 03-7065:2005
SNI 2418-2:2009

LANTAI
LANTAI PONDASI
FONDASI SLOOF
SLOOF
SNI 03-4062:1996 PLAMBING SNI7394:2008
2052:2002
SNI
SNI 03-4062:1996
ISO 13006:2010 PLAMBING
SNI 03-6841:2000
SNI ASTM
SNI 2836:2008
C136:2012 SNI
SNI SNI 07-0053:1987
SNI 7395:2008 SNI
SNI 03-6841:2000
8153:2015 SNI 8460:2017
03-1968:1990 SNI 2052:2002
SNI 2049:2015
SNI ISO 13006:2010 SNI 8153:2015 SNI 8460:2017 SNI
SNI07-0053:1987
2847:2019
SNI 15-2049:1994
SNI 2847:2019

Gambar 3. Acuan Standar Nasional Indonesia untuk Komponen Bangunan Gedung

7
Untuk pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyedia jasa, memiliki
sertifikat badan usaha (SBU) yang mengacu ketentuan Undang-Undang nomor 02
tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, dilakukan oleh Jasa Konsultan Spesialis untuk jasa
pengujian dan analisa parameter fisikal (Kode SP 306), jasa inspeksi teknikal (Kode SP
308), dan/atau pengujian dan analisa sistem mekanikal dan elektrikal (Kode SP 307).
Sedang tenaga ahlinya memiliki sertifikat keahlian (SKA):
a. Arsitek;
b. teknik bangunan gedung;
c. teknik plambing dan pompa mekanik;
d. teknik kelistrikan dan elektronika; dan
e. teknik lingkungan.
Khusus untuk di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, di samping ber-SKA, renga
ahli harus memiliki Ijin Pelaku Teknis Bangunan (IPTB) untuk kategori Pengkaji Teknis
dengan bidang:
a. arsitektur;
b. konstruksi;
c. plambing dan pompa mekanik;
d. listrik arus kuat; dan
e. listrik arus lemah.

IV. TAHAPAN PELAKSANAAN


Secara umum, terdapat 6 (enam) tahapan pemeriksaan dan pengujian/audit teknis
bangunan gedung PTN/PTKIN, antara lain:
1. Inventaris Data Teknis,
2. Pemeriksaan Dokumen,
3. Pemeriksaan Visual,
4. Pemeriksaan Komponen Struktur,
5. Pemeriksaan Komponen MEP,
6. Pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan dan Rekomendasi.
Berikut Bagan Alur dari tahapan pemeriksaan diatas:

8
Catatan:
MULAI 1)
Kesesuaian tidak hanya
dengan SNI, tapi juga dengan
ketentuan peraturan terkait
2)
Termasuk verifikasi spesifikasi
- DOK IMB teknik terhadap sistem dan
- AS BUILT
INVENTARIS
DOK
TIDAK MENUGASI bahan struktur yang digunakan
DRAWING DATA LENGKAP 3)
PENYEDIA JASA Termasuk verifikasi spesifikasi
TEKNIS
teknik terhadap sistem dan
YA bahan peralatan ME yang
digunakan
PEMERIKSAAN MELENGKAPI 4)
Dapat menugasi konsultan
DOKUMEN *) DOKUMEN perencana yang lama
5)
Dengan kamera termal infra
merah, multi meter dan
SWAKLOLA / deteksi arus listrik
BANGUNAN TIDAK MASIH DAPAT
TIDAK BG YA MENUGASI 6)
Pengujian ME, dapat berupa:
GEDUNG DISESUAIKAN SESUAI
PENYEDIA - Tes Merger
DIBONGKAR SNI1)
JASA4) - Tes jaringan/instalasi
YA - Tes beban/tegangan/tekanan
- Tes perlatan/fitur
BANGUNAN BANGUNAN PEMERIKSAAN - Tes kebocoran/macet
*)
GEDUNG GEDUNG VISUAL+) Dilakukan oleh checker
+)
DIRANCANG DIPERBAIKI Dilakukan oleh auditor/
BARU SESUAI SNI1) pengkaji teknis

PERIKSA TIDAK
PERLU
TINDAK LANJUT MENUGASI TINGKAT PERIKSA ME
RANCANGAN PENYEDIA KERUSAKAN
BARU JASA4) STRUKTUR
YA
PERIKSA
PERLU
TIDAK TINGKAT
PENGUJIAN KERUSAKAN
M & E5)
YA
PENGUJIAN
NON DESTRUKTIF PERLU
TIDAK
STRUKTUR PENGUJIAN

YA YA

PERLU UJI
TIDAK
LANJUTAN PENGUJIAN
M & E6)

YA

PENGUJIAN
DESTRUKTIF/ EVALUASI
LABORATORIUM HASIL PEMERIK-
SAAN M & E3)

LAPORAN
TIDAK HASIL PEMERIK-
PERLU UJI SAAN &
BEBAN/MODEL
REKOMENDASI

YA
EVALUASI TINDAK LANJUT
UJI BEBAN/ HASIL PEMERIK- REKOMENDASI
MODEL SAAN
STRUKTUR 2)
SELESAI

Gambar 4. Bagan Alur Pemeriksaan Bangunan Gedung

9
1) Inventaris Data Teknis
Inventaris data teknis sangat penting karena dapat memudahkan Pengelola
bangunan gedung PTN/PTKIN dalam memperoleh data dan informasi yang
memadai terkait kondisi eksisting bangunan gedung di lokasi. Pada tahap ini
Dokumen Data Teknis yang diperlu disiapkan oleh pihak PTN/PTKIN, antara lain:
a) Dokumen Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),
b) Dokumen As Bulit Drawing,
c) Dokumen Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS),
d) Dokumen Analisa Struktur,
e) Dokumen Penyelidikan Tanah,
f) Dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB),
g) Gambar Topografi.

Dari berkas dokumen di atas minimal poin A-D harus tersedia untuk bisa
dilanjutkan ke tahap pemeriksaan dokumen data teknis. Apabila berkas yang
dimaksud tidak lengkap maka ada dua cara yang dapat dilakukan, antara lain:

❖ Pemilik bangunan sendiri yang mencari dan melengkapi, atau


❖ Melibatkan penyedia jasa.

2) Pemeriksaan Dokumen
Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen, apakah
dokumen tersebut sudah lengkap, memadai, dan bisa digunakan. Kegiatan ini
dilakukan di ruangan dan belum kelapangan karena hanya sebagai checker
terhadap setiap dokumen-dokumen yang tersedia.
Selanjutnya dokumen tersebut diperiksa apakah perencanaan yang dibuat
sudah sesuai dengan peraturan SNI, jika belum sesuai maka dapat dilanjutkan
dengan dua cara, antara lain:
 Perencanaan Bangunan Gedung disesuaikan kembali dengan peraturan SNI
yang berlaku, apabila masih bisa disesuaikan maka selanjutnya memberi
tugas kepada penyedia jasa untuk melakukan perbaikan dokumen
perencanaaan (bisa menggunakan penyedia jasa awal atau penyedia jasa
baru),
 Perencanaan Bangunan Gedung tidak dapat disesuaikan dengan peraturan
SNI yang berlaku dan tidak dapat dilakukan perbaikan, maka bangunan

10
tersebut harus di bongkar dan direncanakan bangun baru supaya tidak
membahayakan orang (perlu diperhatikan untuk melalui proses penghapusan
aset terlebih dahulu sebelum bangunan gedung di bongkar).

3) Pemeriksaan Visual
Pemeriksaan visual dilakukan untuk memberikan gambaran awal kondisi
struktur eksisting yang kemudian membantu menentukan penyelidikan apa saja
yang diperlukan sesuai dengan kondisi komponen struktur dilapangan (seperti
baik atau cacat/ rusak/ terjadi deformasi (turun, melengkung, miring) pada struktur
bangunan faktual di lapangan). Pada tahap pemeriksaan visual dapat didampingi
oleh tim dari Balai atau PPK yang bersangkutan.
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengamatan visual dan pemetaan
struktur yaitu:
a) Pengamatan secara visual kesesuaian antara struktur bangunan
faktual di lapangan dengan gambar bangunan terbangun (as-built
drawings) struktur. Yang dimaksud kesesuaian yaitu posisi perletakan dan
dimensi/ukuran struktur bangunan serta kesesuaian aspek teknis terhadap
acuan yang berlaku. Dalam hal terdapat perbedaan antara struktur
bangunan di lapangan dengan gambar terbangun (as-built drawings)
struktur, maka diberikan tanda dan keterangan pada gambar terbangun (as-
built drawings) struktur untuk dilakukan penyesuaian/koreksi gambar
terbangun (as-built drawings) struktur.
b) Pengamatan secara visual kondisi (baik atau cacat/rusak/
deformasi(turun, melengkung, miring)) struktur bangunan faktual di
lapangan. Kondisi cacat/rusak dapat berupa melengkung, retak, patah,
lembab, dan lain-lain. Dalam hal terdapat kondisi cacat/rusak pada struktur
bangunan faktual di lapangan, maka dilakukan diberikan tanda dan
keterangan pada gambar terbangun (as-built drawings) struktur.
c) Membuat matriks kondisi dan dokumentasi setiap segmen upper
structure (balok, kolom dan plat lantai, dsb.) yang terindikasi
mengalami penurunan kekuatan struktur atau kondisi kerusakan
lainnya. Hal ini dapat dipersiapkan sebelumnya dengan menyediakan
formulir isian pemeriksaan keandalan bangunan.

11
Gambar 5. Retak pada Komponen Struktur Balok

Gambar 6. Kondisi Kerusakan pada Komponen Struktur Kolom, Dinding, Plat

Hasil dari pemeriksaan visual adalah kuantifikasi besaran kesesuaian teknis


dan tingkat kerusakan yang terjadi. Hasil pemeriksaan visual dapat
menginterpretasikan pemenuhan keandalan bangunan gedung dan tindak lanjut
pemeriksaan berikutnya jika ditemukan kerusakan/cacat/ gagal konstruksi.

12
4) Pemeriksaan Komponen Struktur
Pemeriksaan ini dilakukan jika ditemukan dan teridentifikasi terdapat
kerusakan/ kegagalan konstruksi yang mengakibatkan tidak terpenuhinya
keandalan bangunan. Penentuan metode dan jenis pengujian dilakukan setelah
memahami dan mengetahui karakteristik struktur bangunan gedung sesuai
dokumen perencanaan dan dokumen terbangun serta mengetahui kondisi faktual
struktur bangunan gedung di lapangan.
Komponen struktur apa saja yang akan dilakukan uji sesuai hasil pemeriksaan
visual, misalnya struktur pondasi, struktur kolom, struktur balok, struktur atap, dan
komponen struktur lain sesuai kebutuhan. Penentuan komponen, jumlah dan
sebaran sampel pengujian dilakukan oleh Ahli Struktur sesuai karakteristik dan
kondisi faktual struktur bangunan gedung.
Pada tahap ini metode yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian
mutu struktur bangunan gedung ada dua cara, antara lain:
❖ Metode Non-Destructive Test (NDT)
Merupakan analisis struktur untuk menguji material tanpa merusak
fungsi dari benda uji tersebut. Beberapa pengujian yang dapat dilakukan di
antaranya:
a) Uji Pantul Beton (Hammer Test),
Pengujian ini bertujuan untuk memperkirakan kuat tekan beton
pada permukaan suatu komponen struktur di lapangan tanpa merusak
struktur tersebut (SNI ASTM C805:12). Hasil yang didapatkan tidak
bisa langsung digunakan untuk menentukan mutu beton (kuat tekan
beton), hanya digunakan sebagai nilai keseragaman mutu beton
terpasang. Capaian nilai pada Hammer Test juga tidak serta merta
sesuai dengan mutu beton yang direncanakan, karena nilai yang bisa
digunakan sebesar 50-60% dari hasil yg diperoleh.

Gambar 7. Alat Uji Pantul Beton

13
Sebelum digunakan alat tersebut harus di kalibrasi terlebih dahulu
dengan Controls C 0184 Calibration Anvil for Hammer Test, Milano –
Italia, seperti terlihat pada berikut.

Gambar 8. Anvil Test

Komponen struktur (balok, kolom dan pelat) yang akan diukur


dengan alat uji pantul beton, permukaan beton seluas 15 x 15 cm2
dibersihkan dan diratakan sampai halus. Setelah bersih, di setiap
permukaan yang telah halus ditembakkan 15 kali dan setiap kali
penembakan dicatat hasilnya, untuk kemudian diambil nilai rata-
ratanya untuk setiap titik. Jumlah titik yang diambil miniumum
berjumlah 20 titik (atau nilai yang merupakan akar pangkat tiga dari
total luas lantai).
Dari hasil pencatatan di lapangan mutu beton yang diperoleh
kemudian dihitung rata-rata nilai rata-rata yang disetarakan dengan
tegangan tekan kubus. Nilai yang tertera dalam hasil pemeriksaan
kekuatan beton dengan ‘concrete hammer test’ tersebut sudah
memeprhitungkan faktor koreksi ‘kalibrasi’ dengan menggunakan
‘Anvil Test’.

14
b) Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) Test,
Pengujian ini dirancang untuk menguji mutu beton melalui
pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik melalui beton yang
dipengaruhi oleh kepadatan dan homogenitas beton (SNI ASTM
C597:2012). Perlu diperhatikan dalam pengujian ini terdapat tiga
metode yang dapat dilakukan, antara lain :

Gambar 9. Metode Transmisi Langsung

Gambar 10. Metode Transmisi Semi Langsung

Gambar 11. Metode Transmisi Tidak Langsung

15
Kriteria keseragaman/homogenitas kualitas beton ditentukan
berdasarkan tabel batasan kecepatan rambat seperti dibawah ini:

Tabel 1. Batasan Kecepatan Rambat

c) Convermeter Test (Rebar Scanning),


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tebal selimut beton
serta menemukan lokasi, kedalaman, dan ukuran tulangan baja, kabel,
tegangan pos, tembaga, dan saluran dalam beton, batu bata atau
bahan non logam lainnya. Keakuratan sangat tergantung pada selimut
beton terpasang, makin tebal selimut beton hasil pembacaan semakin
tidak akurat. Disarankan untuk dilakukan pengecekan langsung
dengan mencoak/merusak sebagian dari beton.
Prinsip kerja alat uji ini yaitu penggunaan medan elektromagnetik
yang dihasilkan detektor, sehingga mudah dipengaruhi oleh
keberadaan metal/logam sebagai unsur penyusun beton. Arah dan
kedalam logam berpengaruh terhadap hasil pembacaan alat, sehingga
dapat diketahui posisi tulangan tersebut. Untuk mendeteksi letak
tulangan, unit sensor ditempel pada permukaan beton, kemudian
digeser sambil mengamati pembacaan pada display. Arah gerakannya
harus tegak lurus pada sumbu tulangan yang akan dideteksi.
Selanjutnya, dilakukan scan dari arah berlawanan, sehingga
didapatkan posisi/titik berikutnya. Jarak antara dua titik ini merupakan
perkiraan dari diameter tulangannya. Setelah dilakukan beberapa
scanning, hasilnya dapat digunakan sebagai gambaran perkiraan
posisi tulangan dan diameternya.
Untuk pengukuran tebal selimut beton dapat ditentukan apabila
telah dilakukan kalibrasi terlebih dahulu, disesuaikan dengan ukuran

16
dan bahan yang diselidiki. Posisi scanning dapat dilakukan secara
vertikal maupun horizontal. Lakukan scan dari arah berlawanan untuk
didapatkan posisi/titik berikutnya. Jarak antara dua titik dihasilkan dari
perkiraan diameter tulangannya. Apabila scanning dilakukan dari tepi
elemen, maka jarak dari tepi ke titik pertama terdengar sinyal adalah
tebal selimut betonnya. Tingkat kesalahan pengukuran kedalaman
selimut beton maksimal ±5% atau ±2 mm. Penentuan tebal selimut
beton dapat diilustrasikan sebagaimana gambar dibawah ini, dimana
Cm adalah tebal selimut terbaca oleh rebar locator dan C1 adalah tebal
selimut sesungguhnya.

Gambar 12. Pengukuran selimut beton pada tulangan polos, tulangan


persegi dan tulangan ulir

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah alat uji
covermeter, yang terdiri dari alat ukur (skala); detektor dengan sistem
kumparan tunggal atau ganda; dan kabel penghubung, dan elemen
struktur yang akan di uji. Prinsipnya, metode ini menggunakan efek
eddy current atau efek induksi magnetik. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi hasil uji diantaranya ketelitian operator, faktor elemen
yang akan dideteksi (kualitas beton dan baja tulangan), temperatur,
korosi tulangan, dan gangguan lain yang berkaitan dengan struktur
logam.

17
Tedapat 3 metode yang dapat diterapkan untuk kalibrasi alat,
dimana metode A digunakan apabila ketebalan selimut minimum
12mm, sedangkan metode B atau C digunakan apabila ketebalan
selimut beton kurang dari 12mm.

Gambar 13. Metode A

Gambar 14. Metode B

Gambar 15. Metode C

18
Pengujian ini juga berfungsi sebagai langkah awal sebelum
pengambilan beton inti (core case/drill), agar pemotongan beton inti
nantinya tidak mengenai tulangan. Langkah-langkah dalam pengujian
rebar ini diantaranya:
1. Menentukan struktur yang akan diperiksa. Untuk kolom
dilakukan pemeriksaan sebanyak dua sisi, balok dan pelat hanya
satu sisi;
2. Setting alat sesuai dengan tujuan, yaitu sebagai scan tulangan
dan menentukan ketebalan selimut beton;
3. Lakukan scan tulangan pada setiap struktur: untuk elemen kolom
dilakukan scanning dua kali pada sisi yang berbeda,
pemeriksaan tulangan geser/sengkang dilakukan scanning
secara horizontal (mulai dari sisi kiri ke kanan atau sebaliknya),
untuk pemeriksaan tulangan utama dilakukan scanning secara
vertikal (arah atas ke bawah atau sebaliknya). Untuk balok dan
plat lantai, cukup dilakukan scanning satu kali pada salah satu
sisi, jika akan dilakukan pemeriksaan tulangan utama dengan
scanning secara horizontal (mulai dari sisi kiri ke kanan atau
sebaliknya), dan untuk pemeriksaan tulangan geser atau
sengkang dilakukan scanning secara vertikal (arah atas ke
bawah atau sebaliknya);
4. Setelah semua elemen selesai diperiksa, transfer data hasil
pengujian yang ada pada alat ke PC/Laptop dengan
menggunakan software yang mendukung, salah satunya Pro
Vista.

19
Gambar 16. Contoh hasil pembacaan uji rebar pada balok

d) Brinell test,
Brinell Test yang bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu
material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor)
yang ditekan pada permukaan material uji tersebut (speciment).
Pada perkembangannya pengujian ini menggunakan metode
“Rebound“ atau pantulan yang didasarkan pada pengukuran tegangan
yang menunjukkan hilangnya energi dari impact body setelah
menumbuk benda uji. Impact body menumbuk benda uji tanpa
hambatan magnet yang ada menghasilkan tegangan dalam sistem
kumparan yang mengelilingi tabung pengarah impact body.
Lebih lunak benda uji, maka akan lebih keras lekukan yang terjadi
pada benda uji yang menyebabkan kehilangan energi yang lebih besar
dan kecepatan pantulan yang lebih lambat, yang pada akhirnya
menghasilkan tegangan lebih rendah. Berikut contoh alat Hardness
Tester yang digunakan:

20
Gambar 17. Alat Brinell

Nilai kekerasan (HL) dihitung dari rasio kecepatan tumbukan dan


rebound. Nilai kekerasan ini kemudian dapat diubah oleh perangkat
lunak untuk menampilakan konvensional nilai kekerasan dalam skala
HRC, HV, atau HB.

Gambar 18. Konsep dasar perhitungan dalam skala Leeb (HL).

Dari nilai kekerasan dalam skala Leeb (HL) ini kemudian


dikonversi menjadi nilai dalam skala Brinell dengan menggunakan
tabel American Standard Testing Material (ASTM) berikut:

21
Tabel 2. Tabel Konversi nilai kekerasan dalam skala Leeb (HL) ini
kemudian dikonversi menjadi nilai dalam skala Brinell

Atau dengan menggunakan persamaan berikut:

HB = 0.436 HL + 514.317

selanjutnya , berdasarkan angka kekerasan Brinell (HB) tersebut dapat


memperkirakan kuat tarik baja dengan menggunakan tabel ASTM
berikut:

22
Tabel 3. Nilai Kuat Tarik Baja berdasarkan American Standard
Testing Material (ASTM)

Atau dengan menggunakan persamaan berikut:


Kuat tarik baja (MPa) = 3.428 HB - 28.772

23
e) Crack Test,
Pengujian ini bertujuan untuk mengukur kedalaman dan lebar
retakan pada beton. Crack Test dibedakan kembali menjadi dua yaitu
pengujian kedalaman retak dan pengujian lebar retak. Pengujian
kedalaman retak dapat menggunakan UPV dengan metode tidak
langsung, ketika gelombang melewati retakan akan terjadi loncatan
waktu pada pembacaan.
Pengujian lebar retak pada umumnya menggunakan penggaris,
jangka sorong, microcrack detector, dan portable scanner.

f) Half Cell Potential Test (Corrosion Test),


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat korosi besi
tulangan yang berada di dalam beton. Pengukuran yang dilakukan
berdasarkan beda potensial tulangan di dalam beton relatif terhadap
referensi half-cell pada permukaan beton. Half-Cell yang digunakan
biasanya berasal dari tembaga atau perak tetapi ada juga yang
menggunakan kombinasi bahan lainnya. Selain itu beton pada benda
uji berfungsi sebagai elektrolit (ASTM C876-91 Test Method for Hals-
Cell Potentials of Uncoated Reinforcing Steel in Concrete).

Gambar 19. Penggunaan Alat Half-Cell Potential

24
g) Verticality Test,
Merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
kemiringan bangunan berdasarkan pada hasil pengukuran elemen
vertikal dari pondasi secara bertahap pada tiap tiap lantai sampai
tingkat paling atas dari suatu bangunan. Pengukuran ketegakan
bangunan dilaksanakan pada kolom perimeter gedung dengan
menggunakan alat ukur digital yang memberikan informasi sudut
kemiringan. Peralatan yang biasa digunakan adalah Laser Distance
Meter.
Apabila terdapat indikasi kemiringan rata-rata yang cukup
signifikan maka perlu dilakukan pengukuran lebih detail dengan
menggunakan alat standar berbasis optik seperti theodolite atau total
station. Batasan kemiringan bangunan gedung mengacu pada
ketentuan sebagai berikut:
1. Berdasarkan British Standard (BS), batas toleransi simpangan
puncak adalah: d max = (1/600) x H (dalam meter), sehingga
batas toleransi ketegakan: 1/600
2. Berdasarkan Quick Inspection Manual (NILIM, 2002), batas
kemiringan tingkat sedang adalah: 1/60 rad, sedangkan batas
kemiringan tingkat berat adalah: 1/30 rad.
Mengacu pada ketentuan tersebut, maka tingkat kemiringan
bangunan adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Kemiringan

No Kategori Batasan (rad) Batasan (%) Batasan (o)

1 Tegak < 1/600 < 0,17% < 0,10

2 Kemiringan Ringan 1/600 - 1/60 0,17 - 1,67 0,10 - 0,95

3 Kemiringan Sedang 1/60 - 1/30 1,67 - 3,33 0,95 - 1,91

4 Kemiringan Berat > 1/30 > 3,33 > 1,91

25
h) Pile Test,
Pile Test bertujuan untuk untuk mengetahui integritas tiang
pondasi, retakan pada tiang pondasi, daya tiang pondasi, dan daya
dukung tanah, menggunakan Crosshole Sonic Logging (CSL) , Pile
Integrity Test (PIT), dan/atau Pile Driving Analyzer (PDA). Pemilihan
pengujian disesuaikan dengan kondisi dilapangan.
• CSL merupakan Teknik yang akurat untuk menentukan kualitas
suatu tempat yang dijadikan poros pengeboran (drilled shafts)
apakah mengalami cacat (penggumpalan tanah, void, dll) atau
tidak.
• PIT adalalah tes yang tidak merusak dengan persamaan
gelombang sebagai beban kejut atau tes pantulan gelombang
sonic, atau regangan rendah tes dinamik. Tes ini juga
menampilkan kurva yang mengungkapkan perubahan signifikan
dalam penampang yang mungkin ada sepanjang tiang.
Acuan dari PIT didasari oleh ASTM D5882-07 (Standard Test
Method for Low Strain Impact Integrity Testing of Deep
Foundations). Klasifikasi:
100% = tidak ada kerusakan
99-80% = ada kerusakan ringan tapi tidak mengurangi daya
79-60% = ada kerusakan pada tiang, apabila digunakan
harus ada perbaikan dan pertimbangan
60% = tiang rusak dan tidak direkomendasikan
• PDA merupakan tes yang bertujuan untuk mengetahui daya
dukung pondasi tiang tunggal dan integritas atau keutuhan tiang
dan join (sambungan pada tiang pancanag).
Pelaksanaan PDA Test Mengacu pada ASTM-D4945 (Standard
Test Method for High-Strain Dynamic Testing of Deep
Foundations).

26
❖ Metode Destructive
Merupakan analisis struktur untuk menguji material dengan merusak
benda uji untuk pengambilan sample uji. Beberapa pengujian yang dapat
dilakukan di antaranya:
a) Uji Kuat Tekan beton
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan tingkat maksimal
ketahanan beban tekan menggunakan mesin uji yang menekan benda
uji sampai retak bahkan hancur, sehingga nilai hasil pengukuran
ketahanan beban tekan dapat diketahui. Menggunakan SNI 03-3403-
1994, SNI 2492-2002 dan SNI 2492:2018.
Terdapat tiga tahapan dalam melaksanakan pengujian ini, yaitu
pengambilan sample beton inti dan pengujian kuat tekan sample beton
inti yang sudah diambil.
1) Pengambilan Sample Beton Inti:
a. Sebelum mengambil sample beton inti, terdapat beberapa
ketentuan seperti yang disyaratkan SNI 03-2492-2002 dan
SNI 2492:2018, diantaranya:
● Perbandingan ukuran agregat maksimum dalam beton
dengan diameter beton inti harus lebih besar 1:3 atau
diameter benda uji beton inti untuk diuji kuat tekan harus
lebih dari tiga kali ukuran nominal agregat kasar dalam
beton keras;
● Umur benda uji beton inti yang digunakan tidak boleh
kurang dari 14 hari;
● Sebelumnya harus dipertimbangkan implikasi struktural
hasil dari pengambilan beton inti, yaitu tegak lurus pada
komponen struktur beton yang posisinya
horizontal/vertikal dan harus dipilih pada tempat yang
tidak membahayakan struktur, sebisa mungkin
menghindari tulangan dan tidak terlalu dekat dengan
elemen joint/sambungan.
b. Sample beton inti diambil dengan cara dibor menggunakan
core drill machine. Jika tidak ditetapkan, pengeboran harus
tegak lurus pada permukaan sedemikian rupa sehingga tidak

27
merusak beton inti. Posisi alat bor harus dijaga agar tidak
berubah posisi atau bergoyang selama pengeboran.
c. Apabila terdapat tulangan pada struktur/benda uji yang
diambil sample beton intinya, maka posisi pengambilan harus
tegak lurus terhadap sumbu benda uji. Jumlah tulangan dalam
benda uji beton inti tidak boleh lebih dari dua batang
2) Uji Kuat Tekan Beton Inti:
a. Berdasarkan SNI 03-3403-1994 dan SNI 2492:2018 tentang
Metoda Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran, terdapat
ketentuan yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji kuat
tekan beton inti, yaitu ketentuan benda uji sebelum dikaping
dan setelah dikaping. Kaping adalah pemberian lapisan
perata pada permukaan bidang tekan benda uji.
Sebelum dikaping:
● Benda uji yang cacat karena terlalu banyak terdapat
rongga, adanya serpihan/agregat kasar yang lepas,
tulangan yang lepas dan ketidakteraturan dimensi tidak
boleh digunakan untuk uji kuat tekan;
● Diameter benda uji tidak boleh kurang dari 90 mm;
● Benda uji harus memenuhi ketentuan l/ϕ lebih besar atau

sama dengan 0,95 di mana l = panjang dan ϕ = diameter

benda uji.
Setelah dikaping:
● Benda uji harus memenuhi ketentuan 2,00 > l/ϕ > 1,00

● Tebal lapisan untuk kaping tidak boleh melebihi 10 mm.


b. Pengujian harus dilakukan setelah 24 jam s/d tujuh hari sejak
pengambilan sample. Lebih dari yang dimaksud sample
sudah tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan SNI
untuk dilakukan pengujian kuat tekan.
c. Untuk uji kuat tekan beton inti, digunakan peralatan-peralatan
dengan ketentuan berikut: mesin uji tekan harus memenuhi
ketentuan yang berlaku pada SNI 1974-1990-F tentang

28
Metoda Pengujian Kuat Tekan Beton, alat ukur seperti (jangka
sorong, meja perata, siku baja, mistar baja, dan timbangan).
d. Kecepatan pemberian beban uji harus dilakukan bertahap
dengan penambahan beban uji yang konstan berkisar antara
0,2 N/mm2
e. Kuat tekan benda uji dihitung sampai dengan ketelitian 0,95
MPa dengan menggunakan rumus f’c yaitu beban uji
maksimum (hancur) yang ditunjukkan oleh mesin uji tekan
dalam N (Newton) dibagi luas permukaan benda uji.
f. Kuat tekan beton inti yang dikoreksi, yaitu nilai kuat tekan (f’c)
yang telah dikalikan dengan faktor-faktor koreksi (C0; C1; C2).
● C0 yaitu faktor pengali yang berhubungan dengan arah
pengambilan benda uji beton inti pada struktur beton
(Tabel 1 SNI 03-3403-1994);
● C1 yaitu faktor pengali yang berhubungan dengan rasio
panjang sesudah diberi lapisan kaping dengan diameter
dari benda uji (Tabel 2 SNI 03-3403-1994);
● C2 yaitu faktor pengali yang dihitung jika terdapat
tulangan dalam benda uji beton inti yang letaknya tegak
lurus terhadap sumbu benda uji (Tabel 3 SNI 03-3403-
1994);
3) Tata Cara Pengujian:
Detail tahapan pengujian kuat tekan benda uji beton inti terdapat
pada Bab IV SNI 3-3403-1994.

b) Uji Kuat Tarik Baja,


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai tegangan maksimal
benda uji yang bisa diterima melalui uji tarik sampai putus, sehingga
nilai hasil pengukuran tegangan maksimal dapat diketahui.
Ketentuan-ketentuan benda uji serta prosedur pengujian tarik
untuk baja tulangan beton diatur dalam SNI 07-2529-1991 dan SNI
8389:2017 tentang Metoda Pengujian Kuat Tarik Baja Beton.

29
c) Uji Beban
Tujuan uji pembebanan Loading Test adalah untuk mengetahui
apakah komponen struktur yang telah terpasang masih kuat menahan
beban kerja (working load) yang direncanakan. Pengujian ini dapat
menggunakan air ataupun pasir sebagai material bebannya.
Pengujian dengan cara ini juga hanya efektif untuk mengetahui
perilaku struktur dengan beban gravitasi. Untuk komponen join yang
lebih terpengaruh oleh beban gempa, uji beban ini menjadi tidak efektif
sehingga perlu dilakukan pengecekan lebih lanjut dengan
menggunakan dokumentasi dan dokumen As Built Drawing.
Pengujian ini juga dapat menggunakan software dengan
memasukkan data beban rencana yang akan digunakan, kemudian
disimulasikan. Peraturan yang dapat digunakan, antara lain:
● SNI 2847 : 2019 Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan
Gedung dan Penjelasan
● ACI 318R-19 Building Code Requirements for Structural
Concrete, ACI 318R-19 Commentary on Building Code
Requirements for Structural Concrete
● ACI 437R-19 Strength Evaluation of Existing Concrete Buildings
● ACI 562-19, Code Requirements for Assessment, Repair and
Rehabilitation of Existing Concrete Structures

Gambar 20. Pengujian Struktur dengan Metode Pengujian Beban


menggunakan Air

30
5) Pemeriksaan Komponen MEP
Pengujian MEP dilakukan untuk memeriksa apakah system yang telah
terpasang dapat berfungsi dan sudah sesuai dengan standar, sehingga dapat
digunakan sesuai dengan kebutuhan perencanaan. Pengujian awal dilakukan
dengan cara sederhana menggunakan Multimeter / Multitester dan Infrared.

Gambar 21. Alat Multitester


Apabila dengan pengujian tersebut belum memadai dan memperoleh hasil
yang kurang meyakinkkan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan cara
sebagai berikut ini, antara lain:
a) Tes Megger,
Tes Megger adalah sebagai alat untuk mengukur isolator atau
ketahanan dari generator, motor dan juga trafo. pada umumnya alat ini
dipakai untuk mengecek instalisi rumah dan bahkan untuk mengecek
ketahanan SUTM atau saluran udara tegangan menengah.

Gambar 22. Alat Megger

31
b) Testing dan Komisioning,
Pengujian ini bertujuan untuk:
• Mendapatkan suatu instalasi tenaga listrik yang masing-masing
alatnya sebagai suatu sistem dan telah berfungsi dengan baik dan
memenuhi kontrak,
• Untuk mengetahui penampilan unjuk kerja sesungguhnya unit baru
yang telah selesai dibangun tersebut apakah telah sesuai dengan
spesifikasi dan garansi kontrak,
• Untuk mengetahui apakah pemasangan dan penyetelan dari tiap-tiap
peralatan selama konstruksi/ pembangunan telah baik.

c) Tes Instalasi Plambing


Tes ini dilakukan untuk memeriksa dan memastikan seluruh pekerjaan
instalasi terpasang, baik pada bagian sambungan maupun bagian utama.
Pada tes ini bisa dilakukan pada beberapa bagian, antara lan:
1. Kebocoran pada pipa instalasi air bersih dan kotor,
2. Kebocoran pada pipa intalasi pembuangan talang air,
3. Tekanan air pada pipa bertekanan seperti sprinkler dan hydrant.

Gambar 23. Alat Tes Instalasi Pipa

32
Gambar 24. Alat Ukur Tekanan Air dan Volume Aliran Air

d) Tes Sistem Proteksi Petir


Pemeriksaan instalasi proteksi petir meliputi pemeriksaan yang terdiri
dari serangkaian pengujian terhadap sistem penyalur petir yang ada mulai
dari jenis dan fisik material, spesifikasi teknis material, serta teknis
pemasangan. Hasil pemeriksaan instalasi penangkal petir berisi data teknis
kondisi fisik instalasi penyalur petir, serta hasil spesifikasi teknisnya sesuai
standar operasional dan ketentuan yang berlaku. Proses pemeriksaan
meliputi:
➢ Pemeriksaan data teknis yang ada sesuai dengan aturan,
➢ Pengamatan visual peralatan dan sistem instalasi (di lokasi),
➢ Pencatatan data lapangan (di lokasi),
➢ Analisa kelayakan instalasi dengan menggunakan Alat Grounding,
➢ Laporan Hasil Pemeriksaan.

Gambar 25. Alat Grounding

33
e) Tes Arus Listrik
Pengetesan ini dilakukan untuk mengukur arus listrik pada sebuah kabel
konduktor yang dialiri arus listrik dengan menggunakan Tang Ampere
(Clamp Ampere) tanpa harus memiliki kontak langsung dengan terminal
listriknya baik pada panel utama, panel pembagi, dan jaringan listrik.
Pada umumnya, Tang Ampere (Clamp Meter) yang terdapat di pasaran
memiliki fungsi sebagai Multimeter juga. Jadi selain terdapat dua rahang
penjepit, Clamp Meter juga memiliki dua probe yang dapat digunakan untuk
mengukur Resistansi, Tegangan AC / DC dan bahkan ada model tertentu
yang dapat mengukur Frekuensi, Arus Listrik DC, Kapasitansi dan Suhu.

Gambar 26. Alat Tang Meter

f) Tes Peralatan/Fitur
Test ini bertujuan untuk memastikan seluruh peralatan / fitur yang
digunakan sudah memenuhi peraturan yang berlaku dan sesuai dengan
yang direncanakan, sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi pengguna
(seperti: sanitair, saklar, stop kontak, MCB, dll).

Gambar 27. Alat Tes Listrik AC dan DC

34
g) Tes Infrared Thermography
Suatu sistem pemeriksaan NDT (Non Destructive Test) dengan
menggunakan Kamera Inframerah untuk memeriksa peralatan listrik
(Electrical), dan mekanik (Mechanical) pada bangunan gedung. Dengan
memonitor suhu / temperatur pada saat peralatan beroperasi kemudian
dibandingkan dengan suhu operasi normalnya, maka akan dapat dianalisa /
dideteksi ada tidaknya penyimpangan (overheating) yang umumnya
merupakan gejala awal suatu kerusakan peralatan.

Gambar 28. Alat Infrared Thermography dan Hasil Pengecekan

35
6) Pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan dan Rekomendasi
Pada tahap ini Penyedia Jasa menyusun Laporan Akhir berdasarkan dengan
data-data teknis dan hasil pemeriksaan dilapangan serta membuat Rekomendasi
yang dapat digunakan untuk tindak lanjut pada proses Konstruksi. Berikut data-
data yang harus dilampirkan dalam Laporan tersebut, antara lain:
❖ Dokumen Perencanaan.
❖ Gambar DED.
❖ Laporan Analisis Struktur.
❖ Dokumen Rencana Kerja & Syarat-syarat (RKS).
❖ Laporan Penyeledikan Tanah.

36
LAMPIRAN

MATRIKS JENIS-JENIS
PENGUJIAN UJI STRUKTUR

37
Matriks berdasarkan tujuan pengujian
Pemilihan metode evaluasi mempertimbangkan pada sistem framing struktural, informasi
kondisi eksisting, logistik, dan ekonomi. Bila timbul suatu keraguan keamanan dari suatu struktur
atau komponen struktur maka dapat dilakukan penelitian terhadap kekuatan struktur dengan cara
analisis atau dengan uji beban atau dengan kombinasi analisis dan uji beban.
Bila pengaruh defisiensi struktur diketahui dengan baik dan bila dimensi struktur serta sifat
bahan yang dibutuhkan untuk tujuan analisis dapat diukur nilainya, maka evaluasi struktur secara
analisis berdasarkan data hasil pengukuran tersebut sudah dianggap memadai.
Bila pengaruh defisiensi struktur tidak diketahui dengan baik atau bila dimensi struktur dan
sifat bahan yang dibutuhkan untuk tujuan analisis tidak memungkinkan untuk diukur nilainya
maka uji beban harus dilakukan bila bangunan tersebut diinginkan untuk tetap berfungsi.
Untuk memenuhi kebutuhan data terdapat pengujian sesuai dengan tujuan pemeriksaaan
yang dijelaskan dalam matriks berikut:

Tabel Lampiran 1. Matriks Pemenuhan Data berdasarkan Jenis Pengujian

Tujuan Jenis Output Karakteristik Pemilihan Jenis Pengujian


Pengujian Pengujian Pengujian

Kekuatan Hammer Test ● Mengukur ● Proses pengujian sampai menghasilkan data


Beton (NDT) kekuatan cukup sederhana, ekonomis dan relatif cepat.
permukaan ● Hasil pengukuran lapangan (hammer test)
beton merupakan estimasi /prediksi/perkiraan sehingga
perlu disandingkan dengan pengujian sampel core
drill. Pengujian lapangan tidak dapat
menggantikan kebutuhan pengujian core namun
dapat mengurangi jumlah sampel core
● Hasil pengujian hammer test bukan merupakan
mutu beton yang akurat (lebih akurat core drilll atau
uji beban). Hasil hammer test sekitar 1,5-1,75 kali
lebih tinggi dibandingkan hasil uji tekan core drill
● Permukaan sampel harus halus dan rata
● Perlu pengupasan hingga ke beton inti
● Pengujian tidak diizinkan dilakukan pada
permukaan beton yang terdapat tulangan dan
beton dengan selimut kurang dari 20 mm
● Pengambilan sampel pada komponen bangunan
minimal 10 titik yang memenuhi syarat
● Nilai yang dihasilkan sangat dipengaruhi sudut
pukulan hammer sehingga perlu dihitung dengan
faktor koreksi (disarankan pengambilan sampel
yang banyak >10)
● Hasil pukulan hammer merepresentasikan kondisi
permukaan beton dan bisa saja tidak sama dengan
nilai interior beton

38
Tujuan Jenis Output Karakteristik Pemilihan Jenis Pengujian
Pengujian Pengujian Pengujian

Kekuatan UPV ● Menilai ● Memiliki akurasi dan sensitivitas lebih baik dalam
Beton (NDT) homogenitas menentukan posisi, orientasi ukuran dan bentuk
beton defect internal (honey comb dll) jika dibandingkan
● Menilai kualitas hammer test.
kekuatan beton ● Proses pengujian sampai menghasilkan data
● Menentukan relatif cepat.
integritas ● Hasil yang diperoleh dengan menggunakan
struktural metode uji ini tidak boleh dianggap sebagai
● Mengukur pengukur kekuatan beton ataupun pengujian yang
keretakan memadai untuk menentukan kesesuaian modulus
beton elastisitas beton di lapangan dengan yang
diasumsikan dalam perancangan. Hasil
pengukuran lapangan (UPV) merupakan estimasi
/prediksi/perkiraan sehingga perlu disandingkan
dengan pengujian sampel core drill. Pengujian
lapangan tidak dapat menggantikan kebutuhan
pengujian core namun dapat mengurangi jumlah
sampel core
● Hasil pengujian UPV bukan merupakan mutu
beton yang akurat (lebih akurat core drilll atau uji
beban). Hasil UPV sekitar 1,5-1,75 kali lebih tinggi
dibandingkan hasil uji tekan core drill
● Hanya memerlukan 1 sampel permukaan uji
● Sulit untuk memeriksa objek pengujian yang tipis
(dimensi objek pengujian harus lebih besar dari
panjang gelombang getaran ultrasonik/ 0.065 m

Core Drill ● Mengukur ● Akurasi penilaian terhadap kuat tekan beton dapat
(DT) kekuatan beton menjadi acuan, dapat dipadukan dengan hasil
● Mengukur NDT untuk hasil yang komprehensif
permeabilitas ● Minimal 3 sampel uji
beton ● Untuk pengujian kuat tekan beton diusahakan
● Mengukur tidak terdapat tulangan dan jika ada posisi
kepadatan tulangan harus tegak lurus terhadap sumbu benda
beton uji dan maksimal hanya terdapat 2 batang
● Sampel core uji tekan yang cacat (Benda uji yang
cacat karena terlalu banyak terdapat rongga
adanya serpihan/agregat kasar yang lepas,
tulangan besi yang lepas dan ketidakteraturan
dimensi) tidak boleh digunakan
● Implikasi struktural pengambilan beton inti harus
dipertimbangkan.
● Sampel harus dipilihkan pada posisi tidak
membahayakan dan tidak boleh terlalu dekat
dengan sambungan
● Pengambilan sampel yang ditujukan untuk
pengujian selain uji tekan harus dipisahkan
sampelnya

39
Tujuan Jenis Output Karakteristik Pemilihan Jenis Pengujian
Pengujian Pengujian Pengujian

Posisi Baja Rebar ● Mengukur tebal ● Kapasitas alat dengan metode elektromagnetik
Penulangan Covermeter selimut beton hanya dapat mendeteksi tulangan sampai
(Rebar ● Mengetahui kedalaman 100 mm
Scanning) ukuran, jumlah ● Akurasi alat tergantung desain alat, jarak antar
(NDT) dan lokasi tulangan, dan ketebalan selimut beton
penulangan ● Pengecekan dilakukan pada penampang kritis
● Penentuan yang direncanakan menahan beban
lokasi core drill ● Untuk struktur yang besar pengumpulan data kira-
agar tidak kira 5% pada penampang kritis sudah cukup
mengenai memadai bila hasil pengukuran sama dengan
tulangan gambar pelaksanaan.
● Updating teknologi memungkinkan tersedia
desain alat yang mampu menampilkan visual
tulangan secara langsung
● Hasil covermeter perlu diverifikasi dengan
pengupasan selimut beton

Pengupasan ● Mengetahui ● Dapat dilakukan dengan chipping atau dengan


Selimut Beton kedalaman/leta power drilling beton
(DT) k dan ukuran ● Hanya digunakan untuk memverifikasi dan
penulangan memperoleh korelasi dari hasil NDT
yang tertanam ● Satu-satunya metode yang tersedia untuk
menentukan kondisi penulangan yang tertanam

Kekuatan Uji Tarik ● Mengetahui ● Pengambilan benda sampel uji harus dilakukan
Baja menggunakan nilai kuat tarik baik dengan core dril atau cara lainnya untuk
Penulangan UTM (DT) dilakukan uji di laboratorium
● Minimum 3 sampel untuk mengukur kuat
tekan/tegangan leleh
● Sampel harus diambil dari posisi yang mengalami
tengangan minimum
● Untuk mengurangi dampak reduksi kekuatan
berlebihan pada komponen struktur, tidak boleh
mengambil 2 sampel pada lokasi penampang yang
sama

40
Tujuan Jenis Output Karakteristik Pemilihan Jenis Pengujian
Pengujian Pengujian Pengujian

Kekuatan Brinnel Test ● Mengetahui ● Bisa digunakan menguji bentuk penampang


Baja (DT) angka sampel besi beragam
Penulangan kekerasan ● Tidak bisa digunakan untuk material tipis
● Mengetahui (minimum 10 x d (kedalaman indentation))
nilai kuat tarik ● Pengambilan benda sampel uji harus dilakukan
dengan baik dengan core dril atau cara lainnya untuk
konversi dilakukan uji di laboratorium
● Mengetahui ● Minimum 3 sampel untuk mengukur kuat
informasi tekan/tegangan leleh
material metal ● Sampel harus diambil dari posisi yang mengalami
lainnya seperti: tengangan minimum
ketahanan aus ● Tidak ada korelasi langsung secara prinsip
dan daktilitas pengujian kekerasan dengan uji tarik
● Konversi uji tarik sebaiknya dihindari dilakukan
kecuali untuk kasus khusus ketika terdapat dasar
perkiraan yang bisa dipertanggung jawabkan
● Diperlukan pengujian lain untuk mendapat nilai
konversi yang tepat

Equotip ● Mengetahui ● Pengujian dapat langsung dilakukan dilapangan


Hardness angka (tidak perlu laboratorium)
(NDT) kekerasan ● Tidak ada korelasi langsung secara prinsip
● Mengetahui pengujian kekerasan dengan uji tarik
nilai kuat tarik ● Konversi uji tarik sebaiknya dihindari dilakukan
dengan kecuali untuk kasus khusus ketika terdapat dasar
konversi perkiraan yang bisa dipertanggung jawabkan
● Diperlukan pengujian lain untuk mendapat nilai
konversi yang tepat

Keretakan Crack Test ● Mengukur ● Diperlukan jika terlihat secara visual dan
Beton (UPV) keretakan diperlukan perbaikan struktural
(NDT) beton ● Dapat dibantu penggaris, jangka sorong,
microcrack detector, dan portable scanner.

Tingkat Half Cell ● Mengukur ● Diperlukan jika kondisi lokasi memungkingkan


Korosi Potential Test tingkat korosi korosi tinggi (terkontaminasi senyawa
(Corrosion penulangan klorida/paparan air laut/ terpapar arus listrik/terjadi
Test) tertanam karbonasi)

Pengeceka Verticality ● Mengukur ● Diperlukan jika ditemukan secara visual


n Geometri Test (NDT) tingkat komponen struktur bangunan miring (akibat
Bangunan presisi defisiensi struktur, displacement, atau akibat
ketegakan kesalahan pelaksanaan konstruksi)
struktur
bangunan

41
Tujuan Jenis Output Karakteristik Pemilihan Jenis Pengujian
Pengujian Pengujian Pengujian

Dukungan Crosshole Mengukur ● Dapat dipilih jika kondisi konstruksi baru sampai
Pondasi Sonic Logging integritas/keutuh tahapan pemancangan tiang atau cor tiang
(CSL) an tiang: (belum pile caping)
(NDT) ● homogenitas ● Sampel tiang pondasi tunggal harus
beton, disiapkan/dipasang pipa uji dengan cara dilubangi
● kedalaman dengan coring sehingga kurang ekonomis
tiang, ● Kedalaman tiang yang dapat diuji mencapai 100m
● menandakan ● Hasil pengujian lebih akurat dan teliti jika
area beton dibandingkan dengan PIT
yang lebih ● Tidak dapat digunakan untuk mengukur mutu
rendah beton yang sesungguhnya
mutunya, ● Tdak dapat menghasilkan data daya dukung
● mendeteksi pondasi sehingga perlu tetap dilakukan tes PDA
void
● Mendeteksi
perubahan
penampang

Pile Integrity Mengukur ● Dapat dipilih jika kondisi konstruksi baru sampai
Test (PIT), integritas/keutuh tahapan pemancangan tiang atau cor tiang
(NDT) an tiang: (belum pile caping)
● homogenitas ● Pada kondisi tertentu pengujian pondasi dapat
beton, dilakukan pada kolom bangunan dengan asumsi
● kedalaman struktur tiang tunggal.
tiang, ● Sampel pengujian tiang tunggal
● menandakan ● Dalam kondisi ideal kedalaman uji dapat
area beton mencapai 70 kali diameter benda uji
yang lebih ● Hasil pengujian juga dipengaruhi pantulan
rendah gelombang lapisan tanah sehingga untuk
mutunya, menghasilkan interpretasi hasil uji PIT sebaiknya
● mendeteksi didukung data uji tanah setempat, data
void pelaksanaan (data kedalaman tiang, pembesian,
● Mendeteksi pemancangan, sambungan dan data relevan
perubahan lainnya)
penampang ● Tidak dapat digunakan untuk mengukur mutu
beton yang sesungguhnya
● Tdak dapat menghasilkan data daya dukung
pondasi sehingga perlu tetap dilakukan tes PDA

Pile Driving ● Mengukur ● Dapat dipilih jika kondisi konstruksi baru sampai
Analyzer kapasitas/ tahapan pemancangan tiang atau cor tiang
(PDA) daya dukung (belum pile caping)
(NDT) tiang pondasi ● Tiang tunggal harus digali/bebas minimum 1,5D
untuk perletakan tranduser dan akselerometer
● Tiang akan diberi beban kejut dengan
menjatuhkan beban dari ketinggian tertentu
sehingga ujung pile perlu di treatmennt dengan
caping sehingga rata.

42
Tujuan Jenis Output Karakteristik Pemilihan Jenis Pengujian
Pengujian Pengujian Pengujian

Kekuatan Loading Test ● mengukur ● Bila pengaruh defisiensi struktur tidak diketahui
dan (DT) kekuatan dan dengan baik atau bila dimensi struktur dan sifat
Ketahanan ketahanan bahan yang dibutuhkan untuk tujuan analisis tidak
Struktur pada struktur memungkinkan untuk diukur nilainya maka uji
bangunan beban harus dilakukan bila bangunan tersebut
ketika diberi diinginkan untuk tetap berfungsi
beban kerja ● Bila terindikasi terjadi kesalahan pelaksanaan dan
mengalami penurunan kinerja
● Bila bangunan dipakai untuk fungsi baru
● Untuk struktur yang mengalami penurunan
kinerja, penerimaan hasil loading tes tidak boleh
diputuskan tanpa memberi batas waktu
pemakaian dan perlu dilakukan inspeksi secara
periodik

43
LAMPIRAN GAMBAR
PELAKSANAAN PENGUJIAN
LAPANGAN DAN LABORATORIUM

44
Gambar Lampiran 1. Penggunaan Alat Palu Beton

Gambar Lampiran 2. Penggunaan Alat UPV

45
Gambar Lampiran 3. Pengunaan Alat Rebar Scaning

Gambar Lampiran 4. Pengujian Kekerasan Material Baja

46
Gambar Lampiran 5. Pengambilan Benda Uji dengan Metode Core Drill

Gambar Lampiran 6. Pengujian Tekan Material Beton dan Tarik Material Baja di Laboratorium

47

Anda mungkin juga menyukai